Anda di halaman 1dari 3

Mari Kita Bertawadhu Lagi

20/02/2012 LTNPCNUKABBANDUNG Khutbah, Khutbah Jum`at


. ,
. .
. .
_

Para hadirin jamaah jumah Rahimakumullah


Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Semakin sering kita mengevaluasi
diri kita semakin baik. Karena dengan demikian kita akan merasa selalu bersalah dan selalu
berusaha memperbaikinya. amin
Alhamdulillah di hari yang bahagia ini kita masih diberikan kesempatan oleh Allah yang
maha kuasa untuk berkumpul bersama saling bertaushiyah sesama. Semoga pertemuan kita
diberkati oleh Allah seperti majlis jumah yang berkah ini.
Ayyuhal Hadirun Rahimakumullah,
Diantara beberapa hal yang sering kita abaikan adalah pemahaman kita seputar etika
bermasyarakat. Seringkali kita lupa akan ke-diri-an kita, warna dan identitas sebagai muslim
Indonesia yang hidup di tengah berbagai ragam suku, ras, agama dan bahasa kedaerahan.
Meskipun ada perbedaan epistimologis dalam kata etika, moral, budi-pekerti dan akhlaq,
namun dalam kesempatan ini semua kata itu dimaknai oleh khatib sebagai suatu nilai luhur
yang terkandung dalam berperilaku dan berinteraksi dengan sesama. Ada banyak macam
perilaku yang dapat dikategorikan dalam nilai-nili ini seperti gotong royong, saling
menghormati, empati (tepo seliro), dan juga tawadhu.Jamaah Jumah Rahimakumullah
Sudah jarang sekali telinga kita mendengarsemua kata-kata indah itu. Kata gotong-royong,
saling menghormati dan teposeliro juga tawadhu, seolah lenyap dari perbendaharaan bahasa
Indonesia. Malahan kata-kata itu tergantikan dengan istilah dikordinasikan, dikomunisikan
dan lain sebagainya. Ini berarti telah terjadi pergeseran nilai di tengah masyarakat kita. Nilainilai luhur yang lahir dan dibesarkan oleh tradisi Nusantara telah kalah saing dengan nilainilai kesementaraan yang mengabdi pada modernism dan individualism. Hal seperti inilah
yang sedikit demi sedikit merubah rona wajah bangsa kita. Hal ini diperparah dengan sistem
teknologi pertelevisian yang menuruti keterbukaan dalam menggunjing sesame dan
membicarakan kesalahan sesame dengan alasan membudayakan kritik. Lihatlah beberapa tolk
show baik yang sekedar intertaintment ataupun yang berwawasan politk seolah semuanya
tidak lagi mengindahkan kaedah-kaedah etika. Naudzubillah min dzalik.
Jamaah Jumah yang berbahagia
Cobalah kita bersama-sama membuka hati dan melapangkan dada. Apa sesungguhnya yang
melatar belakangi perubahan rona wajah bangsa kita. Yang dulu sangat pemalu dan
penghormat. Kini menjadi penipu dan penghujat. Nampaknya percaya diri dan menganggap
benar sendiri dengan menuduh orang lain tak becus dan salah dalam melangkah, menjadi
penyakit akut yang terus menyandera bangsa kita.
Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya selaku khotib tidak berhak mengajari, tapi
sekedar mengingatkan kembali bahwa kemungkinan penyebab ini semua adalah kelalaian
kita terhadap ajaran tawadhu dari rasulullah saw. Tawadhu biasa diartikan dengan rendah
diri dan tidak somobong. Tawadhu adalah konsep etika yang sangat sederhana. Rasulullah

saw sendiri mengajarkan cara bertawadhu dengan memulai salam bila berjumpa sesama
teman, dalam sebuah hadist disebutkan:

Rasulullah saw selalu menyambut orang yang menemui beliau dengan salam.
Di sini mengucap salam menjadi kata kunci untuk melatih diri melakukan tawadhu. Bukan
sekedar doa yang terkandung dalam ucapan salam, akan tetapi bagaimana seseorang memulai
berkomunikasi dengan yang lain dan saling bertegur sapa, itulah yang terpenting. Apalagi
kehidupan di kota seperti Jakarta. Saling bersapa menjadi barang yang sangat mahal. Apalagi
berbincang.
Kalau boleh bercerita, Teman saya yang baru datang di Jakarta merasa bingung. Bagaimana
orang bisa duduk berjejer ataupun berdiri saling hadapan dalam satu angkutan kota tanpa
bertegur sapa? Ini adalah hal yang mustahil di daerah dan didesa-desa. Jangankan dengan
sesama teman, dengan orang yang belum dikenalpun akan disapa dengan berbagai ragam
pertanyaan, mau kemana pak? Turun di mana? Cari rumah siapa? Dan lain sebagainya.
Para Jamaah yang dirohmati Allah
Ternyata bertegur sapa, baik dengan mengucap salam maupun berbasa-basi sekedarnya
seperti ajaran Rasulullah saw dapat melatih orang bersikap tawadhu. Karena mereka yang
bertegur sapa biasanya bukan tipe manusia sombong. Sebuah hadits menerangkan:

Siapa yang memulai menegur dengan salam, bebas dari sifat sombong atau takabbur.
Bahkan begitu tawadhunya Rasulullah saw higga pernah suatu ketika beliau menolak
bantuan orang yang hendak membawakan bungkusan beliau. Dengan alasan pemilik barang
lebih berhak membawa barang masing-masing.
Penolakan tersebut bukanlah cerminan kesombongan, tetapi merupakan kerendahan hati
beliau saw. meskipun beliau seorang Nabi, tetapi lebih senang membawa diri sendiri. Apakah
demikian dengan pemimpin-pemipin bangsa kita? Pastilah tidak karena mereka sudah tidak
lagi mengenal tawadhu. Janganka membawa bungkusan kepalapun kalau bisa dibawakan
oleh ajudan.
Oleh karena itu, nabi membuat kriteria sendiri sebagai cirri-ciri tawadhu diantaranya duduk
bersama fakir miskin. Seperti sebuah hadits yang berbunyi:

Duduk bersama orang fakir miskin, termasuk ciri khas orang yang rendah hati (tawadhu)
(HR. Ad-Dailami).
Senada dengan hadits Nabi adalah apa yang dikatakan oleh Imam Jafar:
Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu. Kemudian Salah seorang bertanya
kepada nya, Apakah tanda-tanda tawadhu itu? Beliau menjawab, Hendaknya kau senang
pada majlis yang tidak memuliakanmu, memberi salam kepada orang yang kau jumpai, dan
meninggalkan perdebatan sekalipun engkau di atas kebenaran.

Tidak hanya menghindar dari penghormatan orang, tetapi juga menghindar dari perdebatan
walaupun kita dalam posisi yang benar.
Bagaimanakah dengan tolkshow yang ada di televisi?. Dengan bangganya di bawah siraman
cahaya kamera para aktifis dan intelektual itu berbicara bertakik-takik seolah membicarakan
hal yang dianggapnya benar sambil sesekali menghina dan menyalahkan orang lain. Berdebat
kusir menjadi keahlian tersendiri. Mereka yang menguasai retorika dan aksentuasi yang enak
menjadi pemenangnya. Bahkan sering kali setelah acara usai mereka bertanya pada kronisejawat dan teman-temannya? Bagaimana tadi penampilanku? Bagus gak? Dan berbagai
pertanyaan lain yang menunjukkan kesombongannya. Inilah potret bangsa kita. Bagaimana
bisa Indonesia berjalan maju ke depan bila yang terjadi saling menyalahkan. Berebut di depan
bukan dalam perang, tetapi dalam pamer segala kemampuan, biar dilihat sebagai orang yang
mempunyai kemampuan dan kwalitas. Bukan seperti pendiam yang tak faham.
Jamaah Jumah Rahimakumullah
Marilah kita sadari bersama bahwa sesungguhnya tawadhu dan kerendah-hatian itu tidak
akan membuat seseorang menjadi hina. Bahkan sebaliknya. Kekhawatiran itu hanya muncul
bagi mereka yang sebenarnya berkwalitas rendah tetapi ingin dianggap seorang yang
berharga. Dalam sebuah hadits diterangkan:

Tawadhu itu tidak akan menambah seseuatu bagi seseorang kecuali nilai tinggi, maka
bertawadhulah kalian semua maka Allah akan meninggikanmu
Jamaah Jumah yang Rahimakumullah
Akhirnya, khutbah ini menyimpulkan bahwa tawadhu itu tidak hanya diejawantahkan dalam
perkataan tetapi juga dalam tingkah laku keseharian. Dalam bergaul, dalam berinteraksi
social dan dalam menanggapi persoalan yang muncul.
. . ,

.
,
,

Anda mungkin juga menyukai