1. Pengertian Korupsi
Istilah korupsi ini, berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus Yang berarti kerusakan atau
kebobrokan, perbuatan yang bejat, perbuatan tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari
kesucian, serta kata-kata menghina atau memfitnah. Adapun arti harfiah dari korupsi dapat berupa :
a) kejahatan, kebususkan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran.
b) perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebaigainya.
c) 1. korup (busuk; suka menerima uang suap uang/sogok; memakai kekusaan untuk kepentingan sendiri
dan sebaginya); 2. korupsi (perbuatan bususk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebaginya; 3. koruptor (orang yang korpsi).
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tenatng
korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral,
sifat keadaan yang busuk, jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, sera penempatan
kelurga atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekusaan jabatnnya. Dengan demikian, secara
harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan sebagainya) untuk
kepentingan pribadi atau orang lain.
2. Korupsi : busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayaakan kepadanya; dapat
disogok (melalui kekusaan untuk kepentingan pribadi).
Di dalam Undang-Undang tindak pidana korupsi terdapat tiga istilah hukum yang perlu diperjelas, yaitu
istilah tindak pidana korupsi, keuangan negara dan perekonomian negara. Tindak pidana korupsi dalam
Uundanng-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah :
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik yang
dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan
segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya :
1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara baik
ditingkat pusat maupun ditingkat daerah;
2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara / Badan
Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan Perusahaan yang menyertakan Modal Negara, atau
perusahaan yang menyertakan pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Batasan mengenai perekonomian negara, menurut undang-undang tersebut adalah kehidupan
pererkonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekelurgaan atau usaha
masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun
ditingkat daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan
memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahtraan kepada seluruh kehidupan rakyat sesuai dengan
perekonomian negara dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001
Tentang Pemebrantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang tersebut bermaksud untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan keuangan atau
pererkonomian negara yang semakin canggih dan rumit, oleh karenanya tindak pidana korupsi yang
diatur dalam undang-undang ini dirumuskan seluas-luasnya sehingga meliputi perbuatan-perbuatan
memperkaaya diri sendiri atau orang lain suatu korporasi secra melawan hukum.
2. Ciri-ciri Korupsi
Perbuatan korupsi di manapun dan kapanpun akan selalu memiliki ciri khas. Dan ciri khas tersebut bisa
bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu
bisa berasal dari atasan, teman setingkat bawahannya atau fihak yang lainnya memberikan kesempatan
untuk itu;
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya dapat memenuhi atau sejalan dengan
kebutuhan hidup yang wajar, bila hal itu tidak terjadi maka sesorang akan berusaha memenuhinya
dengan berbagai cara. tetapi apabila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan
semacam ini akan memberikan sebuah peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi
waktu, tenaga, maupun fikiran dalam artian semua curahan peluang itu untuk keperluan diluar pekerjaan
yang seharusnya;
d. Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
Keterdesakan itu kemudian membuka ruang bagi seseorang untuk melakukan jalan pintas diantaranya
dengan melakukan korupsi;
e. Gaya hidup yang konsumptif
Kehidupan di kota kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseorang berperilaku konsumtif. Perilaku
semacam ini apabila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang
seseorang untuk melakukan berbagai tindakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan kemungkinan
itu adalah dengan melakukan tindak korupsi;
f. Sifat malas atau tidak mau bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari suatu pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja.
Sifat semacam ini akan potensial dalam melakukan tindakan apapun dengan cara cara mudah dan cepat,
yang diantaranya melakukan korupsi;
g. Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius, yang tentunya akan melarang setiap warga negaranya
melakukan tindakan korupsi dalam bentuk apapun. Akan tetapi kenyataan dilapangan menunjukan bahwa
praktek korupsi semakin berkembang subur di tengah masyarakat. situasi paradoks semacam ini
mencerminkan bahwa ajaran agama tidak sepenuhnya diterapkan dalam kehidupan.
2) Aspek Organisasi
a. Kurangnya Sikap Keteladanan Pimpinan
Posisi pimpinan dalam suatu lembaga formal maupun informal sesungguhnya mempunyai pengaruh yang
sangat penting bagi bawahannya. Apabila seorang pemimpin tidak bisa memberikan keteladanan yang
baik dihadapan bawahannya misalnya berbuat korupsi maka kemungkinan besar bawahannya akan
mengambil kesempatan yang sama sebagaimana atasannya;
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisai biasanya mempunyai pengaruh kuat terhadap anggotanya. apabila kulur organisasi tidak
dapat dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai situasi yang tidak kondusif mewarnai
kehidupan organisasi. Dalam posisi yang demikian perbuatan negatif seperti antara lain korupsi memiliki
peluang yang besar untuk terjadi;
c. Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
Pada institusi pemerintah pada umumnya belum merumuskan dan melaksanakan dengan jelas visi dan
misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai
dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya terhadap instansi pemerintah sulit untuk
dilakukan penilaian apakah instansi tersebut telah berhasil mencapai sasaranya atau tidak? Dan akibat
lebih lanjut terhadap kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki
semacam ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktek korupsi;
d. Kelemahan sistem pengendalian manajemaen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah
organisasi. semakin longgar atau lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin
terbuka peluang perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya;
e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam orgainisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindakan korupsi yang dilakukan oleh segelintir
oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup tersebut, pelanggaran korupsi justru cenderung terus
berjalan dengan berbagai bentuk.
3) Aspek tempat individu dan organisasi berada
a. Nilai nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Sebagaimana diketahui, korupsi bisa
ditimbulkan oleh budaya masyarakat misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan
yang dimilikinya. Sikap sikap seperti ini sering membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi misalnya
dari mana kekayaan tersebut didapatkan;
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila
yang dirugikan dalam korupsi itu adalah justru masyarakat sendiri. Anggapan pada masyarakat umum
bahwa yang mengalami kerugian akibat korupsi adalah Negara, Padahal bila negara rugi, yang rugi
adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang akibat di korupsi;
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi
Dan umumnya setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh
masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari
hari dengan cara cara terbuka namun tidak mereka sadari;
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut
berpartisi aktif
Dimana pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi itu tanggung jawab
pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat itu
aktif berperan serta melakukannya;
e. Aspek peraturan perundang undangan
korupsi yang mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang undangan yang
dapat mencakup adanya peraturan yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang
kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi
yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang
undangan.
4. Akibat Korupsi
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua
konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan
pembangunan yang berkelanjutan adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap
proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas
publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan
pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patronclient dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban
hutang luar negeri.
Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak semestinya.