Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang


rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis
pinggang. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin, menahan bahan bahan tertentu dan mengeliminasi bahan
bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu
juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai neuron, yang
disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional
berkaitan erat.
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas
kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang
melewatinya. Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu
saluran berongga berisi cairan yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan
yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang komposisinya nyaris identik dengan
plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut
dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya menjadi urin.
Keadaan

dimana

ginjal

kehilangan

kemampuannya

untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif,


lambat, samar dan bersifat irreversible (biasanya berlangsung beberapa tahun) di
sebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik bersifat samar karena
hampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan sebelum gangguan fungsi ginjal
terdeteksi. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, 25% dari jaringan ginjal
sudah cukup untuk menjalankan semua fungsi regulatorik dan eksretorik ginjal.
Namun dengan kurang dari 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa,
insufisiensi ginjal akan tampak. (1)

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal yang

progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal


ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan
ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya
dalam darah). (2)
B. KRITERIA (2)
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
C. KLASIFIKASI (2)
Table 1
Derajat
1
2
3
4
5

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Penjelasan
LFG (ml/mn/1,73m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
90
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
60 89
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
30 59
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
15 29
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
2

Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)

(140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Table 2
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
Tipe mayor ( contoh )
Penyakit ginjal diabetes
Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun,
diabetes

infeksi

sistemik, obat, neoplasma)


Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)

Penyakit

Penyakit kistik (ginjal polikistik)


pada Rejeksi kronik

transplantasi

Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)


Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

D. ETIOLOGI (3)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes
melitus tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam
darah sehingga menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh
seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan
jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat
menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan
pada ginjal antara lain :

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat


menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal.

Merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik


Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%)
menyebabkan pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan

sekitar, dan asidosis tubulus.


Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam
rahim si ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga
terjadi aliran balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan

kerusakan pada ginjal.


Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun

(2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor,

pembesaran glandula prostat pada pria danrefluks ureter.


- Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.
Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen
(Motrin, Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati
analgesik sehingga berakibat pada kerusakan ginjal.
- Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis
-

arteri renalis.
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell,
penyalahgunaan heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan
kanker.

E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan
diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari
50 tahun, individu dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi dan
penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan populasi yang memiliki
angka tinggi diabetes atau hipertensi seperti African Americans, Hispanic
Americans, Asian, Pacific Islanders, dan American Indians. (4)

F. EPIDEMIOLOGI (2)
4

Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden


penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun,
dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan
populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal
pertahunnya. Di negara negara berkembang lainnya, insiden ini
diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta penduduk pertahun.
G. ANATOMI GINJAL(1)
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di
belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit
diatas garis pinggang. Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena
renalis, yang masing masing masuk dan keluar ginjal dilekukan medial
yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti buncis. Ginjal mengolah
plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin yang
kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral (pelvis renalis)
yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal.
Lalu dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding
otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian
proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan
urin dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih. Kandung kemih ( buli
buli) yang menyimpan urin secara temporer, adalah sebuah kantung
berongga yang dapat diregangkan dan volumenya disesuaikan dengan
mengubah ubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara
berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui
sebuah saluran, uretra. Bagian bagian sistem kemih diluar ginjal
memiliki fungsi hanya sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar
tubuh. Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin tidak
berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional
berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu
sama lain oleh jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk

dua daerah khusus : daerah sebelah luar yang tampak granuler ( korteks
ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa segitiga segitiga bergaris
garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap
nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang
keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
-

Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi
menjadi pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan
darah ke kapiler glomerulus

Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan
zat terlarut dari darah yang melewatinya

Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen
tubulus meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya
arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah dari kapiler

Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian
kapiler yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem
tubulus untuk memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam
pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler kapiler peritubulus
menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke vena
renalis, temoat darah meninggalkan ginjal

Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisi


cairan yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
-

Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus
untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus

Tubulus proksimal

Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku


liku) atau berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal
menerima cairan yang difiltrasi dari kapsula bowman
-

Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam
medula. Pars desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke
dalam medula, pars assendens berjalan kembali ke atas ke dalam
korteks. Pars assendens kembali ke daerah glomerulus dari
nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati garpu yang
dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk
aparatus jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang
berperan penting dalam mengatur fungsi ginjal.

Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari
lengkung henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus
pengumpul

Duktus atau tubulus pengumpul


Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa
nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke
dalam medula untuk mengosongkan cairan yang kini telah berubah
menjadi urin ke dalam pelvis ginjal
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron

jukstamedula yang dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian


strukturnya. Nefron korteks merupakan jenis nefron yang paling banyak
dijumpai dan lengkung tajam dari nefron korteks hanya sedikit terbenam
ke dalam medula. Sebaliknya, nefron jukstamedula terletak di lapisan
dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya terbenam jauh ke dalam
medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron jukstamedula membentuk
lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan
berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan

karakteristik permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta


berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam
berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.
Gambar 1

H. FISIOLOGI GINJAL(1)
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi
regulatorik dan ekskretorik yaitu :
(1) filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus
ke dalam kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk

membran glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan


gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran basal dan lapisan
dalam kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel
gepeng, memiliki lubang lubang dengan banyak pori pori besar
atau fenestra, yang membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap
H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di
antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan
kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi
protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak
dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori pori diatas, pori
pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin dan
protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan sangat
negatif akan menolak albumin dan pritein plasma lain, karena yang
terakhir juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma
hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi dan kurang dari 1% molekul
albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip
gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki
banyak tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan
tonjolan podosit di dekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang
berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan
untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke dalam lumen
kapsula bowman.
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah
tekanan darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan
tekanan hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus
adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler
glomerulus. Tekana darah glomerulus yang meningkat ini mendorong
cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula bowman di

sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang


menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik
koloid yang melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma
melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga
menyebabkan peningkatan GFR. Sedangkan tekanan hidrostatik dapat
meningkat secara tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju filtrasi.
Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat dikontrol oleh
otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah
arteri, karena tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke
dalam kapiler glomerulus. Jika tekanan darah arteri meningkat, maka
akan diikuti oleh peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah
glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal melakukannya dengan
mengubah kaliber arterial aferen, sehingga resistensi terhadap aliran
darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat peningkatan
tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh
konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam
glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap
konstan adalah dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai
oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur
tekanan darah arteri sehingga terjadi perubahan GFR akibat refleks
baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah.
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke
glomerulus difiltrasi dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan
menghasilkan 180 L filtrat glomerulus setiap hari untuk GFR rata
rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari dengan GFR
115 ml/menit untuk wanita.
(2) reabsorpsi tubulus

10

Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam


tubulus (lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke
sistem vena kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini
meupakan transport aktif dan pasif karena sel sel tubulus yang
berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino
dereabsorpsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal melalui
transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi
secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus distal. Reabsorpsi natrium
terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali pada ansa henle pars
descendens. H2O, Cl-, dan urea direabsorpsi ke dalam tubulus
proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat zat yang
direabsorpsi di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus
proksimal. Proses reabsorpsi glukosa ini bergantung pada
pompa Na ATP-ase, karena molekul Na tersebut berfungsi
untuk mengangkut glukosa menembus membran kapiler
tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 99%
akan direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium
67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25% dereabsorpsi
di lengkung henle dan 8% di tubulus distal dan tubulus
pengumpul. Natrium yang direabsorpsi sebagian ada yang
kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan
penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang
tubulus. Dari H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di
tubulus proksimal dan ansa henle. Kemudian sisa H2O

11

sebanyak 20% akan direabsorpsi di tubulus distal dan


duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.
d. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi
secara pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif
dan natrium yang bermuatan positif. Jumlah Klorida yang
direabsorpsikan ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan
direabsorpsi secara difusi pasif di tubulus proksimal
sebanyak 50%, 40% kalium akan dirabsorpsi di ansa henle
pars assendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus
pengumpul
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein.
Ureum akan difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian
akan direabsorpsi sebagian di kapiler peritubulus, dan urea
tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan
direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus
kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea. Saat
mencapai duktus pengumpul urea akan mulai direabsorpsi
kembali.
g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion
fosfat dan kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi
seluruhnya di glomerulus, 40% direabsorpsi di tubulus
kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi di ansa henle
pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan
oleh homon paratiroid. Ion fosfat ayng difiltrasi, akan
direabsorpsi sebanyak 80% di tubulus kontortus proksimal
kemudian sisanya akan dieksresikan ke dalam urin.

12

(3) sekresi tubulus


Proses perpindahan selektif zat zat dari darah kapiler peritubulus
ke dalam lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H +,
K+ dan ion ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi
transepitel. Di sepanjang tubulus, ion H+ akan disekresi ke dalam
cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam basa. Asam
urat dan K+ disekresi ke dalam tubulus distal. Sekitar 5% dari kalium
yang terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol sekresi ion
K+ tersebut diatur oleh hormon antidiuretik. Kemudian hasil dari ketiga
proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin, dimana semua
konstituen plasma yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau
disekresi tetapi tidak direabsorpsi, akan tetap berada di dalam tubulus
dan mengalir ke pelvis ginjal untuk eksresikan sebagai urin.
Gambar 2

Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar


ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk
Na+, Cl-, K+, HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4= dan H+
13

3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan


dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini
dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan
garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan
tubuh, terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari
metabolisme tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika
dibiarkan menumpuk, zat zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama
bagi otak
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah
pada makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi
lainnya yang berhasil masuk ke dalam tubuh
8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang
pembentukan sel darah merah
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi
berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
I. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi
pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses
ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.

14

Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal


menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih
utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran
setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian
seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir
dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease
(ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal,
proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. (2)
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)
-

Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan
penurunan produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses
pembentukan eritrosit menimbulkan anemia ditandai dengan
penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan diikuti dengan
penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK dapat
menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik
uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah
merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70
80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi
eritropoiesis

Sesak nafas
Akibat ekskresi
mensekresikan

natrium

hormon

yang

renin

berlebihan,

sehingga

maka

terjadi

ginjal

perubahan

angiotensinogen menjadi angiotensin I. Lalu oleh converting


enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga
menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal

15

memompa darah ke perifer LVH peningkatan

tekanan

atrium kiri peningkatan tekanan vena pulmonalis


peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru sesak nafas
-

Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H +
disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH
plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik
meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah
nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah.
Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan
asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala
saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu
gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul
yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon
dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis

Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik
ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang
terdapat

di

aparatus

juxtaglomerulus

sehingga

mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensin I. Lalu oleh converting


enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
-

tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak
bebas oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

Hiperurikemia

16

Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di


dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan
menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga
sendi akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri
-

Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran
hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi
natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk
disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan
meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang
berlebihan

akan

menyebabkan

dilusi

natrium

di

cairan

ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan


saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.
-

Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat
sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika
kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung dengan Ca 2+ untuk
membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang
terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturut-turut
menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)

Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan
fosfat. Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari
kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari
tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia).
Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam
plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal.
Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang,
produksinya di plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat
meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui
ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi fosfat di

17

plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi


dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,
rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam
keadaan perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid
mengalami hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak
PTH. Kelainan yang berkaitan dengan hipokalsemia adalah
hiperfosfatemia,

osteodistrofi

renal

dan

hiperparatiroidisme

sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan tulang,


juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel
darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya berbagai
kelainan di organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga
berperan dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral.
Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di
usus.

Namun

karena

terjadi

penurunan

kalsitriol,

maka

menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus, hal ini


memperberat keadaan hipokalsemia
-

Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel
sel ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam
plasma. Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan
menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi
kalium

di

ginjal

akan

berkurang

sehingga

menyebabkan

hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan


dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon
dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
-

Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan

18

hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah


penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme
menyebabkan kenaikan permeabilitas glomerulus dan memicu
terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul protein berukuran
besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas melewati
membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom
nefrotik.
-

Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada
ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea
dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan
toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi
ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10%
dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan
menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan
neurologis, nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis
uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada serebral adapat
terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan
koma uremikum.

J. DIAGNOSIS
1. GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara
perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal
hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan
berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan
kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai
organ seperti :

19

Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan


fetor uremik

Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit

Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot,


daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah

Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada,


edema

Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi


kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60
% pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah
terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG
kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal. (2)
2. GAMBARAN LABORATORIUM(2)
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :

20

a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya


b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria
3. GAMBARAN RADIOLOGIS(2)
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
4. BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI GINJAL(2)
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati
normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan
mengevaluasi hasil terapi yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada
ukuran ginjal yang mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas,
dan obesitas.

21

K. KOMPLIKASI(2)
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai
berikut :
-

Hiperkalemia

Asidosis metabolik

Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )

Kelainan hematologi (anemia)

Osteodistrofi renal

Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)

Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

L. PENATALAKSANAAN(2)
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 2030% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak
banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan
LFG untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk
keadaan pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam
tubuh tetapi di pecah menjadi urea dan substansi nitrogen
lain, yang terutama dieksresikan melalui ginjal selain itu
22

makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen,


posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya juga dieksresikan
melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein

pada

penderita

gagal

ginjal

kronik

akan

mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion


anorganik lainnya dan mengakibatkan sindrom uremia.
Pembatasan

asupan

protein

juga

berkaitan

dengan

pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu


berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia
Gambar 3
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
0,6

0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35 gr/kg/hr
5 -25

nilai biologi tinggi


0,6

0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35 gr/kg/hr
protein

nilai

biologi

tinggi atau tambahan 0,3


g asam amino esensial
<60(sind.nefrotik)

atau asam keton


0,8/kg/hari
(+1
protein/

gr < 9 g

proteinuria

atau 0,3 g/kg tambahan


asam

amino

esensial

atau asam keton


o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian
obat antihipertensi (ACE inhibitor) disamping bermanfaat
untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat
23

penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron


dengan

mengurangi

hipertensi

intraglomerular

dan

hipertrofi glomerulus
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan

cara

pengedalian

pengendalian

dislipidemia,

DM,

pengendalian

pengedalian

anemia,

hipertensi,
pengedalian

hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan


keseimbangan elektrolit.
5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
-

Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin
< 10 g% atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap
status besi ( kadar besi serum/serum iron, kapasitas ikat
besi total/ total iron binding capacity, feritin serum),
mencari

sumber

perdarahan

morfologi

eritrosit,

kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin


(EPO)

merupakan

hal

yang

dianjurkan.

Sasaran

hemoglobin adalah 11 12 g/dl.


-

Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
a) Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium,
alluminium

hidroksida,

garam

magnesium.

Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi


fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium
yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat
(CaCO3) dan calcium acetate
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat
menghambta reseptor Ca pada kelenjar paratiroid,
dengan nama sevelamer hidrokhlorida.
24

b) Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat
darah normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) >
2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi
fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga
mengakibatkan

penumpukan

garam

calcium

carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi


metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan
penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar
paratiroid.
c) Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan

asupan

cairan

untuk

mencegah

terjadinya edema dan kompikasi kardiovaskular


sangat perlu dilakukan. Maka air yang masuk
dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin.
Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah
kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan
karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat
obat yang mengandung kalium dan makanan yang
tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus
dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 5,5
mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam
natrium

yang

diberikan,

disesuaikan

dengan

tingginya tekanan darah dan derajat edema yang


terjadi.
6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

25

Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG


< 15 ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal.
M. PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan
yang dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah
progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi
tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala
sehingga penanganannya seringkali terlambat. (3)

BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen
lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus
tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat
menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti
glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal
ginjal kronik.

26

Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan.


Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya
penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala
fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti kelainan saluran cerna
(nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost
dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram otot,
daya

konsentrasi

menurun,

insomnia,

gelisah),

kelainan

kardiovaskular

(hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun,
nokturia, oligouria)
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis
yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi
ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation,
classification and stratification, New York National Kidney Foundation,
2002.
2. Kamaludin, A. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
3. Sherwood, L. 2011. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
2nd Edition. Jakarta : ECG. p. 463 503.
4. Silbernagl, S, et al. 2007. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 110
115.
5. Sudoyo, A, et al. 2010. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : FK UI . p. 1035 1040.

28

Anda mungkin juga menyukai