Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan presentasi kasus dengan
judul anak dengan Demam Dengue dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka
memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu
kedokteran keluarga dan komunitas
Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan menerima kririk
dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Budiana
CASE
ILMU KEDOKTERAN KELUARGA DAN KOMUNITAS
UPTD PUSKESMAS PANGURAGAN
Nama Mahasiswa
: Budiana
NIM
: 110170011
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. Z S
Umur
: 5 th 8 bulan
JK
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: desa Kalianyar
Orang tua/wali
Ayah
Nama
: Tn C
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Buruh
Ibu
Nama
: Ny K
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: IRT
Alamat Pekerjaan
:-
Penghasilan
:-
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien, pada tanggal 25 Mei
2016
KELUHAN UTAMA :
Demam sejak 2 hari yang lalu
KELUHAN TAMBAHAN :
Mual muntah, seluruh tubuh terasa sakit
RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus
menerus. Os merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini,
tiap hari muntah 3x/hari. Muntahnya berisi makanan, satu kali muntah gelas, warnanya
kuning. Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan badan
Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit. Pasien tidak mengeluh gusi berdarah,dan tidak
pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua hari.
Pasien tidak
RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :
KEHAMILAN
Morbiditas Kehamilan
Perawatan Antenatal
Tempat Kelahiran
Penolong Persalinan
Cara Persalinan
Masa Gestasi
Keadaan Bayi
Tidak ada
Teratur 1 bulan sekali
KELAHIRAN
Rumah praktek bidan
Bidan
Spontan
Cukup Bulan
- Berat lahir: 3400 gr
- Panjang: 50 cm
- Ling.kepala: 33 cm
- Langsung Menangis
- Nilai Apgar: tidak ada
- Kelainan Bawaan: tidak ada
Kesan riwayat kehamilan/kelahiran : tidak ada kelainan bermakna
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : 8 bulan
Psikomotor
- Tengkurap
: 3 bulan
- Berjalan
: 24 bulan
- Duduk
: 9 bulan
- Mengoceh
: 11 bulan
- Berdiri
: 11 bulan
- Membaca/Menulis : 6 tahun
Perkembangan Pubertas
- Rambut Pubis
: belum berkembang
- Payudara
: belum berkembang
- Menarche
: belum berkembang
4
RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan)
0-2
2-4
4-6
6-8
8-10
10-12
2 tahun
ASI/PASI
V
V
V
V
V
V
V
Buah/Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Nafsu makan
Kesan
RIWAYAT IMUNISASI
Waktu Pemberian
Imunisasi
Bulan
0
Tahun
6
BCG
II
DPT
II
III
II
III
IV
Polio (OPV)
Hepatitis B
II
15
18
12
III
Campak
MMR
II
5 tahun
Hidup
Kelamin
Perempuan
Lahir
Mati
Abortus
Mati
Keteranga
(sebab)
Kesehatan
Sehat
- Daerah/lingkungan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir (tamat kelas/tingkat)
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguitas
Penyakit, bila ada
Ayah/Wali
Tn.A
I
27
SMA
Islam
Sunda
Baik
-
Ibu/Wali
Ny.L
I
22
SMP
Islam
Sunda
Baik
-
Umur
-
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Umur
-
Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Umur
-
Berdarah
Demam
Kecelakaan
Radang Paru
Thypoid
Otitis
Parotitis
Morbili
Operasi
Tuberculosis
Lainnya
Kesadaran
: Compos mentis
Berat Badan
: 16 kg
Tinggi Badan
: 103 cm
7
Lingkar Kepala
: 44 cm
Lingkar Dada
: 47 cm
: BB/U = 16 kg
15/18 x 100%
88 %
TB/U = 103 cm
103/108 x 100%
95%
BB/TB = 16/17 x 100%
94 %
Kesan: Gizi normal
Tanda Vital
Frekuensi Nadi
Suhu Tubuh
: 36,8oC
Frekuensi Napas
: 30x/menit, reguler
Tekanan Darah
:-
Kepala :
Bentuk dan ukuran
Mata
Telinga
Hidung
Bibir
Mulut
Lidah
: tidak kotor,
Faring
: tidak hiperemis
Leher
Toraks:
Dinding toraks
Paru
Inspeksi
paru
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
Palpasi
: ada nyeri tekan pada kuadran kiri bawah, hepar dan lien tidak
Perkusi
Auskultasi
: Tidak teraba
Genitalia
: perempuan
Anggota gerak
: atas
Kulit
Pemeriksaan Laboratorium
Tangggal 6 april 2013 jam 10.02 WIB
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin
12,0
11,2-15,7
Lekosit
3100
3900-10.000
Hematokrit
35
34-45
Trombosit
78000
182.000-369.000
DIABETES
Glukosa sewaktu
91
60-100
ELEKTROLIT
Na
128
134-146
K
3,64
3,4-4,5
Cl
99
96-108
IgG dengue
Positif
Negative
IgM dengue
Negative
Negative
Pemeriksaan laboratorium tanggal 7 april 2013 jam 17.45 WIB
Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Lekosit
Hematokrit
Satuan
g/dl
/uL
%
Hasil
12,1
6000
35
Nilai normal
12,0-16,0
4.100-10.900
36-46
g/dl
/uL
%
/uL
mg/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
10
Trombosit
77.000
140.000-440.000
/uL
Hasil
13,0
8.900
39
70.000
Nilai normal
12,0-16,0
4.100-10.900
36-46
140.000-440.000
Satuan
g/dl
/uL
%
/uL
Resume
Anak perempuan 5 tahun 8 bulan, demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien datang
dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam nya terus menerus. Os
merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini, tiap hari
muntah 2x/hari.
Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
dan badan Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit serta nyeri kepala. pasien tidak mengeluh
gusi berdarah dan tidak pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua
hari ini.Pasien tidak memiliki riwayat kejang, berkeringat pada malam hari pun disangkal, pada
pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 120 x/menit, , suhu 36.8 C, frekuensi nafas
30x/menit, BB/TB 94% (gizi normal), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah perut, shifting
dullness negtife. Tanpa manifestasi perdarahan dan Uji tourniquet negatife.
6 april 2013
12,0
31000
35
78000
igG
igM
Positif
Negative
7 april 2013
12,1
6000
35
77.000
8 april 2013
13
8900
39
70.000
11
Diagnosis
Diagnosis Kerja : Demam dengue
Diagnosis Banding
Demam berdarah dengue
ITP
Rencana Pemeriksaan Lanjutan
Foto rontgen RLD
PENATALAKSANAAN dengan BB 16 kg
IVFD RL 80 cc/ jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PCT syr 3 x11/ 2 cth
Neciblok syr 3x1/3 cth
PROGNOSIS
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Functionam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
O:
Menggigil
Mual, muntah 3x/ hari
BB
: 16 kg
Suhu : 37,8 0 C
Nadi : 116 x/menit
RR
: 24 x /menit
Kepala : normocepali
Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah , shifting dullness (-)
Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
-
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PCT syr 3 x 1 1/2 cth
O:
: 16 kg
Suhu
: 36,8 0 C
Nadi
: 120 x/menit
13
RR
: 30 x /menit
Kepala : normocepali
Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah , shifting dullness (-)
Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PCT syr 3 x 1 1/2 cth
Neciblok syr 3x1/3 cth
Hemoglobin
Lekosit
Hematokrit
Trombosit
Hasil
12,o
3.100
35
78.000
IgG
IgM
Positif
Negatife
14
O:
sudah BAB
Sakit seluruh tubuh mulai menurun
Nafsu makan tetap menurun
Sudah tidak Menggigil dan berkeringat
Masih Mual
BB
: 15 kg
Suhu
: 36,7 0 C
Nadi
: 96 x/menit
RR
: 26 x /menit
Kepala : normocepali
Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah, shifting dullness(-)
Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
15
Hemoglobin
Lekosit
Hematokrit
Trombosit
O:
: 16 kg
Suhu
: 36,6 0 C
Nadi
: 104 x/menit
RR
: 28 x /menit
Kepala : normocepali
Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah,shifting dullness (-)
16
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PCT syr 3 x 1 1/2 cth
Neciblok syr 3x1/3 cth
Pemeriksaan laboratorium tanggal 8 april 2013
Hemoglobin
Lekosit
Hematokrit
Trombosit
Hasil
13,0
8.900
39
70.000
17
ANALISA KASUS
Anak perempuan 5 tahun 8 bulan, demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien datang
dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam nya terus menerus. Os
merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini, tiap hari
muntah 2x/hari.
Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
dan badan Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit serta nyeri kepala. pasien tidak mengeluh
gusi berdarah dan tidak pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua
hari ini.Pasien tidak memiliki riwayat kejang, berkeringat pada malam hari pun disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 120 x/menit, , suhu 36.8 C, frekuensi nafas
30x/menit, BB/TB 94% (gizi normal), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah perut, shifting
dullness negtife. Tanpa manifestasi perdarahan dan Uji tourniquet negatife.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
nilai
trombosit
pada
hari
pemeriksaan
MASALAH
Infeksi virus
Hipotesa
Demam dengue
saat ini)
Gizi normal
MASALAH
Planning: Non
Medikamentosa
Tirah baring
Minum 1-1,5 liter per hari
Demam dengue
- Intake cukup
Medikamentosa
IUFD RL 80 cc/jam
Pct 3x 1,5 cth
Dosis: 2 x 20mg.
Efek samping:sakit kepala, pusing, gangguan GI, ruam kulit.
Paracetamol : Parasetamol bekerja sebagai antipiretik, yang berarti dapat memengaruhi bagian
otak (hipotalamus) yang mengatur suhu tubuh. Parasetamol juga berefek menghambat
prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat
postaglandin perifer.
-
Neciblok : Pengobatan jangka pendek (sampai dengan 8 minggu) ulkus lambung, ulkus
duodenum, & gastritis kronis.
-
Diagnosis Banding
1. Demam berdarah dengue
Demam Berdarah Dengue Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan
gejala umum yang khas, hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari adanya
manifestasi perdarahan. Pada uji tourniquet didapatkan hasil yang positif. Peningkatan
hematokrit > 20 %
Pada pasien tidak ada manifestasi perdarahan dan peningkatan hematokrit < 20 %
2. ITP
Purpura trombositopenia idiopatik (autoimmune thrombocytopenic
purpura; morbus Wirlhof; purpura hemorrhagica) merupakan sindrom
klinis berupa manifestasi perdarahan (purpura, petekie, perdarahan
retina, atau perdarahan nyata lain) disertai trombositopenia (penurunan
jumlah trombosit) dan pemeriksaan fisik anak tidak terlihat sakit.
Pada pasien ini tidak ada manifestasi perdarahan dan anak terlihat sakit yang ditandai
dengan adanya demam.
20
BAB II
Pendahuluan
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (mosquito
borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS). 1
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi infeksi
dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko menderita infeksi
dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta
kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah
dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1 Walaupun demikian tidaklah benar jika
dikatakan DD/DBD adalah penyakit pada anak, pada saat kejadian luar biasa (KLB) tahun 2004
di enam rumah sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus DD/DBD adalah dewasa.
Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami penurunan dan saat ini
berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara masih diatas 4% akibat penanganan yang
terlambat.1
Gambar 1. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004
21
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang dikenal
(DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu imunitas protektif
terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan
memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody
dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi
serotipe kedua. 1
Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di
Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan.
Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun
pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh
sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris. 2
Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh arthropod
borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue
yang berat dan sering kali fatal. 3
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan
bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan
berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 1
22
Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm
dan mengandung RNA rantai tunggal.
23
Patofisiologi
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan
plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan
trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam
berdarah dengue. 9,10
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. 3 Beberapa teori dan hipotesis
yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :
6. Teori endotoksin
2. Teori imunopatologi
7. Teori limfosit
24
9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi
sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini
berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia
dan limfosit T. 9
Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody
dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 10
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat
memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada
anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun
ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu.
25
Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting
dalam patofisiologi DBD. 10
ini dikembangkan
mengajukan dasar
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
-
Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
masuk dalam monosit
Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum
tulang (terjadi viremia).
Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi. 10
Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody). 10
26
Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks
imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa
infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro
menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit
akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan
berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga
penyakit cenderung lebih berat.10
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun
meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa
kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik
dari IFN-, TNF- dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.1
27
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk
kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag).
Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T
(CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-) yang mengaktivasi sel lain termasuk
makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi
ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet,
produksi sitokin (TNF, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.
Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an patogenesis
DBD/DSS
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
28
29
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia.
11
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam. 4,12
-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik
yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau
ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan
berlangsung 3-4 hari. 12
30
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus
atau dikenal sebagai Castelanis sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain
dapat menyertai.4,12
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir
Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan
darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
Demam tinggi
Hepatomegali
31
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.12
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah
tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi
hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya
tidak ikterik.8
32
Gejala Klinis
Demam Berdarah
++
Nyeri Kepala
Dengue
+
+++
Muntah
++
Mual
++
Nyeri Otot
++
Ruam Kulit
++
Diare
Batuk
Pilek
++
Limfadenopati
Kejang
Kesadaran menurun
++
Obstipasi
++
++++
Petekie
+++
++
Hepatomegali
+++
Nyeri perut
+++
++
Trombositopenia
++++
Syok
+++
33
34
Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD
( Dikutip dari kepustakaan no. 13)
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue
yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan
masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang
35
dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat
membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga
catatan medis dapat dibuat lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu
trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
Pembesaran hati
Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
-
Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan
penderita gelisah.
36
Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa. 4,7,8,12
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada
DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8
sakit,
sering
terjadi
sebelum
atau
bersamaan
dengan
perubahan
nilai
hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau
sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau
syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII,
dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.4
2. Pencitraan pencitraan
2.1 Pemeriksaan rontgen dada
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13
37
3. Pemeriksaan Serologi.
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :
-
Uji Netralisasi
38
Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian Uji
serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan
keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-3.
Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4
akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali
dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan menurun dalam kadar rendah seumur
hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik
dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke
2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.
Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi primer
singkat
Antibodi Ig G :
39
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue
pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G anti
dengue. 14
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan
mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).13
40
Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami nyeri
yang parah
Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah. 8
41
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. 8 Kunci keberhasilan pengobatan DBD
ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga
ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga
48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam
sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya
dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah.
Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,
Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan
sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada
DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan
Ringer akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan
cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus
disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid
maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan
dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas
mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2
Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD
42
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi
43
perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya
juga tidak banyak.2
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi
perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih menandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya
oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar
hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan
kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan
tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2
Gambar 13. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada kapiler yang
harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 13)
44
45
46
47
49
50
51
52
Pencegahan
-
53
Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
54
Kesimpulan
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (mosquito
borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman
mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan
laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis
dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien.
Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
55
Daftar Pustaka
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book 13th
National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 3292. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current
Management of Pediatrics Problems.
Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2006.h. 633. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia : WB Saunders.2009.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 2008
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent
enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2010;
54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita
Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 2008.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2006.
Surabaya : Airlangga University Press 2009.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi :
WHO.2009
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro
SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus
DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue.
56
11. Hadinegoro
SRS,Soegijanto
S,
Wuryadi
S,
Suroso
T.
Tatalaksana
Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi pertama.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2009.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/ modules.php?
name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal 27 Juni 2010.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2010.
57