Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS ANAK

Oleh :
dr. Ressy Hastopraja
Pendamping Internsip :
dr. Aisah
Pembimbing :
dr.Karolina Tallo Sp.A

POLI DAN RAWAT INAP


RSUD SK LERIK
KUPANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
PORTOFOLIO CASE

Judul

: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus Anak

Penyusun

: dr. Ressy Hastopraja

Wahana

: Poli dan Rawat Inap RSUD S.K Lerik

Case ini telah dibaca dan disetujui

Kupang,

Pembimbing

dr.Karolina Tallo, Sp.A

2016

Pendamping

Pendamping

dr.Putu Deniadi

dr.Aisah

BAB I
PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia
antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.3

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS

Nama

: An. JL

Umur

: 7 Tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Tarus

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah

: Tn. W

Umur

: 39 Tahun

Pendidikan

: D3

Pekerjaan

: Karyawan

Nama Ibu

: Ny. J

Umur

: 35 Tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Masuk RS

: 24 Agustus 2016 di Poli RSUD S.K Lerik, Kota Kupang,

Tgl. Diperiksa : 24 Agustus 2016


No.MR

: 089344

Pasien datang ke Poli dan Rawat Inap RSUD S.K.Lerik pada tanggal 24 Agustus 2016.
II. ANAMNESIS (Dilakukan Autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap ibu pasien)
KELUHAN UTAMA

: Bengkak terutama di wajah saat pagi hari.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien mengalami bengkak terutama di wajah 3 hari
lalu. Bengkak yang timbul terlihat hanya pada pagi hari saja ketika pasien bangun tidur
tetapi bengkak mereda atau sedikit menghilang saat siang dan sore hari. Saat ini ibu
mengatakan bengkak sudah berkurang dari hari-hari sebelumnya. Ibu menyangkal bila
pasien sebelumnya mengalami demam (-), sakit kepala (-), penglihatan buram (-), batuk (
ibu pasien lupa/kurang perhatikan ), nyeri (-), gatal (-), sesak (-), nyeri sendi (-), trauma

(-), timbul bercak merah di wajah (-). Nafsu makan pasien baik. BAK lancar, warna
kuning agak gelap. BAB baik dan lancer. Selain keluhan diatas, pasien mengalami luka
koreng yang sudah agak mengering yang terdapat pada kaki kanan pasien sejak 3
minggu lalu.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Keluhan seperti ini belum pernah dialami oleh pasien. Pasien sering mengalami demam
dan batuk pilek, jarang berobat untuk mengurangi keluhan. Riwayat Asma (-), Alergi (-).
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada riwayat sakit asma
Tidak ada riwayat sakit batuk lama
Tidak ada riwayat sakit kencing manis
Tidak ada riwayat Hipertensi
Tidak ada riwayat sakit jantung
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Ibu hamil pada usia 27 tahun rutin kontrol kehamilan di bidan mulai awal hamil. Ibu
rutin minum obat penambah darah dan vitamin, mendapat imunisasi TT 2 kali. Selama
hamil ibu tidak mual muntah berlebihan, tidak demam, tidak ada nyeri saat bak, hanya
pusing tidak didapatkan riwayat sakit jantung, darah tinggi, diabetes maupun asma.
Selama hamil tidak ada pengurangan aktifitas, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga
dikerjakan seperti biasanya. Ibu tidak merokok atau minum alkohol. Bayi lahir sehat
ditolong bidan, cukup bulan dengan berat badan (BB) 2600 gram PB 48 cm
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik

RIWAYAT MAKANAN
Bayi mendapatkan ASI eksklusif .Saat ini pasien makan makanan bervariatif ikan, ayam,
daging, tahu, tempe, jarang makan sayur dan sedikit buah-buahan.

RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


Pertumbuhan gigi I

: 7 bulan

Psikomotor
Tengkurap

: 5 bulan

Duduk sendiri tanpa dibantu : 9 bulan


Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 11 bulan

Bicara

: 18 bulan

Membaca menulis

: 5 tahun

Gangguan mental dan emosi : tidak ada


Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik
RIWAYAT IMUNISASI
Jenis Imunisasi
BCG : 1 kali
Hepatitis B : 3 kali
Polio : 6 kali
DPT : 5 kali
Campak : 2 kali
Kesan : Riwayat imunisasi lengkap
II.

Umur Pemberian
0 bulan
0, 1, 5 bulan
0, 2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahun
2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahun
9 bulan dan 6 tahun

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Kesan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Suhu (aksilla)

: 130/90 mmHg
: 100x/menit, reguler, kuat angkat.
: 24x/ menit, tipe abdominal, teratur.
: 36.7o C

Berat Badan

: 21 kg

Tinggi Badan

: 120 cm

Kepala

: Normocephali, rambut banyak, tebal, tidak mudah dicabut.

Mata

: Edema palpebral +/+ minimal, Konjungtiva anemis -/-, sklera

ikterik -/-, isokor 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+, fotofobia (-).
Telinga

: Normotia, sekret (-), serumen (-).

Hidung

: Deviasi septum tidak ada,

pernafasan cuping hidung -/-,


sekret -/-, mukosa hiperemis -/-.
Mulut

: sianosis (-), Faring tidak hiperemis, Tonsil T2 T2 hiperemis (+)

Leher

: KGB retroauriculer, submandibular, submental, supraclavicula,

region coli anterior dan posterior tidak teraba membesar.


Thorax
Paru-paru
Inspeksi

: bentuk simetris saat statis dan dinamis,


retraksi sela iga (-).

Palpasi

: vocal fremitus simetris

Perkusi

: sonor di kedua paru

Auskultasi

: suara nafas dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba pada sela iga IV, 1-2 cm


medial garis midklavikularis kiri

Perkusi

: Batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal.

Auskultasi

: BJ I dan II regular, mumur (-), gallop (-).

Inspeksi

: perut tidak membuncit, datar

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal.

Abdomen

(-)

Ekstremitas
Atas

: Akral hangat, odem -/-, sianosis -/-, CRT <2

Bawah

: Akral hangat, odem -/-, sianosis -/-, CRT <2

Efloresensi Kulit
Multiple plak tertutup krusta di daerah genu sinistra.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urine Lengkap ( 24 Agustus 2016 )
Urinalisis
Warna

Kuning keruh

Kuning

Glukosa

Negatif

Negatif

Bilirubin

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

pH

7.0

4.6 8

Berat jenis

1.015

1005 1030

Urobilinogen

Negatif

0.1 1

Protein

+1

Negatif

Eritrosit

(Trace)

Negatif

Esterase Leukosit

Negatif

Negatif

Leukosit

3-5 / LPB

<5

Eritrosit

7-10/ LPB

<2

Epitel

3-4/LPB

Positif

Silinder

Negatif

Negatif

Kristal

Negatif

Negatif

Bakteri

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Sedimen urin

VII. DIAGNOSIS :
Hipertensi e.c susp. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus

VI. DIAGNOSIS BANDING


-

Hipertensi e.c susp Lupus eritematosus sistemik


Hipertensi e.c susp Nefropati IgA

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Diet biasa rendah garam
2. Monitoring
a. Keluhan utama dan Vital sign
b. Ukur tekanan tekanan darah tiap pagi
3. Medikamentosa
a. IVFD D5% 1/2NS 1500cc/24 jam
4. Saran : pemeriksaan ASTO
IX. CATATAN PERKEMBANGAN PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal
25
agustus
2016

Subyektif

-Bengkak

di
wajah pagi hari
(+) menurun

Obyektif
Keadaan Umum
sakit sedang
Tanda Vital

Baik, tampak

-Sesak (-)

- Tekanan darah 130 / 90 m Hg

-Demam (-)

- Nadi : 92 x / menit, isi dan


tegangan cukup.

Assesment

Planning

Hipertensi
Glomerulonefritis
akut
pasca
streptokokus
(GNAPS)

Diet biasa rendah garam

IVFD D5%1/2NS
cc/24jam

Eritromisin syrup 3 x 1 cth

Observasi KU dan Vital


sign

Diet biasa rendah garam

IVFD D5%1/2NS
cc/24jam

Eritromisin syrup 3 x 1 cth

Observasi KU dan Vital


sign

- Pernafasan : 28 x / menit
- Suhu

1500

: 36,4 0 C (aksila)

Pemeriksaan fisis
Mata : Edema palpebra (+/+)
minimal
Mulut : T2-T2, faring Hiperemis (+)
minimal
Abdomen : Datar, BU (+), nyeri
tekan (-), ,hepar dan lien
tak
teraba
membesar,
Shifting dullness (-),
Ekstremitas : akral hangat. CRT<2
, Edema (-/-)
Lab :
ASTO : (+) 400 IU/ml
26
Agustus
2016

-Bengkak

di
wajah pagi hari
(-)

-Sesak (-)
-Demam (-)

Baik, tampak Hipertensi


Glomerulonefritis
akut
pasca
Tanda Vital :
streptokokus
- Tekanan darah 90 / 60 m Hg
(GNAPS)
- Nadi : 90 x / menit, isi dan
tegangan cukup.
Keadaan Umum
sakit sedang

1500

- Pernafasan : 28 x / menit
: 36,5 0 C (aksila)

- Suhu

Pemeriksaan fisis
Mata : Edema palpebra (-/-)
Mulut : T2-T2, faring Hiperemis (+)
minimal
Abdomen : Datar, BU (+), nyeri
tekan (-), ,hepar dan lien
tak
teraba
membesar,
Shifting dullness (-),
Ekstremitas : akral hangat. CRT<2
, Edema (-/-)
27
Agustus
2016

-Bengkak

di
wajah pagi hari
(-)

Keadaan Umum
sakit sedang
Tanda Vital

Baik, tampak

Krisis hipertensi

Glomerulonefritis

-Sesak (-)

- Tekanan darah 90 / 60 m Hg

-Demam (-)

- Nadi : 88 x / menit, isi dan


tegangan cukup.

akut
pasca
streptokokus
(GNAPS)

- Pernafasan : 26 x / menit
- Suhu

: 36,5 0 C (aksila)

Pemeriksaan fisis
Mata : Edema palpebra (-/-)
Mulut : T2-T2, faring Hiperemis (-)
Abdomen : Datar, BU (+), nyeri
tekan (-), ,hepar dan lien
tak
teraba
membesar,
Shifting dullness (-),
Ekstremitas : akral hangat. CRT<2
, Edema (-/-)

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 ANATOMI GINJAL

Diet biasa rendah garam

IVFD D5%1/2NS
cc/24jam

Eritromisin syrup 3 x 1 cth

Observasi KU dan Vital


sign

1500

Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum, setinggi vertebra torakal 12 atau


lumbal 1 sampai lumbal 4, dengan kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari
kira-kira 6 cm dan 24 gram pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau lebih dan 150 gr
pada orang dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks yang berisi glomeruli,
tubulus kontortus proksimal-distal dan duktus kolektivus, serta di lapisan dalam,
medulla, yang mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) henle,
vasa rekta dan duktus koligens terminal.
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (terdiri dari glomerulus dan
tubulus). Pada manusia, pembentukan nefron telah selesai pada janin 35 minggu, tetapi
maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari. Perkembangan paling cepat
terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir. Karena tidak ada nefron baru yang dapat
dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara progresif karena proses infeksi saluran
kemih atau refluks dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan ginjal.

Gambar 1. Sayatan melintang ginjal dan nefron

3.2 SISTEM GLOMERULUS NORMAL


Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (juxtamedullary) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul,
yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi
arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub
vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis.

Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh
jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial.
Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin
berperan dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui
saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular. Kapiler-kapiler dalam
keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah
luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis
dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot
processes. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit.
Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler
(GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron diketahui bahwa
membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah
lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa.
Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang
gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis
ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan
membrana basalis tubuler pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel
parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit
(crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler,
fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian
luar korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunyai ansa henle yang panjang
sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di
perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron
tetapi

sangat

penting

untuk

reabsoprsi

air

dan

solut.

Gambar 2. Sayatan melintang glomerulus dan kapiler


glomerulus

3.3 FISIOLOGI GINJAL


Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstraseluler dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstraseluler ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah
ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembali HCO3

Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang


normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti : obat, pestisida, toksin, &
berbagai zat eksogen yang masuk kedalam tubuh.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan kalikrein, suatu enzim proteolitik dalam pembentukan kinin,
suatu vasodilator
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi
produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan.
Menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormone, seperti : angiotensin II,
glucagon, insulin, & paratiroid.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang
paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin,
asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang
cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak
diperlukan dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan
tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi
kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan

tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus
ke dalam cairan tubulus. Jadi urin yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama
berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi
yang disekresi.

Gambar 3. Fungsi ginjal berdasarkan komponen yang


menyusunnya

3.3.1 Filtrasi Glomerulus


Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring
melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti elektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein
yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (sepertI albumin dan globulin). Filtrat
dikumpulkan dalam ruang Bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meninggalkan ginjal berupa urin.
Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan
melewati dinding kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler
glomerulus) berasal dari tekanan arteri sistemik, yang di ubah oleh tonus arteriole
aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan ultrafiltrasi adalah tekanan onkotik
kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan tekanan antara kadar protein
plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang hampir saja bebas protein
dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh kecepatan aliran plasma
glomerulus, tekanan hidrostatis dalam ruang bowman, dan permeabilitas dari

dinding kapiler glomerulus. Permeabilitas, seperti yang diukur dengan koefisien


ultrafiltrasi (K1) adalah hasil kali permeabilitas air pada membran dan luas
permukaan kapiler glomerulus total yang tersedia untuk filtrasi.
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara
pengukuran klirens kreatinin atau memakai rumus berikut:
LFG = k . Tinggi Badan (cm)
Kreatinin serum (mg/dl)
Nilai k pada:
BBLR < 1 tahun

= 0,33

Aterm < 1 tahun

= 0,45

1 12 tahun

= 0,55

3.3 GLOMERULONEFRITIS AKUT


3.3.1 DEFINISI
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus
yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut
(glomerulonefritis akut = GNA) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
3.3.2 ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi kelompok infeksi
dan bukan infeksi.
Kelompok Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies Streptococcus
(yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe
yang berbeda:
Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi saluran
pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin
Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit, biasanya
diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di daerah selatan
Amerika Serikat.

GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu setelah
infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-hemolitik.
Insiden GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25% pada mereka
dengan infeksi kulit.
GN pascainfeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain,
virus, parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan
GNA termasuk diplococci, streptokokus lainnya, staphylococci, dan
mikobakteri. Salmonella typhosa, Brucella suis, Treponema pallidum, Corynebacterium
bovis, dan actinobacilli juga telah diidentifikasi.
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus hepatitis B
(HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus gondong diterima
sebagai penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan bahwa infeksi streptokokus
beta-hemolitik tidak terjadi. GNA telah didokumentasikan sebagai komplikasi langka
hepatitis A.
Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan
pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi meliputi Coccidioides
immitis dan parasit berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma
mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.
Kelompok Non-infeksi
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit
sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.
Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi:
Vaskulitis

(misalnya,

Wegener

granulomatosis)

Ini

menyebabkan

glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa atas dan


bawah.
Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) - Ini
menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi kompleks imun pada ginjal.
Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok heterogen gangguan
pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.
Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin dalam
plasma yang menghasilkan episode berulang dari purpura luas dan ulserasi kulit
pada kristalisasi.
Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis melibatkan arteri
ginjal.
Henoch-Schnlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan

glomerulonefritis.
Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada kolagen tipe
IV dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif cepat (minggu ke bulan).
Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GNA meliputi:
Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan perluasan
dan proliferasi sel mesangial akibat pengendapan komplemen. Tipe I mengacu
pada deposisi granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur.
Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini menyebabkan GN
sebagai akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG.
GN proliferatif mesangial murni
Idiopatik glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai dengan adanya
glomerulus crescent. Terdapat 3 tipe: Tipe I adalah antiglomerular basement
membrane disease, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe III
diidentifikasi dengan antibodi sitoplasmik antineutrophil (ANCA).

Penyebab noninfeksius lainnya dari GNA meliputi:


Sindrom Guillain-Barr
Iradiasi tumor Wilms
Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
Serum sickness

3.3.3

EPIDEMIOLOGI

Statistik di Amerika Serkta


GN merupakan 10-15% dari penyakit glomerular. Insidensi variabel telah
dilaporkan, sebagian karena penyakit ini bersifat subklinis pada lebih dari setengah
penduduk yang terkena. Meskipun wabah sporadis, kejadian GNAPS telah berkurang
selama beberapa dekade terakhir. Faktor yang bertanggung jawab atas penurunan ini
mungkin termasuk perawatan kesehatan yang lebih baik dan kondisi sosial ekonomi
membaik.
GN terdiri 25-30% dari semua kasus stadium akhir penyakit ginjal (End Stage
Renal Disease - ESRD). Sekitar seperempat dari pasien hadir dengan sindrom nefritik
akut. Kebanyakan kasus mengalami proses yang relatif cepat, dan gagal ginjal stadium
akhir dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan dari onset sindrom nefritik akut.
Episode asimtomatik GNAPS melebihi episode simptomatis dengan rasio 3-4:1.

Statistik Internasional
Secara global, penyakit Berger merupakan penyebab tersering dari GN.
Dengan beberapa pengecualian, insidensi GNAPS telah menurun di sebagian
besar negara Barat. GNAPS tetap jauh lebih umum di daerah seperti Afrika, Karibia,
India, Pakistan, Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika Selatan yang mungkin
dipengaruhi oleh status nutrisi, penggunaan antibiotik profilaksis, dan potensi dari
Streptokokus.. Di Port Harcourt, Nigeria, kejadian GNA pada anak usia 3-16 tahun
adalah 15,5 kasus per tahun, dengan rasio laki-laki-ke-perempuan 1.1:1, kejadian saat ini
tidak jauh berbeda.
Variasi geografis dan musiman dalam prevalensi GNAPS lebih tampak pada
GNA akibat faringitis dibandingkan dengan penyakit kulit
Mortalitas pada penderita GNA pada anak sangat jarang (<1%). Tidak ada
predileksi rasial. Pada laki-laki dua kali lebih sering daripada pada wanita. GNA PS
sering terjadi pada anak usia 5-15 tahun. GNA dominan menyerang anak laki-laki
dibanding anak perempuan (ratio 2 : 1).
Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988
melaporkan 170 orang pasien penderita GNA yang dirawat di rumah sakit pendidikan,
terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak
menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).
3.3.4 PATOGENESIS
Lesi pada glomerulus di GNA adalah hasil dari deposisi kompleks imun pada glomerulus
atau in situ. Pada penampilan kasar, ginjal dapat membesar hingga 50%. Perubahan
histopatologis termasuk pembengkakan gelung glomerulus dan infiltrasi oleh sel
polimorfonuklear. Imunofluoresensi mengungkapkan pengendapan imunoglobulin dan
komplemen.
Kecuali di GNAPS, pemicu yang tepat untuk pembentukan kompleks imun tidak
jelas. Dalam GNAPS, keterlibatan turunan dari protein streptokokus telah dilaporkan.
Sebuah neuraminidase streptokokus dapat mengubah imunoglobulin G (IgG). IgG
menggabungkan antibodi host. IgG / kompleks imun anti-IgG terbentuk dan kemudian
terkumpul dalam glomeruli. Selain itu, ketinggian titer antibodi terhadap antigen lainnya,
seperti antistreptolysin O atau antihyaluronidase, DNAase-B, dan streptokinase,
memberikan bukti infeksi streptokokus baru-baru ini.

Perubahan Struktural Dan Fungsional


GNA melibatkan baik perubahan struktural dan perubahan fungsional.
Secara struktural, proliferasi sel menyebabkan peningkatan jumlah sel dalam
seberkas glomerular karena proliferasi endotel, mesangial, dan epitel sel. Proliferasi
mungkin endokapiler (yaitu, dalam batas-batas jumbai glomerular kapiler) atau
extrakapiler (yaitu, di ruang Bowman yang melibatkan sel-sel epitel). Dalam proliferasi
extrakapiler, proliferasi sel epitel parietal mengarah pada pembentukan crescent,
karakteristik

fitur

bentuk-bentuk

tertentu

dari

GN

progresif

cepat.

Proliferasi Leukocyte ditunjukkan dengan adanya neutrofil dan monosit dalam lumen
kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi sel.
Penebalan membran basalis glomerular muncul sebagai penebalan dinding
kapiler pada mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron, ini mungkin muncul sebagai
akibat penebalan membran basement yang tepat (misalnya, diabetes) atau pengendapan
elektron-padat materi, baik di sisi endotel atau epitel dari membran basal. Elektron-padat
deposito bisa subendothelial, subepitel, intramembran, atau mesangial, dan mereka sesuai
dengan daerah pengendapan kompleks imun.
Hialinisasi atau sclerosis menunjukkan cedera ireversibel. Perubahan-perubahan
struktural dapat fokus, difus atau segmental, atau global. Perubahan fungsional meliputi
proteinuria, hematuria, penurunan GFR (yaitu, oligoanuria), dan sedimen urin aktif
dengan sel darah merah dan cast sel darah merah. GFR dan penurunan avid garam nefron
distal dan air hasil retensi dalam ekspansi volume intravaskular, edema, dan, sering,
hipertensi sistemik.

Glomerulonefritis Pasca infeksi streptococcal


M-protein pada streptokokus sebelumnya diyakini bertanggung jawab untuk
GNAPS, tetapi penelitian yang melandasi keyakinan ini didasarkan secara diskonto.
Protease kationik terkait nefritis streptokokus dan prekursor zymogen nya (nefritis terkait
protease [NAPR]) telah diidentifikasi sebagai gliseraldehida-3-fosfat dehidrogenase yang
berfungsi sebagai reseptor plasmin(ogen). Hal ini mengikat plasmin dan mengaktifkan
komplemen melalui jalur alternatif.
Antibodi tingkat untuk NAPR meningkat pada infeksi streptokokus (grup A, C,

dan G) terkait dengan GN tetapi tidak meningkat pada infeksi streptokokus tanpa GN,
sedangkan anti-streptolysin-O titer meningkat pada kedua keadaan. Antibodi ini untuk
NAPR bertahan selama bertahun-tahun dan mungkin menjadi pelindung terhadap
episode lebih lanjut GNAPS.
Kompleks imun pada glomerulus
Aktivasi sistem komplemen
Aktivasi kaskade koagulasi
Pengikatan monosit polimorf
Kerusakan glomerulus
Agregasi trombosit
Fibrin

Kinin
Sindrom klinis

3.3.5 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria Kerusakan dinding kapiler
glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis terhadap protein
dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria.

Gambar 4. Proses proteinuria dan hematuria pada


GNA

2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme
edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak diketahui
sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel
endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli.
Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi Na

(natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na . Keadaan retensi natrium


+

Na

ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi


+

natrium Na disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume


plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema.

3. Hipertensi
Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis) Gangguan
keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi
ringan dan sedang.
Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi
berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat
menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi.
Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin.
Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi
Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom
nefritik akut, walaupun mekanismenya masih belum jelas.

Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam


kepustakaan-kepustakaan antara lain:
a) Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda kelainan
patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisial dan menjadi edema.
b) Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang
dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
c) Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahanperubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik
standar maupun precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak
spesifik ini mungkin berhubungan dengan miokarditis.
d) Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung Hipotesis ini dapat
menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan cardiac output, ekspansi
volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini akibat retensi
natrium dan air
3.3.6 MANIFESTASI KLINIS
ANAMNESIS
Kebanyakan biasanya, anak dengan GNA akan terlihat karena terjadinya perubahan
warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin berhubungan dengan
komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan sebagainya. Selanjutnya perlu
digali lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut mengenai perubahan warna urin.
Hematuria pada anak dengan GNA biasanya digambarkan sebagai "coke," "teh," atau
berwarna seperti asap. Warna darah merah terang dalam urin lebih mungkin konsekuensi
masalah anatomi seperti urolithiasis dari glomerulonefritis.
Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA hampir
selalu tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah pada cystitis
hemorrhagik akut daripada penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa sebelumnya akan
menunjuk ke eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati.
Hal ini penting berikutnya adalah memastikan gejala sugestif dari komplikasi

GNA tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah beraktifitas yang
menunjukkan overload cairan atausakit kepala, gangguan penglihatan, atau perubahan
status mental dari hipertensi.
Sejak GNA dapat muncul dengan keluhan dari organ multisistem, review lengkap
dari seluruh sistem sangat penting. Perhatian khusus harus diberikan untuk ruam,
ketidaknyamanan sendi, perubahan berat badan, kelelahan, perubahan nafsu makan,
keluhan pernafasan, dan paparan obat terakhir. Sejarah keluarga harus membahas
kehadiran setiap anggota keluarga dengangangguan autoimun, sebagai anak-anak dengan
baik SLE dan membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) mungkin memiliki
kerabat yang juga menderita penyakit serupa. Sebuah riwayat keluarga gagal ginjal
(khususnya bertanya tentang dialisis dan transplantasi ginjal) mungkin menjadi petunjuk
untuk proses seperti sindrom Alport, yang mungkin awalnya hadir dengan gambar GNA.

Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis,


atau pioderma.
Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis:
a) Periode laten
Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali
muncul gejala.
Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan
3-6 minggu setelah infeksi kulit
Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya
merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNA PS.
b) Urin berwarna gelap
Merupakan gejala klinis pertama yang timbul
Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke membran
basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.
c) Edema periorbital
Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya tampak jelas
saat psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan tampak pada sore hari.
Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti dispneu
dapat timbul.
Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.
d) Gejala nonspesifik

Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia,
muncul pada 50% pasien.
15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tanda-tanda vital,
terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99 untuk usia anak,
jenis kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan perubahan dalam status kejiwaan,
dibutuhkan perhatian. Takikardia dan tachypnea mengarah ke gejala overload cairan.
Pemeriksaan hidung dan tenggorokan dengan cermat dapat memberikan bukti
perdarahan, menunjukkan kemungkinan salah satu ANCA positive vaskulitides seperti
Wegners granulomatosis.
Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus baru-baru
ini. Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan atau
keterlibatan paru yang memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru. Pemeriksaan
perut sangat penting. Ascites mungkin hadir jika ada komponen nefrotik pada GNA.
Hepato-splenomegali mungkin menunjuk ke gangguan sistemik. Nyeri perut yang
signifikan dapat menyertai HSP.
Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi ini
cenderung menjadi edema"berotot" yang lebih halus daripada karakteristik edema pitting
dari sindrom nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema periorbital atau mata
tampak sembab. Edema skrotum dapat terjadi pada sindrom nefrotik juga, dan orchitis
merupakan temuan sesekali di HSP.
Pemeriksaan yang sangat berhati-hati dari kulit adalah penting dalam GNA.
Ruam pada HSP, memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya mungkin halus dan
terbatas pada bokong atau punggung kaki. Keterlibatan sendi terjadi pada beberapa
gangguan multisistem dengan GNA. Sendi kecil (misalnya, jari) lebih khas SLE,
sementara atau keterlibatan lutut terlihat dengan HSP.
a) Sindrom Nefritis Akut
Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau tanpa
klinis GNA PS.
95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua manifestasi
akut nefritik sindrom
b) Edema
Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter.

Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan
urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan
terjadinya edema.
c) Hipertensi
Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih
besar.
Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke
arah lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.
Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma
meningkat.
Aktivitas renin dalam plasma rendah.
Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit neurologis.
d) Oliguria
Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.
Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.

Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.


e) Hematuria
Muncul secara umum pada semua pasien.
30% gross hematuria.
f) Disfungsi ventrikel kiri
Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium
dapat timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala perdarahan
pulmonal.

3.3.7

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A) Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok
dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba. Beberapa uji
serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi
streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.
Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi

terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin O meningkat pada 7580% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan faringitis,
meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O. Bila semua uji
dilakukan uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
streptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut
pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain
terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi
streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.
Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun terdapat bukti
adanya

infeksi

streptokokus,

hal

tersebut

belum

dapat

memastikan

bahwa

glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi streptokokus. Gejala


klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk menentukan apakah biopsi ginjal
memang diperlukan.
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasien faringitis, dan 80% pada
pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase (anti-NAD),
antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah faringitis. Titer antibodi
meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan dan akan menurun setelah
beberapa bulan.
Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50 dan
konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GNA PS. Pada
pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau paling lama
30 hari setelah onset.
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila
peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan GNA
PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami perubahan
cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan asidosis metabolik
menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu didapatkan juga hiperfosfatemi
dan Ca serum yang menurun.
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria muncul
pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit, granular. Terdapat
gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih terkonsentrasi dan asam. Ditemukan
juga glukosuria. Eritrosit paling baik didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85%
pada anak yang dirawat di RS. Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan

dan mungkin dapat bertahan 18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun
klinis sudah membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang
dalam 6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat
memiliki prognosis buruk.
Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia normositik
normokrom.
B) Pemeriksaan Pencitraan
Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.

C) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang menetap,
abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan terjadi sindrom
nefrotik.

Indikasi Relatif :
Tidak ada periode laten di antara infeksi streptokokus dan GNA
Anuria
Perubahan fungsi ginjal yang cepat
Kadar komplemen serum yang normal
Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus
Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal
GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 minggu
Hipertensi yang menetap selama 2 minggu
Indikasi Absolut :
GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu
Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu
Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan
Proteinuria menetap dalam 6 bulan
3.3.8

DIAGNOSIS

Glomerulonefritis akut didiagnosis dengan menemukan riwayat hematuria,

edema, hipertensi, atau gejala nonspesifik seperti malaise, demam, nyeri abdomen.
Didukung dengan pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya overload cairan (edema
dan hipertensi), perubahan berat badan baru-baru ini, asites atau efusi pleura,
kemerahan pada kulit, pucat, nyeri ketok pada sudut kostovertebra, pemeriksaan
neurologis yang abnormal, dan lain-lain.
Diagnosis

Clinical Manifestations

Poststreptococcal glomerulonephritis

Microscopic or gross hematuria, proteinuria,


hypertension, and edema

Hemolytic-uremic syndrome

Microscopic hematuria, hypertension,


gastroenteritis (bloody diarrhea), oliguria,
and petechiae

Henoch-Schnlein purpura nephritis

Microscopic hematuria, palpable purpura,


abdominal pain, tender subcutaneous edema,
arthralgias sometimes present

Immunoglobulin A nephropathy

Microscopic hematuria proteinuria;

intermittent gross hematuria with viral

3.3.9

infections
Systemic lupus erythematosus

Gross hematuria microscopic, rash (malar,


discoid, vasculitic) and arthralgias or arthritis

Alport syndrome

Microscopic or gross hematuria,


sensorineural hearing loss, family history of
renal failure, cataracts

KOMPLIKASI

Pengembangan menjadi sclerosis jarang pada pasien yang khas, namun pada
0,5-2% dari pasien dengan GNA, tentu saja berlangsung ke arah gagal ginjal, berakibat pada
kematian ginjal dalam waktu singkat.
Urinalisis yang abnormal (yaitu, microhematuria) dapat bertahan selama bertahuntahun. Penurunan ditandai dalam laju filtrasi glomerulus (GFR) jarang.
Edema paru dan hipertensi dapat terjadi. Edema anasarka dan hipoalbuminemia
dapat terjadi akibat proteinuria berat.
Sejumlah komplikasi yang mengakibatkan terkait kerusakan akhir organ dalam
sistem saraf pusat (SSP) atau sistem kardiopulmoner dapat berkembang pada pasien yang
hadir dengan hipertensi berat, ensefalopati, dan edema paru.
Komplikasi GNA meliputi:
hipertensi retinopati
hipertensi ensefalopati
Cepat progresif GN
Gagal ginjal kronis
Sindrom nefrotik
3.3.10 TATALAKSANA
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan
apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat (klirens kreatinin < 60
ml/mnt/1,73 m2), BUN > 50 kg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah letargi,
hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.
Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau antihipertensi. Bila hipertensi ringan
(sistolik 130 mmHg dan diastole 90 mmHg), umumnya diobservasi tanpa diberi terapi.

Hipertensi sedang (sistolik > 140-150 mmhg dan diastole > 100 mmHg) diobati dengan
pemberian hidralazin oral atau IM, nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih
baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi antihipertensi yang lama.
Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,3 mg/kgbb IV, dapat diulang setiap 2-4 jam
atau reserpin 0,03-0,1 mg/kgbb (1-3 mg/m2) IV, natrium nitroprusid 1-8 mg/kgbb/mnt. Pada
krisis hipertensi (sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5
mg/kgbb IV secara cepat bersama furosemid 2 mgg/kgbb IV. Pilihan lain klonidin drip 0,002
mg/kgbb/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgbb dan
dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan
oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan
adakalanya menolong juga.
Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan
sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari)
ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi
diuretik seperti furosemid 2 mg/kgbb, 1-2 kali/hari.
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien
dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah
penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathin penisilin 50.000
U/kgbb IM atau eritromisin oral 40 mg/kgbb/hari selama 10 hari bila 17 pasien alergi
penisilin.
Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal dan hipertensi.
Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea < 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi
azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgbb/hari. Pada edema berat dan bendungan
sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edema minimal dan hipertensi
ringan diberikan 1-2 g/m2/hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus
dibatasi. Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10% anak. Penanganannya sama
dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.

Glomerulonephritis

Specific treatments used

Rationale for treatment

Endocapillary
glomerulonephritis
Mesangioproliferative
glomerulonephritis

None required

Inflammation generally
self resolving

Acute nephritic phase:


Blood pressure control with
ACE inhibitors
Pulsed intravenous steroids,

Reduce inflammation

cyclophosphamide,

especially where renal

mycophenolate mofetil

function declining and

intravenous immunoglobulin

crescents present

Pulsed intravenous steroids


Antiglomerular

1 g for 3/7 followed by oral

basement membrane

steroids (60 mg/day)

disease

Cyclophosphamide orally
(23 mg/kg/day)

To switch off
antiglomerular basement
membrane antibody
production
To remove existing

Plasma exchange (daily for

antiglomerular basement

14 days or until no anti-

membrane antibody while

GBM antibody)

immunosuppression takes
effect

Pulsed intravenous steroids


ANCA positive

1 g for 3/7 + oral steroids

Suppression of antibody

vasculitis

(start 60 mg),

and cellular immune arms

cyclophosphamide (2
mg/kg/day orally or 0.51 g
monthly intravenous)
Plasma exchange? for

Removal of

creatinine >500 or pulmonary

ANCA/immune

haemorrhage

complexes?
Removal of
proinflammatory
cytokines?

Immune complex-

Treat underlying histological

mediated RPGN

variant

MCGN type I:
idiopathic

If idiopathic as for ANCA

Suppression of antibody

positive vasculitis

response

Steroids 40 mg/m alternate


days in children only
As antiplatelet agents to
Aspirin (325 mg/day)

decrease cellular
proliferation

Dipyridamole (75100 mg
three times a day) in adults
only
Type I: hepatitis C
related

Type II

Lupus nephritis

Alpha-interferon/ribavirin

To lessen viral drive

Steroids, cyclophosphamide

To treat inflammatory

(plasma exchange)

component

No specific therapy shown to


be helpful
Intravenous steroids + oral
steroids

To suppress antibody
production and reduce
immune complexes

Intravenous/oral
cyclophosphamide
Mycophenolate mofetil,
cyclosporin
3.3.11 PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel
glomerulus. Angka kematian dari GNA pada kelompok usia yang paling sering terkena,
pasien anak-anak, telah dilaporkan 0-7%.
Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk yang kronis.
Perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30% dari pasien dewasa dan 10% dari pasien anak.
GN merupakan penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis (25%).
Pada GNAPS, prognosis jangka panjang yang umumnya baik. Lebih dari 98% dari
individu tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun, dengan gagal ginjal kronis dilaporkan 1-

3%.
Dalam seminggu atau lebih onset, kebanyakan pasien dengan GNAPS mulai
mengalami resolusi spontan retensi cairan dan hipertensi. Tingkat C3 dapat kembali normal
dalam waktu 8 minggu setelah tanda pertama GNAPS. Proteinuria dapat bertahan selama 6
bulan dan hematuria mikroskopik hingga 1 tahun setelah onset nefritis.

Gambar 5. Resolusi pada kasus GNAPS berdasarkan waktu

Akhirnya, semua kelainan kemih harus menghilang, hipertensi harus mereda, dan
fungsi ginjal harus kembali normal. Pada orang dewasa dengan GNAPS, pemulihan penuh
fungsi ginjal dapat diharapkan hanya dalam waktu setengah dari pasien, dan prognosis suram
pada pasien dengan diabetes glomerulosclerosis mendasarinya. Beberapa pasien dengan
nefritis akut mengembangkan gagal ginjal progresif cepat.
Sekitar 15% dari pasien pada 3 tahun dan 2% dari pasien pada 7-10 tahun mungkin
memiliki proteinuria persisten ringan. Prognosis jangka panjang belum tentu berbahaya.
Beberapa pasien mungkin mengembangkan hipertensi, proteinuria, dan insufisiensi ginjal
selama 10-40 tahun setelah penyakit awal. Imunitas terhadap protein M adalah tipe-spesifik,
tahan lama, dan pelindung. Episode berulang dari GNAPS karena itu tidak biasa.
Prognosis untuk GN pascainfeksi nonstreptococcal tergantung pada agen yang

mendasari, yang harus diidentifikasi dan ditangani. Umumnya, prognosis yang lebih buruk
pada pasien dengan proteinuria berat, hipertensi berat, dan peningkatan yang signifikan dari
tingkat kreatinin. Nefritis terkait dengan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
dan infeksi kronis biasanya sembuh setelah pengobatan infeksi.
Penyebab lain GNA memiliki hasil yang bervariasi dari pemulihan lengkap untuk
menyelesaikan gagal ginjal. Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasarinya dan
kesehatan keseluruhan dari pasien. Terjadinya komplikasi kardiopulmoner atau neurologis
memperburuk prognosis.

BAB IV
KESIMPULAN
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan
oleh suatu mekanisme imunologis. Etilogi dari GNA sendiri dapat dikelompokkan menjadi 2
bagian besar, yaitu kelompok infeksi (yang paling sering adalah infeksi streptokokus), dan
kelompok non-infeksi.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah hematuria,
oliguria,edema,hipertensi dan beberapa gejala non-spesifik seperti rasa lelah, anoreksia dan
kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis,
bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif
dan simtomatik.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, dan meningkatkan
fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian pinisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah baring selama
stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung dan antihipertensi kalau
perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi
strepkokus.
Prognosis umumnya baik, namun ditentukan pula oleh faktor penyebab terjadinya
GNA itu sendiri, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus. Observasi jangka
panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi kronik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit EGC. Jakarta.2007
2. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta. 2002. h 345-353
3. Hay, William W, MD. Pediatric Diagnosis and Treatment Edisi keenambelas. Penerbit
McGraw-Hill (Asia). Singapura. 2003. H 698 699
4. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
5. Glomerulonefritis. In: Syaifullah, Muhammad, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak.
2002. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 323
6. Lyttle, John D. The Treatment of Acute Glomerulonephritis in Children. The Bulletin.
Hlm : 212 221.
7. Sanjad, Sami. Acute Glomerulonephritis in Children : A review of 153 cases. Southern
Medical Journal. 1977. Hlm : 1202 1206.
8. Geetha, Duvuru. Glomerulonephritis, Poststreptococcal [online]. 2010 [Dikutip tanggal 5
september 2016]. Tersedia pada http://emedicine.medscape.com/article/240337overview
9. Glomerulonephritis [online]. 2011[dikutip tanggal 5 september 2016]. Tersedia pada
http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503/DSECTION=causes
10. Rammelkamp, Jr., Charles H. Dan Robert S. Weaver. Acute Glomerulonephritis. The
Significance of the Variations in the Incidence of the Disease. 1952. Hlm : 345 358.
11. Acute Glomerulonephritis in Children [online]. 2011 [dikutip tanggal 5 september
2016]. Tersedia pada http://mezology.blogspot.com/2009/06/acuteglomerulonephritis-in-children.html

Anda mungkin juga menyukai