Anda di halaman 1dari 33

TUBERKULOSIS

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FK UKRIDA

Disusun oleh

Devy Anggi S (11-2014-123)

Pembimbing

dr. Devy J.I, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA
PERIODE 16 JANUARI 2016 26 MARET 2016

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan atau menginfeksi manusia adalah
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit tuberculosis pada manusia.
Tuberculosis itu sendiri merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan berbahaya di dunia.1
Tuberculosis merupakan penyakit berbahaya ke-3 yang menyebabkan kematian didunia setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. Saat ini tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat
menginfeksi sepertiga populasi dunia, setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberculosis, tetapi
hanya bakteri yang aktif yang menyebabkan orang menjadi sakit. Setiap tahunnya sekitar 4 juta penderita
tuberkulosis paru menular di dunia, ditambah lagi penderita yang tidak menular. Hal ini menggambarkan
setiap tahun di dunia akan ada sekitar 8 juta penderita tuberkulosis paru,dan ada sekitar 3 juta orang
meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. 1,2
Penanganan TBC masih terus menjadi tantangan besar untuk para tenaga kesehatan. Untuk
memutuskan rantai penularan perlu pula mendapati perhatian lintas sektoral karena berkaitan dengan
faktor sosial budaya dan tempat hunian. 1 Namun pada dasarnya penyakit TBC bisa disembuhkan secara
tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin
sesuai dengan dosis yang dianjurkan.3

EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global
Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, 3,9 juta kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 %
dari seluruh kasus TB di dunia, namun dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000
penduduk.

1,2

Di afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.

Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta
kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia.2

Diperkirakan angka kematian TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun. Laporan WHO
tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu
625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul. 1,4
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina.
Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia
tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. 1

BAB II
PEMBAHASAN

DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex.1,2,3,5 Terutama
menyerang saluran pernapasan, walaupun juga dapat melibatkan semua sistem tubuh. Populasi imigran,
pasien dalam kondisi lemah atau imunosupresi rentan terhadap infeksi ini. 5

ETIOLOGI
Biomolekuler m. Tuberculosis
Morfologi dan struktur bakteri
Mycobacterium tuberculosis

berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, berukurang

panjang 1 sampai 4 m dan lebar 0,3-0,6 m.1 Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks,
terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis
ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat, yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram
positif maupun negatif karena bila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangann zat
warna tersebut dengan larutan asam alkohol sehingga Mycobacterium tuberculosis termasuk dalam
bakteri tahan asam.1,2,6
Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia daripada bakteri lain
karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol. Mycobacterium tuberculosis
tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP (mesodiaminopimelic acid) enzim biosintetik, dengan kandungan lipid kira-kira sebesar 60%. Pada dinding sel
mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini
menurunkan

permeabilitas

dinding

sel,

sehingga

mengurangi

efektivitas

dari

antibiotik.

Lipoarabinamanan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara
inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.1,6

Daya Tahan Asam


Kuman ini tahan terhadap desinfektan kimia dan pengeringan. Dapat mati pada suhu 60 oC selama
20 menit, ataupun pada suhu 100 oC dengan waktu yang lebih singkat. Jika terkena sinar matahari, biakan
mati dalam waktu 2 jam. Pada dahak kuman ini dapat bertahan 20 sampai 30 jam walaupun disinari
matahari. Selain itu kuman mati oleh tincture iodii, etanol 80%, dan fenol 5%.1

Gambar 1. Basil tahan asam6

PATOGENESIS 1,6,7
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet
nuclei dalam udara disekitar kita. Partikel infeksi ini dapat tetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana
gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan. Kuman tuberkulosis
masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila
4

ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia
dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk
sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus)
Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di setiap bagian dalam jaringan paru. Bila terjadi di pleura maka
terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe orofaring,
dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh
organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
memakan watu 3-8 minggu. Komplek primer ini selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan 10 % diantaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

Gambar 3. Manifestasi tuberkulosis pulmonal5

3. Menyebar dengan cara :


a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi
pada saluran napas yang bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
5

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen.


Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menyebabkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
-

setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau


Meninggal

Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis Postprimer 1,6,7


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer,
biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacammacam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun dan sebagainya.
Bentuk tuberkulosis inilah yang menjadi masalah kesehatan masyarakat., karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal
lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan
fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti
bila jaringan keju dibatukkan keluar
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan
-

mengikuti pola perjalan seperti yang telah disebutkan diatas


Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma
dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pola aktif kembali, mencair lagi dan

menjadi kaviti lagi


Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan
membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellata shaped).
6

Gambar 4. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannya 1

Klasifikasi Tuberkulosis 1,2,3,7


A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak meunjukkan BTA positif dan kelainan
-

radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)


- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. Tuberculosis
positif
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari 1 bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
7

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis


dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangangi
kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih ssebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 ( satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.1,7
f. Kasus bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan
-

lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran adiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.1,7

B. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkuloasis yang menyerang organ tubuh bagian lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk
kasus kasung yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis
yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.1,2,3,7

GEJALA KLINIS 1,8


Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik,
bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ
yang terlibat)
8

1. Gejala respiratori
- Batuk 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat
tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus
belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang
pertama terjad karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
keluar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstrapru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,
pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.1

PEMERIKSAAN FISIK 1,7,8


Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada
tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan
penyakit umumnya tidak ada (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru umumnya terletak di
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai ada
infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan
didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infilrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang
cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara
amforik.Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru
9

lainnya. Paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibritik amat luas yakni lebih dari setengah
jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya
meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonale dan gagal
jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda cor pulmonale dengan gagal jantung kanan seperti
takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, ascites, dan edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang
lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkannya kelainan radiologis thorak pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.

Pada

limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut menjadi
cold abscess

Gambar 5. Paru: apeks lobus superior dan apeks lobus inferior 1

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Bakteriologi 1,3,9
a.

Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

10

bronkoalveolar (bronkoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi jarum


halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS)
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi (Keesokan harinya)
- Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)
Atau setiap pagi 3 hari berturut-turut

Bahan pemeriksaan atau spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot
yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan mulut berulit, tidak mudah pecah
dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas
objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk
kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCL 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim
ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (juka perlu gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien
yang
c. Cara pemeriksaan dahak dari bahan lain
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan dari bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronkoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi jarum halus/BJH) dapat dilakukan dengan cara :
- Mikroskopis
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopis :
Mikroskopis biasa

pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopis fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan)

Intepretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :


3 kali positif atau 2 kali positif, 1kali negatif BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
11

Bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif


Bila 3 kali neegatif

BTA negatif

Intepretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO)


-

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases) :


o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman


Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara:
- Egg base media : Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
- Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapat diagnosis pasti, dan dapat mendekteksi
Micobacterium tuberculosis dan juga Micobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk
mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihatnya cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan
cyanogen bromide serta pigmen yang timbul.
B. Pemeriksaan Radiologi 1,5
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto lateral, top
lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
-

superior lobus bawah


Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif


-

Fibrotik
Kalsifikasi
12

Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed lung) :


-

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menemukan aktiviti lesi atau

penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.


Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit.

C. Pemeriksaan khusus 6,10


Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada
beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih
cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
2. Polymerase chain reaction (PCR):
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda antara lain:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
b. ICT
c. Mycodot
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

D. Pemeriksaan Penunjang Lain 1,7,9


1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi
pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung
diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis
cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan
yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi
atau otopsi, yaitu :
- Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
- Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)
13

Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans

thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).


Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam
larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang
kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis.
Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan
pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4.

Tuberculin skin test (PPD test) 11,12,13


Purified protein derivate (PPD) adalah antigen yang digunakan untuk menegakan diagnosa
tuberculosis. Infeksi bakteri yang menyebabkan tuberculosis akan memberikan hasil yang positif
pada pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil false negative pada keadaan pasien
yang mengalami defisiensi imun (kanker, khemotherapy, AIDS, kortikosteroid).

Cara melakukan test :


PPD test dilakukan di voler pasien. Voler dilakukan a dan antisepsis dengan alcohol kemudian
PPD ekstrak diinjeksi di intrakutan, maka akan terbentuk seperti bula di kulit. Kemudian hasil test
dibaca setelah 48 72 jam berikutnya.
Nilai normal : Tidak adanya indurasi atau indurasi terbentuk tapi masih di bawah ukuran yang
sesuai factor resiko.
-

Reaksi minimal (5mm) dikatakan positif bila individu dengan HIV, pengguna steroid,
atau pada individu dengan kontak aktif penderita TBC.

5 10 mm dikatakan positif pada individu dengan DM, renal failure, dan petugas
kesehatan yang sering berkontak dengan pasien TBC.

> 14 mm untuk individu tanpa faktor resiko.

14

Gambar 6. PPD test 13

.Gambar 7. PPD test diukur setelah 48 72 jam berikutnya13

15

Gambar8. PPD test (+) 2 cm 13


Uji tuberculin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberculosis. Di Indonesia dengan prevalens
tuberculosis yang tinggi, uji tuberculin sebagai alat bantu diagnostik penyakit, kurang berarti bagi orang
dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji
yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberculin dapat memberikan hasil
negative.

16

DIAGNOSIS 3
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik/ jasmani,
pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Gambar 13. Alur Diagnosis TB pada dewasa3

DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Banyak diagnosa banding yang dapat dikemukakan karena tuberculosis dapat menimbulkan infeksi yang
sistemik yang menyerupai penyakit lainnya. Beberapa diagnosa banding tuberculosis paru yang mungkin
dapat dipertimbangkan antaralain :14
1.
2.
3.
4.

Bronkopneumonia
Keganasan paru
Jamur paru
Penyakit paru akibat kerja
17

PENATALAKSANAAN 1,2,3,9,14
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yatu intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan tambahan
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- Rifampisin
- INH
- Pirazinamid
- Streptomisin
- Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap terdiri dari:
- Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
-

pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan


Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifamsisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan

pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
- Derivat rifampisin + INH
Dosis OAT
-

Rifampisin 10 mg/kgBB, maksimal 600 mg 2-3 x/minggu atau


o BB > 60 kg
: 600 mg
o BB > 40-60 kg : 450 mg
o BB < 40 kg
: 300 mg
o Dosis intermiten 600 mg / kali
INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg / kgBB 3 x seminggu, 15 mg/kgBB 2 x

seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. Intermiten 600 mg/kali


Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X seminggu, 50 mg /kg BB 2 X

semingggu atau :
o BB > 60 kg : 1500 mg
o BB 40-60 kg : 1000 mg
o BB < 40 kg : 750 mg
Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X
seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
o BB >60kg : 1500 mg
o BB 40 -60 kg : 1000 mg
o BB < 40 kg : 750 mg
18

o Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali


Streptomisin:15mg/kgBB atau
o BB >60kg : 1000mg
o BB 40 - 60 kg : 750 mg
o BB < 40 kg : sesuai BB
Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4
tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi
dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan
pedoman pengobatan.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.

Efek Samping OAT 1,3,15


Sebagian penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian
kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi
dengan obat simptomatik maka pemberian OAT dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di
kaki dan nyeri oto. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100
mg perhari atau vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra)
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5 %
penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai
dengan pedoman TB pada keadaan khusus

2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatik ialah:
-

Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang


Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah:

19

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dan

penatalaksanaannya sesuai pedoman TB pada keadaan khusus


Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini
terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan janga diberikan lagi walaupun gejalanya

telah menghilang
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna
merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus
diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini mungkin disebabkan berkurangnya eksresi dan
penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta
warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis
yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kgBB perhari atau 30 mg/kgBB
yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko
kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur penderita
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan ganggan fungsi eksresi ginjal. Gejala
efek samping yang terlihat ialah telinga berdenging (tinitus), pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya
dikurangi 0,25 gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah
dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti dapat terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala,
muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti
kesemutan sekitar mulu dan telingan mendenging dapat terjadi setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25 gr.
20

Streptomisin dapat menembus barier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita
hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Penanganan efek samping obat:3,9
- Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi
-

secara

simptomatik
Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan pemberian allopurinol
Efek samping yang serius adalah hepatitis imbas obat. Penanganan seperti tertulis diatas
Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit yang umumnya
disebabkan oleh INH dan rifampisin dapat dilakukan pemberian dosis rendah dan
desensitisasi dengan pemberian dosis rendah dan perlahan-lahan dengan pengawasan yang

ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan terhadap obat lainnya


Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok atau gagal
ginjal kaena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIII

karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulotsitosis karena thiacetazon


Bila sesuau obat harus diganti maka panduan obat harus diubah hingga jangaka waktu
pengobatan perlu dipertimbangkan dengan baik.

B. PANDUAN OBAT ANTITUBERKULOSIS 1,3,9,15


Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia
(sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) adalah:
- Kategori 1
: 2 (HRZE) / 4 (HR) 3
- Kategori 2
: 2 (HRZE) S (HRZE) / 5 (HR) 3E3
- Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri dari
OAT lini ke -2 yaitu Kanamisin, Lovofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin,
dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak3,9
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang
dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT
sebelumnya.

21

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana
dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
-

Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.

Pasien TB paru terdiagnosis klinis

Pasien TB ekstra paru

Tabel 1. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 9

Tabel 2. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3 9

b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)3,9


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
22

(pengobatan ulang):
-

Pasien kambuh
Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 9

Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB


a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laaju Endap
Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan spesifik untuk TB.15
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak (sewaktu
dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah
satu uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan dahak ulang tersebut dinyatakan positif.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasirn sebelum memulai pengobatan harus dicatat.
Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil
kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang
dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai
pengobatan tahap lanjutan ( tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada
semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5
Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan
dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.1,3,9
Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak untuk memantau
kemajuan hasil pengobatan: 3,9
1. Apabila hasil pemeriksaan pada akhit tahap awal negatif :
- Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis pengobatan tahap
-

lanjutan
Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada bulan ke 5 akhir
pengobatan)
23

2.

Apabila hasil pemeriksaan akhir tahap awal positif


Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan panduan OAT kategori 1):
- Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur? Apabila tidak teratur, diskusikan
-

dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.


Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan). Lakukan
pemeriksaan ulang dahal kembali setelah pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan.
Apabila hhasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji kepekaan

obat.
Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan pengobatan dan
diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke
5).

Pada pasien dengan pengobatan ulang (pengobatan dengan panduan OAT kategori 2) :
-

Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur? Apabila tidak teratur, diskusikan

dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.


Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT
sisipan) dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis
OAT bulan ke 5)

3. Pada bulan ke 5
- Baik pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil pemeriksaan ulang dahak
-

hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan.
Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan dinyatakan gagal dan

pasien dinyatakan sebagai terduga TB MDR


Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan panduan OAT kategori 1), pengobatan
dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji
kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan panduan OAT

kategori 2 dari awal.


Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan panduan OAT
kategori 2), pengobatan dinyatakan gagal. Harus diupayakan semaksimal mungkin agar
bisa dilakukan pemeriksaan uji pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji
kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan penjelasan, pengetahuan
dan selalu dipantau kepatuhannya terhadap upaya PPI (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi).

24

RESISTEN GANDA (MULTIDRUG RESISTEANCE / MDR)


Pada tahun 2013 WHO memperkirakan terdapat 6800 kasus baru TB MDR di Indonesia setiap
tahunnya. Diperkirakan 2% dari kasus TB baru dan 12 % dari kasus TB pengobatan ulang merupakan
kasus TB MDR.
Indonesia telah memulai program MTPTRO sejak tahun 2009 dan dikembangkan secara bertahap
ke seluruh wilayah di Indonesia sehingga seluruh pasien TB MDR dapat mengakses penatalaksanaan TB
MDR yang terstandar dan cepat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
13/MENKES/PER/II/2013 program MTPTRO merupakan bagian integral dari Program Pengendalian TB
Nasional.3
Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu : 3,9
1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
2. Penggunaan panduan pengobatan yang tidak memadai, baik karena jenis obatnya yang tidak tepat
misalnya hanya memberikan INH dan Etambutol pada awal pengobatan, maupun karena
lingkungan itu telah tercatat adanya resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan,
misalnya Rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat itu sudah
cukup tinggi.
3. Fenomena addition syndrome, yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu panduan pengobatan
yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuma TB telah resisten pada panduan yang
pertama, maka penambahan (addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya
daftar obat yang resisten saja.
4. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik sehingga
mengganggu bioavailabilitas obat.
5. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang obat datang ke suatu daerah dan kadangkadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan.
6. Pemberian obat TB yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop,
lalu setelah dua bulan berhenti lalu berpindah dokter mendapat obat kembali untuk dua atau tiga
bulan lalu stop lagi, dan demikian seterusnya.

25

Harus diakui bahwa pengobatan terhadap tuberkulosis dengan resistensi ganda ini amat sulit dan
memerlukan waktu yang amat lama dan pada beberapa keadaan bahkan sampai 24 bulan lamanya. Ada
yang menganjurkan agar pasien dirawat di rumah sakit untuk mencegah penularan dan mengontrol
pengobatannya dengan lebih baik. Obat yang dapat digunakan antara lain adalah golongan fluorokuinolon
(ofloksasin dan siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin, dan kapreomisin), etionamid,
sikloserin, klofazimin, amoksilin + as klavulanat dan lain-lain. Pemberian pengobatannya pada dasarnya
tailor made, bergantung dari hasil uji kepekaan. Untuk mereka yang resisten terhadap SM misalnya
Iseman menganjurkan pemberian PZA, EMB, kuinolon dan amikasin selama 18 sampai 24 bulan.1

C. Evaluasi Akhir Pengobatan TB MDR.


1. Sembuh
a. Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB MDR tanpa bukti
terdapat kegagalan, dan
b. Hasil biakan telah negatif minimal 3 kali berturut-turut dengan jarak pemeriksaan minimal 30
hari selama fase lanjutan.
2. Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB MDR tetapi tidak
memenuhi definisi sembuh maupun gagal.
3. Meninggal
Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB MDR.
4. Gagal
Pengobatan TB MDR dihentikan atau membutuhkan perubahan paduan pengobatan TB
MDR yaitu 2 obat TB MDR yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di
bawah ini yaitu :
a. Tidak terjadi konversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan.
b. Terjadi reversi pada fase lanjutan (setelah sebelumnya konversi).
c. Terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap obat TB MDR golongan kuinolon atau obat injeksi
lini kedua.
d. Terjadi efek samping obat yang berat.
5. Lost to Follow-up
26

Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih.


6. Tidak di Evaluasi
Pasien yang tidak mempunyai/tidak diketahui hasil akhir pengobatan TB MDR termasuk pasien TB
MDR yang pindah ke fasyankes di daerah lain dan hasil akhir pengobatan TB MDR nya tidak
diketahui.
G. Evaluasi Lanjutan Setelah Pasien Sembuh atau Pengobatan Lengkap
Pemantauan juga dilakukan meskipun pasien sudah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
dengan tujuan untuk mengevaluasi kondisi pasien pasca pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi pemeriksaan fisis, pemeriksaan dahak, biakan dan foto toraks,dilakukan setiap 6 bulan sekali
selama 2 tahun kecuali timbul gejala dan keluhan TB.1,3,9

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS1,3,15


1.

Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya.
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida seperti
streptomisin atau kanamisin karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent ototoxic) dan
dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran
dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil
bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan
lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB. Pemberian Piridoksin 50
mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian vitamin
K 10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin digunakan pada trimester 3 kehamilan menjelang
partus.

2.

Ibu menyusui dan bayinya


Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya.
Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus
mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk
mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus diberikan ASI. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai
dengan berat badannya.

27

3. Pasien TB pengguna kontrasepsi


Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB) sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi
non-hormonal.
4. Pasien TB dengan kelainan hati
a. Pasien TB dengan Hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai
hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Sebaiknya dirujuk ke fasyankes rujukan untuk
penatalaksanaan spesialistik.
b. Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan OAT yang biasa digunakan
apabila tidak ada kondisi kronis :
- Pembawa virus hepatitis
- Riwayat penyakit hepatitis akut
- Saat ini masih sebagai pecandu alkohol
Reaksi hepatotoksis terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien dengan kondisi tersebut diatas
sehingga harus diwaspadai.
c.

Hepatitis Kronis
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis, pemeriksaan fungsi hati harus
dilakukan sebelum memulai pengobatan. Apabila hasil
pemeriksaan fungsi hati >3 x normal sebelum memulai pengobatan, paduan
OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
- 2 obat yang hepatotoksik
2 HRSE / 6 HR
9 HRE
- 1 obat yang hepatotoksik

2 HES / 10 HE

- Tanpa obat yang hepatotoksik

18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon (ciprofloxasin tidak


direkomendasikan karena potensimya sangat lemah).

Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien TB, harus
menggunakan semakin sedikit OAT yang hepatotoksik.
- Konsultasi dengan seorang dokter spesialis sangat dianjurkan,
- Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan dengan seksama,
- Pada panduan OAT dengan penggunaan etambutol lebih dari 2 bulan
28

diperlukan evaluasi gangguan penglihatan.


1. Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal
Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien TB dengan gagal ginjal atau gangguan fungsi ginjal
yang berat: 2 HRZE/4 HR. H dan R diekskresi melalui empedu sehingga tidak perlu dilakukan
perubahan dosis. Dosis Z dan E harus disesuaikan karena diekskresi melalui ginjal. Dosis pemberian 3
x /minggu bagi Z : 25 mg/kg BB dan E : 15 mg/kg BB. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
atau gagal ginjal, perlu diberikan tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya neuropati
perifer. Hindari penggunaan Streptomisin dan apabila harus diberikan, dosis yang digunakan: 15
mg/kgBB, 2 atau 3 x /minggu dengan maksimum dosis 1 gr untuk setiap kali pemberian dan kadar
dalam darah harus selalu dipantau. Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB
khususnya pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Secara umum, risiko untuk mengalami efek
samping obat pada pengobatan pasien TB dengan gagal kronis lebih besar dibanding pada pasien TB
dengan fungsi ginjal yang masih normal. Kerjasama dengan dokter yang ahli dalam penatalaksanaan
pasien dengan gangguan fungsi ginjal sangat diperlukan.
6. Pasien TB dengan Diabetes Melitus (DM)
TB merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang dengan Diabetes mellitus. Anjuran
pengobatan TB pada pasien dengan Diabetes melitus:
a. Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan paduan OAT bagi pasien TB tanpa DM
dengan syarat kadar gula darah terkontrol
b. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan
c. Hati hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena pasien DM sering mengalami
komplikasi kelainan pada mata
d. Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan mengurangi efektifitas obat oral anti
diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
e. Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan
7.

Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid


Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti:
a. Meningitis TB dengan gangguan kesadaran dan dampak neurologis
b. TB milier dengan atau tanpa meningitis
c. Efusi pleura dengan gangguan pernafasan berat atau efusi pericardial
d. Laringitis dengan obstruksi saluran nafas bagian atas, TB saluran kencing (untuk mencegah
penyempitan ureter ), pembesaran kelenjar getah bening dengan penekanan pada bronkus atau
pembuluh darah.
29

e. Hipersensitivitas berat terhadap OAT.


f. IRIS ( Immune Response Inflammatory Syndrome ) Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid
tergantung dari berat dan ringannya keluhan serta respon klinis.
Predinisolon (per oral):
Anak: 2 mg / kg BB, sekali sehari pada pagi hari
Dewasa: 30 60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus diturunkan secara
bertahap (tappering off).
8. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (misalnya reseksi paru), adalah:
a. Untuk TB paru:
- Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
- Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
- Pasien TB MDR dengan kelainan paru yang terlokalisir.
b. Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai kelainan
neurologik.
PROGNOSIS 14,15
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebabkan oleh strain resisten
obat atau pasien berusia lanjut dengan debilitas atau mengalami gangguan kekebalan yang beresiko
tinggi menderita tuberkulosis milier

30

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis.Agent penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah
penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering. Mycobacterium tuberculosis
hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis Untuk terpapar penyakit TBC pada
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis
kelamin, dan faktor toksis. 1,2,9
Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber penularan adalah
penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.6
Pengobatan penyakit Tuberculosis. Terdapat 5 jenis antibotik yang dapat digunakan yaitu
Antibiotik yang paling sering digunakan adalah Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid (P),
Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Jika penderita benar-benar mengikuti pengobatan dengan teratur,
maka tidak perlu dilakukan pembedahan untuk mengangkat sebagian paru-paru. Kadang pembedahan
dilakukan untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat
tuberkulosis.1

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan PenatalaksanaanTuberkulosis di
Indonesia, Jakarta : Indah Offset Citra Grafika, 2006.
2. World Health Organization. Preventing Chronic Diseases a vital investment. Canada: World
Health Organization; 2015.
3. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI; 2014
4. Disease Control Prioritaies Project. Millenium Development Goals. Washington DC: World
Bank;2006: 289-303.
5. Patel PR. Lecture Notes Radiologi. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga; 2007: 39
6. Anthony S. Fauci, 2012. Harrison's Internal Medicine, 18 th. Edition, USA,. McGraw Hill, page
2252 306
7. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I ,Simadibrata KM,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006: 998-1005, 1045-9.
8. Jardins TD, Burton G. Clinical Manifestations And Assessment of Respiratory Disease. Seventh
Edition, Canada: Elsevier; 2011: 288-9
9. Kementrian Kesehatan RI. Terobosan menuju akses universal: strategi pengendalian TB di
Indonesia 2010-2014. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta, 2010
10. Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ. Principles and Practice of Infectious Disease. Eight Edition, New
York: Elsevier; 2015: 2789
11. World Health Organization. Guidance for national tuberculosis programmes on management of
tuberculosis in children. Geneva: World Health Organization; 2006.
12. Ellner JJ. Tuberculosis. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Goldman's Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012:chap 332.
13. Vyas JM. 2014.,Pulmonary Tuberculosis. http://slu.adam.com. Diakses pada tanggal 30 Februari
2016.
14. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PAPDI;
2006: 109-11
15. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EDC; 2010:
136-8

32

Anda mungkin juga menyukai