Anda di halaman 1dari 3

BPOM didesak fokus ke pembuatan dan

distribusi obat
Jerome Wi

Kirim
Image copyrightAFP GETTYImage captionObat-obat yang
diduga ilegal dan kedaluwarsa dari enam toko obat di
Pasar Pramuka, Jakarta Timur, disita oleh BPOM dan Polri.
Aksi razia Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
DKI Jakarta yang bekerja sama dengan Polri dan
Pemerintah DKI Jakarta itu berujung pada penyegelan
enam toko obat. Keenam toko itu didapati menjual obat
keras tanpa resep dokter dan obat kedaluwarsa..

Apotek rakyat dan toko


obat
Di Pasar Pramuka, ada
berbagai kios yang menjual
obat. Pada dasarnya,
menurut Dewi, kios-kios itu terbagi menjadi dua kategori,
apotek rakyat dan toko obat.
Toko obat hanya diijinkan menjual obat dengan kemasan
berlogo bulatan hijau dan bulatan biru. Obat dengan
bulatan hijau artinya dijual secara bebas di pasaran dan
dapat dibeli tanpa resep dokter, seperti parasetamol.
Adapun obat dengan bulatan biru disebut pula obat
bebas terbatas karena, meskipun obat keras, obat itu
dapat diakses bebas tanpa resep dokter. Contoh obat
dengan bulatan biru adalah sejumlah obat batuk tablet
dan sirup.
Akan tetapi, toko obat tidak diperkenankan menjual obat
daftar G (gevaarlijk/bahaya) alias obat keras, yang bila
digunakan sembarangan bisa meracuni tubuh dan
memperparah penyakit.
Image captionBerbagai obat keras, yang seharusnya
dijual dengan resep dokter, bisa didapat dengan mudah
di toko obat.
Obat dengan tanda bulatan merah dengan huruf K hitam
itu hanya bisa dijual di apotek atau apotek rakyat, toko
obat yang telah dinaikkan statusnya menjadi apotek
karena menjual obat resep dokter.

Obat keras bisa diperoleh dengan mudah

Selang 10 menit setelah Kepala BPOM DKI Jakarta, Dewi


Prawitasari, menyampaikan keterangan, saya menelusuri
sejumlah toko obat di pasar tersebut dan mendapatkan
obat penurun hipertensi yang tergolong obat keras, tanpa
resep dokter.
Hal itu, menurut Marius Widjajarta selaku Direktur
Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia,
membuktikan pengawasan BPOM lemah.
Marius menyebutkan pengawasan terhadap obat
mencakup ranah hulu dan hilir.
Selama ini yang ditangani yang hilir, penertiban
terhadap toko obat yang menjual obat ilegal dan obat
kadaluwarsa. Tapi pengawasan di bagian hulu,
pembuatan obat dan distribusinya, tidak pernah diutakatik, kata Marius.
BPOM, lanjut Marius, memiliki dinamika produksi bahan
baku hingga distributor. Laporan itu seharusnya berisi
jumlah obat yang tidak laku, lalu kadaluwarsa, dan
dikembalikan ke produsen.
Laporannya banyak yang tidak ada. Padahal dari situ
bisa ketahuan, misalnya satu produsen mengolah bahan
baku sebanyak satu kilogram lalu memproduksi seribu
kapsul. Kemudian distribusi kapsul itu ke mana saja, kata
Marius.

Anda mungkin juga menyukai