Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fadhilatunnisa

NPM/Kelas : 1606833910/ S1 Reguler

Kelompok : 1 (Satu)

Chapter : 1 (An Overview of Psychology and Health)

Page : 5-10 dan 12

Pertengahan Abad

Pada abad pertengahan, setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi pada abad ke-5M.
Pengaruh Geraja memperlambat perkembangan pengetahuan medis. Gereja menganggap
manusia sebagai makhluk dengan jiwa yang memiliki kehendak bebas dimana
membedakannya dari hukum alam biasa dan tunduk pada keinginannya sendiri dan mungkin
kehendak Tuhan. Begitu juga dengan hewan. Makhluk dengan kehendak bebas seperti itu tidak
bisa dijadikan suatu objek penyelidikan ilmiah. Bahkan tubuh manusia dianggap sakral, dan
pembedahan berbahaya bagi pembedah. Pandangan yang seperti ini menghambat
perkembangan anatomi dan kedokteran selama berabad-abad.

Penyakit dipandang sebagai hukuman Tuhan karena melakukan hal-hal jahat


(kerasukan roh/iblis jahat). Jadinya, Gereja yang mengendalikan praktik kedokteran, dan para
imam menjadi semakin terlibat dalam merawat orang sakit, seringkali dengan menyiksa tubuh
untuk mengusir roh-roh jahat. Tidak sampai abad ke-13 ide-ide baru tentang masalah pikiran /
tubuh mulai muncul. Filsuf Italia St. Thomas Aquinas menolak pandangan bahwa pikiran dan
tubuh terpisah dan melihat mereka saling terkait (Leahey, 1987). Meskipun posisinya tidak
memiliki dampak sebesar yang dimiliki orang lain, posisinya memperbaharui minat terhadap
masalah ini dan mempengaruhi para filsuf kemudian.

Masa Reneisans dan Setelahnya

Pada abad ke 14 dan 15 merupakan abad Reneisans yang artinya “kelahiran kembali”.
Selama periode abad ini, Eropa melihat kelahiran kembali terhadap penyelidikan, budaya, dan
politik. Para sarjana menjadi lebih “human-centered” daripada “God-centered” dalam
pencarian suatu kebenaran dan “percaya bahwa kebenaran itu dapat dilihat dari berbagai
perspektif individu” (Leahey, 1987, hal.80). Ide-ide ini mengatur tahapan penting dalam
perubahan filsafat begitu revolusi ilmiah dimulai setelah 1600.

Filsuf dan ahli matematika Prancis abad ke-17 Ren´e Descartes mungkin memiliki
pengaruh terbesar pada pemikiran ilmiah dalam sejarah perfilosofan lainnya. Seperti bangsa
romawi ia menganggap pikiran dan tubuh sebagai entitas yang terpisah, tetapi ia
memperkenalkan tiga inovasi penting.

 Tubuh sebagai mesin (mekanisme aksi sensasi). Sebagai contoh gambar


menunjukkan konsepnya tentang bagaimana kita mengalami rasa sakit.
 Pikiran dan tubuh meski terpisah, dapat berkomunikasi melalui kelenjar pineal
 Jiwa akan meninggalkan tubuh manusia ketika mati.

Keyakinan ini artinya dapat menjadikan pembedahan suatu metode studi yang dapat
diterima – Gereja siap mengakuinya.

Abad 18-19 terjadi peningkatan pengetahuan sains dan kedokteran, muncul model baru
“model biomedis”. Model biomedis ini menjelaskan bahwa penyakit dapat terjadi dari faktor
biologis murni dan tidak termasuk pengaruh psikologis, lingkungan, dan sosial.

MELIHAT SUATU KEBUTUHAN: PERAN PSIKOLOGI DALAM KESEHATAN

Model biomedis yang digunakan sebagai pedoman para peneliti kini sangat berguna
karena sudah mencapai beberapa capaian seperti mengatasi beberapa penyakit infeksius(polio
dan campak, lewat perkembangan vaksin) dan juga perkembangan antibiotic yang
memungkinkan untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun,
model biomedis tetap memerlukan peningkatan karena:

Masalah di Sistem Kesehatan

Biaya pengobatan dan perawatan kesehatan cenderung mengalami peningkatan.


Contohnya negara Amerika Serikat dari tahun 1960 hingga 2009 mengalami peningkatan 49
kali lipat atau menjadi lebih dari $7.200 jumlah uang yang dihabiskan per-kapita untuk
perawatan kesehatan (NCHS, 2009). Karena biaya medis terus meningkat dengan cepat, perlu
untuk mempertimbangkan pendekatan baru dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

Berubahnya pola penyakit menjadi penyakit kronis. Ada beberapa peningkatan teknik
dalam perawatan seperti deteksi dini penyakit yang menguntungkan dalam tingkat
kelangsungan hidup penderita kanker di tahun 1950 hingga 1980an. Meskipun begitu, hal ini
juga dikarenakan perubahan dari masyarakat yang lebih sadar akan tanda dan gejala penyakit,
termotivasi untuk menjaga kesehatan mereka, sehingga nantinya akan lebih mampu membayar
kunjungan dokter di masa nanti daripada masa lalu. Faktor-faktor tersebut jelas ada
hubungannya dengan aspek psikologis dan sosial orang tersebut.

“Seseorang” dalam Kesehatan dan Kesakitan

Faktor psikologis dan sosial juga berperan dalam menentukan kesakitan seseorang.
Diantaranya faktor gaya hidup dan kepribadian orang tersebut.

Gaya Hidup dan Penyakit

Sebelumnya kami melihat bahwa terjadinya penyakit menular menurun di beberapa


negara pada akhir abad ke-19 terutama karena langkah-langkah pencegahan, seperti
peningkatan nutrisi dan kebersihan pribadi. Langkah-langkah ini melibatkan mengubah gaya
hidup orang — pola perilaku mereka sehari-hari, seperti mencuci, menyiapkan, dan makan
makanan sehat. Perubahan gaya hidup orang juga dapat mengurangi penyakit
kronis.Karakteristik atau kondisi yang berhubungan dengan perkembangan penyakit atau
cedera pada masalah kesehatan disebut faktor risiko. Meskipun beberapa faktor risiko bersifat
biologis, seperti mewarisi gen tertentu, yang lainnya bersifat perilaku. Misalnya, diketahui
bahwa orang yang merokok memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker dan penyakit lain
daripada yang bukan perokok. Faktor risiko lain untuk kanker termasuk makan makanan tinggi
lemak jenuh dan memiliki riwayat keluarga penyakit.

Banyak faktor risiko timbul dari gaya hidup seseorang atau berperilaku, seperti
merokok dan makan makanan yang tidak sehat. Beberapa faktor risiko perilaku terkait dengan
lima penyebab utama kematian di Amerika Serikat adalah:

1. Penyakit jantung — merokok, kolesterol makanan tinggi, obesitas, dan kurang


olahraga.
2. Kanker — merokok, konsumsi alkohol tinggi, dan diet.
3. Stroke — merokok, kolesterol makanan tinggi, dan kurang olahraga.
4. COPD (penyakit paru-paru kronis, mis., Emphysema) - merokok.
5. Kecelakaan (termasuk kendaraan bermotor) —konsumsi alkohol / narkoba dan
tidak menggunakan sabuk pengaman. (ACS, 2009; AHA, 2010; NCHS, 2009a;
USBC, 2010).

Seberapa besar pengaruh faktor gaya hidup terhadap kesehatan? Hasil perbandingan
antara kelompok umur yang berbeda didapatkan usia kesehatan dapat lebih baik dikarenakan
praktik hidup sehatnya meningkat. Faktanya, kesehatan mereka yang “melaporkan mengikuti
ketujuh praktik hidup sehat yang baik secara konsisten hampir sama dengan mereka yang
berusia 30 tahun lebih muda yang mengikuti sedikit atau tidak ada praktik ini” Dan praktik
hidup sehat seperti ini juga penting terhadap kesehatan dimasa yang akan datang. (Breslow).
Penemuan ini menyimpulkan bahwa seseorang yang berperilaku hidup sehat bisa menurunkan
risiko kesakitan dan meninggal lebih awal secara substansial.

Tapi mengapa seseorang kadang tidak melakukan sesuatu yang bagus untuk diri
mereka? – ada banyak alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Salah satu alasannya adalah
bahwa perilaku yang kurang menyehatkan seringkali mendatangkan kesenangan segera, seperti
ketika merokok atau memakan es krim pasti ada rasa enak segera yang dirasakan. Konsekuensi
negatif jangka panjang tidak akan terpikirkan. Tetapi terdapat gaya hidup menyenangkan
lainnya dan ternyata dapat bermanfaat bagi kesehatan: beberapa bukti menunjukkan bahwa
melakukan kegiatan yang menyenangkan, seperti berlibur atau menghadiri konser, dapat
mengarah pada kesehatan yang lebih baik (Bygren et al., 2009; Pressman et al., 2009). Alasan
lain adalah karena mereka mungkin merasakan tekanan sosial untuk terlibat dalam perilaku
yang tidak sehat, seperti ketika seorang remaja mulai menggunakan rokok, alkohol, atau obat-
obatan. Juga, beberapa perilaku dapat menjadi kebiasaan yang sangat kuat, mungkin
melibatkan kecanduan fisik atau ketergantungan psikologis, seperti yang terjadi pada narkoba
dan rokok. Berhenti menjadi sangat sulit. Terakhir, kadang-kadang orang tidak menyadari
bahaya yang terlibat atau bagaimana mengubah perilaku mereka. Orang-orang ini memerlukan
informasi tentang cara-cara untuk melindungi kesehatan mereka.

Kepribadian dan Penyakit

Apakah Anda percaya, bahwa orang yang menderita bisul biasanya karena banyak
duduk atau banyak makan telur? Jika ya, berarti Anda yakin ada hubungan antara kepribadian
dan penyakit. Istilah kepribadian mengacu pada kecenderungan kognitif, afektif, atau perilaku
seseorang yang cukup stabil sepanjang waktu dan situasi.
Para peneliti telah menemukan bukti yang menghubungkan ciri kepribadian dan
kesehatan. Misalnya, orang yang kepribadiannya meliputi:

• Tingkat kesadaran yang rendah, yang diukur pada masa kanak-kanak atau dewasa
lebih memungkinkan meninggal pada usia lebih dini, seperti dari penyakit
kardiovaskular, daripada individu yang memiliki kesadaran tinggi (Kern &
Friedman, 2008; Terracciano et al., 2008).
• Tingkat emosi positif yang tinggi, seperti kebahagiaan atau antusiasme, cenderung
hidup lebih lama daripada individu dengan tingkat emosi yang rendah (Chida &
Steptoe, 2008; Xu & Roberts, 2010).
• Tingkat kecemasan, depresi, permusuhan, atau pesimisme yang tinggi, beresiko
meninggal lebih dini dan mengembangkan berbagai penyakit, terutama penyakit
jantung (Grossardt et al., 2009; Smith & Gallo, 2001).

Kepribadian dapat mempengaruhi kesakitan seseorang maupun sebaliknya. Contoh


kepribadian mempengaruhi kesakitan seseorang ialah orang yang optimis atau menaruh
harapan sembuh terhadap suatu penyakit akan lebih cepat sembuh daripada orang yang pesimis.
Begitu juga sebaliknya seseorang yang mengalami penyakit serius seperti kecacatan terkadang
sering mengalami perasaan cemas, depresi, marah, dan putus asa.

Pandangan sekilas kami pada hubungan gaya hidup dan kepribadian seseorang dalam
penyakit menunjukkan mengapa penting untuk mempertimbangkan faktor psikologis dan
sosial dalam kesehatan dan penyakit. Selanjutnya kita akan melihat bagaimana pengakuan ini
muncul.

Peran Faktor Biologi

Faktor biologi termasuk dalam gen dan proses bagaimana kita dapat karakteristik
turunan dari orang tua kita. Hal itu juga termasuk fungsi dan struktur fisiologis seseorang.
Tubuh terdiri dari beberapa sistem fisik yang kompleks antara lain organ, tulang dan saraf serta
teridiri dari jaringan yang tersusun dari sel, molekul dan atom. Efisien, efektivitas, dan fungsi
yang sehat dari beberapa sistem diatas tergantung pada pengaturan komponen-komponen
tersebut dan interaksi antar komponen.

Anda mungkin juga menyukai