Anda di halaman 1dari 47

Faktor yang

mempengaruhi
survival, replikasi/
perkembangbiakan ,&
transmisi
mikroorganisme
▶ Cindy Tikawati () ▶ Fadhilatunnisa
▶ Ellien() (1606833910)
▶ Luthviana Sari ()
Etiologi
Diare
▶ Diare  suatu kumpulan dari gejala infeksi pada
saluran pencernaan yang disebabkan oleh
organisme renik seperti bakteri dan virus.
▶ Organisme penyebab: E.coli, Shigella,
Campylobacter, Salmonella ,Vibrio cholera,
rotavirus, dll
▶ 3 jenis diare:
1. Diare cair akut
2. Diare akut berdarah
3. Diare persisten
Masa Inkubasi
Penyakit Diare
Gejala dan Tanda Diare
Gejala Tanda

▶ Buang air besar encer


▶ Demam lebih dari 3 kali per hari
▶ Mual ▶ Muntah
▶ Tinja berbentuk cair atau
▶ Mulas
setengah cair (setengah
▶ Dehidrasi padat)
▶ Berat badan berkurang
▶ Badan lemas
▶ Mata menjadi cekung
▶ Haus ▶ Lidah kering
Derajat Dehidrasi
Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi
dehidrasi ringan/sedang berat
▶ Keadaan umum: ▶ Keadaan umum: ▶ Keadaan umum:
baik gelisah, rewel lesu, lunglai, atau
▶ Mata: normal ▶ Mata: cekung tidak sadar
▶ Rasa haus: normal, ▶ Rasa haus: haus, ▶ Mata: cekung
minum biasa ingin minum banyak ▶ Rasa haus: tidak
▶ Turgor kulit: kembali ▶ Turgor kulit: kembali bisa minum atau
cepat lambat malas minum
▶ Turgor kulit: kembali
sangat lambat (lebih
dari 2 detik
Pengobatan Diare
1
Berikan
▶ Oralit  campuran garam elektrolit, seperti

Oralit
NaCl, KCl, trisodium sitrat , dan glukosa
anhidrat.
▶ Pemberian oralit osmolaritas rendah
bertujuan untuk:
▶ mengganti cairan yang hilang
▶ mencegah terjadinya dehidrasi
▶ mengurangi rasa mual dan muntah
▶ Penderita diare yang tidak dapat minum
oralit, harus segera di bawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus
Dosis Pemberian
Oralit
Penderita
Penderita diare
diare tanpa dehidrasi
dehidrasi Ringan/sedang
Penderita diare
▶ Umur < 1 tahun : ¼ - ½ Dosis oralit yang dehidrasi berat
gelas setiap kali anak diberikan dalam 3 jam
mencret pertama 75 ml/kg bb Harus segera dirujuk
▶ Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 dan selanjutnya
gelas setiap kali anak
ke Puskesmas untuk
diteruskan dengan di infus
mencret
▶ Umur diatas 5 Tahun : 1
pemberian oralit
– 1½ gelas setiap kali seperti diare tanpa
anak mencret dehidrasi.
Berika

2
• Zinc  menghambat enzim INOS
(Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat
selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus.

n Zinc • Zinc jberperan dalam epitelisasi


dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi
selama kejadian diare.
• Pemberian Zinc selama diare terbukti
mampu:
• mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare
• mengurangi frekuensi buang air
besar
• mengurangi volume tinja
• menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya.
Dosis Pemberian
Zinc ▶ Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg)
per hari selama 10 hari
▶ Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg)
per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama


10 hari walaupun diare
sudah berhenti
Berikan ASI /
Makanan ▶ Pemberian makanan selama diare bertujuan
untuk memberikan gizi pada penderita agar
tetap kuat dan mencegah berkurangnya
berat badan.
▶ Anak harus lebih sering di beri ASI
▶ Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya.
▶ Setelah diare berhenti, pemberian makanan
ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan.
4
Pemberian
Antibiotika
Hanya Atas
Hanya bermanfaat
pada penderita
Indikasi(sebagian besar
diare disertai darah

karena shigellosis),
dan suspek kolera
5
Pemberian
Nasehat
Ibu atau pengasuh harus diberi nasehat
tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke
petugas kesehatan bila:
▶ Diare lebih sering
▶ muntah berulang
▶ sangat haus
▶ Makan/minum sedikit
▶ timbul demam
▶ tinja berdarah
▶ tidak membaik dalam 3 hari
Faktor- Faktor yang
Berpengaruh
Terhadap Diare
1. Faktor Perilaku
a. Bayi tidak diberikan ASI
b. Memberikan MPASI terlalu dini. Hal ini akan mempercepat bayi kontak terhadap
kuman
c. Mencuci wadah makanan/ minuman dengan air yang tidak bersih (telah
terkontaminasi kuman diare)
d. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum makan dan setelah
BAB
e. Penyimpanan makanan yang tidak higienis
f. BAB sembarangan. (Bukan di MCK)
Faktor- Faktor yang
Berpengaruh
Terhadap Diare
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi diare yaitu:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai,
b. Kurangnya ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK)
c. Kebersihan lingkungan yan buruk

3. Faktor pendidikan, sosial, ekonomi

4. Faktor malnutisi (kurang gizi)


Cara
Mencegah
Diare
Epidemiologi Diare Secara Umum
• Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian pada anak balita.
• Setiap tahun diare membunuh sekitar 525.000 anak balita.
• Secara global, ada hampir 1,7 miliar kasus penyakit diare pada anak
setiap tahun.
• Diare adalah penyebab utama malnutrisi pada anak balita
• Tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak di bawah 5 tahun meninggal
karena diare.
• Rata-rata, anak di bawah 3 tahun di negara berkembang mengalami
tiga episode diare setiap tahunnya
• Umumnya kematian diare disebabkan oleh dehidrasi
Epidemiologi Diare di Indonesia
Distribusi dan Frekuensi Diare Distribusi dan Frekuensi
di Indonesia : Diare di Indonesia :
Menurut orang : Menurut Tempat:
• Lebih sering terjadi pada bayi • KLB diare paling tinggi di NTT
(2194 orang, CFR 1,28%)
• Penyebab kematian nomor 2
pada balita, nomor 3 pada bayi, • KLB diare kedua tertinggi di
dan nomor 5 pada semua umur Banten (1371 orang, CFR 1,9%)
(2003) Umumnya terjadi di tempat
• Kematian paling banyak terjadi dimana tingkat sanitasi rendah
pada anak usia<1 tahun (25 dan kekurangan air
kematian di Sulawesi Selatan,
2005)
TIFOI
Nama Penyakit
Demam tifoid (Tyhpus abdominalis, Typhoid fever, atau Enteric
fever) Infeksi Sistemik

Salmonella enterica serovar


typhi
Menyerang bagian pencernaan

Penyakit menular, transmisi fecal-oral


ologi Penyakit Masuk saluran
cerna
Menyebabkan infeksi

Mencapai usus
halus
S.typhi
ditangkap oleh
makrofag
S.typhi

S.typhi Menimbulkan Masuk


mengikuti aliran bakterimia peredaran
Tidak menyebabkan Menyebabkan darah primer darah
infeksi infeksi

Tidak Mencapai Bersama sekresi


Menginfeksi
menyebabkan infeksi kantung empedu masuk
Peyer’s patches
empedu ke saluran cerna

Pengunyahan
Keasaman
makanan dengan
Lambung
baik
Menimbulkan Kembali masuk
Muncul gejala
bakterimia peredaran
klinis
sekunder darah
Masa Inkubasi dan
Masa Menular
Terjadi sekitar 7-
14 hari
Bakteri tinggal di Terjadi ketika
empedu  Salmonella Typhi
pengobatan tidak melalui saluran
sempurna  limfe mesentrik
penderita karier

Infeksi Bakteri masuk


terjadi pada aliran darah
organ sistemik
(bakterimia)
lainnya
Hiperplasia 
nekrosis 
ulserasi  ulkus
Ge jala dan Tan da Minggu Kedua
Minggu Pertama
Suhu tubuh
naik perlahan
Pe ny akit
Demam Rasa sangat Demam masih
Suhu badan naik
sore hari (febris
sekitar 39-40˚C lelah tinggi 39-40˚C
remiten)

Muncul bintik-bintik
Denyut jantung Denyut jantung merah (rose spots)
Sering mengigau
Malaise (tenang hingga
melemah lemah pada bawah dada
gelisah)
dan sekitar perut

Lidah ditutupi
selaput putih Suara pernafasan
Limpa dan hati Nyeri dibagian
Sakit kepala kasar (rhonci) di
kotor (coated dasar paru-paru
membesar bawah kanan perut
tongue)

Kadang Terdengar suara


Batuk mimisan dan Kadang diare atau
gerakan peristaltik
sembelit
nyeri perut usus (borborygmi)
M i n g g u Ke t i g a

Perdarahan usus Perforasi usus

Radang otak Pneumonia

Bronkhitis akut Dehidrasi

Masih terjadi
demam namun Jumlah
berangsur trombosit turun
menurun
Pengobatan
Penggunaa
Cara
Cairan Diet n
Berbaring
Antibiotik

Istirahat total dengan Dijelaskan lebih


posisi tidur yang lanjut
Mendapat cairan yang
berubah-ubah Diet tinggi kalori,
cukup secara oral dan
tinggi protein, dan
parenteral
rendah serat
Antibiotika Dosis Kelebihan dan keuntungan
 Merupakan obat yang sering

Dewasa : 4 x 500mg
digunakan dan telah lama
dikenal efektif untuk tifoid
Penggunaan
Kloramfenikol
(2gr) selama 14 hari
Anak : 50-100mg/Kg
 Murah, dapat diberikan
melalui oral, dan sensitivitas Anti Mikroba
(Anti Biotika)
BB/hr max 2 gr selama masih tinggi
10-14 hari  Pemberian PO/IV
Dewasa : 2x (160-180)
 Tidak diberikan bila lekosit  tidak mahal
selama 2 minggu
<2000/mm3 Kotrimoksasol  pemberian peroral
Anak : 6-10mg/Kg
Dewasa : (2-4)gr/hr  cepat menurunkan suhu,
BB/hr selama 10 hari
selama 3-5hari lama pemberian pendek,
Seftriakson Anak : 80mg/Kg BB/hr dapat dosis tunggal serta
Dosis tunggal selama 5 cukup aman untuk anak
hari  Pemberian IV Dewasa : 15-20mg/Kg  aman untuk anak
 aman untuk penderita hamil Cefixime BB/hr dibagi 2 dosis efektif

 sering dikombinasi dengan selama 10 hari  pemberian peroral
Dewasa : (3-4) gr/hari
kloramfenikol pada pasien
Ampisilin dan selama 14 hari
kritis
Amoksilin Anak : 10mg/Kg BB/hari Dapat untuk anak dan
 tidak mahal 
selama 10 hari Dewasa : 4x500mg dewasa
 pemberian PO/IV
Tiamfenikol Anak : 50mg/Kg BB/hr  Dilaporkan cukup
  selama 5-7 hari sensitif pada
beberapa daerah
Fa k t o r- f a k t o r y a n g
Memengaruhi

Pengelolaan air
limbah,
Higienitas
Higienitas kotoran,
makanan dan
perorangan Sanitasi buruk sampah tidak
minuman yang
yang rendah memenuhi
rendah
syarat
kesehatan

Jamban Pasien atau Belum


Penyediaan air
keluarga tidak karier tifoid membudayakan
bersih kurang
memenuhi tidak diobati imunisasi untuk
memadai
syarat sempurna tifoid
ra Pencegahan Mengurangi risiko diare dan tifoid
Sanitasi apabila bersih dan tepat guna
 Fasilitas pembuangan kotoran manusia yang sesuai harus
tersedia untuk semua golongan masyarakat
Air yang Berkualitas dan Jumlah yang
 Pengumpulan dan pengolahan limbah terutama pada musim
hujan harus diimplementasikan
aman Cukup Memadai  Daerah di mana terdapat kasus demam tifoid maka
penggunaan pupuk yang berasal dari ekskreta manusia harus
• Daerah Perkotaan  pengendalian dan perawatan dikurangi seminimal mungkin
sistem pasokan air harus diperkuat dari produsen
hingga ke konsumen Pendidikan Meningkatkan kesadaran masyarakat akan
• Daerah Pedesaan  Pemeriksaan dan perawatan Kesehatan tindakan pencegahan penyakit dan PHBS
sumur
• Daerah Perumahan  Perhatian pada tempat  Menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
penyimpanan air setempat
 Gunakan bahasa yang mudah dipahami
Keamanan Penanganan dan Pengolahan  Harus melibatkan berbagai aspek dan sarana
yang memungkinkan
Pangan harus tepat
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir Vaksin
 Hindari makanan mentah, kerang, dan es 1990-an direkomendasikan WHO
 Makan makanan yang dimasak dan masih dalam
keadaan panas atau hangat
 Vaksin ViPS
 Apabila terjadi wabah, maka setiap restoran dan  Vaksin Ty21a
pedagang makanan kaki lima harus diinspeksi
Epidemiologi Tifoid secara umum
• Dijumpai di seluruh dunia di daerah tropis dan subtropis yang
higienitasnya rendah
• Infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau dan permulaan musim
hujan
• Tahun 2003, ada 17 juta kasus demam tifoid dengan kematian mencapai
600.000.
• Insidens rate tifoid di daerah endemis ada: lah 45/100.000 penduduk –
1000/100.000 penduduk (WHO, 2003)
• Insidens rate tifoid di Bangladesh : 2.000/100.000 penduduk
• Insidens rate tifoid di Eropa : 3/100.000 penduduk
• Insidens rate tifoid di Afrika : 50/100.000
• Insidens rate tifoid di Asia : 274/100.000
Epidemiologi Tifoid secara umum
• insidensi tifoid pada anak usia 5-15 tahun di Asia :180–
194 per 100.000 anak,
• Insidensi tifoid anak usia 5-15 tahun di Asia Selatan :
400–500 per 100.000 penduduk
• Insidensi tifoid di Asia Tenggara : 100–200 per 100.000
penduduk
• Insidensi tifoid di Asia Timur Laut: >100 kasus per
100.000 penduduk
Epidemiologi Tifoid di Indonesia
• Insidens tifoid di Indonesia mencapa 110,7 /100.000 (Data
Surveilans, 2007)
• Angka kesakitan tifoid di Indonesia : 81,7 per 100.000 penduduk
(2008)
• Sebaran menurut kelompok umur penderita tifoid :
1. 0,0/100.000 penduduk (0–1 tahun)
2. 148,7/100.000 penduduk (2–4 tahun)
3. 180,3/100.000 (5-15 tahun)
4. 51,2/100.000 (≥16 tahun). Penderita terbanyak adalah pada
kelompok usia 2-15 tahun
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 365/ MENKES /SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
Epidemiologi Tifoid di Indonesia
Peningkatan jumlah kasus tifoid cenderung naik dari
tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000
penduduk dan kematian diperkirakan sekitar 0,6–5%

World Health Organization. Bulletin of the World Health Organization 2008;86 (5):321–46
CACINGA
N
Kecacingan (cacing kremi)
Infeksi cacing kremi adalah
infeksi cacing yang disebabkan
oleh cacing kecil, kurus, cacing
tanah berwarna putih yang
termasuk dalam spesies
Enterobius vermicularis.
Biasanya cacing kremi akan
menginfeksi semua orang yang
kontak dengan cacing ini,
namun yang paling sering
adalah anak-anak. Penyakit ini
juga bersifat autoinfection.
Etiologi Penyakit Kecacingan

Gambar siklus hidup cacing kremi


Masa Inkubasi dan Masa Menular

▶ Masa inkubasi cacing kremi ini adalah selama 1-2 bulan

▶ Telur cacing ini dapat bertahan di daerah anus selama


sekitar tiga minggu sebelum menetas menjadi larva.
Gejala
▶ Terdapat dalam lumen usus dapat menimbulkan obstruksi
usus iritasi daerah perianal akibat cacing dewasa ataupun
larvanya dapat menimbulkan peradangan dengan gejala
(pruritus ani)
▶ Gejala gatal sampai rasa nyeri paling terasa pada malam
hari (nocturnal itching).
▶ Pada penderita wanita, larva dari daerah perianal dapat
melakukan migrasi ke vagina, sehingga dapat terjadi infeksi
pada vagina yang disebut dengan vaginitis.
▶ Pengobatan Penyakit Kecacingan
Meminum obat : mebendazole, pyrantel
pamoate, atau albendazole

Keluarga yang memilki penderita cacing kremi


lebih dari satu atau penderita mengalami infeksi
ulang, maka dianjurkan seluruh anggota untuk
meminum obat cacing.
▶ Faktor- Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Kecacingan
a. Lingkungan
b. Perilaku
c. Umur
Pencegahan
▶ Orang yang sedang terinfeksi hendaknya mandi dengan shower atau
dengan air yang mengalir (bukan dengan bath up)setiap pagi
▶ Penderita sebaiknya tidak mandi bersama dengan yang lain.
▶ Penderita juga harus mencuci tangan dengan baik dan benar dan
menggunakan air hangat sebelum menyentuh makanan.
▶ Penderita harus memotong kuku secara rutin dan tidak mengigit kuku
maupun menggaruk anus.
▶ Penderita harus mengganti alas kasur dan pakaian dalam setiap pagi,
agar tidak mengalami infeksi ulang dan tidak menularkan telur cacing
pada orang lain. Pakaian dan alas kasur yang akan dicuci ini harus dicuci
dengan hati-hati menggunakan air panas dan mengeringkannya dengan
pengering panas agar telur caing mati.
▶ Mengajarkan ke pada anak-anak melalui institusi seperti sekolah untuk
Epidemiologi cacingan secara umum
▶ Merupakan infeksi cacing yang paling umum di AS.
▶ Prevalensi anak yang dilaporkan terinfeksi cacing kremi mencapai
20%.
▶ Individu yang tinggal di daerah padat berisiko tinggi.
▶ Prevalensi umum di beberapa daerah adalah sekitar 12%.
▶ Infeksi sering terjadi di daerah yang sejuk dan beriklim sedang.
▶ Golongan yang paling berisiko terinfeksi adalah kelompok anak usia
sekolah.
▶ Orang dewasa yang terinfeksi umumnya berumur 30-39 tahun
▶ Pada umumnya, laki-laki lebih sering tertular dibandingkan wanita.
Epidemiologi Cacingan di Indonesia
▶ Infeksi cacing kremi paling sering menyerang anak usia
sekolah (>18 tahun)
▶ Prevalensi pada kelompok anak usia sekolah hampir
sebesar 50%.
▶ Di Indonesia kejadian Ascariasis tinggi, frekuensinya
antara 60% sampai 90% terutama terjadi pada anak-anak.
▶ Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta
orang dan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 7
Liter

Soedarmo S, Poorwo, Herry G, Sri Rezeki S, Hindra I. 2008. Buku Ajaran : Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta: IDAI.
Referensi
• Date, Kashmira A; Bentsi-Enchill,Adwoa;Marks, Florian;Fox, Kimberley. (2015). Thypoid
fever vaccination strategies. 33 : C55-C51
• WHO. Background document : The diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever.
Available at : http://www.who.int/rpc/TFGuideWHO.pdf (cited on : 28 February 2018)
• Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 (19 Mei 2016) tentang
Pedoman Pengendalian Demam Tifoid
• A. Crump, John et al. 2004. The Global Burn of Typhoid Fever. [Onilne]
• Ochiai RL, Acosta CJ, Agtini M, et al. The use of typhoid vaccines in Asia: the DOMI experience. Clin
Infect Dis 2007; 45(suppl 1):S34–S38.
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 365/ MENKES /SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian
Demam Tifoid.
• World Health Organization. Bulletin of the World Health Organization 2008;86 (5):321–46
Referensi
Adisasmito W. 2007. Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan
Masyarakat. Makara Kesehatan.;11:1-10
Atmojo, Andi Tri, 2016. Oxyuris vermicularis (Cacing Kremi). Available at : https://medlab.id/oxyuris-vermicularis/ diakses pada 27
Februari 2018.
CDC, 2013. Parasites-Enterobiasis . Available at : https://www.cdc.gov/parasites/pinworm/ diakses pada 27 Februari 2018.
CDC, 2013. Parasites-Enterobiasis (Prevention and Control). Available at : https://www.cdc.gov/parasites/pinworm/prevent.html
diakses pada 27 Februari 2018.
CDC,2013. Parasites-Enterobiasis (Epidemiology and Risk Factor). Available at : https://www.cdc.gov/parasites/pinworm/epi.html
diakses pada 27 Februari 2018.
CDC. 2016. Parasites-Enterobiasis (Treatment). Available at : https://www.cdc.gov/parasites/pinworm/treatment.html diakses pada
27 Februari 2018.
Date, Kashmira A; Bentsi-Enchill,Adwoa;Marks, Florian;Fox, Kimberley. (2015). Thypoid fever vaccination strategies. 33 : C55-C51
Depkes, 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Available at: http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatanindonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf diakses pada 1 Maret 2018.
Depkes, 2010. Penyakit Kecacingan masih Dianggap Sepele. available at : http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=1135 diakses pada 1
Maret 2018.
Referensi
Dodi NS. 2009. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal Ibu Dengan Perilaku Pencegahan Diare Pada Anak Di Kelurahan
Pucangsawit Surakarta [skripsi]. Universitas Sebelas Maret; Surakarta.
Fediani, T. (Tanpa Tahun). Diare. [Internet]. (diakses pada tanggal 2 Maret 2018). Tersedia di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31092/Chapter?sequen ce=4
Huh, Sun, 2017. Pinworm (Enterobiasis). Availabe at : https://emedicine.medscape.com/article/225652-overview#a5
diakses pada 27 Februari 2018.
Kamus Kesehatan, 2018. Jalur Fekal-oral. Available at : http://kamuskesehatan.com/arti/jalur-fekal-oral/ diakses pada 1
Maret 2018.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 (19 Mei 2016) tentang Pedoman Pengendalian Demam
Tifoid
Kementerian Kesehatan. (2011). Buletin Jendela Datadan Informasi Kesehatan Volume 2 : Situasi Diare di Indonesia.
[Internet] (diakses pada tanggal 1 Maret 2018). Tersedia di http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buleti n-diare.pdf
Notoatmodjo S. 2010. Konsep perilaku dan perilaku kesehatan. Rineka Cipta; Jakarta.
Notoatmodjo S. 2003. Prinsip–Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta; Jakarta
Referensi
Octama, Carla Isati, 2015. Angka Prevalensi Cacingan di Indonesia Mencapai 28,12 Persen. Available at :
http://www.beritasatu.com/kesehatan/319918angka-prevalensi-cacingan-di-indonesia-mencapai-2812-persen.html diakses pada 1 Maret 2018
PT. Autoimun Care Indonesia, 2017. Data Penyakit Thypoid Menurut WHO. Available at : http://aici.co.id/data-penyakit-thypoid-menurut/
diakses pada 1 Maret 2018.
Rahmawati. 2009. Faktor–Faktor Perilaku Penyebab Diare [skripsi]. Universitas Sebelas Maret; Surakarta.
Rochmah, Siti. (2016). Etiologi, Masa Inkubasi, Gejala, Sumber dan Cara Penularan Diare. [Internet]. (diakses pada tanggal 2 Maret 2018).
Tersedia di https://id.scribd.com/doc/305309451/Etiologi-Masa-Inkubasi-Gejala-SumberDan-Cara-Penularan-Penyakit-Berpotensi-KLB-Diare
Sander MA. 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya Dengan Kejadian Diare Di Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika.;
2(2):16393.
Susana SS, Yuni SA, Nuzul Q. 2015. Faktor Kejadian Diare Pada Balita Dengan Pendekatan Teori Nola J. Pender Di Igd Rsud Ruteng. Jurnal
Pediomaternal. 2(3):238-40.
Tarwoto W. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Salemba Medika ; Jakarta.
WHO. Background document : The diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever. Available at :
http://www.who.int/rpc/TFGuideWHO.pdf (cited on : 28 February 2018) 26. Widyiastuti P. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. EGC;
Jakarta 27. Zein,U. dkk. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri. [Internet] (diakses pada tanggal 1 Maret 2018). Tersedia di
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf

Anda mungkin juga menyukai