Anda di halaman 1dari 11

1.

PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara
10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV
akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang
sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu
lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah
putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan
sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama selsel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau
limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur selsel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan
organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong,
sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi
dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3
tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit
CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh
tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di
dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita.
Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut.
Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu
dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2
tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap
infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

1.
TANDA DAN GEJALA
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita HIV AIDS yaitu sebagai berikut :
1.
Panas lebih dari 1 bulan,
2.
Batuk-batuk,
3.
Sariawan dan nyeri menelan,
4.
Badan menjadi kurus sekali,
5.
Diare ,
6.
Sesak napas,
7.
Pembesaran kelenjar getah bening,
8.
Kesadaran menurun,
9.
Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala
panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat
beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau
riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu
pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik
(3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat
badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan
kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala

infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),


Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa
seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala,
diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah
ditubuh.
2.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.
Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan
gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama
lebih dari 3 bulan.
1.
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS yaitu sebagai berikut :
1.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2.

Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.

Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,


ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,


dan maranik endokarditis.

Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human


Immunodeficienci Virus (HIV)

3.

Gastrointestinal

Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,


limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat


illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.

Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi


perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4.
Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6.

Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

1.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu
(Endah Istiqomah : 2009) :
1.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS
yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3.
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :

Didanosine

Ribavirin

Diedoxycytidine

Recombinant CD 4 dapat larut


4.
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS
1.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
1.
Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
1.
Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah,
menangis.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.
1.
Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi /
gusi yang buruk, dan edema.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon
melambat.

1.
Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang
gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

1.
Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.
Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah :
1.
Diagnosis Keperawatan :
Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan
nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
Hasil yang diharapkan :
Keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat
secara adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi,


intensitas, frekuensi dan waktu.
Tandai gejala nonverbal misalnya
gelisah, takikardia, meringis.

Mengindikasikan kebutuhan
untuk intervensi dan juga tandatanda perkembangan
komplikasi.

Instruksikan pasien untuk


menggunakan visualisasi atau
imajinasi, relaksasi progresif, teknik
nafas dalam.

Meningkatkan relaksasi dan


perasaan sehat.

Dorong pengungkapan perasaan

Dapat mengurangi ansietas dan


rasa sakit, sehingga persepsi
akan intensitas rasa sakit.

Berikan analgesik atau antipiretik


narkotik. Gunakan ADP (analgesic
yang dikontrol pasien) untuk
memberikan analgesia 24 jam.

M,emberikan penurunan
nyeri/tidak nyaman, mengurangi
demam. Obat yang dikontrol
pasien berdasar waktu 24 jam
dapat mempertahankan kadar
analgesia darah tetap stabil,

mencegah kekurangan atau


kelebihan obat-obatan.
Lakukan tindakan paliatif misal
pengubahan posisi, masase, rentang Meningkatkan relaksasi atau
gerak pada sendi yang sakit.
menurunkan tegangan otot.

2.
Diagnosis keperawatan :
Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan
gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan
rongga bukal.
Hasil yang harapkan :
Mmpertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang
mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen
po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat
energy.
INTERIVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Kaji kemampuan untuk mengunyah,


perasakan dan menelan.

Lesi mulut, tenggorok dan


esophagus dapat
menyebabkan disfagia,
penurunan kemampuan pasien
untuk mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk
makan.

Auskultasi bising usus

Hopermotilitas saluran
intestinal umum terjadi dan
dihubungkan dengan muntah
dan diare, yang dapat
mempengaruhi pilihan diet
atau cara makan.

Rencanakan diet dengan orang


terdekat, jika memungkinakan
sarankan makanan dari rumah.
Sediakan makanan yang sedikit tapi

Melibatkan orang terdekat


dalam rencana member
perasaan control lingkungan
dan mungkin meningkatkan

sering berupa makanan padat nutrisi,


tidak bersifat asam dan juga minuman
dengan pilihan yang disukai pasien.
Dorong konsumsi makanan berkalori
tinggi yang dapat merangsang nafsu
makan

pemasukan. Memenuhi
kebutuhan akan makanan
nonistitusional mungkin juga
meningkatkan pemasukan.

Batasi makanan yang menyebabkan


mual atau muntah. Hindari
menghidangkan makanan yang panas
dan yang susah untuk ditelan

Rasa sakit pada mulut atau


ketakutan akan mengiritasi
lesi pada mulut mungkin akan
menyebabakan pasien enggan
untuk makan. Tindakan ini
akan berguna untuk
meningkatakan pemasukan
makanan.

Tinjau ulang pemerikasaan


laboratorium, misal BUN, Glukosa,
fungsi hepar, elektrolit, protein, dan
albumin.

Mengindikasikan status nutrisi


dan fungsi organ, dan
mengidentifikasi kebutuhan
pengganti.

Berikan obat anti emetic misalnya


metoklopramid.

Mengurangi insiden muntah


dan meningkatkan fungsi
gaster

3.
Diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit
baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
INTERVESI KEPERAWATAN

RASIONAL

Pantau pemasukan oral dan pemasukan


cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.

Mempertahankan
keseimbangan cairan,
mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane

mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada pasien;
gunakan cairan yang mudah ditoleransi
oleh pasien dan yang menggantikan
elektrolit yang dibutuhkan, misalnya
Gatorade.

Meningkatkan pemasukan
cairan tertentu mungkin
terlalu menimbulkan nyeri
untuk dikomsumsi karena
lesi pada mulut.

Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan


rasa haus.

Indicator tidak langsung


dari status cairan.

Hilangakan makanan yang potensial


menyebabkan diare, yakni yang pedas,
berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu.
Mengatur kecepatan atau konsentrasi
makanan yang diberikan berselang jika
dibutuhkan

Mungkin dapat
mengurangi diare

Nerikan obat-obatan anti diare misalnya


ddifenoksilat (lomotil), loperamid Imodium,
paregoric.

Menurunkan jumlah dan


keenceran feses, mungkin
mengurangi kejang usus
dan peristaltis.

4.
Diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan
ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Hasil yang diharapkan

Mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.

INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Auskultasi bunyi nafas, tandai


daerah paru yang mengalami
penurunan, atau kehilangan

Memperkirakan adanya
perkembangan komplikasi atau
infeksi pernafasan, misalnya

ventilasi, dan munculnya bunyi


adventisius. Misalnya krekels,
mengi, ronki.

pneumoni,

Catat kecepatan pernafasan,


sianosis, peningkatan kerja
pernafasan dan munculnya dispnea,
ansietas

Takipnea, sianosis, tidak dapat


beristirahat, dan peningkatan
nafas, menuncukkan kesulitan
pernafasan dan adanya
kebutuhan untuk meningkatkan
pengawasan atau intervensi
medis

Tinggikan kepala tempat tidur.


Usahakan pasien untuk berbalik,
batuk, menarik nafas sesuai
kebutuhan.

Meningkatkan fungsi pernafasan


yang optimal dan mengurangi
aspirasi atau infeksi yang
ditimbulkan karena atelektasis.

Berikan tambahan O2 Yng


dilembabkan melalui cara yang
sesuai misalnya kanula, masker,
inkubasi atau ventilasi mekanis

Mempertahankan oksigenasi
efektif untuk mencegah atau
memperbaiki krisis pernafasan

5.
Diagnose keperawatan :
Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan
ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan :
Melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
dalam tingkat kemampuannya.

INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Kaji pola tidur dan catat

Berbagai factor dapat meningkatkan

perunahan dalam proses


berpikir atau berperilaku

kelelahan, termasuk kurang tidur,


tekanan emosi, dan efeksamping
obat-obatan

Periode istirahat yang sering sangat


yang dibutuhkan dalam memperbaiki
atau menghemat energi. Perencanaan
Rencanakan perawatan untuk
akan membuat pasien menjadi aktif
menyediakan fase istirahat. Atur saat energy lebih tinggi, sehingga
aktifitas pada waktu pasien
dapat memperbaiki perasaan sehat
sangat berenergi
dan control diri.
Dorong pasien untuk melakukan
apapun yang mungkin,
misalnya perawatan diri, duduk
dikursi, berjalan, pergi makan

Memungkinkan penghematan energy,


peningkatan stamina, dan
mengijinkan pasien untuk lebih aktif
tanpa menyebabkan kepenatan dan
rasa frustasi.

Pantau respon psikologis


terhadap aktifitas, misal
perubahan TD, frekuensi
pernafasan atau jantung

Toleransi bervariasi tergantung pada


status proses penyakit, status nutrisi,
keseimbangan cairan, dan tipe
penyakit.

Rujuk pada terapi fisik atau


okupasi

Latihan setiap hari terprogram dan


aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan tonus otot

https://husnunnisaabbas.wordpress.com/2015/03/22/asuhan-keperawatan-padaklien-dengan-hiv-aids/

Anda mungkin juga menyukai