Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH B3


PENURUNAN DEBU PADI MENGGUNAKAN
WET SCRUBBER

Oleh:

MUHAMMAD FAJRI CHANIAGO


SILVANY MUTIARA PRAJA
Kelas:
Teknik Lingkunga B

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN S1


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2016

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Penurunan Limbah Gas B3 (Debu Padi) Menggunakan
Wet Scrubbers Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, 22 November 2016


Penyusun,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I
PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Prinsip Dasar Wet Scrubber . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Metode Pengumpulan Partikel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Entrainment Separator . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB III
METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Alat dan bahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bed. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Cara Kerja Wet Scrubbers . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kinerja Nozzle dan Penentuan Tekanan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB V
PENUTUP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
..
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan Industri merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang
pembangunan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan
dapat meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Akan tetapi kegiatan
industri selain berdamapak positif juga dapat berdampak negatif. Dampak
positfnya menghasilkan barang dan jasa, meningkatkan lapangan kerja
sedangkan dampak negatifnya menhasilkan limbah dan pencemaran
lingkungan serta dapat merusak sumber daya alam dan menurunkan kualitas
hidup karena lingkungan menjadi kotor dan tercemar. Untuk itu dalam
melakukan pembangunan industri harus sudah diperhitungkan dampak
negatifnya.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan dampak
negatif industri antara lain dengan menganjurkan teknologi bersih, memasang
alat pencegah pencemaran, melakukan proses daur ulang, dan menetapkan
wajib pengelolahan limbah bagi industri-industri. Sayangnya upaya-upaya
tersebut belum dapat berjalan secara optimal karena alasan kurang biaya
terutama untuk industri-industri kelas menengah ke bawah (modal kecil) atau
karena ketidaktahuan dari pemilik industri.
Berbagai jenis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dibuang
langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan
lingkungan. Untuk menghindari terjadinya dampak akibat limbah B3
diperlukan suatu sistem pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan.
Upaya pengelolaan limbah B3 tersebut merupakan salah satu usa usaha dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Agar usaha tersebut dapat berjalan dengan baik perlu di buat dan
diterapkan suatu sistem manajemen pengelolaan,

contohnya dengan

penurunan debu padi menggunakan Wet Scrubber.


Debu padi yang terhirup oleh pekerja penggilingan padi dapat
mengakibatkan gangguan fungsi paru. Semakin lama pekerja terpapar

debu padi semakin menurun fungsi parunya. Salah satu cara untuk
menghilangkan debu padi menggunakan wet scrubber. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji kemampuan wet scrubber untuk menurunkan
debu padi meliputi pengaruh bed, perbedaan tekanan, dan jumlah
kolom.
terhirup oleh pekerja penggilingan padi dapat mengakibatkan
gangguan pada fungsi paru. Semakin lama pekerja terpapar debu padi
semakin menurun fungsi parunya. Ini menunjukkan bahwa debu yang
dihasilkan dari proses pemecahan kulit padi perlu

dihilangkan. Salah

satu cara untuk menurunkan debu adalah menggunakan wet scrubber.


Strock dan Gohara (1994) mengatakan kinerja wet scrubber dipengaruhi
oleh tekanan udara pada cairan yang disemprotkan melalui nozzle. Jumlah
tingkatan sprayer juga memengaruhi efisiensi wet scrubber.
Sebagian besar debu padi berukuran lebih dari 10 mikron. Apabila
debu berukuran lebih dari 10 mikron dapat dikategorikan sebagai debu
kasar. Scrubber efisien menurunkan partikel yang berukuran lebih besar
dari 2 m.
Dari latar belakang tersebut ingin dipelajari bagaimana penurunan
padi menggunakan wet scrubber pada perbedaan bed, perbedaan tekanan,
dan perbedaan jumlah kolom.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip wet scrubber?
2. Bagaimana pengolahan limbah B3(Debu Padi) menggunakan Wet
Scrubber?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Dasar Wet Scrubber
Wet scrubber merupakan alat pengendali polusi yang dapat digunakan
untuk membuang partikel dan/atau gas dari arus gas keluaran industri. Pada wet
scrubber arus gas kotor dibawa menuju kontak dengan cairan pencuci dengan cara
menyemprotkan, mengalirkan, atau dengan metode kontak lainnya Wet Scrubber
dapat di definisikan sebagai alat pemisahan suatu partikel solid ( debu ) yang ada
di gas dalam udara dengan menggunakan cairan sebagai alat bantu. Air
adalah cairan yang pada umumnya digunakan dalam proses scrubbing, meskipun
dapat juga digunakan cairan lainnya ( seperti : asam sulfat, dll ).
Wet Scrubber dapat mengurangi polutan udara yaitu penanggulangan
emisi debu dan penanggulangan emisi pencemar yang dihasilkan oleh gas buang
suatu industri dalam sekali proses. Pada umumnya, wet scrubber mampu
menghasilkan partikel dengan ukuran 1 - 2 diameter.

Gambar 2.1 wet scrubber


Scrubber biasanya dipasang pada bagian lanjutan dari instalasi yang outlet-nya

mengeluarkan emisi, dikarenakan instalasinya bertujuan untuk mengendalikan


emisi yang keluar dari instalasi tersebut. skema pemasangan scrubber pada
insinerator diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 2.2 Skema Instalasi Insinerator


Wet

scrubber

adalah

istilah

yang

digunakan

untuk

menggambarkan variasi alat yang menggunakan liquid untuk membuang


polutan. Pada wet scrubber, arus gas kotor dibawa menuju kontak
dengan liquid pencuci dengan cara menyemprotkan, mengalirkannya
atau dengan metode kontak lainnya. Tentu saja desain dari alat kontrol
polusi udara (termasuk wet scrubber) tergantung pada kondisi proses
industri dan sifat alami polutan udara yang bersangkutan.
Karakteristik exhaust gas dan sifat debu, jika terdapat partikel,
adalah hal yang sangat penting. Scrubber dapat didesain untuk
mengumpulkan polutan partikel dan /atau gas. Wet scrubber membuang
partikel dengan cara menangkapnya dalam tetesan atau butiran liquid.
Sedangkan untuk polutan gas proses wet scrubber adalah dengan
melarutkan atau menyerap polutan ke dalam liquid. Adapun butiran
liquid yang masih terdapat dalam arus gas pasca pencucian selanjutnya
harus dipisahkan dari gas bersih dengan alat lain yang disebut mist
eliminator atau entrainment separator.

Terdapat banyak konfigurasi srubber dan sistem scrubber,


semuanya didesain untuk menyediakan kontak yang baik antara liquid
dan gas kotor. Gambar 2.2 dan 2.3 menunjukkan dua contoh desain wet
scrubber, termasuk entrainment separatornya. Gambar 2.2 adalah desain
venturi scrubber, yang selanjutnya digunakan . Mist eliminator untuk
venture scrubber biasanya adalah alat terpisah yang disebut cyclonic
separator. Gambar 2.3 memiliki desain tower dimana mist eliminator
dibangun di atas struktur.

Gambar 2.2 Mekanisme Operasi Venturi Scrubbers

Gambar 2.3 tower scrubber


Kemampuan wet scrubber untuk mengumpulkan partikulat
berukuran kecil seringkali berhubungan langsung atau proporsional dengan
input power scrubber. Alat low energy seperti spray tower digunakan untuk
mengumpulkan partikel lebih besar dari 5 micrometer . Untuk
menghasilkan efisiensi tinggi dari pembuangan partikel 1 mikrometer (atau
kurang) umumnya membutuhkan alat high energy seperti venturi atau alat
besar seperti condensation scrubber. Sebagai tambahan, entrainment
separator yang didesain dan dioperasikan dengan baik penting untuk
mendapatkan efisiensi pembuangan yang tinggi; makin besar jumlah
butiran liquid yang tidak tertangkap oleh mist eliminator, makin besar
potensi level emisi potensial.

Wet scrubber yang membuang polutan gas disebut absorber.


Kontak gas- liquid yang baik sangat penting untuk menghasilkan efisiensi
pembuangan yang tinggi pada absorber. Sejumlah desain wet scrubber
digunakan untuk membuang polutan gas, dengan packed tower dan plate
tower menjadi yang umum digunakan.
Apabila arus gas produser mengandung kedua polutan gas dan
partikel, wet scrubber secara umum adalah satu-satunya alat kendali polusi
udara yang dapat membuang kedua jenis polutan. Wet scrubber dapat
memperoleh efisiensi pembuangan yang tinggi untuk polutan partikel atau
gas, bahkan pada contoh tertentu, dapat memperoleh efisiensi pembuangan
yang tinggi untuk kedua polutan pada sistem yang sama. Bagaimanapun
juga, di kebanyakan kasus, kondisi operasi terbaik untuk pembuangan
partikel adalah yang terburuk bagi pembuangan gas. Secara umum,
menghasilkan efisiensi pembuangan partikel dan gas tinggi bersamaan
membutuhkan sifat salah satu polutan mudah untuk dibuang (gas yang
sangat larut dalam liquid atau partikel yang cukup besar dan mudah
tertangkap).
Sebagai alat pengendali partikel, wet scrubber (disebut juga wet
collector) dinilai performanya terhadap fabric filter dan electrostatic
precipitator (ESPs). Beberapa keunggulan wet scrubber dibandingkan alatalat tersebut adalah :

Wet scrubber memiliki kemampuan untuk mengatasi temperatur


dan kelembapan tinggi.

Pada wet scrubber, flue gas didinginkan, menghasilkan kebutuhan


ukuran peralatan yang lebih kecil secara keseluruhan.

Wet scrubber dapat membuang baik polutan gas maupun partikel


padat.

Wet scrubber dapat menetralkan gas yang korosif.


Beberapa kelemahan wet scrubber adalah korosi , kebutuhan akan

mist removal untuk menghasilkan efisiensi tinggi,dan kebutuhan akan


treatment atau penggunaan kembali liquid pencuci. Tabel 2.1 merangkum

keunggulan dan kelemahan tersebut. Wet scrubber telah digunakan di


berbagai macam industri seperti acid plants, fertilizer plants, steel mills,
asphalt plants, dan power plants skala besar.

Tabel 2.1 Keunggulan dan kelemahan wet scrubber relatif


terhadap alat pengendali polusi lainnya
Keunggulan

Kelemahan

Kebutuhan tempat kecil

Masalah korosi

Scrubber mengurangi temperatur dan Air

dan

polutan

terlarut

dapat

volume arus gas produser. Oleh karena membentuk suatu senyawa asam yang
itu, ukuran vessel termasuk fan dan sangat korosif. Konstruksi material
duct yang mengarah downstream lebih yang sesuai sangat penting, dan juga
kecil daripada yang terdapat di alat lain. area yang rentan akan keadaan basahUkuran yang lebih kecil menghasilkan kering dapat menimbulkan korosif.
biaya pokok yang lebih kecil dan lebih
fleksibel dalam penempatan lokasi.
Tidak ada sumber pengotor kedua
Begitu partikel terkumpul, partikel
tidak

dapat

keluar

selama

proses

berjalan.

Kebutuhan power tinggi


Efisiensi pembuangan tinggi untuk
partikel padat hanya dapat dicapai pada
pressure

drop

yang

tinggi,

yang

berujung pada biaya operasi yang


tinggi.
Dapat mengatasi gas dengan temperatur Masalah pembuangan air
tinggi dan humiditas tinggi.

Kemungkinan

Tidak ada batas temperatur atau

limbah air bekas pencucian (untuk skala

masalah kondensasi yang terjadi seperti

besar) agar tidak mencemari lingkungan.

pada baghouse atau ESPs.

dibutuhkan

penetral

Minimal akan kecelakaan ledakan.


Beberapa jenis pengotor kering mudah
terbakar. Menggunakan air

dapat

menghilangkan kemungkinan ledakan.

Kemampuan untuk mengumpulkan


kedua jenis pengotor gas dan pertikel
padat.

1.

Sistem Wet Scrubber


Wet scrubber systems secara umum terdiri dari komponenkomponen berikut ini :

Ductwork dan sistem fan.

Saturation chamber (pilihan)

Scrubbing vessel

Mist eliminator

Pumping (dan sistem recycle yang mungkin)

Treatment scrubbing liquid yang terpakai dan /atau sistem


penggunaan kembali

Exhaust stack

Gambar 2.4 menggambarkan proses kerja wet scrubber secara


umum. Flue gas panas mengalir menuju saturator dimana gas didinginkan

dan dilembapkan sebelum masuk area scrubbing. Selanjutnya, gas masuk


menuju venturi scrubber dimana kurang lebih setengah volume gas
dibuang. Pada waktu dimana gas keluar venturi, 95% partikel pengotor
telah dibuang. Gas mengalir menuju scrubber kedua, packed bed absorber,
dimana gas dan partikel yang tersisa dikumpulkan. Mist eliminator
mengangkat droplet scrubbing liquid (air) yang mungkin terbawa dalam
flue gas atau produser gas. Pompa sirkulasi memompa sebagian dari
scrubbing liquid kembali ke venturi scrubber dan disirkulasikan kembali,
sedangkan sisanya dialirkan menuju sistem treatment.Setelah itu,
scrubbing liquid yang telah ditreatment disirkulasikan kembali menuju
saturator dan packed bed absorber. Fan dan ductwork menggerakkan arus
produser gas mengalir melalui sistem dan keluar menuju cerobong.

Gambar 2.4 Contoh sistem wet scrubber

Karena wet scrubber sangat bervariasi baik dalam kompleksitas dan metode
operasi, mengkategorikannya dalam kelompok yang benar-benar sesuai sangatlah
sulit. Scrubber untuk pengumpulan partikel biasanya dikategorikan dengan gasside pressure drop dari sistem. Gas-side pressure drop diartikan sebagai
perbedaaan tekanan, atau pressure drop, yang terjadi sebagai akibat dari gas yang
ditekan atau ditarik di sepanjang scrubber, dengan mengabaikan tekanan yang
digunakan untuk memompa atau menyemprot liquid kedalam scrubber.
Klasifikasi scrubber berdasarkan pressure drop adalah sebagai berikut :

Low-energy scrubber yang memiliki pressure drop kurang dari 12,7


cm (5 in.) kolom air.

Medium-energy scrubber yang memiliki pressure drop antara 12,7


dan 38,1 cm (5 dan 15 in.) kolom air.

High-energy scrubber yang memiliki pressure drop lebih besar dari


38,1 cm (15 in.) kolom air.
Bagaimanapun juga, kebanyakan scrubber beroperasi dengan range

pressure drop yang lebar, tergantung pada aplikasi spesifiknya, maka


membuat kategori seperti ini sangatlah sulit. Cara lain untuk
mengklasifikasikan wet scrubber adalah dengan penggunaannya untuk
mengumpulkan polutan partikel padat atau gas. Sekali lagi, pembedaan ini
tidak selalu jelas karena scrubber dapat digunakan untuk membuang kedua
jenis polutan.
2. Prinsip Operasi Wet Scrubber
Wet scrubber membuang polutan partikel dari arus gas dengan
menangkap partikel tersebut dalam tetesan/butiran liquid atau lapisan
scrubbing liquid (biasanya air) lalu memisahkan tetesan air tersebut dari arus
gas. Beberapa variabel
variabel

tersebut

proses

mempengaruhi

penangkapan

partikel;

adalah ukuran partikel, ukuran droplet liquid, dan

kecepatan relatif partikel dengan droplet liquid, dengan ukuran polutan


partikel menjadi parameter yang paling. Secara umum, partikel yang lebih
besar lebih mudah untuk ditangkap daripada yang lebih kecil. Kunci dari
penangkapan partikel yang efektif pada wet scrubber adalah dengan

menciptakan kabut atau droplet kecil yang bertindak sebagai target


pengumpul : biasanya, makin kecil droplet dan makin banyak droplet yang
tercipta, makin baik kemampuan untuk menangkap partikel berukuran kecil.
Penangkapan partikel secara umum meningkat seiring dengan
tingginya energi sistem yang digunakan karena energi dibutuhkan untuk
memproduksi kabut droplet air. Kecepatan relatif yang tinggi antara partikel
dan droplet liquid (partikel bergerak cepat terhadap droplet liquid) juga
mendukung pengumpulan partikel.
Untuk pengumpulan atau pembuangan polutan gas, polutan tersebut harus
mudah terlarut dalam liquid yang dipilih. Sebagai tambahan, sistem harus
didesain sedemikian rupa agar dapat menyediakan pencampuran yang baik
antara fase gas dan liquid, dan waktu yang cukup (residence time) untuk
polutan gas dapat larut. Pertimbangan lain yang cukup penting untuk kedua
jenis pengumpulan polutan adalah jumlah liquid yang digunakan atau
diinjeksikan ke dalam scrubber per volume gas yang dihasilkan (disebut
juga sebagai liquid-to-gas ratio) dan pembuangan tetesan air yang terbawa
dalam gas. liquid-to-gas ratio sangat penting untuk menjamin jumlah liquid
agar cukup untuk pembuangan polutan yang efektif.

3. Venturi Scrubbers
Venturi scrubber didesain sedemikian rupa untuk secara efektif
menggunakan energy yang berasal dari arus gas exhaust atau produser gas
untuk mengatomisasi scrubbing liquid. Peralatan venturi telah digunakan
selama lebih dari 100 tahun untuk mengukur aliran fluida (nama tabung
venturi berasal dari G.
B. venture, seorang ilmuwan italia). Sekitar 35 tahun yang lalu, Johnstone
(1949) dan peneliti lainnya menemukan bahwa mereka dapat secara efektif
menggunakan konfigurasi venture untuk membuang partikel pengotor dari
arus gas exhaust. Gambar 2.5 menggambarkan konfigurasi venturi klasik.

Gambar 2.5 Konfigurasi venturi

Sebuah venturi scrubber terdiri dari 3 bagian : bagian converging,


throat, dan diverging. Gas exhaust masuk menuju bagian converging dan
seiring luas area mengecil maka kecepatan meningkat. Liquid pencuci gas
dimasukkan pada bagian throat atau pintu masuk menuju bagian
converging. Gas exhaust, yang dipaksa masuk dengan kecepatan sangat
tinggi pada bagian throat yang sangat kecil, menyemprot liquid pada
dinding venturi dan menghasilkan droplet sangat kecil dalam jumlah
sangat banyak. Pemisahan partikel dan gas terjadi pada bagian throat
dimana gas exhaust bercampur dengan kabut droplet dari scrubbing liquid.
Gas exhaust kemudian keluar menuju bagian diverging dimana gas dipaksa
untuk melambat. Venturi dapat digunakan untuk memisahkan partikel dan
gas, namun lebih efektif untuk memisahkan partikel daripada gas.
Liquid dapat diinjeksikan pada bagian converging atau throat.
Gambar 2.5 menunjukkan liquid diinjeksikan pada bagian converging.
Lalu liquid melapisi throat venturi dam membuat venturi sangat efektif

mengatasi gas exhaust yang panas, kering dang mengandung debu. Kalau
tidak, debu akan memiliki kecenderungan untuk menumpuk atau
mengabrasi throat yang kering. Venturi seperti ini terkadang disebut
memiliki pendekatan basah atau wetted approach.

Gambar 2.6 Venturi scrubber dengan throat basah

2.2 Metode Pengumpulan Partikel


Wet scrubber menangkap partikel debu yang kecil relatif terhadap
butiran liquid yang besar. Di kebanyakan wet scrubber, droplet yang
dihasilkan biasanya adalah lebih dari 50 micrometer (dalam range 150
500 micrometer). Sebagai tolak ukur, ukuran diameter rambut manusia
berkisar antara 50 sampai 100 micrometer. Distribusi ukuran partikel
yang akan dibuang dalam sistem tergantung dari sumber. Contohnya,
partikel yang dihasilkan dari peralatan mekanik (crush atau grind)

cenderung besar ( di atas 10 micrometer); sedangkan partikel yang


berasal dari combustion atau reaksi kimia akan memiliki partikel yang
kecil (kurang dari 5 micrometer) atau berukuran submikrometer. Ukuran
partikel yang paling kritis adalah antara 0,1 0,5 micrometer karena
partikel dengan ukuran tersebut adalah yang paling sulit dikumpulkan
atau dibuang oleh wet scrubber.
Droplet atau butiran air dihasilkan dengan beberapa metode sebagai
berikut :
1.

Injeksi liquid pada tekanan tinggi melalui nozzle yang didesain


khusus.

2.

Mengalirkan arus gas menuju kolam liquid.

3.

Membenamkan rotor yang berputar dalam kolam liquid.

Droplet droplet tersebut mengumpulkan partikel dengan menggunakan


satu atau lebih mekanisme pengumpulan. Mekanisme tersebut adalah
impaction, direct interception, diffusion, electrostatic attraction, condensation,
centrifugal force, dan gravity, yang akan dijelaskan pada tabel 2.2 di bawah ini.
Namun impaction dan diffusion dua mekanisme yang utama.
Tabel 2.2 Mekanisme pengumpulan partikel
Mekanisme
Impaction

Penjelasan
Partikel yang terlalu besar untuk mengalir disepanjang
arus streamline gas di sekitar droplet akan bertubrukan
dengannya.

Difusi

Partikel yang sangat kecil bergerak secara acak ,


bertubrukan dengan droplet karena mereka terkurung
dalam ruang yang terbatas.

Direct interception

Kelanjutan dari mekanisme impaction. Titik pusat


partikel mengikuti streamline sekitar droplet, namun
peleburan terjadi jika jarak antara partikel dan droplet
kurang dari radius partikel.

Electrostatic

Partikel dan droplet menjadi saling berlawanan dan

attraction

tertarik satu sama lain.

Kondensasi

Ketika gas panas menjadi dingin dengan cepat, partikel


dalam arus gas dapat bertindak sebagai inti kondensasi,
dan akhirnya semakin besar.

Gaya sentrifugal

Bentuk atau kurvatur dari sistem menyebabkan arus gas


berputar dalam gerakan spiral, melemparkan partikel
besar ke dinding sistem.

Gravitasi

Partikel yang cukup besar dan bergerak lambat akan jatuh


dan dikumpulkan.

2.2.1

Impaction
Pada sistem wet scrubber, partikel debu cenderung untuk
mengikuti streamline dari arus gas. Namun, ketika droplet liquid
diinjeksikan ke dalam arus gas , partikel tidak dapat selalu mengikuti
streamline tersebut karena partikel akan menyimpang di sekitar droplet
(gambar 2.7). Massa partikel menyebabkan partikel labil dari streamline
dan impact atau menabrak droplet.

Gambar 2.7 Impaction

Impaction meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran


diameter partikel dan kecepatan relatif antara partikel dan droplet.
Semakin besar ukuran partikel, makin susah ia untuk mengikuti arus
streamline di sekitar droplet. Dan juga jika partikel bergerak lebih cepat
relatif terhadap droplet liquid, maka kesempatan partikel akan menabrak
droplet semakin besar. Impaction adalah mekanisme pengumpulan yang
paling dominan untuk scrubber yang memiliki kecepatan arus gas lebih
dari 0.3 m/s ( 1 ft/s) (Perry 1973). Kebanyakan scrubber memang
beroperasi dengan kecepatan di atas 0.3 m/s. Oleh karena itu, pada
kecepatan ini, partikel dengan diameter lebih besar dari 1.0 m dapat
terkumpul oleh mekanisme ini.
Impaction juga meningkat seiring berkurangnya ukuran droplet
liquid, karena kehadiran droplet yang lebih banyak di dalam vessel
meningkatkan kecenderungan partikel akan menabrak droplet.
2.2.2

Diffusion
Partikel yang sangat kecil (kurang dari 0.1 m dalam diameter)
selalu bergerak secara acak dalam arus gas. Partikel-partikel tersebut
sangat kecil sehingga seperti menyatu dengan molekul gas saat bergerak
dalam arus gas. Sifat bercampur tersebut menyebabkan partikel tersebut
untuk bergerak satu arah dahulu lalu arah lain dalam gerakan acak, atau
terdifusi, di dalam gas. Gerakan tidak beraturan ini dapat menyebabkan
partikel bertubrukan dengan droplet dan terkumpul (gambar 2.8). Karena
itu, difusi adalah mekanisme pengumpulan utama untuk wet scrubber
untuk partikel lebih kecil dari 0.1 m.

Gambar 2.8 Diffusion


Laju difusi tergantung pada :
1.

Kecepatan relatif antara partikel dan droplet.

2.

Diameter partikel.

3.

Diameter droplet.

Untuk Impaction dan difusi, collection efficiency meningkat


seiring meningkatnya kecepatan relatif (input tekanan liquid atau gas) dan
penurunan ukuran liquid-droplet.
Bagaimanapun juga, pengumpulan polutan dengan cara difusi
meningkat

seiring

menurunnya

ukuran

partikel.

Mekanisme

ini

memungkinkan scrubber tertentu untuk secara efektif membuang partikel


yang sangat kecil (kurang dari 0.1 m). Dalam range partikel kira-kira 0.1
1.0 m, tidak ada mekanisme pengumpulan yang mendominasi baik
impaction atau difusi. Hubungan ini digambarkan dalam gambar 2.9.

Gambar
2.9 Kurva hipotesis yang menggambarkan hubungan antara ukuran
partikel dan collection efficiency untuk wet scrubber

2.2.3

Mekanisme Pengumpulan Lainnya


Beberapa tahun terakhir ini, beberapa produsen manufaktur
scrubber telah menelaah mekanisme pengumpulan yang lain seperti
electrostatic

attraction

dan

condensation

untuk

memaksimalkan

pengumpulan partikel tanpa meningkatkan konsumsi power. Pada


electrostatic attraction, partikel ditangkap dengan cara di- charge terlebih
dahulu. Lalu, partikel yang telah terisi akan terikat satu sama lain,
membentuk partikel yang lebih besar dan mudah untuk dikumpulkan, atau
terkumpul di permukaan. Condensation uap air pada partikel memicu
pengumpulan dengan menambah massa pada partikel. Mekanisme lain
seperti gravitasi, gaya sentrifugal, dan direct interception sedikit
mempengaruhi pengumpulan partikel.

2.3 Entrainment Separator


Seperti telah disebutkan sebelumnya, polutan pertama-tama harus
kontak dengan liquid, lalu droplet liquid harus dipisahkan dari gas sebelum
gas dapat digunakan. Entrainment separator atau disebut juga mist
eliminator digunakan untuk memisahkan droplet liquid dari gas. Walaupun
fungsi utama Entrainment separaror adalah untuk mencegah liquid yang
terbawa dalam gas, namun juga sebagai fungsi scrubber tambahan dan
mengganti cairan scrubbing, sehingga dapat menghemat biaya operasi.
Oleh karena itu, entrainment separator biasanya adalah bagian terintegrasi
dari sistem wet scrubbing apapun.
Liquid yang terbawa memiliki ukuran yang bervariasi tergantung
bagaimana droplet terbentuk. Droplet yang terbentuk secara fisik dari
liquid (air) cukup besar (10 100 m dalam diameter), sedangkan droplet
yang terbentuk akibat reaksi kimia atau kondensasi berdiameter sekitar 5
m atau kurang. Sejumlah tipe entrainment separator mampu memisahkan
droplet tersebut, yang paling banyak digunakan untuk tujuan pengendalian
polusi udara adalah cyclonic, mesh-pad, dan blade separator. Cyclonic
(centrifugal) separator yang biasanya digunakan bersama venturi scrubber
, adlah sebuah tanki silinder dengan inlet tangensial dan vane pembelok.
Inlet

tangensial

atau

vane

pembelok

menciptakan

gerakan

memutar pada campuran arus gas-droplet. Droplet akan terlempar menuju


dinding silinder akibat gaya centrifugal. Pada gambar 2.10 terlihat bahwa
droplet bersatu dan jatuh turun dari dinding silinder menuju pusat lokasi
dan akan didaur ulang. Konstruksi seperti ini tidak memiliki part atau
bagian bergerak. Namun, memiliki masalah plugging atau penyumbatan
bila terus digunakan secara kontinu. Pemisahan yang baik dari droplet
berdiameter 10 25 m dapat dilakukan. Pressure drop di sepanjang
separator adalah 10 15 cm (4 -6 in.) kolom air atau 98 % efisiensi
pemisahan droplet pada range ukuran 20 25 m.

Gambar 2.10 cyclonic separator


2.4 Parameter Desain
Parameter yang mempengaruhi performa wet scrubber secara keseluruhan
adalah :
Waste gas flow rate, temperature dan humidity
Kecepatan gas dan pressure drop
Liquid-to-gas (L/G) ratio
Residence time
Droplet size; dan
Persamaan Pressure drop

Performa suatu jenis scrubber tertentu sangat tergantung pada


distribusi ukuran partikel pengotor dalam arus gas produser. Distribusi
ukuran menentukan mekanisme penangkapan yang mendominasi seperti
impaction, interception, atau diffusion. Kebanyakan desain wet scrubber
mengandalkan hampir secara keseluruhan pada inertial impaction untuk
pengumpulan partikel. partikel berukuran lebih kecil dari 0.1 m paling
banyak tertangkap melalui mekanisme difusi.
2.4.1

Waste Gas Flow Rate, Temperature, dan Humidity


Laju aliran arus gas produser adalah parameter untuk pengukuran

dimensi yang paling penting pada wet scrubber. Makin tinggi laju aliran
gas, makin besar sistem venturi dan volume scrubbing liquid yang
dibutuhkan untuk mencuci gas. Wet scrubber beroperasi pada laju alir gas
lebih kecil daripada baghouses atau ESPs karena injeksi liquid.
Temperatur gas produser dan humiditas juga berpengaruh pada
desain venture. Ketika udara melewati wet scrubber, air menguap dan
menyebabkan humiditas meningkat dan mendinginkan arus gas. Jumlah
penguapan ditentukan oleh temperatur inlet dan humiditas. Laju
penguapan yang tinggi akan meningkatkan konsumsi air yang dibutuhkan
atau liquid-to-gas ratio. Untuk aplikasi pembuangan partikel, wet scrubber
secara umum terbatas pada range temperatur 50F - 700F karena
penguapan. Quencher mungkin dibutuhkan untuk aplikasi temperatur lebih
tinggi. Temperatur tinggi mempengaruhi material yang digunakan untuk
membuat scrubber.
2.4.2 Kecepatan Gas dan Pressure Drop
Meningkatkan

kecepatan

relatif

antara

gas

dan

droplet

liquid

meningkatkan momentum partikel, menyebabkan partikel lebih kecil untuk


terkumpul

oleh

mekanisme

impaction. Kecepatan

relatif

dapat

ditingkatkan dengan cara mempersempit throat, menginjeksikan liquid


counter-current ke aliran gas, atau menyemprot liquid ke throat. Namun,
meningkatkan kecepatan relatif biasanya meningkatkan pressure drop,
kebutuhan energi, dan biaya operasi scrubber.

2.4.3

Liquid-to-Gas Ratio
Liquid-to-gas ratio (L/G) adalah volume liquid yang diinjeksikan

per volume gas masuk. Secara umum, L/G ratio meningkatkan collection
efficiency karena density droplet di sepanjang area permukaan tertentu
pada scrubber lebih tinggi. Laju aliran liquid antara 7 dan 10 gal/1000ft

memberikan performa maksimal. L/G ratio pada range ini menghasilkan


collection efficiency cukup konstan pada pressure drop yang konstan.
Walaupun meningkatkan L/G ratio akan meningkatkan
efficiency sampai

batas tertentu,

collection

hal ini akan

meningkatkan biaya operasi karena penggunaan scrubbing liquid yang


besar dan penggunaan pompa.

2.4.4

Residence Time
Menambah panjang throat dan bagian diverging, meningkatkan

waktu kontak antara liquid dan partikel pengotor dalam arus gas. Untuk
sistem energi tinggi, direkomendasikan panjang bagian diverging dari
throat minimal 4 kali lebar throat agar memenuhi waktu kontak yang
cukup.

2.4.5

Droplet Size
Terdapat

ukuran

droplet

optimum

untuk

memaksimalkan

pengumpulan partikel. Droplet lebih kecil memiliki permukaan lebih besar


terhadap rasio volume, maka akan menangkap partikel lebih banyak per
volume yang diinjeksikan. Bagaimanapun juga, jika ukuran droplet terlalu
kecil, momentum dari arus gas dapat berpindah ke droplet yang akan
menurunkan kecepatan relatif antara droplet dan partikel. Sedangkan
kecepatan relatif rendah menghasilkan collection efficiency yang rendah
pula.

BAB III
METODOLOGI
3.1

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan meliputi (1) wet scrubber (2) kompresor
peniup debu padi (3) kompresor pemberi tekanan pada air (3) pressure gauge (4)
tabung air bertekanan (5) tabung penampung kotoran (6) tabung penangkap debu
outlet, (7) timbangan. Bahan yang digunakan meliputi padi, debu padi, air,
kertas saring, dan udara.

3.2

Bed
Bed yang digunakan berbentuk lingkaran 5,5 cm didalamnya disusun
sedemikian rupa selang pelastik dengan lubang 2 mm, 3 mm, dan 4 mm
(Gambar 1).

Gambar 1: Bed yang Digunakan Pada Penelitian

3.3

Cara Kerja Wet Scrubber


Gambar 1 menampilkan desain penelitian. Proses pelepasan debu padi
dilakukan dengan memasukkan padi kering giling ke dalam tabung pemisah
debu padi. Udara dialirkan ke dalam tabung pemisah debu padi dari
compressor pemompa debu.

Gambar 2. Desain Ekperimen

Saat udara mengalir dalam wet scrubber, kecepatannya menurun


karena bersentuhan dengan bed. Selain mengalami perlambatan aliran
vertikal, partikel debu dibasahi embun yang dipercikkan dari nozzle. Percikan
air yang membasahi bed membuat ikatan antar partikel debu, sehingga
meningkatkan berat jenis yang akhirnya menempel pada media bed. Air
yang disemprotkan melalui nozzle berasal dari tabung air yang telah
diberikan tekanan udara menggunakan compressor. Debu yang larut dalam
air ditampung pada tabung penampung kotoran.
Karena adanya tekanan dari compressor pemompa debu melalui
tabung pemisah debu padi, lama kelamaan udara yang telah tersaring pada
bed akan keluar melalui outlet wet scrubber yang terletak di bagian atas.
Pada outlet wet scrubber diletakkan sedemikian rupa pipa PVC yang
menghubungkan outlet dengan tabung penangkap debu outlet wet scrubber.
Debu dari outlet wet scrubber tertangkap dengan air. Selanjutnya air ini
disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan debu padi dengan
air.
Proses ini dilakukan berulang pada tiap kombinasi jenis bed, besar
tekanan, dan jumlah kolom, sehingga didapat jumlah variasi sebanyak 27
variasi. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 (lima) kali, sehingga total data
yang diperoleh sebanyak 135 data.
3.4

Kinerja Nozzle dan Penentuan Tekanan


Tabel 1 menyajikan kinerja sprayer yang berhubungan dengan volume
air yang dikeluarkan. Tekanan yang menghasilkan daya sebar embun yang
merata adalah 10 psi sampai dengan 50 psi. Untuk menentukan 3 variasi
tekanan yang digunakan dilakukan
sampai 50 psi. Diperlihatkan

uji kinerja nozzle pada tekanan 10 psi

bahwa semakin

besar tekanan volume air

yang keluar semakin besar atau droplet embun yang dihasilkan semakin
besar. Berdasarkan kenaikan debit yang disebabkan

kenaikan

tekanan,

diperoleh selisih debit terdekat adalah 20 ke 30 psi dan 30 ke 40 psi. Oleh


karena itu besar tekanan yang digunakan adalah 20 psi, 30 psi, dan 40 psi.
Tabel 1 Kinerja Nozzle Terhadap Debit Air Tiap Menit

Tekanan (psi)

10

20

30

40

50

290
285
283
285
290
287
44

325
328
328
325
326
326
40

Debit
1
2
3
4
5
Rata-rata
Kenaikan
3.5

138
145
140
135
137
139

197 (ml/menit)
243
200
244
198
245
198
240
198
243
198
243
59
45

Penentuan Berat Debu Padi Awal


Penentuan berat debu padi awal dilakukan dengan cara memasukkan
padi sebanyak 200 gram ke dalam tabung pemisah debu padi kemudian
disemprot dengan udara bertekanan 10 psi dari compressor pemisah debu.
Setelah dilakukan pengulangan 10 kali, maka dianggap tiap 200 gram padi
akan menghasilkan berat debu padi yang tidak terlalu jauh berbeda beratnya.
Dari 10 kali pengulangan didapat berat debu padi rata-rata sebesar 0,0351
gr/200 gr padi. Berat rata-rata ini dijadikan asumsi berat debu padi yang
masuk pada inlet wet scrubber tiap kali running.

BAB IV
HASIL DAN DISKUSI
MainEffects Plot(datameans) for Efisiensi

MainEffectsPlot(datameans) for Efisiensi


84

87,5

83
Mean of Efisiensi

Mean of Efisiensi

a
85,0

82,5

82

81

80

80,0

3
Bed

79

2
Kolom

78

77,5

MainEffects Plot(data means) for Efisiensi

100
76

c
75,0

Bed
2
3
4

95
Mean

Mean of Efisiensi

InteractionPlot (data means) for Efisiensi

77

82

81

90

80

20

30
Tekanan

40

85

2
Kolom

80
79

InteractionPlot(data means) for Efisiensi


90

78

75

InteractionPlot(data means) for Efisiensi


Kolom
1

Bed
2
3
4

85,0

2
3

70

Mean

Mean

85

82,5

80

75

20

30
Tekanan

40

80,0

20

30
Tekanan

40

Gambar 3 Pengaruh Bed, Kolom, Tekanan, Dan Interaksinya


Terhadap Efisiensi Wet
77,5

Scrubber

4.1 Pengaruh Bed Terhadap Efisiensi

75,0

Gambar 3a. menunjukkan efisiensi wet scrubber tertinggi terjadi


pada tipe bed 2 mm yaitu 87,52%; 3 mm sebesar 76,76%; dan 4 mm

sebesar 74,06%. Ini menunjukkan bahwa semakin kecil lubang pori bed
pada wet scrubber maka semakin besar efisiensi yang didapat oleh wet
scrubber. Tipe bed dengan pori 2 mm lebih rapat daripada bed 3 mm dan
bed 4mm, sehingga memberikan pengaruh pada efisiensi wet scrubber
lebih

baik dibandingkan bed dengan pori 3 mm dan 4 mm yang oleh

Ciborowski dan Hulewich, (1970) dikatakan bahwa peningkatan efisiensi


wet scrubber disebabkan adanya perbedaan porositas pada bed.
4.2 Pengaruh Kolom Terhadap Efisiensi
Gambar 3b. menunjukkan efisiensi tertinggi dari wet scrubber
terjadi pada jumlah kolom sebanyak 3 kolom yaitu 83,64%; 2 kolom
78,49%; dan 1 kolom 76,21%. Meikap dan Biswas (2004) mengatakan
bahwa pada wet scrubber yang dibuat tiga tahap, efisiensi penurunan
partikel akan meningkat. Kencanawati (2007) juga melaporkan bahwa
semakin tinggi jatuhan embun berarti kontak meningkat dan efisiensi
meningkat. Efisiensi wet scrubber juga terjadi karena selama berada
dalam kolom wet scrubber, partikel debu yang bergerak ke arah vertikal
menjadi basah oleh aliran embun yang bergerak dari atas ke bawah. Ini
menyebabkan peningkatan berat jenis debu ( Hede dkk 2007). Proses
penurunan debu menggunakan wet scrubber juga merupakan proses
impaksi dan intersepsi langsung antara debu dengan tetesan air dari
nozzle ( Lim dkk, 2006; Boedisantoso, 2008).
4.3

Pengaruh Tekanan Terhadap Efisiensi


Gambar 3c. Menunjukkan bahwa efisiensi tertinggi dari

wet

scrubber terjadi pada tekanan 30 psi. Peningkatan efisiensi dari 78,73 %


pada 20 psi menjadi 81,94 % pada 30 psi, tetapi pada tekanan 40 psi
efisiensi wet scrubber justru menurun menjadi 77,66 %. Hal serupa telah
dilaporkan oleh Mohan dkk (2008) mengenai penggunaan twin-fluid
atomization pada spray scrubber untuk memprediksi efisiensi penurunan
abu pada spray tower.
Dari hasil pecobaan awal digambarkan bahwa volume air yang
dikeluarkan oleh nozzle pada tekanan 20 psi rata-rata 198 ml/menit, 30 psi
243 l/menit, dan 40 psi 287 l/menit (lihat Tabel 1). Pemberian tekanan

pada air dalam tabung akan meningkatkan ratio air dan udara sehingga
memberikan efek perbedaan tetesan embun, distribusi tetesan (Lim dkk,
2006), laju aliran gas (debu padi) dan laju aliran cairan (Mohan dkk,
2008) mempunyai peranan penting dalam menentukan efisiensi
pengumpulan debu padi pada wet scrubber.
Tekanan yang diberikan pada air yang dilewatkan melalui nozzle
menyebabkan ukuran tetesan air yang berbeda untuk tekanan yang
berbeda. Ini menyebabkan keuntungan pada kinerja nozzle (Porthogese
dkk, 2007), sehingga menyebabkan penempelan antar partikel debu padi
karena pembasahan oleh air menjadi

lebih

baik (Hede dkk, 2007).

Pemberian tekanan 40 psi menyebabkan butiran embun yang keluar dari


nozzle lebih besar dan menyebabkan berkurangnya luas permukaan cairan
yang kontak dengan debu padi melalui proses impaksi maupun diffusi.
4.4

Pengaruh Interaksi Bed Kolom Terhadap Efisiensi


Gambar 3d. memperlihatkan efisiensi tertinggi wet scrubber
terjadi pada interaksi bed berpori 2 mm 3 kolom yakni 96,34%; 2 mm
2 kolom 81,94%; dan 2

mm 1 kolom 78,73%. Ini karenan bed

berpori 2 mm memiliki rongga lebih rapat sehingga memiliki packing


porosity lebih kecil (Ciborowski dan Hulewich, 1970), sedangkan 3
kolom lebih efisien dibandingkan 1 kolom dan 2 kolom (Meikap dan
Biswas, 2004; Kencanawati, 2007) karena luas permukaan bagian dalam
dari wet scrubber 3 kolom lebih besar daripada 1 kolom dan 2 kolom,
sehingga debu lebih banyak teraglomerasi. Interaksi bed berpori 2 mm
dan 3 kolom meningkatkan rata-rata efisiensi wet scrubber. Proses
impaksi dan intersepsi langsung juga

memengaruhi

efisiensi wet

scrubber (Boedisantoso, 2008).


4.5

Pengaruh Interaksi Bed Tekanan Terhadap Efisiensi


Gambar 3e memperlihatkan efisiensi tertinggi pada bed 2 mm 30
psi sebesar 91,09 %; 2 mm 20 psi 87,54%; dan 2 mm 40 psi 83,95%.
Adanya kecenderungan peningkatan efisiensi dari tekanan 20 psi ke 30
psi, selanjutnya menurun pada tekanan 40 psi disebabkan pada tekanan
tersebut butiran air yang dipercikkan dari nozzle cenderung lebih besar

dan tidak optimal menurunkan debu padi. Dari hasil percobaan awal
diketahui bahwa volume air yang dikeluarkan oleh nozzle pada tekanan
20 psi rata- rata 198 ml/menit, 30 psi 243 l/menit, dan 40 psi 287 l/menit
(lihat Tabel 1). Ini menunjukkan bahwa pada tekanan 40 psi butiran air
yang keluar lebih besar dibandingkan pada tekanan 20 psi dan 30 psi,
sehingga mengurangi luas permukaan cairan yang kontak dengan debu
padi, atau proses impaksi dan diffusi berkurang, sehingga efisiensi wet
scrubber turun.
4.6 Pengaruh Interaksi Kolom Tekanan Terhadap Efisiensi
Gambar 3f menunjukkan efisiensi tertinggi pada interaksi 3 kolom
tekanan 30 psi yaitu 85,69%; 3 kolom 20 psi 83,26%; dan 3 kolom
40 psi 81,97%. Adanya penurunan efisiensi pada saat tekanan 40 psi
karena butiran air yang dipercikkan dari nozzle cenderung lebih besar.
Tabel 1 menunjukkan pada tekanan 40 psi butiran air yang keluar
lebih besar dibandingkan pada tekanan 20 psi dan 30 psi. Mohan dkk
(2008) melaporkan bahwa efisiensi

pengumpulan

partikel

sangat

tergantung pada ukuran tetesan air.


4.7

Pengaruh Interaksi Bed, Kolom, dan Tekanan Terhadap Efisiensi


Diameter media bed 2 mm memiliki efisiensi tertinggi 87,52%
karena memiliki pori-pori yang lebih rapat dibandingkan diameter media
bed 3 mm dan 4 mm. Ciborowski dan Hulewich (1970) menyatakan
semakin besar packing porosity (lubang pori) maka semakin besar
persentase emisi yang keluar dari suatu scrubber. Pada sisi lain, 3 kolom
mempunyai efisiensi tertinggi sebesar 83,64%. Meikap dan Biswas
(2004) yang menyatakan bahwa penggunaan 3 kolom lebih baik
dibandingkan 2 kolom dan 1 kolom. Semakin tinggi jatuhan air semakin
besar efisiensi wet scrubber (Kencanawati, 2007). Penggunaan 3 kolom
tentu menyebabkan tinggi jatuhan embun lebih besar daripada 2 kolom
dan 1 kolom. Selain itu, tekanan 30 psi mempunyai efisiensi tertinggi
sebesar 81,94 % karena menghasilkan ukuran tetesan embun yang terbaik.
Ukuran tetesan embun memegang peranan penting dalam efisiensi wet
scrubber (Porthogese dkk, 2007). Penempelan antar partikel debu dan

air juga disebabkan pembasahan oleh

air yang lebih baik (Hede dkk

2007). Jadi dapat dikatakan bahwa interiksi ketiga faktor tersebut pada
wet scrubber menghasilkan efisiensi terbaik untuk menurunkan debu padi
(98,86%). Interaksi ketiga faktor tersebut adalah bed yang digunakan
berpori 2 mm, kolom yang digunakan sebanyak 3 kolom, dan tekanan
yang diberikan pada air adalah 30 psi (Gambar 4).

e
f
i
s
i

120
100
80
60
40
20
0

e
n
s
i
Variasi Penelitian
Gambar 4 Pengaruh Interaksi Bed Kolom Tekanan Terhadap Efisiensi Wet
Scrubber

BAB V
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diberikan pada tugas ini adalah:
1. Prinsip operasi dari Wet Scrubber adalah menggunakan gaya inersia partikulat
dan droplet untuk mentransfer partikulat dari aliran gas ke liquid; di dalam
scrubber, partikulat dalam aliran udara dipaksa untuk berkontak dengan
liquid droplet, liquid packing material, liquid jet dari pelat.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran scrubber adalah Laju alir, suhu,
kelembaban, droplet size, tekanan, komposisi gas, loading kontaminan dan
kondisi outlet yang diinginkan.
3. Pengaruh perbedaan bed pada wet scrubber adalah bed dengan pori 2 mm
lebih efisien menurunkan debu padi daripada bed dengan pori 3 mm dan 4
mm.
4. Penelitian ini diawali dengan analisis pendahuluan meliputi berat
gabah yang dimasukkan setiap running untuk mengetahui berat
debu

yang

terlepas

setiap

running.

Terdapat

penelitian yang digunakan yaitu variasi media

tiga

variabel

bed,

variasi

tekanan, dan variasi jumlah kolom. Variasi media bed meliputi bed
berpori 2 mm, 3 mm, dan 4 mm. Variasi tekanan 20, 30, dan
40 psi. Variasi jumlah kolom adalah 1 kolom, 2 kolom, dan 3
kolom.

Pengulangan

sebanyak

kali

untuk

setiap

variasi.

Parameter yang diperiksa adalah berat debu sebelum dan sesudah


running wet scrubber.

5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter bed 2 mm memiliki efisiensi


penurunan debu padi rata-rata sebesar 87, 52 %, diameter bed 3 mm sebesar
76,76 %, dan diameter bed 4 mm sebesar 74,06 %. Jumlah 1 kolom memiliki
efisiensi penurunan debu padi rata-rata sebesar 76,21 %, 2 kolom sebesar
78,49%, dan 3 kolom sebesar 83,64 %. Tekanan 20 psi memiliki efisiensi
rata-rata penurunan debu padi sebesar 78,73%, 30 psi sebesar 81,94 %, dan
40 psi sebesar 77,66 %.
6. Pengaruh tekanan terhadap efisiensi adalah kenaikan tekanan 20 psi ke 30 psi
dapat meningkatkan efisiensi, tetapi pada penambahan tekanan dari 30 psi ke
40 psi justru memberikan efek penurunan efisiensi pada wet scubber.

7. Pengaruh jumlah kolom terhadap efisiensi adalah penggunaan 3 kolom


memberikan efisiensi lebih tinggi daripada 1 kolom dan 2 kolom.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad.R, (2004), Kimia Lingkungan, Edisi 1, Penerbit Andi, Jogjakarta.


Achmad.A (2004), Hubungan masa Kerja Dengan Kapasitas Fungsi Paru
Pada Pekerja Penggilingan Padi Di Kecamatan Purwanegara Tahun
2004,

Skripsi,

Fakultas

Kesehatan

Masyarakat

Universitas

Diponogoro, Semarang
Benetiz.J,

(1993),

Process

Engineering

and

Design

for

Air

Pollution Control, Englewood Cliffs, New Jersey.


Boedisantoso. R, (2008),

Wet

Collectors,

Lecture

handout:

Teknik

Pengendalian Udara, ITS, Surabaya

C. David Cooper, F. C. Alley. 1990. Air Pollution Control: A Design Approach, 2


Edition. New York: Waveland Press.
EPA. 2003. U.S. EPA, Office of Clean Air Technology Center, Scrubber. EPA452/F03-010-EPA-452/F-03-017. North Carolina: Research Triangle Park.
Hermana.J, Tangahu.BV, Samodra.MA, (2006), Penuntun Praktikum Metoda
Analisis Pencemar Lingkungan, ITS, Surabaya
Linak, W.P., Miller, C.A. & Wendt, J.O.L. 2000. Fine Particle Emissions from
Residual
Fuel Oil Combustion: Characterization and Mechanisms of Formation.
Symposium (International) on Combustion 28(2): 2651-2658.
Strock.TW, and Gohara.WF, (1994), Experimental Approach and Techniques
for The Evaluation of Wet Flue Gas Desulfurization Scrubber Fluid
Mechanics, Chemical Engineering Science, Vol. 49, No. 24 A hal:

4667 4679.
Susanto.A, (1996), Hubungan Lama Terpapar Debu Padi Dengan Penurunan
Fungsi Paru (Volume Ekspirasi Paksa Dan Kapasitas Vital) Pada
Pekerja Penggilingan Padi Di Kecamatan Banyuurip Kabupaten
Purworejo,

Skripsi,

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Gajah Mada, Jogjakarta

Anda mungkin juga menyukai