Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

Gizi buruk ( severe malnutrition ) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.1
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan
bahwa jumlah BALITA yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989
meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6%
pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan
tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi
melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil
menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada tahun
1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali 7%
dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.2,3
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari
343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169 kabupaten/kota
tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi.
Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari

yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita
anak balita, tetapi semua kelompok umur.1,2
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus tentang Gizi Buruk pada pasien
Anak yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Undata Palu

KASUS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. R

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal Lahir

: 24 Juni 2012

Umur

: 1 tahun 6 bulan

Tanggal Masuk

: 26 November 2013

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit Sekarang

: BAB cair
: Pasien anak laki-laki masuk Rumah Sakit

dengan keluhan Berak-berak sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. BAB
dialami sekitar 4-5 kali dalam sehari. Konsistensi tinja saat BAB adalah cair tanpa
ampas, berlendir, volume sedang, tidak ada darah, bau tinja biasa, dan berwarna
kuning kehijauan. Pada saat masuk Rumah Sakit pasien mengalami BAB 4 kali,
berlendir, volume sedang, tidak ada darah, dan berwarna kuning kehijauan. Pasien
tidak mengalami muntah. Tidak ada sakit perut, dan pasien malas minum. Pasien
juga mengalami demam sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Panas naik
turun, tetapi tidak diikuti dengan kejang. Pasien mengalami batuk sejak 1 bulan
yang lalu. BAK lancar.
Riwayat Penyakit Sebelumnya: Pernah dirawat di Rumah Sakit dengan diare
pada usia 1 tahun.
Riwayat persalinan: lahir normal berat badan lahir 2800
Anamnesis makanan: Anak mengkonsumsi Asi dan susu formula sejak lahir.
Riwayat Imunisasi: Imunisasi dasar lengkap

3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Sakit berat

Tingkat kesadaran

: kompos mentis,

Berat Badan

: 6,8 Kg

Panjang Badan

: 64 cm

Status gizi

: Gizi buruk (< -3 SD)

Tanda Vital
-

Denyut Nadi
Respirasi
Suhu

Kulit

: 128 kali/menit
: 24 kali/menit
: 37,7C

: sianosis (-), icterus (-), turgor kembali lambat, kulit melorot (+),
baggy pants (+)

Kepala

: Normocephal, wajah seperti orang tua, rambut tampak hitam,


konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,, mata cowong (+), bibir
sianosis (-), bibir kering, tonsil T1 - T1 hiperemis faring (-).

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)


Pembesaran Kelenjar tiroid (-)

Thorax
Paru-paru
-

Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-)


Palpasi
: Massa (-), Vokal fremitus kiri kanan sama
Perkusi : sonor (+) di seluruh lapang paru, batas paru-hepar SIC VII (d)
Auskultasi : bunyi napas brokovesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung
-

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi
Perkusi

: Ictus cordis teraba pada SIC IV linea midclavicula sinistra


: Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V linea
parasternal dextra, batas kiri janttung SIC V linea axilla
anterior
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
-

Inspeksi : Perut tampak cekung


Auskultasi: Peristaltik usus kesan meningkat
Perkusi : Timpani pada seluruh permukaan abdomen
Palpasi
: Organomegali (-), nyeri tekan (-)

Ekstermitas

: Akral hangat (+), tidak tampak adanya lemak di bawah kulit

Genital

: Tidak ditemukan kelainan

Refleks

: Patologis (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
: Darah Rutin
Eritrosit
: 4,3 x 10^9/L
Hemoglobin : 11,5 gr/dl
Leukosit
: 9,9 x 10^9/L
Trombosit
: 180 x 10^9/L
Hematokrit : 35,6%

Skor dehidrasi
-

Keadaan Umum
Mata
Bibir

Lemas
Cowong
Kering

2
2
2

Nadi
Pernapasan
Turgor

128 x/menit
28 x/menit
Lambat

Total Score

2
1
2
10 (Dehidrasi ringan-sedang)

5. RESUME :
Pasien mengalami BAB cair selama 3 hari tiap hari 4-5 kali, berlendir,
volume sedang, tidak ada darah, dan berwarna kuning kehijauan. Mengalami
demam naik turun 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Status gizi (< -3 SD),
suhu tubuh saat masuk 37,70C, Kulit melorot (+), turgor kembali lambat, wajah
seperti orang tua, mata cowong dan konjungtiva anemis, bibir kering, peristaltik
usus meningkat, terdapat dehidrasi dengan derajat ringan-sedang. Hasil
laboratorium menunjukkan eritrosit, leukosit, hemoglobin, hematocrit,
trombosit masih dalam batas normal.

6. DIAGNOSIS : Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang + Gizi buruk tipe
Marasmus
7. TERAPI
o IVFD KAEN 3B 24 tetes /menit (mikrodrips)
o Injeksi Cefriaxone 150 mg/12jam
o Sanmol drop 4 x 0,4cc
8. ANJURAN
a. Terapi gizi buruk Rencana III
b. Pemeriksaan Feses rutin
c. Pemeriksaan protein albumin
d. Lanjutkan pemberian ASI

dan

FOLLOW UP

Tanggal

: 27 November 2013

Subjek (S)

: BAB cair (+) 4 kali, darah (-), lendir (+), warna kuning
kehijauan, bau tinja biasa, demam (-), batuk (-).

Objek (O)

:
Denyut Nadi
: 96 kali/menit
Respirasi
: 24 kali/menit
Suhu
: 37,20 C
Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali

o
o
o
o

cepat, peristaltik (+) meningkat.


Skor dehidrasi
-

Keadaan Umum
Mata
Bibir
Nadi
Pernapasan
Turgor
Total Score

baik
tidak cekung
tidak kering
96 x/menit
24 x/menit
kembali cepat

1
1
1
1
1
1
6 (Tanpa dehidrasi)

Assesment (A)
: Diare akut tanpa dehidrasi + Gizi buruk tipe marasmus
Plan (P)
:
- IVFD KAEN 3B 24 tpm
- Tablet Zinc 1 x 20 mg

Vitamin A 1 Kapsul merah (200.000 IU)


Terapi Gizi buruk rencana III Fase Stabilisasi hari I
Segera diberikan 50 ml glukosa per Oral
2 jam I :
Memberikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis: 34 ml
Catat nadi, frekuensi nafas, dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit
10 jam berikutnya:
Meneruskan pemberian ReSoMal berselang-seling dengan F75 setiap

1 jam
- ReSoMal: 34 ml
- F-75 setiap 2 jam 75 ml
Catat nadi, frekuensi nafas.
Bila sudah rehidrasi Diare (-) : Hentikan ReSoMal teruskan F-75
setiap 2 jam
Diare (+) : setiap diare diberikan ReSoMal 50
100 ml/setiap diare

Tanggal

: 28 November 2013

Subjek (S)

: BAB cair berampas(+) 2 kali, darah (-), lendir (-), warna


kuning biasa, bau tinja biasa, demam (-), batuk (-).

Objek (O)
o
o
o
o
o

:
Denyut Nadi
: 104 kali/menit
Respirasi
: 28 kali/menit
Suhu
: 36,70 C
Berat Badan
: 6,8 Kg
Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali
cepat, peristaltik (+) normal.

Assesment (A)
: Gizi Buruk tipe Marasmus
Plan (P)
:
- IVFD KAEN 3B Stop
- Tablet zinc 1 x 20 mg
- Terapi Gizi buruk rencana III Fase Stabilisasi hari II
Diberikan F-75 setiap 3 jam 110 ml

Berikan ASI diantara pemberian F-75


Bila anak mampu menghabiskan F-75 diubah menjadi 150 ml

Tanggal

: 29 November 2013

Subjek (S)

: BAB 2 kali, berampas, darah (-), lendir (-), warna kuning


biasa, bau tinja biasa, demam (-), batuk (-).

Objek (O)
o
o
o
o
o

:
Denyut Nadi
: 100 kali/menit
Respirasi
: 28 kali/menit
Suhu
: 36,50 C
Berat Badan
: 6,81 Kg
Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali

cepat, peristaltik (+) meningkat.


Assesment (A)
: Gizi Buruk tipe Marasmus
Plan (P)
:
- Tablet zinc 1 x 20 mg
- Terapi Gizi buruk rencana III Fase Transisi hari II
Diberikan F-100 setiap 4 jam 150 ml
Berikan ASI diantara pemberian 100

Tanggal

: 30 November 2013

Subjek (S)

: BAB 1 kali, berampas, darah (-), lendir (-), warna kuning


biasa, bau tinja biasa, demam (-), batuk (-).

Objek (O)

o
o
o
o
o

Denyut Nadi
: 100 kali/menit
Respirasi
: 24 kali/menit
Suhu
: 36,70 C
Berat Badan
: 6,83 Kg
Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali

cepat, peristaltik (+) normal.


Assesment (A)
: Gizi Buruk tipe Marasmus
Plan (P)
:
- Tablet zinc 1 x 20 mg
- Terapi Gizi buruk rencana III Fase Transisi hari III
Diberikan F-100 4 jam pertama 170 ml
Diberikan F-100 setiap 4 jam 180 ml
Berikan ASI diantara pemberian F-100

Tanggal

: 1 Desember 2013

Subjek (S)

: Tidak ada keluhan

Objek (O)

o
o
o
o
o

Denyut Nadi
: 110 kali/menit
Respirasi
: 28 kali/menit
Suhu
: 36,50 C
Berat Badan
: 6,85 Kg
Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali
cepat, peristaltik (+) normal

Assesment (A)
: Gizi Buruk tipe Marasmus
Plan (P)
:
- Tablet zinc 1 x 20 mg
- Terapi Gizi buruk rencana III Fase Transisi hari IV
Diberikan F-100 setiap 4 jam 200 ml
Berikan ASI diantara pemberian F-100
- Pasien dipulangkan dan di bekali F-100 serta disarankan untuk kontrol di Poli
Ana

DISKUSI KASUS

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi. Pada pasien ini terdapat beberapa
factor yang menyebabkan anak mengalami gizi buruk yaitu:4,5
a. Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi
sosial ekonomi. Pasien ini berasal dari keluarga golongan menengah ke
bawah. Kebutuhan asupan nutrisi pada pasien ini tidak tersedia secara
adekuat karena keterbatasan ekonomi. Selain itu, kadang-kadang bencana
alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang
memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik
dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara
lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi
dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah
gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan.
Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang
kekurangan gizi.4,5
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6
bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang
tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi
bayi. Pasien ini mendapatkan ASI hanya sampai usia 4 bulan yang artinya
tidak mendapakan ASI eksklusif. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin

A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang
tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan
tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus
puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuan.5
3. Pola makan yang salah
Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak
bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk,
padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui
pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang
diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan,
mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun
sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.5

b. Sering sakit (frequent infection)


Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di Negaranegara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan/personal hygine yang masih kurang, serta ancaman
endemisitas pepnyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya
tuberkulosis (TB) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti
layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait
dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi
dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.5,6

Gizi buruk dikalsifikasikan berdasarkan gambaran klinisnya sebagai berikut :


1. Marasmus (Atrofi infantile, kelemahan, insufisiensi nutrisi bayi (athrepesia))

Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup
atau hygien jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit klinis yang
menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis
marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak
cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan
orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan
malnutrisi.5,6
Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada
kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang.
Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk
beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan
berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan
mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya
subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung
menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan
nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan
buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.6,7
5 Ciri dari marasmus menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) antara
lain:4
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur

Rambut kering, tipis dan mudah rontok


Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
Sering diare atau konstipasi
Kadang terdapat bradikardi
Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
Kadang frekuensi pernafasan menurun

2. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein-kalori (PCM), kwashiorkor)


Anak harus mengkonsumsi cukup makanan nitrogen
mempertahankan

keseimbangan

positif

(karena

sedang

dalam

untuk
masa

pertumbuhan). Walaupun defisiensi kalori dan nutrient lain mempersulit


gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena
masukan protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan
protein terganggu, seperti pada diare kronis, kehilangan protein abnormal seperti
pada proteinuria atau nefrosis, infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal
mensistensis protein seperti pada penyakit hati kronis. Kwashiorkor merupakan
sindroma klinis akibat dari malnutri protein berat (MEP berat) dan masukan kalori
tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau
kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronis, akibat defisiensi
vitamindan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat
ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor
berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, dapat menjadi
jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah
menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat

dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan
anak normal.4,5
Ciri dari Kwashiorkor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:4
- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia
3. Marasmik-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus. Jika diukur dengan menggunakan antropometri maka
didapatkan hasil perhitungan BB/TB < -3SD. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.5,6
Pada kasus ini, gizi buruk yang dialami oleh pasien termasuk tipe marasmus.
Hal ini berdasarkan pada hasil perhitungan status gizi menggunakan Z Score
yakni <-3 SD menunjukkan bahwa BB dan TB anak tidak sesuai dengan umurnya
dimana harusnya anak memiliki BB 6,8 kg dan TB 64 cm. Selain itu pada
pemeriksaan fisik didapatkan lapisan lemak di bawah kulit kurang (severe
wasting) mengakibatkan kulit menjadi keriput, kurangnya lapisan lemak terutama
pada daerah bahu, lengan atas, paha, dan pada bagian bokong (baggy pants), tidak
ditemukan edema. Wajah tampak seperti orang tua (old man face), tulang pipi
tampak menonjol dan perut cekung.5,6
Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia
lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena
hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori kurang
gizi ini meliputi anak dengan PEM sedang atau yang mendekati PEM berat tapi
tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.

Penatalaksanaan gizi buruk berdasarkan kondisi yang dialaminya. Menurut


Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui yaitu
fase stabilisasi ( Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3
6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26). Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10
tindakan pelayanan sebagai berikut:5,6
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Mencegah dan mengatasi hipoglikemia


Mencegah dan mengatasi hipotermia
Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
Mengobati infeksi
Memperaiki kekurangan zat gizi mikro
Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Mempersiapkan diri untuk tindak lanjut dirumah.

Pasien dalam kasus ini mengalami gizi buruk marasmus dengan kondisi 3. Di
mana pasien mengalami gizi buruk yang diserta dengan diare dan dehidrasi ringansedang. Alur penatalaksanaan gizi buruk dengan kondisi tiga adalah sebagai berikut

1. FASE STABILISASI

Segera berikan 50 ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (Oral/NGT)


2 jam I :
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis: 5 ml/kgBB
catat nadi, frekuensi nafas, dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

Membaik

Memburuk (Renjatan/Syok)

Segera infus dan terapi rencana I tanpa


pemberian bolus glukosa
10 jam berikutnya:
Teruskan pemberian ReSoMal berselang-seling dengan F75 setiap 1 jam
- ReSoMal: 5 10 ml/kgbb/setiap pemberian
- F-75 setiap 2 jam dosis menurut berat badan
Catat nadi, frekuensi nafas.
Bila sudah rehidrasi Diare (-) : Hentikan ReSoMal teruskan F-75 setiap 2 jam
Diare (+) : setiap diare diberikan ReSoMal
Anak < 2th : 50 -100 m/setiap diare
Anak 2 th : 100-200 ml/setiap diare

Bila diare/muntah berkurang, dapat menghabiskan F-75, ubah pemberian menjadi setiap 3 jam
Bila tidak ada diare dan anak dapat menghabiskan F-75 ubah pemberian menjadi setiap 4 jam
Bila anak masih menetek, berikan ASI antara pemberian F-75

2. FASE TRANSISI DAN REHABILITASI


Pada tahap akhir fase stabilisasi
Bila setiap dosis F-75 yang diberikan dengan interval 4 jam dapat dihabiskan, maka:

F-75 diganti dengan F-100,diberikan setiap 4 jam, dengan dosis sesuai BB dipertahankan selama
2 hari. Uur dan catat nadi, pernapasan dan asupan F-100 setiap4 jam

Pada hari ketiga, mulai diberikan F-100 dengan dosis sesuai BB pada 4 jam berikutnya,
dinaikkan 10 ml, hingga anak tidak mampu menghabiskan jumlah yang diberikan,
dengan catatan tidak melebihi dosis maksimal
Pada hari ke 4 diberikan F-100 setiap 4 jam, dengan dosis sesuai BB berkisar antara dosis
minimal dan dosis maksimal dengan ketentuan tidak boleh melampaui dosis maksimal.
Pemberian F-100 dengan dosis tersebut dipertahankan sampai hari ke-7-14 sesui dengan
kondisi anak. Selanjutnya memasuki fase rehabilitasi dengan menggunakan F-100 dan
makanan padat sesuai dengan BB anak
Kriteria pulang dari Rumah Sakit

Bila BB < 7 Kg

Berikan F-100 ditambah dengan


makanan bayi/ lumat dan sari buah

Bila BB > 7 Kg

Berikan F-100 ditambah dengan


makanan anak/lumat serta buah

Terus berikan makanan tahap rehabilitasi sampai tercapai BB/TB-PB


> -2SD standar WHO 2005 (kriteria sembuh)

Diagnosis Tuberkulosis Paru pada anak dilakukan dengan sistem scoring


untuk mencegah overdiagnose serta menghindari penggunaan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT), mengingat efek samping obat yang tidak ringan. Penyakit Tuberkulosis Paru

pada anak sulit untuk ditegakkan, apalagi pada kasus ini pasien tidak memiliki
riwayat kontak dengan pasien Tuberkulosis dan pada anak tidak bisa dilakukan uji
dahak (sputum test), karena memang jarang pasien Tuberkulosis anak mengalami
batuk berdahak. Selain itu, foto rontgen pada anak biasanya tidak memberikan
gambaran yang spesifik kecuali mengalami Tuberkulosis milier oleh karena itu sistem
scoring sangat membantu dalam mendiagnosis penyakit Tuberkulosis Paru.7,8

Parameter

Kontak TB

Tidak jelas

Uji Tuberkulin

Negatif

Status Gizi
Demam tanpa sebab
jelas
Batuk
Pembesarn kelenjar
limfe kolli, aksilla,
inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang

Foto thorax

1
Laporan keluarga, BTA
(-) atau tidak tahu

2
Kavitas (+), BTA tidak
jelas

BB/TB < 90% atau


BB/U < 80%

Klinis gizi buruk atau


BB/TB <70% atau BB/U
< 60%

3
BTA (+)
Positif

2 minggu
3 minggu
1 cm, jumlah > 1,
tidak nyeri

Ada pembengkakan

Normal/tidak
jelas

Infiltrate
Pembesaran kelenjar
Konsolidasi
segmental/lobar
Atelectasis

Kalsifikasi + infiltrate
Pembesaran kelenjar +
infiltrat

Pengobatan Tuberkulosis Paru pada anak dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap
awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar
pengobatan Tuberkulosis Paru adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif
(2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan,

kecuali pada Tuberkulosis Paru berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik
pada tahap intensif maupun tahap lanjutan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap
intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), sedangkan untuk tahap
lanjutan yaitu Rifampisin (R), dan Isoniazid (H). Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang
banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan
dapat juga dengan menggunakan OAT kombipak anak. 8,9
Pada kasus ini pasien mendapatkan pengobatan Tuberkulosis Paru tahap
awal/intensif dengan menggunakan OAT kombipak dimana obat yang diberikan
disesuaikan dengan BB pasien. BB pasien < 10 kg maka diberikan dosis isoniazid 50
mg, rifampisin 75 mg, dan pirazinamid 150 mg.
Respon pengobatan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan
meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang.
Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6
bulan. Sedangkan apabila respon pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan
Tuberkulosis Paru tetap dilanjutkan sambil mencari penyebab pasti. 8,9
Pengobatan Tuberkulosis Paru pada anak dapat dihentikan setelah 6-12 bulan
jika ada perbaikan klinis tanpa pemeriksaan foto thorax. Tujuan pengobatan yang
lama bertujuan untuk meminimalisir residu populasi Mycobacterium Tuberculosis
yang tidak mati dengan obat-obatan dan bertahan di dalam tubuh sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya relapse. Perbaikan gizi sangat penting dalam
pengobatan Tuberkulosis Paru pada anak yang sekaligus menjadi indikator evaluasi
pengobatan yang dilakukan setiap bulan. Hal yang juga harus diperhatikan adalah
hepatotoksisitas yang dapat dievaluasi dengan pemeriksaan fungsi hati setiap bulan.
MDR (Multi Resistant Drug) Tuberkulosis Paru dapat terjadi 5,5% pada pengobatan
Tuberkulosis Paru yang tidak benar dan 1,6% bagi penatalaksanaan dengan
penerapan DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) yang benar. 8
Prognosis pasien ini adalah dubia, berkaitan dengan gizi buruknya maupun
Tuberkulosis Paru yang dialami. Kedua penyakit ini saling berkaitan. Oleh karena itu,

diperlukan tatalaksana yang baik untuk penanganan gizi buruk dan Tuberkulosis Paru
yang dialami demi mencapai kesembuhan dan perbaikan kondisi tubuh anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat .


Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid I. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia;2007.
2. Departemen Sosial Republik Indonesia. Balita Gizi Buruk. Disitasi dari
http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=280

pada

tanggal 29 November 2013. Perbaharuan terakhir : 12 Oktober 2008.


3. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatrics. 15th
Edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company;2000.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi
I. Jakarta : IDAI;2004.
5. Food and Agriculture Organization of TheUnited Nation (FAO). Disorders of
Malnutrition.

Disitasi

dari

/w0073e05.htm#P3167_359330.htm

pada

http://www.fao.org/docrep/w0073e
tanggal

29

November

2013.

Pembaharuan terakhir : Januari 2009.


6. Matondang CS, Wahidayat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi
ke 2. Jakarta : CV Sagung Seto;2003.
7. Lubis NU, Marsida AY. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. Langsa :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Langsa;2002.
8. DEPKES RI. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta. Depkes RI
9. Rahajoe, N & Setiawati, L. Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama. IDAI.
2008.
10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Infomedika
11. IDAI. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Jilid I.
Jakarta. Badan Penerbit IDAI.
12. WHO Indonesia. 2009. Pelayanan Anak di Rumah Sakit; Pedoman bagi
Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta. Penerbit
WHO INdonesia.

Anda mungkin juga menyukai