Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Sindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif
3,5g/hari,

hipoalbuminemia

3,5g/dl,

hiperkolestrolemia

dan

lipiduria. Proteinuria masif merupakan tanda khas sindroma nefrotik,


Kondisi

proteinuria

yang

berat,

hipoalbuminemia,

hiperkolesterolemia, edema dan hipertensi yang tidak terdiagnosa atau


tidak teratasi akan berkembang secara progresif menjadi kerusakan
gromeruli yang akan menurunkan laju filtrasi gromerulus (LFG) yang
akhirnya menjadi gagal ginjal.1,2,3,4
Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetapi sebagian besar
pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi
minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun
saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada
wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa
(30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki
dan wanita 2 : 1. Kejadian sindroma nefrotik idiopatik 2-3
kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.
Di Amerika Serikat Insiden sindrom nefrotik dengan nefropati
diabetik adalah yang paling umum dan sejak PGTA karena nefropati
tersebut mencapai rata-rata 100 kasus perjuta populasi, kasus SN
tersebut mencapai rata-rata 50 kasus perjuta populasi.5,6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif
3,5g/hari,

hipoalbuminemia

3,5g/dl,

hiperkolestrolemia

dan

lipiduria.1,2,3
B. Etiologi
Sebab pasti belum diketahui namun akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit auto imun suatu antigen-antibodi. Secara klinis
sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sindroma nefrotik
primer dan sekunder.2,4
Sindroma nefrotik primer atau idiopatik merupakan penyebab
sindroma

nefrotik

yang

paling

sering.

Berdasarkan

hasil

histopatologiknya yaitu glomerulonefritis lesi minimal (GNLM),


Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS), Glomerulonefritis
membranosa (GNMN), dan Glomerulonefritis membranoproliferatif.
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada
Glomeruloneftritis pasca infeksi streptococcus atau infeksi virus
hepatitis B, akibat obat misalnya obat anti inflamasi non steroid atau
preparat emas organik dan akibat penyakit sistemik misalnya lupus
eritematosus sistemik dan diabetes melitus.2,4

C. Epidemiologi
Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetapi sebagian besar
terjadi pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati
lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6
tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak
daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati
membranosa

(30%-50%),

umur

rata-rata

30-50

tahun

dan

perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3


kasus/100.000

anak/tahun

sedangkan

pada

dewasa

3/1000.000/tahun.5,6
Di Amerika Serikat Insiden sindrom nefrotik dengan nefropati
diabetik adalah yang paling umum dan sejak PGTA karena nefropati
tersebut mencapai rata-rata 100 kasus perjuta populasi, kasus SN
tersebut mencapai rata-rata 50 kasus perjuta populasi.5,6
D. Patomekanisme
1. Proteinuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar sindroma nefrotik.
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler
terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal
membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk
mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama
berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua
berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada sindroma nefrotik
mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi

molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui


membran basal glomerulus.1,4
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif
berdasarkan molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria
selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya
albumin, sedangkan non selektif apabila protein yang keluar terdiri
dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria
ditentukan oleh keutuhan struktur membran basal glomerulus.1,4
Pada sindroma nefrotik yang disebabkan oleh GNLM ditemukan
proteinuria

selektif.

Pemeriksaan

miksroskopis

lektron

memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral glomerulus dan


terlepasnya sel dari struktur membran basal glomerulus. Berkurangnya
heparan sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negatif
membran basal glomerulus menurun dan albumin dapat lolos kedalam
urin.

Pada

GSFS

peningkatan

permeabilitas

membran

basal

disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut
menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari membran
basal glomerulus sehingga permeabilitasnya meningkat.1,4
2. Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein,
sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN,
hipoalbuminemia disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan
tekanan onkotik plasma, maka hati berusaha meningkatkan sintesis
albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi
timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan

sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong peningkatan


ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi
akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus
proksimal.1,7,8
3. Edema
Teori underfil menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan
factor

utama

terjadinya

edema

pada

SN.

Hipoalbuminemia

menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan


bergeser dari intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema.
Oleh kerana itu, ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan
retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki
volume intravascular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berat.1,7,8
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek
renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan
ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju
filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya
retensi natrium dan edema. Kedua mekanisma tersebut ditemukan
pada pasien sindroma nefrotik.1,7,8

E. Gejala Klinis
Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan
sampai berat dan merupakan gejala satu-satunya yang nampak.
bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema)

Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun


tidur. Edema yang hebat atau anasarka sering disertai edema pada
genetalia eksterna. Edema pada perut terjadi karena penimbunan
cairan. Sesak napas terjadi karena adanya cairan dirongga sekitar
paru-paru (efusi pleura). Edema yang terjadi seringkali berpindahpindah, pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata atau setelah
berjalan, cairan akan tertimbun di pergelangan kaki. Pengkisutan otot
biasa tertutupi oleh edema. Selain itu edema anasarka ini dapat
menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa
usus. Buang air kecil berbusa dan kadang-kadang terdapat
xhantelasma akibat hiperlipidemia.1,2,7
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bengkak biasanya berawal pada area dengan tekanan hidrostatik
intravaskular yang tinggi seperti kedua kaki dan ankle, tetapi dapat
juga terjadi pada area tekanan hidrostatik intravaskular rendah seperti
periorbita dan skrotum. Bila bengkak hebat dan generalisata dapat
bermanifesatsi sebagai edema anasarka. Keluhan lain buang air kecil
berbusa.2
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema pretibial, edema
preorbita, edema skrotum, asites, hipertensi, xanthelasma
didapatkan akibat hyperlipidemia.1,2

bisa

3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang urinalisis ditemukan proteinuria
masif (3+), dapat disertai hematuria, dan proteinuria masif 3,5
gram/24jam. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia <
3,5 g/dl dan hiperkolesterolemia. Biopsi ginjal juga dapat dilakukan
untuk mengetahui penyebab sindrom nefrotik.2,7
G. Penatalaksanan
1. Nonfarmakologis
a. Istirahat
b. Restriksi protein dengan diet protein 0,8gram/kgBB/hari + eksresi
protein dalam urin/24jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet
protein disesuaikan hingga 0,6gram/kgBB/hari+ eksresi protein dalam
urin/24jam1,2
c. Diet rendah kolesterol <600mg/hari1,2
d. Berhenti merokok1,2
e. Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema1,2
2. Farmakologis
Pengobatan sindroma nefrotik terdiri dari pengobatan spesifik yang
ditujukan terhadap penyakit dasar dan pengobatan non spesifik untuk
mengurangi proteinuria, megontrol edema. Diuretik adalah obat yang
dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Fungsi utama diuretik
adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel kembali menjadi normal. Furosemid oral dapat diberikan dan

bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon, dan atau


asetazolamid. 1,2,3,9,10
Obat penghambat enzym konversi angiotensin dan antagonis
reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan
kombinasi keduanya mempunyai efek adiktif dalam menurunkan
proteinuria dengan menurunkan tekanan intraglomerulus dan laju
filtrasi glomerulus. Risiko tromboemboli pada sindroma nefrotik
meningkat dan perlu mendapat penanganan. Walaupun pemberian
antikoagulan jangka panjang masih kontroversi tetapi pada satu studi
terbukti memberikan keuntungan. 1,2,3,10
Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin,
pravastatin, dan lovastatin dapat menurunkan koleterol LDL,
trigloserid, dan meningkatkan koleterol HDL. Obat golongan statin
bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol hati dengan
menghambat enzim HMG CoA reduktase. 1,2,3,10
Albumin bertujuan untuk memperbaiki keadaan hypoalbuminemia
sehingga tekanan onkotik jadi meningkat dan edema juga bisa
berkurang. Selain itu pemberian albimun juga membantu transport
natrium

dari

cairan

intertisium

ke

intravaskular

sehingga

meningkatkan osmolaritas darah.1,2,3,10


H. Komplikasi
1. Hiperlipidemia dan Lipiduria
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang menyertai sindroma
nefrotik. Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low
density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high

density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun.


Mekanisme hiperlipidemia disebabkan peningkatan sintesis lipid dan
lipoprotein di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein dan lipid
distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan
onkotik.1,2,7,8
Lipiduria sering ditemukan pada sindroma nefrotik dan ditandai
dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak
berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast.1,2,7,8
2. Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada sindroma
nefrotik akibat peningkatan koagulasi intravaskular. Pada sindroma
nefrotik akibat GNMN kecenderungan terjadinya trombosis vena
renalis cukup tinggi sedangkan sindroma nefrotik pada GNLM dan
GNMP cukup kecil. Emboli paru dan trombosis vena dalam sering
dijumpai pada sindroma nefrotik. Kelainan tersebut akibat perubahan
aktifitas berbagai faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme
koagulasi

pada

sindroma

nefrotik

cukup

komplek

meliputi

peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan peenurunan


fibrinolisis. Gangguan koagulasi yang terjadi akibat peningkatan
sintesi protein oleh hati dan dan kehilangan protein melalui urin.1,4,7,8
3. Metabolisme Kalsium dan Tulang
Vitamin D merupakan unsur penting dalam metabolisme kalsium
dan tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan

10

dieksresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar


plasma. Kadar 25 (OH) D dan 1,25 (OH) 2D plasma juga ikut menurun
sedangkan kadar vitamin D yang bebas tidak mengalami gangguan.1
4. Infeksi
Sebelum era antibiotik, infeksi sering mrupakan penyebab
kematian pada sindroma nefrotik trutama oleh organisme berkapsul.
Infeksi pada sindroma nefrotik terjadi akibat defek imunitas humoral,
selular, dan gangguan sistem komplemen. Penurunan IgG, IgA,
gamma globulin sering ditemukan pada pasien sindroma nefrotik oleh
karena sinteis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan
bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin. Jumlah sel T dalam
sirkulasi berkurang yang menggambarkan gangguan imunitas selular.
Hal ini dikaitkan dengan keluarnya transferin dan zinc yang
dibutuhkan oleh sel T agar dapat berfungsi dengan normal.1,7,8
5. Gangguan Fungsi Ginjal
Pasien sindroma nefrotik mempunyai potensi untuk mengalami
gagal ginjal akut melalui berbagai mekanisme. Penurunan volume
plasma atau sepsis sering menyebabkan timbulnya nekrosis tubuar
akut. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi penyebab gagal
ginjal akut adalah terjadinya edema intrarenal yang menybabkan
kompresi pada tubulus ginjal.1,7,8
Sindroma nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi PGTA.
Proteinuria merupakan faktor risiko penentu terhadap progresifitas
sindroma nefrotik. Progresifitas kerusakan glomerulus, perkembangan
glomerulosklerosis dan kerusakan tubulointertisium dikaitkan dengan
proteinuria, hiperlipidemia juga dihubungkan dengan mekanisme

11

terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis pada sindroma nefrotik,


walaupun peran terhadap progresifitas penyakitnya belum diketahui
dengan pasti.1,7,8
6. Komplikasi yang lain
Malnutrisi kalori protein dapat terjadi pada sindroma nefrotik
dewasa terutama apabila disertai proteinuria masif, asupan oral yang
kurang dan proses katabolisme yang tinggi. Kemungkinan efek toksik
obat yang terikat protein akan meningkat karena hipoalbuminemia
menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma lebih tinggi.1
I. Prognosis
Hanya sekitar 20% pasien yang menderita glomerulonsclerosis
mengalami remisi dari proteinuria, 10% membaik tapi masih
mengalami proteinuria. Stadium akhir penyakit ginjal berkembang
pada 25-30% pasien dengan fokal segmental glomerulosclerosis
dalam waktu 5 tahun dan 30-40% dalam 10 tahun. Prognosis pasien
dengan perubahan nefropati minimal memiliki resiko kambuh. Tetapi
prognosis jangka panjang untuk fungsi ginjalnya baik, dengan sedikit
ririko gagal ginjal. Respon pasien yang buruk terhadap steroid dapat
menyebabkan hasil yang buruk. Pada sindroma nefrotik sekunder,
mortalitas dan morbiditas tergantung pada penyakit primernya. Pada
nefropati, diabetik tingkat proteinuria berhubungan langsung dengan
kemoterapi. Pada amylodosis sekunder, perbaikan penyakit penyebab
diikuti oleh perbaikan amylodosis dan sindroma nefrotik yang
mengikuti.2

12

BAB III
KASUS

A. Identitas
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
Ruangan

: Tn.E
: Laki-laki
: 26 Tahun
: Balaise
: 12 Oktober 2016
: Flamboyan

13

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Bengkak seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien laki-laki usia 26 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
bengkak pada seluruh tubuh yang dialami sejak kurang lebih 2 bulan
sebelum masuk RS. Menurut pasien awalnya bengkak dimulai dari kedua
kelopak mata pada saat pagi hari dan menurun setelah pasien mulai
beraktivitas. Setelah itu bengkak juga muncul pada kedua tungkai dan
perut. Selain itu pasien juga mengeluhkan kadang-kadang sesak yang
dialami kurang lebih 2 bulan disertai sakit kepala yang dirasakan tertusuktusuk

pada kepala bagian depan serta pusing yang dirasakan seperti

berputar-putar. Pasien juga mengeluh saat batuk merasakan sakit dada


sebelah kiri(-), sakit dada dirasakan seperti dada diperas dan tidak
menjalar,

batuk

tidak

berlendir

dan

tidak

disertai

keringat

malam(-),demam (-), nafsu makan menurun (-) sakit menelan (-),mual (-)
,muntah (-) , sakit ulu hati (-), BAK dan BAB biasa. Riwayat sakit saat
BAK seperti ada batu yang keluar kurang lebih 1 minggu sebelum pasien
bengkak.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat HT (-)
- Riwayat Stroke (-)
- Riwayat penyakit Hepatitis (-)
- Riwayat OAT 6 bulan (-)
- Riwayat konsumsi obat anti nyeri (-)
- Riwayat Merokok (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang / Compos Mentis

14

BB : 66 kg
TB : 160 cm
IMT : 25,7 Obesitas 1
LP : 94cm

Tanda vital :
TD
: 140/90 mmHg
Nadi : 88
kali/menit

Pernapasan
Suhu

: 26 kali/menit
: 36,2 0C

Kepala :
Wajah
: Pucat (-), Sianosis (-), Edema (+) Jejas (-), butterfly rash (-)
Deformitas
: Tidak ada
Bentuk
: Normocephal
Rambut
: Warna hitam, Rontok (-), tidak mudah dicabut
Mata
: - Konjungtiva: anemis -/- Sklera : ikterus -/- Pupil : isokor, diameter + 3 mm/3 mm
Mulut
: Hiperemis (-), Ulkus (-), Lidah kotor (-)

Leher :
KGB
Tiroid
JVP
Massa Lain

: Pembesaran KGB (-)


: Simetris, mengikuti gerakan menelan, pembesaran (-)
: R5 + 2 cm H2O
: Tidak ada

Dada :
Paru-paru :
- Inspeksi
-

Perkusi
Auskultasi

dada (-), pembesaran vena-vena pada dinding dada(-)


Palpasi : Vocal premitus sama kanan dan kiri, nyeri

tekan (-), krepitasi (-), massa (-)


: Sonor kedua lapangan paru
: Vesikuler +/+, Rh (-/-)/- Apex Paru, Wh -/-

Jantung :
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
-

: Simetris kiri dan kanan, Retraksi dinding

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra
: - Batas kanan atas ICS II dextra
- Batas kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra.
- Batas kiri bawah SIC V linea midclavicula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, Murmur (-), Gallop (-).

Perut :
- Inspeksi

: kesan cembung (+)

15

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal


Perkusi : Tympani (+), shifting dullness (+)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), massa (-)

Anggota gerak :
Atas
: akral hangat (+/+) edema (+/+), sianosis (-/-) tidak ada

hambatan gerak
Bawah
: akral hangat (+/+) edema (+/+), sianosis (-/-) tidak ada
hambatan gerak

D. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
DARAH LENGKAP
( 10 JULI 2016)
WBC
11,09 ribu/Ul
RBC
4,43 juta/Ul
PLT
371ribu/Ul
HCT
36 %
HGB
12,2 g/dl

NILAI RUJUKAN
4,8-10,8
4,7-6,1
150-450
42-52
14-18

KIMIA DARAH
(11 Juli 2016)
Glukosa sewaktu
Albumin
Kolesterol

HASIL

NILAI RUJUKAN

93
1,4
566

170 mg/dl

PEMERIKSAAN URINE
(11 Juli 2016)
Faal Ginjal
Ureum
Creatinin

HASIL

NILAI RUJUKAN

35,8
1,99

A. Resume
Pasien Tn. E usia 26 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak pada
seluruh tubuh yang dialami sejak kurang lebih 2 bulan. Menurut pasien awalnya
bengkak dimulai dari kedua kelopak mata pada saat pagi hari dan menurun setelah
pasien mulai beraktivitas. Setelah itu bengkak juga muncul pada kedua tungkai
dan perut. Selain itu pasien juga mengeluhkan kadang-kadang sesak yang dialami

16

kurang lebih 2 bulan disertai sakit kepala yang dirasakan tertusuk-tusuk pada
kepala bagian depan serta pusing yang dirasakan seperti berputar-putar. Pasien
juga mengeluh saat batuk merasakan sakit dada sebelah kiri(+), sakit dada
dirasakan seperti dada diperas.Riwayat sakit saat BAK seperti ada batu yang
keluar kurang lebih 1 minggu sebelum pasien bengkak. s
Tanda vital : TD : 140/90. N : 88 x/m. R : 26 x/m. S : 36,2oC. Fisis : edema
palpebra. Abdomen kesan cembung dan perkusi shifting dullnes (+), extremitas
atas edema (+/+). Ekstremita bawah edema (+/+).
B. Diagnosis Sementara dan Diagnosis Banding
1. Diagnosis Kerja
: Sindroma Nefrotik
DD
: CHF
Sirosis Hepatis
C. Penatalaksanaan:
Non Medikamentosa:
- Istirahat yang cukup
Medikamentosa:
IVFD RL 16 tpm
Furosemide 1 ampul/12jam
Spironolactone 25mg 0-1-0
Methylprednisolon 8mg 3x1
Simvastatin 20mg 0-0-1
Valsartan 8 mg 0-0-1
Human albumin 12-14 tpm
D. Pemeriksaan Tambahan
Laboratorium : Darah lengkap, kimia darah dan pemeriksaan urin
E. Anjuran Pemeriksaan:
1. USG
2. Foto Thorax
3. SGOT dan SGPT
4. Biopsi Ginjal
F. Diagnosis Akhir:
Sindroma Nefrotik
K. Prognosis
- Dubia et bonam
- Dubia et bonam

17

BAB IV

Sindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik


glomerulonefritis ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif
3,5g/hari,
lipiduria.

hipoalbuminemia

3,5g/dl,

hiperkolestrolemia

dan

18

Pada kasus ini Pasien Tn. E 26 tahun masuk RS dengan keluhan bengkak
seluruh tubuh (edema anasarka), menurut teori hal ini disebabkan oleh

hipoalbuminemia. Teori underfill menjelaskan hipoalbuminemia yang


menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan
bergeser dari intravascular ke jaringan intertisium dan terjadi edema.
Menurut teori overfill karena cairan bergeser dari intravascular ke
jaringan interstisium, maka volume plasma menurun akibatnya laju
filtrasi glomerulus berkurang sehingga ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi
ini akan memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan
mengeksaserbasi

terjadinya

hipoalbuminemia

sehingga

edema

semakin berat. Hal ini didukung pada pemeriksaan fisik tampak


bengkak kedua kelopak mata, perut kesan cembung, bengkak pada
perut (asites) dibuktikkan dari pemeriksaan shifting dullnes (+), dan
bengkak kedua extremitas.
Pada

pemeriksaan

laboratorium

ditemukan

adanya

hypoalbuminemia. Menurut teori Hipoalbuminemia disebabkan oleh


protenuria massif, hal ini bisa terjadi disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus.
Dalam keadaan normal membran basal glomerulus mempunyai
mekanisme

penghalang

untuk

mencegah

kebocoran

protein.

Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size


barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier).
Namun pada sindroma nefrotik mekanisme penghalang tersebut ikut
terganggu sehingga protein bisa keluar melalui urin.

19

Selain hipoalbuminemia, pada pemeriksaan laboratorium juga


menunjukkan Hiperkolesterolemia, menurut teori hal ini bisa terjadi
peningkatan sintesis lipoprotein lipid dari hati yangs distimulasi oleh
penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
Diagnosis Sindroma Nefrotik didasarkan pada :
Gejala klinis : bengkak seluruh tubuh (edema anasarka) dan sesak
Pemeriksaan fisik : bengkak pada kelopak mata, perut kesan cembung, shifting
dullnes (+), bengkak kedua extremitas
Pemeriksaan Laboratorium : albumin 1,4 mg/dl (hipoalbuminemia), kolesterol
566mg/dl (hiperkolesterolemia)

Terapi yang diberikan pada kasus ini antara lain golongan diuretik
yaitu furosemid 1 ampul/12jam dan spironolactone 25mg 0-1-0 yang
bertujuan untuk mengurangi bengkak dan edema pada pasien. Diuretik
adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang
berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga
volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Pemberian Methylprednisolon 8mg 3x1 untuk bekerja langsung
pada lesinya serta mengurangi peradangan edema. Methylprednisolon
merupakan kelompok obat kortikosteroid. Obat ini bekerja dengan
cara mencegah pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang menyebabkan
peradangan.
Pada kasus ini diberikan terapi ARB yaitu candesartan 8mg 0-1-0
yang bertujuan menekan kehilangan protein dalam urin dengan
menurunkan tekanan intraglomerulus dan laju filtrasi sehingga
tekanan darah juga ikut turun.

20

Pemberian obat golongan Statin seperti Simvastatin 20mg 0-0-1


bertujuan menurunkan kadar koleterol yang tinggi. Obat golongan
statin bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol hati dengan
menghambat enzim HMG CoA reduktase.
Pemberian human albumin 12-14 tpm bertujuan untuk
memperbaiki keadaan hypoalbuminemia sehingga tekanan onkotik
jadi meningkat dan edema juga bisa berkurang. Selain itu pemberian
albimun juga membantu transport natrium dari cairan intertisium ke
intravaskular sehingga meningkatkan osmolaritas darah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A, W, et all. ILMU PENYAKIT DALAM. Edisi V.
Jakarta:2009. Hal :999-1003

21

2.Alwi,J, et all. Panduan Praktis Klinis. PAPDI:2016. Hal 448-450


3.Gipson,P and Kretzler,M. Nephrotic Syndrome in Adults. National
Intitute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease.2012. p 1-6. .
Diakses 16 oktober 2016
https://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/kidneydisease/nephrotic-syndrome-inadults/Documents/Nephrotic_Syndrome_Adults_508.pdf
4.

Price,S,A and Wilso,L,N.

Buku

Patofisiologi.

Edisi VI.

Jakarta:EGC Hal. 929-933


5. Albar H. Tata Laksana Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal Pada
Anak Dalam Sari Pediatri, Juni, 2006; 18(1): 608
6. Irda Handayani et all. Gambaran Kadar kolestrol, albumin dan
sedimen urin penderita anak sindrom nefrotik. Clinical pathology and
medical labolatory. Volume 2. 2007. hal: 49-52
7. Kodner,C. Nephrotic Syndrome in adults: Diagnosis and
Management. American Family Phycisian:volume 80.2009. p:11301134.
.
Diakses
16
oktober
2016
http://www.aafp.org/afp/2009/1115/p1129.pdf
8. Kaku, Y, et all.Clinical Practice guidlinefor pediatric idiopatihic
nephrotic syndrome 2013:General therapy. Japanese society of
nephrology and the japanese society for pediatric nephrology:2015.
p.1-20. Diakses 16 oktober 2016 :
http://www.anbaweb.com/wp-content/uploads/CLINICALPRACTICE-GUIDELINE-FOR-PEDIATRIC-IDIOPATHICNEPHROTIC-SYNDROME.pdf
9. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi VII.
Jakarta:EGC. Hal 579-585
10. Gunawan, S,G, Setiabudy,R, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi.
Edisi V. Jakarta:FKUI. Hal 389,

22

Anda mungkin juga menyukai