Dibuat Oleh:
Ai Sari Atikah
MEPI 2 / SEMESTER 4
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
JalanPerjuanganBy Pass Sunyaragi Cirebon - Jawa Barat 45132
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia selama beberapa tahun
terakhir cukup menggembirakan. Hingga oktober 2012 (yoy) perbankan
syariah di tanah air mampu tumbuh 37% sehingga total asetnya
menjadi Rp174,09 triliun, pembiayaan telah mencapai Rp135,58 triliun
(40,06%,yoy) dan penghimpunan dana menjadi Rp134,45 triliun
(32,06%,yoy). Begitupula dengan perkembangan kelembagaan
mengalami perkembangan. Selama periode 2012, meskipun jumlah Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) tetap sama seperti
tahun sebelumnya, yakni BUS 11 buah dan UUS 24 buah, namun
pelayanan kebutuhan masyarakat akan perbankan syariah menjadi
semakin meluas yang tercermin dari bertambahnya Kantor Cabang dari
sebelumnya sebanyak 452 menjadi 508 kantor, sementara Kantor Cabang
Pembantu (KCP) dan Kantor Kas telah bertambah sebanya 440 Kantor
dimana secara keseluruhan jumlah kantor perbankan syariah yang
beroperasi sampai dengan bulan Oktober 2012 meningkat dari 1.692
kantor menjadi 2.188 kantor [1].
Akan tetapi, walaupun demikian ada beberapa faktor yang hingga saat
ini menjadi permasalahan yang harus dibenahi untuk tetap mendukung
laju pertumbuhan pada perbankan syariah, salah satunya adalah
ketersediaan Sumber Daya Insani (SDI) yang kompetitif. Ketersediaan SDI
yang berkualitas menjadi hal yang penting dan fundamental hal ini
dikarenakan SDI merupakan ujung tombak dalam penjualan produk
maupun inovasi produk disamping itu, lemahnya perbankan syariah dari
sisi SDI mengakibatkan lemahnya di bidang marketing, sasaran strategi,
efisiensi operasi dan implementasi good governance.
Terlebih pada tahun 2015 mendatang akan diberlakukannya liberalisasi
sektor keuangan antar negara ASEAN dalam kerangka ASEAN Economic
Community (AEC). Kesepakatan antar negara di kawasan ASEAN ini
2
melahirkan the AEC Blueprint yang menyatakan bahwa pada tahun 2015
akan diperkuat integrasi perekonomian global dan bilateral dengan empat
pilar: pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang kompetitif,
wilayah pembangunan ekonomi yang terintegrasi dengan perekonomian
global. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan syariah Indonesia harus
mampu tampil lebih kompetitif yang mengharuskan perbankan syariah
nasional harus menjadi qualified banking untuk menghadapi, baik di
tingkat domestik maupun internasional.
Tantangan ketersediaan SDI perbankan syariah kedepan bukan hanya
pemenuhan SDI dari sisi kuantitas akan tetapi juga terlebih dari sisi
kualitas. SDI perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk memiliki
kualitfikasi secara penguasaan operasional banking namun disisi lain yang
harus diperhatikan adalah kesesuaian kualitas SDI dari aspek syariah
karena secara fundamental perbankan syariah dilandasi oleh filosofi alquran dan sunnah yang mengaruskan SDI perbankan syariah mampu
qualified dari aspek syariah.
Saat ini untuk mempersiapkan SDI perbankan syariah yang qualified,
Bank Indonesia merancang iB Human Capital Strategic Plan 2011-2015
dalam rangka menghadapi AEC 2015. Salah satu tujuan dari program ini
adalah mempersiapkan model kompetensi bagi pengembangan SDI
perbankan syariah di Indonesia. akan tetapi jika kita bercermin pada
realitas saat ini model kompetensi bagi pengembangan SDI perbankan
syariah masih tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional.
Beberapa waktu lalu Marketing Research Indonesia dan Majalah
Infobank kembali menyajikan hasil pengukuran kualitas pelayanan
perbankan syariah periode 2011-2012. Dalam hal ini ada 8 kriteria yang
menjadi penilaian, antara lain; satpam, teller, customer service, peralatan
banking, hall, kenyamanan ruangan, ATM, toilet, dan telepon. Pengukuran
terhadap perbankan syariah ini mencakup walk in channel atau cabang
dan e-channel dimana aspek ini tidak berbeda dengan pengukuran untuk
bank konvensional.
Hal ini memang perlu dipertanyakan kembali mengapa dalam hal ini
standarisasi pelayanan perbankan syariah harus sama dengan perbankan
3
BAB II
PEMBAHASAN
saat. Tentu saja hal ini tidak bisa lepas juga dengan SDM yang dimiliki
oleh sebuah perguruan tinggi.
Walau pun kurikulum dapat diubah, namun dalam menyiapkan
mutu SDM yang produktif, terdapat parameter yang dapat digunakan
dengan rumusan konseptual sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu agenda yang tidak boleh luput dari penglihatan dan
perhatian kita adalah pentingnya pembangunan sumber daya manusia.
Tentu penting juga untuk ditegaskan bahwa mengapresiasikan khazanah
kekayaan intelektual Islam secara prinsipil, akan bermuara pada
keyakinan bahwa Allah adalah asal dan tujuan hidup manusia (inna lillahi
wa inna ilaihi rajiun). Karena itu, Allah harus menjadi pusat pandangan
hidup manusia dan orientasi kegiatannya demi memperoleh perkenan dan
ridha-nya. Untuk mencapai itu, manusia dituntut berusaha terus menerus
dan bersungguh-sunguh (mujahadah) menemukan berbagai jalan menujuNya dan kepada kedamaian-nya.
Teori sumber daya manusia memandang mutu penduduk sebagai
kunci pembangunan. Banyak penduduk bukan beban suatu bangsa bila
mutunya tinggi. Perbaikan mutu sumber daya manusia akan
menumbuhkan inisiatif dan kewirausahaan. Teori sumber daya manusia
diklasifikasikan ke dalam teori yang menggunakan pendekatan perubahan
fundamental. Pendekatan ini menekankan usaha mengurangi
ketergantungan.
SDM perbankan Syariah harus memiliki pengetahuan dan
pemahaman di bidang bisnis, memahami implementasi prinsip-prinsip
bisnis Islam, memiliki komitmen yang kuat untuk menerapkan prinsipprinsip syariah, dan konsisten dalam bekerja. (Berilmu dalam bekerja,
bekerja dengan ilmu dan akhlak/mengetahui, memahami dan menghayati
pekerjaannya).
Pengembangan mutu SDM perbankan syariah merupakan
tanggung jawab bersama. Pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga
perbankan dan masyarakat. Pendidikan dan pelatihan tentang perbankan
8
DAFTAR PUSTAKA
10