Anda di halaman 1dari 12

Etos Dan Budaya Kerja Sumber Daya

Insani
Diajukanuntukmemenuhi Salah Satu Tugas Stuktur
Dalam Mata Kuliah Menejemen Sumber Daya Insani
Dosen pengampu : Drs. H Ahmad Dasuku Aly, MM

Dibuat Oleh:

Ai Sari Atikah
Atikah mawadah
Kelompol 5
MEPI 2 / SEMESTER 4
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
JalanPerjuanganBy Pass Sunyaragi Cirebon - Jawa Barat 45132
2014

1
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa
menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat
arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak
dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas
dari kaitan iman seseorang.
Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya juga tidak rendah.
Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal spiritual tetapi juga program
aksi.

2
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etos Kerja
Secara terminologi etos memiliki banyak arti yaitu, kebiasaan ,
sesuatu yang diyakini, adat, watak, pandangan hidup, sikap persepsi,
karakter dan lain-lain. Sedangkan secara terminologi etos dapat diartikan
sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan
dalam hidup. Dalam bahasa Yunani, yang memiliki arti sebagai suatu yang
diyakini atau keyakinan, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai
kerja. Dengan demikian etos kerja adalah refleksi sikap hidup seorang
yang mendasar dalam menghadapi kerja.1
Etos yang berarti sikap adalah aspek prilaku yang bisanya dinyatakan
dalam bentuk respon positif atau negatif. Menurut morgan sikap adalah
hal yang dapat dipelajari dari kecenderungan bertingkahlaku dengan cara
mengadakan evaluasi terhadap informasi.
Etos juga memiliki nilai moral yakni suatu pandangan batin yang
bersikap mendarah daging , sikap itu tidak muncul secara seketika, tetapi
dapat dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan manusia.
Sedangkan istilah kerja , yang kata dasarnya dari bekerja, bermakna
melakukan sesuatu, bekerja dapat dilihat dari tiga segi pandang:
1) Dari segi perorangan, bekerja adalah gerak dari pada badan dan
pikiran orang untuk melangsungkan hidup badaniah maupun
rohaniah.
1 Toto tasmara, membudayakan etos kerja islami,2004, Jakarta: gema insani, hal
15.
3
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

2) Dari segi kemasyarakatan, bekerja merupakan melakkan sesuatu


untuk memuaskan kebutuhan masyarakat.
3) Segi spititual, bekerja merupakan hak dan kewajiban manusia dalam
memuliakan dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Toto Tasmara, bekerja adalah suatu upaya sungguhsungguh dengan mengerahkan seluruh asset, fikir dan zikirnya untuk
mengaktualisasikan atau menampakan arti dirinya sebagai hamba Allah
yang harus menundukan dunia an menempatkan dirinya sebagian dari
masyarakat yang terbaik, jadi amal adalah suatu pekerjaan atau jabatan
pada suatu masyarakat.2
Bekerja adalah segala aktifitas dinamis dan memiliki tujuan untuk
memenuhu kebutuhan tertentu dan didalam mencapai tujuannya tersebut
dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi
yang optimal.
Maka etos kerja adalah suatu falsafah yang disadari oleh pandangan
hidup atau sikap hidup sebagai nilai-nilai yang bersifat, kebiasaan, dan
kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan pribadi atau suatu
kelompok masyarakat atau organisasi kemudian tercermin dari sikap
menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang
terwujud sebagai kerja.3
Jadi etos kerja merupakan totalitas kepribadian diri, serta cara orang
berekspresi, memandang meyakini, dan memberikan sebuah makan yang
mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih hasil secara optimal.
Dengan demikian arti secara luasnya adalah menyangkut ahlak
dalam pekerjaan. Dalam islam iman banyak berkaitan dengan amal.
Dengan kata lain kerja merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan
2 Toto tasmara, membudayakan etos kerja islami,2004, Jakarta: gema insani, hal
25.
3 Abdul aziz, kapita selekta ekonomi islam kontemporer,2010,Bandung:
alfabeta, hal52.
4
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

iman seseorang. Idealnya semakin tinggi iman itu maka semangat


kerjanya juga tidak rendah.4

B. Etos Kerja SDI Perspektif Islam Dan Liberal-Kapitalis


Dalam tulisan yudi latif dalam bukunya bahwa etos adalah karakter dan
sikap dasar manusia terhadap diri dan dunianya.
Karena mayoritas penduduk indonesia beragama islam, tentu tidak
berlebiahn jika bangsa ini disebut bangsa muslim, seperti halnya negaranegara asia timur yang sering dilukiskan sebagai littel dragon, karena itu
kaum muslim di indonesia dengan ajaranya paling bertangung jawab
untuk melakukan koreksi atas distorsi pemahaman dan praktek
keagamaan.
Memang benar lemahnya etos kerja, sebagai cerminan suasana
rohaniah keagamaan, tidak berdiri sendiri ia bertautan dengan pesoalan
dukungan stuktural. Cllifford Geertz telah lama mengindikasikan bahwa
sekalipun etos kapitalisme, seperti tercermin dalam sikap tekun, hemat
dan perhitungan, juga dimiliki olah kaum santri.
Memang dalam kenyataanya etos kerja bersifat matrealistik. Konsep
yang hamba, tidak mnyertakan ruh batin. Yang hakiki jauh dari nilai
illahiah, orang bekerja lebih didorong oleh semangat untuk menghasilkan
kekayaan dan kenikmatan duniawi, yang bersifat jangka pendek dan
semu.
Etos matrealistik tersebut sejalan dengan konsep kerja menurut
aliran kapitalisme-liberalisme yang mendapat bahwa kerja untuk
mendapatkan uang. Kerja merupakan suatu cara anusia menyatakan
harga diri, serta melihat harga diri.
Berbeda dengan pandangan islam kerja adalah ibadah. Kerja yang
dimaksud islam tersebut tidak dipandang dari dimensi meterial saja
4 Op cit hal 53.
5
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

( uang, jabatan, dan status sosial) melainkan kerja yang didasari oleh etos
dan semangat pengabdian kepada Allah, yaitu menjalankan perintahnya.
Dalam berbagai ayat al qur`an dan hadist sudah sangat jelas dalam
menentukan kualitas seorang pekerja yang baik. Hendaklah ia seorang
yang kuat lagi amanah dan ahlinya. Karena dengan kekuatan ia sanggup
melakukan pekerjaan yang diembanya, dan dengan amanah ia
menunaikan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan
amanah ini ia akan meletakan perkara-perkara pada tempatnya secara
proporsional. Dan dengan kekuatan ia sanggup menunaikan kewajiban
tanpa menyertakan kerusakan dan kerigian bagai pihak lain.

C. Konsep Kerja Perspektif Islam


1. Posisi Kerja Dalam Al Qur`An
Pekerjaan yang dicintai Allah SWT adalah yang berkualiatas, untuk
menjelaskanya al qur`an memperguankan istilah : Amal Shalih,
ihsan: amal yang itqan : al birr pengungkapanya kadang dengan
bahasa perintah, kadang dengan bahasa anjuran.
Pada sisi lain, dijelaskan juga pekerjaan yang buruk dengan
akibatnya yang buruk. Al qur`an sebagai pedoman kerja kebaikan, kerja
ibadah, kerja taqwa atau amal salih, memandang kerja sebagai kerja
hidup. Al qur`an menegaskan bahwa hidup itu intuk ibadah ( adz dzariat :
56) maka kerja dengan sendirinya adalah ibadah. Jika kerja itu ibadah
maka kerja itu wajib. Syarat pokok setiap aktivitas kita bernilai ibadah ada
dua yakni:
1) Ikhlas , yakni mempunyai motivasi yang besar, yaitu untuk berbuat
hal yang baik yang berguna bagi kehidupan dan dibenarkan oleh
agama. Dengan proyeksi atau tujuan akhir meraih mardhitillah .
2) Shawab ( benar ) , yaitu sepenuhnya sesuai dengan tuntunan yang
diajarkan oleh agama melalui Rasulullah saw untuk pekerjaan

6
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

ubaidiyah, dan tidak bertentangan dengan suatu ketentuan agama


dalam hal muamalat ketentuan ini sesuai dengan pesan al qur`an.
Ketika kita memilih pekerjaan, maka haruslah didasaran pada
pertimbangan moral, apakah pekerjaan itu baik( amal salih ) atau tidak.
Islam memuliakan setiap pekerjaan yang baik, tanpa
mendiskriminasikanya, apakah itu pekerjaan otot atau otak, pekerjaan
halus atau kasar, yang penting dapat dipertangungjawabkan secara moral
di hadapan Allah.
Dengan kata lain orang yang bekerja adalah mereka yang
menyumbangkan tenaga dan jiwanya untuk kebaikan diri, keluarga,
masyarakat, dan negara tanpa menyusahkan orang lain.
2. Kualitas Etika Kerja
Al qur`an menanamkan kesadaran bahwa dengan bekerja berarti
kita merealisasikan fungsi kehambaan kita kepada Allah, dan menempuh
jalan menuju rudha-Nya. Berikut ini adalah etos kerja menurut islam :
1) Ash-shalah ( baik dan bermanfaat )
Islam hanya memerintahakan atau menganjurkan pekerjaan
yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar tiap pekerjaan
mampu memberikan nilai tambah dan mengangkat derajat manusia
baik secara individual maupun kelompok.
2) Al- itqan ( kemantapan atau perfectness)
Kualitas kerja yang itqan merupakan sifat pekerjaan tuhan,
kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami.( an naml: 88)
rahmat Allh telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja secara
itqan yakni mencpai standar ideal secara teknis , untuk itu diperlkan
dukungan pengetahuan dan skill yang optimal. Dalam konteks ini
islam mewajibkan umatnya agar terus menambah atau
mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih.
3) Al ihsan ( melakukan yang terbaik atau lebih baik )
ihsan memiliki dua makna yang pertama , ihsan berarti yang
terbaik dari yang dapat dilakukan, dengan makna yang pertama inia
7
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

maka pengertian ihsan sama dengan itqan pesan yang dikandung


ialah agar setiap muslim mempunyai komitmen terhadap dirinya
atau berpuat baik dala segala hala yang dikerjakanya. Kedua ihsan
mempunyai makan lebih baik dari prestasi atau pekerjaan
sebelumnya. Makna ini berarti pesan peningkatan terusmenerus,
seiring dengan bertambahanya pengetahuan, pengalaman, waktu
dan sumberdaya laianya.
4) Al mujahadah ( kerja keras dan optimal )
Dalam banyak ayat al qur`an meletakan kualitas mujahadah
dalam pekerjaan pada konteks manfaatnay, yaitu untuk kebaikan
manusia sendiri, dan agar nilai guna dari hasil kerjanya semakin
bertambah ( al imran : 142) . mujahadah dalam maknanya yang
luas seperti yang didefinisikan oleh ulama adalah istifragh ma fil
wus`i yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang
ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga
diartikan sebagai mobilitas serta optimalisasi sumber daya.
5) Tanafus dan ta`wun ( berkompetisi dan tolong menolong )
Jalanya yakni melalui kekuatan infaq, pengendalian emosi,
pemberian maaf, berbuat kebajikan, dan bersegera bertaubat
kepada Allah ( al imran : 133-135). Objek kompetisi sendiri
sebenarnya tidak berbeda yaitu kebaikan dalam garis horizontal dan
ketaqwaan dalam garis vertikal, sehingga orang yang lebih banyak
memantu dimungkinkan amalnya lebih banyak serta lebih baik, dan
karenanya, ia mengngguli nilai kebajikan yang diraih saudaranya
yang laina.
6) Mencermati nilai waktu
Keuntungan ataupun kerugian manusia banyak ditentukan
oeh sikapnya terhadap waktu, sikap imani adalah sikap yang
menghargai waktu sebagai karunia ilahi yang wajib disyukuri. Hal ini
dilakkan dengan cara mengisinya dengan amal slih, sekaligus waktu
itu pun merupakan amanat yang tidak boleh disia-siakan, sebaliknya
sikap ingkar adalah cenderung mengutuk waktu dan menyianyiakanya.5

5 Op cit hal 56.


8
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu terletak pada prestasi kerja, jadi


janganlah pernah menangguhkan pekerjaan hari ini hingga esok, karena
semakin kita sering menangguhkan maka semakin banyak pula hal yang
harus segera kita selesaikan.

D. Meneladani Etos Kerja RASULULLAH SAW


Rasulullah saw menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan
ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi.
Beliau bekerja untuk meraih ridha Allah SWT.
Rasuullah adalah sosok yang selalu berbuat sebelum beliau
memerintahakan para sahabat untuk melakukanya. Hal ini sesuai dengan
tugas beliau sebahai ushwatun hasanah ; teladan yang baiak bagai
seluruh manuasia. Maka berbicara etos kerja islami maka beliaulah orang
yang pantas menjadi sumber rujukan. Berbicara etos kerja RASULULLAH
saw maka artinya berbicara bagaimana beliau menjalankan peran dalam
hidupnya, ada lima peran penting yang diemban beliau yaitu :
Pertama, Sebagai Rasul. Peran ini beliau jalani selama 23 tahun. Dalam kurun waktu
tersebut beliau harus berdakwah menyebarkan Islam; menerima, menghapal, menyampaikan,
dan menjelaskan tak kurang dari 6666 ayat Alquran; menjadi guru (pembimbing) bagi para
sahabat; dan menjadi hakim yang memutuskan berbagai pelik permasalahan umat-dari mulai
pembunuhan sampai perceraian.
Kedua, Sebagai kepala negara dan pemimpin sebuah masyarakat heterogen. Tatkala
memegang posisi ini Rasulullah SAW harus menerima kunjungan diplomatik negara-negara
sahabat. Rasul pun harus menata dan menciptakan sistem hukum yang mampu menyatukan
kaum Muslimin, Nasrani, dan Yahudi, mengatur perekonomian, dan setumpuk masalah
lainnya.
Ketiga, Sebagai panglima perang. Selama hidup tak kurang dari 28 kali Rasul
memimpin pertempuran melawan kafir Quraisy. Sebagai panglima perang beliau harus
mengorganisasi lebih dari 53 pasukan kaveleri bersenjata. Harus memikirkan strategi perang,
persedian logistik, keamanan, transportasi, kesehatan, dan lainnya.

9
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

Keempat, sebagai kepala rumahtangga. Dalam posisi ini Rasul harus mendidik,
membahagiakan, dan memenuhi tanggung jawab-lahir batin-terhadap para istri beliau, tujuh
anak, dan beberapa orang cucu. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat perhatian terhadap
keluarganya. Di tengah kesibukannya Rasul pun masih sempat bercanda dan menjahit sendiri
bajunya.
Kelima, Sebagai seorang pebisnis. Sejak usia 12 tahun pamannya Abu Thalib sudah
mengajaknya melakukan perjalanan bisnis ke Syam, negeri yang saat ini meliputi Syria,
Jordan, dan Lebanon. Dari usia 17 hingga sekitar 20 tahun adalah masa tersulit dalam
perjalanan bisnis Rasul karena beliau harus mandiri dan bersaing dengan pemain pemain
senior dalam perdagangan regional. Usia 20 hingga 25 tahun merupakan titik keemasan
entrepreneurship Rasulullah SAW terbukti dengan terpikatnya konglomerat Mekah,
Khadijah binti Khuwailid, yang kemudian melamarnya menjadi suami. Afzalurrahman dalam
bukunya, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang (2000: 5-12), mencatat bahwa Rasul pun
sering terlibat dalam perjalanan bisnis ke berbagai negeri seperti Yaman, Oman, dan Bahrain.
Dan beliau mulai mengurangi kegiatan bisnisnya ketika mencapai usia 37 tahun. Adalah
kenyataan bila Rasulullah SAW mampu menjalankan kelima perannya tersebut dengan
sempurna, bahkan menjadi yang terbaik. Tak heran bila para ilmuwan, baik itu yang Muslim
maupun non-Muslim, menempatkan beliau sebagai orang yang paling berpengaruh.6

6 file:///E:/semester%204/MSDI/web/ETOS%20KERJA%20DALAM%20PERSPEKTIF
%20ISLAM%20~%20Goresan%20Kisah.htm di unduh tgl 24/2/14 pukul 12:47.
10
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

BABIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bekerja merupakan manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka kerja
adalah ibadah. Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari
kerja. Bukankah Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya
Seorang muslim dalam mengerjakan sesuatu selalu melandasinya dengan mengharap
ridha Allah. Ini berimplikasi bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono,
sikap seenaknya, dan secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil
kerja berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan
pekerjaan dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin. Allah
mewajibkan atas segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, Yang membuat segala sesuatu
yang Dia ciptakan sebaik-baiknya. (QS. As-Sajdah ayat 7).Selain itu muslim pun dalam
dianjurkan mengerjakan sesuatu secara sungguh-sungguh dan teliti sehingga rapi, indah,
tertib dan bersesuaian dengan yang lain dari bagian-bagiannya. Allah SWT berfirman, Seni
ciptaan Allah yang membuat dengan teliti (atqana) segala sesuatu (QS. An-Naml ayat 88).
Kemuliaan seorang manusia itu tergantung kepada apa yang dilakukanya, dengan itu, suatu
amalan atau pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah sangat penting serta
petut untuk diberi perhatian, amalan tersebut selain memperoleh keberkahan serta
kesenangan dunia juga yang lebih pentik yakni merupakan jalan atau tiket untuk menentukan
kehidupan seseorang di akhirat kelah apakah masuk surga atau sebaliknya.

11
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

Daftar pustaka
Aziz,Abdul. 2010. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer.Bandung:
Alfabeta.
Tasmara, Toto. 2004. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema
Insani.
File:///E:/Semester%204/Msdi/Web/Etos%20kerja.Htm
File:///E:/Semester%204/Msdi/Web/Etos%20kerja%20dalam%20perspektif
%20islam%20~%20goresan%20kisah.Htm

12
Etos dan budaya kerja sumber daya insani

Anda mungkin juga menyukai