Anda di halaman 1dari 16

NAMA : ROSA OKHADITIA

NIM : 30323039
PRODI : D3 FARMASI

Etos Kerja Muslim untuk Mencapai Prestasi yang Optimal

Abstrak

Arti “ethos” berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang berarti budi pekerti atau watak.
Secara keseluruhan, pengertian etos mencakup ciri-ciri dan sikap, kebiasaan dan
keyakinan, dan lain sebagainya, yang bersifat spesifik pada diri seseorang atau
sekelompok orang. Dari kata “ethos” akan muncul kata “ethics” dan “ethical” yang
merujuk pada arti “moralitas/perilaku” atau bersifat “morality”, yaitu kualitas hakiki
seseorang atau suatu kelompok, termasuk sekelompok bangsa. . Dikatakan pula
bahwa “ethos” berarti jiwa khas suatu kelompok masyarakat, yang dari jiwa khas
itu akan berkembang pandangan bangsa tentang baik dan buruk, yaitu etikanya.

Ahmad Janan Asifudin, mengutip Dalam Hand Book of Term Psycology


menyatakan bahwa etos diartikan sebagai pandangan khas suatu kelompok sosial,
suatu sistem nilai yang melatarbelakangi adat istiadat dan tata cara suatu
masyarakat. Sedangkan Taufiq Abdullah mengartikannya sebagai aspek evaluatif
yaitu penilaian diri terhadap karya yang bersumber dari identitas diri yang
merupakan nilai sakral yaitu realitas spiritual keagamaan yang diyakininya.

Padahal perbedaannya antara etos dan etika. Istilah etika, secara teoritis dapat
dibedakan menjadi dua pengertian. Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos
yang berarti kebiasaan (karakter). Dalam pengertian ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri sendiri maupun dalam suatu masyarakat
atau kelompok masyarakat yang diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari
generasi ke generasi.

Pengertian kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai


kegiatan melakukan sesuatu. El-Qussy sebagaimana dikutip Ahmad Janan
Asifuddin berpendapat bahwa kegiatan atau perbuatan manusia ada dua macam.
Pertama, perbuatan yang berhubungan dengan aktivitas mental, dan kedua
perbuatan tersebut dilakukan secara tidak sengaja. Tipe yang pertama mempunyai
ciri minat yaitu untuk mencapai tujuan atau mewujudkan tujuan tertentu. Sedangkan

1
jenis yang kedua adalah gerakan acak yang terlihat pada gerakan bayi kecil yang
tampak tidak beraturan, gerakan refleksi dan gerakan lainnya yang terjadi tanpa
kemauan atau proses berpikir.

A. PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang memberikan panduan dalam semua aspek kehidupan,
baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan maupun manusia dengan sesama
makhluk Tuhan. Implementasi Islam secara kaffah adalah pelaksanaan ajaran
Islam secara menyeluruh, tidak hanya sebagian saja secara parsial, melainkan
mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan menjalankan Islam secara kaffah,
artinya Islam menjadi gaya hidup, bukan hanya sebagai pedoman ritual antara
manusia dengan Tuhan. Pekerjaan dalam Islam memiliki nilai yang tinggi dan mulia,
sebagai dasar dari setiap kebesaran dan jalan menuju kesuksesan. Melalui bekerja,
manusia dapat hidup dengan mulia dan mengelola waktu untuk mengembangkan
kekayaan. Bekerja adalah kewajiban bagi setiap muslim, karena melalui bekerja,
setiap muslim dapat mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai manusia, ciptaan
Allah yang paling sempurna dan mulia di dunia ini.

Dengan bekerja yang baik untuk mengaktualisasikan kemuslimannya, setiap


muslim telah melakukan ibadah kepada Allah. Setiap pekerjaan yang dilakukan
oleh muslim karena Allah, berarti ia telah berjihad di jalan Allah. Sebuah jihad tentu
memerlukan motivasi, dan motivasi membutuhkan pandangan hidup yang jelas,
yaitu Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah pedoman hidup bagi umat muslim, karena di
dalamnya terdapat semua aspek kehidupan umat muslim, termasuk masalah kerja.
Oleh karena itu, seorang muslim yang bekerja harus melakukan pekerjaan yang
diperbolehkan dalam Al-Qur'an. Setiap manusia membutuhkan harta untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, dan salah satu cara untuk mendapatkan harta
tersebut adalah melalui bekerja. Tanpa usaha, manusia tidak akan mendapatkan
apa pun. Dalam syariat Islam, kekayaan merupakan bagian dari nikmat Allah yang
harus dimanfaatkan dengan baik dan dijalankan sesuai dengan aturan yang
ditetapkan dalam Al-Qur'an.

B. PEMBAHASAN

1.1 Defenisi kerja

2
Definisi kerja dalam pengertian luas adalah segala bentuk usaha yang dilakukan
oleh manusia, baik dalam hal materi maupun non-materi, baik itu dalam bentuk
kegiatan intelektual atau fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah
dunia atau akhirat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh
WJS Poerdarminta, kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah
sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Kerja adalah segala aktivitas
dinamis yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, baik itu
kebutuhan jasmani maupun rohani. Dalam mencapai tujuan tersebut, seseorang
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai prestasi yang optimal sebagai
bentuk pengabdian kepada Allah SWT (Toto Tasmara, 2002: 27).

Dalam Islam, kata kerja diungkapkan melalui empat kata, yaitu: al-A'mal, as-
San'u, a-Fi'il, al-Kasbu, dan as-Sa'yun. Terdapat 602 kata yang berkaitan dengan
kerja dalam Al-Qur'an. Ayat-ayat dan hadis-hadis yang terdapat di bawah ini hanya
merupakan sebagian kecil dari banyaknya hadis yang membahas tentang dunia
kerja atau etos kerja, di antaranya adalah: "Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu,
maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu
itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.'"
(QS. At-Taubah: 105). Ayat di atas menggunakan kata amal yang berarti tindakan
praktis. Kata amal adalah kata yang paling sering disebutkan dalam Al-Qur'an. Kata
'amal (termasuk 'amal, 'aamilu, 'aamal, ta'malun, ya'malu, dan lainnya) disebutkan
sebanyak 360 kali dalam Al-Qur'an.

1.2 Defenisi Etos Kerja Islam

Etos kerja adalah sikap yang timbul dari keinginan dan kesadaran diri sendiri yang
didasarkan pada sistem orientasi nilai budaya terhadap pekerjaan. Kata "etos"
berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti sikap, kepribadian, watak,
karakter, dan keyakinan terhadap sesuatu. Etos ini dibentuk oleh kebiasaan,
pengaruh budaya, dan sistem nilai yang diyakini. Menurut Sinamo, etos kerja
adalah kumpulan perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental dan
didukung oleh komitmen total terhadap paradigma kerja yang integral. Dalam Islam,
kata "amal" sering muncul dalam al-Qur'an. Etos kerja menjadi hal yang sangat
diperhatikan. Tidak hanya bekerja untuk kehidupan akhirat, tetapi juga bekerja
untuk kelangsungan hidup di dunia. Islam melarang umatnya untuk berdiam diri
atau mengharap belas kasihan orang lain. Sebaliknya, agama ini menekankan
3
pentingnya kerja keras dan profesionalitas. Etos kerja Islam menekankan
kreativitas dalam bekerja sebagai sumber kebahagiaan dan kesempurnaan dalam
hidup. Pada dasarnya, manusia bekerja untuk mencapai kesuksesan, kemuliaan,
atau kemenangan. Selain itu, etos kerja Islam menuntut kejujuran, kebaikan,
kebenaran, rasa malu, kesucian diri, kasih sayang, hemat, dan kesederhanaan.
Islam menganggap bekerja sebagai kewajiban bagi setiap individu. Dengan
bekerja, seseorang dapat memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya, serta memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Oleh karena itu, Islam bahkan menganggap bekerja sebagai ibadah yang
diperintahkan oleh Allah Swt dalam surat At-Taubah ayat 105:“Dan Katakanlah:
"Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
Meliha pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang Telah kamu kerjakan.”(QS. At-Taubah: 105)

Islam mengajarkan pentingnya memiliki etos kerja yang kuat dengan selalu
menciptakan produktivitas dan progresivitas dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam al-Qur'an dan hadits, istilah yang digunakan untuk kerja adalah 'amal', yang
mencakup segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang, baik itu baik atau buruk.
Kata 'shalih' merujuk pada kualitas kerja yang baik. Oleh karena itu, Islam
mendorong setiap individu untuk melakukan kerja yang berkualitas. Islam melihat
pekerjaan sebagai hal yang positif. Manusia diperintahkan Allah untuk mencari
rezeki bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan, tetapi juga untuk mencari
kelebihan yang berasal dari Allah. Salah satu ayat yang menggarisbawahi hal ini
adalah ayat al-Qur'an surat al-Jumu'ah ayat 10. Dari berbagai definisi tersebut,
dapat dipahami bahwa etos kerja adalah sikap dasar seseorang atau suatu bangsa
terhadap kerja, yang mencerminkan pandangan hidup yang berorientasi pada nilai-
nilai ketuhanan. Etos kerja juga merupakan manifestasi dari sikap hidup manusia
terhadap kerja, yang melibatkan upaya untuk mencapai hasil baik secara materi
maupun non-materi (spiritual).

Etos kerja Islam menurut Asifudin adalah karakter dan kebiasaan manusia
dalam bekerja, yang tercermin dari sistem keimanan/aqidah Islam sebagai sikap
hidup yang mendasar. Menurut Tasmara, etos kerja Islam adalah usaha sungguh-
sungguh dengan menggunakan semua aset, pikiran, dan zikir untuk
mengaktualisasikan diri sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan
menjadi bagian dari masyarakat yang baik atau khairul ummah. Dengan kata lain,
manusia hanya bisa menjadi manusia sejati melalui kerja. Etos kerja Islami adalah

4
akhlak dalam bekerja sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga tidak perlu
dipertanyakan lagi karena jiwa sudah meyakini bahwa itu adalah hal yang baik dan
benar. Etos kerja Islami berasal dari Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad Saw,
yang mengajarkan bahwa dengan bekerja keras, dosa-dosa akan diampuni oleh
Allah Swt dan tidak ada makanan yang lebih baik daripada yang diperoleh dari jerih
payah atau kerja keras. Etos kerja Islam memberikan pandangan tentang dedikasi
yang tinggi dalam bekerja keras sebagai kewajiban yang harus dilakukan. Usaha
yang cukup harus menjadi bagian dari pekerjaan seseorang, yang dianggap
sebagai kewajiban individu yang kompeten.

1.3.Tujuan Bekerja Menurut Islam

Agama Islam yang berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits memiliki peran yang
tidak hanya mengatur dalam segi ibadah, tetapi juga mengatur umat dalam hal-hal
yang berkaitan dengan pekerjaan. Rasulullah SAW bersabda: "Bekerjalah untuk
duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu
seakan-akan kamu mati besok." Dalam kata-kata lain, juga dikatakan bahwa
"Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, memikul kayu lebih mulia
daripada mengemis, mukmin yang kuat lebih baik daripada muslim yang lemah.
Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja." Namun, kenyataannya kita seringkali
bertindak dan berperilaku sebaliknya. Padahal dalam situasi globalisasi saat ini,
kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, tetapi
juga seimbang dengan nilai-nilai Islami yang tidak boleh melampaui batas-batas
yang telah ditetapkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. Bekerja bagi umat Islam tidak
hanya didasari oleh tujuan-tujuan duniawi semata. Lebih dari itu, bekerja adalah
bentuk ibadah. Bekerja akan menghasilkan sesuatu. Hasil inilah yang
memungkinkan kita untuk makan, berpakaian, tinggal di rumah, memberi nafkah
kepada keluarga, dan menjalankan ibadah lainnya dengan baik. Tujuan bekerja
menurut Islam antara lain adalah:

a. Memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga Bekerja menurut Islam adalah
untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga termasuk istri, anak-anak, dan
orang tua. Islam menghargai semua itu sebagai sedekah, ibadah, dan amal saleh.

b. Memenuhi ibadah dan kepentingan sosial

Bila bekerja dianggap sebagai ibadah yang suci, maka demikian


5
pula harta benda yang dihasilkannya. Alat-alat pemuas kebutuhan dan sumber
daya manusia, melalui proses kerja adalah hak orang-orang yang memperolehnya
dengan kerja tersebut, dan harta benda itu dianggap sebagai sesuatu yang suci.
Jaminan atas hak milik perorangan, dengan fungsi sosial, melalui institusi zakat,
shadaqah, dan infaq, merupakan dorongan yang kuat untuk bekerja. Dasarnya
adalah penghargaan Islam terhadap upaya manusia.

Dari Ibnu Umar ra bersabda, ‘'Sesungguhnya Allah SWT mencintai

seorang mu'min yang bekerja dengan giat".

1.4.Aspek Pekerjaan dalam Islam

Aspek pekerjaan dalam Islam meliputi empat hal yaitu :

a.Memenuhi kebutuhan sendiri.

Islam sangat menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang

muslim harus mampu hidup dari hasil keringatnya sendiri, tidak

bergantung pada orang lain.

b. Memenuhi kebutuhan keluarga.

Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi

tanggungannya

adalah kewajian bagi seorang muslim

C. Kepentingan seluruh makhluk.

Pekerjaan yang dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal

jariyah baginya.

d. Bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri.

Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat

sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati hasil dari

pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud

6
penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri.

1.5. Ciri-Ciri Etos Kerja Islami

Ciri-ciri yang mengahayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah
lakunya, diantaranya sebagai berikiut:

a. Mereka kecanduan terhadap waktu

Salah satu inti dari etos kerja adalah bagaimana seseorang menghargai,
memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Mereka menyadari bahwa
waktu adalah netral dan terus berlalu dari detik ke detik, dan mereka juga
menyadari bahwa waktu yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Bagi
mereka, waktu adalah sebuah aset yang sangat berharga, seperti ladang subur
yang membutuhkan pengetahuan dan amal untuk diolah dan hasilnya dipetik di
waktu yang lain. Waktu adalah kekuatan, dan mereka yang mengabaikan waktu
sebenarnya menjadi budak dari kelemahan mereka. "Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan saling menasehati untuk mentaati kebenaran dan
saling menasehati untuk menetapi kesabaran." (Q.S. Al-Asr: 1-3) Seorang muslim
seolah-olah kecanduan dengan waktu. Mereka tidak ingin ada waktu yang terbuang
tanpa makna. Bagi mereka, waktu adalah sebuah rahmat yang tak terhitung.
Memahami makna waktu adalah tanggung jawab yang besar atas kemuliaan hidup
mereka. Sebagai konsekuensinya, mereka menjadikan waktu sebagai wadah
produktivitas. Mereka sadar untuk tidak memboroskan waktu, sehingga setiap
muslim yang memiliki etos kerja tinggi akan segera menetapkan tujuan, membuat
perencanaan kerja, dan kemudian mengevaluasi hasil kerjanya.

b. Mereka memiliki moralitas yang bersih

Salah satu kompetensi moral yang dimiliki oleh seorang yang bekerja Islami
adalah kemampuan untuk menilai keikhlasan. Keikhlasan merupakan bentuk dari
cinta, kasih sayang, dan pelayanan tanpa ikatan. Sikap ikhlas tidak hanya terlihat
dari cara seseorang melayani, tetapi juga dari input atau masukan yang membentuk
kepribadiannya berdasarkan sikap yang bersih. Bahkan, dalam mencari rezeki,
makanan, dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya, seseorang yang bekerja

7
Islami selalu menjaga kebersihan. Dengan demikian, keikhlasan menjadi energi
batin yang melindungi diri dari segala bentuk yang kotor. Bekerja bukan hanya
sekedar mencari rezeki, tetapi yang lebih penting adalah menjaga kehalalan
pekerjaan yang ditekuni. Tidak boleh mencari rezeki melalui usaha dan cara-cara
yang bathil dan haram dalam Islam. Allah Swt berfirman: "Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa melanggar hak dan berbuat aniaya,
maka kelak Allah akan memasukkannya ke dalam neraka. Dan hal itu sangat
mudah bagi Allah."

c. Mereka kecanduan kejujujuran

Pribadi muslim adalah tipe manusia yang terpaut pada kejujuran, dalam segala
situasi, ia merasa bergantung pada kejujuran. Ia juga bergantung pada amal saleh.
Setiap kali ia berperilaku jujur atau melakukan amal saleh yang baik, ia merasa
seperti ketagihan untuk melakukannya lagi. Ia merasa terikat dalam cintanya
kepada Allah. Ia hanya merasakan kebebasan dalam melayani Allah. Seperti
halnya kesungguhan, kejujuran juga tidak datang dari luar, tetapi merupakan
bisikan hati nurani yang terus-menerus mengingatkan dan mengajarkan nilai-nilai
moral yang mulia. Kejujuran bukanlah sesuatu yang dipaksa, melainkan sebuah
panggilan dari dalam, sebuah ikatan yang kuat.

d. Al-Mujahadah(Kerja Keras dan Optimal)

Dalam banyak ayat, Almujahadah memiliki manfaat yang penting dalam


konteks pekerjaan. Salah satunya adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri, serta
untuk meningkatkan nilai guna dari hasil kerjanya. Ayat-ayat seperti Ali Imran: 142,
al-Maidah: 35, al-Hajj: 77, al-Furqan: 25, dan al-Ankabut: 69, menggarisbawahi
pentingnya Almujahadah dalam kehidupan sehari-hari. Almujahadah memiliki
makna yang luas, yang dapat didefinisikan sebagai upaya untuk mengerahkan
seluruh daya dan kemampuan yang dimiliki dalam merealisasikan setiap pekerjaan
yang baik. Selain itu, Almujahadah juga dapat diartikan sebagai mobilisasi dan
optimalisasi sumber daya yang ada. Allah SWT telah menyediakan segala fasilitas
dan sumber daya yang diperlukan bagi manusia, seperti yang terdapat dalam ayat
Ibrahim: 3-33, yang menunjukkan bahwa langit dan bumi tunduk kepada manusia.

8
Hal ini mengandung pelajaran berharga, seperti yang terdapat dalam hadits
ketujuh, bahwa seseorang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dirinya,
orang tuanya yang lemah, dan anak istrinya, merupakan bentuk jihad fi sabilillah.
Dengan melakukan Almujahadah, seseorang dapat berkontribusi dalam
meningkatkan kesejahteraan diri sendiri dan orang-orang terdekatnya, serta
memperoleh keberkahan dari Allah SWT.

e. Istiqomah, kuat pendirian.

Kualitas kerja yang sempurna atau sempurna adalah sifat pekerjaan yang
dikehendaki oleh Tuhan, kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang Islami. Rahmat
Allah telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja dengan sempurna, yaitu
mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan
dan keterampilan yang optimal. Konsep sempurna memberikan penilaian lebih
terhadap hasil pekerjaan yang sedikit atau terbatas, tetapi berkualitas, daripada
output yang banyak, tetapi kurang berkualitas. Inilah yang disampaikan oleh
Rasulullah saw. Bahwa Allah akan menyukai hambanya yang mau bekerja dengan
sempurna.

1.6. Lapangan Kerja dan Keamanan Sosial

Keterampilan bekerja adalah suatu tindakan yang sangat dihargai dalam Islam,
sedangkan kemalasan sangat dikecam. Rasulullah SAW sangat menghargai
pengikutnya yang bekerja keras, dengan mengatakan, "...Sungguh mulia
kehidupan seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri." Hadis lain
menyatakan bahwa seorang bawahan tidak boleh dipaksa untuk bekerja di luar
kemampuannya, dan jika terpaksa melakukannya, mereka harus dibantu.
Berdasarkan petunjuk hadis tersebut, syariat Islam menginginkan adanya jam kerja
yang normal dan harus ada pembayaran lembur jika mereka bekerja dengan waktu
tambahan. Ada beberapa hadis yang menyatakan perlunya jaminan keamanan
sosial bagi tenaga kerja. Misalnya, Rasulullah SAW bersabda: "...seseorang yang
bekerja untuk kita, harus disediakan tempat tinggal jika belum memiliki rumah
sendiri; ia harus segera menikah, jika masih bujangan, harus disediakan
transportasi jika ia sendiri belum memilikinya." Rasulullah SAW menegaskan
bahwa seseorang memiliki kewajiban terhadap jiwa dan tubuh mereka. Nilai dari
kegiatan ekonomi adalah kesenangan. Salah satu perintah yang sangat penting
terkait dengan keamanan sosial adalah jika seseorang meninggal dan

9
meninggalkan harta kekayaan, harta tersebut menjadi milik ahli warisnya. Namun,
jika dia meninggalkan orang-orang yang membutuhkan bantuan, mereka akan
menjadi tanggung jawab negara (Rasulullah SAW). Dari hadis ini, seorang penulis
awal yang menulis tentang sistem dalam Islam, Abu Ubaid, berpendapat bahwa
setiap anak seperti itu harus menerima santunan dari baitul mal (kantor
perbendaharaan negara).

1.7 Nilai-nilai Kerja yang Tidak Baik

1. Larangan untuk meminta

Orang-orang yang memiliki kemampuan untuk berusaha dan memiliki tubuh yang
sehat, tetapi tidak mau berusaha dan malah menggantungkan hidupnya pada orang
lain sangat dibenci oleh Islam. Dengan meminta-minta, misalnya.Keadaan seperti
itu sangat tidak sesuai dengan sifat kuat dan mulia orang Islam.

Sebagaimana diketahui bahwa mencari nafkah secara halal adalah wajib bagi
setiap muslim, setiap muslim harus mempertimbangkan bidang dan lapangan kerja
yang akan mereka pilih.Fakta menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh
sekelompok orang juga mencakup sejumlah pekerjaan yang haram dan tercela
yang bertentangan dengan prinsip kerja Islami. Beberapa contoh dari pekerjaan ini
termasuk judi (maisir), pelacuran, bisnis minuman keras, dan sebagainya.

Al-Qur'an dan al-Hadits, sebagai sumber moral kerja Islami, telah memberikan

Singkatnya, ini adalah penjelasan:

Hadis di atas berisi tiga perintah dan dua larangan:

1. Meningkatkan Keyakinan

Seseorang akan dimuliakan baik di dunia maupun di akhirat jika iman mereka kuat
dan diikuti dengan amal saleh.Dalam Asbab Ziyadati a-Imani wa nuqshanihi, yang

10
diterjemahkan oleh Ahmad S Marzuki, Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin
Al"Abbad Al Badr menyatakan bahwa iman adalah hal yang paling diinginkan,
disukai, dan saling menguntungkan. Allah memberi kita banyak cara untuk meraih,
memperkuat, atau meningkatkan iman kita. Jika seorang hamba melakukannya,
iman dan keyakinannya akan meningkat dan menjadi lebih kuat. Semua itu telah
dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan Rasul-Nya dalam sunah-sunnah-Nya.
Di antara jalan menuju peningkatan.

2. Perintah untuk Memanfaatkan Waktu

Rasulullah SAW ingin umatnya bahagia baik di dunia maupun di akhirat, jadi dia
memerintahkan mereka untuk memanfaatkan waktu mereka dengan sebaik
mungkin untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat.Sangat banyak aktivitas yang
bermanfaat bagi kehidupan seorang mukmin, seperti mencari ilmu, membaca,
bekerja untuk mendapatkan uang halal, berolahraga, memperbanyak amalan
sunnah, dan lain-lain. Oleh karena itu, jangan membuang-buang waktu untuk hal-
hal yang tidak bermanfaat, seperti bermalas-malasan, melamun, dan terlalu banyak
menonton televisi yang tidak bermanfaat.Orang-orang yang sukses dan berhasil
dalam hidup adalah mereka yang selalu menggunakan waktunya untuk hal-hal
yang bermanfaat dan serius dalam mengerjakan tugasnya, karena mereka percaya
bahwa waktu adalah uang.

3. Meminta Pertolongan Allah SWT.

Manusia hanya memiliki kewajiban untuk beriktia, tetapi Allah SWT yang
memutuskan apakah itu berhasil atau tidak. Orang mukmin sangat ditekankan
untuk memperbanyak doa kepada Allah SWT. Dengan berdoa kepada Dia, Dia
pasti akan mengabulkan doa kita. Namun, Firman Allah dalam Surat Ar-Ra'du ayat
11 menyatakan bahwa kita harus terus berusaha.

Beribadah sama dengan meminta bantuan. Orang-orang yang hanya beribadah


kepada-Nya tetapi tidak pernah meminta bantuan keimananya terus menjadi
11
masalah. Ini karena dia mungkin dianggap tidak memerlukan pertolongan Allah
SWT. Salah satu tindakan yang harus kita lakukan sebagai muslim adalah berdoa
kepada Allah SWT. Berdoa bukan hanya menunjukkan rasa merendahkan diri kita
kepada Allah, tetapi juga menunjukkan bahwa kita benar-benar memerlukan
bantuan dan pertolongan-Nya, karena Allah adalah segalanya.

4. Larangan Kemalasan

Disebutkan sebelumnya bahwa agama Islam sangat menganjurkan umatnya untuk


berusaha dan berusaha untuk menjadi orang yang kuat dalam berbagai hal,
termasuk iman, jiwa, raga, badan, harta, dan sebagainya.Kemalasan adalah
sumber kelemahan seseorang.Orang yang bodoh tidak mau belajar, orang yang
lemah badan karena tidak berolahraga, orang yang miskin uang karena tidak mau
bekerja, dan sebagainya.Karena Allah SWT, setiap orang harus berusaha untuk
memperbaiki segala kelemahan yang ada pada dirinya. Jika mereka tidak
melakukannya, itu tidak akan berubah. Ar-Ra'du: 11.5. Dilarang untuk mengatakan
"kalau" (seandainya begini dan begitu pasti).Tidak ada cara untuk menjamin bahwa
upaya akan selalu berhasil; seseorang pasti akan gagal dalam menghadapi situasi
seperti itu. Dalam agama Islam, kita dianjurkan untuk tunduk pada kehendak-Nya.

Muslim memiliki empat belas etos kerja, yang termasuk:

1.Memiliki jiwa kepemimpinan.

Manusia adalah khalifah di bumi, dan menjadi pemimpin berarti secara aktif
mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai keinginan mereka.
Kepemimpinan juga berarti kemampuan untuk mengambil posisi dan memainkan
peran, sehingga kehadiran Anda mempengaruhi lingkungan Anda. Orang yang
hebat adalah pemimpin. Dia larut dalam keyakinannya tetapi tidak segan untuk
menerima kritik, bahkan mengikuti yang terbaik.

2. Selalu berhitung.

12
Rasulullah sering mengatakan, "Bekerjalah untuk duniamu seakan hidup
selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan engkau akan mati besok."
Ini sejalan dengan perkataan sayidina Umar, "Maka hendaklah kamu menghitung
dirimu sendiri, sebelum datang hari dimana engkau akan diperhitungkan," dan
firman Allah, "hendaklah kamu menghitung dirimu sendiri hari ini untuk
mempersiapkan hari esok." (Qs. 59:18).Muslim harus melihat risiko dan
merencanakan tindakan yang konsisten, tepat waktu, dan menghasilkan hasil yang
memuaskan.

3. Menghargai Waktu.

Ayat-ayat dalam Al-Quran tentang makna dan pentingnya waktu sangat jelas bagi
kita, seperti yang terlihat dalam surat Al-Ash, ayat 1–3. Waktu adalah rahmat yang
tak terhitung nilainya, dan menggunakannya sebagai wadah untuk produktivitas
adalah pilihan logis. Dalam hati saya ada perasaan bahwa kita tidak boleh
melewatkan sedetik pun dari kehidupan ini tanpa makna.Ajaran Islam adalah ajaran
yang nyata, bukan hanya omong kosong. Namun, dia adalah ayat-ayat amaliyah,
suatu agama yang menuntut pengamalan ayat-ayat dalam bentuk asli mereka
melalui gerakan bil haal.Oleh karena itu, setiap muslim tahu bahwa apa yang akan
kita capai pada waktu yang akan datang ditentukan oleh bagaimana kita mengada
apa yang kita lakukan sekarang.

4. Tidak pernah merasa puas dengan berbuat baik (perbaikan positif)—kematian


kreatifitas adalah tandanya. Jadi, secara logis, orang yang beragama Islam akan
terlihat memiliki semangat yang kuat, tidak pernah lelah, dan tidak terbelenggu
dalam kemalasan yang nista. Dengan demikian, seorang muslim selalu berusaha
untuk menjadi orang yang dinamis dan kreatif.

5. Hidup hemat dan hemat energi

Bagi seorang muslim, dua sifat yang baik adalah hidup hemat dan efisien. Orang
yang hemat adalah orang yang memiliki pandangan jauh ke depan, dan hemat tidak
selalu berarti menumpuk harta kekayaan. Di sisi lain, orang yang efisien dalam
mengelola semua sumber dayanya menghindari sifat yang tidak produktif dan
membuang-buang.

13
6. Memiliki jiwa wiraswasta, atau bisnis.

Memiliki semangat wiraswata yang tinggi, dia tahu memikirkan segala fenomena
yang ada di sekitarnya, merenungkan dan kemudian bergelora untuk mewujudkan
setiap perenungan batinya dalam bentuk yang nyata dan realistis; nuraninya sangat
halus dan peka terhadap lingkungan, dan setiap tindakannya diperhitungkan
dengan baik, baik, dan buruk (wirausaha). Menurut sabda Rasulullah, Allah sangat
mencintai seorang mukmin yang kaya.

7. Memiliki semangat yang kompetitif.

Semangat berjuang merupakan sisi lain dari seorang muslim yang tangguh, yang
bekerja untuk kebajikan dan mencapai prestasi. Harus diakui dengan penuh
keyakinan bahwa kegigihan dan keuletan adalah sifat alami manusia, sehingga
malas dan kehilangan semangat berkompetisi adalah kondisi yang bertentangan
dengan fitrah manusia dan menghianati tugasnya sebagai khalifah di dunia ini.

C. KESIMPULAN

Kesuksesan, baik di dunia maupun di akhirat, bergantung pada kerja. Akibatnya,


marilah kita semua menanamkan nilai kerja islami dalam diri kita. Lakukan
pekerjaan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin.
Yang paling penting, niati semua itu karena Allah SWT.

Muslim yang menjabat tidak akan korupsi karena niat mereka untuk beribadah,
bukan karena harta. Polisi akan mengayomi masyarakatnya dengan sungguh-
sungguh karena dia yakin bahwa apa yang dilakukannya akan dibalas dengan baik
oleh Allah, dan pedagang akan jujur karena dia yakin bahwa dengan begitu
keuntungannya akan berlipat ganda dan rezekinya halal. Pelajar akan berusaha
keras untuk belajar karena dia percaya pada niat baik yang dia tanamkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sumber referensi :

1. http://jurnal.stei-iqra-annisa.ac.id/index.php/al-amwal/article/view/80

2.. ETOS KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM | SOHARI | ISLAMICONOMIC:


Jurnal Ekonomi Islam

3. Etos Kerja Dalam Islam | Kirom | TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law
(iainkudus.ac.id)

15
16

Anda mungkin juga menyukai