Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Komunikasi dalam Islam

Komunikasi adalah suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang,
kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar
terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara
lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa
verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan
menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum,
menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa
nonverbal. komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan
yang lainnya (communication depends on our ability to understand one another).1
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam
komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan
Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu: ”Human communication is the
process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—
respond to and create messages to adapt to the environment and one another”. Bahwa
komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan,
kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk
beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.2

B. Etika Komunikasi Kerja Islam

Etika berasal dari bahasa Yunani, ethikos yang mempunyai beragam arti; pertama,
sebagai analisis konsep-konsep mengenai apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral,
benar-salah, wajib, tanggung jawab, dan lain-lain. Kedua, pencarian ke dalam watak
moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencarian kehidupan yang baik secara
moral.3

1
Riswandi, ilmu komunikasi, Yogyakarta; Graha ilmu, 2009, h. 1
2
ashabulJannah/PENGARUH ETIKA KERJA DAN KOMUNIKASI KERJA ISLAMI TERHADAP KINERJA
KARYAWAN DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN BADAN USAHA YAYASAN ARWANIYYAH (BUYA).htm
Menurut Imam Ghozali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin mendefinisikan etika
sebagai sifat yang tetap dalam jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan tidak membutuhkan pikiran.4 Dari beberapa pengertian di atas, definisi
operasional etika adalah sebagai alat yang digunakan untuk menilai (mengukur) baik atau
buruk suatu tindakan yang dilakukan seseorang, berdasarkan akal pikiran (rasional). Etika
yang Islami tidak hanya menggunakan rasio dalam menilai perbuatan, tetapi juga didasarkan
pada Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga tindakan yang dinilai Etika Islam adalah berdasarkan
akal pikiran yang sesuai dengan ajaran Syari’at Islam.
Etika kerja yang Islami adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya
yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa), namun dibatasi dalam cara
memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram.5
Etika kerja dalam Syari’at Islam adalah akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai
dengan nilai-nilai Islam, sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu adakehawatiran,
sebab sudah diyakini sebagai suatu yang baik dan benar. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan teori etika kerja Islam yang dikemukakan oleh Dr. Mustaq Ahmad, yang
mengatakan bahwa seorang pelaku bisnis diharuskan untuk berperilaku dalam bisnis mereka
sesuai dengan apa yang dianjurkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Menurut Ali (2005) sebagaimana dikutip Tohir Luth6 ada empat pilar utama dalam
konsep etika kerja Islam yaitu:
1. Berusaha (effort), seorang muslim diwajibkan untuk berusaha dan bekerja untuk memenuhi
kebutuhan dirinya, keluarga dan masyarakat. Islam sangat menjunjung tinggi produktifitas
kerja karena akan meminimalisir berbagai permasalahan sosial dan ekonomi.
2. Persaingan (competition), seorang pekerja harus mampu bersaing dengan karyawan lain
secara fair dan jujur dengan niat fastabiqul koirat (berlomba untuk mencapai kebajikan).
3. Keterbukaan (transparancy), keterbukaan terhadap berbagai kegiatan yang ada dalam
organisasi.
4. Moralitas (Morality), segala bentuk kegiatan harus berdasarkan etika islam, karena agama
islam tidak mengenal dikotomis antara urusan keduniaan dan agama.

3
Kuat Ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syari’ah,
Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009, h. 41

4
Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah Kaya di Dunia Terhormat di Akhirat, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009, h. 171
5
Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: BPFE, 2004, h. 57
6
Tohir Luth, 2003, Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Islam, Gema Insani: Jakarta. Hlm 29-31
Membicarakan etos kerja dalam Islam, berarti menggunakan dasar pemikiran bahwa
Islam, sebagai suatu sistem keimanan, tentunya mempunyai pandangan tertentu yang positif
terhadap masalah etos kerja. Adanya etos kerja yang kuat memerlukan kesadaran pada orang
yang bersangkutan tentang kaitan suatu kerja dengan pandangan hidupnya yang lebih
menyeluruh, yang pandangan hidup itu memberinya kesadaran akan makna dan tujuan
hidupnya. Dengan kata lain, seseorang agaknya akan sulit melakukan suatu pekerjaan dengan
tekun jika pekerjaan itu tidak bermakna baginya, dan tidak bersangkutan dengan tujuan
hidupnya yang lebih tinggi, langsung ataupun tidak langsung.

Prinsip-prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam

Sebagai agama yang menekankan arti penting amal dan kerja, Islam mengajarkan
bahwa kerja itu harus dilaksanakan berdasarkan beberapa prinsip berikut:
1) Bahwa perkerjaan itu dilakukan berdasarkan pengetahuan sebagaimana dapat dipahami dari
firman Allah dalam Alquran, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan mengenainya.”(Q.S, 17: 36).
2) Pekerjaan harus dilaksanakan berdasarkan keahlian sebagaimana dapat dipahami dari hadis
Nabi saw, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya.” (Hadis Shahih riwayat al-Bukhari).
3) Berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik sebagaimana dapat dipahami dari firman
Allah, “Dialah Tuhan yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa di antara
kalian yang dapat melakukan amal (pekerjaan) yang terbaik; kamu akan dikembalikan
kepada Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan
kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mulk: 67: 2).
4) Pekerjaan itu diawasi oleh Allah, Rasul dan masyarakat, oleh karena itu harus dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab, sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah, “Katakanlah:
Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul dan orang-orang beriman akan melihat
pekerjaanmu.”(Q.S. 9: 105).
5) Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi. Pekerja keras dengan etos
yang tinggi itu digambarkan oleh sebuah hadis sebagai orang yang tetap menaburkan benih
sekalipun hari telah akan kiamat.
6) Orang berhak mendapatkan imbalan atas apa yang telah ia kerjakan. Ini adalah konsep pokok
dalam agama. Konsep imbalan bukan hanya berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan dunia, tetapi
juga berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan ibadah yang bersifat ukhrawi. Di dalam Alquran
ditegaskan bahwa: “Allah membalas orang-orang yang melakukan sesuatu yang buruk
dengan imbalan setimpal dan memberi imbalan kepada orang-orang yang berbuat baik
dengan kebaika.”(Q.S. 53: 31). Dalam hadis Nabi dikatakan, “Sesuatu yang paling berhak
untuk kamu ambil imbalan atasnya adalah Kitab Allah.” (H.R. al-Bukhari). Jadi, menerima
imbalan atas jasa yang diberikan dalam kaitan dengan Kitab Allah; berupa mengajarkannya,
menyebarkannya, dan melakukan pengkajian terhadapnya, tidaklah bertentangan dengan
semangat keikhlasan dalam agama.
7) Berusaha menangkap makna sedalam-dalamnya sabda Nabi yang amat terkenal bahwa nilai
setiap bentuk kerja itu tergantung kepada niat-niat yang dipunyai pelakunya: jika tujuannya
tinggi (seperti tujuan mencapai riza Allah) maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang
tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti, hanya bertujuan memperoleh simpati sesama
manusia belaka), maka setingkat itu pulalah nilai kerjanya tersebut. Sabda Nabi saw. itu
menegaskan bahwa nilai kerja manusia tergantung kepada komitmen yang mendasari kerja
itu. Tinggi rendah nilai kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan tinggi rendah nilai
komitmen yang dimilikinya. Dan komitmen atau niat adalah suatu bentuk pilihan dan
keputusan pribadi yang dikaitkan dengan sistem nilai yang dianutnya. Oleh karena itu,
komitmen atau niat juga berfungsi sebagai sumber dorongan batin bagi seseorang untuk
mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, atau, jika ia mengerjakannya dengan tingkat-
tingkat kesungguhan tertentu.
8) Ajaran Islam menunjukkan bahwa “kerja” atau “amal” adalah bentuk keberadaan manusia.
Artinya, manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang membuat atau mengisi keberadaan
kemanusiaan.

BAB 3
KESIMPULAN/PENUTUP
Dalam Islam, segala hal diperhatikan dari yang sekecil apapun itu. Terutama dalam
aspek etika atau dalam Islam kita kenal dengan Akhlak. Dari makalah diatas kita dapat
mengetahui bahwa etika komunikasi kerja yang dijelaskan dalam Islam. Dimana dalam Islam
harus menjaga moral atau sopan santun terhadap sesame kerabat kerja, sekalipun dia
bawahan bagi yang memiliki jabatan tinggi.
Tidak dibenarkan pula bahwa kita harus tertutup terhadap kerabat kerja, enggan
berinteraksi sehingga menyebabkan diri kita sendiri saja bahkan tidak memiliki teman. Kita
harus menjaga komunikasi terhadap kerabat kerja dengan baik yaitu dengan memiliki sifat
terbuka namun tetap pandai memilih kerabat, mana yang baik dan mana yang buruk.
Semua yang dilakukan dalam bekerja juga harus disertai keyakinan bahwa Allah
selalu mengawasi kita karena Dia Maha Mengetahui, sehingga kita dapat berperilaku baik
terhadap semua orang di tempat kerja dimanapun itu.
Mungkin hanya sekian makalah yang bisa disampaikan. Mohon maaf atas segala
kesalahan baik dalam penulisan maupun lainnya. Karena makalah ini masih sangat jauh dari
kata sempurna dan butuh saran atau masukan dari pembaca. Terima Kasih

Penulis

DAFTAR PUSTAKA
Riswandi, ilmu komunikasi, Yogyakarta; Graha ilmu, 2009, h. 1
ashabulJannah/PENGARUH ETIKA KERJA DAN KOMUNIKASI KERJA ISLAMI
TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN BADAN
USAHA YAYASAN ARWANIYYAH (BUYA).htm
Kuat Ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009, h. 41

Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah Kaya di Dunia Terhormat di Akhirat,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h. 171

Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: BPFE,
2004, h. 57
Tohir Luth, 2003, Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Islam, Gema Insani: Jakarta.
Hlm 29-31

BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam kehidupn sehari-hari semua orang pasti akan melakukan komunikasi,dari
mulai berbicara,menulis surat,menelpon,itu semua termasuk ke dalam komunikasi.Yang
dimaksud Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui
lambang-lambang,tanda-tanda,atau tingkah laku yang bertujuan untuk mencapai
kebersamaan. Dan komunikasi mempunyai lima komponen yang terlibat didalamnya yaitu,
 Siapa
 Mengatakan apa
 Kepada siapa
 Melalui saluran apa
 Dengan akibat apa

Ada beberapa tujuan dilakukannya komunikasi diantara individu antara lain,

1. Agar yang disampaikan komunikator bisa dimengerti oleh komunikan. Maka


komunikator harus menjelaskan pesan utama dengan jelas dan sedetail mungkin.
2. Supaya bisa memahami orang lain. Dengan melakukan komunikasi, setiap individu
bisa memahami individu yang lain dengan kemampuan mendengar apa yang sedang
dibicarakan orang lain.
3. Supaya pendapat kita diterima orang lain. Komunikasi serta pendekatan persuasif
adalah cara supaya gagasan kita diterima oleh orang lain.
4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai keinginan kita.

Sekarang,bagaimana dengan komunikasi islam?Komunikasi Islam adalah proses


penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam
Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan
(message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini tentang gaya
bicara dan penggunaan bahasa (retorika).Pesan-pesan keislaman yang disampaikan dalam
komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan
akhlak (ihsan).Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai
panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya
sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam,yang merupakan
panduan kaum muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal,
interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam
aktivitas lain.
6 Prinsip dan Etika Komunikasi Islam

Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam
jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau
etika komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa,
(4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.

”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS.
Al-Isra:28).

Anda mungkin juga menyukai