Anda di halaman 1dari 17

SISTEM KERJA MUSLIM UNTUK MENCAPAI PRESTASI YANG OPTIMAL

(essai dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah agama islam)


Dosen pengajar Safari Hasan,S.IP.,M.MRS.

Oleh;
Hayana Jasmine (3023035)

PROGRAM STUDI D3 REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATA BHAKTI WIYATA
2024

pg. 1
ETOS KERJA MUSLIM UNTUK MENCAPAI PRESTASI YANG OPTIMAL

PENDAHULUAN

Agama islam adalah agama serba lengkap,didalamnya mengatur seluruh


aspek kehidupan manusia baik kehidupan spiritual maupun kehidupan material
termasuk didalamnya mengatur masalah etos kerja.ada banyak ayat Al-Qur’an
yang menganjurkan umatnya untuk bekerja keras,diantaranya dalam Quran surat
al Insirah:7-8,yang artinya “apabila kamu telah selesai (dari satu urusan),makan
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”.juga dijelaskan dalam
hadis rosul yang artinya:”berusahalah untuk urusan duniamu seolah-olah engkau
akan hidup selamanya”

Al-Quran dan hadis tersebut menganjurkan kepada manusia,khusunya


umat islam agar bersungguh sungguh dalam bekerja dan berusaha semaksimal
mungkin,dalam arti seorang muslim harus memiliki etos kerja tinggi sehingga
dapat meraih kesuksesan dan berhasil dalam menempuh kehidupan dunianya di
samping kehidupan akhiratnya.

Namun dalam realitas kehidupan ,masih banyak bangsa Indonesia


khusunya umat islam yang bersikap malas dan tidak disiplin,tidak mau bekerja
keras,dan bekerja seenaknya.hal ini didukung kenyataan berupa kebiasaan
yang disebut dengan “jam karet”,ap aitu jam karet? Jam karet ialah jika
mengerjakan sesuatu sering tidak tepat waktu atau terlambat .ini berarti bangsa
Indonesia yang mayoritas penduduknya umat islam masih memiliki etoss kerja
yang rendah.

Bagaimana sebenarnya ajaran islam tentang etos kerja dan bagaimana


umatnya seharusnya bekerja? Pada pembahasan ini saya mencoba
memaparkan tentang etos kerja dalam meraih prestasi dalam perspektif islam
dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi umat islam sekaligus dapat
memotivasi diri untuk bekerja keras.dan dapat menambah keilmuan semakin
dalam.

pg. 2
PEMBAHASAN

DEFINISI ETOS KERJA

“Etos” berasal dari Bahasa Yunani yang berarti sikap,kepribadian,atau


juga bermakna watak.etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan,pengaruh
budaya,serta system nilai yang diyakininya.dari kata etos dikenal pula kata etika
yang terkandung makna semangat yang kuat untuk mengerjakan sesuatu secara
optimal,lebih baik dan optimal dengan menghindari segala kerusakan,sehingga
setiap pekerjaan yang dilakukannya akan diarahkan untuk mengurangi bahkan
menghilangkan cacat dari hasil pekerjaanya.

Dari penjelasan tersebut tersirat makna bahwa etos berkaitan dengan nilai
kejiwaan seseorang.oleh karena itu seorang muslim harus mengisinya dengan
kebiasaan positif,sehingga akan mencerminkan kepribadiannya sebagai seorang
muslim yang pekerjaannya akan mengarah pada hasil yang baik dan sempurna.
(sunardi, 2016)

ASPEK AKIDAH

Setiap perbuatan yang dilakukan manusia selalu saja di dasari oleh


keyakinan yang dimilikinya, atau dengan kata lain apa yang diyakini sebagai
sebuah kebenaran oleh seseorang akan menjadi landasan dari perbuatannya.
Semakin tinggi dan semakin berkualitas keimanannya kepada Allah, maka akan
melahirkan sebuah sikap yang ingin berusaha untuk dapat memahami apa yang
menjadi keinginan Allah yang ditunjukan dalam al-Qur’an dan sunnah, untuk
dijadikan pedoman dan tuntunan hidupnya di dunia, yang ditampilkan dalam
kehidupan kesehariannya. Keimanan seorang muslim yang kokoh kepada Allah
juga akan menjadikan al-Qur’an menjadi satu satunya pedoman hidup baik
dalam beraqidah, beribadah,bermuamalah maupun berahlak dalam kehidupan
bermasyarakat. (sunadi, 2016)

ASPEK AKHLAK

Akhlaq dalam pengertian bahasa berarti prilaku, budi pekerti yang


terambil dari kata khuluq.Dalam islam ahlaq adalah wujud nyata dari nilai aqidah
ibadah dan muamalahnya seseorang.Semakin baik aqidah, ibadah dan
muamalah seseorang akan tersermin pula dalam ahlaqnya sehari hari. Ahlaq

pg. 3
dapat dijadikan sebagai barometer atau alat ukur untuk menilai seberapa tinggi
nilai aqidah, ibadah dan muamalah seorang muslim.

Dalam ahlaq yang menjadi dasar untuk menilai baik atau buruk prilaku
manusia bersandar kepada kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Rasul, dalam
pengertian jiak baik menuruk al-Qur’an dan Sunah, maka prilaku seseorang akan
dinilai baik. Sementara yang menjadi dasar penilaian dalam etika adalah nilai
nilai yang berkembang dimasyarakat yang menurut ukuran logika /akal manusia
baik pada waktu itu. Oleh karena itu nilainya bersifat temporer, tidak kekal seperti
halnya ahlaq.

Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan


segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan (fasad) sehingga setiap
pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali
cacat dari hasil pekerjaannya. Sikap seperti ini dikenal dengan ihsan,
sebagaimana Allah menciptakan manusia dlam bentuknya yang paling
sempurna. Senada dengan kata ihsan di dalam al-Qur’an kita temukan pula kata
itqon yang berarti proses pekerjaan yang sangat bersungguh sungguh, akurat
dan sempurna.

Oleh sebab itu seorang muslim yang memiliki etos kerja islami akan
selalu menyandarkan prilakuknya kepada nilai nilai islam yang termaktub dalam
dua sumber utamanya yakni al-Qur’an dan sunnah Rasul yang bersifat absolut.
Karena itu seorang muslim yang beretos kerja islami akan melahirkan sikap
hidup yang tercermin dalam ahlaqnya sehari hari, yang diantaranya sebagai
berikut :

1. Menghargai waktu, karena ajaran islam menganggap waktu adalah


sesuatu yang sangat penting, Al-Qur’an sendiri sangat menentang
tindakan malas dan menyia nyiakan waktu denag cara berpangku tangan
dan tinggal diam atau melakukan hal hal yang tidak produktif.

2. Tidak berbuat dhalim. Dhalim bisa bermakna menempatkan sesuatu


bukan pada tempat yang seharusnya, atau tidak memberikan hak kepada
orang lain. Dalam kehidupan sehari hari kata kata dhalim sering

pg. 4
digunakan untuk menunjukan perilaku yang menindas, seperti penguasa,
pimpinan, majikan yang menindas, perilaku mereka dianggap dhalim.

3. Rendah hati, dalam arti tidak menyombangkan diri kepada orang lain,
karena dia menganggap manusia itu sebenarnya sama dan sederajat
dihadapan Allah. Yang membedakannya hanya nilai taqwa.

4. Taat kepada hukum yang berlaku, dalam arti tidak menghalalkan


segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, ia tahu
persis hal hal yang diharamkan Ketika dia menjalankan usahanya, dan
dia berusaha untuk menjauhinya dan tetap dalam jalan yang lurus.
Karena seorang muslim berkeyakinan bahwa apapun aktifitas yang
dilakukannya selalma di hidup di dunia akan dipertanggung jawabkan
tidak hanya dihadapan manusia tetapi lebih dari itu harus dipertanggung
jawabkan dihadapan mahkamah Allah di akherat kelak , dimana pada hari
itu tidak ada manusia yang mampu memanipulasi keadilan, karena yang
akan memberikankesaksian adalah anggota
tubuhnya sendiri (sunardi, etos kerja dalam islami, 2016)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETOS KERJA

Dari ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat sekarang ini

Ada empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang sesungguhnya
bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang
berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat
elemen itu lalu dikonstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnya
sebagai Catur Dharma Mahardika (Bahasa Sansekerta) yang berarti Empat
Darma Keberhasilan Utama,yaitu:

1. Mencetak prestasi dengan motivasi superior.

2. Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner.

3. Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif.

4. Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani.

pg. 5
Keempat darma ini kemudian dirumuskan menjadi delapan aspek etos

kerja sebagai berikut:

1. Kerja adalah rahmat. Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai
kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan.Anugerah itu
kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigendan udara tanpa biaya
sepeser pun.

2. Kerja adalah amanah. Kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan


pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh
tanggung jawab. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi
tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.

3. Kerja adalah panggilan. Kerja merupakan suatu darma yang sesuai dengan
panggilan jiwa sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas. Jadi, jika
pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri
sendiri, I'm doing my best!. Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil
karya kita kurang baik mutunya.

4. Kerja adalah aktualisasi. Pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai
hakikat manusia yang tertinggi, sehingga kita akan bekerja keras dengan penu
semangat. Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya
bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap
merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita
merasa ada.Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada
duduk termenung tanpa pekerjaan.

5. Kerja adalah ibadah. Bekerja merupakan bentuk bakti dan ketakwaan kepada
Tuhan, sehingga melalui pekerjaan manusia mengarahkan dirinya pada tujuan
agung Sang Pencipta dalam pengabdian. Kesadaran ini pada gilirannya akan

pg. 6
membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan
semata.

6. Kerja adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan perasaan
senang seperti halnya melakukan hobi. Contonya Edward V Appleton, seorang
fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih
penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati
pekerjaannya.

7. Kerja adalah kehormatan. Segampang apa pun pekerjaan kita, itu adalah
sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka
kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita.

8. Kerja adalah pelayanan. Manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi

kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani, sehingga harus bekerja

dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. Apa pun pekerjaan kita,

pedagang, polisi, bahkan penjaga mercusuar, semuanya bisa dimaknai

sebagai pengabdian kepada sesama. (kirom, 2018)

Sedangkan, bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki etos kerja
yang rendah, maka akan ditunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya yaitu :

1. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,

2. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,

3. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan,

4. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,

5. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.

pg. 7
Dari berbagai aspek yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
seseorang yang memiliki etos kerja tinggi Etos (etika) dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:

Agama, Budaya, Sosial Politik,kondisi lingkungan (geografis), Pendidikan dan


Motivasi intrinsik individu. (kirom, etos kerja dalam islam, 2018)

Islam tidak meminta penganutnya sekedar bekerja, tetapi juga meminta agar
mereka bekerja dengan tekun dan baik yakni dapat menyelesaikannya dengan
sempurna. Untuk mencapai ketekunan dalam bekerja, salah satu pondasinya
adalah amanah dan ikhlas dan berusaha semaksimal mungkin dengan prinsip
melakukan yang terbaik dan bertawakkal serta dibentengi oleh etika mulia dan
hanya berharap mendapatkan keberkahan Allah swt. atas usaha yang
dilakukannya di dunia dan kelak di akhirat mendapat ganjaran pahala.

Dalam bekerja seorang muslim harus mempunyai etos kerja islami yang

antara lain adalah:

1. Profesional, Setiap pekerjaan yang dilakukan seorang muslim harus

dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang

terbaik. Tentu saja untuk mencapai profesionalisme harus didukung

dengan sarana yang ilmiah, modern dan canggih.

2. Tekun. Seorang muslim tidak hanya sekedar bekerja, tetapi juga

menekankan agar bekerja dengan tekun dan baik yaitu dapat menyelesaikannya
dengan sempurna karena itu merupakan kewajiban setiap muslim.

3. Jujur dalam bekerja bukan hanya merupakan tuntutan melainkan juga

ibadah. Seorang muslim yang dekat dengan Allah akan bekerja dengan

baik untuk dunia danm akhirat.

pg. 8
4. Amanah dalam bekerja adalah suatu perbuatan yang sangat mulia dan

utama.

5. Kreatif. Orang yang hari ini sama dengan hari kemarin dianggap merugi,
karena tidak ada kemajuan dan tertinggal oleh perubahan. Terlebih lagi orang
yang hari ini lebih buruk dari kemarin dianggap orang yang celaka, karena berarti
akan tertinggal jauh dan sulit lagi mengejar. Orang yang beruntung hanyalah
orang yang hari ini lebi baik dari kemarin, berarti selalu ada penambahan. Inilah
sikap perubahan yang diharapkan selalu terjadi pada setiap muslim,sehingga
tidak akan pernah tertinggal, dia selalu antisaifatif terhadap perubahan, dan
selalu siap menyikapi perubahan. (kirom, etos kerja islami, 2018)

Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia tidak lepas dari factor
factor yang mempengaruhinya,ada factor yang memengaruhi etos kerja
seseorang,namun secara umum dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:

FAKTOR INTERNAL

Yang dimaksud faktor internal adalah faktor yang berasal dari suasana batin atau
semangat hidup (inner life). Faktor ini dapat menggerakan atau membangkitkan
seseorang bahkan dapat menjadi mesin pendorong yang amat dasyat. Dan
biasanya faktor ini berasal dari ajaran agama yang diyakininya.

Dalam realitasnya, salah satu faktor yang mendorong tergeraknya hati


melakukan sesuatu adalah faktor agama (ideologi). Jiwa ibarat gelas, semua
doktrin baik doktrin teologi atau lainnya merupakan isi gelas tersebut.Isi gelas
sangat tergantung dari warna apa yang masuk kedalam gelas tersebut. Demikian
juga etos kerja seseorang atau kelompok masyarakat sangat ditentukan oleh
doktrin yang masuk dalam jiwanya. Jika isi doktrin melemahkan etos kerja, maka
prestasi kerja yang dicapainya akan rendah, jika isi doktrin mendorong
tumbuhnya etos kerja maka prestasi kerja yang dicapainya akan tinggi.

Sedikitnya ada tiga doktrin keagamaan atau doktrin teologi yang mempengaruhi
etos kerja seseorang, di antaranya sebagai berikut:

1. Faham Jabariyah (fatalisme). Faham ini berpendapat bahwa manusia


bukanlah pencipta perbuatannya sendiri, dan perbuatan itu sama sekali

pg. 9
tidak dapat diidentikkan (dinisbahkan) kepadanya. Intinya pendapat ini menafikan
kemampuan, kesanggupan dan daya bagi manusia dan semua perbuatan
manusia adalah keterpaksaan belaka yang itu semuanya merupakan ciptaan
Tuhan semata.

2. Faham Qadariyah (free will). Faham ini berpendapat bahwa semua perbutan
manusia adalah atas kehendaknnya sendiri. Manusia bebas menentukan
perbuatannya sendiri tanpa ada campur tangan (intervensi) dari kehendak Allah.
Semua urusan saat ini (sekarang), ditentukan oleh Manusia sendiri, tidak ada
ketentuan Allah.

3. Faham Sunni (ahli sunnah wal Jama’ah). Faham ini dikenal sebagai aliran
jalan tengah dari dua faham sebelumnya yang saling bertolak belakang. Aliran ini
mempunyai pemahaman bahwa semua perbuatan manusia ada kaitannya
dengan ketentuan Allah, tetapi Allah memberikan manusia potensi untuk
melakukan usaha atau ihtiar. Dan jika usahanya sungguh- sungguh maka
manusia dapat merubah nasibnya sendiri dengan izin Allah swt.

FAKTOR EKSTERNAL

Factor eksternal adalah pengaruh yang datangnya dari luar diri manusia,yakni
factor lingkungan,baiklingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja.

1. Faktor utama yaitu keamanan kerja (Job Security). Para pekerja yakin bahwa
mereka akan memiliki etos kerja tinggi, apabila pekerjaannya merupakan
pekerjaan yang aman dan tetap, artinya tidak mudah diganti atau diberhentikan.

2. Faktor kedua kesempatan untuk mendapatkan kemajuan (opportunities for


advancement). Manusia hidup ingin mendapatkan penghargaan, perhatian
terhadap diri dan prestasinya. Karena itu faktor kenaikan pangkat, gaji, tingkat
dan lainnya harus diperhatikan oleh atasan.

3. Faktor ketiga adalah kondisi kerja yang menyenangkan (suasana kondusif).


Suasana kerja yang harmonis, tidak tegang, tidak suram, tidak gaduh merupakan
syarat bagi meningkatnya etos kerja seseorang.

4. Faktor keempat adalah rekan kerja yang baik (good workong companion).
Hubungan sosial atau interaksi sosial antar karyawan merupakan faktor

pg. 10
yang cukup penting dalam menumbuhkan gairah kerja dan etos kerja.

5. Faktor kelima adalah adanya kompensasi, gaji atau imbalan. Faktor ini
walaupun pada umumnya tidak menempati urutan paling atas, tetapi hal ini
termasuk dapat mempengaruhi ketenangan, dan semangat kerja.

Harus yakin bahwa semangat juang yang mempengaruhi etos kerja muslim tidak
datang dari benda-benda keramat, tetapi dari energi dorong yang kuat dari
keyakinan terhadap Allah Swt. Kualitas keyakinan kepada Allah (tauhidullah)
inilah, yang menentukan atau mempengaruhi etos kerja seseorang, jika
keyakinannya tipis atau lemah maka etos kerjanya rendah dan sebaliknya
apabila keyakinannya kuat maka etos kerjanya akan tinggi. (saifullah, 2010)

ETOS KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

a.keseimbangan antara kerja dan ibadah

Tentang pentingnya keseimbangan antara dua aspek kehidupan manusia


(material dan spiritual) telah disinggung oleh Rasulullah Muhammad Saw melalui
sabdanya: Berusahalah untuk urusan duniamu seolah-olah engkau akan hidup
selamanya, dan berusahalah untuk urusan akhiratmu seolah-olah engkau akan
mati besok pagi. (Al Hadis: Ibnu Asakir)

Hadis tersebut menganjurkan kepada manusia, khususnya umat Islam tentang


pentingnya dua tempat kehidupan, yaitu, Pertama, tentang pentingnya kehidupan
dunia. Jika manusia ingin meraih sukses dan berhasil dalam menempuh
kehidupan dunianya, maka manusia harus memacu dirinya untuk bekerja keras
dan berusaha semaksimal mungkin, dalam arti seorang muslim harus memiliki
etos kerja tinggi. Kedua, tentang pentingnya kehidupan akherat. Jika manusia
ingin meraih sukses dan berhasil dalam kehidupan akheratnya, maka manusia
harus meningkatkan spiritualitasnya, mendekatkan diri kepada Allah Swt,
sehingga akhirnya diperoleh ketenangan jiwa.Untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang bersifat duniawi, seorang muslim dituntut berikhtiar semaksimal mungkin,
baik secara lahir maupun batin. Ikhtiar lahir dilakukan dengan berusaha
seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dalam arti harus
memiliki etos kerja atau semangat kerja tinggi, dan ikhtiar batin dilakukan dengan
banyak berdhikir dan berdo’a memohon pertolongan hanya kepada Allah Swt.

pg. 11
Bekerja keras yang dibarengi dengan berdzikir dan berdo’a inilah yang menjadi
ciri khas etos kerja seorang muslim, jika hal ini terrealisasi dalam kehidupannya,
maka dapat menghasilkan rizki yang halal dan diridlai Allah, yang pada akhirnya
akan mendapatkan keberkahan dan keuntungan dunia akherat. Setelah bekerja
keras, berdzikir dan berdo‘a, maka berhasil tidaknya diserahkan keputusan
akhirnya kepada Allah Swt. Di sinilah posisi tawakkal atau berserah diri dan ridla
dalam menerima keputusan Allah. Apabila keputusan Allah sesuai dengan usaha
keras dan permohonan, berarti kesuksesan yang diraih (kaya), maka diharuskan
untuk mensyukurinya, namun apabila ternyata keputusan Allah tidak sesuai
dengan yang diharapkan, dalam arti gagal (miskin), maka harus bersabar dan
tabah mengahadapinya.Konsep ajaran Islam tersebut apabila dijadikan
pegangan hidup setiap muslim, maka akan mendapatkan ketenangan hidup
dalam menghadapi segala situasi dan kondisi apapun. Sukses tidak sombong
dan gagalpun tidak akan berputus harapan, apalagi putus asa. Sikap Syukur
apabila sukses dan sabar apabila gagal, akan menjadikan kita punya sikap
qana‘ah, yang pada gilirannya akan membawa ketenangan dan ketentraman
dalam hidup. Dan inilah hakekat kebahagiaan hidup yang sebenarnya.

b.pentingnya spiritualitas dalam bekerja

Banyak faktor yang turut menentukan dalam suatu pekerjaan. Di antaranya


adalah faktor spiritualitas (mental, jiwa), sehebat apapun peralatan canggih yang
digunakan di jaman modern ini, jika pekerja-pekerja tidak memiliki mentalitas dan
semangat kerja tinggi maka tujuan pekerjaan tidak akan dapat tercapai.
Pembangunan jiwa (spiritual) harus didahulukan daripada pembangunan badan
(fisik), dalam arti pembangunan fisik material tidak akan terlaksana dan terwujud
jika para pelaku pembangunan tidak memiliki kematangan spiritual. Karenanya
spiritualitas dalam karja menjadi hal yang sangat urgen.

ada beberapa sikap kematangan spiritual yang perlu diperhatikan dalam


menghadapi pekerjaan di antaranya:

1). Niat ihlas. Niat merupakan kemantapan tujuan luhur untuk apa pekerjaan itu
dilakukan. Hal ini sesuai dengan falsafah hidup muslim yang bekerja dengan
tujuan mengharapkan ridha Allah Swt. Islam memberikan petunjuk pada

pg. 12
umatnya, agar dalam setiap aktivitas dunia yang dilaksanakannya tidak boleh
keluar dari tujuan taqarrub dan ibadah.

Walaupun pekerjaan itu formalnya duniawi, tetapi hakekatnya bernilai ibadah jika
disertai niat yang ihlas karena Allah Swt. Dengan demikian ihlas merupakan
energi batin yang akan membentengi diri seseorang dari segala bentuk
perbuatan kotor dalam bekerja, seperti korupsi, mencuri, berbohong, menipu,
dan lainnya, karena itu termasuk jalan haram yang amat dibenci oleh Allah Swt.

2). Kemauan Keras (‘azam). Untuk mengembangkan usaha apapun bentuknya,


agar dapat maju dan sukses maka diperlukan kemauan keras, tekat membaja.
Hal ini merupakan bahan bakar yang dapat menggerakkan seseorang berbuat
dan bertindak. Karya besar dimulai dari kemauan keras, tanpa kemauan keras
sangat kecil kemungkinan untuk maju dan sukses.Tidak ada keberhasilan kecuali
dengan usaha yang sungguh-sungguh walaupun terkadang menyakitkan. Jadi
kemauan keras (‘azam) harus selalu menghiasi sikap hidup para pekerja atau
usahawan muslim. Apabila sudah ber‘azam maka kebulatan tekat tentang
berhasil dan tidaknya diserahkan sepenuhnya kepada Allah, inilah arti tawakkal
yang sebenarnya.

3). Ketekunan (istiqamah). Istiqamah adalah daya tahan mental dan kesetiaan
melakukan sesuatu yang telah direncanakan sampai ke batas akhir suatu
pekerjaan. Istiqamah juga berarti tidak mudah berbelok arah betapapun kuatnya
godaan untuk mengubah pendiriannya, ia tetap pada niat semula. Walaupun
dihadapkan dengan segala rintangan, ia masih tetap berdiri (konsisten), ia tetap
menapaki jalan yang lurus, tetap tangguh menghadapi badai, tetap berjalan
sampai batas, tetap berlayar sampai ke pulau, walaupun sejuta halangan
menghadang. Ini bukan idialisme, tetapi sebuah karakter yang melekat pada jiwa
seorang muslim yang memiliki semangat tauhid yang tangguh.

4). Kesabaran. Kesabaran adalah sikap hidup seorang muslim yang sangat
berharga. Sikap ini sangat dibutuhkan dalam berjuang dan bekerja, dan ini
termasuk akhlakul karimah yang seharusnya diperjuangkan dalam
hidup.Berbagai hambatan dan tantangan akan dapat ditanggulangi selama

kesabaran masih melekat dan bersemi dalam jiwa manusia. Ahli hikmah
mengatakan bahwa kesabaran itu pahit laksana jadam, tetapi buahnya manis

pg. 13
bagaikan madu. Kenyataan hidup mengatakan bahwa orang-orang yang sukses
dan berhasil mencapai kemajuan dalam hidup karena mereka memiliki
kesabaran dalam mengatasi berbagai ujian dan cobaan dalam kehidupan.

Keempat sikap hidup yang menunjukkan kematangan spiritual seseorang


tersebut, seharusnya dijadikan motor penggerak kehidupan seorang muslim
dalam menghadapi pekerjaan, sehingga akan memperoleh hasil secara
maksimal dalam arti sukses dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawinya. Hal
inilah yang seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan seorang Muslim.

Islam bukanlah agama langit, melainkan sekaligus agama yang dapat membumi
(workable). Penghargaan Islam terhadap budaya kerja bukan sekedar pajangan
alegoris, penghias retorika, pemanis bahan pidato, indah dalam pernyataan,
tetapi kosong dalam kenyataan. Bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip
iman, bukan saja menunjukkan seorang muslim, melainkan sekaligus
meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah(‘abdullah). Maksudnya,
hanya di tangan hamba Allah yang beriman, apapun yang dilakukan tidak
mungkin cacat atau rusak, sehingga pantaslah jika mereka diberi amanah,
karena mereka sudah membuktikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya
(al-amin, credible). Ini artinya, hanya orang Islam yang tangguh imannya, yang
dapat menjadi pekerja keras dan beretos kerjatinggi. Iman bukanlah sekedar
percaya, iman bukanlah pernyataan yang tersembunyi tanpa bukti, melainkan
merupakan pelita jiwa yang menerangiseluruh pori-pori syaraf batin yang
mendorong seseorang untuk berbuat menggapai prestasi kerja dalam
mengemban misi kehidupannya. Iman akan bermakna bila berwujud dalam gerak
kerja keras, ada dorongan untuk membuahkan sesuatu yang bermanfaat.
Dengan kata lain dapat dipahami bahwa tidaklah beriman atau tidaklah
sempurna iman seseorang yang hanya menyakini dalam hati dan mengucap
dalam kata, tetapi hampa dalam perbuatan. Pandai membuat pernyataan, tetapi
bodoh mewujudkannya dalam kenyataan. (saifullah, etos kerja dalam perspektif
islam, 2010)

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama


diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang
bertaqwa kepada Allah SWT dan berahlak mulia, serta bertujuan untuk

pg. 14
menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai,
disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini
mendorong dikembangkannya standar kompetensi sesuai dengan jenjang
persekolahan yang secara nasional yang ditandai dengan ciri-ciri :

1. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secara utuh selain


penguasaan materi;

2. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang


tersedia;

3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk


mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
dan ketersediaan sumber daya pendidikan. Pendidikan Agama Islam diharapkan
menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, taqwa dan
ahlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan,
khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia
seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan dan
perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal,
regional maupun global. (maesaroh, 2013)

Dalam proses pembelajaran tentu akan berujung dengan prestasi belajar yang
diraih anak didik, yang akan menggambarkan keberhasilan dan kesuksesan
siswa dalam pembelajaran. Untuk mencapai prestasi belajar dengan baik,
banyak hal yang mempengaruhinya antara lain,tanggung jawab orang tua dan
minat siswa itu sendiri, dan masih banyak lagi faktor-faktor lain diluar
pembahasan ini.Prestasi belajar akan dapat dicapai dengan baik apabila semua

faktor mendukung, seperti metode pembelajaran, dengan metode yang menarik


yang dapat menjadi jembatan tercapainya kompetensi pada diri peserta didik.
Dengan tercapainya kompetensi yang diharapkan, maka minat dan perhatian
peserta didik akan semakin meningkat, yang pada prestasi belajarpun
meningkat. (maesaroh, peranan metode pembelajaran terhadap minat dan
prestasi belajar pendidikan agama islam, 2013)

pg. 15
KESIMPULAN

Etos kerja menentukan identitas seseorang,kelompok bahkan suatu bangsa.etos


kerja merupakan jiwa yang melatarbelakangi keberhasilan dalam
beraktivitas.etos kerja merupakan sifat yang penting untuk ditingkatkan agar
kualitas diri bisa terus menerus dikembangkan sehingga produktivitas diri dapat
diraih.komitmen dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap lingkungan
dimana orang tersebut berada.dukungan lingkungan dan Kerjasama merupakan
sinergi yang akan semakin meningkatkan etos kerja.

pg. 16
DAFTAR PUSTAKA
etos kerja islami. (n.d.). 84.

etos kerja islami. (2016). jurnal sosial humaniora, 84.

kirom, c. (2018). etos kerja dalam islam. junral of sharia economic law, 64.

kirom, c. (2018). etos kerja islam. jurnal of sharia economic law, 61-63.

kirom, c. (2018). etos kerja islami. jurnnal of sharia economic law, 66.

maesaroh, s. (2013). peranan metode pembelajaran terhadap minat dan prestasi belajar
pendidikan agama islam. jurnal kependidikan, 152.

maesaroh, s. (2013). peranan metode pembelajaran terhadap minat dan prestasi belajar
pendidikan agama islam. jurnal kependidikan, 154.

saifullah. (2010). etos kerja dalam perspektif islam. jurnal sosial humaniora, 61-67.

saifullah. (2010). etos kerja dalam perspektif islam . jurnal sosial humaniorah , 57-61.

sunadi, d. (2016). etos kerja dalam islami. jurnal sosial humaniora, 85.

sunardi, d. (2016). etos keja dalam islami. jurnal sosial humaniora, 84.

sunardi, d. (2016). etos kerja dalam islami. jurnal sosial humaniora, 91-93.

pg. 17

Anda mungkin juga menyukai