DOSEN PEMBIMBING
Mahdalena
Disusun oleh:
Westy Syafira 20.035
veni
1. Etos Kerja
· Pengertian Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter,
serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh
kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat
kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok. secara
terminologis kata etos adalah yang mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan dalam
tiga pengertian yang berbeda yaitu:
- Suatu aturan umum atau cara hidup
- Suatu tatanan aturan perilaku.
- Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku .
Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau
berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif.
Akhlak atau etos dalam terminologi Prof. Dr. Ahmad Amin adalah membiasakan kehendak.
Kesimpulannya, etos adalah sikap yang tetap dan mendasar yang melahirkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah dalam pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan diluar dirinya
.
Dari keterangan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa kata etos berarti watak atau karakter
seorang individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan yang disertai
dengan semangat yang tinggi guna mewujudkan sesuatu keinginan atau cita-cita. Etos kerja
adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja pada dasarnya juga merupakan
cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilainilai yang berdimensi transenden.
Menurut K.H. Toto Tasmara etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong
dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high Performance). Dengan demikian
adanya etos kerja pada diri seseorang pedagang akan lahir semangat untuk menjalankan sebuah
usaha dengan sungguh-sungguh, adanya keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal
hasil yang akan didapat tentunya maksimal pula. Dengan etos kerja tersebut jaminan
keberlangsungan usaha berdagang akan terus berjalan mengikuti waktu.
· Fungsi dan Tujuan Etos Kerja
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan
individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah: Pendorang timbulnya perbuatan,
Penggairah dalam aktivitas, Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Kerja merupakan perbuatan melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S
Purwadaminta, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan. Kerja memiliki arti luas
dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik
dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual maupun fisik, mengenai keduniaan
maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan
mendapatkan materi. Jadi pengertian etos adalah karakter seseorang atau kelompok manusia
yang berupa kehendak atau kemauan dalam bekerja yang disertai semangat yang tinggi untuk
mewujudkan cita-cita.
Artinya: (Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu mengarah
ke surga. Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia ditetapkan sebagai orang yang jujur.
Sesungguhnya bohong itu menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka.
sesungguhnya lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai pembohong.
Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)).
3. Bersikap Adil menurut pandangan Islam
Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang
kepada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang (Kamus Besar, l990 :6-7) Dari
masing-masing arti dapat dicontohkan sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang ibu terhadap
putra-putrinya tidak berat sebelah. (2) Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak
memihak kepada salah satu yang bersengketa.(3) Di dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim,
Hamid selalu berpegang kepada kebenaran. (4) Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru
diteladani oleh murid.(5) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-
wenang terhadap yang dipimpin. Dari masing-masing contoh ini dapat disimpulkan bahwa sikap
adil amat positif secara moral. Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh
banyak orang. Dalam contoh-contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau menguntungkan
orang lain. Adil juga dapat dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang
untuk mengendalikan amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy,
2000: 24). Dalam definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang
berbentuk energi. Energi ini mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-
kemauan hawa nafsu sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu
menuruti hawa nafsu, karena kendali sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri
sendiri dan orang lain.
Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan
seimbang[13] .Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-Hikmah
berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah, baik dan
buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih yang benar, yang baik, dan
yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci. Ketiga sifat utma ini
jika tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius tetapi kecerdasannya
dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak ada ‘iffah di dalam dirinya.
Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi, tentu akan menampakkan profil
preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam dirinya. Orang cerdas dan berani lalu
digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara tidak syah adalah tidak baik karena tidak
‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih kesucian dalam semua suasana secara
terang-terangan tentu dapat membahayakan diri sendiri.
Jika antara al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara seimbang dalam diri
seseorang, maka orang itu akan bersikap adil. Orang berani melakukan sesuatu setelah
ditimbang-timbang bahwa sesuatu itu baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga
baik . inilah gambaran perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang tidak berani
berbuat juga karena benar, adalah bersikap adil, bukan karena takut. Dengan dimikian adil adalah
puncak dari ketiga sifat utama tersebut.
Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur ajaran. Kata adil dan
berbagai turunannya seperti : ya’dilun, i’dilu, ‘adlun, dan ta’dili diulang sebanyak 28 kali di
dalam Alquran. Karena itu Allah memerintah kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal.
Allah berfirman:
Artinya :“...Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...”[14] Kata adil
sinonim dengan al-qish. Kata ini dan berbagai derivasinya, umpama: iqshitu, al-muqshitun, dan
al-qashitun terulaqng sebanyak 25 kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.] :P690). Kadang-
kadang kata adil dan kata al-qisht disebut secara besama-sama dan satu sama lain berarti sama.
Contohnya adalah:
Artinya :“ dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil “. [15]
Karena baik secara rasional maupun syariah bahwa sikap adil itu adalah baik dan positif,
tetapi di sisi lain kita merupakan pemeluk agama Islam terbesar dunia dan di saat yang sama
dikenal sebagai bangsa dengan aneka predikat yang tidak baik seperti KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme), maka untuk merubah citra buruk itu salah satu cara strategis adalah membudayakan
sikap adil dalam semua lapangan kehidupan. Untuk mewujudkan sikap adil harus dilatih terus
menerus secara berkesinambungan, yang bererti pembiasaan berlaku adil. “Mulai sekarang,
mulai yang sederhana, dan mulai dari diri sendiri”,Inilah komitmen untuk mulaiu pembiasaan
berlaku adil. Jika langkah awal ini dapat dilalui dengan baik, tentu mudah menjalar kepada orang
lain, apalagi kalau yang memulai komitmen itu adalah orang yang memiliki pengaruh di
masyarakat di mana ia berada karena salah satu naluri manusia adalah meniru idola. Jika idola
tidak bersikap adil, tentu para fansnya akan meniru tidak adil pula. Dalam Islam orang yang
paling pantas untuk di dudukkan sebagai idola untuk ditiru dan diteladani adalah Rasulullah
SAW. Allah berfirman Yang Artinya :“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah “[16].Selain itu ‘Aisyah, istri Rasulullah,
menyebutkan bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran “kana khuluqulm Al-Quran” (H.R Muslim
dari ‘Aisyah). Kiranya terlalu pantas jika idola pertama seluruh umat Islam adalah Rasulullah.
Hingga sekarang Rasulullah adalah orang yang paling berpengaruh di dunia (rangking pertama)
dari seratus orang yang paling berpengaruh di dunia[17]. Cukup banyak contoh-contoh sikap adil
yang ditampakkan oleh Rasulullah, antara lain: An-Nu’man bin Basyir mengatakan, “Ayahku
memberi sesuatu pemberian kepadaku. Lalu ibuku Amrah bin Rawahah berkata, “Aku tidak rela
sebelum engkau persaksikan hadiah itu di hadapan Rasulullah SAW”.
Ayahku lalu menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya
aku telah membarikan suatu pemberian kepada anakku dari Amrah bin Rawahah. Kemudian aku
diperintahkannya supaya bersaksi kepada Tuan!” Rasulullah SAW lalu berkata, “Apakah engkau
juga telah memberi kepada semua anakmu pemberian seperti ini?” An-Nu’man menjawab,
“Tidak”. Beliau lalu bersabda, “bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-
anakmu!”
Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberiannya. Dan Ada orang perempuan
Makhdzumiyyah mencuri. Kejadian itu sangat orang-orang Quraisy. Mereka berkata, “Siapakah
yang akan membicarakan hal ini kepada Rasulullah SAW?” Tidak ada seorangpun yang berani
kecuali (kekasih wanita itu) Usman bin Zaid r.a. Lalu ia membicarakan hal tersebut dengan
Rasulullah SAW. Beliau berkata, “Apakah kamu akan bertindak sebagai pembela dalam
pelanggarana hukum Allah?” Kemudian Rasulullah SAW berdiri serta berkhotbah. Di antara isi
khotbahnya beliau bersabda, “Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu
adalah apabila ada seorang dari golongan bangsawan mencuri, mereka biarkan saja, tetapi bila
yang mencuri itu dari golongan bawah (lemah), dia dijatuhi hukuman. Demi Allah andaikata
Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” [18]
Al-Qur''an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang
bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau
wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata ''adl. Kata-kata sinonim seperti qisth,
hukm dan sebagainya digunakan oleh al-Qur''an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata ''adil
dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi
keadilan itu (ta''dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ''adl dalam arti tebusan).
Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan al-Qur''an agar manusia
memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan
kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesama warga masyarakat, jujur dalam
bersikap, dan seterusnya.
Menurut Abdul Halim Hifni, Syariat Islam menuntut kita untuk berbuat adil dalam segala hal
dan adil dengan semua orang dengan memberikan hak masing-masing sesuai dengan haknya.
Diri kita memiliki hak yang harus diberikan kepadanya. Kerabat, tetangga memiliki hak atas diri
kita demikian pula masyarakat. Memberi hak kepada orang yang harus menerimanya adalah
wajib dan tidak memberikannya adalah satu kezaliman. Sesuai dengan firman Allah : “Dan
Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berbuat tidak adil. Bersikap
adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”[19]. Adil terhadap Siapapun itu orangnya,
berarti anda harus memberikan kesempatan kepadanya untuk menyampaikan pendapatnya secara
bebas dan terbuka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etos kerja menurut islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk
menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi
hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau
pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat
sekelilingnya serta negara. Dengan kata lain, orang yang berkerja adalah mereka yang
menyumbangkan jiwa dan enaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan negara tanpa
menyusahkan orang lain. Oleh karena itu, kategori ahli Syurga seperti yang digambarkan dalam
Al-Qur’an bukanlah orang yang mempunyai pekerjaan/jabatan yang tinggi dalam suatu
perusahaan/instansi sebagai manajer, direktur, teknisi dalam suatu bengkel dan sebagainya.
Tetapi sebaliknya Al-Quran menggariskan golongan yang baik lagi beruntung (al-falah) itu
adalah orang yang banyak taqwa kepada Allah, khusyu sholatnya, baik tutur katanya,
memelihara pandangan dan sikap malunya pada-Nya serta menunaikan tanggung jawab
sosialnya seperti mengeluarkan zakat dan lainnya
3. Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam
Islam. Lawan dari jujur adalah tidak jujur, islam sangat mengutamakan tindakan yang jujur dan
adil.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa, dan
dapat dijadikan sumber referensi serta apabila ada kekurangan atau ada salah dalam penulisan
dalam makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat lebih baik lagi.