Anda di halaman 1dari 28

TUGAS AGAMA

BAGAIMANA ETOS KERJA MUSLIM UNTUK MENCAPAI PRESTASI YANG OPTIMAL

Disusun Oleh :

FIONA DESTI AUDIANA

30523030

Dosen Pengampu :
Safari Hasan,S.IP.,M.MRS

PROGRAM STUDI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MANAJEMEN KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

2023

1
PENDAHULUAN

Kerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia.2 Apabila manusia mampu
bekerja keras mereka akan sukses dalam mencapai kesejahteraan hidup dan apabila
malas maka mereka akan gagal memperolehnya. Kesuksesan dan kegagalan adalah hasil
dari usaha kerja keras mereka sendiri. Setiap masyarakat suku dan bangsa mempunyai
perbedaan sifat dan watak khas yang dalam istilah antropologi budaya disebut “watak
khas yang dipancarkan oleh suatu kebudayaan”.3 Watak khas inilah yang dalam bahasa
Indonesia disebut “etos”, atau etos kerja.

Alqur’an sebagai pedoman hidup seluruh manusia di muka bumi ini, seluruh isinya
mengandung makna dan kisah-kisah yang sangat bermanfaat untuk pelajaran bagi para
pembacanya. Ayat-ayat Alqur’an juga dapat di jadikan rujukan motivasi untuk menjadi
pemberontak terhadap kemiskinan atau menjadikannya sebagai sumber ilham untuk
mengubah nasib dalam peradaban manusia.4 Manusia adalah makhluk pekerja. Dengan
bekerja manusia akan mampu memenuhi segala kebutuhannya agar tetap bertahan hidup.
Karena itu bekerja adalah kehidupan, sebab melalui pekerjaan itulah sesungguhnya hidup
manusia bisa lebih berarti.

Manusia harus bekerja dan berusaha sebagai manifestasi kesejatian hidupnya demi
menggapai kesuksesan dan kebahagiaan hakiki, baik jasmani maupun rohani, dunia dan
akhirat. Namun, bekerja tanpa dilandasi semangat untuk mencapai tujuan tentu saja akan
sia-sia. Karena itu, sebuah pekerjaan yang berkualitas seharusnya dilandasi dengan niat
yang benar dengan disertai semangat yang kuat. Inilah yang biasa disebut dengan istilah
“etos kerja”.

Manusia adalah makhluk social biologis yang penciptaanya terdiri dari unsurunsur
jasmaniah, unsur rohaniah, serta akal fikiran yang keseluruhannya merupaka suatu
kesatuan yang utuh. Oleh karena itu untuk melangsungkan kesempurnaan hidunya
manusia membutuhkan “konsumsi” material, rohaniah dan akal (Molhan, 1996: 7).

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu khususnya kebutuhan material, manusia perlu


bekerja dan karena Allah swt memerintahkan dalam al-Qur’an agar manusia selalu

2
memperhatikan waktu dalam bekerja Dalam bekerja manusia harus membekali dirinya
dengan etos kerja yangtanggi. Manusia adalah makhluk kerja yang ada persamaannya
dengan hewan yang bekerja tanpa etos, moral dan akhlak, maka gaya kerja manusia
meniru hewan, turun ketingkat kerendahannya.

Manusia merupakan makhluk jasmaniah dan rohaniah yang memiliki sejumlah kebutuhan
sandang, pangan, papan, udara dan sebagainya. Guna memenuhi kebutuhan jasmaniah
itu manusia bekerja, berusaha, walaupun tujuan itu tidak semata-mata hanya untuk
keperluan jasmaniah semata.5 Sebagaimana firman Allah dalam Alquran yang berbunyi :

Artinya: dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah:105). Manusia di dunia ini mempunyai sejumlah
kebutuhan yang bermacam-macam yang dibagi ke dalam tiga tingkatan: Pertama,
kebutuhan primer (pokok) seperti kebutuhan makanan, minuman, pakaian dan tempat
tinggal. Kedua, kebutuhan sekunder seperti keperluan terhadap kendaraan, pesawat radio
dan sebagainya. Ketiga, kebutuhan mewah seperti manusia memiliki perabot-perabot lux,
kendaraan mewah dan sebagainya.

PENGERTIAN ETOS KERJA

Etos berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak, karakter. Toto Tasmara
memaknai ethos dengan sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi
terhadap nilai bekerja (Tasmara, 1995).

John M. Echols dan Hasan Shadily memaknai ethos adalah karakteristik, sikap,
kebiasaan, atau kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang
individu atau sekelompok orang atau manusia. Secara terminologis, ethos digunakan

3
dalam tiga pengertian, yaitu: suatu aturan umum atau cara hidup, suatu tatanan dari
perilaku, dan penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku
(Asyari, 1997: 34).

Kata etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat kebiasaan, watak (karakter), moral
(etika), cara mengerjakan sesuatu. Kerja dalam terminologi Islam mempunyai kedudukan
dengan nilai tersendiri. Kata ‘Amala dalam bahasa arab berarti ‚kerja‛ dalam al- Qur’an
disebutkan hampir di setiap lembar al-Qur’an. Menurut al-Khayyath dalam al-Qur’an
terdapat tidak kurang 602 kata. Al-Qur’an menyebutkan tentang kerja dengan frekuensi
yang sedemikian banyak, dengan demikian menunjukkan begitu pentingnya kegiatan
bekerja bagi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas seseorang atau kelompok. Sedangkan etos kerja menurut Islam seperti
yang dikutip dari laman MUI Digital adalah seseorang yang menanamkan pemikiran
bahwa bekerja bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga sebagai bentuk dari amal saleh.
Alhasil, orang tersebut akan memperhatikan segala bentuk kehalalan dalam
pekerjaannya.

Etos kerja adalah sikap atu perilaku seseorang dalam lingkungan kerja yang mempunyai
tanggung jawab ,kedisiplinan ,kerja keras,dan kerja sama antar sesama manusia . etos
kerja yang baik dapat meningkatkan kualitas kerja serta menciptakan lingkungan kerja
yang produktif dan sehat.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa
bekerja untuk anak dan istrinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti
orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari) (Qomar, n.d.).

Menurut Hamzah Ya’kub, etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana
yang buruk dan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui
oleh akal pikiran (Hamzah Ya’kub, 1983: 13).

4
Manusia adalah makhluk social biologis yang penciptaanya terdiri dari unsurunsur
jasmaniah, unsur rohaniah, serta akal fikiran yang keseluruhannya merupaka suatu
kesatuan yang utuh. Oleh karena itu untuk melangsungkan kesempurnaan hidunya
manusia membutuhkan “konsumsi” material, rohaniah dan akal (Molhan, 1996: 7).

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu khususnya kebutuhan material, manusia perlu


bekerja dan karena Allah swt memerintahkan dalam al-Qur’an agar manusia selalu
memperhatikan waktu dalam bekerja Dalam bekerja manusia harus membekali dirinya
dengan etos kerja yangtanggi. Manusia adalah makhluk kerja yang ada persamaannya
dengan hewan yang bekerja tanpa etos, moral dan akhlak, maka gaya kerja manusia
meniru hewan, turun ketingkat kerendahannya.

manusia adalah makhluk yang mempunyai akal dan pikiran yang diciptakan oleh Allah
SWT. Manusia memiliki akal dan fitrah yang membedakannya dari makhluk lainnya, serta
memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga keharmonisan dan
keseimbangan alam semesta. Manusia juga memiliki tugas untuk beribadah kepada Allah
SWT dan mengembangkan potensi diri untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-Kahfi ayat 7 yang berbunyi:

Artinya :

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar
Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS. Al-
Kahfi: 7).

Ayat ini juga mengetuk hati pribadi setiap muslim untuk mengaktualisasikan etos kerja
dalam bentuk mengerjakan segala sesuatu dengan kualitas yang tinggi.

FUNSI ETOS KERJA

5
maka fungsi etos kerja bagi manusia adalah:

1. Dengan memperhatikan etos kerja dan disertai dengan pendayagunaan akal, maka hal
ini dapat memperingan tenaga kerja manusia yang terbatas, namun mampu memilih
prestasi yang sehebat mungkin.

2. Dengan etos kerja yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas dan motivasi dirinya
untuk meraih kesuksesan dan kemajuan yang lebih baik.

Nilai kerja merujuk kepada nilai yang dipegang dan perlu dipenuhi oleh individu dalam
melaksanakan kerja. Dalam kajian ini, nilai kerja dirujuk sebagai pemikiran, emosi dan
tingkah laku seseorang yang menjadi contoh kepada nilai kerja yang baik (Nur Atiqah
Abdullah et al., 2020).

Nilai kerja merupakan nilai dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang tentunya sesuai
dengan prinsip-prinsip ekonomi islam yang selaras dengan maqasid syariah. Dalam
penerapan nilai kerja dalam konteks ekonomi Islam, perlu diperhatikan prinsip-prinsip
ekonomi Islam seperti keadilan, kejujuran, keterbukaan, dan kepedulian terhadap sesama.

Nilai kerja dan etos kerja merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, dimana ketika
seorang pengusaha memiliki etos kerja yang baik maka dia akan memiliki nilai kerja yang
baik pula, karena tujuan dari etos kerja yang baik adalah demi terciptanya nilai kerja yang
baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Tentunya kita harus mengetahui hal apa yang
mendasarki kita untuk melakukan pekerjaan yang baik. Sedikitnya ada lima landasan Al-
Quran yang dapat menjadi sumber nilai bagi seorang individu dalam bekerja yaitu, Allah
menyediakan rizki bagi setiap hamba-Nya (Q.S.Hud ayat 6); Mencari rizki atau berusaha
adalah perintah Allah yang harus dikerjakan (Q.S.Al-Jumuah ayat 10); Memaksimalkan
potensi dan kemampuan diri demi meraih hasil yang lebih baik (QS. An-Najm, ayat 39);
Semangat dalam berusaha, optimis dan pantang menyerah (QS. Ali-Imran ayat 139; QS.
Fussilatayat 30; QS. Yunus ayat 62); dan Bertawakal kepada Allah dalam mencari
penghasilan (QS. AliImran ayat 173-174; QS. Fathir ayat 2; dan QS.At-Thalaq ayat 3).

6
Nilai-nilai agama kemudian akan memengaruhi norma maupun etika seorang individu
dalam bekerja .

Nilai Kerja dalam Ekonomi Islam

Dalam pandangan islam, bekerja merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, mulai
dari niat bekerja yaitu tidak hanya mencari kelimpahan meteri di dunia tetapi juga mencari
pahala untuk dikhirat nanti. Niat ini akan berkorelasi dengan usaha yang dilakukan
seorang individu. Ketika niat bekerja adalah ibadah maka didalamnya sudah terkandung
dua tujuan yaitu memenuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani atau kebutuhan
materiil dan nonmateriil. Dengan demikian, karena tujuan bekerja tidak semata-mata
mencari kelimpahan materi maka effort yang dikeluarkan tidak hanya dalam bentuk
kekuatan fisik tetapi juga kekuatan non fisik (doa). Dengan demikian, output dari kerja
adalah sikap kerja yang terbingkai dengan rasa tawakal. Artinya, ketika seorang individu
sudah bekerja dengan seluruh kemampuannya, kemudian hasil dari kerja tidak seluruhnya
sesuai dengan harapannya maka ia akan tetap menerima hasil kerja dengan rasasyukur.
Ia tidak akan memelihara rasa kecewa yang berkepanjangan, karena ia tahu persis bahwa
manusia hanya wajib berusaha dan Allahlah yang menentukan hasilnya. Selain itu,
pemaknaan atas nilai-nilai ajaran Islam bahwa kalau seseorang bersyukur atas nikmat
yang diberikan Allah maka Allah akan menambahkan rasa nikmatnya lebih besar lagi.
Nilai-nilai spiritual itu memberikan motivasi untuk senantiasa bekerja, berusaha dan
mensyukuri hasilnya. Dengan demikian, hasil daripenilaian kerja akan disikapi oleh
seorang Muslim dengan sikap kerja yang positif (perasaan puas) (Pantouw et al., 2019).

Firman Allah: “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihatpekerjaanmu, begitu juga Rasul-
Nya dan orang- orang mukminin, dan kamu akan dikembalikankepada Allah yang
mengetahui yang ghaib dan yangnyata, lalu diberitakan kepada kamu apa yang telahkamu
kerjakan” (Q.S. At-Taubah, 105)

Impelementasi etos kerja islam adalah setiap pribadi muslim mampu dan memiliki etos
kerja yang sesuai dengan tuntunan al quran dan al hadist, sehingga ia menjadi pribadi
yang profesional, handal dan produktif. implementasi etos kerja juga dapat dilakukan

7
dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai etos kerja dalam kebijakan dan praktik kerja,
memberikan pelatihan dan pengembangan keterampilan yang sesuai, memberikan
penghargaan dan pengakuan atas prestasi kerja yang baik, serta menciptakan lingkungan
kerja yang sehat dan harmonis. Selain itu, penting juga untuk memperhatikan
keseimbangan antara tuntutan kerja dan kebutuhan karyawan, serta memberikan
dukungan dan fasilitas yang memadai untuk mencapai tujuan kerja.

Pada hakikatnya setiap muslim diminta untuk bekerja meskipun hasil pekerjaannya belum
dapat dimanfaatkan olehnya, oleh keluarganya atau oleh masyarakat, juga meskipun tidak
satu pun dari makhluk Allah, termasuk hewan dapat memanfaatkannya. Ia tetap wajib
bekerja merupakan hak Allah dan salah satu cara mendekatkan diri kepada-Nya. Bekerja
diminta dan dibutuhkan, walaupun hasil kerja itu tidak bisa dimanfaatkan oleh seorang
pun.

Islam tidak meminta penganutnya sekedar bekerja, tetapi juga meminta agar mereka
bekerja dengan tekun dan baik yakni dapat menyelesaikannya dengan sempurna. Untuk
mencapai ketekunan dalam bekerja, salah satu pondasinya adalah amanah dan ikhlas
dan berusaha semaksimal mungkin dengan prinsip melakukan yang terbaik dan
bertawakkal serta dibentengi oleh etika mulia dan hanya berharap mendapatkan
keberkahan Allah swt. atas usaha yang dilakukannya di dunia dan kelak di akhirat
mendapat ganjaran pahala (Cihwanul Kirom, 2018).

Etos kerja perspektif ekonomi Islam bukanlah semata- mata merujuk kepada mencari
rezeki atau materi untuk menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang
maupun malam, dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja
mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan
keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara. Bekerja di
dalam syara’ telah diatur sedemikian rupa sehingga keadilan dan kemashlahatan manusia
dapat terwujud. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam al Qashash: 77 Artinya: “Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat

8
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang- orang yang berbuat kerusakan.

Adapun indikasi-indikasi orang atau sekelompok masyarakat yang beretos kerja tinggi,
menurut Gunnar Myrdal dalam bukunya Asian Drama, yang dikutip oleh Irham bahwa ada
tiga belas sikap yang menandai hal itu: pertama, Efisien. Kedua, Rajin. Ketiga, Teratur.
Keempat Disiplin atau tepat waktu. Kelima, Hemat. Kenam, Jujur dan teliti. Ketujuh,
Rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan. Kedelapan, Bersedia menerima
perubahan. Kesembilan, Gesit dalam memanfaatkan kesempatan. Kesepuluh, Energik.
Kesebelas, Ketulusan dan percaya diri. Keduabelas, Mampu bekerja sama. Ketigabelas,
mempunyai visi yang jauh ke depan .

KARAKTER ETOS KERJA SEORANG MUSLIM

Menurut Toto Tasmara dalam bukunya etos kerja pribadi muslim ada 14 karakter etos
kerja seorang muslim,(Toto Tasmara, 1995:61) karakter sersebut adalah:

Memiliki jiwa kepemimpinan. Manusia adalah khalifah di bumi, dan pemimpin berarti
mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain, agar orang lain tersebut
dapat berbuat baik sesuai keinginanya. Sekaligus kepemimpinan berarti kemampuan
untuk mengambil posisi sekaligus memainkan peran (role), sehingga kehadiran dirinya
memberikan pengaruh pada lingkunganya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang
mempunyai personalitas tinggi. Dia larut dalam keyakinanya tetapi tidak segan untuk
menerima kritik, bahkan mengikuti yang terbaik.

Selalu berhitung. Rasulullah bersabda “bekerjalah untuk duniamu seakan hidup


selamanya dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan engkau akan mati besok”, senada
dengan hadist sayidina umar berkata: maka hendaklah kamu menghitung dirimu sendiri,
sebelum datang hari dimana engkau akan diperhitungkan. Hal senada juga terdapat
dalam firman allah hendaklah kamu menghitung diri hari ini untuk mempersiapkan hari
esok (QS: 59:18).Seorang muslim harus melihat resiko dan memplaning apa yang akan
dilakukan agar konsisten, tepat waktu dan bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.

9
Menghargai waktu. Kita sangat hafal dengan ayat al-quran tentang makna dan pentingnya
waktu, sebagaimana dalam surat al-ash ayat 1-3. Waktu adalah rahmat yang tiada
terhitung nilainya, dan konsekwensi logisnya adalah menjadikan waktu sebagai wadah
produktivitas. Ada semacam bisikan dalam jiwa jangan lewatkan sedetik pun kehidupan ini
tanpa memberi arti. Ajaran islam adalah ajaran yang riil, bukan sebagai ajaran yang
mengawang-ngawang, bukan pula bahan konsumsi diskusi konsep lapuk di atas meja
seminar. Tetapi dia merupakan ayat-ayat amaliyah, suatu agama yang menuntut
pengamalan ayat –ayat dalam bentuk yang senyata- nyatanya, melalui gerakan bil haal.
Oleh sebab itulah disadari oleh setiap muslim bahwa memang apa yang akan di raih pada
waktu yang akan datang ditentukan oleh caranya mengada pada hari ini what we are
going tomorrow we are becoming today.

Tidak pernah merasa puas dengan berbuat baik (positif improvement). Merasa puas di
dalam berbuat kebaikan adalah tanda-tanda kematian kreatifitas. Sebab itu sebagai
konsekwensi logisnya, tipe seorang muslim akan tampak dari semangat juangnya, yang
tak mengenal lelah, tidak ada kamus menyerah pantang surut apalagi terbelenggu dalam
kemalasan yang nista. Dengan semngat ini, seorang muslim selalu berusaha untuk
mengambil posisi dan memainkan peranya yang dinamis dan kreatif. Hidup berhemat dan
efisien.

Hidup berhemat dan efisien adalah dua sifat yang bagus bagi seorang muslim, orang yang
berhemat adalah orang yang mempunyai pandangan jauh kedepan (future outlook), bukan
hemat selalu diidentikkan dengan menumpuk harta kekayaan, sedangkan orang yang
efisien di dalam mengelola setiap resources yang di milikinya, dia menjauhkan dari sifat
yang tidak produktif dan mubazir.

Memiliki jiwa wiraswasta (entreprenership). Memilik semangat wiraswata yang tinggi, tahu
memikirkan segala fenomena yang ada di sekitarnya, merenung dan kemudian bergelora
semangatnya untuk mewujudkan setiap perenungan batinya dalam bentuk yang nyata dan
realistis, nuraninya sangat halus dan tanggap terhadap lingkungan dan setiap tindakanya
diperhitungkan dengan laba rugi, manfaat dan mudharatnya (entrepreneurship). Dalam

10
sabda Rasulullah sesungguhnya Allah sangat cinta kepada seorang mukmin yang
berpenghasilan.

Memiliki jiwa bertanding dan bersaing. Semangat bertanding merupakan sisi lain bagi
seorang muslim yang tangguh, melalui lapangan kebajikan dan meraih prestasi. Harus
disadari dengan penuh keyakinan yang mendalam bahwa keuletan dan kegigihan adalah
fitrah diri setiap pribadi manusia, sehingga sikap malas dan kehilangan semangat
berkompetisi adalah kondisi melawan fitrah kemanusianya, dan menghianati misi sebagai
seorang khalifah di dunia ini.

Memiliki kemandirian (independent). Keyakinan akan nilai tauhid penghayatanya terhadap


ikrar iyyaka na’budu, menyebabkan setiap pribadi muslim yang memiliki semangat jihad
sebagai etos kerjanya, adalah jiwa merdeka. Semangat semacam ini melahirkan sejuta
kebahagiaan yang diantaranya adalah kebahagiaan untuk memperolah hasil dan usaha
atas karsa dan karya yang dibuahkan dari dirinya sendiri. Dia merasa risih apabila
memperoleh sesuatu dengan gratis, merasa tidak tak bernilai apabila menikmati sesuatu
tanpa bertegang otot bermandikan keringat. Kemandirian bagi dirinya adalah lambang
perjuangan sebuah semangat yang mahal harganya. Haus untuk memiliki sifat keilmuan.
Setiap pribadi muslim diajarkan untuk mampu membaca environment dari yang mikro
(dirinya sendiri) sampai pada yang makro (universe) dan bahkan memasuki ruang yang
lebih hakiki yaitu metafisik. Dari rasa haus keilmuan ini akan menimbulkan sifat kritis,
semangat membara dan selalu belajar lebih baik.

Berwawasan Makro – Universal. Dengan memiliki wawasan makro, seorang muslim


menjadi manusia yang bijaksana. Mampu membuat pertimbangan yang tepat , serta
setiap keputusanya lebih mendekati tingkat presisi (ketepatan) yang terarah dan benar.
Seorang muslim tidak hanya berkewajiban pada ibadah-ibadah yang mahdoh saja tetapi
dia juga memiliki tanggung jawab yang lain dari ekonomi, sosial, kemasyarakatan lain
yang bersifat kesalihan sosial. Salah satu hadist Rasulullah tidak beriman sesorang yang
tidur kekenyangan sementara tetangganya kelaparan (HR. Bukhari). Inilah salah satu
hadist dalam sosial ekonomi.

11
Memperhatikan kesehatan dan gizi. Menjaga kesehatan badan adalah salah satu cara
untuk menjaga kekuatan, karena semangat yang membara juga membutuhkan tubuh yang
sehat dan kuat. Etos kerja pribadi muslim adalah etos yang sangat erat kaitanya dengan
cara dirinya memelihara kebugaran dan kesegaran jasmaninya. Dalam Alquran banyak
ditemukan ayat tentang perintah menjaga makanan, bahkan bukan hanya sekedar yang
halal tapi juga bervitamin yang akan memberikan asupan gizi bagi tubuh manusia.

Ulet, Pantang menyerah. Keuletan merupakan modal yang sangat besar di dalam
menghadapi segala macam tantangan atau tekanan, sebab sejarah telah banyak
membuktikan, betapa banyak bangsa-bangsa yang memiliki sejarah kelam akhirnya dapat
keluar dengan inovasi dan keuletan yang mereka miliki. Berorientasi pada produktivitas.
Seorang muslim itu seharusnya sangat menghayati makna yang difirmankan Allah dengan
sangat tegas melarang sikap mubazir karena sesuangguhnya itu adalah perilaku syetan.
Dari ayat ini jiwa seorang muslim akan terarah pada etos kerja yang baik. Sikap seperti ini
merupakan modal dasar dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang
selalu berorientasi kepada nilai-nilai produktif.

UNSUR UNSUR NILAI KERJA DALAM ISLAM

unsur-unsur nilai kerja dalam ekonomi islam mencakup kejujuran, keadilan, kedisiplinan,
kerja keras, ketekunan, dan tanggung jawab. Kejujuran dan keadilan merupakan nilai-nilai
penting dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam lingkungan kerja. Kedisiplinan,
kerja keras, dan ketekunan adalah sikap dan perilaku yang diperlukan untuk mencapai
tujuan kerja yang diinginkan. Tanggung jawab juga penting untuk dijunjung tinggi dalam
lingkungan kerja, karena setiap tindakan dan keputusan yang diambil akan berdampak
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar.

Ada 6 nilai kerja yang harus dimiliki oleh seseorang dalam bekerja yaitu :

Pertama adalah Independensi, dimana seseorang dengan value kerja independensi


ditandai dengan keyakinannya yang kuat untuk mengambil keputusan secara mandiri
dalam bekerja tidak memerlukan pengawasan yang ketat dari atasan serta memiliki
kreatifitas dan menemukan caranya sendiri dalam memecahkan masalah.

12
Kedua yaitu kondisi kerja, banyak pekerja yang menganggap penting kondisi kerja yang
baik, mendapatkan gaji yang cukup dan benefit-benefit lain yang normative. Pekerjaan
yang diinginkan juga yang tidak terlalu beresiko baik dari sisi tugas maupun dampaknya
terhadap gaji yang dibawa pulang ke rumah.

Ketiga recognition (pengakuan), seseorang dengan nilai kerja ini akan menganggap
penting peluang-peluang untuk mendapatkan promosi ke jabatan yang lebih tinggi atau
jabatan-jabatan yang memiliki nilai prestisi yang tinggi. Mereka juga menjadi sangat
termotivasi untuk dapat mengarahkan/mempengaruhi orang lain.

Keempat reationship (hubungan), seseorang dengan tipe ini akan menganggap penting
hubungan yang harmonis dengan atasan, bawahan atau rekan kerjanya. Suasana kerja
menjadi hal yang penting dalam menjaga kinerjanya. Bekerja dengan orang yang
berbeda-beda budaya menjadi motivasi yang penting. Dalam bekerja, menjadi orang yang
ringan tangan dan peduli dengan orang lain.

Kelima achievement, seseorang yang menekankan achievement menganggap


pencapaian prestasi di tempat kerja menjadi hal yang penting. Mereka akan menggunakan
kekuatan-kekuatan dan kelebihan-kelebihannya untuk mencapai prestasi di tempat kerja.
Mereka sangat tertantang untuk belajar dan mengasah skil-skill baru dalam rangka
mencapai prestasi.

Keenam support (dukungan), pekerja dengan tipe ini menganggap dukungan dari atasan
menjadi hal utama dalam mempengaruhi kepuasan kerjanya. Kemudahan dalam
mendapatkan training, dan fasilitas serta peralatan kerja yang cukup membuatnya betah
bekerja di suatu Perusahaan.

Dari 6 nilai-nilai kerja yang sering dijumpai dimiliki oleh para pekerja. Pemahaman
terhadap nilai-nilai kerja ini akan mempengaruhi dalam hal pemberian tugas yang sesuai
dan ujung-ujungnya berdampak pada kinerja pegawai dan perusahaan (Krestyawan,
2018).

13
Unsur-Unsur Etos Kerja dalam Ekonomi Islam orang yang mengahayati etos kerja akan
tampak dalam sikap dan tingkah lakunya, memiliki sikap diantaranya adalah mereka
kecanduan terhadap waktu. Salah satu esensi dari etos kerja adalah cara seseorang
menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Dia sadar waktu
adalah netral dan terus merayap dari detik ke detik dan dia pun sadar bahwa sedetik yang
lalu tak akan pernah kembali kepadanya. Baginya, baginya waktu adalah aset ilahiyyah
yang sangat berharga, ladang subur yang membutuhkan ilmu dan amal untuk diolah serta
dipetik hasilnya pada waktu yang lain. Waktu adalah kekuatan, mereka yang mengabaikan
waktu berarti menjadi budak kelemahan. Bila John F. Kanedy berkata “The full use of your
power along lines of exellence” (memanfaatkan seluruh kekuatan, anda sedang menuju
puncak kehidupan)”.

Seorang muslim berkata, “Waktu adalah kekuatan. Bila kita memanfaatkan seluruh waktu,
kita sedang berada di atas jalan keberuntungan.” Hal ini sebagaimana firman-Nya: “Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. AL-Asrh: 1-3)
Seorang muslim bagaikan kecanduan waktu. Dia tidak mau ada waktu yang terbuang
tanpa makna. Baginya, waktu adalah rahmat yang tidak terhitung. Pengertian terhadap
makna waktu merupakan rasa tanggung jawab yang sangat besar atas kemuliaan
hidupnya. Sebagai konsekuensinya, dia menjadikan waktu sebagai wadah produktifitas.
Sadar untuk tidak memboroskan waktu, setiap pribadi muslim yang memiliki etos kerja
tinggi akan segera menyusun tujuan, membuat perencanaan kerja, kemudian melakukan
evaluasi atas hasil kerjanya.

Selanjutnya mereka memiliki moralitas yang bersih. Salah satu kompetensi moral yang
dimiliki seorang yang berbudaya kerja Islami itu adalah menilai keikhlasan. Karena ikhlas
merupakan bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Sikap
ikhlas bukan hanya outpun dari cara dirinya melayani, melainkan juga input atau masukan
yang membentuk kepribadiannya didasarkan pada sikap yang bersih. Bahkan, cara dirinya
mencai rezeki, makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya, adalah bersih

14
semata-mata. Dengan demikian, ikhlas merupakan energi batin yang akan membentengi
diri dari segala bentuk yang kotor .

Bekerja bukan hanya sekedar mencari rezeki, tetapi yang lebih diperhatikan adalah
kehalalan pekerjaan yang ditekuni. Tidak boleh rezki itu didapatkan melalui usaha dan
cara-cara yang bathil lagi haram dalam Islam. Allah Swt berfirman yang artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan
aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. An-Nisa: 29-30) .

Selanjutnya mereka kecanduan kejujujuran. Pribadi muslim merupakan tipe manusia yang
terkena kecanduan kejujuran, dalam keadaan apapun, dia merasa bergantung pada
kejujuran. Dia pun bergantung pada amal saleh. Sekali dia berbuat jujur atau berbuat
amal-amal saleh yang presentatif, dirinya bagaikan ketagihan untuk mengulanginya lagi.
Dia terpenjara dalam cintanya kepada Allah. Tidak ada kebebasan yang dia nikmati
kecuali dalam pelayanannya kepada Allah. Sebagaimana keihlasan, kejujuran pun tidak
datang dari luar, tetapi bisikan kalbu yang terus menerus mengetuk dan membisikkan nilai
moral yang luhur. Kejujuran bukan sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah panggilan
dari dalam, sebuah keterikatan .

Mereka Al-Mujahadah (Kerja Keras dan Optimal). Dalam banyak ayat, Al-mujahadah
dalam bekerja pada konteks manfaatnya, yaitu untuk kebaikan manusia sendiri, dan agar
nilai guna dari hasil kerjanya semakin bertambah. (Ali Imran: 142, al-Maidah: 35, al-Hajj:
77, al- Furqan: 25, dan al-Ankabut: 69). Mujahadah dalam maknanya yang luas seperti
yang didefinisikan oleh yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada
dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi
serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan
fasilitas segala sumber daya yang diperlukan melal, yakni menundukkan seluruh isi langit

15
dan bumi untuk manusia. Hal ini sebagaimana pelajaran yang terkandung dalam kadits
ketujuh dimana seorang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dirinya, orang
tuanya yang lemah dan anak istrinya merupakan jihad fi sabilillah.

Terakhir adalah istiqomah, kuat pendirian.Kualitas kerja yang itqan atau perfect
merupakan sifat pekerjaan Tuhan, kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami.
Rahmat Allah telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja secara itqan, yakni mencapai
standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang
optimal. Konsep itqan memberikan penilaian lebih terhadap hasil pekerjaan yang sedikit
atau terbatas, tetapi berkualitas, daripada output yang banyak, tetapi kurang bermutu.
Inilah yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Bahwa Allah akan menyukai hambanya
yang mau bekerja dengan itqan (FUADI, 2018).

Prestasi kerja

Coper (dalam Samsudin, 2010: 159) mengungkapkan prestasi kerja sebagai berikut, “A
general term applied to part or all of the conduct or actifites of an organisation over period
of time, often with reference to some standart such as past projected cost, an efficiency
base, management responsbility or acountability or the like”. Artinya , prestasi kerja adalah
tingkat pelakasanaan tugas yang dapat dicapai oleh seseorang, unit, atau devisi dengan
menggunakan kemampuan yang ada dan bataan-batasan yangg telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan organisasi/perusahaan.

Menurut Flippo (dalam Budiyasa, 2014), indikator pengukuran prestasi kerja dapat
dilakukan melalui penilaian; kualitas kerja yaitu berkaitan dengan ketepatan, ketrampilan,
ketelitian dan kerapian pelakanaan pekerjaan. Kuantitas kerja, yaitu berkaitan dengan
pelaksanaan tugas reguler dan tambahan. Ketangguhan, yaitu berkaitan dengan ketaatan
mengikuti perintah, kebiasaan mengikuti peraturan, keselamatan, inisiatif, dan ketepatan
waktu kehadiran. Sikap, yaitu menunjukkan seberapa jauh tanggung jawab terhadap
pelaksanaan pekerjaan serta bagaimana tingkat kerjasama dengan teman atau atasan
dalam menyelesaikan pekerjaan.

16
TUJUAN ETOS KERJA

Beberapa landasan atau tujuan dari etos kerja Islam adalah (Ya’qub, 1992: 3-4): 1

1. Tujuan luhur Bahwasannya bekerja keras dalam islam, bukanlah sekear memenuhi
kebutuhan naluri hidup untuk kepentingan perut. Namun lebih dari itu terdapat tujuan
filosofis yang luhur, tujuan yang mulia, tujuan ideal yang sempurna yakni untuk berta’abud
kepada Allah swt dan mencari Ridho-nya.

2. Memenuhi kebutuhan hidup Bahwa dalam hidup di dunia kita mempunyai sejumlah
kebutuhan yang bermacammacam. Sangatlah mustahir apalagi kita ingin memenuhi
nkebutuhan hiduptanpa kerja usaha, kerja keras. Karenanya etos kerja yang tinggi
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat komplek.

3. Memenuhi kebutuhan keluarga Dalam point ini lebih ditekankan pada seseorang
kepala rumah atangga yang bertanggung jawab terhadap keharmonisan dan
keberlangsungan rumah tangganya, kewajiban dan tanggung jawab itu menimbulkan
konsekwensi-konsewensi bagi pihak suami atau kepala rumah tangga yang
mengharuskan dibangkit bergerak dan rajin bekerja.

4. Kepentingan amal sosial Diantara tujuan bekerja adalah bahwa hasil kerjanya itu dapat
di pakai sebagai kepentingan agama, amal social dan sebagainya. Karena sebagai
makhluk social, manusia saling membutuhkan. Seorang pedagang dibutuhkan dalam hal
ekonomi dan lain sebagainya. Dan bentuk kebutuhan manusia itu berupa bantuan tenaga,
pikiran dan material.

5. Menolak kemungkaran Diantara tujuan ideal berusaha dan bekerja adalah sejumlah
kemungkaran yang mungkin dapat terjadi pada diri seseorang yang tidak bekerja
(pengangguran). Dengan bekerja dan berusaha berarti menghilangkan salah satu sifat
dan sikap kemalasan dan pengangguran, sebab adanya kesempatan kerja yang terbuka
menutupi keadaan keadaan yang negative seperti itu.

Untuk memperoleh kinerja yang maksimal, seorang muslim harus mempunyai pandangan
jauh kedepan dan selalu optimis, bahwa kualitas hidup dan kehidupan hari esok lebih baik

17
dari hari ini. Penerapan etos kerja Islam dengan cara mengekspresikan sikap atau
sesuatu selalu berdasarkan semangat untuk menuju kepada perbaikan, dengan berupaya
bersungguh-sungguh menerapkan etika tersebut, yang berupaya untuk menghindari hal
yang negatif. Yaitu dengan cara menerapkan kode etik secara tegas dalam perusahaan
dengan baik sehingga akan mempunyai reputasi yang baik dan mendapatkan keuntungan,
sebagai mana penerapan etos kerja Islam tersebut sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist
sehingga dampak dari implementasi etos kerja Islam adalah dapat meningkatkan kinerja
karyawan.

Terdapat sejumlah indikator yang dapat dipergunakan untuk mengukur etika kerja Islam,
diantaranya: kemalasan merupakan musuh dalam Islam, mendedikasikan diri pada
pekerjaan merupakan kebajikan, bekerja dengan baik bermanfaat bagi diri sendiri dan
sesame, bersikap adil dan bijak di lingkungan kerja dibutuhkan untuk kesejahteraan
bersama, bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri termasuk ikut berkontribusi terhadap
masyarakat secara keseluruhan, seseorang harus melakukan pekerjaan dengan
kemampuan terbaiknya, pekerjaan bukanlah tujuan akhir, tetapi pengembangan diri dan
hubungan sosial merupakan hal terpenting bagi saya, hidup tidak bermakna tanpa kerja,
menganggur dan membuang-buang waktu adalah baik untuk masyarakat, saya lebih
menekankan dan mendorong hubungan social, pekerjaan dapat digunakan sebagai
sarana mengontrol kebiasaan, kreatifitas dalam bekerja adalah sumber kebahagiaan dan
prestasi, seseorang yang bekerja seangkah lebih maju dalam kehidupan, pekerjaan
memberikan kesempatan seseorang untuk mandiri, seseorang dianggap sukses bila
mampu memenuhi deadline pekerjaannya, seseorang harus selalu kerja keras untuk
memenuhi tanggung jawab, islam menilai pekerjaan yang dilakukan berdasarkan niatnya
dari pada hasil akhir (Rahman, 2010).

Menurut Weber (1958: 35), kapitalisme modern timbul sebagai hasil kumulatif kekuatan
sosial, politik dan ekonomi serta agama yang berakar jauh di dalam sejarah Eropa.
Namun, sejak masa reformasi sampai abad ke18, pengaruh agama sangat menentukan
dalam membentuk pola-pola perilaku. Setidaknya, Weber telah mengarahkan suatu model

18
pemikiran, yaitu faktor struktural dan pola-pola pemikiran harus dianalisis secara cermat
dan antara perilaku agama dan perilaku ekonomi harus dipahami dengan sebaik-baiknya.

Islam sebagai agama dan ideologi memang mendorong pada umatnya untuk bekerja
keras, tidak melupakan kerja setelah beribadah, dan hendaknya kamu takut pada generasi
setelah yang ditinggal dalam kesusahan iman dan ekonomi. Hadis Nabi juga menyatakan
pentingnya generasi (umat) yang kuat ketimbang yang lemah dan tidak boleh
menggantungkan diri pada orang lain (HR. Tirmidzi), serta beberapa ajaran Islam yang
mendorong umatnya untuk menjalankan kegiatan atau aktivitas ekonominya secara baik,
profesional, sistematis, dan kontinuitas.

Keberhasilan kerja seseorang di antaranya ditentukan oleh adanya etos kerja yang tinggi
dan berakar dalam dirinya. Dengan cara memahami dan meyakini ajaran-ajaran agama
yang berhubungan dengan penilaian ajaran agama tersebut terhadap kerja, akan
menumbuhkan suatu etos kerja pada diri seseorang. Pada perkembangan selanjutnya
etika kerja ini akan menjadi pendorong keberhasilan kerjanya. Persoalannya bagaimana
pengaruh etos kerja Islami terhadap loyalitas karyawan yang berada di lingkungan
organisasi Islam.

Beberapa penelitian terdahulu mengenai hubungan etika kerja Islam, komitmen organisasi
dan prestasi kerja telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Wayan Marsalia Indica
menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki etos kerja Islami dalam pekerjaannya
mampu meningkatkan komitmen organisasional mereka. Yushak, et al., Yousef dan
Sulistyo dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa variabel Etos kerja secara langsung
dan positif mempengaruhi komitmen organisasional. Selain mampu meningkatkan
komitmen organisasional, karyawan yang memiliki etika kerja islam di dalam tempat
mereka bekerja maka kinerja karyawan tersebut akan meningkat (Indica, 2013: 5).

Sementara itu, komitmen organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap prestasi kerja
karyawan sebagaimana penelitian yang di lakukan oleh Irfan Nanda Rikiawan,
Mochammad Al Musadieq, Hamidah Nayati Utamidari Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya Malang, Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa ada pengaruh

19
simultan yang signifikan dari variabel-variabel komitmen organisasional yaitu kemauan
karyawan, kebanggaan karyawan dan kesetiaan karyawan terhadap prestasi karyawan
(Rikiawan, 2013).

KARAKTERISTIK ETOS KERJA

Karakteristik orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap
dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam
bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah Swt yang
akan memuliakan dirinya,16 Alqur’an menanamkan kesadaran bahwa dengan bekerja
berarti kita merealisasikan fungsi kehambaan kita kepada Allah Swt, dan menempuh jalan
menuju ridha-Nya, mengangkat harga diri, meningkatkan taraf hidup, dan memberi
manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain. Dengan tertanamnya kesadaran
ini, seorang muslim atau muslimah akan berusaha mengisi setiap ruang dan waktunya
hanya dengan aktivitas yang berguna. Semboyannya adalah “tiada waktu tanpa kerja,
tiada waktu tanpa amal”. Adapun agar nilai ibadahnya tidak luntur, maka perangkat
kualitas etos kerja yang Islami harus diperhatikan.17 Berikut ini adalah kualitas etos kerja
Islam yang terpenting untuk dihayati. diantaranya yaitu:

1. Bertanggung Jawab Berani bertanggung jawab merupakan ciri dasar manusia, yang
memang sejak awal telah diciptakan sebagai makhluk yang diberi kebebasan untuk
memilih. Berbeda dengan makhluk yang lain seperti binatang, ia tidak bisa memilih dan
tidak mempunyai akal, karena itu tanggung jawab juga merupakan ciri kedewasaan
seseorang. Seorang yang beretos kerja harus berani menanggung resiko apapun atas apa
yang telah diperbuat setelah melalui perhitungan dan pemikiran yang mendalam.

2. Berorientasi ke Masa Depan Seorang yang beretos kerja bukan hanya bermodal
semangat, tetapi harus memiliki orientasi ke masa depan. Ia harus memiliki rencana dan
perhitungan yang matang demi terciptanya masa depan yang lebih baik. Untuk itu
hendaklah manusia selalu menghitung dirinya demi mempersiapkan hari esok. Allah
berfirman dalam surah Al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi:

20
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al-Hasyr:18).

Seseorang seharusnya memiliki tujuan yang jelas dari setiap aktivitas hidupnya di masa
datang. Dalam hal ini, Alqur’an menggunakan redaksi gad (esok) untuk menunjukkan arti
masa depan. Kata gad ini dipahami oleh para ulama bukan hanya terbatas pada masa
depan di dunia ini, tetapi sampai kehidupan akhirat.19 Artinya, sebagai Seorang muslim
yang memiliki etos kerja akan selalu mempersiapkan segala sesuatunya dengan jelas,
karena seluruh tindakannya diarahkan kepada tujuan yang telah ditetapkan.

3. Ikhlas Ikhlas merupakan bentuk dari cinta, kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan.
Orang yang memiliki hati ikhlas disebut mukhlis, seorang yang melaksanakan tugas
secara professional tanpa motivasi lain kecuali bahwa pekerjaan itu merupakan amanat
yang harus ditunaikan sebaik-baiknya. Motivasi terkuat hanya pada hati nuraninya sendiri.
Kalaupun ada imbalan, itu bukan tujuan utama, melainkan efek dari pengabdiannya.

4. Jujur Sikap jujur merupakan sikap yang berpihak pada kebenaran dan sikap moral
yang terpuji. Perilaku jujur merupakan perilaku yang diikuti oleh sifat tanggung jawab atas
apa yang diperbuatnya atau disebut dengan integritas.Dengan sifat jujur seseorang akan
dapat dipercaya (amanah), jika seseorang sudah dapat dipercaya karena kejujurannya
maka hal itulah penghargaan moral yang teramat mahal.

5. Menghargai Waktu Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara
seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Seorang
muslim akan merasa kecanduan terhadap waktu. Dia tidak akan mau ada waktu yang

21
hilang dan terbuang tanpa makna. Waktu baginya adalah rahmat yang tak terhitung
nilainya, baginya pengertian terhadap waktu merupakan rasa tanggung jawab yang sangat
besar.Profesionalisme terkait erat dengan kedisiplinan dan ketepatan waktu, jika pepatah
Barat menyatakan time is money (waktu adalah uang), maka dalam ungkapan Arab al-
Waqtu ka al-Syaif (waktu bagaikan pedang), dua ungkapan ini dapat disatukan dengan
menyadari bahwa semakin baik memanfaatkan waktu semakin besar keuntungan yang
diraih sebaliknya semakin lalai dengan waktu, maka kian besar kerugian yang diderita dan
bahkan bisa berakibat fatal kerugian yang banyak

6. Al-Itqan (kemantapan atau sungguh-sungguh) Karakteristik kerja yang itqan atau


perfect merupakan sifat pekerjaan, kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang Islami.
Rahmat Allah telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja secara itqan, yakni mencapai
standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang
optimal.

7. Al-Ihsan (melakukan yang terbaik atau yang lebih baik lagi) Kualitas ihsan mempunyai
dua makna dan memberikan dua pesan, yaitu Pertama, Ihsan kepada Allah, sebagaimana
yang tersebut di dalam hadits Nabi ketika Jibril menanyakan kepada Nabi tentang Ihsan.
Bahwasanya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat Allah, meskipun
engkau tidak melihatnya namun pasti Allah melihatmu. Kedua, Ihsan kepada sesama
manusia, yaitu hubungan yang baik budi pekerti, sopan santun, saling tolong menolong,
berhati yang lapang, menghormati yang tua, menghargai yang muda, dan berbelas
kasihan kepada fakir miskin. Kemudian disebut juga Ihsan kepada diri sendiri, dengan
meningkatkan mutu diri, memperteguh pribadi, guna mencapai kemanusiaan yang lebih
sempurna, sehingga kita berguna bagi masyarakat dan bangsa.

8. Al-Mujahadah (kerja keras dan optimal).

9. Mujahadah adalah yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada
dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi
serta optimalisasi sumber daya.

PANDANGAN AL-QUR’AN TERHADAP ETOS KERJA

22
Dalam Alqur’an tidak ada sama sekali ayat atau surah yang membahas secara spesifik
tentang etos kerja, akan tetapi sebagai kitab suci terakhir yang berfungsi sebagai
petunjuk, Alqur’an pasti memuat ayat-ayat yang memberi isyarat tentang etos kerja antara
lain sebagai berikut: 1. Surah Ar-Ra’du Ayat 11:

Artinya: bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(QS. Ar-Ra’du:11).

Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan memiliki beberapa makna, yakni: pertama, ayat
tersebut berbicara tentang perubahan sosial bukan perubahan individu. Kedua, kata qaum
juga menunjukkan bahwa hukum kemasyarakatan ini tidak hanya berlaku untuk kaum
muslimin atau satu suku, ras dan agama tertentu, tetapi ia berlaku umum, kapan dan di
mana pun mereka berada. Ketiga, dimaknai dengan dua pelaku perubahan, yakni pelaku
pertama Allah dan pelaku kedua adalah manusia. Keempat, perubahan yang dilakukan
oleh Allah haruslah didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh masyarakat
menyangkut sisi dalam mereka. Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa Allah tidak
akan mengubah nasib suatu kaum, sampai perubahan itu ada pada diri mereka sendiri,
atau pembaharuan dari salah seorang diantara mereka dengan sebab.

2. Surah At-Taubah Ayat 105

23
Artinya: dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah: 105).

Menurut pendapat Hamka, ayat ke-105 dari Surat at-Taubah dihubungkan dengan surat
al-Isra’ ayat 84: “Katakanlah: tiap-tiap orang beramal menurut bakatnya tetapi tuhan
engkau lebih mengetahui siapakah yang lebih mendapat petunjuk dalam perjalanan”.
Setelah dihubungkan dengan ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Allah menyuruh
manusia untuk bekerja menurut bakat dan bawaan, yaitu manusia diperintahkan untuk
bekerja sesuai tenaga dan kemampuannya. Artinya manusia tidak perlu mengerjakan
pekerjaan yang bukan pekerjaannya, supaya umur tidak habis dengan percuma. Dengan
demikian, manusia dianjurkan untuk tidak bermalas-malas dan menghabiskan waktu tanpa
ada manfaat. Mutu pekerjaan harus ditingkatkan, dan selalu memohon petunjuk Allah.

3. Surah Al-Mulk ayat 15

Artinya: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nyalah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk: 15).

Menurut al-Maraghi, sesungguhnya Tuhanmulah yang menundukkan dan memudahkan


bumi ini bagimu. Dialah yang menjadikan bumi itu tenang dan diam, tidak oleng dan tidak

24
pula bergoncang, karena Dia menjadikan gunung-gunung padanya, Dia juga mengadakan
mata air-mata air padanya, untuk memberi minum kepadamu dan kepada binatang
ternakmu, tumbuh-tumbuhanmu dan buah-buahanmu. Dan Dia pun mengadakan padanya
jalan-jalan, maka pergilah kamu ke ujungujungnya yang kamu suka dan bertebaranlah di
segala penjurunya, untuk mencari penghidupan dan berdagang. Dan makanlah banyak
rezeki yang diadakan-Nya bagimu karena karunia-Nya, sebab berusaha untuk mencari
rezeki itu tidak menghilangkan ketakwaan kepada Allah.

KESIMPULAN

Etos kerja dalam Islam mencakup sikap dan perilaku yang meliputi tanggung jawab,
kedisiplinan, kerja keras, dan kerja sama. Al-Qur'an menekankan pentingnya bekerja
dengan etos kerja yang tinggi, yang dapat meningkatkan kualitas kerja, menciptakan
lingkungan kerja yang produktif, dan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi Islam seperti
keadilan, kejujuran, keterbukaan, dan kepedulian terhadap sesama. Etos kerja Islam
memiliki tujuan seperti berta'abud kepada Allah, memenuhi kebutuhan hidup, memenuhi
kebutuhan keluarga, dan kepentingan amal sosial. Implementasi etos kerja Islam
melibatkan integritas, pengembangan keterampilan, penghargaan atas prestasi, dan
menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Pribadi muslim yang memiliki etos kerja tinggi
akan menghargai waktu, memiliki moralitas yang bersih, kecanduan kejujuran, bekerja
keras dan optimal, serta istiqomah dalam kualitas kerja. Prestasi kerja dalam Islam diukur
melalui kualitas, kuantitas, ketangguhan, dan penilaian terhadap pelaksanaan
tugas.Karakteristik etos kerja memiliki sikap tanggung jawab,ikhlas dan menghargai waktu
menjadikan kunci utama bekerja.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. (ed). (1988). “Tesis Weber dan Islam di Indonesia dalamAgama,” dalam Etos Kerja dan
Perkembangan Ekonomi, cet. IV, Jakarta: LP3ES.

Asifuddin, A. Janan. (2004). Etos Kerja Islami. Surakarta: Muham madiyah University Press. Asnawir.
2003. Dasar-dasar Adminis trasi Pendidikan. Padang: IAIN Imam Bonjol Padang Press.

Asnawir. (2003). Dasar-dasar Adminis trasi Pendidikan. Padang: IAIN Imam Bonjol Padang Press.

Budiyasa, M. Astika. (2014). . “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Kemampuan Kerja
terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta di Bangli”, Tesis, Pascasarjana
Universitas Udayana, diakses di http://www.pps.unud.ac.id tanggal 2 Januari 2014. .

Cihwanul Kirom. (2018). Etos Kerja dalam Islam. Tawazun: Journal of Sharia Economic Law, Vol.1(No.1),
57–72. .

Effendi, Taufiq. (2008). Menteri Penda yagunaan Aparatur Negara pada Seminar Pembangunan Sumber
Daya Manusia Aparatur Negara, Makalah, Universitas Dipone goro, Semarang.

FUADI, H. (2018). ETOS KERJA DALAM PRESPEKTIF ISLAM. Al-Amawal, 7(1), 20–31. Krestyawan, R.
(2018). 6 NIlai-Nilai Kerja yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja. Artikel Manajemen SDM Update. .

Hamzah Ya’qub. (1992). “Etos Kerja Islami”, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, .

Indica, W. Marsalika. (2013). “Pengaruh Etos kerja Islam dan Gaya Kepemimpinan Transformasional
Terhadap Komitmen Organisasional dan Kinerja Karyawan”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB. Vol. 9,
No. 5, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.

Kreitner, R. and A. Kinicki. (2007). Organizational Behavior. 7th Edition. Singapore: McGraw Hill
Education.

Nur Atiqah Abdullah, N. A. H. N. H. J. & N. Mat. (2020). Pengaruh Nilai Kerja Terhadap Tingkah Laku
Kerja Inovatif Dan Kesejahteraan Psikologi: Modal Psikologi Sebagai Pengantara. International
Journal of Management Studies, 27(1), 123–150. .

Oktavia, R. (2021). Syariah Entrepreneurship: Explore The Basic Values of The Islamic Work Ethoh In The
Business of The Rasulullsh. IQTISADIE: Journal of ISlamic Banking and Shariah Economy, 1(2), 256–
275. .

Pangabean, M. S. . (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Pantouw, Y. M. , T. V. , & S. S. A. P. (2019). Pengaruh Nilai Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal
Administrasi Bisnis, 9(3), 85. https://doi.org/10.35797/jab.9.3.2019.25517.85-92 Qomar, M. N.
(n.d.). MAKNA KERJA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh Nurul Qomar *. 1, 64–77.

26
Rikiawan, I. N. dkk. (2013). “Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Prestasi Kerja (Studi Pada
Karyawan AJB Bumiputera Kantor Cabang Batu).” Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 6, No.2.

Rohman, Wahibur. (2010). “The Effect of Islamic Work Ethics on Work Outcomes.” EJBO, Vol. 15.

Sopiah. (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi. .

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. .

Tarbawi, Mustafid. (2017). “Peningkatan Kinerja Aparatur Sipil Negara.” 14 Vol. 3 No. 01.

Tasmara, Toto. (1995a). Etos Kerja Pribadi Muslim. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf. .

Tasmara, Toto. (1995b). Etos Kerja Pribadi Muslim. Jakarta: PT. Dana Bhakti. Weber, Max. 1958. The
Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, translated by Talcott Parsons. New York: Charles
Scribners.

Toto. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani. .

Toto Tasmara. (1995). Etos Kerja Pribadi Muslim, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, .

Ya’kub, Hamzah. (1983). Etika Islam. Bandung: CV. Diponegoro.

Ya’qub, Hamzah. (1992). Etos Kerja Islami , petunjuk pekerjaan yang halal dan haram dalam Syari”at
Islam. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.

27
28

Anda mungkin juga menyukai