Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI

SEORANG LAKI-LAKI 41 TAHUN DENGAN OPEN FRACTURE DISTAL


RADIUS SINISTRA FRYKMAN VIII GRADE II
Periode : 23 30 Oktober 2016

Oleh :
Dorothy Eugene Nindya

G 99131016

Rut Pamela Sudianto

G 99122080

Pembimbing
dr. Iwan B. Anwar, Sp.OT (K)

KEPANITERAAN KLINIK ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI


SMF BEDAH FK UNS / RS DR. MOEWARDI / RSO PROF. DR. SOEHARSO
SURAKARTA
2016

LAPORAN KASUS
I.

Identitas
Nama
No. RM
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Masuk

: Tn. S
: 2965xx
: 41 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Buruh bangunan
: Karangdowo, Klaten
: 24 Oktober 2016

II. Anamnesis
Keluhan utama :
Nyeri dan luka pada pergelangan tangan kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh nyeri dan luka di bahu kanan kurang lebih 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan setelah pasien jatuh saat sedang
memperbaiki atap dengan ketinggian sekitar 3 meter. Pasien terjatuh dengan
posisi tangan kiri menopang tubuh. Tidak ada nyeri di tempat lain. Pasien tidak
pingsan maupun muntah setelah kejadian. Setelah kejadian pasien dibawa ke
puskesmas setempat dan dibidai di tangan kiri, kemudian dirujuk ke RSOP.
Tidak ada kelemahan anggota gerak.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit gula
: disangkal
Riwayat operasi
: (+) operasi pengangkatan ginjal kiri

akibat kecelakaan
Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit gula
: disangkal
III. ANAMNESIS SISTEMIK

1.
2.
3.
4.

Kulit
Mata
Hidung
Telinga

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Mulut
Leher
Pernafasan
Kardiovaskular
Pencernaan
Genitouria
Ekstremitas atas

:
:
:
:

sawo matang, pucat (-)


penglihatan berkurang (-), konjungtiva pucat (-)
pilek (-), bersin-bersin (-), mimisan (-)
keluar cairan di sekitar telinga (-), darah (-), nyeri di

:
:
:
:
:
:
:

telinga (-).
bibir kering (-)
benjolan (-)
sesak nafas (-), nyeri dada (-)
berdebar debar (-), nyeri dada (-)
muntah (-), nafsu makan turun (-), BAB darah (-)
BAK terganggu (-)
oedem (-/-), akral dingin (-/-), nyeri (+) di
pergelangan tangan kiri, luka (+) di pergelangan

12. Ekstremitas bawah

tangan kiri
: oedem (-/-), akral dingin (-/-), nyeri (-/-)

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : compos mentis, tampak sakit sedang
1.

Primary Survey
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability

: Bebas
: Pernapasan spontan, thoracoabdominal, 18 x/menit
: TD = 130/80 mmHg, N: 78 x/menit.
: GCS E4V5M6, refleks cahaya (+/+), pupil isokor

(3mm/3mm)
e. Exposure

: suhu 36,7 oC

2. Secondary Survey
a. Kulit
: sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petekie (-), turgor baik, lesi
b. Kepala
c. Mata

pin point di regio wrist sinistra


: mesocephal, jejas (-)
: pupil isokor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+), visus (N/N),

d. Telinga
e. Hidung

gerakan bola mata (N/N)


: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
: bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), keluar

f.Mulut
g. Leher

darah (-/-)
: maloklusi (-), lidah kotor (-), gigi tanggal (-)
: deviasi trakea (-), jejas (-), nyeri tekan (-)

h. Thoraks :
Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo
Inspeksi

: pengembangan dada kanan = kiri, jejas (-)

Palpasi

: fremitus raba dinding dada kanan = kiri

Perkusi

: sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+ /+), suara tambahan (-/-)


i. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada, tampak scar bekas


operasi pada linea mediana

Auskultasi : bising usus (+) normal


Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), defans muskuler (-)

j. Genitourinaria

: BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri


BAK (-)

k. Ekstremitas :
Atas
Kanan
5
+2

Oedem
Akral dingin
Motorik
Sensorik
V.

Kiri
Sde
+2

Bawah
Kanan
Kiri
5
5
+2
+2

STATUS LOKALIS
Regio Wrist Sinistra
Look

: tampak lesi pin point, swellling (+), deformitas (+) angulasi


valgus

Feel

: NVD (-), nyeri tekan (+) di regio wrist

Movement

: ROM wrist terbatas nyeri

VI. ASSESSMENT I

Open fracture distal radius sinistra dd ulnaris sinistra


VII. PLANNING I
Imobilisasi
Foto Rontgen Regio Antebrachii AP/Lateral
IX.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Regio Antebrachii AP/Lateral (24 Oktober 2016)

X.

ASSESSMENT II
Open fracture distal radius sinistra Frykman VIII grade II

XI.

PLANNING II
- Foto Thorax
- Cek laboratorium darah
- EKG
- Injeksi Tetagam 250 IU
- Injeksi antibiotik (Cefazolin) 2 gram
- Injeksi analgetik (Ketorolac) 60 mg

Konsultasi TS Bedah Orthopaedi (usul debridement + ORIF cito)


Foto Rontgen Thorax PA (24 Oktober 2016)

Pemeriksaan Laboratorium (24 Oktober 2016)


Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan Darah
PT
APTT
INR
Natrium
Kalium
Kalsium ion
HbsAg
GDS
Ureum

Hasil
Satuan
HEMATOLOGI
14.3
g/dL
44
%
14.2
ribu/uL
170
ribu/uL
4.8
juta/uL
O
HEMOSTASIS
16.4
Detik
24.6
Detik
1.40
ELEKTROLIT
129
mmol/L
3.9
mmol/L
1.28
mmol/L
SEROLOGI HEPATITIS
Reactive
KIMIA KLINIK
107
mg/dL
20
mg/dL

Rujukan
13.0 17.0
33 - 45
4.5 11.0
150 450
4.10 5.10
10-15.0
20-40.0
135-145
3.5-5.5
1.05-1.30
Nonreactive
<120
13-43

Kreatinin
SGOT
SGPT

1.03
36
33

XII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam

: bonam

- Quo ad functionam : bonam


- Qua ad sanam

: bonam

mg/dL
U/L
U/L

0.6-1.1
5-37
4-41

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses
degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI, 2007).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulng berupa
retakn pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser
(Graham dan Salomon, 1997).
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan di sekitar, bentuk patahan tulang dan lokasi pada tulang fisis (Graham
dan Salomon, 1997).
a. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a) Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Derajat fraktur tertutup menurtut Tscherne,
yaitu:

Derajat 0: Fraktur yang sederhana tanpa/disertai dengan sediki


kerusakan jaringan lunak

Derajat 1: Fraktur disertai dengan abrasi superfisial atau luka


memear pada klit dan jaringan subkutan

Derajat 2: Fraktur yang lebih berat dibandingkan dengan derajat 1


yang disertai dengan kontusio dan pembengkakan jaringan lunak.

Derajat 3: Fraktur berat yang disertai dengan kerusakan jaringan


lunak yang nyata dan terdapat ancaman terjadinya sindroma
kompartemen.

Gambar 1. Klasifikasi fraktur tertutup menurut Tscherne


b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:

Derajat I :
i. Luka <1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
iv. Kontaminasi minimal

Derajat II :
i. Laserasi >1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
iii. Fraktur kominutif sedang
iv. Kontaminasi sedang

Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
terbuka derajat III terbagi atas:
1) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur

segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma


berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
2) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi masif.
3) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

Gambar 2. Derajat fraktur terbuka menurut klasifikasi Gustilo dan Anderson


b. Berdasarkan bentuk patahan tulang
a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam
ini biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d) Segmental

Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang
yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum.
Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak anak.
g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga
yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.
h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti,
fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
c. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng
pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat
berakibat pemisahan fisis pada anak anak. Fraktur fisis dapat terjadi
akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi
karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi
yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah
klasifikasi fraktur menurut Salter Harris :
a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng
pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan
reduksi tertutup.

b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul


melalui tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga
reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis
dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari
lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun
hanya dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan
dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka
biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan
pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari
gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.
Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur
dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu (Thomson,
1997) :
a. Pembentukan hematom
Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan periosteum
sehingga timbul hematom.
b. Organisasi
Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom
disertai dengan infiltrasi sel sel peradangan. Dengan demikian, daerah
bekuan darah diubah menjadi jaringan granulasi fibroblastik vaskular.
c. Kalus sementara
Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau pulau kartilago dan jaringan
osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari
metaplasia fibroblas dan jaringan osteoid ditentukan oleh osteoblas yang

tumbuh ke dalam dari ujung tulang. Jaringan osteoid, dalam bentuk


spikula ireguler dantrabekula, mengalami mineralisasi membentuk kalus
sementara. Tulang baru yang tidak teratur ini terbentuk dengan cepat dan
kalus sementara sebagian besar lengkap pada sekitar hari kedua puluh
lima.
d. Kalus definitif
Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang
yang teratur dengan susunan havers kalus definitif.
e. Remodeling
Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling
akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik.
Keadaaan terjadi secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda
tetapi akhirnya semua kalus yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran
serta struktur semula dari tulang tersusun kembali.
Tulang memperlihatkan kemudahan penyembuhan yang besar tetapi dapat
terjadi sejumlah penyulit atau terdapat kelainan dalam proses penyembuhan.
a. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.
b. Penyatuan tertunda
Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak faktor, pada
umumnya banyak diantaranya mempunyai gambaran hiperemia dan
dekalsifikasi yang terus menerus. Faktor yang menyebabkan penyatuan
tulang tertunda antara lain karena infeksi, terdapat benda asing, fragmen
tulang mati, imobilisasiyang tidak adekuat, distraksi, avaskularitas,
fraktur patologik, gangguan gizi dan metabolik.
c. Non union (tak menyatu)

Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor faktor yang
dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi,
interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya
patella dan fraktur yang bersifat patologis.
Fraktur sendiri memiliki beberapa komplikasi yang dapat terjadi, antara
lain (Reeves dan Charlene, 2001) :
a. Sindrom Emboli Lemak
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak
ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),
tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
b. Sindrom Kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi
ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna).
c. Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik)
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik.
Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala

dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses
yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan
merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu,
edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus
menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau
nyeri yang menetap pada saat menahan beban.
d. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar.
e. Gangren Gas
Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii
atau clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada
luka dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma
otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung
gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin
tersebut dapat berakibat fatal.

B. Fraktur Os Radius
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa
terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya sering terjadi karena jatuh dalam
keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia.
Bila seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi
kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah.
Fraktur radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada
dewasa. Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan
badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Fragmen bagian distal radius dapat
terjadi dislokasi ke arah dorsal maupun volar, radial dan supinasi. Gerakan ke
arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus styloideus ulna,
sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial
menyebabkan subluksasi sendi radioulnar distal. Komplikasi yang sering terjadi
adalah kekakuan dan deformitas (perubahan bentuk), jika pasien mendapat
penanganan terlambat (Scott dan Andrew, 2004).

Gambar 3. Anatomi radius distal (Nana et al, 2005).


Radius distal terdiri dari atas tulang metaphysis (Cancellous), Scaphoid
facet dan Lunate Facet, dan Sigmoid notch, bagian dari metaphysis melebar
kearah distal, dengan korteks tulang yang tipis pada sisi dorsal dan radial.

Permukaan artikular memiliki permukaan cekung ganda untuk artikulasi


dengan baris karpal proksimal (skafoid dan fossa lunate), serta kedudukan untuk
artikulasi dengan ulna distal. 80 % dari beban aksial didukung oleh radius distal
dan 20% ulna dan kompleks fibrocartilage segitiga (TFCC).
Radius distal mengandung permukaan sendi yaitu :

Facet skafoid
Facet lunatum
Sigmoid notch

Skafoid merupakan sisi lateral dari distal radius, sisi medial dari distal
radius yaitu sigmoid notch dan facet lunatum.
Sisi distal dari ulna berartikulasi dengan radius distal dan merupakan
tempat melekatnya kompleks ligamentum triangular fibrocartilage.
Radius distal terbagi menjadi 3 kolum, yaitu :

Kolum lateral
Kolum medial : terbagi menjadi sisi dorsal dan sisi medial

Kedua kolum ini berkorelasi secara anatomis dengan facet dari tulang
schapoid dan facet dari tulang lunatum.
Pada kebanyakan aktifitas, sisi dorsal dari radius distal cenderung
mengalami tension, sisi volar dari radius distal cenderung mengalami kompresi,
hal ini disebabkan oleh bentuk integritas dari korteks pada sisi distal dari radius,
dimana sisi dorsal lebih tipis dan lemah sedangkan pada sisi volar lebih tebal dan
kuat. Beban yang berlebihan dan mekanisme trauma yang terjadi pada
pergelangan tangan akan menentukan bentuk garis fraktur yang akan terjadi.
Lebih dari 68 persen dari fraktur pada radius distal dan ulna memiliki
korelasi dengan cedera jaringan lunak, seperti robekan parsial dan total dari
TFCC, ligament schapolunatum, dan ligament lunotriquetral.
Mekanisme umum fraktur radius distal pada usia muda termasuk jatuh
dari ketinggian, kecelakaan kendaraan bermotor, atau cedera karena olah raga.

Pada orang tua, fraktur radius distal sering timbul dari mekanisme energi yang
rendah, seperti terjatuh pada saat berjalan, ataupun terpeleset. Mekanisme cedera
yang paling umum terjadi adalah jatuh ke tangan terulur dengan pergelangan
tangan dalam dorsofleksi. Fraktur radius distal terjadi ketika dorsofleksi
pergelangan tangan bervariasi antara 40 dan 90 derajat, dengan derajat yang lebih
rendah dari gaya yang dibutuhkan pada sudut yang lebih kecil. Impaksi pada
tulang metaphysis distal radius terhadap tulang karpal juga sering terjadi. Selain
itu, kekuatandari mekanisme trauma juga sering mengakibatkan keterlibatan
permukaan artikular. Mekanisme dengan energi tinggi (misalnya, trauma
kendaraan/kecelakaan lalu lintas) dapat mengakibatkan pergeseran atau fraktur
yang sangat kominutif (fraktur lebih dari tiga fragmen) dan mengakibatkan sendi
wrist tidak stabil.
Dari klinis pasien biasanya terlihat dengan deformitas berupa dinner fork
deformity biasa terjadi pada colles fracture, dengan gambaran seperti garpu
makan, dimana distal dari radius displaced (bergeser) kearah dorsal. Dapat juga
berupa garden spade biasa terjadi pada smith fracture dimana distal dari radius
displaced (bergeser) kearah volar. Pergelangan tangan biasanya juga bengkak
dengan hematoma, nyeri tekan dan keterbatasan dalam melakukan gerakan. Siku
ipsilateral dan bahu juga harus diperiksa untuk cedera terkait. Penilaian terhadap
neurovaskular juga harus dilakukan, dengan perhatian khusus pada fungsi saraf
median. Gejala sindroma karpal tunnel juga kadang terjadi (13 % sampai 23 %)
karena posisi paksa hiperekstensi dari pergelangan tangan, trauma langsung dari
fragmen

fraktur,

pembentukan

hematoma,

atau

peningkatan

tekanan

kompartemen.
Untuk pemeriksaan radiologi, posisi Anteroposterior dan Lateral dari
wrist joint/pergelangan tangan harus dilakukan. Bahu atau siku juga harus
dievaluasi radiologi foto pergelangan tangan kontralateral juga biasa dilakukan
untuk dapat membantu menilai sudut ulnar varians dan sudut scapholunate.

Fraktur radius distal diklasifikasikan oleh Frykman berdasarkan


keterlibatan intraartikuler.

Gambar 4. Klasifikasi radius distal fraktur oleh frykman (1967).


C. Tatalaksana
Semua pasien dengan radius distal fraktur umumnya selalu ditangani
dengan reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gyps/cast, kecuali pasien dengan
open fraktur ataupun kondisi fragmen fraktur yang tidak memenuhi kriteria
acceptable.

Jika fraktur stabil dan hasil reduksi baik, maka tidak diperlukan tindakan
operasi lanjutan. Jika fraktur dinilai tidak stabil, dinilai dari pergeseran
(displaced) dari fragmen setelah dilakukan tindakan reduksi tertutup, maka dapat
dipertimbangkan tindakan operatif.
Bila di tinjau secara biomekanik saat terjadinya trauma, sisi volar dari
radius distal mengalami kompresi yang lebih besar bila di bandingkan dengan
sisi volar. Oleh karena itu, tahap awal untuk mendapatkan reduksi yang stabil
yaitu dengan cara mengoptimalisasi fiksasi pada volar cortex, pada kasus dengan
fraktur kominutif pada sisi dorsal maka hal yang penting untuk di perhatikan
yaitu reposisi secara akurat aposisi dari korteks volar nya (Bucholz et al, 2006).
Secara radiologi, posisi radius dikatakan acceptable/dapat diterima, jika :

Panjang Radial : 2 sampai 3 mm dari pergelangan tangan

kontralateral .
Palmar tilt : tilt netral (0 derajat).
Intraartikular step - off : < 2 mm.
Radial Inclination : < kehilangan 5 derajat.

Semua fraktur harus dilakukan reduksi tertutup, jika diperlukan juga.


Reduksi fraktur membantu untuk mengurangi bengkak setelah fraktur,
memberikan penghilang rasa sakit, dan mengurangi kompresi pada saraf median.
a. Imobilisasi cast/gyps,diindikasikan untuk :
Nondisplaced atau patah tulang radius dengan pergeseran

minimal.
Displaced fraktur dengan pola fraktur yang stabil diharapkan
dapat sembuh dalam posisi radiologi yg acceptable/dapat

diterima.
Dapat juga digunakan blok hematom dengan menggunakan

analgetik, berupa lidocain, ataupun juga berupa sedasi.


b. Teknik reduksi tertutup (Scott dan Andrew, 2004)
Fragmen distal pada posisi hiperekstensi.

Traksi dilakukan untuk mengurangi pergeseran pada bagian distal


terhadap proksimal fragmen, dengan melakukan penekanan pada

distal radius.
Kemudian dilakukan pemasangan gyps (cast), dengan pergelangan

tangan dalam posisi netral dan sedikit fleksi.


Posisi ideal lengan, durasi imobilisasi, dan cast yang digunakan,
apakah long arm cast, ataupun short arm cast, masih kontroversial,
tidak ada studi prospektif yang telah menunjukkan keunggulan
satu metode di atas yang lain.

Fleksi pergelangan tangan yang ekstrim harus dihindari, karena


meningkatkan tekanan karpal kanal (dan kompresi saraf median)
serta

kekakuan

jari

tangan.

Fraktur

yang

membutuhkan

pergelangan tangan fleksi ekstrim untuk mempertahankan reduksi


mungkin memerlukan fiksasi operatif.

Gips harus dipakai selama kurang lebih 6 minggu atau sampai


sudah terlihat proses penyembuhan dari radiologi. Pemeriksaan
radiologi juga Sering diperlukan untuk mendeteksi hilangnya
reduksi.

Tindakan operasi dilakukan apabila terdapat indikasi sebagai berikut:

Cedera energi tinggi


Kehilangan reduksi
Artikular kominutif, step-off, atau gap
Metaphyseal kominutif atau adanya bone loss (bagian fragmen tulang

yang hilang)
Kehilangan dinding penopang bagian volar disertai pergeseran

(displaced)
Terganggunya posisi DRUJ (Distal Radial Ulnar Joint).
Tindakan operasi yang dapat dilakukan antar lain (Robert et al, 2006) :

a. ORIF (Fiksasi Interna dgn plate & Screw)

Fiksasi dengan plate adalah tindakan primer untuk fraktur yang


tidak stabil dari volar dan medial kolum dari distal radius. Distal radius
plate dikategorikan berdasarkan lokasi dan tipe dari plate. Lokasinya bisa
dorsal medial, volar medial dan radial styloid.
Prinsip dari penanganan radius distal adalah mengembalikan
fungsi dari sendi pergelangan tangan (wrist joint). Plate yang
konvensional dapat digunakan buttress ataupun neutralization plate, plate
dengan locking screw juga kini sering digunakan, umumnya untuk tulang
yang sudah mengalami pengeroposan (osteoporosis).
b. PINNING PERKUTANEUS
Pinning secara perkutan : ini terutama digunakan untuk fraktur

ekstraartikular atau dua bagian fraktur intraartikular.


Ini dapat dicapai dengan menggunakan dua atau tiga buah Kirschner
wire ditempatkan pada lokasi fraktur, umumnya dari styloid radial,
diarahkan proksimal dan dari sisi dorsoulnar dari fragmen radial

distal diarahkan proksimal.


Pinning perkutan umumnya digunakan untuk melengkapi short arm
cast atau fiksasi eksternal. Pin dapat dicabut 3 sampai 4 minggu
setelah operasi, dengan tambahan gyps dipertahankan 2 sampai 3

minggu.
c. FIKSASI EKSTERNAL
Penggunaannya telah berkembang dalam popularitas didasarkan pada

studi yang menghasilkan tingkat komplikasi yang relatif rendah.


Spanning fiksasi eksternal
Ligamentotaxis digunakan untuk mengembalikan panjang radial dan

kecenderungan radial, tapi jarang mengembalikan palmar tilt.


Fiksasi eksternal saja mungkin tidak cukup stabil untuk mencegah
beberapa

derajat kolaps

penyembuhan.

dan hilangnya

palmar

tilt selama

Overdistraksi harus dihindari karena dapat menyebabkan jari kaku


dan dapat diakui oleh peningkatan jarak interkarpal pada fluoroskopi

intraoperatif.
Pin dapat di remove pada 3 sampai 4 minggu, meskipun sebagian

besar merekomendasikan 6 sampai 8 minggu fiksasi eksternal.


d. FIKSASI AJUVAN
Tambahan graft mungkin autograft, allograft, ataupun synthetic

graft.
Ajuvan Kirschner kawat fiksasi dapat membantu untuk fragmen yang

lebih kecil.
e. ARTHROSKOPI
Fraktur yang dapat mengambil manfaat paling banyak dari
Arthroskopi ajuvan adalah:
(1). Fraktur artikular kompleks tanpa metaphyseal kominusi, terutama
fraktur dengan fragmen impaksi central; dan
(2). Fraktur radius distal dengan cedera TFCC (Triangular Fibrocartilage
Complex) (Robert et al, 2006)

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI, Jakarta
Graham, Salomon L. 1997. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.Edisi 7.
Jakarta: Widya Medika
Reeves, Charlene J, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Robert BZ, James HD, Charles BC.Rockwood and Greens Fracture in Adults, 6th
Edition. USA : Lippincot Williams & Wilkins; 2006; 26:910-952
Scott D, Andrew WJ.Hand Surgery, 1st Edition. USA : Lippincot and Williams;2004 ;
15:248-272
Thomson AD, 1997. Catatan Kuliah Patologi. Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai