Anda di halaman 1dari 12

Toughness is the ability of a material to absorb energy when impacted.

It is tested with impact


Charpy or Izod testing machines by measuring how much a predetermined weight will rise after
impacting and breaking on the piece under test. The hight correlates to how much energy the
weight has left in its motion so it is an indication of how much energy the material can absorb.
Materials known to be very tough are stainless steels and titanium alloys. Materials known to be
very fragile (the opposite of tough) are ceramics such as glasses or porcelain. The reason a
ceramic plate shatters when dropped while your spoon will maybe only bend, is the difference in
toughness between the two materials.
Toughness usually goes in the opposite direction of hardness, that is if a material is very hard it is
usually very fragile. Diamonds are fragile even though they are hard. Aluminum is tough but not
hard at all. The goal of every metallurgist would be to obtain a tough yet hard material. It is the
most sought upon dream of structural materials.

Hardness - Resistance to indentation/penetration


Toughness - Ability to withstand impact loads

Resilience - Ability of a material to return back to its original shape after


deformation
Stiffness - Ability of a material to stand rigid on application of load

E. Ketangguhan Bahan
Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap energi pada
daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan. Penyebab
ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya. Misalnya baja
di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja murni. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah :
1. Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan
distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan
energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan
kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang dimiliki oleh suatu bahan
berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah
sebagai berikut :

a. Takikan segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan
karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.
b. Takikan segi empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi pada dua
titik pada sudutnya.
c. Takikan Setengah lingkaran
Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusi tegangan tersebar pada setiap sisinya,
sehingga tidak mudah patah.
2. Beban

Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk
mematahkan specimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material
akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
3. Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam
menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur yang lebih
rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan
sendirinya.
4. Transisi ulet rapuh
Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan
oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara
pengusiaannya
5. Efek komposisi ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin halus
ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka
bahan akan ulet.
6. Perlakuan panas dan perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar butir benda
uji dan untuk menghaluskan butir.
7. Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi
Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada
temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta
adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah

Gambar 1.2 Sketsa Perhitungan Energi Impact Teoritis Besarnya energi impact (joule) dapat
dilihat pada skala mesin penguji. Sedangkan besarya energi impact dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut : Eo = W.ho.(1.1) E1 = W.h1(1.2) E = Eo E1 = W
(ho h1) .(1.3) dari gambar 1.2 didapatkan ho = cos = (1 cos )(1.4) h1 =
cos = (1 cos )(1.5) dengan subtitusi persamaan 4 dan 5 pada 3 di dapatkan : E = W
( cos cos ) (1.6) dimana: Eo = Energi awal (J) E1 = Energi akhir (J) W = Berat
bandul (N) ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m) h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas
(m) = panjang lengan bandul (m) = sudut awal (o) = sudut akhir (o)
Untuk mengetahui kekuatan impact /impact strength (Is) maka energi impact tersebut harus
dibagi dengan luas penampang efektif spesimen (A) sehingga :
Is = E/A = W ( cos cos )/A (1.7)
Pada suatu konstruksi, keberadaan takik atau nocth memegang peranan yang amat berpengaruh
terhadap kekuatan impact. Adanya takikan pada kerja yang salah seperti diskotinuitas pada
pengelasan, atau korosi lokal bisa bersifat sebagai pemusat tegangan (stress concentration).

Adanya pusat tegangan ini dapat menyebabkan material brittle (getas), sehingga patah pada
beban di bawah yield strength.
Ada tiga macam bentuk takikan menurut standart ASTM pada pengujian impact yakni takikan
type A (V), type B (key hole) dan type C (U) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.3 di
bawah ini:

TINJAUAN PUSTAKA
Pada dasarnya prinsip kerjanya hanyalah adanya energi yang diserap oleh spesimen sehingga
spesimen tersebut patah. Pada pengujian ini digunakan pendulum untuk mematahkan spesimen.
Dari sini terlihat adanya perbedaan ketinggian pendulum sebelum menumbuk spesimen dan
setelah menumbuk/mematahkan spesimen. Semua energi yang hilang tersebut diasumsikan
merupakan energi yang diserap atau energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen
tersebut. Pada keadaan sebenarnya tidak semua energi yang hilang tersebut diserap spesimen ada
sebagian energi yang hilang tersebut terjadi karena adanya tahanan spesimen, untuk itu dalam
pengujian ini sebisa mungkin dipilih metode yang tepat sehingga besarnya energi yang hilang
akibat tahanan spesimen yang menghambat pendulum dapat diminimalisir

Cara menghitung energi yang diserap sebagai berikut.


Untuk keadaan awal benda uji memiliki sudut simpangan sebesar dan pada keaadaan akhir
memiliki sudut simpangan . Mesin uji memiliki jari jari sebesarR. Maka nilai h 1=R-Rcos dan
nilai h2=R-Rcos . Sehingga;

Dimensi dari spesimen uji adalah sbb:

Ada dua metode yang dijelaskan dalam standar yang relatif paling banyak digunakan, yaitu:
Metode Charpy
Pada metode ini peletakan spesimen dilakukan secara horizontal atau mendatar dengan takikan
diletakan membelakangi arah striking edge. Dalam prateknya metode Charpy ini lebih banyak
digunakan daripada metode yang lain. Hal ini disebabakan karena pada metode ini energi dari
strinking edge yang hilang akibat tahanan peletak spesimen lebih kecil daripada metode yang
lain. Dengan ini asumsi bahwa energi yang hilang tersebut diserap oleh spesimen yang patah
dapat semakin didekati. Posisi peletakan spesimen pada metode ini digambarkan pada gambar
dibawah.

As an example - what materials might we use for a light, stiff bike frame? Consider what falls
towards the top left corner of Figure 1 - woods, composites, some metals, ceramics. Ceramics
dont sound very likely, but we have only considered two properties - what about strength and
toughness? Figure 3 illustrates these two important properties. Note that for this chart, 'true'
toughness data have been used: Gc, the strain energy release rate/unit area for unstable crack
propagation. This is more universally valid and available than measures such as impact energy.

Figure 3: Strength - Toughness Materials Selection Chart,showing the classes of engineering


materials.
Note that on this diagram the 'bubbles' are much bigger, as the plasticity and fracture of materials
are much more sensitive to the material microstructure. In ductile materials they are controlled
by plastic flow, which works by motion of defects called 'dislocations'. The motion of
dislocations can be impeded by changing the microstructure (by alloying and heat treatment),
which makes the material harder, but usually reduces its toughness. In brittle materials like
ceramics, strength and toughness depend on the flaws which this type of material always
contains. Returning to the bicycle example, we can eliminate ceramics from the list because of
their low toughness. Notice also that the chart shows compressive strength for ceramics (which
are high), but they are much weaker in tension.
The wider ranges of strength and toughness data are even more apparent if we populate the
material classes on this selection chart too. Figure 4 shows the strength-toughness chart with a
selection of metals illustrated. Note that in general the toughness of a type of alloy falls as its
strength is increased, as expected.

Figure 4: Strength - Toughness Materials Selection Chart, showing a selection of metals.


Ketangguhan (Toughness)
Ketangguhan merupakan kekuatan material yang juga didapat dari kurva hubungan teganganregangan. Definisi ketangguhan sendiri adalah kemampuan benda untuk menyerap energi hingga
benda mengalami fraktur. Melalui kurva stress-strain, ketangguhan dapat diidentifikasi dari
luasan dibawah kurva.

Gambar 10 Kurva Stress-Strain Material Getas dan Ulet

Sebagai contoh pada kurva hubungan regangan- tegangan diatas, terlihat bahwa material ulet
mempunyai ketangguhan yang lebih besar dibanding dengan material getas dikarenakan luas
daerah untuk material ulet dibawah kurva yang ditandai dengan warna merah muda lebih besar
pula.
General Information

Strength measures the resistance of a material to failure, given by the


applied stress (or load per unit area)

The chart shows yield strength in tension for all materials, except for
ceramics for which compressive strength is shown (their tensile strength
being much lower)

Toughness measures the energy required to crack a material; it is important


for things which suffer impact

There are many cases where strength is no good without toughness, e.g. a
car engine, a hammer

Increasing strength usually leads to decreased toughness

Tempered steel is tougher but less strong than after quenching.

Physical Insights

Put a pin-prick in a balloon and begin to blow it up - it will burst when the
elastic energy cannot be absorbed by the growing crack

The tensile strengths of brittle materials are very sensitive to the presence of
flaws

Quenching carbon steel makes it very hard but brittle.

Tough materials absorb a lot of energy as a crack grows through them

Metals are tough because they deform plastically while they crack, absorbing
energy

Cast iron is often brittle because it contains graphite flakes which behave like
little cracks within the metal

Example Uses

Steel is often used to absorb energy in car impacts because it is tough and
strong

Saw blades and hammer heads are quench and tempered steel to get
moderately high strength with good toughness

Simple Questions

Why does prestressed concrete have high tensile strength?

Select materials for a childs cup or spoon.

Select materials for a 13A plug casing for a vacuum cleaner.

Select materials for a bullet/knife proof vest.

Select materials for a bus shelter window.

Further Questions

Thermal toughening of glass places the surfaces in compression the interior


in tension - why does this increase the strength?

Is rubber tough or brittle (hint: remember the balloon experiment)?

Anda mungkin juga menyukai