E. Ketangguhan Bahan
Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap energi pada
daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan. Penyebab
ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya. Misalnya baja
di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja murni. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah :
1. Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan
distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan
energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan
kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang dimiliki oleh suatu bahan
berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Takikan segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan
karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.
b. Takikan segi empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi pada dua
titik pada sudutnya.
c. Takikan Setengah lingkaran
Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusi tegangan tersebar pada setiap sisinya,
sehingga tidak mudah patah.
2. Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk
mematahkan specimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material
akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
3. Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam
menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur yang lebih
rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan
sendirinya.
4. Transisi ulet rapuh
Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan
oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara
pengusiaannya
5. Efek komposisi ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin halus
ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka
bahan akan ulet.
6. Perlakuan panas dan perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar butir benda
uji dan untuk menghaluskan butir.
7. Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi
Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada
temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta
adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah
Gambar 1.2 Sketsa Perhitungan Energi Impact Teoritis Besarnya energi impact (joule) dapat
dilihat pada skala mesin penguji. Sedangkan besarya energi impact dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut : Eo = W.ho.(1.1) E1 = W.h1(1.2) E = Eo E1 = W
(ho h1) .(1.3) dari gambar 1.2 didapatkan ho = cos = (1 cos )(1.4) h1 =
cos = (1 cos )(1.5) dengan subtitusi persamaan 4 dan 5 pada 3 di dapatkan : E = W
( cos cos ) (1.6) dimana: Eo = Energi awal (J) E1 = Energi akhir (J) W = Berat
bandul (N) ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m) h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas
(m) = panjang lengan bandul (m) = sudut awal (o) = sudut akhir (o)
Untuk mengetahui kekuatan impact /impact strength (Is) maka energi impact tersebut harus
dibagi dengan luas penampang efektif spesimen (A) sehingga :
Is = E/A = W ( cos cos )/A (1.7)
Pada suatu konstruksi, keberadaan takik atau nocth memegang peranan yang amat berpengaruh
terhadap kekuatan impact. Adanya takikan pada kerja yang salah seperti diskotinuitas pada
pengelasan, atau korosi lokal bisa bersifat sebagai pemusat tegangan (stress concentration).
Adanya pusat tegangan ini dapat menyebabkan material brittle (getas), sehingga patah pada
beban di bawah yield strength.
Ada tiga macam bentuk takikan menurut standart ASTM pada pengujian impact yakni takikan
type A (V), type B (key hole) dan type C (U) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.3 di
bawah ini:
TINJAUAN PUSTAKA
Pada dasarnya prinsip kerjanya hanyalah adanya energi yang diserap oleh spesimen sehingga
spesimen tersebut patah. Pada pengujian ini digunakan pendulum untuk mematahkan spesimen.
Dari sini terlihat adanya perbedaan ketinggian pendulum sebelum menumbuk spesimen dan
setelah menumbuk/mematahkan spesimen. Semua energi yang hilang tersebut diasumsikan
merupakan energi yang diserap atau energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen
tersebut. Pada keadaan sebenarnya tidak semua energi yang hilang tersebut diserap spesimen ada
sebagian energi yang hilang tersebut terjadi karena adanya tahanan spesimen, untuk itu dalam
pengujian ini sebisa mungkin dipilih metode yang tepat sehingga besarnya energi yang hilang
akibat tahanan spesimen yang menghambat pendulum dapat diminimalisir
Ada dua metode yang dijelaskan dalam standar yang relatif paling banyak digunakan, yaitu:
Metode Charpy
Pada metode ini peletakan spesimen dilakukan secara horizontal atau mendatar dengan takikan
diletakan membelakangi arah striking edge. Dalam prateknya metode Charpy ini lebih banyak
digunakan daripada metode yang lain. Hal ini disebabakan karena pada metode ini energi dari
strinking edge yang hilang akibat tahanan peletak spesimen lebih kecil daripada metode yang
lain. Dengan ini asumsi bahwa energi yang hilang tersebut diserap oleh spesimen yang patah
dapat semakin didekati. Posisi peletakan spesimen pada metode ini digambarkan pada gambar
dibawah.
As an example - what materials might we use for a light, stiff bike frame? Consider what falls
towards the top left corner of Figure 1 - woods, composites, some metals, ceramics. Ceramics
dont sound very likely, but we have only considered two properties - what about strength and
toughness? Figure 3 illustrates these two important properties. Note that for this chart, 'true'
toughness data have been used: Gc, the strain energy release rate/unit area for unstable crack
propagation. This is more universally valid and available than measures such as impact energy.
Sebagai contoh pada kurva hubungan regangan- tegangan diatas, terlihat bahwa material ulet
mempunyai ketangguhan yang lebih besar dibanding dengan material getas dikarenakan luas
daerah untuk material ulet dibawah kurva yang ditandai dengan warna merah muda lebih besar
pula.
General Information
The chart shows yield strength in tension for all materials, except for
ceramics for which compressive strength is shown (their tensile strength
being much lower)
There are many cases where strength is no good without toughness, e.g. a
car engine, a hammer
Physical Insights
Put a pin-prick in a balloon and begin to blow it up - it will burst when the
elastic energy cannot be absorbed by the growing crack
The tensile strengths of brittle materials are very sensitive to the presence of
flaws
Metals are tough because they deform plastically while they crack, absorbing
energy
Cast iron is often brittle because it contains graphite flakes which behave like
little cracks within the metal
Example Uses
Steel is often used to absorb energy in car impacts because it is tough and
strong
Saw blades and hammer heads are quench and tempered steel to get
moderately high strength with good toughness
Simple Questions
Further Questions