Anda di halaman 1dari 659

i

DAFTAR ISI
PKM - M
Kode

Kelompok 1
Judul

Nama_Ketua

PKMM-1-1 Pembuatan Alat Pembuka Kerang Wan Akmal


Indrawan
Husni Mubarak
PKMM-1-2 Peningkatan Kemampuan
Siregar
Pemerintahan Nagari Dalam
Menyusun Peraturan Nagari
(Legal Drafting) di Kabupaten
Tanah Datar, Propinsi Sumatera
Barat
PKMM-1-3 Penerapan Sistem Pertanian
Hawayati
Ramah Lingkungan dan
Berkelanjutan dengan Pola Desa
Mitra
PKMM-1-4 Penggunaan Kelembagaan dengan Kastana Sapanli
Model Co-Management dalam
Rangka Menuju Pengelolaan
Perikanan Berkelanjutan di
Kecamatan Panimbang,
Kabupaten Pandeglang
PKMM-1-5 Pengembangan Kemampuan
Wahyu Lestari
Mendongeng bagi Guru Taman
Kanak-kanak di Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang
PKMM-1-6 Model Reklamasi Lahan Kritis
Rahmat Hidayat
pada Area Bekas Penggalian Bata
Moch. Fuadi
PKMM-1-7 Pelatihan Pembaharuan dalam
Pendidikan dan Pengajaran dengan Aziz
Cara Mengajar Melalaui
Keterampilan Proses Bagi Guruguru Sekolah Dasar di Daerah
Banjarnegera
Thina Ardliana
PKMM-1-8 Pemberdayaan Potensi Tuna
Daksa pada Panti Sosial Melalui
Program Kurikulum Pembinaan
Kelompok Usaha Bersama
(KUBE)
PKMM-1-9 Upaya Pelestarian Situs Glinseran Febrie Guntur
Sebagai Sumber Sejarah dengan Setiaputra
Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat Sekitar Situs
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1992
PKMM-1-10 Pelatihan Membuat Ragam Hias A. Syamsul Asti
Kerajinan Keramik di Desa Sandi
Kecamatan Pattallassang
Kabupaten Takalar

PT
Universitas Syiah
Kuala
Universitas Andalas

Universitas Jambi

Institut Pertanian
Bogor

Universitas Negeri
Semarang

Universitas Gadjah
Mada
Universitas Negeri
Yogyakarta

Institut Teknologi
10 Nopember
Surabaya

Universitas Jember

Universitas Negeri
Makassar

Yuyun Setiawan
PKMM-1-11 Pelatihan Membuat Asesoris
B
Rumah tangga dari Kerajinan
Anyaman Daun Lontar pada
Remaja Putri Putus Sekolah di
Kecamatan Marioriawa Kabupaten
Soppeng
Ni Nyoman
PKMM-1-12 Upaya Pelestarian Salak Gula
Sarmiati
Pasir Melalui Pelatihan dan
Pembinaan Petani dengan Teknik
Pencangkokan di Desa Sibetan
Yuli Dwi
PKMM-1-13 Pelatihan Pengolahan Sampah
Gunarso
Biomassa Skala Rumah Tangga
Sebagai Briket Arang dalam
Upaya Menghasilkan Sumber
Energi Alternatif yang Ramah
Lingkungan
PKMM-1-14 Aplikasi WEB Penunjang
Pradita Utama
Pelaksanaan PIMNAS
PKMM-1-15 Pemanfaatan Waktu Tunggu Jasa
Angkutan Umum dengan
Membaca Sebagai Salah Satu
Upaya Menumbuhkan Minat Baca
dan Meningkatkan Kecerdasan
Masyarakat
PKMM-1-16 Pelatihan Keterampilan Teknik
Las Acetylen Untuk Bekal Alih
Profesi Menjadi Wirausaha
Mandiri Bagi Pengemudi Becak
Di Kota Surakarta
PKMM-1-17 Pengaruh Pembinaan dan
Pelatihan Produsen Jamu Gendong
Terhadap Peningkatan Kualitas
Jamu Gendong di Kelurahan
Sumpiuh Kecamatan Sumpiuh
Kabupaten Banyumas
PKMM-1-18 Pengembangan Bahan Aditif
Alami Untuk Mengurangi
Ketergantungan Penggunaan
Senyawa Sintetik pada Produk
Manisan Buah-buahan di Desa
Tlogomas Kecamatan
Lowokwaru, Kota Malang
PKMM-1-19 Modifikasi Alat Pengemasan Hasil
Pemindangan Bagi Kelompok
Ikan Pindang Mina Lasmi di Desa
Perancak Kabupten Jembrana Bali

Sigit Setiawan

Universitas Negeri
Makassar

Ikip Negeri
Singaraja

Politeknik Negeri
Semarang

Sekolah Tinggi
Teknologi Telkom
Bandung
Institut Sains Dan
Teknologi Akprind
Yogyakarta

Untung Mulyadi Politeknik Surakarta

Wahyu
Kurniawan

Universitas
Muhammadiyah
Purwokerto

Dini Elmiyati
Hasanah

Universitas
Muhammadiyah
Malang

I Gusti Made
Separiyana

Universitas
Mahasaraswati
Denpasar

ii

PKM - M
Kode

Kelompok 2
Judul

Nama_Ketua

PKMM-2-1 Pembinaan dan Pendampingan


Juniarti Tobing
Kelompok Tukang Becak di
Kampus Universitas Sumatera
Utara
David Darwin
PKMM-2-2 Pilot Project Peningkatan
Kesadaran Masyarakat dalam
Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dengan Cara Pemilihan di
Kota Padang
PKMM-2-3 Save Our Jail
Ignasia Kijm
PKMM-2-4 Pengembangan Plasmanutfah
Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.)
sebagai Pangan Potensial Berbasis
Tepung di Kawasan Punclut
Kabupaten Bandung
PKMM-2-5 Perintisan dan Pengembangan
Sanggar Belajar Bagi Anak-Anak
Sekolah Dasar di Desa Tertinggal
Desa Banyuanyar Kabupaten
Boyolali
PKMM-2-6 Eksploitasi Air Guwa Plawan
dengan Energi Terbarukan:
Sebuah upaya Penaggulangan
Bencana Kekeringan di Desa
Giricahyo Kecamatan Purwosari
kabupaten Gunung Kidul
PKMM-2-7 Penanggulangan Masalah
HIV/AIDS, Napza dan Kesehatan
Reproduksi dengan Pendekatan
Peer Control Group dari, oleh dan
untuk Remaja SMA Kotamadya
Surabaya
PKMM-2-8 Pemberdayaan Potensi Ekonomi
Sampah Kota: Penyuluhan
Pengelolaan Sampah Terintegrasi
di Lingkungan Keputih Sukolilo
Surabaya
PKMM-2-9 Penyuluhan dan Pelatihan
Pengrajin Sasirangan di Kelurahan
Seberang Mesjid Kecamatan
Banjarmasin Tengah Kota
Banjarmasin dalam Rangka
Meningkatkan Mutu dan Kualitas
Sasirangan
PKMM-2-10 Rancang Bangun Alat Pengiris
Bawang yang Praktis dan Efisien

Fiky Yulianto
Wicaksono

PT
Universitas
Sumatera Utara

Universitas Andalas

Universitas
Indonesia
Universitas
Padjadjaran

Luhung Achmad Universitas Sebelas


Perguna
Maret Surakarta

Andityo
Nurwanto

Universitas Gadjah
Mada

Retno Wahyuni
Puspitosari

Universitas
Airlangga

Fanti Nur Laili

Institut Teknologi
10 Nopember
Surabaya

Maulana
Achmadi

Universitas
Lambung
Mangkurat

Aswinto

Universitas Negeri
Makassar

iii

PKMM-2-11 Program Peningkatan Kesadaran Ashri Salam


Masyarakat Tentang Pelestarian
Mangrove Berbasis Masyarakat di
Pesisir Pantai Sambuli Kecamatan
AbeliKota Kendari Sulaewsi
Tenggara
Sumardi
PKMM-2-12 Aplikasi Alat Pengupas Sabut
Kelapa Sederhana pada Petani
Kelapa di Kenagarian Koto Tuo,
Kecamatan Harau, Kabupaten
Lima Puluh Kota
PKMM-2-13 Optimalisasi Pemanfaatan Ruang Augustinus Nara
diantara Tegakan Jambu Mete
Dei
Kelompok Tani Telekomunit
PKMM-2-14 Penerapan Aplikasi Cerita Rakyat Andy Irwanto
Handoyo
dan Permainan Daerah yang
Berbasiskan Web dan Ensklopedia
Dalam Mendukung Pengajaran
Budaya Nasional pada Taman
Kanak-Kanak & Kelompok
Bermain di Kotamadya Bandung
PKMM-2-15 Pengangkatan Air Bersih dari Goa Fery Prihantoro
Galis, Kecamatan Purwosari,
Kabupaten Gunung Kidul, DI
Yogyakarta Untuk Kebutuhan
Masyarakat Sekitar
PKMM-2-16 Rancang Bangun Alat Mixer Roti Nurul I
Bandung dengan Variasi
Percepatan
Mahdalena
PKMM-2-17 Pelatihan Pembuatan Nata De
Banana Skin Dengan
Memanfaatkan Limbah Kulit
Pisang Untuk Meningkatkan
Penghasilan Masyarakat di Sentra
Industri Kecil Pengrajin Sale
Pisang di Desa Gandrung Manis
Kecamatan Gandrungmangu
Kabupaten Cilacap
PKMM-2-18 Prototipe Mesin Pengatur Perapian Johan
Nurdiyanto
pada Industri Kerajinan dengan
Bahan Baku Limbah Gelas Dalam
Upaya Peningkatan Kapasitas
Produksi
PKMM-2-19 Studi Adaptasi Sepasang Siamang Mitha Rindya
( TPSDP ) (Hylobates syndactylus Raffles
Putri
1821) setelah Rehabilitasi di Pulau
Marak

Universitas
Haluoleo

Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh

Politeknik Pertanian
Negeri Kupang
Sekolah Tinggi
Teknologi Telkom
Bandung

Universitas Ahmad
Dahlan Yogyakarta

Politeknik Surakarta

Universitas
Muhammadiyah
Purwokerto

Universitas
Merdeka Malang

Universitas Andalas

iv

PKM - M
Kode

Kelompok 3
Judul

PKMM-3-1 Pelatihan Pemanfaatan Akar


Alang-Alang (Imperata cylindrica)
Menjadi Produk Olahan Sirup dan
Bahan Campuran Pembuatan
Kertas Daur Ulang di Desa Bandar
Khalifah
PKMM-3-2 Peningkatan Kemampuan
Aparatur Pemerintahan Nagari
Dalam Membuat Kebijakan Publik
(Public Policy) di Kabupaten
Padang Pariaman Provinsi
Sumatera Barat
PKMM-3-3 10 Minggu Mencari Cinta
(Program Intervensi Bagi
Penghuni Panti Werdha dan Panti
Asuhan)
PKMM-3-4 Model Pembelajaran bagi Anak
yang Berhadapan dengan Hukum
di Rumah Tahanan Kelas I
Bandung
PKMM-3-5 Pemanfaatan Seni Visual Mural
Untuk Mengenalkan Dunia
Binatang pada Peserta Didik di
Taman Kanak-Kanak
PKMM-3-6 Pemanfaatan Musik Gamelan
untuk Senam Paket Aerobik
PKMM-3-7 Pemberdayaan Siswa Pemantau
Jentik (WAMANTIK) sebagai
Upaya Pencegahan Kejadian Luar
Biasa (KLB) Demam Berdarah
Dengue
PKMM-3-8 Pemanfaatan Limbah Kayu untuk
Budidaya Jamur Kayu Edibel di
Kalangan Mahasiswa FMIPAUNESA
PKMM-3-9 Pemanfaatan Modul Antar Muka
Serbaguna Sebagai Peningkatan
Mutu Pembelajaran dan Praktikum
Fisika di SMA Negeri I Binuang
PKMM-3-10 Pelatihan Membuat Kompor
Memasak Alternatif dari Abu
Sekam Padi Bahan Bakar Arang
Pada Ibu-Ibu Istri Petani di
Kecamatan Tanete Rilau
Kabupaten Barru
PKMM-3-11 Potensi Bulu Babi Sebagai Bahan
Pangan Penyangga Ikan

Nama_Ketua

PT

Nana Ariani

Universitas Negeri
Medan

Azizul Mendra

Universitas Andalas

Erawati Dian
Anggraeni

Universitas
Indonesia

Ragil
Pardiantoro

Universitas
Pendidikan
Indonesia

Ismariyati

Universitas Sebelas
Maret Surakarta

Dian Kurnia
Primasari
Achmad
Fachrizal

Universitas Negeri
Yogyakarta
Universitas
Airlangga

Eko Wahyudi

Universitas Negeri
Surabaya

Siti Nila
Murgana

Universitas
Lambung
Mangkurat

Afdhal Hamka

Universitas Negeri
Makassar

Permenas
Rumansara

Universitas Negeri
Papua

PKMM-3-12 Pemanfaatan alat Penjernih air


Untuk Air PDAM yang
Dikonsumsi Warga Komplek
Perumahan Politani
PKMM-3-13 Terobosan dalam Pembelajaran
Biomolekul DNA di SMU : Model
DNA (Struktur, Transkripsi,
Translasi)
PKMM-3-14 Pembangunan Jaringan Akses
Radio dengan Cordless Phone
Sebagai Sarana Akses Komunikasi
Bagi Petani di Gunung Puntang
PKMM-3-15 Metode Pressing Pada Jerami
Hasil Fermentasi Dengan EM-4

Reni Luzi

Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh

Andyka

Universitas Katholik
Indonesia Atmajaya
Jakarta

Tririan Arianto

Sekolah Tinggi
Teknologi Telkom
Bandung

Andreas Bagus
Graha Sanjaya

Universitas
Atmajaya
Yogyakarta
Politeknik Surakarta

Rahman Saleh
PKMM-3-16 Pelatihan Keterampilan
Pengelasan Plastik sebagai Bekal
Berwirausaha Mandiri Bagi
Pemuda Pengangguran di
Kelurahan Manggung Kec.
Ngemplak Kab. Boyolali
PKMM-3-17 Pelatihan Pembuatan Pupuk
Pandu Perdana
Organik dengan Memanfaatkan
Limbah Jamu Bagi Warga Miskin
dan Menganggur di Sentra Industri
Jamu
PKMM-3-18 Pembuatan Alat Praktikum Five In Monica Fanny
One
Asmaraning
Tyas

Universitas Tunas
Pembangunan
Surakarta

Universitas Katolik
Widya Mandala
Surabaya

PKM - M Kelompok 4
Kode

Judul

PKMM-4-1 Pembuatan Senyawa Atraktan dari


Minyak Cengkeh untuk
Menanggulangi Hama Lalat Buah
pada Tanaman Jeruk di Desa
Ajijulu Kabupaten Karo
PKMM-4-2 Pelaksanaan Pengajaran Tematik
dalam Program Keaksaraan
Fungsional sebagai Solusi
Pemberantasan Buta Aksara di
Pesisir Air Tawar Barat Padang
PKMM-4-3 Agriculture for Kids
PKMM-4-4 Pengembangan model
Pembelajaran IPBA Melalui
Kegiatan Layanan Laboratorium
Bagi Siswa SMA

Nama_Ketua
Julius
Baringbing

PT
Universitas Negeri
Medan

Sari Rahma Yeni Universitas Negeri


Padang

Ray Tiran
Cahyo Puji
Asmoro

Institut Pertanian
Bogor
Universitas
Pendidikan
Indonesia

vi

PKMM-4-5 Health Behavior Training For


Coping Endemic Meningkatkan
Perilaku Coping Endemis Malaria
Pada Daerah Kokap Kulonprogo
Yogyakarta
PKMM-4-6 Alat Pembasmi Hama Multifungsi
Dengan Pemanfaatan Frekuensi
PKMM-4-7 Sosialisasi Mitigasi Daerah Rawan
Longsor di Desa Kemuning Lor,
Kecamatan Ariasa, Kabupaten
Jember-Jawa Timur
PKMM-4-8 Pelatihan Gynogenesis Pada
Kelompok Pembudidaya Ikan Koi
(Cyprinus carpio) Dalam Upaya
Peningkatan Kualitas Genetik Ikan
Koi di Kelompok Pembudidaya
Ikan Koi "Sumber Harapan"
Kabupaten Blitar Propinsi Jawa
Timur
PKMM-4-9 Upaya Mengajak Masyarakat
dalam Gerakan Reboisasi
Menggunakan Tumbuhan Rambai
Padi (Sonneratia sp.) untuk
Mengurangi Laju Abrasi Sungai
Martapura dalam Wilayah Kota
Banjarmasin
PKMM-4-10 Pelatihan Keterampilan Membuat
Kursi Gandeng Meja Belajar
Anak-Anak Sistim Lipat Dari
Serpihan Kayu Bagi Anak Panti
Asuhan Mario
PKMM-4-11 Pemanfaatan Serat Tanaman
Sanseviera Sebagai Alat Alternatif
Bahan Baku Benang Tenun
PKMM-4-12 Simulasi Koordinasi Antar Traffic
Lights Persimpangan Jalan dengan
Jalur Lintasan Kereta Api Berbasis
PLC
PKMM-4-13 Strategi Pembelajaran Bahasa
Inggris Melalui Teknik Bermain
untuk Guru-guru Sekolah Dasar di
Kabupaten Sumedang
PKMM-4-14 Pelatihan Bahasa Jepang Bagi
Pemandu Wisata Lokal di Daerah
Tujuan Wisata Kabupaten Bantul
Yogyakarta
PKMM-4-15 Pengembalian Air Irigasi Kasus
Pada Kelompok Tani Ikan "
Rukun Agawe Santoso"
PKMM-4-16 Peningkatan Hasil Pertanian
Melalui Sarana Perbaikan Saluran
Irigasi dengan Sistem Senderan

Mohammad
Sulkhan
Rokhiem

Universitas Gadjah
Mada

Endra Dwi
Universitas Negeri
Priyono
Yogyakarta
Hanis Setiyawati Institut Teknologi
10 Nopember
Surabaya
Sri Pratiwi
Saraswati D

Universitas
Brawijaya

Khairunnisa

Universitas
Lambung
Mangkurat

Sahabuddin

Universitas Negeri
Makassar

Siti Khalimah
Sa'diyah

Institut Seni
Indonesia (Isi)
Yogyakarta
Muhammad
Politeknik Negeri
Syarif Ramdani Bandung

Cecep Sunarya

Yuni Susanto

Sekolah Tinggi
Bahasa Asing
Sebelas April
Sumedang
Akademi Bahasa
Asing "Yipk"
Yogyakarta

Yudha Sumantri Universitas


Atmajaya
Yogyakarta
Ronald Setio
Universitas Katholik
Hudaja
Soegijapranata
Semarang

vii

PKMM-4-17 Pengembangan dan Optimalisasi Atta Beby


Artgarani
Pemanfaatan Asosiasi Untuk
Peningkatan Kinerja Usaha
Produsen Terasi di Desa
Sirnoboyo Kabupaten Pacitan
Jawa Timur
PKMM-4-18 Pembuatan Alat Peraga Sederhana Anthony Wijaya
pada Pokok Bahasan Gelombang
Berdasarkan Sumber Gelombang
Mikro Untuk Sekolah Menengah
Atas

Sekolah Tinggi Ilmu


Ekonomi Perbanas
Surabaya

Universitas Katolik
Widya Mandala
Surabaya

PKM - M Kelompok 5
Kode

Judul

PKMM-5-1 Pemanfaatan Aliran Sungai


Bahbolon Sebagai Daerah Tujuan
Wisata di Kecamatan Dolok
Merawan, Serdang Bedagai dalam
Meningkatkan Pendapatan
Masyarakat dan Daerah Sekitar
dalam Era Otonomi Daerah
PKMM-5-2 Pembinaan Peran Wanita sebagai
Pendidik dan Pendamping Suami
dalam Membantu Menambah
Pandapatan Keluarganya di
Tanjung Merawa Padang
PKMM-5-3 Implementasi dan Pengembangan
Zat sebagai Pengabsorpsi Residu
Logam Berat Merkuri (Hg) Pada
Kerang Hijau di Industri
Pengolahan Kerang Cilincing,
Jakarta Utara
PKMM-5-4 Prototipe Percobaan Rutherford
Memecah Kebuntuan Siswa SMA
dalam Memahami Model Atom
Rutherford
PKMM-5-5 Program "The Power of The Deaf"
Menumbuhkan Konsep Diri
Positif pada Remaja Tuna Rungu
PKMM-5-6 Budidaya Tanaman Akar Wangi
Sebagai Upaya Konservasi Tanah
Longsor (lLandslide) di
Kecamatan Gendongsari
Gunungkidul Yogyakarta
PKMM-5-7 Pengadaan Air Bersih Warga
Stren Kali Jagir Dengan
Pemanfaatan Biji Kelor dan
Karbon Aktif

Nama_Ketua
Syahfitra
Harahap

PT
Universitas Negeri
Medan

Zahratul Azizah Universitas Negeri


Padang

Mundakir

Institut Pertanian
Bogor

Ani Rosiyanti

Universitas Negeri
Semarang

Dinna
Nurdamayanti

Universitas Gadjah
Mada

Surastri

Universitas Negeri
Yogyakarta

Tri Sandi
A.Utami

Institut Teknologi
10 Nopember
Surabaya

viii

PKMM-5-8 Pelatihan Keterampilan Menjahit


bagi Masyarakat Penerima
Bantuan Mesin Jahit di Kelurahan
Arjosari
PKMM-5-9 Sosialisasi Penyelesaian Sengketa
Keperdataan Melalui Jalur Non
Litigasi sebagai Solusi Alternatif
di kota Pare-Pare
PKMM-5-10 Pelatihan Membuat Hiasan dengan
Memanfaatkan Kulit Jagung Pada
Remaja Putri di DEsa Kulo
Kabupaten Sidrap
PKMM-5-11 Pelatihan Penggunaan Campuran
Semen Keramik dan Cat Tembok
untuk Melindungi Bangunan
Gapura hasil Kerajinan
Masyarakat Desa Kapal,
Kecamatan Mengui, Kabupaten
Bandung - Bali.
PKMM-5-12 Perancangan dan Simulasi Sistem
Sirkulasi Udara Bersih di
Puskesmas untuk Meminimalisasi
Penularan Penyakit Malalui Udara
PKMM-5-13 Pemantauan Gizi Buruk di
Puskesmas Rancabungur Desa
Sukarindik Indihiang, Kota
Tasikmalaya tahun 2005
PKMM-5-14 Pembinaan Pengolahan Jambu Biji
(Psidium Guajava) Bagi Anggota
Koperasi "Ram" Bantul
Yogyakarta
PKMM-5-15 Pelatihan Olah Qalbu (hati) Untuk
Meningkatkan Komitmen
Terhadap Organisasi pada
Pegawai Badan Kepegawaian
Negara (BKN) Pusat
PKMM-5-16 Peningkatan Product Appereance
Kue Semprong Ibu Ndari di
Ungaran
PKMM-5-17 Percepatan Sosialisasi Jajar
Legowo pada Budidaya Padi
Sawah
PKMM-5-18 Tehnik Memproduksi Bandeng
Tanpa Duri (Tandu) Segar

Nur Cholip

Universitas Negeri
Malang

Rahmatullah

Universitas
Hasanuddin

Itje Novita

Universitas Negeri
Makassar

I Wayan Tastra

Ikip Negeri
Singaraja

Cucu Marlia

Politeknik Negeri
Bandung

Heni Wahyuni

Sekolah Tinggi Ilmu


Kesehatan Respati
Tasik Malaya

Surini

Akademi Pariwisata
Buana Wisata
Yogyakarta

Ferdinan Eka
Lasmana

Universitas Wangsa
Manggala
Yogyakarta

Galuh Asri P

Universitas Katholik
Soegijapranata
Semarang
Universitas
Muhammadiyah
Jember
Akademi Perikanan
Sidoarjo

Hadi Prasetyo
Wicaksono
Dian Agastya

ix

PKMM-1-1-1

PEMBUATAN ALAT PEMBUKA KERANG


Arief Wan Akmal Indrawan, Afril, Sarwo Edhy S
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-1-2-1

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMERINTAHAN NAGARI DALAM


MENYUSUN PERATURAN NAGARI (LEGAL DRAFTING)
DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT
Husni Mubarok Siregar, Dewi Puspita, Zayadi Zainuddin
Jurusan Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK
Dalam menyikapi momentum Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah Sumatera
Barat melalui Perda No. 09 Tahun 2000 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Nagari, telah menyelaraskannya
dalam bentuk Kembali pada sistem
Pemerintahan Nagari. Sesuai dengan Perda tersebut pada pasal 1 G, nagari
sebagai
pemerintahan
terendah
berhak
menyelenggarakan
sistem
pemerintahannnya sendiri. Akan tetapi, pemberlakuan sistem pemerintahan
nagari yang relatif baru (2 tahun) tentu menyebabkan terjadinya perombakan
aparatur pemerintahan, dan rata-rata mereka adalah orang baru di bidang
pemerintahan. Otomatis pengalaman aparatur pemerintahan nagari kurang
memadai. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa resisitensi
pemerintahan nagari yang berjalan selama 2 tahun lemah, ditandai dengan tidak
dilengkapinya nagari dengan peraturan nagari (Pernag). Fenomena ini terjadi
di Nagari Baringin di Kabupaten Tanah Datar. Padahal, pemerintahan yang bisa
menampung kebutuhan (need assesment) masyarakat, adalah pemerintahan legal
/formal. Wujud dari kemutlakan pemerintahan yang legal/formal tersebut adalah
dengan adanya undang-undang/Pernag yang mau tidak mau harus dimiliki oleh
pemerintahan nagari Baringin. Berangkat dari permasalahan diatas, tim PKM
mengadakan pengabdian masyarakat di nagari tersebut dengan harapan
pemerintahan Nagari Baringin mampu melahirkan produk hukum yang bisa
mengikat semua masyarakat. Dalam pelaksanaan program pengabdian
masyarakat, Tim PKMM menggunakan metode Androgogi sebagai bentuk
pembelajaran bagi orang-orang dewasa. Hasil dari pelaksanaan program
pengabdian masyarakat ini adalah: Pertama, adanya peningkatan pemahaman
masyarakat khususnya Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) terhadap sistem
penyelenggaraan pemerintah dan menyadari betapa perlunya peraturan nagari
dalam mendukung setiap program pemerintahan nagari. Kedua, aparatur
pemerintahan nagari termotivasi untuk membangun nagarinya kembali bahkan
Wali Nagari Baringin bersama-sama dengan aparatur lainnyanya (Pionir) akan
membentuk Assosiasi Wali Nagari Se-Kabupaten Tanah Datar (AWN Kab. Tanah
Datar). Ketiga, Pemerintahan Nagari Baringin sudah merancang beberapa
peraturan nagari seperti Pernag Anggaran Belanja dan Pendapatan Nagari
(APBN), Pernag Pemberantasan Penyakit Masyarakat dan Peraturan Nagari
Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban. Dengan adanya Pernag sebagai produk
hukum nagari dan sikap kritis masyarakat tentang pelaksanaan pemerintahan
nagari, inilah sebagai buffer kemapanan penyelenggaraan pemerintahan nagari.
Kata kunci: otonomi daerah, pemerintahan Nagari, peraturan Nagari

PKMM-1-2-2

PENDAHULUAN
Momentum Otonomi Daerah, sebagaimana dimuat pada UU No. 32 Tahun
2004 mereposisi penyelenggaraan pemerintahan daerah agar lebih representatif
dan akuntabel menuju kemapanan demokratisasi ranah politik lokal. Tentunya,
daerah akan memiliki peluang lebih luas dalam mengembangkan kreativitas
daerah dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan daerahnya (Bagir:
1994). Untuk itu, kesiapan pemerintah berotonomi adalah sebuah kemutlakan
(Saldi: 2001). Kesiapan tersebut meliputi kesiapan sumber daya manusia (SDM),
sumber daya alam (SDA) dan kesiapan finansial. Salah satu bentuk kesiapan
sumber daya manusia adalah kesiapan pemerintah daerah selaku eksekutif daerah
dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan yang mapan. Dalam menyikapi
hal demikian, Pemerintah Daerah Sumatera Barat melalui Perda No. 09 Tahun
2000 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, telah menyelaraskannya dalam
bentuk Kembali pada sistem Pemerintahan Nagari
Sesuai dengan Perda No. 09 Tahun 2000 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Nagari pada pasal 1G disebutkan bahwa nagari merupakan kesatuan
masyarakat hukum adat dalam daerah, yang mempunyai wilayah tertentu, disertai
dengan batas-batas wilayah, mempunyai harta kekayaaan dan berhak mengatur
rumah tangganya dan memilih pimpinan pemerintahan sendiri. Akan tetapi,
pemberlakuan sistem pemerintahan nagari yang relatif baru (2 tahun) tentu
menyebabkan terjadinya perombakan aparatur pemerintahan, dan rata-rata mereka
adalah orang baru di bidang pemerintahan. Otomatis pengalaman aparatur
Pemerintahan Nagari Baringin kurang memadai. Hal ini diperkuat lagi dengan
kenyataan bahwa resistensi pemerintahan nagari yang berjalan selama 2 tahun
lemah, dengan fakta bahwa ternyata nagari tidak dilengkapi dengan Peraturan
Nagari (Pernag).
Fenomena ini terjadi di Nagari Baringin sebagai salah satu dari 75 nagari
yang berada di Kabupaten Tanah Datar, kabupaten ini juga dikenal sebagai
kabupaten terbaik pelaksana Otonomi Daerah. Pemda bersangkutan juga telah
menyikapi momentum Otonomi ini dengan melahirkan Perda No. 17 Tahun 2001.
Perda tersebut juga memberikan gambaran umum tentang efektifitas pemerintahan
nagari. Jadi, Nagari Baringin yang berada di Kab. Tanah Datar tidak dilengkapi
Pernag dalam penyelenggaraan pemerintahan nagarinya. Padahal, sistem
pemerintahan yang bisa menampung kebutuhan (need assesment) masyarakat,
adalah pemerintahan legal/formal. Wujud dari kemutlakan pemerintahan yang
legal/formal tersebut adalah dengan adanya undang-undang/Pernag yang mau
tidak mau harus dimiliki oleh pemerintahan nagari. Berangkat dari permasalahan
diatas, kami mengadakan pengabdian masyarakat di nagari tersebut dengan
harapan Pemerintahan Nagari Baringin mampu melahirkan produk hukum yang
bisa mengikat semua masyarakat nagari.
Pada skala teoritis, sistem pemerintahan nagari memprasyaratkan adanya
hal-hal sebagai berikut :
Sebagai daerah otonom harus memiliki aturan sendiri sebagai legitimasi
kegiatan yang diselenggarakan pada masyarakat.
Peraturan Nagari (Pernag) adalah otoritas, tugas pokok dan fungsi pemerintah
nagari.
Tanpa Peraturan Nagari (Pernag), keleluasaan pemerintahan nagari bertindak
menjadi terbatas.

PKMM-1-2-3

Peraturan Nagari (Pernag) yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan


masyarakat, dalam artian pembuatan Pernag harus melibatkan masyarakat
secara langsung ataupun tidak.
Kebutuhan Pernag sebagai produk hukum nagari akan dijadikan sebagai
landasan formal/yuridis bagi pemerintahan nagari dalam menyelenggarakan
sistem pemerintahan nagari (Modul SPDN Ilmu Politik). Ditambahkan pula,
pengalaman serta tingkat pendidikan aparatur Pemerintahan Nagari Baringin yang
relatif rendah, dari hasil survey yang dilakukan oleh Tim PKMPM Unand tanggal
5 Mei 2005 ternyata faktor tersebut sangat mempengaruhi kinerjanya. Hal ini
terlihat dari kurangnya pemahaman aparatur pemerintahan nagari tentang sistem,
peran dan fungsi aparatur pemerintahan dalam menyelenggarakan sistem
pemerintahan nagari (Supriyadi: 2003). Tak terkecuali, betapa pentingnya Pernag
bagi nagari menjadi terabaikan oleh aparatur pemerintahan nagari.
Berangkat dari permasalahan di atas, perlu kiranya suatu pemahaman
tentang penyelenggaraan sistem pemerintahan nagari dan kebutuhan akan
pentingnya Peraturan Nagari (Pernag) bagi Nagari Baringin. Pernag sebagai
produk hukum nagari yang akan menjadi landasan kebijakan pemerintahan Nagari
dan bersifat mengikat seluruh komponen masyarakat nagari Baringin (Nurkasiah:
2004). Dengan adanya program pengabdian masyarakat ini diharapkan akan
meningkatkan kemampuan pemerintahan nagari dalam menyusun peraturan nagari
yang ditekankan pada penguatan peran masyarakat dalam menyusun peraturan
nagari.
METODE PENELITIAN
Program ini dilaksanakan di Nagari Baringin Kec. Lima Kaum. Dalam
pelaksanaannya, menggunakan metode Androgogi dengan melibatkan tokoh
masyarakat dan aparatur pemerintahan Nagari Baringin. Dengan metode ini,
stakeholder dijadikan sebagai teman diskusi guna memotivasi dalam memahami
penyelenggaraan sistem pemerintahan nagari yang akuntabel dan representatif.
Metode Androgogi dilakukan dengan cara mempertemukan para stakeholder
dalam Focus Group Discussian (FGD). Sebelum tim turun kelapangan, tim
diberikan pelatihan metode androgogi (Pendidikan Orang Dewasa) oleh fasilitator
yang memang berkonsentrasi pada bidangnya, dengan tujuan agar tim tidak
merasa canggung dalam memberikan pelatihan bagi tokoh masyarakat serta
aparatur pemerintahan Nagari Baringin dalam memahami sistem pemerintahan
nagari dan prosedur penyusunan Peraturan Nagari/Pernag.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan metode PKM pemgabdian masyarakat yang dilakukan di
nagari Baringin, tercatat hal-hal sebagai berikut:
Melalui diskusi informal
Diskusi informal merupakan salah satu upaya Tim dalam memberikan
pemahaman terhadap aparatur pemrintahan Nagari Baringin. Tujuan dilakukan
ini, disamping mempererat hubungan tim dengan aparatur Pemerintahan Nagari
Baringin juga membantu program kerja pemerintahan Nagari Baringin. Diskusi
informal ini telah dilakukan selama 2 kali.

PKMM-1-2-4

Tabel 1. Jadwal Diskusi Informal Tim PKMPM Unand


No.

Tanggal Pelaksanaan

Topik
Sistem
Pemerintahan
Nagari

9 Mei 2005

Hubungan
Pemerintahan
Nagari dengan
Pemerintah
2
14 Mei 2005
Daerah
Catatan : Dilaksanakan dalam waktu yang kondusif

Yang Menghadiri
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN),
Ketua Badan Perwakilan Rakyat Nagari
(BPRN), Wali Nagari, Tim PKMPM
UNAND
Tim PKMPM UNAND,
Wali Nagari dan Aparaturnya,
Anggota DPRD Tk. II
Kab. Tanah Datar

Lokakarya dan Pelatihan (Lokalatih)


Kegiatan lokakarya dan pelatihan ini dilaksanakan sebagai bentuk
pelaksanaan pengabdian masyarakat yang melibatkan tokoh masyarakat, Ibu-ibu
PKK, Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN), Kerapatan Adat Nagari (KAN),
pemuda nagari, Ibu-ibu Kartini, Bundo Kanduang, Mahasiswa STAIN
Batusangkar. Lokalatih ini dihadiri langsung oleh Bupati Kab. Tanah Datar, beliau
sekaligus memberikan pandangan umum tentang pentingnya peraturan nagari
dalam melaksanakan sistem pemerintahan nagari.
Disamping itu juga, tim mengundang Pakar Otonomi Daerah Sumatera
Barat yang juga menjabat sebagai Dekan FISIP UNAND yakni Drs. Bakaruddin
RA, MS untuk menjadi pemateri utama dalam lokakarya dan pelatihan yang
dilaksanakan pada tanggal 23-24 Mei 2005 di Aula DPRD Lama Kabupaten
Tanah Datar. Ada beberapa hal yang disampaikan oleh pemateri utama dalam
lokalatih yakni :
Tabel 2. Topik Materi Pemateri Utama Lokalatih
Aspek

Uraian

Visi Otonomi Daerah

Dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksi yang utama yaitu : politik,
ekonomi adan sosial budaya

Konsep Otonomi Daerah

Penyerahan kewenanganpemerintahan dalam hubungan domestik


Penguatan peran DPRD
Pembangunan tradisi politik
Peningkatan efektifitas pelayan eksekutif
Suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan terdepan
(Wali nagari, KAN, MTTS)
Berdasarkan asal usul sesuai dengan kondisi sosial budaya yang berlaku
dalam masyarakat Sumbar.

1
2
Sistem Pemerintahan Nagari

3
Prinsip Pemerintahan Nagari

4
Sumber pendapatan Nagari

Sumber pendapatan nagari berasal dari pendapatan asli nagari, bantuan


pemerintah, pendapatan lain, sumbangan pihak ketiga, dan pinjaman nagari.

Jenis Kewenangan

Kewenangan nagari terdiri dari hak asal-usul nagari, peraturan yang belum
dilaksanakan oleh Pemda, tugas perbantuan dari pusat.

5
6
Masalah-masalah nagari

Kembali ke nagari telah bersinggungan dengan isu-isu demokrasi.


Isu-isu demokratis muncul dalam komposisi BPAN
Isu-isu tentang kurangnya kualitas SDM nagari
Belum ada aturan yang jelas tentang BPAN.
Catatan : Dikutip dari makalah dan penyampaian narasumber

PKMM-1-2-5

Disamping itu juga, untuk menambah pemahaman aparatur pemerintahan


Nagari Baringin dan masyarakat tentang sistem pemerintahan nagari, maka tim
PKMPM Unand menghadirkan beberapa dosen yang menjadi pemateri dalam
lokalatih.
Tabel 3. Nama Dosen dan Materi Yang Diberikan Kepada Peserta Lokalatih
Nama
Jabatan
Topik
Rozidateno
P Pembimbing Tim PKMPM UNAND Otonomi Daerah dan Sistem
Hanida,S.IP
dan Dosen Ilmu Politik UNAND
Pemerintahan Nagari
Malse
Dosen Ilmu Politik UNAND
Otonomi Daerah dan Sistem
Yulivestra,S.Sos
Pemerintahan Nagari
Yopi Fetrian,S.IP,M.Si Kepala Labor Ilmu Politik, Kepala IT Otonomi Daerah dan Sistem
FISIP UNAND juga Dosen Ilmu Pemerintahan Nagari
Politik UNAND
Hendri Koewara,S.IP
Dosen Ilmu Politik UNAND
Penetapan peraturan Nagari
dan Sumber Produk Hukum
Nagari
Catatan : Semua pemateri adalah dosen-dosen Ilmu Politik Univ.Andalas

Kemudian, bahan yang telah disampaikan oleh pemateri utama dibahas


secara berkelompok. Untuk itu peserta yang berjumlah 60 orang dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yakni :
Kelompok Padi
Kelompok Jeruk
Kelompok Pisang
Kelompok Jagung
Ke-empat kelompok melakukan pembahasan tentang Otonomi Daerah
(Otoda) dan sistem pemerintahan Nagari Baringin. Dari empat kelompok tersebut
dapat diuraikan dalam dua hal yakni:
Identifikasi Masalah
Hasil pembahasan keempat kelompok ditemukan bahwa permasalahan
Nagari Baringin adalah :
Tidak adanya Peraturan Nagari/Pernag.
Tidak adanya kerja sama anatar Wali Nagari dengan Wali Jorong.
BPRN tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga tidak ada satupun
peraturan nagari yang dilahirkan dari BPRN Baringin tersebut.
Kurangnya partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam program
pemerintahan nagari Baringin.
Upaya untuk menyelesaikan masalah
Wali Nagari Baringin, Kerapatan Adat Nagari beserta Badan Perwakilan
Rakyat Nagari yang dikenal sebagai (Tigo Tungku Sajarangan) harus
bekerja sama dalam setiap urusan pemerintahan nagari, termasuk membahas
tentang Peraturan Nagari/Pernag
Melibatkan masyarakat sebagai kekuatan nagari dalam pelaksanaan setiap
program kerja pemerintahan nagari.
Sesuai dengan hasil pelaksanaan pengabdian masyarakat, dalam
pembahasannya didapat bahwa:

PKMM-1-2-6

Tabel 4.
No.

Pembahasan atas Hasil Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat PKMPM Unand 2005


Unsur

Pra Lokalatih

Pasca Lokalatih

Otonomi Daerah

Peraturan Nagari

Masyarakat kurang
memahami tentang
otonomi daerah
Belum ada

Aparat Nagari

Kurang Termotivasi

Masyarakat
Nagari

Kurang berpartisipasi
dalam
mendukung
program pemerintah
nagari

Lebih memahami tentang konsep otonomi


daerah. Hal ini terlihat adanya ketertarikan
peserta ketika lokalatih dilaksanakan.
Sudah dirancang peraturan nagari tentang
Anggaran Pendapatan da Belanja Nagari
,Pemberantasan Penyakit Masyarakat,
Kebersihan, ketertiban dan keindahan.
{Lihat lampiran)
Termotivasi
dengan
dalam
menyelenggarakan pemerintahan nagari,
Misalnya :piata ruangan kantor Wali
Nagari
Mulai
berpartisipasi
baik
dalam
memberikan ide, gagasan, dan mendukung
program pemerintahan nagari, Misalnya
mendukung adanya kegiatan KKN
Mahasiswa Unand (Bulan Juli 2005) dll
Pemda Tanah Datar mulai membantu
dalam membangun nagari, Misalnya:
tentang ketertiban lalu lintas jalan.

Kurang
memperhatikan
perkembangan
Nagari Baringin
Catatan: Disari dari hasil lokalatih, Kunjungan Tim PKMPM UNAND Ke Nagari Baringin
5

Pemerintah
Daerah

KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang bisa ditarik dari pelaksanaan kegiatan lokakarya
dan pelatihan adalah sebagai berikut :
Masyarakat khususnya Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) memahami
tentang prosedur penyusunan Peraturan Nagari
Aparatur pemerintahan Nagari Baringin, khususnya Wali Nagari termotivasi
untuk membangun nagarinya kembali setelah berhasil melaksanakan
Lokalatih. Bahkan Wali Nagari Baringin bersama-sama dengan aparaturnya
(pionir) akan membentuk Assosiasi Wali Nagari Se-Kabupaten Tanah Datar
(AWN Kab. Tanah Datar)
Pemerintahan Nagari Baringin sudah merancang beberapa Peraturan Nagari
seperti peraturan nagari Anggaran Belanja dan Pendapatan Nagari/APBN,
peraturan nagari tentang Pemberantasan Penyakit Masyarakat dan peraturan
nagari tentang Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban.
Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Datar mulai membantu dalam
melaksanakan berbagai program Pemerintah Nagari Baringin. Misalnya
mendukung adanya program Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) mahasiswa
UNAND di Nagari Baringin, serta membantu Nagari Baringin dalam
pengelolaan fasilitas Pasar pusat Kota Batusangkar yang berada di Nagari
Baringin, dan sebagainya.
Akhirnya, agar kegiatan ini terus bermanfaat maka perlu adanya pembinaan
secara berkala baik yang dilakukan oleh Pemda Tanah Datar ataupun
pemerintahan Nagari Baringin untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme
kerja bagi aparatur pemerintahan nagari serta pemahaman tentang Babaliak Ke
Nagari bagi masyarakat Nagari Baringin. Kedua, Perlu adanya tindakan lanjutan
dari Pemda Tanah Datar untuk memberikan pemahaman lebih lanjut terhadap

PKMM-1-2-7

masyarakat terkhusus bagi aparatur pemerintahan Nagari Baringin (BPRN dan


Wali Nagari serta staff) dalam pembuatan Peraturan Nagari (Pernag)
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi. 2003. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
Bagir, Manan. 1994. Hubungan Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Saldi Isra. 2001. Otonomi Daerah Setelah Berlakunya UU No 22 Tahun 1999.
Jurnal Ilmu Politik. Padang: Laboratorium Ilmu Politik FISIP UNAND
Nurkasiah. 2002. Skripsi. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Nagari Di
Kabupaten Pasaman. Padang: Jurusan Ilmu Politik FISIP UNAND
Modul Mata Kuliah Sistem Pemerintahan Desa dan Nagari (SPDN). Padang:
Jurusan Ilmu Politik FISIP UNAND
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam
Otonomi Daerah.
Perda Pemprov Sumbar No.13 Tahun 1983 tentang Nagari Sebagai Kesatuan
Hukum Adat.
Perda Pemprov Sumbar No.09 Tahun 2000 tentang Pokok-Pokok Pembentukan
Pemerintahan Nagari.
Perda Pemda Tanah Datar No. 17 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari.

PKMM-1-3-1

PENERAPAN SISTEM PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN DAN


BERKELANJUTAN DENGAN POLA DESA MITRA
Hawayati, Annisa, Yuli Novitasari, Anjar Kosasih, Arnol P Nainggolan
Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Jambi, Jambi

ABSTRAK
Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam menopang kehidupan manusia
yang sangat bergantung pada faktor teknis dan lingkungan. Selama bertahuntahun sistem pertanian yang ada selalu mengandalkan penggunaan input kimiawi
yang berbahaya untuk meningkatkan hasil atau produksi pertanian. Hal ini
menuntut adanya penerapan teknologi yang dapat mengoptimalkan hasil tanpa
menimbulkan degradasi pada lingkungan. Salah satu inovasi yang dilakukan
adalah penerapan sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan . Agar
teknologi yang diterapkan dapat diaplikasikan dilingkungan petani maka perlu
adanya metode yang tepat untuk mengkomunikasikan teknologi ini terhadap
petani.
Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat merupakan salah satu
bentuk transfer informasi teknologi dari akademisi terhadap petani. Petani
diharapkan akan memperoleh informasi tentang teknik budidaya yang baik dan
berorientasi pada kelestarian lingkungan. Melalui kegiatan ini akan terjadi
hubungan interpersonal yang baik sehingga arus informasi lebih lancar.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa bersama kelompok tani
Makmur Jaya di Kenali Asam Bawah Kecamatan Kota Baru Jambi dengan luas
lahan sampel 200 m2. Mahasiswa berperan untuk memberikan konsep tentang
pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan sedangkan petani yang
menjalankan konsep tersebut dilahan pertanian mereka sesuai dengan komoditas
yuang biasa ditanam.. Teknik-teknik yang dikembangkan oleh petani yang sesuai
dengan prinsip sistim pertanian ramah lingkungan tetap diterapkan.
Hasil pelaksanaan kegiatan menunjukkan adanya respon yang positif dari petani
terhadap teknologi yang diberikan. Selain itu terjadi peningkatan keragaman dan
populasi hayati dilingkungan lahan pertanaman yang sangat penting artinya bagi
daur alami bahan organik dan pengendalian organisme pengganggu tanaman
secara alami. Produk pertanian yang dihasilkan memiliki citarasa yang lebih
enak.
Kata Kunci: degradasi, transfer, ramah lingkungan, berkelanjutan, mitra
PENDAHULUAN
Pertanian merupakan sektor yang esensial bagi kehidupan masyarakat
Indonesia. Sektor ini sangat tergantung pada kondisi alam dan faktor teknis atau
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh petani selama proses budidaya. Hal ini
menuntut adanya inovasi dalam teknik bercocok tanam dengan tetap
mempertahankan keselarasan alam.
Kendala yang sering dihadapi oleh petani terutama petani sayuran adalah
kendala teknis dan kendala alam (William 1993). Kendala-kendala yang bersifat

PKMM-1-3-2

teknis umumnya dapat ditanggulangi dengan aplikasi teknik tertentu dalam proses
budidaya tanaman. Akan tetapi kendala yang bersifat alam seperti iklim , suhu dan
cahaya tidak dapat sepenuhnya dihadapi sehinga membutuhkan teknologi yang
dapat memanipulasi iklim mikro tanaman.
Beberapa kondisi seperti kesuburan tanah yang relatif rendah pada suatu
lahan maupun adanya serangan hama dan penyakit terhadap tanaman sangat erat
kaitannya dengan teknik budidaya yang dilakukan oleh petani. Dalam setiap
tahapan produksi yang dilakukan petani umumnya menggunakan input kimiawi
dengan dosis tinggi baik dalam bentuk pupuk maupun pestisida. Hal ini
dilakukan secara berulang-ulang setiap masa tanam dan dosisnya semakin
meningkat dari waktu ke waktu.
Penggunaan input kimia dengan dosis yang tinggi dan jangka waktu yang
lama menyebabkan terjadinya akumulasi residu bahan kimia berbahaya di dalam
tanah dan berpotensi mencemari lingkungan. Fenomena lain yang timbul sebagai
akibat langsung dari penggunaan bahan kimia ini adalah menurunnya kualitas
fisika dan kimia tanah yang berdampak pada berkurangnya keragaman hayati dan
musuh alami organisme pengganggu tanaman serta munculnya hama-hama yang
resisten.Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya kontribusi pupuk kimia
terhadap peningkatan populasi hama tertentu (Rosyid 2001).
Selain terjadinya degradasi lingkungan, residu bahan kimia tersebut juga
terakumulasi di dalam jaringan tanaman dan tetap bertahan sampai dikonsumsi
oleh manusia. Oleh karena itu konsumsi terhadap sayuran maupun buah-buahan
yang mengandung residu bahan kimia berbahaya akan menyebabkan terjadinya
akumulasi bahan kimia tersebut di dalam tubuh manusia. Beberapa jenis pestisida
tertentu memiliki struktur kimia yang sangat kuat dan tidak dapat diuraikan
didalam tubuh manusia sehingga dapat bertahan selama bertahun-tahun. Hal ini
sangat beresiko meracuni tubuh manusia dan merusak organ-organ penting di
dalamnya serta berpotensi merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
Adanya dampak negatif dari penggunaan bahan kimia ini disadari oleh
petani. Hal ini terlihat dari keadaan lahan pertanaman yang semakin keras struktur
tanahnya sehingga semakin sulit diolah. Akibatnya petani membutuhkan input
berupa pemupukan yang semakin tinggi agar produksi dapat dipertahankan.
Keadaan ini menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang harus dikeluarkan
oleh petani. Selain itu dampak lain yang terjadi adalah menurunnya jumlah biota
tanah yang hidup di areal pertanaman dibandingkan sebelumnya.
Terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan pencemaran terhadap
produk-produk yang dihasilkan akibat penggunaan bahan kimia secara berlebihan
terjadi karena kurangnya informasi yang dimiliki petani tentang cara bercocok
tanam yang benar dan berkelanjutan. Petani belum mengetahui cara
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari ekosistem yang ada dilahan
pertanian mereka. Akibatnya banyak komponen lingkungan yang bermanfaat
tanpa sengaja justru dibuang sementara komponen yang berbahaya justru
dipertahankan.
Perkembangan dunia pengetahuan yang semakin pesat dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya makanan sehat menghendaki produk-produk
pertanian yang bebas dari residu bahan kimia berbahaya. Dinamika ini mendorong
upaya-upaya untuk menghasilkan inovasi-inovasi dalam teknik budidaya yang
berorientasi pada kualitas hasil tanpa mengesampingkan keselarasan lingkungan.

PKMM-1-3-3

Teknik ini sering dikenal dengan Ekofarming atau sistem pertanian yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan (Zulkarnain. 2000).
Ekofarming atau sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan
merupakan suatu cara bertani yang mengandalkan pada berimbangnya siklussiklus yang berlangsung di dalam sebuah ekosistem. Dalam sistem ini penggunaan
input kimiawi sangat dibatasi atau tidak digunakan sama sekali. Peran
dekomposer-dekomposer yang hidup di dalam tanah sangat penting artinya dalam
proses penguraian bahan-bahan organik yang sangat bermanfaat untuk
memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. Selain itu adanya musuh-musuh alami
organisme pengganggu tanaman baik berupa predator maupun sifat tertentu dari
tanaman merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk pengendalian hama
dan penyakit tanaman.
Keberhasilan dari sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan
tidak terlepas dari ketersediaan air bagi tanaman. Sebagai komponen penyusun
terbesar dari jaringan tanaman, air sangat berpengaruh terhadap proses
metabolisme dalam sel tanaman. Pemenuhan kebutuhan tanaman terhadap unsur
hara sebagian besar diperoleh dari air. Selain itu air juga berperan penting untuk
mempertahankan kelembaban dan suhu yang optimum bagi tanaman.
Ketersediaan air yang cukup bagi tanaman sangat berpengaruh terhadap
produksi atau hasil (Ashari 1995). Dalam kondisi air mencukupi laju transpirasi
akan seimbang dengan laju absorsbsi. Pada saat itu sel-sel penjaga dan sel-sel
disekitarnya akan mengembang sehingga stomata terbuka. Sebagai akibatnya CO2
berdifusi kedalam daun dan laju fotosintesis meningat. Laju fotosintesis yang
tinggi pada siang hari dan laju respirasi berjalan normal menghasilkan
ketersediaan karbohidrat untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Menurut Lakitan (1995) adanya keseimbangan antara fase vegetatif dan generatif
akan menghasilkan produksi tinggi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan sistem
pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan , faktor pemenuhan air sangat
penting disamping pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Cara
pemberian air yang tepat akan menentukan terpenuhinya kebutuhan air bagi
tanaman. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah metode trickle (metode
tetes). Pada metode trickle atau drip ini air diberikan secara perlahan namun
sering pada zona perakaran. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa tanaman
tidak kekurangan air sehingga dapat tumbuh dengan cepat bila faktor lain
terpenuhi.
Inovasi-inovasi tersebut harus diterapkan ditingkat petani. Pada umumnya
dalam menerima suatu masukan teknologi baru petani menghendaki adanya bukti
yang nyata dan informasi secara menyeluruh. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah melaui kemitraan antara akademisi dan petani. Dalam proses
kemitraan ini petani dan akademisi mempraktekkan teknologi tersebut bersamasama. Pada tahap selanjutnya petani mitra dapat menyampaikan pada petani lain
dengan bahasa yang lebih mudah diterima oleh petani. Hal ini juga dipengaruhi
oleh sifat umum petani yang lebih mudah menerima teknologi baru melalui petani
lain yang sudah melakukannya.
Agar pencapaian sasaran kegiatan dapat lebih terfokus maka masalah yang
akan diuraikan dibatasi pada beberapa permasalahan. Permasalahan yang
dirumuskan meliputi pemilihan lokasi yang tepat, luas lahan sampel yang akan
digunakan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan, ancaman serta

PKMM-1-3-4

daya dukung lahan yang digunakan. Selain itu pemilihan teknologi yang tepat
merupakan permasalahan penting yang harus di jawab melalui pelaksanaan
kegiatan ini.
Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan ini diarahkan
kepada mahasiswa dan petani pelaksana. Beberapa hal yang ingin dicapai adalah
mengembangkan kreativitas dan kemampuan komunikasi mahasiswa dengan
petani. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk
pertanian dan sebagai bentuk pengabdian mahasiswa terhadap perkembanagn
pertanian.
Pelaksanaan kegiatan juga dapat memberikan manfaat dimasa mendatang.
Penerapan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan ini akan
meningkatkan kualitas produk dan kualitas lahan. Selain itu sistem pertanian in
tidak tergantung pada pestisida sintetik dan pupuk buatan sehingga biaya lebih
murah dan produksi dapat dilakukan sepanjang tahun. Dengan demikian bertani
akan semakin mudah dan menyenangkan. Bagi petani sendiri adanya hubungan
personal yang dekat akan memudahkan mereka untuk menerima masukan
teknologi baru.
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui tiga tahapan kegiatan utama yaitu
tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir atau tahap pengumpulan hasil.
Sebagai tahapan awal dari seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan dan
berperan penting adalah tahap persiapan. Pelaksanaan persiapan kegiatan ini
dilakukan melalui kegiatan observasi yang bertujuan untuk mengkaji segala
potensi, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang ada dilapangan sehingga dapat
ditentukan teknik yang tepat untuk penerapannya.
Observasi dilapangan dilakukan selama satu minggu. Informasi-informasi
yang dikumpulkan meliputi;
1. Observasi pasar
2. Respon petani mitra terhadap kegiatan yang akan dilakukan
3. Sistem pertanian yang dilakukan petani
4. Sejarah lahan meliputi lamanya diusahakan dan komoditas yang pernah
ditanam
5. Letak Geografis Lahan sampel
6. Sumber air untuk pengairan dan sumber bahan organik dan mulsa alami
disekitar lahan yang bisa dimanfaatkan.
7. Identifikasi keragaman hayati di lahan sampel meliputi hewan atau tumbuhan
yang berguna dan yang berbahaya bagi ekosistem.
8. Kondisi sekitar lahan sampel seperti jenis tanaman yang dibudidayakan dan
kemungkinan terjadinya penyebaran hama dan penyakit.
9. Keadaan fisik dan kimia tanah.
Pelaksanaan observasi ini dilakukan di lahan milik kelompok tani Makmur
Jaya yang berada di Kelurahan Kenali Asam bawah Kecamaatn Kota Baru Jambi
dengan luas lahan sampel 200m2.
Informasi yang dibutuhkan ini diperoleh melalui hasil observasi ini dikumpulkan
melalui beberapa metode. Beberapa metode yang digunakan meliputi:
1. Observasi Lapangan

PKMM-1-3-5

Dalam observasi lapangan pengumpulan informasi dilakukan dengan melihat


langsung keadaan fisik dilapangan. Data-data dari lapangan ini dicatat untuk
selanjutnya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memperoleh teknik yang
tepat untuk budidaya tanaman berdasarkan sistem pertanian ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Informasi-informasi yang diperoleh melalui observasi lapangan ini
antara lain identifikasi hewan dan tanaman yang bermanfaat maupun yang
berbahaya, keadaan fisik tanah, posisi lahan, sumber air, sumber bahan organik,
sumber bahan mulsa alami dan kondisi lingkungan sekitar lahan.
2. Wawancara
Beberapa informasi yang tidak dapat diperoleh melalui observasi lapangan
dikumpulkan dengan melakukan wawancara dengan petani mitra. Informasi informasi seperti sejarah lahan, sistem budidaya dan pemasaran yang biasa
dilakukan sangat dibutuhkan.
3. Analisis Laboratorium
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat tergantung pada keadaan fisik
dan kimia tanah. Keadaan fisik seperti tekstur tanah dan struktur tanah dapat
dilakukan secara manual namun untuk mengetahui keadaan kimiawi tanah secara
akurat diperlukan adanya analisis laboratorium. Analisis yang dilakukan meliputi
analisa pH tanah, Kadar air dan analisa terhadap adanya senyawa-senyawa
beracun didalam tanah. Hasil analisis yang dilakukan sangat menentukan teknik
budidaya yang akan diterapkan.
Selama proses pengumpulan data dengan berbagai metode yang digunakan,
adanya alat bantu sangat diperlukan. Dalam melakukan observasi ini peralatan
yang digunakan meliputi:
- Kompas
- pH meter
- Soil tester
- Alat-alat laboratorium
- Alat-alat tulis
Informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya disusun dan dianalisis secara
deskriptif. Hasil analisis data yang dilakukan ini dapat memperlihatkan sumbersumber yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan dari penerapan sistem
pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan yang dilakukan melalui konsep
desa mitra. Dengan demikian pada tahap selanjutnya dapat disusun perencanaan
yang tepat berkaitan dengan kegiatan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama berlangsungnya observasi banyak ditemukan informasi penting baik
berupa data lahan maupun tingkat respon petani terhadap program yang
dijalankan oleh mahasiswa. Berdasarkan hasil observasi maupun komunikasi yang
dilakukan terlihat respon yang ditunjukkan oleh petani sangat baik. Hal ini terlihat
dari kesediaan petani menyediakan lahan dan peralatan serta melakukan sistim
pertanian sesuai yang direncanakan. Disamping itu petani juga memberikan
informasi tentang pengalaman dan teknik-teknik yang dikembangkannya sehingga
teknologi yang diterapkan tidak hanya dari mahasiswa tetapi juga dari petani
sendiri.
Respon yang baik dari petani ini merupakan salah satu kekuatan yang sangat
potensial. Kekuatan lain yang didapatkan berdasarkan hasil observasi yang

PKMM-1-3-6

dilakukan adalah tersedianya sumberdaya alam yang potensial dan jumlahnya


cukup banyak di lokasi lahan sampel. Beberapa potensi sumber daya alam yang
ditemukan antara lain:
1. Sumber Air
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan tidak ditemukan adanya kesulitan
yang berarti dalam penyediaan kebutuhan air bagi tanaman. Di sekitar lahan
sampel terdapat beberapa kolam dan sungai kecil yang mempunyai debit air cukup
tinggi.
2. Bahan Organik
Pada lahan sampel dan sekitarnya banyak ditemukan tumbuhan-tumbuhan yang
dapat diolah menjadi kompos. Selain itu juga terdapat banyak sisa-sisa tanaman
yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Ketersediaan bahan organik yang
cukup banyak ini dapat digunakan untuk menggantikan pemupukan dengan bahan
kimia buatan.
3. Sumber Mulsa Organik
Berbagai sarasah yang ada disekitar lahan berpotensi untuk dijadikan sebagai
bahan mulsa organik. Jenis sarasah yang banyak tersedia di lokasi lahan sampel
adalah sarasah dari daun daun karet, daun-daun pisang dan daun-daun lainnya.
Penggunaan mulsa organik sangat bermanfaat dan hemat karena bisa diperoleh
disekitar lahan pertanaman. Mulsa organik ini terbukti mampu menjaga
kelembaban tanah sehingga tanah tidak cepat kering dan suhu tanah tidak terlalu
tinggi (Pracaya 2004). Selain itu penggunaan mulsa organik ini juga dapat
berfungsi sebagai sumber bahan makanan mikroorganisme dan hewan-hewan
tanah sehingga populasi biota-biota tanah akan meningkat. Hal ini sangat penting
artinya untuk proses dekomposisi bahan organik agar dapat tersedia dalam bentuk
yang dapat diserap oleh tanaman. Mulsa organik juga berperan sebagai sumber
bahan organic (Jack 1994) sehingga selain berperan menjaga iklim mikro tanah,
penggunaan mulsa organik juga dapat meningkatkan ketersediaan unsure hara di
dalam tanah.
4. Populasi hewan tanah
Selama berlangsungnya proses observasi dilakukan pula identifikasi terhadap
populasi hewan tanah. Beberapa jenis hewan seperti keluwing atau kaki seribu,
laba-laba dan cacing tanah merupakan contoh hewan-hewan tanah yang dapat
meningkatkan daur alami bahan-bahan organik didalam tanah. Selain itu hewanhewan ini juga bersifat predator bagi beberapa hama sehingga sangat dibutuhkan
pada suatu lingkungan pertanaman. Pada lokasi lahan sampel yang akan
digunakan hewan-hewan tersebut masih ditemukan walaupun jumlahnya tidak
banyak. Namun pada akhir pelaksanaan kegiatan ini terjadi peningkatan populasi
yang cukup signifikan. Hal ini dicirikan dengan banyak lubang-lubang di tanah
dan peningkatan jumlah sarang laba-laba yang ada dilahan sampel dibandingkan
sengan lahan disekitarnya yang digunakan untuk lahan budidaya pertanian secara
konvensional dengan input kimia. Semakin banyak populasi hewan-hewan ini
selain meningkatkan laju penguraian bahan organik juga membantu
mempertahankan struktur tanah, drainase dan aerasi tanah karena hewan-hewan
tersebut dapat meningkatkan total ruang pori.
Penerapan sistem pertanian ini ditingkat petani efektif bila dilakukan
melalui kemitraan. Petani tidak merasa dipaksa dan dapat melihat secara langsung
proses budidaya mulai dari identifikasi kekuatan dan kelemahannya sampai

PKMM-1-3-7

tanaman memproduksi. Pada tahap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan selama


lebih kurang enam bulan peran petani mitra sangat besar. Petani dalam hal ini
sebagai pelaksana sangat respon dengan aplikasi teknologi yang diberikan. Selain
itu petani juga banyak memberikan masukan-masukan yang sangat berharga. Oleh
karena itu transfer informasi terjadi secara dua arah, sehingga mahasiswa
mendapatkan pengalaman tentang teknik budidaya tanaman dari petani secara
nyata.
Apabila dilihat dari produksi tanaman yang dihasilkan pada penerapan
sistem budidaya pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan tidak memberikan
hasil yang signifikan jika dibandingkan dengan budidaya pertanian secara
konvensional dengan menggunakan input kimia. Kemampuan produksi tanaman
yang diusahakan lebih rendah dari produksi tanaman yang dibudidayakan secara
konvensional.
Analisis yang dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dilapangan
menunjukkan bahwa sistem pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan dapat
meningkatkan kualitas hasil sayur-sayuran ditinjau dari kualitas rasa, penampilan
fisik dan keamanannya untuk dikonsumsi. Rendahnya kemampuan produksi
tanaman yang dibudidayakan disebabkan karena sistim budidaya pertanian ramah
lingkungan yang berkelanjutan ini baru pertama kali ini diterapkan dilahan
tersebut sehingga suplai unsur hara belum sepenuhnya dapat terpenuhi. Kurang
tersedianya unsur-unsur hara disebabkan karena bahan-bahan organik yang
diberikan kedalam tanah belum seluruhnya terurai. Bahan-bahan organik yang
diberikan apabila belum terurai secara sempurna tidak dapat diserap oleh tanaman
secara baik untuk proses metabolisme tanaman (Musnamar 2002). Selain itu
keadaan lingkungan disekitar lahan sampel yang menggunakan input kimia ikut
mempengaruhi kondisi lahan sampel. Hama dan penyakit yang menyerang lahan
disekitar sampel setelah disemprot dengan pestisida berpindah kelahan sampel
sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan pada tanaman walaupun tanaman
sampel juga telah diberikan pestisida alami. Kurang efektifnya penggunaan
pestisida alami karena dosisnya lebih rendah dibandingkan penggunaan pestisida
sintetis (Novizan 2002)
Penerapan sistim budidaya pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan
pada tahap awal membutuhkan input yang lebih besar dibandingkan sistim
budidaya secara konvensional (Susanto 2003), tetapi pada periode tanam
berikutnya input yang diberikan akan semakin menurun (Zulkarnain 2000).
Besarnya kebutuhan bahan organik pada tahap awal disebabkan oleh kondisi
tanah yang kurang subur sehingga membutuhkan bahan organik yang tinggi untuk
mengembalikan keadaan fisik dan kimia tanah. Berbeda dengan budidaya
tanaman yang dilakukan secara konvensional yang membutuhkan input semakin
banyak pada periode-periode tanam berikutnya. Dengan demikian budidaya
tanaman yang dilakukan berdasarkan prinsip budidaya pertanian ramah
lingkungan yang berkelanjutan dalam jangka panjang akan semakin efesien.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan budidaya tanaman
dengan sistim pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan bersama petani mitra
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

PKMM-1-3-8

1. Penerapan sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan dapat


meningkatkan kreativitas Mahasiswa.
2. Mahasiswa dapat menjalin komunikasi yang baik dengan petani sehingga
terjadi komunikasi dua arah antara petani dan mahasiswa.
3. Terjadinya peningkatan pengetahuan petani
4. Menurunnya biaya produksi dan meningkatnya kualitas lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Pestisida Alami dari Tanaman. Trubus edisi Oktober. Jakarta
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek dan Budidaya. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Jack, G.V.W.D., Brind and Smith. 1995. Mulching Tech. comn. No. 49 of
TheC.A.B. of Soil Scince.
Lakitan, B. 1995. Hortikultura Teori, Budidaya dan Pasca Panen. Grafindo
Persada. Jakarta.
Musnamar, E,I. 2002. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Alami. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Pracaya. 2004. Bertanam Sayuran Organik dikebun, Pot dan Polibag. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rosyid. 2001. Kualitas dan Karakteristik Lahan untuk Pengembangan Komoditi
Unggulan Tanaman Sayuran di Propinsi Jambi. Stigma vol.9(1) hal 44-48.
Jambi.
Soekartawi. 1995. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Susanto, R. 2003. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Kanisius. Jakarta.
William, C.N. dkk.1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika.Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Zulkarnain. 2001. Pertanian Organik: Sistem Pertanian Berbasis Produktivitas dan
Lingkungan Hidup. Universitas Jambi. Jambi.

PKMM-1-4-1

PENGUATAN KELEMBAGAAN LOKAL DENGAN MODEL COMANAGEMENT DALAM RANGKA MENUJU PENGELOLAAN
PERIKANAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN PANIMBANG,
KABUPATEN PANDEGLANG
Kastana Sapanli, Aprianty, Gustav M. Irsyad , M. Firdaus, Bambang Budiansyah
PS Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor, Bogor
ABSTRAK.
Sumber daya hayati perikanan dan kelautan di Indonesia sudah mengalami
kerusakan yang sangat parah. Ekosistem terumbu karang yang merupakan
ekosistem penting sebagai nursery ground, spawning ground dan feeding ground
hanya tinggal 6,48% kondisinya dalam keadaan baik. Kerusakan ini disebabkan
maraknya penangkapan ikan yang dilakukan nelayan yang menggunakan alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom dan racun potasium.Kondisi
inilah yang melatarbelakangi perlunya usaha pengelolaan sumber daya yang
berbasis lingkungan dan mencapai kelestarian. Semua stakeholders yang terkait
baik pemerintah dan masyarakat harus melakukan kerja sama (Co-Management)
dalam melakukan usaha konservasi ini agar kegiatan konservasi terumbu karang
dapat berhasil dengan baik.Lembaga Daerah Perlindungan Laut Berbasis
Masyarakat (DPL-BM) adalah suatu lembaga yang dikelola oleh masyarakat
sekitar dan didukung oleh pemerintah. Lembaga inilah yang diharapkan mampu
mengatasi kerusakan terumbu karang yang terjadi diperairan Indonesia. Akan
tetapi, lembaga DPL-BM di Desa Tanjung Jaya ini masih menghadapi banyak
kendala dalam melaksanakan tugasnya. Kurangnya keprofesionalisme dalam
pengelolaan organisasi, kurangnya insentif pengurus lembaga dan masih
lemahnya landasan hukum adalah faktor utama yang menyebabkan kinerja
lembaga ini masih belum optimal. Melalui metode PRA (Participatory Rural
Appraisal) ditemukan permasalahan dan solusi untuk mengatasi kendala yang
dihadapi lembaga tersebut. Permasalahan kurangnya keprofesionalismean
pengurus dapat diatasi dengan pelatihan tentang manajemen organisasi dan
pembimbingan tentang dasar-dasar kepemimpinan. Insentif bagi pengelola dapat
diatasi dengan bantuan dari pemerintah daerah berupa alat tangkap dan perahu
serta dana operasional bagi pengelola agar mereka memiliki sumber penghasilan
dengan menangkap ikan sekaligus melakukan pengawasan terhadap kawasan
konservasi. Landasan hukum yang ada berupa PERDES hanya berlaku bagi
penduduk Desa Tanjung Jaya sedangkan nelayan dari desa lain masih melakukan
penangkapan di kawasan konservasi, sehingga aturan yang ada tidak bersifat
menyeluruh. Oleh karena itu diperlukan suatu PERDA yang dikeluarkan oleh
Pemprov. Naskah akademik PERDA ini sedang disusun oleh tim pelaksana PKM
yang akan serahkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Banten dalam bentuk
Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA).
Kata kunci : Terumbu Karang, Co-Management, DPL-BM, PRA,RAPERDA.

PKMM-1-4-2

PENDAHULUAN
Pengelolaan sumber daya perikanan (fisheries management) merupakan
upaya penting dalam menjaga kesinambungan sumberdaya (sustainability). Hal
ini bertujuan agar sumberdaya perikanan yang ada tidak hanya dinikmati oleh
generasi sekarang, tetapi juga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Namun demikian, pengelolaan sumberdaya perikanan selama ini bersifat terpusat
(centralized government management/CGM), yang mempunyai andil besar dalam
kehancuran sumberdaya.
Beberapa hal yang mencirikan terjadinya pola CGM dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan diantaranya, yaitu kebebasan akses dan pemanfaatan
sumberdaya alam yang berstatus publik akan menyebabkan degradasi pada
sumberdaya (overfishing) sehingga menyebabkan masalah besar yang ditanggung
bersama. Sementara itu, kebijakan pembangunan dan pengelolaan yang dibuat
oleh pemerintah pusat membutuhkan waktu yang lama untuk disosialisasikan,
diketahui dan dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat di tingkat desa.
Konflik sosial kerap terjadi akibat implementasi program kerja pusat tidak sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan daerah. Rendahnya pengawasan karena
terbatasnya aparat dan sangat luasnya daerah yang harus diawasi menyebabkan
terjadinya kelebihan eksploitasi sumberdaya perikanan (over fishing),
berlanjutnya praktik illegal fishing seperti penggunaan alat tangkap yang
mengunakan bom, potasium sianida dan sejenisnya yang merusak lingkungan
(Solihin, 2002).
Bukti kerusakan sumberdaya perikanan dan kelautan akibat kebijakan di
masa lalu tercermin oleh menurunnya luasan ekosistem terumbu karang dan
mangrove yang berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), mencari
makan (feeding ground) dan tempat memijah (spawning ground). Berdasarkan
hasil penelitian Coral Reef Rehabilitation and Management Project (COREMAP)
tahun 2001, luas terumbu karang Indonesia diperkirakan lebih kurang 85.707 km2,
namun, 42,59% kondisinya sudah rusak berat, 28,39% dalam keadaan rusak,
22,53% masih baik dan hanya tinggal 6,48% kondisinya masih sangat baik.
Kerusakan tersebut terjadi juga pada ekosistem mangrove yang mengalami
penurunan luas area. Pada tahun 1982 terdapat 5.209.543 Ha area hutan magrove
menjadi 3.235.700 Ha pada tahun 1987 dan tahun 1993 tinggal 2.496.185 Ha
(Diposeptono 2001 diacu dalam Maryo 2005).Dampaknya adalah turunnya
produksi perikanan tangkap, semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap,
semakin jauhnya daerah penangkapan (fishing ground). Hal ini mendorong
meningkatnya biaya produksi sehingga mengurangi rente sumberdaya (resource
rent) yang menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan khususnya nelayan skala
kecil.
Selanjutnya, isu pengelolaan sumberdaya perikanan mulai diperhatikan.
Hal ini karena orang makin sadar bahwa sumberdaya perikanan jika tidak dikelola
dengan baik akan terancam kelestariannya. Salah satu aspek penting dalam kajian
sosial seputar pengelolaan sumberdaya perikanan adalah pelaku-pelaku yang
terlibat dalam proses pengelolaan sumberdaya tersebut. Pelaku-pelakunya terdiri
atas pemerintah (Government Based Management), masyarakat (Community
Based Management) atau kerjasama diantara keduanya (Co-Management) (Satria,
2002).

PKMM-1-4-3

Sementara itu, menurut Nugroho (1995) Kecamatan Panimbang


merupakan sub pusat pengembangan perikanan laut di Kabupaten Pendeglang.
Potensi wilayah perairan Kecamatan Panimbang sangat mendukung bagi
pengembangan perikanan laut. Akan tetapi, pengeboman ikan, penambangan
pasir, dan pembabatan hutan bakau yang berlangsung di sana seolah dibiarkan
sehingga mengancam kelestarian lingkungan pesisir itu dan kelangsungan daerah
itu sebagai obyek wisata.
Untuk mengatasi masalah tersebut nelayan pesisir Kecamatan Panimbang,
Kabupaten Pandeglang telah membentuk suatu lembaga lokal informal untuk
mengelola kawasan Karang Gundul sebagai tempat pemijahan ikan. Oleh karena
lembaga yang terbentuk masih bersifat tradisional dan kurangnya pengetahuan
manajemen, sehingga lembaga ini sulit mendapatkan dana operasional dari
pemerintah maupun swasta. Selain itu, dengan terbentuknya lembaga lokal
dikhawatirkan banyak menimbulkan konflik horizontal diantara para nelayan,
khususnya konflik orientasi yaitu konflik yang terjadi antar nelayan yang
memiliki perbedaan orientasi dalam pemanfaatan sumberdaya. Misalnya antar
nelayan yang beroriantasi jangka panjang dengan nelayan yang hanya berorientasi
jangka pendek. Nelayan berorientasi jangka panjang melakukan pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang ramah lingkungan sebagai wujud kepeduliannya
terhadap lingkungan, sedangkan nelayan yang berorientasi jangka pendek hanya
memikirkan cara untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
melakukan kegiatan penangkapan yang merusak lingkungan seperti penggunaan
bom, potassium cyanide dan alat tangkap trawl yang merusak terumbu karang.
Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk mengatasi konflik tersebut
dengan cara membentuk lembaga formal dengan menerapkan hasil-hasil
penelitian mahasiswa dan mengunakan model Co-Management. Pengelolaan
lembaga ini berbasis masyarakat dan ditunjang oleh legitimasi pemerintah melalui
suatu undang-undang.
Daerah karang gundul yang terletak didaerah Tanjung Jaya merupakan
Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang ditetapkan melalui Peraturan Desa
(PERDES) nomor 02 tahun 2004 dengan tujuan meningkatkan dan
mempertahankan produksi perikanan didaerah sekitar wilayah perlindungan dan
memfasilitasi masyarakat dalam membangun kesepakatan daerah perlindungan
konservasi laut di wilayahnya. Secara partisipatif dengan didasarkan pada azas
musyawarah diantara masyarakat.
Menurut Nikijuluw (2002) Co-Management adalah pembagian atau
pendistribusian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat
lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan. Tujuan utama Co-Management
adalah pengelolaan perikanan yang lebih tepat, lebih efisien serta lebih adil dan
merata. Sementara tujuan sekundernya adalah (1) mewujudkan pembangunan
berbasis masyarakat (2) mewujudkan proses pengambilan keputusan secara
desentralisasi sehingga dapat memberikan hasil yang lebih efektif, dan (3)
mekanisme untuk mencapai visi dan tujuan nelayan lokal serta mengurangi
konflik antar nelayan melalui proses demokrasi pertisipatif.
Model-model Co-Management antara lain adalah informasi,
pendampingan (advokasi), kooperatif, konsultatif dan instruktif. Pembentukan
model Co-Management ini dapat diterapkan dengan menggunakan teknik

PKMM-1-4-4

pemberdayaan yang melibatkan msyarakat, yaitu Participatory Rural Appraisal


(PRA).
Masalah yang melatarbelakangi program ini adalah : maraknya konflikkonflik antar nelayan yang meresahkan warga yang tinggal di sekitar pesisir,
penggunaan alat tangkap yang merusak atau ilegal oleh beberapa masyarakat
nelayan yang menyebabkan rusaknya sumberdaya perikanan dan kelautan dan
belum terakomodasinya aspirasi masyarakat pesisir terhadap pengelolaan
sumberdaya perikanan di lokasi studi.
Tujuan program ini adalah untuk meminimalisasi dan bahkan
mengeliminasi konflik antar nelayan, menciptakan lembaga yang berfungsi
sebagai penyelesaian konflik serta mengawasi praktik-praktik perikanan yang
merusak, mengefektifkan penyaluran dana dari pemerintah ke nelayan dan
membantu meningkatkan pendapatan nelayan serta menciptakan pengelolaan
masyarakat pesisir berbasis komunitas.
Luaran yang diharapkan antara lain: terbentuknya lembaga lokal yang
bersifat formal dan berbasis masyarakat, terbentuknya sistem pengelolaan
sumberdaya perikanan berbasis masyarakat, meningkatnya profesionalisme
lembaga transplantasi karang DPL-BM dan menguatkan landasan hukum lembaga
konservasi DPL-BM dari Peraturan Desa (PERDES) menjadi Peraturan Daerah
(PERDA).
Kegunan Program adalah menumbuhkan jiwa sosial mahasiswa terhadap
kesejahteraan para nelayan, merubah pola penangkapan ikan dari pola yang
dekstruktif ke arah konservatif, menjalin kerjasama yang berkelanjutan antara
pihak masyarakat, swasta dan pemerintah.
METODE PENDEKATAN
Waktu pelaksanaan program dilakukan pada tanggal 6 Maret 2006 sampai
akhir Juni 2006. Tempat daerah lokasi program yaitu Desa Tanjung Jaya
Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi adalah
menggunakan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal) yang meliputi
beberapa tahap penting sebagai berikut: (1) identifikasi pihak-pihak yang terkait
(stakeholder analysis) (2) identifikasi dan akomodasi keinginan masyarakat; (3)
identifikasi kriteria yang masyarakat inginkan (4) identifikasi indikator yang
diperlukan untuk evaluasi (5) sepakati metode yang digunakan bersama
masyarakat dan (6) koleksi data bersama masyarakat (Adrianto, 2004).
Menurut Hikmat (2001) teknik PRA secara umum mencakup pada proses
seperti yang diuraikan dibawah ini:
Pemetaan Masalah, Potensi dan Sumber-Sumber Sosial Secara Partisipatif.
Pemetaan masalah, potensi dan sumber-sumber sosial merupakan langkah
awal bagi mahasiswa dalam partisipasi membangun masyarakat pesisir. Pemetaan
masalah meliputi pengambilan data sekunder untuk memperoleh informasi awal
mengenai sosio-demografis, sosio-ekonomi dan sosio-budaya masyarakat.
Perencanaan Partisipatif.
Dalam perencanaan partisipatif ini mahasiswa tidak berperan sebagai
perencana untuk masyarakan tetapi sebagai fasilitator dalam proses perencanaan
yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah. Tahap proses perencanaan
partisipatif adalah sebagai berikut :

PKMM-1-4-5

a. FGD (Focus Group Discussion) atau diskusi kelompok terarah, untuk menggali
informasi sebanyak-banyaknya, membahas persoalan yang terjadi diantara
kelompok masyarakat.
b. Analisis pola keputusan, untuk kesepakatan dalam pembentukan lembaga lokal
yang diharapkan mendapat dukungan pemerintah daerah melalui PERDA.
Manajemen Pelaksanaan Keputusan
Implementasi perencanaan partisipatif dengan subjek masyarakat sebagai
peran utama yang mengelola perencanaan mulai dari tahap identifikasi masalah
dan kebutuhan, identifikasi potensi lokal, pendayagunaan sumber-sumber lokal,
penyusunan dan pengusulan perencana hingga evaluasi dari mekanisme
perencanaan. Dalam hal ini mahasiswa berperan sebagai pihak yang memfasilitasi
upaya peningkatan aksesibilitas terhadap sumber-sumber lokal yang dibutuhkan.
Monitoring dan Evaluasi Partisipatif
Dalam hal ini mahasiswa berperan sebagai evaluator eksternal untuk
melihat gambaran perkembangan lembaga tersebut melalui rancangan metode
evaluasi partisipatif, teknik dan prosedur, instrumen pengumpulan data ,
pengolahan dan analisis data serta pelaporan. Hal ini dapat dilihat dengan
menggunakan indikator keberhasilan dari dua dimensi, yaitu :
a) Aktualisasi diri, mencakup ekspresi diri tiap masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan dan internalisasi penilaian yang merupakan hasil ekspresi
diri yang dihargai dan dijadikan pertimbangan keputusan lembaga tersebut.
b) Ko-aktualisasi eksistensi, menunjukkan adanya aktualisasi bersama antar
lembaga, masyarakat dan pemerintah yang berimplikasi pada eksistensi lembaga
dalam mengatasi permasalahan pengelolaan sumberdaya.
HASIL
Populasi penduduk di Desa Tanjung Jaya sebanyak 5.898 jiwa, terdiri atas
2.973 jiwa laki-laki dan 2.925 jiwa perempuan atau sebanyak 1.180 Kepala
Keluarga. Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,80% per tahun.
dengan total luas wilayah 3.301 Ha dan luas lahan pemukiman 60 Ha. Jumlah
penduduk sebanyak 5.898 jiwa, maka dapat diartikan bahwa desa Tanjung Jaya
memiliki kepadatan bruto sebesar 1,79 jiwa per Ha dan kepadatan netto sebesar
93,80 jiwa per Ha. Kepadatan ini masih dapat dikategorikan belum padat dan
masih sangat dimungkinkan pengembangan kegiatan yang berkaitan dengan
bidang kependudukan.
Usia penduduk Desa Tanjung Jaya didominasi penduduk dengan usia
antara 14-25 tahun yaitu 2.481 jiwa (42,07%) atau dengan kata lain usia muda
yang mulai produktif, menduduki tempat tertinggi dalam struktur kependudukan.
Secara jelas pembagian penduduk menurut usia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembagian Penduduk Menurut Usia
Usia
Tingkat Usia

Jumlah

109
142
118
2.481

1,85
2,41
2,00
42,07

(jiwa)
0-1
2-5
6-13
1425

Bayi
Anak
Anak usia sekolah
Remaja

PKMM-1-4-6

26-

Dewasa usia produktif

1.973

2,00

41-

Dewasa usia lanjut 1

875

2,41

>60
Jumlah

Dewasa usia lanjut 2

200
5.898

0,33
100

40
60

Sumber : DKP Provinsi Banten, 2004

Mata pencaharian penduduk yang ada di Desa Tanjung Jaya disajikan


dalam bentuk persentase, sebagian besar penduduk Desa Tanjung Jaya memiliki
mata pencaharian sebagai petani yaitu 70,77% diikuti dengan nelayan sebanyak
14,50% dan penduduk dalam persentasi terkecil yang memiliki mata pencaharian
di sektor pegawai negeri, secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Dari hasil wawancara dengan penduduk, jumlah penduduk yang berprofesi
sebagai nelayan sewaktu waktu dapat berubah, perubahan profesi tersebut sangat
ditentukan oleh musim ikan di laut atau saat berlangsungnya musim kering,
penduduk yang berprofesi utama sebagai petani juga melaut. Jadi dapat kita
katakan kehidupan sebagai nelayan kadang menjadi alternatif saat ikan banyak
atau saat terjadi masa paceklik di sektor pertanian.
Karang Gundul merupakan komunal karang yang paling luas di kawasan
perairan tersebut, dengan luas 1,5 ha dan memiliki keanekaragaman karang
yang cukup banyak dan indah. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari Desa
Tanjung Jaya (waktu tempuh 30 menit), menjadikan kawasan tersebut memiliki
potensi yang cukup besar untuk dijadikan pusat pariwisata bahari, seperti
memancing, snorkling dan diving. Disamping kawasan tersebut sudah menjadi
daerah tangkapan nelayan, hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya bagan di
sekitar kawasan tersebut.
Tabel 2. Pembagian Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata Pencaharian

Presentase (%)

Petani

70,77

Nelayan

14,74

Wiraswasta

3,53

Buruh

2,06

Pedagang

1,17

Pagawai negeri

1,23

Pengangguran

6,5

Jumlah

100%

Sumber : KORAMIL 0114 Cigeulis, 2006

Tabel 3. Kendala Yang Timbul Dalam Pengelolaan DPL-BM


Faktor Internal
Tingkat pemahaman yang belum
sepenuhnya memadai, baik dari pengurus
maupun anggota kelompok pengelola DPLBM.

Faktor Eksternal
Sosialisasi
DPL
yang
belum
sepenuhnya sampai ke masyarakat, bisa
berpotensi terjadi pelanggaran DPL dengan
alasan tidak tahu

PKMM-1-4-7

Kemampuan manajerial yang sangat


terbatas dari kelompok pengelola.
Tingkat
belum terbina.

disiplin

pengelola

yang

Kekompakan anggota pengelola DPLBM yang masih rendah.


Adanya
kemungkinan
benturan
kepentingan kelompok pengelola, yaitu antara
lain kepentingan pribadi dan kepentingan
pengelola DPL BM.

Keengganan warga nelayan dari


wilayah lain untuk menaati peraturan DPL-BM
dengan alasan bukan pemerintah yang
membuat DPL, sehingga tidak perlu ditepati.
Aparat resmi pemerintah belum siap
sepenuhnya untuk mendukung kegiatan DPL
BM, karena merupakan hal baru dan belum
sepenuhnya memahami maksud dan tujuannya.
Belum ada peraturan pendukung yang
kuat, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang
mungkin terjadi akan sulit dikendalikan hanya
dengan peraturan DPL BM saja.
Kurangnya dukungan peralatan yang
disediakan instansi terkait dapat menjadikan
kendala bagi kelancaraan pelaksanaan DPL
BM. Kurangnya peralatan ini dapat berakibat
pada umumnya semangat para pengelola.

Sumber : DKP Provinsi Banten, 2004

Dalam mengembangkan potensi perairan yang dimiliki Desa Tanjung Jaya


terdapat banyak kendala, baik kendala alam, kendala tingkat Sumber Daya
Manusia dan kendala sosial budaya.
Menyadari pentingnya upaya penyelamatan terumbu karang ini, maka
pada tanggal 14 Juni 2004 terbentuklah suatu Lembaga Daerah Perlindungan Laut
Berbasis Masyarakat (DPL-BM) yang beranggotakan dari seluruh elemen
masyarakat dari berbagai profesi, seperti nelayan, guru, petani dan aparat
pemerintahan desa serta LSM yang membantu dalam pendampingan.
Dalam mengelola DPL-BM tentu akan muncul kendala dan pendukung
baik secara internal maupun eksternal. Kendala yang timbul dalam pengelolaan
DPL-BM dapat dilihat pada Tabel 3.
Faktor Pendukung yang diharapkan timbul dalam pengelolaan DPL BM
Desa Tanjung Jaya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Faktor Pendukung Yang
DPL-BM
Faktor Internal
Semangat yang terbangun di
kelompok pengelola dan pelaksana DPL
BM diharapkan dapat bertahan selama
masa baktinya.
Anggota kelompok pengelola
yang berasal dari beragam profesi,
menjadikan kegiatan pengelolaan DPL
BM lebih variatif dan dapat saling
belajar, sehingga kebosanan diharapkan
tidak akan terjadi. Yang terjadi justru
semakin banyak anggota yang menjadi
lebih paham akan DPL BM dan semakin
berupaya mensukseskannya.

Diharapkan Timbul Dalam Pengelolaan


Faktor Eksternal
Adanya dukungan penuh dari
DKP
provinsi
maupun
DKP
kabupaten Pandeglang.
Pada setiap sosialisasi, staf
dari kecamatan, polsek. Koramil
maupun Polisi Air selalu hadir.
Diharapkan dengan kehadiran ini
menjadikan mereka paham, paling
tidak mengerti bahwa ada kegiatan
DPL BM yang perlu dukungan
mereka.

PKMM-1-4-8

Kemampuan melaut sebagian


anggota kelompok pengelola yang
berasal dari nelayan, tidak diragukan
lagi dan merupakan nelayan- nelayan
yang baik. Keberadaan mereka dapat
sekaligus
sebagai
contoh
bagi
masyarakat lain.
Adanya anggota kelompok yang
mempunyai kemampuan administrasi
sederhana, menjadi modal tersendiri
bagi
peningkatan
kemampuan
manajerial pengelola DPL BM.
Adanya anggota kelompok yang
berasal dari kaum muda menjadikan
proses regenerasi pengelolaan akan
berjalan dengan baik. Selain hal tersebut
dengan keberadaan orang muda ini,
diharapkan dapat menarik minat bagi
kaum muda yang lain untuk aktif turun
kelaut.

Posisi Kepala Desa sebagai


penanggung
jawab,
diharapkan
kegiatan DPL BM ini, bukan milik
nelayan saja. Dengan menjadi milik
desa, berarti seluruh warga desa harus
mensukseskannya.
Adanya
dukungan
dari
Tanjung Lesung Resort sebagai
daerah wisata tentu juga akan
berpengaruh pada perkembangan
pengelolaan DPL BM ini.
Adanya beberapa LSM lokal
Kab.. Pandeglang, maupun luar Kab.
Pandeglang
yang
mempunyai
perhatian pada masalah pelestarian
laut, diharapkan menjadi faktor
pendukung kuat dalam pengelolaan
DPL BM ini.

Sumber : DKP Provinsi Banten, 2004

Melihat adanya faktor pendukung maupun kendala yang dihadapi lembaga


DPL-BM dalam mengelola lembaga ini diperlukan satu Rancangan Peraturan
Daerah (RAPERDA) yang dapat menguatkan dan membuat lembaga ini diakui
oleh masyarakat. Lembaga ini pula diharapkan dapat mengelola Kawasan
Konservasi Lingkungan Daerah.
FGD (FOCUS GROUP DISCUSSION)
Kegiatan diskusi ini dilaksanakan di sekertariat DPL-BM pada tanggal 26
Maret 2006. FGD ini dihadiri oleh anggota pengelola lembaga konservasi
terumbu karang DPL BM, aparat pemerintah desa, LSM dan seorang wartawan.
Masing-masing pihak berdiskusi yang difasilitasi oleh mahasiswa sebagai
mediator. Diskusi ini merupakan tempat bagi semua pihak yang terkait dalam
upaya konservasi menyampaikan kendala dan harapannya terhadap pihak-pihak
lain. Adapun hasil diskusi tersebut adalah sebagai berikut :
Terdapat 4 lembaga yang mengelola konservasi terumbu karang yaitu :
1. Konservasi terumbu karang oleh DPL-BM, kelompok Mutiara Bahari
2. Konservasi terumbu karang oleh Krakatau Steel
3. Konservasi terumbu karang oleh Wahana Anak Pantai
4. Konservasi terumbu karang oleh Mutiara Fantasi
Latar belakang konflik antar lembaga yaitu :
1. Terjadinya kecemburuan sosial antara kelompok konservasi terumbu
karang.
2. Adanya sikap saling menjelek-jelekkan antar kelompok konservasi
terhadap DKP karena saling berebut mendapatkan dana dari pemerintah.
Kendala yang dihadapi oleh DPL- BM yaitu :
1. Dana operasional yang kurang memadai
2. Inefisiensi pengurus

PKMM-1-4-9

3. Banyak kelompok (lembaga) yang muncul, namun saling menjatuhkan


4. Anggota kelompok belum kompak dan bersatu
5. Hanya beberapa orang anggota DPL-BM saja yang aktif bekerja
6. Masih banyaknya penangkapan yang merusak terumbu karang yang
dilakukan oleh nelayan.
Kendala lain adalah masih lemahnya landasan hukum yang menaungi
lembaga mereka. Peraturan Desa (PERDES) yang telah ada kurang membantu
usaha konservasi karena PERDES hanya berlaku di Desa Tanjung Jaya saja,
sedangkan masih banyak nelayan dari desa-desa lain yang melakukan
penangkapan ikan dengan bom dan racun potasium. Hal lainnya adalah masih
kurangnya sarana dan prasarana untuk melakukan pengawasan terhadap daerah
konservasi. Lembaga DPL-BM sangat membutuhkan sebuah alat transportasi
berupa kapal dan bahan bakar untuk melakukan pengawasan secara rutin.
PEMBAHASAN
Pihak pengelola DPL-BM mengakui bahwa usaha konservasi yang mereka
lakukan cukup berhasil. Ini terbukti semakin banyaknya ikan yang terdapat di
daerah Karang Gundul yang menyebabkan hasil tangkapan ikan nelayan disekitar
wilayah konservasi mengalami peningkatan. Selain itu menambah keindahan
bawah laut yang dapat menarik beberapa wisatawan yang ingin menikmati
keindahan terumbu karang. Untuk lebih jelasnya kinerja DPL-BM dapat dilihat
melalui monitoring dan evaluasi sementara pada Tabel 5.
Tabel 5. Monitoring dan Evaluasi Sementara Kinerja DPL-BM
Indikator
Sumber Daya Alam
- Ikan
- Terumbu Karang
Sosial Ekonomi
- Pendapatan nelayan
Kelembagaan
Formal
- Organisasi

Sebelum DPL-BM

Sesudah DPL-BM

Keterangan

Sulit menangkap ikan


Mengalami kerusakan

Mudah menangkap ikan Transplantasi karang


Tahap 1

Rendah

Tinggi

Tidak ada, hanya di


wilayah Kecamatan

LSM KS, LSM WAP,


LSM MF

Belum
terkoordinir

Tidak ada

PERDES

Belum
optimal

- Peraturan
Konflik

Ada

Tidak Ada

- Antar nelayan lokal


Ada
- Nelayan lokal vs luar
Sumber : Data primer (diolah), 2006

Ada

Perlu adanya
PERDA

PKMM-1-4-10

Berdasarkan tabel monitoring dan evaluasi diatas dapat dilihat


perkembangan Desa Tanjung Jaya sebelum dan sesudah adanya lembaga DPLBM. Namun konflik antara nelayan lokal Desa Tanjung Jaya dengan nelayan luar
(daerah sekitar Tanjung Jaya) masih sering terjadi, karena nelayan luar belum
mematuhi peraturan yang ditetapkan DPL-BM dengan alasan bukan peraturan dari
pemerintah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu Peraturan Daerah yang mengatur
Kawasan Konservasi Lingkungan Daerah (KKLD).
Pendapatan nelayan setempat sebelum adanya DPL-BM per kapitanya
cukup rendah, karena ikan yang didapat selain jumlahnya sangat sedikit juga nilai
jualnya murah. Setelah adanya DPL-BM, pendapatan yang diperoleh nelayan
mengalami peningkatan. Ikan-ikan seperti kerapu dan lobster banyak mereka
peroleh dimana ikan-ikan tersebut dapat dijual dengan harga tinggi. Selain itu,
nelayan setempat bisa melakukan usaha budidaya kerapu dan lobster pada jaring
apung disekitar lokasi konservasi terumbu karang.
Lembaga DPL-BM adalah organisasi formal pertama di kecamatan
Panimbang yang melakukan usaha konservasi terumbu karang. Melihat
keberhasilan lembaga ini, muncullah beberapa organisasi-organisasi serupa yang
didirikan oleh LSM dan swasta. Lembaga-lembaga tersebut adalah LSM KS
(Krakatau Steel) yang dimiliki oleh Tanjung Lesung Resort, WAP (Wahana Anak
Pantai) yang dikelola oleh masyarakat setempat dan MF (Mutiara Fantasi) yang
dikelola oleh masyarakat dari desa lain. Akan tetapi, keberadaan lembagalembaga tersebut belum terkoordinasi dengan baik walaupun daerah konservasi
yang mereka kelola berdekatan. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan
ini dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur koordinasi lembaga-lembaga
tersebut. PERDES seperti yang terlampir hanya mengetur lembaga DPL-BM yang
ada di desa Tanjung Jaya, sehingga hasil yang didapatkan belum juga optimal.
Konservasi terumbu karang sebelum adanya DPL-BM menimbulkan
konflik antar nelayan-nelayan setempat. Konflik ini terjadi antar nelayan yang
menyadari pentingnya akan konservasi terumbu karang dengan nelayan yang
masih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Setelah adanya
DPL-BM konflik antar nelayan lokal dapat dieliminir, karena telah ada
kesepakatan bersama didalam desa Tajung Jaya yang terdapat dalam PERDES.
Namun, konflik dengan nelayan luar desa masih terjadi. Di daerah konservasi
terumbu karang DPL-BM ini masih sering terjadi penangkapan ikan yang
dilakukan dengan menggunakan bom dan racun (potasium sianida) oleh nelayan
dari luar desa. Jika perusakan oleh nelayan luar terus dibiarkan maka konservasi
yang dikelola oleh DPL-BM akan sia-sia. PERDES yang ada hanya mengatur
nelayan desa Tanjung Jaya, sedangkan nelayan dari desa lain tidak mematuhinya.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah peraturan yang lebih luas cakupannya
sehingga mampu mengatur seluruh stakeholders yang terkait didalamnya baik itu
nelayan lokal maupun nelayan luar daerah seperti, dari desa lain atau luar
kabupaten dan provinsi. Aturan yang dimaksud adalah adanya suatu PERDA
(Peraturan Daerah) yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi Banten.
Dalam pembuatan PERDA ini Pemerintah Daerah Provinsi Banten melalui Dinas
Kelautan dan Perikanan Pemerintah Daerah sedang melakukan proses
penyusunan. Salah satu yang diharapkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Pemerintah Daerah adalah suatu naskah akademik dari pihak akademis. Naskah
akademis ini sedang dalam tahap penyusunan oleh kelompok PKM yang nantinya

PKMM-1-4-11

akan dijadikan sebagai panduan rancangan PERDA tentang konservasi terumbu


karang di provinsi Banten.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil yang kami peroleh dapat disimpulkan bahwa :
1. Dengan adanya lembaga DPL-BM telah mampu mengatasi konflik antar
nelayan yang terjadi di Desa Tangjung Jaya.
2. Lembaga tersebut mampu meningkatkan kesadaran nelayan akan pentingnya
sumberdaya terumbu karang. Sehingga telah terciptanya lembaga-lembaga
yang bergerak dalam konservasi terumbu karang.
3. Dengan adanya lembaga DPL-BM dapat lebih mengefektifkan penyaluran
dana dari pemerintah kepada nelayan, karena lembaga tersebut langsung
mendapat dana dari pemerintah guna dapat melanjutkan kegiatan-kegiatan
lembaga tersebut.
4. Dengan program penguatan kelembagaan dapat meningkatkan pendapatan
nelayan khususnya nelayan setempat dan umumnya nelayan luar daerah. Hal
tersebut dikarenakan dengan semakin berkembangnya pengelolaan konservasi
terumbu karang akan semakin meningkatnya hasil tangkapan nelayan.
5. Program penguatan kelembagaan menghasilkan pengelolaan masyarakat
pesisir yang dikoordinasi oleh lembaga DPL-BM. Sehingga akan terciptanya
masyarakat pesisir yang berbasis komunitas yang akan membangun
masyarakat berpola fikir kearah konservatif dan pembangunan perikanan yang
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, L. 2004. Penelitian Sosial Ekonomi Dalam Perencanaan dan
Pengolahan Wilayah Pesisir. Makalah disampaikan pada Training on
Integrated Coastal Zone Management Project DKP dan PKSPL- IPB.
Adrianto, L. 2005. Aspek Sosial Ekonomi Dalam Penegelolaan Kesehatan Ikan
dan Lingkungan: Revitalisasi Community-Based Fish Disease and
Environmental Management. Makalah disampaikan pada Workshop
Forum Koordinasi kesehatan Ikan dan Lingkungan. Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya. DKP. Jakarta.28 September 2005.
Hikmat. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Maryo, Y. 2005. Analisis Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat Dalam
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Desa Tejang Pulau Sebesi,
Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Sarjana Fakultas Perikanan IPB.
Nugroho, T. 1995. Keadaan Umum Perikanan Kecamatan Panimbang Kabupaten
Pandeglang. Jawa Barat. Praktek Lapang. FPIK IPB.
Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Cidesindo.
Solihin, A. 2002. Analisis Awig-Awig dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
di Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Skripsi.
Sarjana Fakultas Perikanan IPB.

PKMM-1-5-1

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENDONGENG BAGI GURU


TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN GUNUNGPATI
KOTA SEMARANG
Wahyu Lestari, Ahmad Syaifudin, Asri Noorrodliyah
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang, Semarang

ABSTRAK
Mayoritas guru Taman Kanak-Kanak (TK) di Kecamatan Gunungpati Kota
Semarang mempunyai kemampuan mendongeng yang tidak variatif dan tidak
menarik. Hal ini terlihat dari penguasaan teknik mendongeng yang dimiliki oleh
para gurunya terbatas pada mendongeng secara lisan dan membacakan dongeng.
Untuk itu, tujuan jangka pendek kegiatan ini adalah memberikan bekal secara
teoretis tentang bermacam-macam teknik mendongeng dan cara mendongengkannya sedangkan tujuan jangka panjang adalah memotivasi guru TK agar
menggunakan teknik mendongeng untuk mengajarkan budi pekerti pada anak
didiknya dan tersirat harapan agar guru TK melalui aktivitasnya dapat ikut
melestarikan nilai-nilai tradisional yang terkandung dalam sebuah dongeng.
Kegiatan ini dilakukan dengan waktu tiga bulan yang terhitung mulai dari
Agustus 2005 sampai dengan Oktober 2005 di TK se-Kecamatan Gunungpati.
Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan tiga tahap, yaitu : (1) tahap
prakegiatan, (2) tahap pelaksanaan kegiatan, dan (3) tahap pascakegiatan. Hasil
yang dicapai dalam kegiatan ini adalah kemampuan mendongeng guru TK di
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dapat ditingkatkan dengan cara
mengadakan pelatihan mendongeng dan melakukan latihan dasar setiap saat
meskipun secara mandiri. Pelatihan mendongeng diberikan untuk menambah
pengetahuan tentang teori mendongeng dan praktik cara penerapan masingmasing jenis mendongeng. Latihan dasar sangat berguna dalam pembentukan
karakter tokoh dalam dongeng yang dibawakannya. Selanjutnya, cara memotivasi
guru TK di Kecamatan Gunungpati agar memanfaatkan mendongeng sebagai
teknik penyampaian nilai-nilai budi pekerti kepada anak didiknya adalah dengan
memberikan pemahamam bahwa dengan mendongeng anak-anak TK dapat
banyak belajar nilai-nilai budi pekerti pesan atau amanat yang digambarkan oleh
masing-masing tokoh dalam dongeng. Selain itu, para guru TK juga dapat
disejajarkan dengan orang yang masih eksis melestarikan budaya tradisional,
yakni budaya mendongeng.
Kata Kunci : kemampuan mendongeng, taman kanak-kanak
PENDAHULUAN
Mayoritas guru Taman Kanak-Kanak (TK) di Kecamatan Gunungpati Kota
Semarang mempunyai kemampuan mendongeng yang tidak variatif dan tidak
menarik. Hal ini terlihat dari penguasaan teknik mendongeng yang dimiliki oleh
para gurunya terbatas pada mendongeng secara lisan dan membacakan dongeng.
Sementara teknik mendongeng yang lain, seperti mendongeng dengan papan
fanel, mendongeng dengan gambar, dan mendongeng dengan boneka, tidak

PKMM-1-5-2

mereka kuasai. Dengan kemampuan mendongeng tersebut menyebabkan anakanak TK di Kecamatan Gunungpati tidak menyukai dongengan gurunya. Mereka
lebih memilih aneka ragam hiburan baik yang ada di televisi ataupun di tempattempat lain yang lebih menarik baginya. Padahal, mendongeng merupakan salah
satu metode terpenting yang banyak digunakan dalam proses belajar mengajar di
TK.
Penggunaan metode mendongeng pada anak-anak TK memberikan
pengalaman belajar bagi anak-anak dengan membawakan cerita-cerita yang di
dalamnya terdapat pesan dan kesan moral baik tersirat maupun tersurat. Untuk itu,
metode mendongeng masih banyak digunakan oleh para guru TK Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang.
Menurut hasil beberapa penelitian, secara umum anak lebih menyukai
dongeng. Hal ini dapat ditunjukkan dengan banyaknya buku-buku cerita anak di
pasaran yang banyak dikonsumsi masyarakat luas. Jika dikaitkan dengan
kenyataan di beberapa TK se-Kecamatan Gunungpati, maka terlihat adanya
perbedaan pandangan mengenai mendongeng.
Berangkat dari temuan kondisi guru TK di Kecamtan Gunungpati, rumusan
masalah dalam kegiatan ini adalah cara meningkatklan keterampilan mendongeng
yang variatif dan cara memotivasi guru TK di Kecamtan Gunungpati agar
memanfaatkan mendongeng sebagai teknik penyampaian nilai-nilai budi pekerti
kepada anak didiknya.
Tujuan kegiatan dalam pengabdian ini ada dua macam, tujuan jangka
pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek kegiatan ini adalah
memberikan bekal secara teoretis tentang bermacam-macam teknik mendongeng
sebagai teknik pengajaran di TK dan cara mendongeng itu sendiri. Tujuan jangka
panjang adalah memotivasi guru TK agar menggunakan teknik mendongeng
secara benar untuk mengajarkan budi pekerti pada anak didiknya dan
meningkatkan keterampilan mendongengmembaca dongeng, mendongeng
secara lisan, mendongeng dengan papan fanel, mendongeng dengan gambar, dan
mendongeng dengan bonekabagi guru TK di kecamatan Gunungpati kota
Semarang. Selain itu, dalam tujuan jangka panjang ini, juga tersirat harapan agar
guru TK melalui aktivitasnya dapat ikut melestarikan nilai-nilai tradisional yang
ada melalui dongeng-dongeng yang disampaikan.
Ada dua manfaat yang dapat diperoleh melalui kegiatan ini, yaitu manfaat
bersifat teoretis dan manfaat bersifat praktis. Manfaat teoretisnya yaitu dapat
meningkatkan pemahaman pada teori-teori mendongeng, baik bagi mahasiswa
yang melakukan pengabdian maupun guru TK yang menjadi sasaran pengabdian
ini. Selain itu, kegiatan ini juga dapat dipakai sebagai sarana pengembangan ilmu,
dalam hal ini yang berkaitan dengan ilmu mendongeng, seperti penahaman
berbagai jenis mendongeng dan berbagai sarana yang dibutuhkan dalam
mendongeng. Manfaat praktisnya yaitu dapat meningkatkan kemampuan
mendongeng para guru TK di kecamatan Gunungpati kota Semarang, dapat
memotivasi para guru untuk menngkatkan kemampuan mendongengnya sekaligus
mengguankanannya sebagai teknik pengajaran disekolah sesuai dengan hakikat
mendongeng yang sangat variatif.

PKMM-1-5-3

METODE PENELITIAN
Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan membutuhkan waktu tiga bulan
yang terhitung mulai dari Agustus 2005 sampai dengan Oktober 2005 di TK seKecamatan Gunungpati. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan tiga
tahap, yaitu : (1) tahap prakegiatan, (2) tahap pelaksanaan kegiatan, dan (3) tahap
pascakegiatan. Pada tahap prakegiatan, kegiatan yang dilakukan terdiri atas
orientasi pendahuluan dan persiapan pelatihan. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap pelaksanaan kegiatan meliputi pengambilan gambar kemampuan
mendongeng tahap I (sebelum diberikan pelatihan), pelatihan mendongeng,
pemantauan, dan dilanjutkan dengan pengambilan gambar kemampuan
mendongeng pada tahap II (setelah diberikan pelatihan). Kemudian, pada tahap
pascakegiatan dilakukan evaluasi. Keseluruhan rangkaian pelaksanaan kegiatan
tersebut dapat dilihat pada gambar 1 di bawah.
Prakegiatan

Pascakegiatan

Pelaksanaan Kegiatan

Gambar 1. Rangkaian Pelaksanaan Kegiatan.


Orientasi pendahuluan dan persiapan pelatihan yang merupakan ruang
lingkup kegiatan tahap prakegiatan dilakukan dengan membutuhkan waktu tiga
minggu yang dimulai pada minggu I dan minggu II Agustus 2005. Orientasi
pendahuluan dalam kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memohon izin dan
menjalin kerja sama untuk menjalankan kegiatan ini dengan baik. Pihak-pihak
yang dilibatkan dalam kegiatan ini adalah (1) Cabang Dinas Pendidikan
Kecamatan Gunungpati Semarang, (2) IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak
Indonesia) Kecamatan Gunungpati, Semarang, (3) seluruh TK yang ada di
Kecamatan Gunungpati. Persiapan pelatihan dilakukan dengan tujuan untuk
mempersiapkan pelatihan mendongeng yang ingin dilakukan.
Tahap pelaksanaan kegiatan diawali dengan pengambilan gambar
kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati, Semarang pada
tahap I. Tujuan pengambilan gambar kemampuan mendongeng tahap I ini adalah
untuk melihat secara nyata kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan
Gunungpati, Semarang sebelum diberikan pelatihan mendongeng. Pengambilan
gambar kemampuan mendongeng ini juga dijadikan sebagai salah satu bahan
materi pembahasan dalam pelatihan mendongeng. Kegiatan tersebut dilakukan di
4 TK yang diambil untuk merepresentasikan masing-masing Dabin (daerah
binaan). Keempat TK yang ditunjuk untuk mewakili masing-masing Dabin adalah
TK Pertiwi 1 Sumur Jurang, TK Pertiwi 37 Gunungpati, TK pertiwi 44 Sukorejo,

PKMM-1-5-4

dan TK Pertiwi 48 Pongangan. Kegiatan ini dilakukan pada minggu III Agustus
2005.
Pelatihan mendongeng dilaksanakan dengan cara pemberian materi,
pelatihan, dan praktik langsung. Pada pemberian materi, peserta dikumpulkan
dalam satu tempat untuk diberikan informasi tentang pengertian mendongeng,
perbedaan mendongeng dan bercerita, jenis mendongeng, cara mendongeng yang
sesuai untuk anak TK, dan teknik mendongeng untuk masing-masing jenis
mendongeng. Keseluruhan kegiatan pemberian materi ini dilakukan dengan cara
brainstorming dan diskusi.
Pada tahap pelatihan, peserta (1) dihadapkan pada contoh mendongeng yang
baik dilakukan oleh pendongeng profesional, (2) diberi kesempatan untuk
berdialog atau tanya jawab dengan pendongeng yang menjadi model dalam
pelatihan, (3) diajak berdiskusi dan tukar pikiran kaitannya dengan upaya
pemahaman teknik mendongeng dan praktik mendongeng. Tahap pelatihan ini
dilakukan dengan cara demonstrasi. Pada tahap praktik langsung, peserta diberi
kesempatan untuk praktik mendongeng di hadapan anak-anak TK. Cara yang
sesuai dengan tahap praktik langsung adalah penugasan. Metode penugasan ini
terbagi dalam dua tingkatan, yaitu penugasan berkaitan dengan pelatihan
mendongeng dan penugasan yang berkaitan dengan praktik mendongeng secara
langsung di hadapan anak-anak TK. Kegiatan pelatihan mendongeng ini
dilaksanakan pada minggu IV Agustus 2005, yaitu tanggal 27 Agustus 2005 yang
diadakan di SD Negeri 01 Sekaran Gunungpati.
Setelah pelatihan mendongeng, tahap kegiatan selanjutnya adalah
pemantauan. Kegiatan pemantauan ini dilakukan bertujuan untuk melihat
implementasi teknik mendongeng yang diperoleh oleh para guru TK dari
pelatihan mendongeng. Lama pelaksanaan kegiatan ini adalah satu bulan, yakni
pada bulan September 2005. Kemudian, pengambilan gambar kemampuan para
guru TK pada tahap II baru dilakukan dengan tempat tujuan sesuai pada
pengambilan gambar kemampuan mendongeng tahap I. Kegiatn ini dilaksanakan
pada minggu I Oktober 2005.
Sebagai kegiatan pascakegiatan, tahap evaluasi mempunyai peranan yang
strategis dalam menilai keberhasilan kegiatan pengabdian ini. Kegiatan ini
dilakukan pada minggu II oktober 2005. Keseluruhan pelaksanaan kegiatan
pengabdian ini dapat dilihat pada tabel 1 di bawah.

PKMM-1-5-5

Tabel 1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan


No.
1.

Hari, Tanggal
Minggu I
Agustus 2005

Kegiatan
Orientasi Pendahuluan

Minggu II
Agustus 2005
Minggu III
Agustus 2005

Persiapan Pelatihan

Minggu IV
Agustus 2005
Minggu IIV
September 2005

Pelatihan Mendongeng

Minggu I
Oktober 2005

Pengambilan
Sampel
kemampuan
mendongeng tahap II

7.

Minggu II
Oktober 2005

Evaluasi

2.
3.

4.
5.

Pengambilan
Sampel
kemampuan
mendongeng tahap I

Pemantauan Hasil
Pelatihan

Tempat
a. Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan
Gunungpati
b. IGTKI Kec. Gunungpati
c. TK se-Kecamatan Gunungpati
UNNES
a. TK Pertiwi 1 Sumur Jurang
b. TK Pertiwi 37 Gunungpati
c. TK pertiwi 44 Sukorejo
d. TK Pertiwi 48 Pongangan
SD Negeri 1 Sekaran Gunungpati
a. TK Pertiwi 1 Sumur Jurang
b. TK Pertiwi 37 Gunungpati
c. TK pertiwi 44 Sukorejo
d. TK Pertiwi 48 Pongangan
a. TK Pertiwi 1 Sumur Jurang
b. TK Pertiwi 37 Gunungpati
c. TK pertiwi 44 Sukorejo
d. TK Pertiwi 48 Pongangan
UNNES

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembahasan mengenai cara meningkatkan keterampilan mendongeng guru
TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang yang variatif harus diawali dengan
melihat latar belakang kemampuan guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota
Semarang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kemampuan mendongeng guru
TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang masih rendah. Hal ini ditandai
dengan penggunaan teknik mendongeng menbacakan dongeng dan mendongeng
secara lisan. Padahal, menurut Gordon (1985:325) ada beberapa jenis
mendongeng di antaranya, yaitu membacakan dongeng, mendongeng secara lisan,
mendongeng dengan papan fanel, mendongeng dengan gambar, dan mendongeng
dengan boneka.
Merujuk pada pendapat Gordon di atas diketahui bahwa teknik membacakan
dongeng dan mendongeng secara lisan sebagaimana yang dilakukan oleh para
guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang merupakan teknik
mendongeng yang terkesan monoton dan kurang menarik. Seharusnya dalam
mendongeng untuk anak-anak, mendongeng harus disampaikan dengan menarik
sehingga anak akan merasa kegirangan dan kecanduaan untuk didongengi lagi.
Sarumpaet (2003:3) semua manusia memerlukan cerita, dalam hal ini adalah
dongeng. Demikian juga anak-anak, itu pula yang menyebabkan mereka suka
didongengi.
Menurut Rahman (2002:44), mendongeng merupakan metode yang sesuai
dengan usia anak TK. Hal ini disebabkan oleh usia anak TK yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :

PKMM-1-5-6

1. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai


kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk pengembangan otot-otot, baik otot kecil
maupun otot besar.
2. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami
pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batasbatas tertentu.
3. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, yang ditunjukkan dengan
rasa ingin tau anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal itu
terlihat antara lain dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang telah
dilihatnya, yang kadang-kadang di luar dugaan guru.
4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial
walaupun aktivitas bermain dilakukan anak secara bersama.
Melihat karakteristik anak usia TK yang demikian, maka dapat disimpulkan
bahwa mereka sedang berada dalam dunia bermain. Dalam dunia yang demikian,
situasi yang dituntut adalah situasi yang dapat memberikan perasaan gembira,
lucu, dan mengasyikkan (Moeslichatoen 1999:157). Oleh karena itu, guru TK
perlu meningkatkan kemampuan mendongeng dengan metode yang menarik dan
tidak membosankan, sehingga akan membangkitkan motivasi anak, dan
membangkitkan kemauan bertanya anak atau rasa ingin tahu anak.
Di sisi lain, mendongeng merupakan aktivitas yang kompleks karena
mendongeng berkaitan dengan banyak hal. Pertama, berkaitan dengan
pengetahuan guru, yang meliputi pengetahuan akan dongeng-dongeng yang
menarik dan seusia dengan anak, pengetahuan tentang teknik mendongeng, dan
pengetahuan tentang nilai-nilai yang ada dalam dongeng. Kedua, mendongeng
berkaitan dengan keterampilan guru dengan berbagai jenis mendongeng. Ketiga,
mendongeng berkaitan dengan suasana kondusif dalam proses belajar mengajar di
kelas, dalam arti berbagai pihak yang terkait, khususnya guru dan siswa berada
dalam suasana hubungan yang harmonis. Keempat, mendongeng berkaitan dengan
sarana yang tersedia, dalam arti, jika gambar, papan fanel atau boneka yang
dibutuhkan dalam mendongeng itu tidak tersedia, maka guru akan kembali pada
aktivitas membacakan dongeng dan mendongeng secara lisan, merupakan situasi
yang dalam pengamatan awal bersifat sangat monoton, kurang menarik, dan tidak
disukai oleh anak maupun guru yang membawakan dongeng.
Kondisi seperti ini hanya dapat diatasi dengan cara meningkatan
keterampilan dan pengetahuan para guru TK tersebut pada metode mendongeng
itu sendiri. Meskipun dalam kenyataannya, di Kecamatan Gunungpati kota
Semarang, kesempatan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para guru
TK pada metode mendongeng hampir tidak pernah ada. Satu-satunya kegiatan
yang pernah diadakan adalah lomba mendongeng untuk para guru TK. Meskipun
sebenarnya, lomba tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
guru dalam hal mendongeng, tetapi dalam praktiknya tidak demikian. Hal ini
dikarenakan kegiatan lomba mendongeng tersebut hanya berhenti pada pemilihan
pemenang, tanpa adanya tindak lanjut yang berupa dialog atau kegiatan-kegiatan
lain. Sedikitnya kegiatan yang dapat memberi kesempatan kepada guru untuk
meningkatkan kemampuan mendongengnya, menjadikan metode mendongeng
tidak berkembang dengan baik di kalangan guru TK di Kecamatan Gunungpati
Kota Semarang. Selain itu, guru TK itu sendiri tidak mampu mengupayakan

PKMM-1-5-7

peningkatan kemampuan mendongengnya karena keterbatasan-keterbatasan


tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, cara meningkatkan kemampuan mendongeng
guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang adalah dengan pelatihan
mendongeng yang didalamnya diberikan pengetahuan tentang teori mendongeng
dan praktik cara penerapan masing-masing jenis mendongeng. Secara sederhana,
pelatihan dapat dilaksanakan dengan mendatangkan model pendongeng yang
lebih berkompeten sehingga model pendongeng tersebut dapat dijadikan acuan
oleh guru TK dalam menyampaikan dongeng kepada anak-anak didik mereka
dengan menerapkan jenis-jenis mendongeng yang telah mereka kuasai.
Di samping pelatihan mendongeng, kemampuan mendongeng guru dapat
ditingkatkan dengan cara meningkatkan latih dasar, meliputi : olah vokal, olah
tubuh (gesture), olah rasa, dan konsentrasi, secara mandiri dan dilakukan setiap
saat. Beberapa kegiatan tersebut sangat berguna dalam pembentukan karakter
tokoh dalam sebuah dongeng yang dibawakannya sehingga anak-anak TK yang
didongenginya merasa ikut larut (terlibat) dalam kegiatan mendongeng yang
dibawakan gurunya. Mereka dapat merasakan kegembiraan ataupun kesedihan
tokoh yang ada dalam dongeng. Sikap-sikap yang menggangu jalannya kegiatan
mendongeng tidaka akan terjadi. Anak-anak akan selalu apresiatif terhadap segala
sesuatu yang disampiakan gurunya, terutama pada hal-hal yang belum diketahui
mereka. Dengan demikian, peningkatan kemampuan mendongeng guru TK di
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dapat dilakukan dengan cara pelatihan
mendongeng dan melakukan latihan dasar setiap saat meskipun secara mandiri.
Pembahasan mengenai cara memotivasi guru TK di Kecamatan Gunungpati
agar memanfaatkan mendongeng sebagai teknik penyampaian nilai-nilai budi
pekerti kepada anak didiknya adalah dengan memberikan pemahamam bahwa
dengan mendongeng anak-anak TK dapat banyak belajar nilai-nilai budi pekerti
pesan atau amanat yang digambarkan oleh masing-masing tokoh yang
digambarkan dalam dongeng yang disampaikan. Untuk itu, ada yang mengatakan
bahwa mendidik dengan mendongeng pada anak-anak di TK merupakan tugas
mulia. Selain itu, para guru TK juga dapat disejajarkan dengan orang yang masih
eksis melestarikan budaya tradisional, yakni budaya mendongeng. Lewat
mendongeng, sastra lisan yang yang tidak terbukukan dapat dilestarikan
keberadaanya dengan jalan mendongengkanya kepada anak-anak TK sebagai
generasi berikutnya.
Secara keseluruhan, kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dapat
dilaksanakan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan kemampuan
guru dalam mendongeng dan munculnya motivasi guru TK dalam memanfaatkan
mendongeng sebagai teknik penyampaian nilai-nilai budi pekerti kepada anak
didiknya. Namun, pelaksanaan kegiatan ini tidak luput dari hambatan. Di antara
hambatan yang dapat diidentifikasi yaitu lokasi TK yang berjauhan dan berpencar,
waktu luang guru yang terbatas, dan alokasi dana yang minim.
Lokasi TK yang berjauhan dan berpencar mengakibatkan sulitnya
mengkoordinir dan memantau serta mengevaluasi para guru TK yang telah
mendapatkan pelatihan dan berlatih setiap saat secara mandiri pada latihan dasar.
Selain itu, waktu luang guru yang sangat terbatas mengakibatkan pelatihan
maupun latihan dasar mendongeng sekalipun kurang maksimal. Hal ini
disebabkan oleh peran guru TK yang memiliki peran ganda, yaitu sebagai guru

PKMM-1-5-8

ketika di TK dan sebagai ibu rumah tangga ketika di rumah. Selanjutnya,


hambatan yang paling umum adalah alokasi dana yang minim. Adanya alokasi
yang minim mengakibatkan kegiatan pengabdian ini tidak ada follow up setelah
berakhirnya kegiatan ini. Meskipun keinginan yang menggebu-gebu diperlihatkan
oleh para guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Mereka
menginginkan kegiatan yang serupa dapat dilaksanakan dengan rutin agar
pengetahuan mereka dapat bertambah.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa kemampuan mendongeng
guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dapat ditingkatkan dengan
cara mengadakan pelatihan mendongeng dan melakukan latihan dasar setiap saat
meskipun secara mandiri. Selanjutnya, cara memotivasi guru TK di Kecamatan
Gunungpati agar memanfaatkan mendongeng sebagai teknik penyampaian nilainilai budi pekerti kepada anak didiknya adalah dengan memberikan pemahamam
bahwa dengan mendongeng anak-anak TK dapat banyak belajar nilai-nilai budi
pekerti pesan atau amanat yang digambarkan oleh masing-masing tokoh yang
digambarkan dalam dongeng yang disampaikan. Selain itu, para guru TK juga
dapat disejajarkan dengan orang yang masih eksis melestarikan budaya
tradisional, yakni budaya mendongeng.
DAFTAR PUSTAKA
Gordon, Amn Milles and Kathryn Williams Browne. 1985. Beginning and
Beyond: Foundations in Early Childhood Education. New York : Delmar
publising Inc.
Moeslichatoen. 1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta:
Rineka Cipta.
Rahman, Hibawa S. 2002. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: PGTKI Press.
Sarumpaet, Riris K. Toha. 2003. Anak dan Dunia Raja Kurus dan Koki Gemuk.
Makalah yang diseminarkan pada Seminar Nasional Pengembangan
Kompetensi Berbahasa dan Kecerdasan Emosional melalui Bercerita pada
Anak Usia Dini yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi
Spikolinguistik Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Semarang pada hari Sabtu, 21 Juni 2003.

PKMM-1-6-1

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS


PENGGALIAN BATU BATA
Rahmat Hidayat, M Indriastuti, F Syafrina, SD Arismawati, Babo Sembodo
Jurusan Pengelolaan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada,Yogyakarta.
ABSTRAK
Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya tanah terus meningkat. Hal ini
menyebabkan tekanan penduduk terhadap lingkungan meningkat tanpa
memperhatikan kemampuan tanah itu sendiri. Yang terjadi di Dusun Ngampon,
Desa Sitimulyo Kabupaten Bantul DIY, adalah eksploitasi tanah secara terusmenerus dalam jumlah yang sangat besar. Proses penggalian yang dalam guna
pembuatan batubata mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik mutu
maupun kualitasnya. Gejala fisik yang tampak jelas di tempat kejadian adalah
semakin tipisnya lapisan tanah, sehingga kemampuan tanah tidak stabil. Oleh
karena itu, kami berusaha melakukan upaya nyata selain ingin menyadarkan
masyarakat setempat akan pentingnya pengelolaan lahan secara lestari namun
juga mencarikan alternatif solusi. Berdasarkan pada hal tersebut tim mencoba
tiga metode sebagai alternatif solusi, yaitu sistem karung, sistem pPot, dan sistem
pembelukaran. Dari ketiga metode tersebut, sistem pembelukaranlah yang cocok
diterapkan, karena relatif mudah dan murah dibanding dengan metode pot yang
cukup menghabiskan banyak tenaga dan juga sistem karung yang cukup mahal.
Walaupun begitu, sistem pembelukaran cukup memakan banyak waktu..
Kata kunci : model reklamasi, lahan kritis, batubata.
PENDAHULUAN
Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya tanah terus meningkat. Hal
ini menyebabkan tekanan penduduk terhadap lingkungan meningkat tanpa
memperhatikan kemampuan tanah itu sendiri. Yang terjadi di Dusun Ngampon,
Desa Sitimulyo Kabupaten Bantul DIY, adalah eksploitasi tanah secara terusmenerus dalam jumlah yang sangat besar. Proses penggalian yang dalam guna
pembuatan bata, sehingga melampaui kemampuan tanah untuk membentuk
struktur tanah kembali. Keadaan ini akan mendorong kemerosotan sumberdaya
tanah baik mutu maupun kualitasnya. Gejala fisik yang tampak jelas di tempat
kejadian adalah semakin tipisnya lapisan tanah, sehingga kemampuan fungsi
tanah sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air menjadi
terbatas yang pada akhirnya ketidakstabilan ekosistem lingkungan tidak dapat
terhindarkan.
Kondisi lapangan desa Sitimulyo sudah sangat memperihatinkan, lubang
lubang bekas galian guna pemanfaatan pembuatan bata merah sedalam 3 6
meter lebih dapat terlihat dengan jelas. Hal tersebut amat sangat mampu
mempengaruhi secara negatif terhadap ekosistem lingkungan. Dapat dipastikan
bahwa kondisi tanah disana sangat tidak subur, tanah tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air. Dapat
dibuktikan tanah yang telah ditinggalkan tidak dapat ditanami oleh tanaman,
kecuali rumput, selain itu ketersediaan air tidak terpenuhi secara maksimal.

PKMM-1-6-2

Sebagai mahasiswa yang memiliki keterampilan dan kompetensi


pada bidang ini, kami merasa turut bertanggung jawab terhadap kondisi kerusakan
lahan tersebut. Atas dasar itulah kami berusaha melakukan upaya nyata selain
ingin menyadarkan masyarakat setempat akan pentingnya pengelolaan lahan
secara lestari namun juga mencarikan alternatif solusi dalam pemecahan
problematika tersebut dengan mengembalikan fungsi tanah sebagaimana mestinya
yaitu sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air. Metode yang
kami pilih adalah sistem karung, sistem pot, dan sistem pembelukaran. Di sini
kami hanya bertindak sebagai motor penggerak awal saja, selebihnya
masyarakatlah yang meneruskannya dengan metode yang menurut mereka lebih
efisien untuk mengembalikan fungsi tanah.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dirnecanakan kegiatan berupa
reklamasi lahan dan proses penyuluhan berupa sosialisasi kepada masyarakat
tentang cara pengelolaan lahan yang lestari.
Program ini bertujuan untuk mereklamasi lahan bekas galian batu bata,
membuat model sistem reklamasi lahan yang sesuai dengan kondisi lingkungan
dan sosial masyarakat sehingga nantinya dapat diadopsi oleh masyarakat,
memberikan pengertian yang tepat terhadap masyarakat tentang peran serta fungsi
dari kelestarian lingkungan, memberikan alternatif pendapatan lain kepada
masyarakat, dan membantu upaya pemerintah, khususnya Dinas Kehutanan dan
Dinas Pertanian setempat, dalam melakukan sosialisasi terhadap pelestarian
lingkungan.
METODE PENDEKATAN
Langkah yang pertama kali dilakukan adalah peninjauan atau observasi
terhadap lahan yang akan digarap atau dilakukan reklamasi. Catatan hasil
observasi berupa kekeritisan lahan, sebab dan akibat, serta analisis sosial terhadap
masyarakat yang bersangkutan. Dilakukan pada tanggal 21 April 2006 hingga
awal Mei, dengan menggunakan alatalat teknis berupa kamera digital, alat tulis,
blangko pengamatan dan recorder atau alat perekam.
Langkah yang kedua adalah sebelum dilakukan upaya reklamasi dengan
sistem-sistem yang telah ditentukan, maka dilakukan pembukaan lahan. Kegiatan
pembukaan lahan berupa pengukuran luasan-luasan lahan yang akan dilakukan
reklamasi nantinya, menghilangkan tumbuhan-tumbuhan pengganggu, semak, dan
benda keras yang menghambat mengalirnya air (jika ada). Hal ini berkaitan
dengan pengolahan tanah, tenaga transport, material dan waktu yang diperlukan.
Dengan menggunakan alatalat teknis berupa, kamera digital, alat tulis, blangko
pengamatan dan cangkul, cetok, meteran.
Langkah yang ketiga adalah menentukan kelas kerusakan lahan untuk
menentukan model reklamasi yang sesuai, dalamnya penggalian sangat
berbanding lurus dengan kerusakan lahan, semakin dalam penggalian, maka lahan
tersebut semakin sukar untuk ditanami kembali dan kualitas tanahnya semakin
buruk. Dilakukan awal Mei 2006 selama 2 minggu. Dengan menggunakan alat
alat teknis berupa, kamera digital, alat tulis, blangko pengamatan dan
menggunakan bahan berupa kertas lakmus.
Langkah yang keempat adalah aplikasi teori. Model-model reklamasi yang
kami tentukan adalah menggunakan sistem karung, model reklamasi sistem pot

PKMM-1-6-3

dan model reklamasi sistem pembelukaran. Alat yang digunakan adalah karung,
bibit-bibit tanaman dan bahan yang digunakan berupa pupuk kandang dan NPK.
Langkah yang kelima adalah monitoring secara rutin berkala dan evaluasi
hasil setiap terjadi perkembangan. Hal ini sangat terkait dengan kemampuan
pemeliharaan. Pemeliharaan yang baik adalah yang teratur sesuai dengan
kebutuhan. Dilakukan pada tanggal 21 April 2006 hingga awal Juni, dengan
menggunakan alatalat teknis berupa, kamera digital, alat tulis, dan blangko
pengamatan.

a.

b.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Model reklamasi sistem karung
Tanah bekas galian pembuatan bata yang sudah kehilangan top soil dan
hampir tidak mungkin tanaman tumbuh diatasnya, ditutup dengan karung-karung
berisi campuran antara top soil dari daerah lain dengan pupuk kandang. Karungkarung tanah tersebut disusun tertata sedemikian rupa hingga menutupi bekas
galian tersebut. yang bermanfaat untuk menggantikan fungsi top soil (lapisan
tanah atas) sehingga lahan tersebut mampu ditanami kembali.
Susunan - susunan karung tersebut dijaga kelembabannya dan masingmasing dilubangi sebagai tempat tumbuh tanaman dengan jarak tertentu. Pada
sistem ini membutuhkan waktu serta biaya yang cukup banyak akan tetapi sangat
efektif untuk lahan yang kami olah karena tidak terlalu luas, jadi dengan luas yang
tidak cukup luas, masih tetap dapat menanam tanaman dengan jumlah yang tak
kalah banyaknya dibanding dengan lahan yang luas.
Keuntungan penggunaan sistem tersebut :
1. Lahan bisa langsung dimanfaatkan sebagai media tumbuh tanaman.
2. Lahan yang telah menjadi tandus dan kritis tersebut dapat termanfaatkan
kembali sebagai media tumbuh tanaman.
3. Kesuburan tanah tetap terjaga oleh mikro organisme yang terdapat pada pupuk
kandang.
4. Mampu diterapkan pada lahan bekas galian hingga kedalaman lebih dari 5
meter sekalipun.
5. Dapat dilakukan penanaman secara intensif
6. Efektif untuk lahan miring
Kekurangan pada penggunaan metode tersebut :
1. Relatif memerlukan biaya yang mahal untuk pembelian bahan-bahannya.
2. Membutuhkan beberapa tenaga guna pembuatannya
3. Memerlukan waktu yang cukup lama agar tanah yang subur dan kaya akan
hara dalam karung tersebut mampu membaur dengan tanah setempat yang
kurang subur, karena harus menunggu hingga karung-karung tersebut terurai
dengan sendirinya.
Model reklamasi sistem pot
Seperti halnya sistem karung, pada metode ini dipakai campuran top soil
dan pupuk kandang untuk membantu tanaman tumbuh guna memulihkan tanah
disekitarnya. Dengan bantuan beberapa penduduk, lahan yang akan dimanfaatkan
dibersihkan, lalu digali sedalam 60 cm untuk pohon yang tinggi, 30 cm untuk
perdu, 20 cm untuk ruput dan ground cover. Lubang-lubang tersebut berukuran
lebar 40 cm, panjang 40 cm dengan kedalaman 40 cm untuk semai Jati, Mahoni

PKMM-1-6-4

dan Akasia, sedangkan untuk Mangga digunakan kedalaman 60 cm dengan lebar


dan panjangnya 60 cm karena tanaman tersebut sudah besar. Masing masing
tanaman berjarak 3 x 1 meter. Sebelumnya setelah pembersihan lahan, tim harus
mengukur jarak antar pohon dengan bantuan ajir dan rafia. Dalam pelaksanaannya
tim memerlukan waktu dua hari.
Kualitas top soil yang buruk dikupas sedalam ukuran-ukuran tersebut
diatas dan diganti dengan tanah top soil dari lahan sekitarnya yang masih
produktif dicampur dengan pupuk kandang. Kendala yang dihadapi dengan
menggunakan pupuk kandang adalah uret, sejenis hama pemakan akar tanaman
yang datang karena pengaruh dari bau dan kandungan dari pupuk kandang.
Keuntungan dari penggunaan cara tersebut adalah :
1. Tingkat keberhasilan tinggi..
2. Tidak memerlukan banyak tenaga kerja.
3. Proses pengerjaannya relatif mudah dengan biaya yang diperlukan relatif
murah.
4. Rekayasa lahan yang sangat efisien dan cocok diterapkan pada lahan-lahan
bekas galian yang sangat miskin hara.
Kekurangan dari penggunaan cara tersebut adalah :
1. Memerlukan tambahan atau bahan media tanam lain untuk mengganti dan
menutup lubang galian lahan kritis tersebut.
2. Tapak yang ada tidak mendekati keadaan yang sebenarnya.
c.

Model reklamasi pembelukaran atau pemanfaatan pupuk hijau


Pada sistem reklamasi model ini dilakukan dengan cara menggarap tanah
bekas galian lalu ditanami dengan menggunakan tanaman pioneer yang mudah
dalam perawatannya, contohnya seperti kacang tonggak, karena selain
perawatannya mudah dan cepat tumbuh, jenis tanaman ini efektif dalam mengikat
Nitrogen yang ada di udara untuk disimpan di dalam tanah, jadi tanah akan lebih
cepat untuk merehabilitasi didirinya sendiri. Dalam pemanfaatan metode tersebut
yang terpenting adalah bagaimana lahan bisa tertutup oleh vegetasi,
mempertahankan kelembaban tanah dan mengembalikan mikro organisme serta
unsur-unsur bahan organik sehingga daur hara berjalan lancar dan mengembalikan
fungsi kesuburan tanah.
Pupuk hijau dapat diartikan sebagai hijauan muda, dan dapat menambah
unsur hara pada tanah oleh sisa tanaman yang dikembalikan ke tanah karena tanah
sangat memerlukan bahan organik. Pupuk hijau umumnya berupa tanaman
Leguminosa dan sering ditanam sebagai tanaman sela atau tanaman rotasi.
Tanaman untuk digunakan sebagai pupuk hijau adalah sebagai berikut :
a. Cepat tumbuh dan banyak menghasilkan bahan hijauan.
b. Sukulen, tidak banyak mengandung kayu.
c. Tahan kekeringan.
Keuntungan dari penggunaan sistem ini adalah :
1. Tingkat keberhasilan paling tinggi.
2. Proses pengerjaannya relatif mudah dengan biaya yang diperlukan relatif
murah.
3. Selain mampu mengembalikan kesuburan tanah sistem tersebut juga mampu
meningkatkan produktifitas lahan dengan menghasilkan bahan pangan dan
pakan ternak.

PKMM-1-6-5

Kekurangan dari penggunaan cara tersebut adalah :


Memerlukan waktu yang sangat lama untuk mengembalikan tanah seperti
sediakala karena menunggu daur tanaman awal sebelumnya.
Dalam pelaksanaan program ini, kami mengalami beberapa kendala baik
itu dari eksternal kelompok maupun internal kelompok. Kendala yang dihadapi
oleh internal adalah adanya ketidak sinkronan jadwal kosong pada setiap anggota
karena kami dari jurusan dan angkatan yang berbeda - beda, namun kami dapat
mengatasinya dengan cukup baik sehingga tidak terlalu menghambat kerja kami.
Sedangkan kendala eksternal adalah masalah perizinan tempat, karena pada
awalnya kepala desa di sana tidak tertarik dengan program ini dan menawarkan
program lain yang tidak sesuai dengan judul yang telah kami buat dan dari
masalah dananyapun dapat beberapa kali lipat dari dana yang telah kami terima,
kami melakukan proses lobbying sebanyak tiga kali dengan orang yang berbeda
dan pendekatan yang berbeda pula dan akhirnya kami memperoleh perizinan,
dengan syarat kami harus menanami beberapa petak dengan tanaman cabai.
Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat pun mulai tertarik dengan
program yang kami buat, melalui kepala desa mereka mengajukan permohonan,
agar lahan mereka dapat dijangkau oleh kami, bahkan kepala desa turut simpatik
dengan kegiatan yang telah kami lakukan. Harapan kami, mereka dapat
menyelamatkan ekosistem tanpa harus meninggalkan mata pencaharian mereka
satu satunya.
1

KESIMPULAN
Model reklamasi sistim pembelukaran adalah sistim yang paling murah,
mudah, cepat dan efisien pada lahan kritis bekas galian guna bahan baku bata
merah. Diharapkan masyarakat mencontoh model yang ada untuk kemudian
diterapkan pada lahan miliknya masing-masing agar lahan dapat produktif
kembali.
DAFTAR PUSTAKA
1) Bale, Anwar. 1992. Ilmu Tanah Hutan. Universitas Gadjah Mada Press : hlm
48 & 96-97.
2) Cahyono, Agus. 1997. Ilmu Tanah Hutan. Universitas Gadjah Mada Press :
hlm 41.
3) Tjitrosoepomo, 1977. Ilmu Tanah Hutan. Universitas Gadjah Mada Press :
hlm 11.

PKMM-1-7-1

PELATIHAN PEMBAHARUAN DALAM PENDIDIKAN DAN


PENGAJARAN DENGAN CARA MENGAJAR MELAKUKAN
KETERAMPILAN PROSES BAGI GURU-GURU PENJAS SEKOLAH
DASAR DI DAERAH BANJARNEGARA
Moch Fuadi Aziz, dkk
PGSD PENJAS, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
ABSTRAK
Bentuk pelatihan pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran dengan cara
mengajar melalui keterampilan proses bagi guru-guru Penjas Sekolah Dasar di
daerah Banjarnegara merupakan perwujudan dari kegiatan PKM PKMM - FIK
UNY Tahun 2006. Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan kualitas proses
belajar mengajar guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar. Pelatihan ini
dilaksanakan dengan metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan praktek
lapangan. Sasarannya adalah guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di daerah
Banjarnegara. Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu
menerapkan kedalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Jasmani.
Berdasarkan pengamatan dan evaluasi, hasil dan pengabdian ini cukup
memuaskan. Hal ini dapat dibuktikan dengan semangat dan jumlah peserta.
Kata Kunci: Guru Penjas, Pembaharuan pendidikan dan pengajaran.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Tugas utama guru adalah menciptakan suasana di dalam proses belajar
mengajar (PBM) agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi
siswa untuk belajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Untuk itu, guru
seyogyanya memiliki kemampuan untuk melakukan intraksi belajar mengajar
yang baik. Salah satu kemampuan yang sangat penting adalah kemampuan
mengatur Proses Belajar Mengajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan
berhasil tidaknya, yaitu Pengaturan Proses Belajar Mengajar dan pengajaran itu
sendiri, kedua hal itu saling bergantung keberhasilan pengajar, dalam arti
terciptanya tujuan-tujuan instruksional, sangat bergantung pada kemampuan
pengaturan Proses Belajar Mengajar. Proses Belajar Mengajar yang baik dapat
menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik
awal keberhasilan pengajaran. (Counny Semiawan, 1985:63)
Untuk menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar,
meningkatkan prestasi belajar siswa dan lebih memungkinkan guru memberikan
bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam belajar, diperlukan pengajaran
setiap Proses Belajar Mengajar, Adalah suatu rentetan kegiatan guru untuk
menumbuhkan dan mempertahankan Proses Belajar Mengajar yang efektif yang
meliputi tujuan pengajaran, pengaturan penggunaan waktu yang tersedia,
pengaturan ruang dan peralatan pengajaran di kelas dan pengelompokan.
Salah satu kemampuan kegiatan belajar mengajar yang harus dikuasai oleh
pendidik atau guru adalah kemampuan menggunakan metode dengan baik

PKMM-1-7-2

sehingga dapat mengakomodasikan bahan pelajaran guna terciptanya proses


belajar mengajar yang efektif. Dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka semakin kompleks pula bahan pelajaran yang
harus disampaikan kepada siswa, dalam hal ini guru pun dituntut untuk dapat
memilih secara selektif metode mana yang dapat digunakan dan sesuai dengan
tujuan, bahan atau materi, alat bantu, dan evaluasi yang telah ditetapkan.
Dengan memperhatikan uraian diatas maka perlunyaPelatihan
Pembaharuan dalam Pendidikan dan pengajaran dengan cara Mengajar Melalui
Keterampilan Proses Bagi Guru-Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di
Daerah Banjarnegara yang mencakup metode-metode mengajar dan sistem
pelaksanaan pendidikan sebagai bahan gambaran yang dapat dijadikan alternatif
pilihan oleh guru atau pendidik.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah upaya pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran?
2. Bagaimanakah cara guru merencanakan dan merumuskan tujuan instruksional
khusus?

Tujuan program
1. Meningkatkan kemampuan Proses Belajar Mengajar guru pendidikan jasmani
Sekolah Dasar di Daerah Banjarnegara di dalam menyampaikan materi
pelajaran melalui pembelajaran Keterampilan Proses.
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru pendidikan jasmani di
Daerah Banjarnegara mengenai metode pembelajaran Keterampilan Proses.
3. Meningkatkan kreativitas guru-guru pendidikan jasmani di Daerah
Banjarnegara di dalam memilih metode pembelajaran Keterampilan Proses.
Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah guru-guru pendidikan
jasmani Sekolah Dasar mampu mengelola proses belajar mengajar melalui metode
pengajran Keterampilan Proses dengan baik dan benar, sehingga dapat
memperkaya materi pelajaran anak Sekolah Dasar yang dapat memacu
pertumbuhan dan perkembangannya.
Kegunaan Program
Setelah diadakan pelatihan ini Guru guru pendidikan jasmani Sekolah
Dasar, di harapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan serta kreativitas
dalam mimilih dan menyampaikan materi melalui pengajaran Keterampilan
Proses kepada siswa, sehingga terjadi peningkatan kualitas Proses Belajar
Mengajar Sekolah Dasar khususnya di daerah Banjarnegara.

PKMM-1-7-3

METODE PENDEKATAN
Kerangka Pemecahan Masalah
Masalah pokok dalam kegiatan pelatihan dan pembaharuan dalam
pendidikan dan pengajaran dengan cara mengajar melalui keterampilan proses
bagi guru-guru Penjas Sekolah Dasar di daerah Banjarnegara adalah luasnya
Wilayah Sehingga kesulitan dalam transportasi. Selain itu yang menjadi masalah
pokok dalam program kreatifitas mahasiswa adalah perlunya diadakan kegiatan
pelatihan dan pembaharuan dalam pendidikan dan pengajran dengan cara
mengajar melalui keterampilan proses bagi guru-guru Pendidikan Jasmani
Sekolah Dasar didaerah Banjarnegara. Sebagai modal pembelajran bidang studi
Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar bagi guru-guru bidang studi Pendidikan
Jasmani di Daerah Banjarnegara.
Metode Pemecahan Masalah
Agar program penyelenggaraan ini dapat berjalan sebagaimana mestinya,
terutama masalah transportasi peserta, maka dengan kebijaksanaan kepala sekolah
yang terkait, dengan mengirimkan seorang peserta. Program penyelenggaraan ini
dilaksanakan dalam tiga hari, pada hari pertama tentang materi teori, hari ke dua
praktek mandiri dan hari ketiga evaluasi.
Tahapan Pelaksanaan
Bulan I

:
: 1.
2.
3.
4.

Seminar proposal dan rencana kegiatan


Menyusun jadwal kegiatan
Menyusun materi pelatihan
Mempersiapkan materi dan alat latihan

Bulan II

: 1.
2.
3.

Tahap persiapan
Menghubungi mitra kerja terkait
Pendaftaran peserta

Bulan III

: 1.
2.
3.
4.
5.

Tahap persiapan
Penyiapan materi
Praktikum/pelaksanaan pelatihan
Evaluasi
Evaluasi hasil/ pelaksanaan dan
menyusun hasil laporan.

Alur Pelaksanaan Kegiatan


Ke FIK UNY minta surat Rekomendasi PKM.
Ke Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara minta Rekomendasi Ijin
Pelaksanaan PKM.
Fiksasi perangkat dan pihak terkait.
Fiksasi Pemateri.
Ijin Tempat dan Alat.
Pelaksanaan Pelatihan.
Penyusunan Laporan.
Monitoring dan Evaluasi.
Penyerahan Laporan.

PKMM-1-7-4

Materi Program Pelatihan


1. Materi Teori
a) Strategi pembelajran Penjas Sekolah Dasar
b) Perkembangan motorik
c) Perkembangan peserta didik
d) Sarana dan prasarana Penjas
e) Manajemen penjas
f) Demonstrasi
2. Materi Praktek
a) Gaya mengajar
b) Model pembelajran Penjas
Metode Pelatihan
Untuk kegiatan pelatihan dalam teori dilaksanakan secara klasifikasi
(kelompok) sedangkan untuk kegiatan praktek dilaksanakan perorangan.
Evaluasi
1) Evaluasi kegiatan harian dan tugas terstruktur
2) Evaluasi praktek kegitan
3) Evaluasi akhir
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Pelaksanaan : Aula Al Munawwaroh Banjarnegara
Lama pelaksanaan : Tiga hari Tanggal 1,3,dan 4 April 2006
Realisasi Kegiatan
Hari pertama: Teori (1 April 2006 )
1. Sterategi Pembelajaran PENJAS SD
2. Perkembangan Motorik
3. Perkembangan Peserta Didik
4. Sarana dan Prasarana PENJAS SD
5. Manajemen PENJAS SD
6. Demonstrasi
Hari kedua : Praktek ( 3 April 2006 )
1. Gaya Mengajar PENJAS SD
2. Model Pembelajaran PENJAS SD
3. Tugas Terstruktur
Hari Ketiga : Evaluasi (4 April 2006 )
1. Pengumpulan tugas Terstruktur
2. Evaluasi
3. Penyerahan Sertifikat
Khalayakan Sasaran
Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Daerah Banjarnegara yang di
Ikuti oleh 343 orang peserta.

PKMM-1-7-5

Keterkaitan
Program pelatihan ini mempunyai keterkaitan dengan Departemen
Pendidikan
Nasional, Khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara,
dan Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar Se Kabupaten Banjarnegara.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kegiatan pelatihan ini merupakan penggabungan dan motivasi bagi Guru
Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar dalam Proses Belajar Mengajar. Guru dapat
mengembangkan sesuai dengan situasi alat dan kebutuhan Peserta Didik.
Pelatihan Pembaharuan meliputi variasi Strategi pembelajaran Pendidikan
Jasmani Sekolah Dasar, Perkembangan Motorik, Perkembangan Pesrta Didik,
Model dan Gaya Pembelajaran.yang selama ini belum mendapatkan pelatihan.
Lembaga terkait sangat terbantu adanya kegiatan ini karena dapat meningkatkan
keterlanjutan para guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar yang secara langsung
menangani siswa,terutama usia dini.
Saran
Kegiatan pelatihan ini diharapkan selalu di adakan setiap tahun dengan maksud
bisa mencakup semua Guru Pendidikan Jasmani di seluruh Daerah
Banjarnegara.Guru dapat menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang di
peroleh selama mengikuti pelatihan kedalam proses kegiatan belajar mengajar.
Sasaran pelatihan dapat di perluas kepada para pelatih dan pembina Olah raga
untuk anak-anak usia dini sehingga terjadi kesamaan Visi dan Misi.
DAFTAR PUSTAKA
Cece Wijaya. 1976. Tujuan Pendidikan,IKIP Bandung.
Conny Semiawan 1978. Keterampilan Proses,Balitbangdikbud Jakarta.
Nasution, S. 1983. Teknologi Pendidikan,Bandung.
Rijsdoorp, Klass. 1980. The Philosophi and Science of Motor Framework JJPE:
I (XVII) : 10-12,Spring.
Seaton, DO, dkk 1974. Physikal Education Hanbook. Preutice Hall, Inc
Englewood Cliffs.
Sukintaka. 1992. Teori Bermain. Jakarta :Depdikbud Dirjen. Dikti Proyek
Pengembangan LPTK.

PKMM-1-8-1

PEMBERDAYAAN POTENSI TUNA DAKSA PADA PANTI SOSIAL


MELALUI PROGRAM KURIKULUM PERSIAPAN PEMBENTUKAN
KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)
Thina Ardliana, Feri Dian Astiani, Suko Bagus Trisnanto
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK
Sebagai bagian dari masyarakat, komunitas tuna daksa layak untuk mendapatkan
kesempatan kerja. Namun, dengan kekurangan yang dimiliki dan tanpa keahlian
tertentu, membuat mereka sulit untuk diterima di dunia usaha. Oleh sebab itu,
suatu program pemberdayaan potensi sangat diperlukan untuk menggali bakat,
minat, dan keahlian tertentu. Salah satunya, dalam bidang ketrampilan
penjahitan. Bidang penjahitan merupakan ketrampilan yang sesuai dengan
kondisi fisik tuna daksa. Program ini dilaksanakan sesuai dengan kurikulum
persiapan pembentukan kelompok usaha bersama yang tersusun atas tahap
motivasi, tahap pengenalan lahan, tahap berproduksi, tahap kelayakan kerja, dan
tahap kemandirian. Melalui program ini, diharapkan tuna daksa mampu
mengaktualisasikan potensi diri terutama dalam bidang penjahitan secara kolektif
dalam bentuk kelompok usaha bersama (KUBE). Saat laporan ini dibuat,
program telah terlaksana sekitar 85 %, dan sekarang masih dalam awal tahap
kemandirian. Kesimpulan sementara yang didapat berdasarkan hasil monitoring,
yaitu peserta program mampu memahami pentingnya motivasi diri, mengenali
potensi diri dalam bidang penjahitan, dapat menghasilkan produk, serta dapat
memahami aspek kewirausahaan dan hakikat KUBE.
Kata kunci: kurikulum, kelompok usaha bersama, potensi, tuna daksa.
PENDAHULUAN
Kebutuhan aksesibilitas bagi komunitas tuna daksa merupakan kewajiban
bagi setiap pengelola sarana dan fasilitas umum. Salah satu aksesibilitas yaitu
kesempatan mendapatkan lapangan kerja. Saat ini cukup banyak perusahaan yang
belum bersedia mempekerjakan tuna daksa dengan anggapan kekurangan fungsi
organ menjadikan mereka tidak bisa berkreasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
metode dan program pembinaan yang tepat untuk menggali dan mengoptimalkan
potensi tuna daksa, salah satunya dalam bidang ketrampilan jahit-menjahit
(Syamsuddin, 2003). Pemikiran riil yang digunakan untuk memilih jenis bidang
jahit-menjahit adalah kondisi fisik tuna daksa yang memungkinkan
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam bidang ini.
Kegunaan dari program ini antara lain, memberikan wacana kepada
masyarakat tentang potensi dan keahlian yang bisa ditekuni tuna daksa sehingga
membuka peluang kerja bagi tuna daksa. Selain itu, juga memberikan kontribusi
kepada pemerintah dalam usaha mengurangi angka pengangguran dari kalangan
tuna daksa. Terlebih dalam meningkatkan perwujudan kepekaan dan kepedulian
sosial mahasiswa serta masyarakat terhadap tuna daksa serta sebagai sarana
pembinaan dan peningkatan kesadaran tuna daksa akan kemungkinan ketrampilan
yang dapat ditekuninya.

PKMM-1-8-2

METODE PENDEKATAN
Observasi
Metode observasi digunakan untuk mencari panti rehabilitasi sosial sebagai
objek pelaksanaan program. Berdasarkan hasil observasi, ditentukan bahwa yang
diambil sebagai obyek di sini yaitu Panti Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (PSBD)
Suryatama Bangil, Jawa Timur. Sebab, ini merupakan satu-satunya panti tuna
daksa di wilayah Jawa Timur.
Pemilihan obyek juga didasarkan pada hasil survey jumlah dan kondisi
tuna daksa yaitu dengan kriteria cacat tertentu (sedang dan berat) pada bagian
tangan atau kaki. Cacat sedang adalah kecatatan yang penderitanya dapat
melakukan sebagian kegiatan kehidupan sehari-hari. Sedangkan, cacat berat tidak
dapat melakukan sebagian besar aktivitas kehidupannya (Hertanto, 2003). Selain
itu, metode ini juga digunakan dalam rangka mencari obyek kerja praktik tuna
daksa. Dalam hal ini, ditentukan Usaha Konveksi Dua Bersaudara, Bangil,
Pasuruan sebagai obyek kerja praktik.
Studi Literatur
Studi ini bertujuan untuk memperoleh dan memahami tentang berbagai
macam konsep pembinaan, data-data kondisi tuna daksa pada panti sosial serta
kurikulum berkaitan dengan bidang penjahitan. Hasil dari studi ini dijadikan
bahan pertimbangan untuk menyusun deskripsi program.
Pengambilan Peserta
Pada program kreativitas mahasiswa ini, diambil peserta tuna daksa yang
dikoordinasi oleh Panti Sosial Bina Daksa Suryatama yang berkedudukan di
Bangil, Jawa Timur. Program ini dikuti oleh 8 tuna daksa (Gambar 1) dengan
deskripsi diri sebagaimana tertera dalam Tabel 1.

Gambar 1. Peserta Program Kurikulum Persiapan Pembentukan KUBE

PKMM-1-8-3

Tabel 1.

Deskripsi Diri Peserta Program Kurikulum Persiapan Pembentukan


Kelompok Usaha Bersama

No
Nama

Umur Alamat Asal


(th)

Tinggi
badan
(cm)
162

1 Agus
Efendi
2 Mashudi

19

Jombang

25

Probo
linggo

160

3 Akhmad
Junaedi

23

Kediri

153

4 Untung
Harianto
5 Wiwik Umi
Hanik
6 Munawaroh

17

167

23

Tenggalek
Nganjuk

149

28

Jember

155

7 Nunung
Rini Astuti

29

Jember

147

8 Mashuri

36

Tenggalek

130

Berat
Jenis
PenyeBadan
Kecacatbab
(kg)
an Tubuh Kecacatan
44
Parese kaki Sakit
kanan
54,5 Athropy kaki Sakit
kanan
panas
usia1
tahun
50,2 KontrakSejak lahir
tur
lengan
kanan
41
Tremor kedua Kecela
kaki
kaan
38
Kontrak-tur Penyakaki kiri
kit
47
Jari
tidak Sejak lahir
normal
45
Amputasi
Sejak lahir
tangan
dan
jari kanan
42,9
Lymde-fect
Sejak lahir
kedua
jari
tangan

Kadar
Kecacatan
Cacat
ringan
Cacat
ringan

Cacat
sedang
Cacat
ringan
Cacat
sedang
Cacat
sedang
Cacat
berat
Cacat
sedang

Sumber: Hertanto, 2005


Instruktur Program
Dalam program yang dilaksanakan, ada beberapa instruktur (pengajar)
program pada masing-masing tahap yaitu tim pengkonsep (tim pengusul proposal
PKM) sebagai pelaksana dan instruktur pada tahap motivasi, tahap kemandirian
dan tahap kelayakan kerja. Selain itu, juga terdiri dari tim pelaksana lapangan (tim
pengajar PRSBD Suryatama Bangil yang terdiri atas dua orang, dimana seorang
merupakan tuna daksa) sebagai pelaksana dan instruktur pada tahap pengenalan
lahan dan tahap berproduksi.
Pemberdayaan Potensi Tuna Daksa
Pembinaan dan pengoptimalan potensi tuna daksa dilakukan melalui
program kurikulum persiapan pembentukan kelompok usaha bersama yang terdiri
atas lima tahap, yaitu: tahap motivasi, tahap pengenalan lahan, tahap berproduksi,
tahap kelayakan kerja, dan tahap kemandirian. Setiap tahap memiliki parameter
yang mengindikasikan keberhasilan tahap tersebut. Adapun penilaian parameter
tersebut secara kualitatif dapat digambarkan dengan kriteria nilai: 0-44 (sangat
kurang), 45-54 (kurang), 55-64 (cukup), 65-74 (baik), 75-84 (baik sekali), dan 85100 (amat baik).
Tahap Motivasi
Program ini dimulai dengan pemberian motivasi dan semangat serta
penyadaran akan potensi terpendam yang mereka miliki. Metode pelaksanaannya

PKMM-1-8-4

melalui penyampaian profil para tuna daksa yang berhasil berkarya dan
berprestasi (motivasi potensi diri), motivasi kesempatan kerja, motivasi
produktivitas kerja, dan motivasi kemandirian dan kewirausahaan (Gambar 2).
Tahap ini lebih menekankan pada motivasi untuk bekerja dan berusaha hidup
secara mandiri. Tahapan ini kami lakukan satu hari awal pelaksanaan program,
selanjutnya dilakukan secara bertahap setiap 3 minggu sekali hingga program
berakhir.
Indikator keberhasilan tahap motivasi yaitu peserta menyenangi aktivitas
program, mampu mengaktualisasikan potensi dirinya dalam bidang penjahitan,
mampu memahami pentingnya motivasi diri, dan mampu bersosialisasi dengan
peserta lain.
Tahap Pengenalan Lahan
Pada tahap ini, tuna daksa dikenalkan pada ketrampilan tertentu dan
dipersilakan untuk mencoba jenis-jenis ketrampilan yang ditawarkan tersebut
sehingga nantinya dapat menemukan ketrampilan yang benar-benar sesuai dengan
minat dan kesenangannya (Gambar 3). Masa pengenalan ini dilaksanakan selama
satu minggu. Ada empat jenis ketrampilan yang kami tawarkan dalam program
kurikulum persiapan pembentukan kelompok usaha bersama (KUBE), yaitu
menjahit, bourdir, memasang hiasan pada bourdir dan desain bourdir.
Indikator keberhasilan tahap pengenalan lahan yaitu peserta program
mampu memahami berbagai bidang penjahitan, memiliki pengetahuan tentang
berbagai produk dan peralatan penjahitan, mampu menggunakan peralatan
penjahitan, serta memiliki konsistensi terhadap bidang penjahitan yang diminati.
Tahap Berproduksi
Setelah menemukan bidang minat masing-masing, tuna daksa diajari
teknik berproduksi secara keseluruhan mulai dari menciptakan, memproses
hingga menghasilkan suatu barang hingga sebulan dengan memberikan contoh
dan design dari pengajar (Gambar 4). Setelah itu, akan dilakukan uji kelayakan
dan nilai. Pengajar akan memberikan masukan dan solusi dari hasil yang dibuat.
Selanjutnya, tuna daksa akan dikerjapraktekkan selama maksimal 2 minggu pada
perusahaan mitra yang telah setuju untuk diajak kerjasama (Gambar 5). Bagian
tahapan ini akan berjalan sekitar satu setengah bulan (6 minggu).
Indikator keberhasilan tahap berproduksi yaitu peserta memiliki tingkat
produktivitas kerja cukup tinggi, memiliki prestasi kerja baik, memiliki kreativitas
berproduksi baik, dan kemampuan adaptasi di dunia usaha yang baik pula.
Produktivitas kerja adalah kemampuan peserta untuk menghasilkan produk
sebagaimana yang telah ditentukan. Prestasi kerja adalah kelayakan nilai produk
yang dihasilkan oleh peserta. Kreativitas berproduksi adalah kemampuan peserta
untuk menciptakan produk baru atau memodifikasi produk lama. Sedangkan
kemampuan adaptasi adalah kelayakan peserta untuk dijadikan tenaga kerja
(recommended atau non-recommended).
Tahap Kelayakan Kerja
Pada tahap ini, tuna daksa akan diberikan pembekalan materi
kewirausahaan yang meliputi manajemen usaha dan pemasaran sekembalinya dari
kerja praktek. Selain itu juga, tuna daksa diperkenalkan cara membentuk

PKMM-1-8-5

kelompok usaha bersama (KUBE). Tujuan tahap ini adalah memantapkan tuna
daksa sebagai pekerja yang siap diarahkan untuk mandiri. Tahapan ini akan
berjalan sekitar 2 minggu.
Indikator keberhasilan tahap kelayakan kerja yaitu peserta mampu
memahami materi kewirausahaan, memiliki pemahaman terhadap KUBE secara
definitif maupun aplikatif, memiliki pemahaman terhadap manajemen diri dan
KUBE, dan mempunyai kesiapan diri dalam membentuk KUBE.
Tahap Kemandirian
Dalam tahap ini, diharapkan sudah terbentuk kelompok usaha bersama
(KUBE) yang secara mandiri mampu beroperasi dan berdikari, lepas dari
ketergantungan terhadap orang lain. Selain itu, tuna daksa berpotensi disiapkan
sebagai senior yang akan memimpin dan mengelola kegiatan rumah tangga
produksi meliputi mengatur usaha, mengatur produksi, mengatur keuangan dan
menangani masalah biaya produksi serta mengupayakan pekerjaan yang lebih
variatif. Tahapan akhir program KUBE ini dilaksanakan selama 4 minggu.
Indikator keberhasilan tahap kemandirian yaitu peserta memiliki
konsistensi kerja baik, memiliki kemampuan manajemen diri dan KUBE baik,
memiliki kemampuan menyelesaikan masalah pribadi dan internal KUBE baik,
dan memiliki kemandirian kerja baik. Konsistensi kerja adalah kemampuan
peserta untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang telah ditentukan secara
tepat. Sedangkan kemandirian kerja adalah kemampuan peserta untuk
menjalankan aktivitas KUBE secara independen dan lepas dari ketergantungan
terhadap pihak lain.
Analisis Hasil Pelaksanaan Program
Dalam pelaksanaan program ini, diadakan monitoring kemajuan peserta
dan orientasi program agar mendapatkan luaran yang diharapkan, yaitu perubahan
pola pikir, sikap dan karakter tuna daksa untuk lebih menghargai dan mengerti
akan potensinya, terbentuknya keahlian dan ketrampilan dari potensi yang
dimiliki tuna daksa sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan yang
dimilikinya. Program kurikulum pembinaan ini dapat diterapkan sebagai
pemberdayaan tuna daksa dalam mencari kesempatan kerja atau bahkan membuka
lapangan pekerjaan, tuna daksa yang dibina dapat menjadi trainer atau tenaga ahli
dan ketika kembali ke lingkungan panti sosial, mereka dapat membina dan
mengajarkan skill yang didapatkan kepada teman-temannya.
Monitoring yang dilakukan meliputi setiap tahap dan hasil monitoring
dijadikan bahan analisis, meliputi: rasa senang terhadap aktivitas, aktualisasi
potensi diri, pemahaman materi motivasi, semangat kerja dan kemandirian,
hubungan dengan peserta program lain (tahap motivasi), pemahaman terhadap
berbagai bidang penjahitan, pengetahuan tentang berbagai produk dan peralatan
penjahitan, kemampuan menggunakan peralatan penjahiatan, konsistensi terhadap
bidang penjahitan yang diminati (tahap pengenalan lahan), tingkat produktivitas
kerja, prestasi kerja, kreativitas berproduksi, kemampuan adaptasi di dunia usaha
(tahap berproduksi), pemahaman terhadap materi kewirausahaan, pemahaman
terhadap KUBE secara definitif maupun aplikatif, pemahaman terhadap
manajemen diri dan KUBE, kesiapan diri dalam membentuk KUBE (tahap
kelayakan kerja), dan konsistensi kerja, kemampuan manajemen diri dan KUBE,

PKMM-1-8-6

kemampuan menyelesaikan masalah pribadi dan internal KUBE, serta


ketergantungan terhadap panti sosial (tahap kemandirian).
Flowchart Deskripsi Laporan Kegiatan Pelaksanaan Program
Survey ke PSBD Bangil
(24-26 Feb)

Observasi Data
(11-23 Feb 06)

Persiapan alat &


Beli Bahan
(13-15 Mar)

Tahap Pengenalan
Lahan(14-16 Mar)

Evaluasi
(16 Mar)
Evaluasi
(7 Mei)

Tahap Produksi Awal


(17 Mar-29 April)
Penyusunan
Lap. Sementara
(2-3 Mei)

Tahap Produksi Akhir


(8-14 Mei)

Izin Dinas Sosial


(27 Feb-10 Mar)

Tahap Motivasi
Awal(11-12 Mar)
Motivasi
Kesempatan Kerja
(30 April)
Magang
(1-6 Mei)

Tahap Kelayakan
Kerja (15-27 Mei)

Motivasi Akhir
Entrepreneurship
HASIL
(10DAN
Juni) PEMBAHASAN

Tahap Kemandirian
(29 Mei-17 Juni)

Motivasi
Produktivitas
Kerja (28 Mei)

Hasil Monitoring Program Sementara


Berdasarkan jadwal pelaksanaan, program ini sekarang telah memasuki
tahap berproduksi bagian akhir. Beberapa tahap yang termonitoring meliputi tahap
motivasi, tahap pengenalan lahan, dan tahap berproduksi.
Monitoring Tahap Motivasi
Secara keseluruhan, peserta program telah mampu mengaktualisasikan
potensi diri dalam bidang penjahitan, senang terhadap aktivitas program, cukup
memahami pentingnya motivasi diri dalam melaksanakan suatu aktivitas. Selain
itu, juga memiliki dedikasi yang baik dalam bekerja, berusaha untuk bisa
mengaplikasikan materi ketrampilan penjahitan secara mandiri, serta sosialisasi
antar sesama peserta program.
Tabel 2. Analisis Perkembangan Masing-masing Tuna Daksa pada Tahap
Motivasi
Nama
Mashudi
Mashuri
Agus Effendi

Rata-rata nilai pada motivasi ke1


2
3
4
74.4
76
79
82
71.4
71.6
74.4
76
74.4
75.8
78.2
81

5
64.6
76.4
81.6

PKMM-1-8-7

Nilai Rata-Rata

Untung H
Nunung Rini
Wiwik
Munawaroh
Akhmad Junaedi
Rata-rata Total

63.5
66.4
71
73
75.4
72
75
76.8
79.4
79.8
58.4
63
65
69.6
72.6
70.4
72
74.6
76
76.4
69.8
70
72.8
74.6
75.6
65.17857 67.48571 69.89286 72.18571 78.21429

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1

3
Motivasi ke-

Grafik1. Rata-rata Perkembangan Tuna Daksa dalam Tahap Motivasi


Grafik 1 menunjukkan bahwa ada peningkatan semangat dalam setiap kali
kegiatan motivasi pada masing-masing tuna daksa. Hal ini menunjukan bahwa
program dalam tahap ini dapat dikatakan berhasil.

Gambar 2. Aktivitas Tahap Motivasi


Monitoring Tahap Pengenalan Lahan
Secara keseluruhan, peserta program telah mampu memahami berbagai
bidang penjahitan, pengetahuan tentang berbagai produk dan peralatan penjahitan,
serta kemampuan menggunakan peralatan penjahitan. Peserta program juga telah
terklasifikasi dalam subketrampilan yang diminati, yaitu menjahit dan bourdir.
Dimana ketujuh tuna daksa lebih memilih ketrampilan menjahit, sedangkan
satunya menyukai bourdir.

PKMM-1-8-8

Gambar 3. Aktivitas Tahap Pengenalan Lahan


Monitoring Tahap Berproduksi
Secara keseluruhan, peserta program telah mampu mengahasilkan produk,
walaupun masih diperlukan usaha untuk peningkatan ketrampilan. Hal ini
merupakan kemajuan yang berarti mengingat keterbatasan fisik peserta program.
Indikator penilaian dilihat dari tiga parameter yaitu tingkat produktivitas,
kreativitas membuat pola dan prestasi kerja. Dari hasil pengamatan, ternyata tuna
daksa mampu membuat jahitan, mulai dari penggambaran pola dan desain sendiri
hingga memasang kelengkapan jahitan. Tiap inovasi dan kekreatifan berbeda
antara satu dengan lainnya. Berikut adalah tabel 5 yang menunjukkan hasil
monitoring masing-masing tuna daksa dalam tahapan produksi.
Tabel 3. Analisis Perkembangan Tuna Daksa pada Tahap Berproduksi Selama 5
Minggu
Nama
Mashudi
Mashuri
Agus Effendi
Untung H
Nunung Rini
Wiwik
Munawaroh
Akhmad Junaedi
Rata-Rata Total

1
69,7
51,7
63,3
55,3
61,7
58
62,7
60
58,9357

Rata-rata nilai dalam minggu ke2


3
4
72,3
77
77,6
53
55
58,3
66,7
69,3
70,7
55,3
57
61
61,7
67
68,3
59
63,3
64,3
62,7
66,3
68,7
62,7
65,3
67,7
59,2786
63,2357 65,5107

5
79
60
74,7
63,7
70
67
70,7
70
67,9786

Sedangkan di bawah ini, Grafik 2, menunjukkan adanya peningkatan


kemampuan berproduksi dalam setiap minggunya dalam diri tuna daksa. Hal ini
membuktikan bahwa program dalam tahap ini dapat dikatakan berhasil.

PKMM-1-8-9

70

rata-rata nilai

68
66
64
62
60
58
56
54
1

minggu ke

Grafik 2. Rata-rata Perkembangan Tingkat Produktivitas Kerja Masing-masing


Tuna Daksa Selama 5 Minggu dalam Masa Tahap Berproduksi

Gambar 4. Aktivitas Tahap Berproduksi


Untuk meningkatkan kemampuan adaptasi di dunia usaha, pada tahapan
ini, tuna daksa dikerjapraktikkan (dimagangkan) pada sebuah usaha konveksi
(usaha konveksi Dua Bersaudara) selama satu minggu. Kerja praktek dilakukan
dengan sistem paruh waktu artinya peserta program melaksanakan kerja praktik
secara bergiliran setiap dhari dengan durasi kerja untuk masing-masing peserta
mulai pukul 08.00-16.00 WIB. Hal ini disesuaikan daya tampung obyek kerja
praktik. Monitoring perkembangan peserta pada subtahap berproduksi ini,
dilakukan oleh tim pelaksana lapangan dan pemilik usaha konveksi tersebut.

Gambar 5. Aktivitas Magang

PKMM-1-8-10

Tabel 3. Kemampuan Adaptasi Peserta Program


No
1
2
3
4
5
6
7
8

Nama
Mashudi
Mashuri
Agus Effendi
Untung H.
Nunung Rini
Wiwik
Munawaroh
Akhmad Junaedi

Status Kelayakan
recommended
recommended
recommended
recommended
recommended
recommended
recommended
recommended

Monitoring Tahap Kelayakan Kerja


Pemahaman terhadap aspek kewirausahaan mutlak diperlukan oleh tuna
daksa dalam rangka memantapkan dirinya sebagai pekerja ataupun pengusaha
yang mandiri dan demi kesuksesan usaha yang ditekuninya. Oleh sebab itu,
peserta program (tuna daksa) dibekali dengan materi manajemen usaha dan
pemasaran dalam tahap kelayakan kerja ini. Di samping itu, peserta program juga
dikenalkan dengan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) baik secara definitif
maupun contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Tim pengusul
mendatangkan seorang pengusaha yang mempunyai berbagai macam bidang kerja
pada Sabtu, 10 Juni 2006. Di sini pengusaha memaparkan pengalamannya mulai
dari nol berjuang untuk menjadi seorang pengusaha. Setelah itu dilakukan sharing
antara pengusaha dan tuna daksa.
Dari hasil pengamatan, ternyata tuna daksa sangat apresiatif terhadap
kewirausahaan. Terbukti, banyaknya ternyata tuna daksa sangat apresiatif
terhadap bidang kewirausahaan. Terbukti, dengan banyaknya pertanyaan yang
dilontarkan peserta (tuna daksa) hingga acara berakhir. Selain itu, tuna daksa juga
menunjukkan antusiame yang besar dalam menjawab pertanyaan pengusaha. Di
sini pengusaha memberikan berbagai wawasan dan motivasi, diantaranya tentang
kewirausahaan, distribusi, pengaturan keuangan masuk dan keluar, biaya-biaya
yang perlu diperhitungkan dalam penjahitan dan lain sebagainya.
Secara keseluruhan pemahaman peserta program terhadap kewirausahaan
belum mencukupi sebagai standar pengusaha atau pekerja. Oleh sebab itu,
dilakukan simulasi aplikatif mengenai manajemen usaha dan pemahaman intensif
menganai manajemen pemasaran. Dari hasil monitoring diketahui pula bahwa
peserta program mulai memahami hakikat kelompok usaha bersama, tetapi belum
mencukupi untuk terbentuknya kelompok usaha bersama. Oleh sebab itu,
diberikan simulasi (tersebut di atas) yang juga menitikberatkan pada aspek
sosialisasi antar peserta program.
Monitoring Tahap Kemandirian
Saat laporan ini dibuat, program telah sampai pada awal tahap
kemandirian. Beberapa indikator terbentuknya KUBE telah mulai menunjukkan
hasil. Peserta program telah memahami pentingnya kebersamaan dalam bekerja
(pentingnya pengorganisasian usaha). Rencananya, dalam beberapa minggu ke
depan, peserta program akan diberikan simulasi pengorganisasian suatu usaha
untuk menentukan kapabilitas tuna daksa dalam membentuk KUBE. Diharapkan

PKMM-1-8-11

di akhir program ini, para tuna daksa telah mampu membentuk KUBE dan
menjalankannya secara mandiri atau minimal mereka memahami dengan
sungguh-sungguh tahap persiapan pembentukan KUBE sehingga mereka dapat
menjadi inisiator, konseptor, dan founder KUBE di lingkungannya.
Analisis Monitoring Umum
Pada dasarnya pelaksanaan program dibagi menjadi dua tim yaitu tim
pelaksana lapangan dan tim pengonsep. Tim pelaksana meliputi tim pengajar
PRSBD Suryatama Bangil dengan jam kerja 08.00-15.00 WIB setiap hari Senin
hinga Jumat. Sedangkan tim pengonsep meliputi tim pengusul PKM. Tim
pelaksana bertugas melaksanakan program sebagaimana konsep yang telah dibuat
dan mengadakan monitoring kegiatan bersama tim pengonsep.
Secara umum program sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan
hasilnya sesuai dengan apa yang menjadi sasaran. Namun, terdapat satu kendala
dalam pelaksanaan program yaitu tingkat pendidikan peserta program tidak sama
sehingga tim pelaksana mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi. Hal ini
diatasi dengan dilakukannya penjelasan ekstra melalui personal closing. Personal
closing ini hanya dapat dilakukan untuk membantu pemahaman materi yang tida k
terlalu berat, untuk materi yang berat seperti manajemen usaha dan pemasaraan
serta KUBE itu sendiri, perlu dilakkukan simulasi. Berdasarkan hasil pengamatan,
hasil pelaksanaan program sudah mulai terlihat, tetapi belum sepenuhnya
indikator keberhasilan terwujud secara maksimal. Oleh sebab itu, diperlukan
konsistensi peserta program dalam aktivitas ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil monitoring program sementara, dapat disimpulkan
beberapa kesimpulan sementara dari pelaksanaan pemberdayaan potensi tuna
daksa melalui program kurikulum persiapan pembentukan kelompok usaha
bersama meliputi: peserta program mampu memahami pentingnya motivasi diri,
peserta program mampu telah mengenali bakat dan minatnya dalam bidang
penjahitan, peserta program telah mampu menghasilkan produk-produk
penjahitan, peserta program memilki kemampuan adaptasi yang cukup baik di
dunia usaha, serta peserta program cukup dalam memahami aspek kemandirian
dan kewirausahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hertanto, A.(2005). Daftar Nominatif Klien PRSBD Suryatama Pasuruan.
PRSBD Suryatama: Bangil.
Hertanto, A.(2003). Silabi Panti Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Suryatama
Pasuruan. PRSBD Suryatama: Bangil.
Syamsuddin, R. (2003).Rencana Operasional kegiatan Panti Sosial Bina Daksa
Suryatama Pasuruan. PRSDBD Suryatama: Bangil.

PKMM-1-9-1

UPAYA PELESTARIAN SITUS GLINGSERAN


SEBAGAI SUMBER SEJARAH DENGAN MENINGKATKAN
PARTISIPASI MASYARAKAT SEKITAR SITUS
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992
Febrie G Setiaputra, AB Putrantyo, E Wardaniyah, W Tri Julianto, F Syahyudin
Jurusan Sejarah, Universitas Jember, Jember
ABSTRAK
Rendahnya partisipasi masyarakat terhadap pelestarian Benda Cagar Budaya
(BCB) adalah salah satu indikasi bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
Tentang Peletarian BCB belum memasyarakat. Sehingga, mensosialisasikan
undang-undang tersebut pada masyarakat di sekitar Situs Glingseran guna
meningkatkan partisipasi adalah penting. Tujuan yang hendak dicapai dalam
pelaksanaan PKMM ini adalah: (1) untuk menyelamatkan dan melestarikan BCB
yang ada di wilayah Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten
Bondowoso, sebagai salah satu bukti otentik sejarah dengan melibatkan
masyarakat setempat secara aktif, (2) untuk memberi penyuluhan tentang arti
penting BCB kepada masyarakat dan aparat pemerintah di Desa Glingseran,
Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, agar tercipta kepedulian atas
benda-benda tersebut, dan (3) untuk memasyarakatkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1992. Metode yang digunakan dalam kegiatan PKMM ini adalah ceramah,
tanya jawab, dan praktik lapang, yang diikuti oleh 10 orang yang mewakili para
pemuda, pemilik tanah dimana BCB berada, tokoh masyarakat, dan perangkat
Desa Glingseran. Hasil pelaksanaan kegiatan ini adalah: (1) masyarakat di Desa
Glingseran dapat mengetahui, mengenal, dan memahami bahwa pemerintah telah
memberlakukan undang-undang tentang pelestarian BCB, (2) Situs Glingseran
dan beberapa BCB menjadi lebih bersih, (3) dengan dipasangnya papan penanda
BCB, papan peringatan, dan papan penunjuk arah situs, diharapkan pengunjung
akan ikut berpartisipasi dalam pelestarian situs.
Kata kunci: Benda Cagar Budaya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992,
partisipasi masyarakat.
PENDAHULUAN
Situs Glingseran adalah salah satu lokasi yang mengandung BCB terbanyak
di Kabupaten Bondowoso (lihat: Tabel 1). Situs ini terletak di Desa Glingseran,
Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso. Lokasi situs ini dapat dicapai secara
mudah dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat,
karena didukung dengan kondisi jalan yang telah diaspal.
Pada lokasi Situs Glingseran tersebut banyak terdapat peninggalan
purbakala berupa Sarkopagus (Batu Kendang/Pandusa), Batu Kenong, Dolmen
(Batu Pintu), dan Batu Lumbung. Dapat dikatakan bahwa benda-benda
peninggalan purbakala tersebut dalam kondisi yang tidak terawat. Menurut hasil
registrasi yang dilakukan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) pada
tahun 2003, hanya 9 dari 46 artefak yang ada di kompleks situs yang masih utuh.
Sisanya selain ditumbuhi lumut dan jamur pada permukaannya juga banyak yang
rusak, baik oleh alam maupun pihak yang tidak bertanggung jawab (Tim

PKMM-1-9-2

Pelaksana, 2003: 3-23). Sebagai gambaran kondisi artefak tersebut, lihat


Gambar 1.
Tabel 1. Daftar Benda Cagar Budaya di Kabupaten Bondowoso Tahun 2004
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

NAMA KECAMATAN
Bondowoso
Tenggarang
Tegalampel
Curahdami
Wringin
Tamanan
Maesan
Grujugan
Pujer
Wonosari
Tapen
Sukosari
Tlogosari
Prajekan
Klabang
Cerme
Pakem
Binakal
Sempol
Sumberwringin

JUMLAH BCB
33
22
38
28
87
10
76
173
76
42
5
30
23
27
26
13
1
1
2
8
JUMLAH
721
Sumber: Sie Kebudayaan Dinas Pendidikan Nasional Pemerintah Kabupaten Bondowoso.

Keamanan artefak-artefak itu juga tidak terjamin. Artinya, setiap waktu


orang-orang yang menghendaki dapat mengambil, menyingkirkan, bahkan
memperjualbelikannya dengan mudah. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa
ada sekian persoalan yang saling berkaitan antara pemerintah dan masyarakat,
sehingga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Pelestarian BCB tidak
tersosialisasi untuk selanjutnya dapat diterapkan dengan baik.
BCB seperti yang terdapat di Situs Glingseran sebenarnya memiliki nilai
yang sangat penting, baik secara historis, sosial, maupun kultural. Dengan
perantara pusaka budaya (cultural heritage) yang merupakan akumulasi memori
masa lalu tersebut kita dapat menentukan pilihan putusan terbaik pada skup
kekinian. Urgensi memori kelampauan terkonstruk dengan sangat apik ketika
kesadaran menuntut agar kesalahan pilihan keputusan pada situasi dan kondisi
yang sama tidak terulang untuk yang kedua kalinya. Deskripsi analitis masa
lampau dipandang perlu untuk meneropong segi positif dan manfaat sebagai
landasan untuk menentukan pilihan kekinian dan merancang masa depan secara
tepat dan mapan.
BCB merupakan sumber sejarah yang otentik dan kredibel. Dari bendabenda tersebut dapat ditelusuri latar belakang sejarah masyarakat, utamanya
masyarakat Kabupaten Bondowoso dan sekitarnya. Penelusuran ini penting untuk
paling tidak menimbulkan ingatan kolektif atas latar belakang historis masyarakat
itu sendiri.

PKMM-1-9-3

Gambar 1. Kondisi Sarkopagus yang Ditumbuhi Pohon di Antara Kedua Pecahannya.

Tidak sesederhana itu, pelestarian BCB ini sesungguhnya juga menyangkut


tentang masalah pewarisan budaya, masalah pembentukan watak (character
building) pribadi seseorang pada khususnya, memelihara serta meneguhkan jati
diri bangsa pada umumnya, dan memajukan kebudayaan nasional. Artinya, tanpa
pengetahuan yang utuh atas latar belakang sejarahnya, suatu bangsa akan
mengalami kebimbangan dalam orientasinya. Sungguh, bahwa masalah
pelestarian BCB ini adalah hal yang sangat kompleks dan urgen bagi
pembangunan negara bangsa, kini dan esok.
Dalam kaitannya dengan Situs Glingseran misalnya, hasil registrasi BPPP
Jawa Timur menunjukkan kesimpulan bahwa tinggalan megalitik tersebut
didirikan nenek moyang di daerah perbukitan dengan berlatar belakang magis
religius. Lokasi-lokasi yang mengandung temuan sarkopagus dan dolmen
merupakan lokasi pekuburan. Di sekitar lokasi itu biasanya terdapat temuan batu
kenong yang dulunya berfungsi sebagai umpak bangunan panggung untuk
pemujaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat pendukung
budaya megalitikum di lokasi penemuan tersebut adalah masyarakat yang besar
dan telah memiliki tata kehidupan yang kompleks dan maju, termasuk kehidupan
religiusnya (Ibid., 90-91).
Akan tetapi sangat disayangkan, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa
ternyata nilai-nilai penting yang dikandung BCB di Desa Glingseran tersebut
tidak sepenuhnya tersentuh oleh kesadaran pikir masyarakat di sekitarnya, bahkan
oleh aparat pemerintah setempat.
Adalah menjadi tanggung jawab segenap masyarakat untuk melestarikan
BCB yang sarat manfaat tersebut. Masyarakat yang diharapkan paling berperan
tentu saja adalah masyarakat sekitar situs. Merekalah yang terdekat, sehingga
yang paling terkait dengan keberadaan BCB tersebut, baik yang menyangkut
keamanan, kebersihan, maupun kelestariannya. Lokasi yang berdekatan paling
tidak akan menimbulkan efektifitas dan efisiensi pelestarian terjaga.
Akan tetapi, bagaimana pelestarian tersebut dapat terlaksana dengan baik
apabila penduduk setempat bahkan aparat pemerintah tidak mengetahui bahwa di
sekitarnya terdapat BCB yang sangat bernilai? Belum lagi pemahaman atas
keberadaan undang-undang tentang BCB yang sangat minim, bahkan tidak ada.
Agar tidak terjadi pelanggaran atau hal-hal yang tidak diinginkan, maka
pelestarian tersebut harus berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan
menjalin koordinasi dengan instansi pemerintah setempat.

PKMM-1-9-4

Berdasarkan situasi dan kondisi obyektif di lapangan tersebut, maka


Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian kepada Masyarakat (PKMM) yang
berjudul Upaya Pelestarian Situs Glingseran Sebagai Sumber Sejarah dengan
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Sekitar Situs Berdasarkan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1992 dipandang perlu dilaksanakan dan penting nilai
manfaatnya.
Kondisi masyarakat dan aparatur pemerintah di Desa Glingseran Kecamatan
Wringin Kabupaten Bondowoso yang tidak peduli terhadap keberadaan BCB di
sekitarnya mengindikasikan bahwa mereka tidak mengetahui dan tidak memahami
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Pelestarian BCB. Oleh karena itu,
permasalahan yang harus segera diatasi adalah: (1) BCB yang ada di wilayah
Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, sebagai salah satu
bukti otentik sejarah harus diselamatkan dan dilestarikan dengan melibatkan
masyarakat setempat secara aktif, (2) masyarakat dan aparat pemerintah di Desa
Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, harus diberi penyuluhan
tentang arti penting BCB yang ada di sekitarnya untuk meningkatkan kepedulian
atas benda-benda tersebut, dan
(3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
harus segera dimasyarakatkan.
Tujuan yang hendak dicapai dengan pelaksanaan PKMM ini adalah:
(1)
untuk menyelamatkan dan melestarikan BCB yang ada di wilayah Desa
Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, sebagai salah satu bukti
otentik sejarah dengan melibatkan masyarakat setempat secara aktif, (2) untuk
memberi penyuluhan tentang arti penting BCB kepada masyarakat dan aparat
pemerintah di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, agar
tercipta kepedulian atas benda-benda tersebut, dan (3) untuk memasyarakatkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992.
Diharapkan pelaksanaan PKMM ini dapat memberikan beberapa nilai guna,
yaitu: (1) masyarakat dan aparat pemerintah di Desa Glingseran, Kecamatan
Wringin, Kabupaten Bondowoso, menyadari dan bersedia memperhatikan serta
menyelamatkan BCB yang ada di sekitarnya, (2) masyarakat dan aparat
pemerintah di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso,
memahami secara benar bahwa BCB yang ada di sekitarnya memiliki arti penting
bagi pembangunan multidimensional negara bangsa agar selanjutnya kepedulian
atas keberadaan benda-benda tersebut dapat tercipta, dan (3) memasyarakatnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan dilaksanakan serta dipetuhi oleh
masyarakat.
METODE PENELITIAN
Habib Mustopo (2003: 5-6) mengemukakan bahwa dalam rangka pelestarian
BCB perlu dilakukan beberapa hal, yaitu: (1) upaya pelestarian BCB harus
merujuk kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan peraturan pemerintah
sebagai pelengkapnya, agar tindakan pelestarian tersebut dapat mencapai sasaran
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum, (2) mewadahi
terciptanya jaringan individu atau kelompok peduli kelestarian BCB, (3)
mengedepankan upaya pelestarian di tingkat lokal, (4) meningkatkan kesadaran
bahwa pelestarian BCB adalah kewajiban seluruh masyarakat, karena pada
hakikatnya BCB adalah produk budaya masyarakat, dan (5) bekerjasama dengan
berbagai pihak yang menaruh perhatian pada kelestarian BCB. Oleh sebab itu,

PKMM-1-9-5

seluruh kegiatan PKMM di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten


Bondowoso, dalam rangka pelestarian BCB harus berpedoman pada UndangUndang Nomor 5 Tahun 1992.
Karena adanya keterbatasan sumber daya, maka kegiatan PKMM ini pada
dasarnya lebih merupakan upaya untuk memunculkan kesadaran masyarakat di
sekitar Situs Glingseran dalam melestarikan BCB yang secara umum terdiri dari
dua kegiatan pokok, yaitu penyuluhan dan kegiatan lapang. Keduanya dilakukan
pada waktu dan tempat yang berbeda, tetapi tetap merupakan kegiatan yang
integral dan saling melengkapi.
Secara rinci kerangka pemecahan masalah dalam hal ini adalah: (1)
mengadakan penyuluhan terhadap aparat pemerintah dan masyarakat di Desa
Glingseran tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB,
(2) memberi contoh kepada masyarakat supaya lebih memiliki kepedulian
terhadap keberadaan BCB, (3) memberi contoh kepada masyarakat menganai
tindakan-tindakan yang perlu dilakukan terhadap BCB sesuai dengan ketentuan
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992, dan (4) memberikan
pengarahan kepada masyarakat apabila terjadi perusakan, pencurian, atau
penemuan BCB sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1992.
Penyuluhan merupakan upaya untuk memberikan penerangan secara detail
kepada masyarakat terkait mengenai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan
arti penting BCB. Materi yang diberikan dalam penyuluhan ini, diantaranya
adalah petunjuk mengenai tindakan yang perlu dilakukan jika terjadi penemuan
atau perusakan BCB.
Selain mendapatkan materi, masyarakat dilibatkan dalam forum tanya-jawab
untuk mendiskusikan pengalaman mereka berkaitan dengan keberadaan BCB.
Dengan demikian, diharapkan mereka lebih mudah memahami materi yang
diberikan.
Tim Pelaksana juga memberikan contoh kepada masyarakat, baik teoritis
maupun praksis, sekaligus mengajak masyarakat untuk mengaplikasikan dalam
bentuk kegiatan membersihkan situs dan BCB. Untuk memberikan contoh kepada
masyarakat mengenai tindakan-tindakan yang perlu dilakukan terhadap BCB
sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1992, maka diadakan kegiatan lapang yang meliputi pembuatan papan penunjuk
arah situs, pembuatan papan tanda BCB, dan pembuatan papan peringatan.
Dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat memiliki kepedulian terhadap
keberadaan BCB.
Mengingat bahwa masyarakat yang diharapkan paling berperan dalam upaya
perlindungan dan pemeliharaan BCB adalah masyarakat sekitar situs, karena
kedekatan dengan lokasi situs paling tidak akan menimbulkan efektifitas dan
efisiensi pelestarian terjaga, maka khalayak sasaran PKMM ini adalah masyarakat
Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso itu sendiri. Jumlah
masyarakat yang dilibatkan secara aktif dalam kegiatan PKMM ini berjumlah 10
orang yang mewakili kelompok-kelompok yang potensial dalam upaya pelestarian
Situs Glingseran. Kesepuluh orang tersebut terdiri dari para pemuda, pemilik
tanah dimana BCB berada, tokoh masyarakat, dan perangkat Desa Glingseran.
Metode yang digunakan dalam kegiatan PKMM ini adalah metode ceramah,
tanya jawab, dan praktek lapang. Di luar kegiatan penyuluhan, Tim Pelaksana

PKMM-1-9-6

tetap memberikan tambahan informasi. Hal ini dilakukan pada saat beristirahat
atau saat kegiatan lapang berlangsung.
Metode praktek lapang digunakan pada saat Tim Pelaksana dan masyarakat
yang terlibat dalam kegiatan melaksanakan kegiatan lapang di kawasan Situs
Glingseran pada tanggal 12 Desember 2005 pukul 07.00-17.00 WIB. Beberapa
kegiatan yang merupakan aplikasi dari metode ini adalah kegiatan membersihkan
situs, pembuatan papan tanda BCB, pembuatan penunjuk arah situs, dan
pembuatan papan peringatan.
Evaluasi kegiatan dilakukan: (1) secara lisan untuk mengetahui tingkat
pemahaman masyarakat terhadap nilai penting BCB dan (2) secara praktek dan
peragaan untuk mengetahui tingkat ketrampilan masyarakat dalam
memperlakukan BCB. Misalnya, membersihkan BCB tanpa menimbulkan
kerusakan, dapat mengamankan BCB secara tepat sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992.
Sebelum melaksanakan kegiatan PKMM, Tim Pelaksana mengadakan
observasi secara komprehensif. Untuk melakukan observasi ini, Tim Pelaksana
bekerja sama dengan aparat pemerintah di Desa Glingseran. Selain itu, Tim
Pelaksana bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Daerah kabupaten Bondowoso
dan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Bondowoso untuk memudahkan
pendataan BCB yang berada di Situs Glingseran. Data-data ini penting
sehubungan dengan penentuan BCB yang akan dijadikan percontohan saat
pelaksanaan kegiatan lapang.
Tahap selanjutnya, Tim Pelaksana mulai menyiapkan materi yang
dibutuhkan lengkap dengan khalayak sasaran. Tim Pelaksana bekerja sama
dengan Kepala Desa Glingseran dan Koordinator Juru Pelihara Situs Glingseran
untuk menentukan sepuluh orang yang akan diikutsertakan dalam penyuluhan dan
kegiatan lapang. Kesepuluh orang tersebut adalah wakil dari para pemilik lahan,
aparat pemerintahan desa, tokoh masyarakat, dan pemuda setempat. Dengan
demikian diharapkan materi yang diberikan pada saat penyuluhan maupun
pelaksanaan kegiatan lapang dapat ditransformasikan kepada seluruh lapisan
masyarakat di Desa Glingseran.
BCB di Situs Glingseran yang ditetapkan sebagai percontohan adalah
sarkopagus yang paling besar dan dalam keadaan terawat. BCB yang dimaksud
adalah BCB yang sebelumnya pernah dijadikan percontohan oleh Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Jawa Timur. Hal ini dibuktikan
dengan bahwa BCB ini adalah satu-satunya BCB yang lahannya telah dibebaskan
dan sekaligus dipagari oleh instansi tersebut.
Kesiapan materi dan khalayak sasaran segera ditindaklanjuti dengan
pelaksanaan penyuluhan tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti
penting BCB serta kegiatan lapang yang meliputi pembersihan BCB dan Situs
Glingseran, pemasangan papan penanda BCB, pemasangan papan peringatan, dan
pemasangan papan penunjuk arah situs.
Seluruh rangkaian kegiatan PKMM ini diakhiri dengan diadakannya
evaluasi dan pelaporan kegiatan. Evaluasi dilakukan secara lisan untuk
mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap nilai penting BCB dan
secara praktek untuk mengetahui tingkat ketrampilan masyarakat dalam
memperlakukan BCB.

PKMM-1-9-7

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penyuluhan oleh Tim Pelaksana dilaksanakan di rumah Koordinator Juru
Pelihara Situs Glingseran pada tanggal 11 Desember 2005 pukul 19.00 WIB.
Dengan adanya penyuluhan tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan
arti penting BCB, masyarakat di Desa Glingseran yang mengikuti kegiatan ini
dapat mengetahui, mengenal, dan memahami bahwa pemerintah telah menetapkan
perangkat hukum yang mengatur tentang pelestarian BCB. Dengan demikian,
masyarakat sadar bahwa mereka tidak lagi dapat memperlakukan BCB
sekehendak mereka sendiri. Pelaksanaan penyuluhan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Peserta Penyuluhan PKMM di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten


Bondowoso.

Meskipun penyuluhan ini hanya diikuti oleh 10 orang sebagaimana


direncanakan, tetapi hal itu tidak mengurangi antusiasme masyarakat. Terbukti
bahwa kesepuluh peserta yang merupakan wakil dari pemilik tanah, pemuda, dan
tokoh masyarakat ini kerap mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan
pelestarian BCB. Selain bahwa Tim Pelaksana berupaya mengkorelasikan materi
yang diberikan dengan pengalaman keseharian masyarakat yang berhubungan
dengan BCB, keberhasilan penyuluhan ini tidak lepas dari kepedulian masyarakat
terhadap BCB itu sendiri. Dengan adanya kepedulian tersebut, kesepahaman
antara Tim Pelaksana dan masyarakat mengenai tujuan dilaksanakannnya
penyuluhan berikut materi yang disampaikan dapat cepat terjalin.
Selain penyuluhan yang secara formal diadakan oleh Tim Pelaksana pada
malam menjelang diadakannya kegiatan lapang, di rumah Bapak Madlis,
Koordinator Juru Pelihara Situs Glingseran, Tim Pelaksana juga memberikan
informasi tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 atau pelestarian BCB
pada saat berkumpul dan berbincang-bincang santai dengan masyarakat setempat.
Perbincangan tersebut misalnya dilakukan oleh Tim Pelaksana saat minum kopi
atau makan bersama masyarakat setempat.
Hal itu dilakukan untuk menjalin keakraban dengan masyarakat setempat,
sehingga memudahkan komunikasi. Terbukti bahwa dengan adanya perbincangan
santai tapai mengena tersebut, masyarakat lebih mudah menerima informasi.
Masyarakat juga lebih leluasa dalam mengajukan pertanyaan atau mencurahkan
permasalahan mengenai Situs Glingseran tersebut, karena adanya kedekatan jarak
antara Tim Pelaksana dan masyarakat setempat telah terjalin.

PKMM-1-9-8

Kegiatan lapang dapat dilaksanakan dengan baik keesokan pagi setelah


diadakannya penyuluhan pada malam sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari
adanya beberapa masyarakat yang ikut berperan serta, meskipun mereka
sebenarnya bukan termasuk kesepuh orang yang mengikuti kegiatan penyuluhan.
Spontanitas masyarakat dalam bergotong-royong ini memang belum bisa
mengindikasikan bahwa mereka telah menyadari benar arti penting BCB bagi
kelangsungan sejarah masyarakat yang lebih luas, karena gotong royong
sebenarnya telah menjadi salah satu etos untuk membangun keselarasan sosial
pada masyarakat Jawa pada khususnya dan masyarakat bercorak agraris pada
umumnya. Selain itu, rentang waktu antara diadakannya kegiatan penyuluhan oleh
Tim Pelaksana dan pelaksanaan kegiatan lapang sangat singkat, hanya beberapa
jam, sehingga kemungkinan penyebaran informasi secara lisan dari peserta
penyuluhan ke masyarakat yang lebih luas masih minim. Tetapi, paling tidak,
dengan adanya gotong-royong yang juga berlaku pada masyarakat di Desa
Glingseran ini, Tim Pelaksana dapat kembali memberikan informasi singkat
mengenai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB kepada
masyarakat, sementara kegiatan lapang terus berlangsung.
Hasil yang tampak jelas setelah diadakannya kegiatan lapang ini adalah
bahwa Situs Glingseran dan beberapa BCB menjadi lebih bersih. Kegiatan ini
perlu, agar masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga BCB
dan Situs Glingseran terawat.
Selain mengadakan pembersihan pada BCB dan Situs Glingseran, Tim
Pelaksana juga mengajak masyarakat untuk memasang papan penanda BCB di
salah satu BCB percontohan. Papan tersebut dibuat dari kayu meranti berukuran
60 cm x 40 cm dengan cat atau warna dasar putih dan teks warna hitam. Pada
papan ini terdapat tulisan benda cagar budaya dilindungi oleh negara jagalah
kelestariannya (uu no.5/1992). Dengan dipasangnya papan tersebut, pengunjung
akan mengetahui bahwa BCB harus dijaga kelestariannya dan hal ini dijamin
negara melalui undang-undang. Lebih lanjut, pengunjung diharap dapat ikut
berpartisipasi dalam pelestariannya, dengan tidak mengotori situs misalnya.
Pemasangan papan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tim Pelaksana, Juru Pelihara Situs Glingseran, dan Masyarakat Setempat Berpose,
Sesaat Sebelum Memasang Papan Penanda BCB.

Tim Pelaksana dan masyarakat setempat juga berhasil memasang dua papan
yang lain, berupa sebuah papan peringatan dan sebuah papan penunjuk arah situs.
Papan peringatan yang dibuat dari kayu meranti bercat putih dan berukuran 125
cm x 65 cm tersebut bertuliskan anda berada di kawasan situs glingseran

PKMM-1-9-9

jagalah kebersihan dan kelestariannya. Papan tersebut dipasang di tempat


strategis, yaitu di tepi persimpangan jalan dekat Balai Desa Glingseran. Setiap
orang yang melintasi jalan dan membaca tulisan di papan peringatan ini
diharapkan dapat ikut menjaga kebersihan dan kelestarian Situs Glingseran. Lihat
Gambar 4.
Papan penunjuk arah situs dipasang di tepi jalan utama Kecamatan Wringin
yang menghubungkan Kabupaten Bondowoso dengan Kabupaten Situbondo,
tepatnya di tepi pertigaan jalan dekat Pasar Wringin. Papan penunjuk arah situs
yang terbuat dari kayu meranti berukuran 75 cm x 30 cm dan dengan tiang besi
tersebut bertuliskan Situs Glingseran 3 Km. Dengan dipasangnya papan
tersebut, calon pengunjung dapat mengetahui keberadaan Situs Glingseran.
Pemasangan papan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat dirumuskan setelah mengadakan kegiatan PKMM di
Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso ini adalah bahwa
Tim Pelaksana telah berhasil mengadakan: (1) penyuluhan tentang UndangUndang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB dengan baik. Dengan adanya
penyuluhan ini, masyarakat dan aparat pemerintah setempat mengetahui bahwa di
sekitarnya terdapat Situs Glingseran yang sesungguhnya memiliki arti penting
bagi pembangunan multidimensional negara bangsa. Dengan pengetahuan
tersebut, masyarakat dan aparat pemerintah setempat selanjutnya akan memiliki
kepedulian atas keberadaan BCB dan (2) kegiatan lapang yang diikuti oleh
sepuluh orang yang merupakan perwakilan dari pemuda, tokoh masyarakat, dan
pemilik lahan, serta masyarakat lain yang ikut berpartisipasi secara spontan.
Dengan diadakannya kegiatan lapang yang berupa pembersihan BCB dan Situs
Glingseran, pemasangan papan penanda BCB, papan peringatan, dan papan
penunjuk arah, Situs Glingseran dan beberapa BCB menjadi bersih dan terawat.

Gambar 4. Pemasangan Papan Peringatan di Kawasan Situs Glingseran.

PKMM-1-9-10

Gambar 5. Pemasangan Papan Penunjuk Jalan ke Arah Situs Glingseran.

Saran yang dapat dikemukakan setelah dilaksanakannya kegiatan PKMM ini


adalah bahwa perlu adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap keberadaan
Situs Glingseran. Hal ini perlu, mengingat sumber daya yang ada di dalam
masyarakat untuk melestarikan BCB secara komprehensif masih belum memadai.
Sedangkan, banyak di antara BCB yang ada di Situs Glingseran pada khususnya
dan situs-situs yang lain pada umumnya dalam kondisi rusak.
Pemerintah, dalam hal ini BPPP Jawa Timur, perlu berkoordinasi dengan
instansi lain yang terkait, untuk melaksanakan pelestarian BCB, termasuk di
dalamnya adalah pengamanan dan pemberian sanksi bagi yang melanggar
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Hal ini tentu dapat semakin meyakinkan
masyarakat bahwa pemerintah sungguh-sungguh mengupayakan kelestarian BCB
sebagaimana telah termuat dalam undang-undang di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Habib Mustopo. 2003. Undang-Undang Benda Cagar Budaya dan Masalah
Konservasi dalam Seminar Regional Eksistensi Cagar Budaya Sebagai
Aset Sejarah di Tengah Arus Globalisasi. Jember: Universitas Jember.
Tim Pelaksana. 2003. Laporan Registrasi Benda Cagar Budaya di Kabupaten
Bondowoso Tahap II. Trowulan: Kelompok Kerja Registrasi dan Penetapan
BPPP Trowulan.

PKMM-1-10-1

PELATIHAN MEMBUAT RAGAM HIAS KERAJINAN KERAMIK


DI DESA SANDI KECAMATAN PATTALASSANG
KABUPATEN TAKALAR
A. Syamsul Asti, Andi Fajar Asti, Supriadi, R
Universitas Negeri Makassar, Makassar

ABSTRAK
Keramik adalah salah satu kerajinan tangan yang sampai saat ini masih digeluti
oleh masyarakat di desa Sandi di kecamatan pattallasang. Hal ini disebabkan
karena di daerah tersebut memiliki cukup banyak bahan baku tanah liat serta
bahan lainnya yang pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan keramik. Sebenarnya pemanfaatan bahan baku kerajinan keramik di
daerah tersebut telah dilakukan sejak dahulu namun ditemukan masalah pada
jenis motif atau ragam hias yang digunakan pada keramik tersebut. Ragam hias
yang dihasilkan terkesan monoton, kurang kreatif dan tidak memberi nilai-nilai
filosofis. Kondisi ini sangat mempengaruhi daya beli masyarakat. Supaya ragam
hias yang digunakan lebih produktif dan kurangnya pengetahuan, keterampilan
dan kurangnya sosialisasi jenis ragam hias dikalangan pengrajin dan masyarakat
lokal maka dilaksanakan pelatihan membuat ragam hias kerajinan keramik di
desa sandi kecamatan pattalassang kabupaten takalar.
Pelatihan ini bertujuan: 1) Untuk meningkatkan pengetahuan para pengrajin
keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam hal
motif hias kerajinan keramik yang diproduksi. 2) Untuk meningkatkan
keterampilan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang
kabupaten Takalar dalam menghiasi keramik yang diproduksi dengan motif-motif
terbaru dan bermakna. 3) Untuk memperkenalkan kesejahteraan dan pendapatan
para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang Kabupaten
Takalar setelah desain motif hias ini diterapkan.
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Partisipatori yang
dimulai dari pra-observasi, penyuluhan, aplikasi teori yang pada akhirnya
dilakukan observasi ulang/Follow Up.
Hasil yang dicapai adalah tenciptanya pengrajin keramik di desa Sandi
kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar yang mempunyai wawasan dan
keterampilan mendesain motif hias kerajinan keramik yang bernilai tinggi.
Kata Kunci: Pelatihan, Ragam Hias, Kerajinan Keramik
PENDAHULUAN
Karya kerajinan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
sehari-hari, baik untuk kebutuhan jasmani, maupun rohani. Sejak manusia
membutuhkan pakaian untuk melindungi tubuhnya, rumah tempat berlindung,
perhiasan dan sebagainya, maka sejak itu pula tumbuh kegiatan kerajinan yang
didasarkan atas kebutuhan praktis. Apabila ada berbagai kerajinan tersebut,
perasaan manusia ikut tergugah dan berperan, maka tampillah gejala-gejala daya

PKMM-1-10-2

cipta yang mengandung makna dan nilai-nilai artistika dari hasil kerajinan
tersebut.
Kabupaten Takalar merupakan salah satu daerah Tingkat II dari 23
kabupaten/kota madya di Sulawesi Selatan, sejak dahulu telah terkenal memiliki
keanekaragaman budaya dan segi kerajinan yang bernilai tinggi. Seperti yang
terdapat di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar berupa kerajinan
keramik yang hingga sekarang semakin populer keseluruh wilayah Sulawesi
hingga kepulauan lainnya di seluruh Indonesia.
Keramik adalah salah satu kerajinan tangan yang sampai saat ini masih
digeluti oleh masyarakat di desa Sandi di kecamatan pattallasang kabupaten
Takalar. Hal ini disebabkan karena di sebabkan karena di daerah tersebut
memiliki cukup banyak bahan baku tanah liat serta bahan lainnya yang pada
dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan keramik.
Pada dasarnya pemanfaatan bahan baku kerajinan keramik di daerah tersebut telah
dilakukan sejak dahulu oleh nenek moyang. Karena itu keramik di daerah ini
memiliki motiv dan bentuk ragam hias yang khas sehingga berbeda dengan
keramik daerah lain yang ada di Sulawesi Selatan.
Kreasi-kreasi bentuk ragam hias keramik ini cukup diminati oleh masyarakat
pencinta barang seni kerajinan keramik dari berbagai lapisan mayarakat.
Khususnya di daerah yang ada di Indonesia timur, terbukti dengan tingginya daya
beli dan permintaan masyarakat sekitarnya. Namun ternyata ditemukan masalah
pada persoalan jenis motif atau ragam hias yang dihiaskan pada keramik tersebut
sehingga terkesan monoton dan kurang kreatif serta tidak memberi nilai-nilai
filosofis. Kondisi ini sangat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, maka dengan adanya suatu pelatihan membuat
ragam hias kerajinan keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten
Takalar diharapkan para pengrajin memproduksi keramik yang lebih kreatif dan
inovatif sehingga mengundang konsumen untuk membeli baik lokal, nasional
bahkan ekspor sekalipun.
Beberapa masalah yang ditemukan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1)
Kurangnya pengetahuan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan
Pattallasang kabupaten Takalar mengenai motif-motif untuk menghiasi keramik
yang diproduksi. 2) Kurangnya keterampilan para pengrajin keramik di desa
Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam menghiasi keramik yang
diproduksi dengan motif-motif terbaru dan bermakna. 3) Memperkenalkan
kepada para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten
Takalar tentang macam-macam motif hias terbaru dan bermakna pada tiap-tiap
hasil kerajinan.
Kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Meningkatkan pengetahuan para pengrajin
keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam hal motif
hias kerajinan keramik yang diproduksi. 2) Meningkatkan keterampilan para
pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam
menghiasi keramik yang diproduksi dengan motif-motif terbaru dan bermakna. 3)
Memperkenalkan kesejahteraan dan pendapatan para pengrajin keramik di desa
Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar setelah desain motif hias ini
diterapkan.
Manfaat dari kegiatan ini adalah : 1) Manfaat bagi mahasiswa yaitu sebagai
wadah untuk mengejawantahkan disiplin ilmu yang dimilikinya, karena program

PKMM-1-10-3

ini akan menggunakan sistem pendampingan dari mahasiswa seni rupa. 2)


Bermanfaat bagi para pengrajin itu sendiri terutama dalam mengetahui eksistensi
hasil usahanya sehingga mampu memberi motivasi dalam rangka peningkatan
kreatifitas dan produktifitas. 3) Sebagai bahan informasi bagi Lembaga Penelitian
kesenian khususnya pada jurusan seni rupa dan kerajinan FBS UNM serta instansi
yang terkait dalam upaya pelestarian kebudayaan khususnya, dan kebudayaan
nasional pada umumnya. 4) Membantu pemerintah dalam meningkatkan Sumber
Daya Manusia Dan Sumber Daya Alam.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Tabel 1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
No

Waktu (Bulan)

1.

Juni 2005

2.

Juli-Agustus 2005

3.

Agustus 2005

4.

September-Oktober
2005

Jenis Kegiatan
- Survei lokasi/tempat pelatihan
- Pembenahan dan penataan tempat
pelatihan
- Pengadaan kelengkapann pelatihan
- Pelatihan dan bimbingan dasar
Membuat Motif Hias
- Pembentukan pendampingan
Observasi lanjut kelokasi pelatihan
(Follow up)
- Pembuatan/pengetikan konsep
laporan
- Rapat antar tim pelaksana
- Penggandaan, penjilidan laporan
- penyerahan laporan akhir pelaksanaan
program

Tempat
Kabupaten Takalar.
Kabupaten Takalar.

Kabupaten Takalar.

Di Makassar

Tahapan Pelaksanaan
Tahap Persiapan
Pada tahap ini, akan dilaksanakan beberapa kegiatan seperti pengurusan Izin
kegiatan, pemantapan rencana pelatihan, Pembuatan format evaluasi, Observasi
kelokasi, Pembelian peralatan.
Tahap Pelatihan
Setelah persiapan telah rampung maka pelatihan siap dilaksanakan.Namun
sebelum pelatihan dilaksanakan terlebih dahulu diadakan seminar tentang
bermacam motif hias kerajinan keramik terbaru dan lebih memiliki nilai dengan
pemaknaan di balik ukiran kerajinan keramik tersebut. Di seminar juga akan
membahas jenis motif hias mana yang cocok untuk setiap jenis kerajinan keramik.
Kemudian proses pelatihan akan dikelola secara amplikatif dan rekreatif supaya
lebih efektif dan fleksibel, sehingga dalam pelatihan ini memerlukan
pendampingan dari mahasiswa yang akan menjadi mitra kerja sama nantinya yaitu
mahasiswa jurusan seni rupa FBS UNM. Karena Sesuatu hal maka mitra
kerjasama dialihkan bekerjasama dengan HIPERGAS (Himpunan Pengrajin

PKMM-1-10-4

Gerabah Sittalassi) Kecamatan Pattalassang Kabupaten Takalar. Pengrajin pada


program ini akan dituntun untuk dapat membuat kerajinan keramik dengan penuh
nilai termasuk salah satunya keberadaan ragam hias yang menjadi nilai tersendiri.
Tahapan Evaluasi dan Penyusunan Laporan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan program kegiatan ini maka diadakan
evaluasi atau penilaian secara kontinyu meliputi : 1) Frekuensi kehadiran peserta
dalam mengikuti seluruh rangkaian kegiatan (minimal 80 % kehadiran). 2)
Kemampuan dan penguasaan keterampilan membuat Motif Hias yang diajarkan.
3) Setelah dievaluasi maka yang terakhir adalah penyusunan laporan pelaksanaan
program sebagai bahan pertanggungjawaban.
Instrumen Pelaksanaan
Instrumen yang digunakan dalam program ini adalah: 1) Observasi yakni
dilakukan secara langsung pada saat sebelum pelaksanaan kegiatan. 2) Perlakuan
yakni berupa pelatihan kepada masyarakat pengrajin tentang cara melakukan
penghiasan dan memperkenalkan motif-motif baru dalam pembuatan keramik. 3)
Follow Up yakni dilakukan langsung ketika pengrajin pada suatu waktu
membutuhkan bimbinbgan ulang atau bimbingan yang lebih mendalam tentang
jenis ragam hias kontemporer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Pada Masyarakat telah
dilaksanakan selama kurang lebinh dua bulan, yaitu bulan September - Oktober
2005. Program ini diawali dengan pra-observasi, penyuluhan, aplikasi teori yang
pada akhirnya dilakukan observasi ulang/Follow Up.
Pada dasarnya masyarakat pengrajin keramik merasakan program ini.
Mereka dapat membuat jenis ragam hias dari berbagai bentuk Hias yang telah
diseminarkan. Dengan demikian mereka tidak monoton lagi pada satu atau dua
jenis ragam hias yang dipakai. Tahap akhir pelatihan tepatnya pada hari Sabtu, 08
Oktober 2005 di Kampung Sandi Kacamatan Pattalassang Kabupaten Takalar
berlangsung baik dengan ditandai antusiasnya peserta pelatihan termasuk
memperhatikan model ragam hias yang ditawarkan. Acara pelatihan turut
melibatkan langsung Tim Pelatihan dari Himpunan Pengrajin Gerabah Sittalassi
Kabupaten Takalar. Walaupun peserta mengakui ada beberapa jenis ragam hias
yang ditawarkan termasuk masih sulit untuk diterapkan karena sesuatu yang baru
buat mereka salah satunya model ragam hias Binatang dan manusia.
Pada metodologi pelaksanaan telah dijelaskanbeberapa model ragamhias
yang telah ditawarkan,berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan
pelatihan ragam hias yang tentunya tidak lepas dari proses pembuatannya sampai
produk siap dipasarkan.
Proses Pembuatan
Proses Pengolahan Tanah Liat
Proses pengambilan dan pengolahan
tanah liat dilakukan disekitar
lingkungan tempat tinggal para pengrajin. Hal ini disebabkan karena jenis tanah
liat yang ada di Desa Sandi adalah termasuk jenis tanah liat yang baik digunakan

PKMM-1-10-5

untuk membuat keramik. Proses pengolahan tanah liat dimulai dengan


pengambilan dari lokasi selanjutnya diolah dan disimpan pada tempat yang telah
disediakan.
Pembentukan Keramik
Proses pembentukan keramik dimulai dengan pembentukan bodi sesuai
dengan ide atau keinginan pengrajin. Ide ini biasanya dituangkan dulu diatas
kertas gambar. Setelah terbentuk selanjutnya dijemur hingga kering, Kemudian
diamplas hingga halus dan licin. Adapun Pembentukannya adalah: 1) Pembakaran
Keramik, tahap pembakaran keramik dimulai dengan meletakkan benda-benda
keramik kedalam tungku pembakaran dengan posisi yang tidak boleh bersentuha
satu sama yang lainnya agar proses pembakaran bisa maksimal. Setelah dibakar
selanjutnya dikeringkan atau diangin-anginkan. 2) Finishing, proses penyelesaian
akhir (Finishing) pada keramik dimulai dengan membersihkan barang keramik
yang selesai dibakar dimulai dengan membersihkan sisa-sisa pembakaran.
Setelah dibersihkan kemudian keramik tersebut dicat dasar baru kemudian
diamplas lagi hingga halus kemudian selanjutnya siap dihiasi agar keramnik lebih
menarik dan menambah nilai artistik.
Bahan dan Alat yang digunakan
Bahan yang dibutuhkan antara lain bahan pokoknya adalah tanah liat
sedangka bahan pelengkapnya berupa pasir, air dan cat beserta campurannya
(dammar, Spiritus dan bensin), kemudian alat yang dibutuhkan antara lain putaran
tangan dan kaki, sekop, gerobak, baskom, keranjang, papan pengalas, pisau ukir,
kuas, amplas, tungku, pensil dan kertas.

Gambar 1. Beberapa Jenis alat yang digunakan untuk membuat


Ragam hias

Bentuk Ragam Hias Kerajinan Keramik


Produk-produk kerajian keramik yang dihasilkan pada usaha-usaha
kerajinan keramik di desa sandi sebenarnya tidak memiliki makna tertentu,
melainkan hanya sebuah hiasan dan pelengkap bentuknya semata. Ide atau
gagasan pembuatan motif ragam hias kerajinan keramik hanya didasarkan pada
kebutuhan pasaran sehiingga para pengrajin tidak tidak harus memberi makna
pada ragam hias kerajinan keramiknya. Keragaman motif ragam hias didasarkan

PKMM-1-10-6

pada ide perseorangan, disamping juga memadukan dari motif ragam hias luar
lokasi desa Sandi. Adapun motif ragam hias yang diterapkan meliputi: 1) Motif
ragam hias geometris. Dengan ciri-ciri antara lain : Ragam hias geometris yang
dipakai untuk menghiasi bagian tepai atau pinggiran dari suatu bagian benda,
Ragam hias geometris sebagai inti atau sebagai inti atau bagian yang berdiri
sendiri dan merupakan unsur estetis dalam bentuk ornamen arsitektural. Untuk
lebih jelasnya lihat gambar. 2) Motif ragam hias tumbuhan. Ragam hias kelompok
ini menampilkan suatu pokok yang berasal dari tumbuhan atau flora. Bentuk
ragam hias diciptakan dengan pengalihan bentuk asal seperti daun, bunga, pohon
serta buah. Di sini bentuk disederhanakan sedemikian rupa sehingga
perwujudannya menjadi hiasan. 3) Motif ragam hias binatang. Ragam hias yang
mengambil objek binatang sebagai motif. Ragam hias binatang dijadikan sebagai
motif karena selain nilai keindahannya, juga tidak terlepas dari makna atau simbol
tertentu. 4) Motif ragam hias manusia. Ragam hias ini mengambil motif manusia
sebagai objek. Sama halnya motif binatang, motif manusia diambil sebagai objek
disamping karena sebagai pencipta motif ragam hias, ia juga tampil dengan
bentuk-bentuk pendekatan dirinya terhadap nenek moyangnya. 5) Motif ragam
hias dekoratif. Ragam hias dekoratif kiranya dapat mengimbangi selera pemakai,
misalnya pemakai warna-warna pada suatu bidang tertentu sebab ia muncul pada
saat orang mencari kepuasan sudut lain, juga dimanfaatkan oleh orang sebagai
media estetika pada berbagai jenis benda. 6) Motif ragam hias poligonal. Ragam
hias ini menggunakan garis-garis sebagai unsur pembentukan hiasan seperti
bentuk tumpal, segi empat, segi enam, dan sebagainya.

Gambar. 2
Proses Pengolahan Tanah Liat

Gambar 3. Pembentukan Keramik.

PKMM-1-10-7

Gambar 4. Proses Pembakaran


Keramik

Gambar 5. Proses Finishing

KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1)
Para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar
memperoleh pengetahuan dalam hal motif hias kerajinan keramik yang akan
diproduksi. 2) Para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang
kabupaten Takalar memiliki keterampilan dalam menghiasi keramik yang
diproduksi dengan motif-motif terbaru dan bermakna. 3) Para pengrajin keramik
di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar setelah desain motif hias
ini diterapkan mendapatkan orientasi jangka panjang terhadap kesejahteraan dan
pendapatan pengrajin.

PKMM-1-11-1

PELATIHAN MEMBUAT ASESORIS RUMAH TANGGA DARI


KERAJINAN ANYAMAN DAUN LONTAR PADA
REMAJA PUTRI PUTUS SEKOLAH DI KECAMATAN MARIORIAWA
KABUPATEN SOPPENG
Yuyun Setiawan, Muh. Faisal, Andi Marenda, Gunawan
Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, Makassar
ABSTRAK
Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
adalah: (1) Terciptanya remaja putri putus sekolah mempunyai pengetahuan
yang kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terbuang
percuma yaitu daun lontar menjadi rangka asesoris rumah tangga yang artistic
dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (2) Terciptanya remaja putri putus
sekolah yang terampil membuat rangka rangka asesoris rumah tangga (tempat
tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) dari kerajinan anyaman
daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi Khalayak
sasaran dalam program ini adalah kelompok remaja putri putus sekolah di
Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Metode
yang digunakan dalam penyampaian materi penyuluhan adalah metode ceramah,
diskusi dan tanya jawab, untuk pelatihan digunakan metode demonstrasi. Hasil
yang dicapai adalah: (1) Remaja putri putus sekolah memiliki pengetahuan dalam
hal pemanfaatan daun lontar untuk pembuatan rangka asesoris rumah tangga
(tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) yang artistic dan
bernilai seni serta bernilai ekonomi, (2) Remaja putri putus sekolah memiliki
keterampilan membuat rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas
kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar
yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi.
Kata Kunci: kerajinan, asesoris rumah tangga, anyaman, daun lontar.
PENDAHULUAN
Tanaman lontar di Kabupaten Soppeng sangat banyak tumbuh di
perkebunan rakyat. Survei kami lakukan di Kecamatan Marioriawa (Januari
2005), ditemukan bahwa pohon lontar jumlahnya cukup banyak kira-kira
jumlahnya 5.000 pohon. Sekitar 10 % masyarakat mengambil niranya untuk
dibuat tuak kemudian dijual dipinggir jalan. Tiap pohon yang diambil niranya
oleh masyarakat minimal 2 kali dipanjat dalam 1 hari, dan setiap 2 (dua) bulan
pohon lontar yang diambil niranya tersebut daun bersama pelepahnya ditinggal
begitu saja di sekitar pohon lontar, dan bahkan masyarakat membuang daunnya
dan mengambil pelepahnya digunakan sebagai kayu bakar.
Pada saat kami mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di lokasi
(September 2004) kami temukan daun lontar banyak yang tertinggal kering dan
lapuk disekitar pohon lontar dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Dan kami
mengambilnya daun lontar tersebut dan membawanya ke Makassar. Dan daun
lontar tersebut kami uji cobakan pada Studio kerajinan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Negeri Makassar yaitu merangkai dan menganyamnya menjadi.

PKMM-1-11-2

tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue), dan hasilnya sangat
memuaskan.
Lanjut kami survey di Kelurahan Manorang Salo Kacamatan Marioriawa
Kabupaten Soppeng bulan Januari 2005, kami sengaja membawa contoh
kerajinan anyaman daun lontar yang kami buat dan bahan bakunya kami ambil
dari lokasi tersebut yaitu: tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup
kue) yang sudah jadi, ternyata ada beberapa remaja putri putus sekolah meminta
kepada kami untuk diberikan pelatihan tentang pembuatan tempat tissue, vas
kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar,
sehingga daun lontar yang bertumpuk di lokasi dapat menjadi barang bernilai
ekonomi, agar supaya remaja putri putus sekolah dapat mempunyai kegiatan yang
bisa bermanfaat bagi remaja putri putus sekolah dan bisa bernilai ekonomi.
Melihat kenyataan di lapangan dan permintaan kelompok remaja putri
putus sekolah di Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten
Soppeng, maka saya sebagai mahasiswa yang sementara mengikuti kuliah pada
Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar dimana
telah kami mendapatkan mata kuliah Rupa dasar, Nirmana ruang dan Nirmana
datar yaitu: kerajinan merangkai bahan alam dan bahan buatan, kami merasa
terpanggil dan tertarik untuk melatih kelompok remaja putri putus sekolah
memanfaatkan daun lontar menjadi kerajinan tempat tissue, vas kembang, dan
tutup bosara (tutup kue) yang bisa bernilai ekonomi.
Setelah remaja putri putus sekolah terampil membuat tempat tissue, vas
kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar memungkinkan
setiap remaja putri putus sekolah dapat membuat 1 (satu) buah benda dari
anyaman daun lontar , jadi satu bulan (dianggap 25 hari) dapat dibuat 25 buah/
bulan/orang, dengan harga Rp.20.000/buah, jadi 25 x Rp. 20.000 = Rp.
500.000. Dan kira-kira bahan yang digunakan Rp. 4 000/ buah, jadi 25 x
Rp. 4.000 = Rp. 100.000,- . Jadi dengan demikian setiap remaja putri putus
sekolah setelah terampil dapat memperoleh penghasilan tambahan/bulan yaitu:
Rp. 500.000 - Rp. 100.000 = Rp. 400.000/bulan.. Penghasilan yang didapatkan
melalui keterampilan kerajinan anyaman daun lontar yaitu: tempat tissue, vas
kembang, dan tutup bosara (tutup kue) ini dapat meningkatkan taraf hidup remaja
putri putus sekolah dan keluarganya.
Harapan kami kepada remaja putri putus sekolah yang dilatih dapat
terampil. membuat tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari
kerajinan anyaman daun lontar. Kerajinan daun lontar tersebut dapat dikomsumsi
keluarga sendiri dan dapat dijual, Dengan demikian kelompok remaja putri putus
sekolah berpeluang menjadi wirausaha tempat tissue, vas kembang, dan tutup
bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang banyak ditemukan di
lokasi. Hal ini tentunya akan mengkatkan pendapatan remaja putri putus sekolah
dan dapat meningkatkan taraf hidupnya beserta keluarganya.
Oleh karena itu masalah Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Daun lontar yang bertumpuk
disekitar pohon lontar, dan menjadi kering dan lapuk disekitar pohon di lokasi
PKMM, (2) Daun lontar yang terbuang percuma tidak dimanfaatkan oleh
masyarakat menjadi barang yang bernilai ekonomi seperti tempat tissue, vas
kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, (3)
Adanya pengalaman tim kami sebagai mahasiswa arsitektur yaitu telah kami

PKMM-1-11-3

mendapatkan mata kuliah Rupa dasar, Nirmana ruang dan Nirmana datar yaitu:
kerajinan merangkai bahan alam dan bahan buatan, dan memanfaatkan limbah
menjadi barang bernilai ekonomi. Jadi dengan demikian kami berkeyakinan
bahwa kami bisa mengerjaklan sesuai dengan desain, karena kami telah
mempraktekkan dan menguji cobakannya pada Studio Kerajian Arsitektur yaitu
membuat tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan
anyaman daun lontar, sehingga tidak menyulitkan bagi kami untuk membuat
benda jadi, (4) Adanya permintaan kelompok remaja putri putus sekolah di lokasi
PKM meminta kepada kami untuk dilatih membuat tempat tissue, vas kembang,
dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang artistic dan
bernilai seni serta bernilai ekonomi, (5) Remaja putri putus sekolah di lokasi PKM
kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan memanfatkan limbah daun lontar
menjadi bahan pembuatan tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup
kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang dapat bernilai ekonomi, (6) Remaja
putri putus sekolah di lokasi PKM kurang terampil mendesain tempat tissue, vas
kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang
artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (7) Remaja putri putus sekolah di
lokasi PKM kurang terampil membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan
tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan
bernilai seni serta bernilai ekonomi, (8) Remaja putri putus sekolah di lokasi PKM
kurang terampil merakit rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara
(tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni
serta bernilai ekonomi, (9) Remaja putri putus sekolah di lokasi PKM kurang
terampil pekerjaan finishing rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara
(tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni
serta bernilai ekonomi.
Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM)
ini adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan pengetahuan remaja putri putus
sekolah di lokasi PKM kurang memanfaatkan limbah daun lontar menjadi bahan
pembuatan tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari
kerajinan anyaman daun lontar yang dapat bernilai ekonomi, (2) Meningkatkan
keterampilan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM mendesain tempat tissue,
vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar,
yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (3) Meningkatkan
keterampilan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM membuat rangka tempat
tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun
lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (4) Meningkatkan
keterampilan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM merakit rangka tempat
tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun
lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (5) Meninmgkatkan
keterampilan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM pekerjaan finishing rangka
tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman
daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi.
Daun lontar ternyata menjadi masalah lingkungan. Daun lontar yang
berjatuhan dan berada tidak jauh dari pohon lontar dan menjadi sampah yang
tergolong limbah sampah domestic, Soemarwoto (1985), dan Soerjani (1987)
menyatakan bahwa sampah domestik perlu dikelolah sehingga tidak
menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan. Winarno (1986) menyatakan

PKMM-1-11-4

sampah domestic masih dapat diproses sehingga menjadi produk yang berguna,
bernilai seni, dan bernilai ekonomi.
Perilaku manusia mengelolah sampah (limbah domestic) hanya sebatas
membuang ke lingkungan. Perilaku ini ternyata berdampak negative terhadap
lingkungan (Sarwono, 1992). Perilaku manusia yang diharapkan dalam
pengelolaan sampah adalah adanya pemanfaatan limbah (Kualitas Lingkungan
di Indonesia 1990). Lebih lanjut dikatakan pemanfaatan limbah sampah dapat
menciptakan lapangan kerja, menimbulkan pertumbuhan ekonomi, ikut
melestarikan lingkungan.
Memanfaatan limbah adalah dapat
menimbulkan nilai ekonomi
masyarakat (Winarno, 1986). Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Winarno tadi. Mentri Negara KLH (1982) menyatakan bahwa alternative yang
baik dalam pemanfaatan limbah sampah adalah memanfaatkan menjadi barang
yang bernilai ekonomi sehingga menimbulkan nilai tambah bagi masyarakat.
Hasil laporan Kuliah Kerja Alternatif atau KKA, Akmal B (2004) yaitu
melatihkan kepada anak panti asuhan putri Attaufiq Kabupaten Barru, yaitu teknik
menganyam daun lontar untuk pembuatan hiasan ruangan, hasil KKA
menunjukkan bahwa limbah daun lontar sangat cocok dibuat sebagai hiasan
ruangan dari kerajinan anyaman daun lontar, dan lain-lain. Karena limbah daun
lontar apabila dianyam sebagai hiasan ruangan atau cendramata dan dapat bernilai
seni dan bernilai ekonomi untuk kebutuhan rumah tangga, hotel, penginapan,
restaurant, kave, dan kebutuhan ruangan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Daun
lontar merupakan sampah domestic yang perlu dikelolah sehingga tidak
mencemari dan mengotori lingkungan, (2) Limbah daun lontar merupakan
sampah yang dapat dirangkai atau dianyam menjadi cendramata berbagai model
sehingga menjadi produk yang bernilai seni dan ekonomi, (3) Pemanfaatan daun
lontar menjadi rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue)
yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, dapat menciptakan
lapangan kerja baru bagi masyarakat terutama remaja putri putus sekolah di
Kelurahan Manorang Salo Kabupaten Soppeng, dan pekerjaan tersebut termasuk
melestarikan lingkungan.
Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa limbah daun lontar
yang terbuang percuma dapat dimanfaatkan menjadi suatu karya seni yang artistik
dan bernilai ekonomi yang tinggi yaitu: rangka tempat tissue, vas kembang, dan
tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni
serta bernilai ekonomi pada manyarakat terutama remaja putri putus sekolah di
Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, untuk memberikan keterampilan
kerajinan dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai
ekonomi yaitu: tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue), dan
lain-lain pada kelompok remaja putri putus sekolah di Kelurahan Manorang Salo
Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.
METODE PENDEKATAN
Khalayak sasaran dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah kelompok remaja putri putus sekolah di

PKMM-1-11-5

Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng (khalayak


sasaran yang dilatih langsung).
Metode utama yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah: (1) Pada saat
pemberian materi penyuluhan pembuatan desain dan rangka tempat tissue, vas
kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar yang artistic dan
bernilai seni serta bernilai ekonomi metode yang digunakan adalah; metode
ceramah, diskusi, tanya jawab, dan simulasi, (2) Pada saat pelatihan membuat
desain dan rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari
anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, metode
yang digunakan adala: metode demonstrasi, dan tanya jawab.
Metode demonstrasi digunakan untuk mendemonstrasikan membuat
desain dan rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari
anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi,
diterangkan dahulu cara memilik bahan, langkah kerja, dimensi, bahan dan alat
yang digunakan. Disini khalayak sasaran ikut langsung melakukan, mengerjakan
setiap jenis pekerjaan bersama dengan mahasiswa. Pada saat itu juga terjadi
diskusi, terutama sekali yang menyangkut sistimatika pekerjaan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang dicapai adalah: (1) Kelompok remaja putri putus sekolah memiliki
pengetahuan dalam hal rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara
(tutup kue) dari anyaman daun lontar, yaitu: (a) Memiliki pengetahuan tentang
pemilihan bahan untuk rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara
(tutup kue) dari anyaman daun lontar: pemilihan daun lontar untuk dibuat rangka
tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue), (b) Memiliki
pengetahuan tentang pembuatan rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup
bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta
bernilai ekonomi yaitu: mendesain dan gambar kerja, merendam daun lontar
selama 2 hari 2 malam, mengangin-anginkan daun lontar yang sudah direndam,
membelah-belah daun lontar dengan menggunakan pisau, memasak daun lontar
dan memasukkan pewarna sesuai selera, membelah-belah pelepah lontar dengan
mengambil bagian punggungnya dan bagian perutnya dibuang, membuat rangka
tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari pelepah daun lontar
yang sudah dibelah, menganyam daun lontar mulai dati bawah sampai seterusnya,
finishing, (2) Kelompok remaja putri putus sekolah memiliki keterampilan
membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari
anyaman daun lontar, yaitu: (a) Terampil memilih bahan daun lontar, (b) Terampil
mendesain dan gambar kerja, merendam daun lontar selama 2 hari 2 malam,
mengangin-anginkan daun lontar yang sudah direndam, membelah-belah daun
lontar dengan menggunakan pisau, memasak daun lontar dan memasukkan
pewarna sesuai selera, membelah-belah pelepah lontar dengan mengambil bagian
punggungnya dan bagian perutnya dibuang, membuat rangka tempat tissue, vas
kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari pelepah daun lontar yang sudah
dibelah, menganyam daun lontar mulai dati bawah sampai seterusnya, finishing.
Selain itu motivasi khalayak sasaran bersama anggota tim PKMM cukup tinggi
mengikuti penyuluhan dan pelatihan dari awal sampai selesai.
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
dianggap juga berhasil karena: (1) Khalayak sasaran tidak menemukan kesulitan

PKMM-1-11-6

dalam memahami materi penyuluhan dan pelatihan yang diberikan, (2) Khalayak
sasaran berkeinginan menerapkan membuat rangka tempat tissue, vas kembang,
dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar pada rumahnya masingmasing, (3) Khalayak sasaran berkeinginan untuk menyampaikan penerapan
membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari
anyaman daun lontar kepada khalayak sasaran yang lain (yang tidak sempat ikut
penyuluhan dan pelatihan).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penyuluhan dan pelatihan dilapangan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: (1) Remaja putri putus sekolah mempunyai inovasi
dan kreatif dalam memanfaatkan sumber daya alam dalam hal ini daun lontar
untuk pembuatan rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan
tutup bosara atau tutup kue) yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi.
(2) Remaja putri putus sekolah memiliki pengetahuan dan keterampilan membuat
rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau
tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta
bernilai ekonomi. Hal ini didukung oleh adanya masukan-masukan dan diskusi
dari mahasiswa dan dosen pendamping Hal ini didukung oleh adanya masukanmasukan dan diskusi dengan mahasiswa serta dosen pendamping.
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan bahwa program PKMM
seperti ini hendaknya dilanjutkan sehingga menciptakan remaja putri putus
sekolah dapat: (1) Inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan sumber daya alam
dalam hal ini daun lontar untuk pembuatan rangka asesoris rumah tangga (tempat
tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) yang artistic dan bernilai
seni serta bernilai ekonomi, (2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
memanfaatkan sumber daya alam dalam hal ini daun lontar untuk pembuatan
rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau
tutup kue) yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Rektor Universitas Negeri Makassar selaku Pembina
2. Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, atas adanya dana yang disediakan
untuk Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
3. Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Makassar,
Dekan Fakultas Teknik, Ketua Jurusan, Kepala Studio Kerajinan Teknik Sipil
dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, dan
Pemerintah Kabupaten Soppeng, Camat Marioriawa, dan Lurang Manorang
Salo, atas izin dan motivasi yang diberikan dalam pelaksanaan Program
Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM), dan penyelesaian
laporannya.
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebut namanya satu persatu.
Semoga bantuan, arahan, motivasi, dan budi baik Bapak,Ibu, dan Saudara
(i) mendapat rahmat disisi Allah, Amin.

PKMM-1-11-7

DAFTAR PUSTAKA
Akmal B (2004), Pelatihan Membuat Tutup Bosara (Tutup Kue) dari Anyaman
Daun Lontar pada Anak Panti Asuhan Putri Attaufiq Kabupaten
Barru, Makassar, Laporan KKA LPM UNM
Mardanas, Izarisma. Dkk. (1985/1986). Arsitektur Rumah Tradisional Daerah
Sulawesi Selatan, Ujung Pandang,: Depdikbud.
Menteri Negara KLH. (1992). Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia.. Jakarta:
Menteri Negara KLH
Sastra Wijaya, A.T. (1991) Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta
Soejani dkk, (1991). Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan, Jakarta: Universitas Indonesia
Soemarwoto(1985) Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Jambatan
Supriadi . et.al. 1991. Profil Teknologi Padat Karya. Jakarta: Pengembangan
Sumber daya Manusia
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (1993). Bumi Wahana. Jakarta: PT.
Garamedia Putama.
Wilkening, F. 1987. Tata Ruang. Pendidikan Industri Kayu. Semarang : Kanisius

PKMM-1-12-1

UPAYA PELESTARIAN SALAK GULA PASIR MELALUI PELATIHAN


DAN PEMBINAAN PETANI DENGAN TEKNIK PENCANGKOKAN DI
DESA SIBETAN
Ni Nyoman Sarmiati, Ni Wayan Suparmi, Ni Made Ari Trisnawati
Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Mipa
Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, Singaraja
ABSTRAK
Desa Sibetan merupakan sentra pertanian salak yang terkenal di Bali. Salak Bali
terkenal karena rasanya yang enak dan khas. Diantara salak Bali terdapat jenis
lain yaitu salak Gula Pasir (Zalacca Var. Amboinensis) yang jumlahnya masih
sedikit dibandingkan dengan salak Bali lainnya, sehingga Salak Gula Pasir
memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Salak Gula Pasir merupakan varietas
yang spesifik yang mempunyai keunggulan dengan daging buah yang tebal,
berwarna putih dengan rasa manis yang segar tanpa rasa sepet walaupun buah
dalam keadaan masih muda. Terbatasnya populasi Salak Gula Pasir disebabkan
karena lamanya waktu untuk mengembangbiakkan tanaman tersebut.
Pengembangbiakkan melalui biji memerlukan waktu kurang lebih lima sampai
enam tahun dari penyemaian sampai menghasilkan. Untuk itu dikembangkan
suatu teknik pencangkokan yang hanya memerlukan waktu kurang lebih dua
setengah sampai tigat tahun dari mulai pencangkokan sampai menghasilkan.
Sosialisasi teknik pencangkokan ini dapat dilakukan dengan memberikan suatu
pembinaan dan pelatihan tentang cara pencangkokan kepada petani Salak Gula
Pasir. Pelatihan dan pembinaan ini dilaksanakan di Dusun Karanganyar Desa
Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Bali. Kelebihan teknik
pencangkokan ini adalah dapat menghasilkan individu baru yang memiliki sifatsifat yang sama dengan pohon induknya. Jadi sebelum melakukan pencangkokan
hendaknya memilih pohon induk yang memiliki kualitas buah yang baik. Kegiatan
tersebut dapat memberikan motivasi kepada petani dalam mengembangbiakkan
Salak Gula Pasir. Dengan demikian teknik pencangkokan merupakan salah satu
alternative sebagai upaya pelestarian Salak Gula Pasir baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
Kata Kunci: salak, varietas, pencangkokan, kuantitas, kualitas
PENDAHULUAN
Desa Sibetan yang terletak di kecamatan Bebandem kabupaten
Karangasem, yang berada kurang lebih 100 km dari kota Singaraja, merupakan
salah satu desa yang terkenal dengan perkebunan dan kualitas salaknya yang
tinggi dan sudah terkenal di Bali maupun di luar Bali. Hampir sebagian besar
masyarakat di sana bermata pencaharian sebagai petani salak. Hal ini didukung
letak geografis Desa Sibetan yang berada di daerah dataran tinggi dengan suhu
yang relatif lembab dan curah hujan yang tinggi. Desa Sibetan memiliki
ketinggian sekitar 500-600 m di atas permukaan laut, merupakan lahan kering
beriklim basah dengan jenis tanah yang dominan laterit (Guntoro 1998). Tanaman
salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw, termasuk famili Palmae,
serumpun dengan kelapa, aren, palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak

PKMM-1-12-2

(Soetomo 1990). Secara umum salak termasuk jenis tanaman berduri, memiliki
bentuk daun yang menyirip berwarna hijau, tinggi 2-5 m, dengan masa hidup
produktif yang relatif panjang yaitu kurang lebih 80 tahun. Selama ini mayoritas
varietas salak yang dikembangkan oleh petani di Desa Sibetan adalah salak
Sibetanyang lebih dikenal dengan sebutan salak Bali. Kelebihan salak Bali
terutama pada biji yang kecil sehingga daging buah lebih tebal dan rasanya manis
dan renyah (Nazaruddin,Muchlisah 1994). Salak Bali ini terdiri dari berbagai jenis
atau kultivar misalnya salak Gondok, salak Nenas,salak Kelapa, salak Injin, salak
Embadan, salak Getih, salak Cengkeh, salak Bingin, salak Mesui, salak Biji Putih,
salak Maong, salak Penyalin, salak Nangka, salak Gading (Guntoro,dkk 1998).
Namun, masih terdapat varietas lain yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan
salak Bali yaitu salak Gula Pasir.
Wijana (1997) menyatakan bahwa perbedaan khas dari salak yang tumbuh
di Bali adalah dari segi rasa, yaitu menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
adalah salak varietas Bali yang mempunyai rasa daging buah manis, asem dan ada
rasa sepet, kelompok kedua adalah salak varietas Gula Pasir yang rasanya tanpa
rasa asem dan sepat. Keunggulan salak Gula Pasir dapat kita lihat dari segi
kualitas maupun dari segi ekonomi. Salak gula pasir memiliki daging buah yang
rasanya jauh lebih manis dibandingkan dengan salak Bali. Rasa manis ini sudah
dapat kita rasakan sejak buahnya masih muda. Berbeda dengan jenis salak Nangka
maupun salak Gading yang termasuk salak Bali, dimana rasa manisnya baru dapat
dirasakan saat buah dagingnya sudah cukup umur atau matang. Perbedaan kualitas
ini juga berdampak terhadap nilai jual dari salak gula pasir, dimana harga jual
salak gula pasir jauh lebih tinggi dibandingkan dengan salak Bali dengan
perbandingan harga 10:1. Rata-rata harga salak gula pasir pada musim panen
berkisar antara Rp 10.000,00 sampai Rp 15.000,00 per kilogram. Sedangkan
diluar musim panen raya harga salak bisa mencapai Rp 30.000,00 sampai Rp
40.000,00 per kilogram. Ciri-ciri salak gula pasir secara umum adalah bentuk
buahnya bulat sampai bulat lonjong dengan panjang buah 4,0- 7,5 cm, ketebalan
daging buah 0,1-1,0 cm, berat buah 45-75 gram/buah, jumlah buah pertandan 2236 buah (rata-rata 28 buah) (Wijana 1997). Keunikan lain yang juga dimiliki oleh
salak gula pasir di bandingkan dengan salak Bali adalah daging buahnya yang
berwarna putih susu. Sehingga oleh para petani, salak gula pasir yang juga dikenal
dengan nama salak putih.
Keunikan ini memberikan nilai tambah tersendiri bagi konsumen termasuk
para wisatawan. Walaupun demikian kebanyakan petani masih enggan untuk
mengembangbiakkan tanaman salak gula pasir. Hal ini disebabkan karena waktu
yang diperlukan untuk mengembangbiakkan tanaman salak dengan cara generatif
(biji) relatif lama.
Kesejukan dan keindahan panorama perkebunan salak dapat dimanfaatkan
sebagai daerah agrowisata yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Hal ini
dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat sekitarnya dan devisa
bagi pemerintah.
Tanaman salak juga tersebar di daerah-daerah di seluruh Nusantara, karena
salak merupakan tanaman asli Indonesia (Suprayitna 1996, LIPI 1980). Daerah
pusat salak yang cukup terkenal di Indonesia antara lain adalah : (Suprayitna
1995) Jakarta, terkenal dengan salak condet; Turi dan Tempel Yogyakarta,
terkenal dengan salak Pondoh; Banjarnegara disebut salak Banjar; Bali, terkenal

PKMM-1-12-3

dengan salak Bali; Depok, Jawa Barat; Brebes; Madura; Sulawesi Utara;
Pontianak.Orang Jawa, Sunda, Madura, Malaysia, Inggris dan Belanda
menyebutnya: Salak. Orang jerman memberi nama Zalaccapalmae, dan beberapa
suku di Indonesia memberinya sebutan yang berbeda-beda, misalnya Saloobi
(Batak), hakam, toosoom (Dayak), Sekomai (Jambi), serta Sala (Minangkabau,
Bugis, dan Makasar) (Tjahjadi 1989).
Berdasarkan bunga salak, maka di Indonesia di kenal tiga macam pohon
salak (Sunarjono 2003). Salak sempurna Campuran (tife A), setiap pohon salak
mempunyai seludang bunga jantan dan seludang bunga sempurna (hermafrodit)
yang fertil seluruhnya. Salak betina (tife B), setiap pohon salak mempunyai
bunga jantan yang rudimentar, sedangkan bunga jantan dari seludang bunga
sempurna rudimentar pula sehingga yang tampak hanya bunga betina saja. Salak
jantan (tife C), setiap pohon salak hanya mempunyai seludang jantan yang fertil,
sedangkan bunga betina pada seludang bunga sempurna termasuk rudimentar
sehingga yang tampak hanya bunga jantan semuanya. Tife A terdapat pada salak
Bali, sedangkan pada tife B dan C banyak terdapat pada salak pondoh dan condet.
Pengembangbiakan salak gula pasir oleh para petani di Desa Sibetan
selama ini adalah dilakukan secara generatif yaitu melalui biji. Bibit salak
diperoleh dari penyemaian biji yang sudah matang. Kelemahan dari perbanyakan
tanaman dengan biji adalah memerlukan waktu yang lama dari masa
pertumbuhannya sampai berbuah. Selain itu tanaman yang diperoleh belum tentu
memiliki keunggulan yang sama dengan induknya. Akibatnya mutu buah yang
dihasilkan tidak sebaik yang dihasilkan oleh induknya.
Jumlah pohon salak gula pasir di Desa Sibetan sampai saat ini masih
tergolong sedikit. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu masih rendahnya
wawasan para petani dalam mengembangbiakkan jenis salak Gula Pasir. Di
samping itu, mereka juga mengalami kesulitan untuk mengganti tanaman lama
dengan tanaman jenis salak Gula Pasir yang baru karena memerlukan waktu
tanam yang lama.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut kami sebagai mahasiswa ingin
mengupayakan pelestarian salak gula pasir tersebut. Salah satu teknik pelestarian
yang kami tekankan dalam PKM ini adalah dengan teknik pencangkokan yang
masih sangat jarang dilakukan oleh para petani untuk mengembangbiakkan
tanaman salak. Padahal teknik pencangkokan ini memiliki banyak keunggulan
dibandingkan dengan perbanyakan tanaman melalui biji yang biasa mereka
lakukan. Keunggulan tersebut yaitu bibit memiliki sifat unggul bermutu yang
sama dengan sifat induknya. Di samping itu waktu yang diperlukan mulai dari
pencangkokan sampai berbuah hanya sekitar 2,5 tahun. Berbeda dengan
pengembangbiakkan melalui biji yang memerlukan waktu sekitar 5 tahun
(Guntoro 1998). Hal ini secara otomatis akan dapat meningkatkan kuantitas dan
kualitas dari salak gula pasir itu sendiri. Selanjutnya diharapkan salak gula pasir
ini mampu bersaing dengan salak lain yang ada di pasaran dan dapat menjadi
salah satu komoditas ekspor yang dapat meningkatkan devisa negara. Bagian dari
pohon salak yang akan dicangkok adalah pada tunas anakannya.
Berdasarkan uraian di atas maka, rumusan masalah yang diangkat dalam
tulisan ini adalah bagaimana cara meningkatkan kualitas dan kuantitas salak gula
pasir di Desa Sibetan. Tujuan dilaksanakannya kegiatan PKMM ini untuk
melstarikan Salak Gula Pasir baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

PKMM-1-12-4

Hasil PKM yang dilaksanakan dalam bentuk pengabdian masyarakat ini


diharapkan mampu memberikan kejelasan, kebenaran dan menambah
pengetahuan serta wawasan para petani di dalam mengembangbiakan tanaman
salak gula pasir dengan teknik pencangkokan agar dapat menghasilkan produk
yang memiliki kualitas dan kuantitas tinggi. Sehingga dengan ini diharapkan salak
gula pasir mampu bersaing dengan jenis-jenis salak lain yang ada di pasaran.
Dengan dibukanya Desa Sibetan sebagai sentra agrowisata salak dan melihat
pangsa pasar yang semakin berkembang diharapkan nantinya akan muncul petanipetani salak yang baru guna menambah pasokan salak gula pasir sehingga
konsumen tidak lagi kesulitan untuk mendapatkannya, serta mampu untuk
menambah pendapatan daerah pada khususnya dan menambah devisa negara pada
umumnya.
Luaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut. Pertama,
dari segi potensi ekonomi produk. Salak gula pasir merupakan salah satu aset
daerah yang telah diakui oleh negara. Selain itu salak gula pasir mempunyai
prospek yang cukup cerah di pasaran ,melihat salak gula pasir mempunyai nilai
jual yang cukup tinggi.Di samping itu salak gula pasir merupakan salak yang
banyak memiliki keistimewaan dan keunikan sehingga mampu menarik banyak
minat dari konsumen. Tingginya harga jual salak gula pasir juga mampu
meningkatkan penghasilan dan pendapatan para petani di daerah pada khususnya
dan negara pada umumnya.
Kedua, dari segi dampak sosial secara nasional. Sekarang ini perkebunan
salak gula pasir di Desa Sibetan masih berskala kecil dengan modal yang tidak
begitu besar. Pengembangan salak gula pasir ini masih terbatas pada petani yang
memiliki modal lebih besar. Sehingga dengan pelatihan dan pembinaan teknik
pencangkokan ini diharapkan para peteni mampu menghasilkan produk salak gula
pasir yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing di pasaran dengan jenis salaksalak yang lain, termasuk salak import. Diharapkan dengan ini perkebunan salak
mampu berkembang dengan pesat sehingga akan membuka lapangan pekerjaan
bagi penduduk di daerah sekitarnya dan mampu meningkatkan taraf hidup
masyarakat di Desa Sibetan yang masih tergolong rendah serta menjadi salah satu
daerah agrowisata yang berpenghasilan tinggi.
METODE PENDEKATAN
Metode yang digunakan dalam PKM ini yaitu metode kerja kolaborasi
antara mahasiswa, petani dan dinas terkait dalam hal ini Dinas Pertanian.
Pengumpulan data mengenai Salak Gula Pasir di Desa Sibetan dilakukan dengan
teknik wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi serta observasi.
Observasi Lapangan dilakukan melalui pengamatan di daerah-daerah
tempat perkebunan salak gula pasir di Desa Sibetan dan melakukan pengamatan
terhadap cara pemeliharaan dan pengembangbiakan tanaman salak gula pasir di
desa tersebut. Observasi dilakukan setelah memperoleh ijin dari dinas-dinas
terkait. Kegiatan observasi bertujuan untuk mengumpulkan data awal sebelum
melaksanakan kegiatan pembinaan dan pelatihan. Dengan melakukan observasi
langsung ke lapangan dapat diamati kondisi fisik pohon salak baik salak Bali
maupun Salak Gula Pasir. Hasil dari observasi ini dijadikan bahan masukan
untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya yaitu berupa pelatihan dan pembinaan.
Selama pelatihan PKM, baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan pelatihan,

PKMM-1-12-5

kegiatan observasi ini terus dilaksanakan secara berkelanjutan. Observasi ini


dilakukan di Dusun Karanganyar Desa Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten
Karangasem Bali. Daerah tersebut merupakan sentra pengembangan tanaman
salak. Bahan dan alat yang digunakan berupa lembar pengamatan atau observasi
yang berisi catatan tentang populasi dan pengembangbiakan Salak Gula Pasir.
Selain itu, juga digunakan kamera dalam mengumpulkan gambar-gambar untuk
menunjang realitas dari data yang dikumpulkan.
Selain menggunakan metode observasi, juga dilakukan wawancara yaitu
dengan mengambil sampel beberapa petani sebagai responden untuk memberikan
gambaran mengenai proses pemeliharaan dan cara pengembangbiakan tanaman
salak gula pasir. Wawancara ini dilakukan secara kekeluargaan agar tidak tercipta
suasana yang kaku sehingga responden bisa memberikan jawaban secara jujur.
Dengan demikian data yang diperoleh lebih akurat. Informasi dan data dari dinasdinas terkait juga diperoleh dengan wawancara. Teknik wawancara ini dilakukan
dengan beberapa narasumber yang ahli dibidangnya. Seperti halnya dengan Dinas
Pertanian dan Holtikultura baik tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan.
Instansi tersebut juga memberikan informasi secara tertulis dalam bentuk laporan
dan hasil pendataan lainnya terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Selain itu
juga dilakukan wawancara dengan ketua-kelompok tani dan petani-petani salak
secara langsung di Desa Sibetan untuk mengetahui pengetahuan serta
permasalahan yang mereka miliki terkait dengan pelestarian salak gula pasir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Karangasem memiliki luas wilayah 83.954 Ha yang sebagian
besar merupakan lahan kering (76.920 Ha). Keberadaan Lahan kering
memberikan potensi yang cukup besar untuk pengembangan holtikultura
khususnya buah-buahan. Salah satu jenis buah yang populasi dan produksinya
cukup besar adalah tanaman salak. Tanaman salak merupakan salah satu
komoditas unggulan nasional untuk propinsi Bali. Bagi Kabupaten Karangasem
khususnya, komoditas salak mampu memberikan sumbangan pendapatan yang
cukup besar bagi petani. Dilihat dari angka PDRB Karangasem tahun 1994, salak
memberikan kontribusi besar terhadap sektor pertanian (19,44%) dan
perekonomian daerah (8,05%) (Rahayu 1999).
Dilihat dari segi rasa, salak dapat dibedakan menjadi 2 varietas yaitu
varietas salak gula pasir dan varietas salak Bali. Varietas Salak Gula Pasir dilepas
oleh Menteri Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
584/Kpts/TP.240/7/94, tanggal 23 Juli 1994. Salak Gula Pasir mempunyai rasa
buah yang manis tanpa rasa asem dan sepat sejak buah masih muda. Kultivarkultivar salak yang ada selain Salak Gula Pasir dimasukkan dalam Varietas Salak
Bali, yang dilepas melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
285/Kpts/TP.240/7/94, tanggal 23 Juli 1994. Salak Bali mempunyai rasa yang
bervariasi mulai dari manis, asem sampai rasa sepet.
Keunggulan kompetitif komoditas salak di Kabupaten Karangasem
sebenarnya terdapat pada varietas Salak Gula Pasir. Permasalahan utama yang
selama ini dihadapi oleh para petani di Desa Sibetan adalah sedikitnya populasi
salak Gula Pasir, rendahnya teknik budidaya dan fluktuatifnya produksi dan harga
pada saat panen raya dan gadu dengan berbagai sebab dan dampak yang
diakibatkan. Berdasarkan hal tersebut maka, ditetapkan beberapa paket teknologi

PKMM-1-12-6

introduksi seperti: pembibitan Salak Gula Pasir melalui cangkokan dan biji,
pemeliharaan dan budidaya bibit asal cangkokan, perbaikan teknik budidaya.
Budidaya Salak Gula Pasir secara umum tidak berbeda dengan Salak Bali,
karena jenis salak ini tersebar diantara ribuan tanaman salak Bali yang dimiliki
petani. Keberadaaan Salak Gula Pasir sebenarnya sudah lama diketahui, namun
baru dikenal secara luas dan mulai dikembangkan sejak tahun 1994. Karena harga
salak gula pasir ini relatif mahal, pada awalnya petani sengaja menyembunyikan
keberadaan salak tersebut agar terhindar dari pencurian. Kepemilikan Salak Gula
Pasir oleh petani sangat bervariasi dari 1-1000 pohon per petani, dengan rata-rata
26 pohon. Namun sebagian besar petani anggota kelompok (62%) memiliki Salak
Gula Pasir dibawah 10 pohon. Budidaya Salak Gula Pasir yang selama ini
dilakukan oleh para petani salak masih secara tradisional terutama dalam
menerapkan teknik pembibitan, pemupukan, pengairan, pengaturan pelepah, dan
pasca panen. Untuk pengembangan selanjutnya petani mengusahakan Salak Gula
Pasir di sela-sela salak Bali sebagai sisipan. Apabila Salak Gula Pasir tumbuh
dengan baik, maka sebagian salak Bali yang tidak produktif akan ditebang.
Pengembangbiakan tanaman salak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
secara generatif (biji) dan secara vegetatif. Perbanyakan tanaman secara vegetatif
atau klonal dapat dilakukan dengan cara mencangkok tunas anakan. Cara
pembibitan dengan pencangkokan memiliki penyimpangan sifat dan produksi
tanaman yang lebih kecil terhadap tanaman induknya dibandingkan dengan cara
perbanyakan dengan menggunakan biji. Dengan bibit cangkokan dapat
mempercepat masa berbuah hampir separuhnya bila dibandingkan dengan
menggunakan biji. Tanaman asal biji baru berbuah pada umur 5-6 tahun,
sedangkan dengan cangkokan memerlukan waktu 2,5-3 tahun. Disamping itu
biaya pencangkokan relatif lebih murah dibandingkan dengan pembibitan melalui
biji. Pencangkokan tunas anakan diambil dari induk tanaman yang sehat dan
mantap, dengan umur anakan sekitar 4 bulan atau telah berdaun 3-5 lembar.
Anakan tanaman dipilih yang berada di pinggir untuk memudahkan
pencangkokan. Sebelum dilakukan pencangkokan, pohon induk terlebih dahulu
dibersihkan.
Menurut Kasijadi (Rahayu 1997), persentase keberhasilan cangkok yang
dilakukan petani dan peneliti tidak berbeda. Petani dapat mencangkok 3 anakan
per jam dengan hasil 90% jadi. Hal ini menunjukkan pelaksanaan teknologi
pembibitan secara klonal dengan mencangkok tunas anakan mudah dilaksanakan
oleh petani.
Kegiatan PKM ini, dilaksanakan dengan empat tahapan sebagai berikut.
Tahap persiapan yaitu mempersiapkan segala sesuatu yang kira-kira diperlukan di
lapangan. Kajian secara teoritis tentang pohon salak dan perkembangannya sudah
dikumpulkan sebelumnya. Persiapan berupa surat pengantar dari lembaga untuk
dinas-dinas terkait disediakan sebelum terjun ke lapangan. Pencarian ijin baik ke
Dinas Pertanian, Kepala Desa maupun Kepala Dusun juga dilaksanakan pada
tahap persiapan ini. Pada umumnya mereka memberikan ijin dan memberi respon
positif dengan kegiatan yang dilaksanakan. Tahap observasi, yaitu dengan
mencari data ke Dinas Pertanian
untuk mengetahui penyebaran dan
pengembangbiakan Salak Gula Pasir. Data dan informasi terkait dengan
pembinaan dan pelatihan yang sudah dilakukan oleh dinas pertanian untuk
melestarikan keberadaan Salak Gula Pasir juga diperoleh pada tahap ini.

PKMM-1-12-7

Observasi dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui


kondisi fisik pohon salak tersebut. Dari hasil observasi tersebut diperoleh data dan
masukan yang digunakan sebagai pertimbangan untuk melakukan penyuluhan.
Tahap selanjutnya adalah wawancara. Pada tahap ini dibantu oleh beberapa
narasumber antara lain, Bapak Ir. I Wayan Supandhi selaku kepala Dinas
Pertanian tingkat kecamatan, Bapak I Made Mawa, SP selaku kepala Dinas
Pertanian tingkat kecamatan, Bapak I Wayan Deger, SP selaku petugas pelaksana
teknis di kecamatan Bebandem, I Nengah Raka Astawa selaku Ketua Kelompok
Tani Kerta Semaya di Dusun Karanganyar. Selain itu juga dilakukan wawancara
terhadap beberapa petani khususnya petani Salak Gula Pasir. Dari wawancara itu
diperoleh keterangan tentang Salak Gula Pasir, baik mengenai populasi maupun
cara pemeliharaan dan pengembangbiakannya.
Data dan informasi yang diperoleh dalam wawancara sangat membantu
sebagai masukan untuk melakukan tahapan selanjutnya. Data dan informasi
tersebut dikonsultasikan dengan narasumber. Dari hasil wawancara tersebut
diketahui bahwa populasi Salak Gula Pasir masih sangat jarang dibandingkan
dengan Salak Bali. Data ini sesuai dengan informasi yang diperoleh di Dinas
Pertanian, dimana persentase Salak Gula Pasir hanya 1,5% dari Salak Bali.
Rendahnya populasi ini tidak terlepas dari masa pembibitan atau
pengembangbiakkan yang relatif lama. Selain itu para petani masih enggan dan
takut mengalami kegagalan untuk mengembangbiakkan Salak Gula Pasir.
Tahap keempat yaitu melakukan penyuluhan. Pelaksanaan tahap ini
dibantu oleh petugas unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Pertanian tingkat
Kecamatan. Tujuan dari penyuluhan ini untuk meningkatkan motivasi dan
kesadaran masyarakat untuk bersedia mengembangbiakkan dan melestarikan
keberadaan Salak Gula Pasir. Saat kegiatan penyuluhan juga dijelaskan manfaat
dari berkebun salak yang memiliki prospek yang sangat bagus dalam bidang
ekonomi. Pada pertemuan selanjutnya dilakukan pelatihan dan pembinaan tentang
pelestarian Salak Gula Pasir terutama tentang teknik pencangkokan yang
merupakan alternatif untuk mempercepat masa pembibitan sampai mulai masa
produktif. Pelaksanakan pelatihan dibantu oleh petugas UPT terutama tentang
proses pencangkokan yang benar. Pelaksanaan pelatihan ini berjalan dengan
lancar dan tidak begitu menemui kendala. Sebab, masyarakat dalam hal ini petani
sudah hafal betul dengan kondisi fisik pohon salak beserta bagian-bagiannya.
Begitu pula dengan pemakaian alat-alat pertanian, bagi mereka alat-alat tersebut
sudah tidak asing lagi. Disamping itu, sebelumnya juga sudah pernah dilakukan
pelatihan tentang teknik pencangkokan ini dari Dinas Pertanian kabupaten dan
IP2TP. Sehingga tidak ditemui kendala dalam penyuluhan ini. Tindak lanjut dari
penyuluhan ini adalah pelaksanaan kegiatan mencangkok yang dilakukan sendiri
oleh petani. Dalam hal ini digunakan sepuluh (10) sampel pohon induk Salak
Gula Pasir. Pencangkokan itu mereka lakukan pada bulan Maret 2006.
Selanjutnya dilakukan pemantauan dan mengecekan cangkokan secara langsung
ke rumah-rumah petani. Selain itu petani juga melaporkan perkembangan
cangkokan mereka secara lisan pada saat rapat antar anggota tani. Pada saat
melakukan pemantauan, juga dilakukan pendekatan dengan petani yang
bersangkutan untuk melestarikan keberadaan Salak Gula Pasir.
Wilayah kecamatan Bebandem merupakan sentra pengembangan Salak
Gula Pasir, maka dari itu untuk memudahkan pembinaan dibentuk kelompok-

PKMM-1-12-8

kelompok binaan berupa kelompok tani salak. Kelompok-kelompok tani salak


tersebut adalah kelompok Tani Salak Dukuh Lestari yang terdiri dari 39 orang,
kelompok Tani Salak Mekar Sari yang terdiri dari 25 orang, dan kelompok Tani
Salak Kerta Semaya yang terdiri dari 35 orang. Kelompok-kelompok tersebut
dibentuk pada tanggal 1 Juli 1997. Dalam upaya menumbuhkan model jaringan
kelembagaan agribisnis, maka dibentuk Kelompok Usaha Bersama Agribisnis
(KUBA) dengan nama KUBA Giri Arsa, yang dibentuk pada tanggal 30 Juli
1999, dengan jumlah anggota 99 orang
KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam laporan PKM ini, maka
dapat kami simpulkan sebagai berikut.
Kualitas Salak Gula Pasir di Desa Sibetan dapat ditingkatkan dengan cara
pencangkokan. Pengembangbiakkan dengan pencangkokan yaitu secara vegetatif
dapat menghasilkan kualitas Salak Gula Pasir yang sama dengan pohon induknya.
Sehingga dalam proses pencangkokan ini perlu dipilih pohon induk yang
berkualitas tinggi agar dapat menghasilkan bibit Salak Gula Pasir yang berkualitas
tinggi pula.
Kuantitas Salak Gula Pasir di Desa Sibetan dapat ditingkatkan dengan
melakukan pengembangbiakkan terhadap Salak Gula Pasir tersebut.
Pengembangbiakkan tersebut dapat dilakukan secara generatif (melalui biji) dan
secara vegetatif (cangkokan). Pengembangbiakkkan secara vegetatif atau
cangkokan
memerlukan
waktu
yang
lebih
singkat
dibandingkan
pengembangbiakkan melalui biji.
DAFTAR PUSTAKA
Guntoro.S,Rahayu.R,Suprapto. 1998. Salak Bali dan Pembudidayaannya.
Denpasar: Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
(IP2TP) Denpasar.
LIPI, Lembaga Biologi Nasional. 1980. Buah-Buahan. Jakarta: Balai Pustaka.
Nazaruddin, Muchlisah, F. 1994. Buah Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahayu. R. 1997. Pengkajian Sistem Usaha Tani Berbasis Salak di Kabupaten
Karangasem Propinsi Bali. Denpasar: Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian Denpasar.
Rahayu.R.1999. Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Salak Berbasis Ekoregional
Lahan Kering. Denpasar: Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian (IP2TP) Denpasar.
Soetomo. H.A.Moch. 1990. Teknik Bertanam Salak. Bandung: Sinar Baru.
Sunarjono,H.Hendro. 2003. Prospek Berkebun Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suprayitna,Imam. 1995. Budidaya Salak Pondoh. Solo: CV. Aneka.
Suprayitna,Imam. 1996. Bertanam Buah-Buahan Unggul. Solo: CV. Aneka.
Tjahjadi,Nur. 1989. Bertanam Salak. Yogyakarta: Kanisius.
Wijana, G. 1997. Pelestarian dan Pengembangan Salak Gula Pasir. Denpasar:
Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.

PKMM-1-13-1

RANCANG BANGUN MESIN PENYULING MINYAK ATSIRI


DENGAN SISTEM UAP BERTINGKAT
DIKENDALIKAN DENGAN MIKROKONTROLLER DALAM UPAYA
PENINGKATAN MUTU PRODUK
Yuli Dwi Gunarso, Emi Susanti, Sri Nanik Sugiyarmi
Politeknik Negeri Semarang, Semarang
ABSTRAK
Jumlah timbulan sampah yang semakin meningkat yang dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan, sampah organic, serbuk gergaji dan sekam padi selama
ini telah dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bakar tetapi menimbulkan
banyak asap yang menimbulkan pencemaran berupa asap yang mengganggu
kesehatan, sedangkan asap sendiri masih mengandung energi sehingga masih
banyak energi yang terbuang. Kelangkaan bahan bakar minyak tanah yang
harganya mahal sehingga masyarakat pedesaan sulit menjangkaunya. Belum
bermanfaatnya sampah organic rumah tangga serbuk gergaji dan sekam padi
yang merupakan limbah padat
sebagai briket arang. Tujuannya untuk
mengurangi dan memangfaatkan timbulan sampah yang semakin meningkat yang
dapat mencemari lingkungan, mensubstitusikan bahan bakar minyak yang
jumlahnya semakain menipis,sebagai energi alternatif. Metode yang digunakan
dalam kegiatan ini adalah secara penyuluhan yang dilakukan di NgepungrejoPati dan praktek lapangan.
Kata Kunci : pengolahan sampah organik skala rumahtangga
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah timbulan sampah yang ada di lingkungan kita semakin meningkat, hal
tersebut sebagai akibat adanya berbagai macam kegiatan industri maupun rumah
tangga yang semakin beragam jenisnya.
Sampah tersebut dapat berupa sampah organic maupun sampah anorganik yang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Sampah biomassa adalah termasuk
sampah organic. Sampah biomassa adalah merupakan sampah yang berupa bahanbahan hayati seperti daun-daunan, rerumputan, reranting, dll. Potensi sampah
biomassa tiap harinya banyak dihasilkan secara alami baik di pedesaan maupun di
perkotaan.
Jumlah timbulan sampah rumah tangga diperkirakan akan meningkat
sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk. Desa Ngepungrojo terletak di
Kabupaten Pati, sebagian besar penduduknya adalah petani. Penduduk yang
berkategori miskin sebanyak 42 % dari jumlah penduduk sehingga untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar mereka masih menggunakan kayu bakar (85
%), sedangkan sebagian kecil menggunakan minyak tanah. Sedangkan untuk
minyak tanah sekarang sulit didapat dan harganya relative mahal. Sampah yang
digunakan dalam pengabdian masyarakat ini adalah berupa sampah organic,
serbuk gergaji dan sekam padi.

PKMM-1-13-2

Kadar air sampah pemukiman bervariasi antara 26,66 38,08 %,


sedangkan kandungan karbon relative tinggi antara 66 87 % untuk skala kecil.
Berdasarkan hal tersebut maka sampah pemukiman relative baik sebagai bahan
baku bioarang. Sekam padi (kulit gabah) merupakan limbah hasil penggilingan
atau penumbukan gabah. Disamping dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk
membuat produk untuk keperluan industri kimia, bahan bangunan, sekam ini juga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Selama ini sekam padi telah
dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang langsung dilakukan pembakaran sehingga
banyak menimbulkan asap yang dapat menyebabkan pencemaran dan asap sendiri
masih banyak mengandung energi sehingga akan terbuang dengan percuma.
Serbuk gergaji dihasilkan dari penggergajian kayu. Selama ini serbuk gergaji
hanya ditumpuk begitu saja dan sebagian dibuang ke aliran sungai (pencemaran
air), atau dibakar secara langsung (menambah emisi karbon di atmosfer). Arang
serbuk gergaji mempunyai nilai karbon terikat sebesar 50 72 kal/gr. Sehingga
dengan adanya sampah biomassa yang jumlahnya berlebihan tersebut serta
pemanfaatan yangkurang optimaldan dapat menyebabkan pencemaran terhadap
lingkungan maka sebagai alternatifnya selain dengan cara pembuatan kompos
maka sampah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi rumah tangga untuk
memasak yaitu dengan jalan dibuat menjadi briket arang.
Briket atau bioarang yang diperoleh dengan membakar tanpa udara (pirolisis) dari
biomassa kering (Seran, 1991). Sedangkan menurut Roejianto (1988) briket
adalah hasil cetakan serbuk dengan perekat tertentu dan dengan perbandingan
jumlah tertentu dan tekanan tertentu pula.
Nilai kalor briket bioarang yang diharapkan adalah sesuai dengan SII
2041-87 yang merupakan nilai kalor dari arang kayu sebesar minimum 7.000
kal/gr dan sesuai dengan nilai kalor briket arang beberapa Negara.
Pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan masyarakat dapat membuat
sendiri bahan bakar alternative dan dapat mengatasi masalah kelangkaan bahan
bakar dan pencemaran lingkungan serta didapat bahan bakar yang ramah
lingkungan.
Perumusan Masalah

Adanya jumlah timbulan sampah yang semakin meningkat yang dapat


menimbulkan pencemaran tanah, air dan udara
Belum optimalnya pemanfaatan sampah yang selama ini hanya 15 %
digunakan sebagai kompos.
Memanfaatkan sampah organik rumah tangga, serbuk gergaji dan sekam padi
yang merupakan limbah padat sebagai briket arang yang merupakan salah
satu energi alternatif.
Sampah organik dalam keadaan kering, serbuk gergaji dan sekam padi selama
ini telah dimanfaatankan sebagai bahan bakar tetapi karena pembakaran
dilakukan secara langsung maka menimbulkan banyak asap yang
menimbulkan pencemaran dan asap sendiri tersebut masih mengandung
energi, sehingga masih banyak energi yang terbuang.

PKMM-1-13-3

Tujuan Program

Meningkatkan nilai guna sampah organik dengan mendaur ulang menjadi


briket bioarang sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Mencari energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar yang jumlahnya
semakin menipis, yaitu dengan menggunakan sampah organik rumah
tangga, serbuk gergaji dan sekam padi sebagai briket arang.
Menganalisis besarnya variasi komposisi sampah organik rumah tangga,
serbuk gergaji, sekam padi dan perekat sehingga dihasilkan briket arang
dengan nilai kalor yang maksimum.
Menganalisis besarnya nilai kalor briket arang yang berasal dari sampah
organik, serbuk gergaji dan sekam padi sehingga sesuai dengan SII 2041
87 dan dibandingkan dengan bahan bakar yang lain.

METODE PENDEKATAN
Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini
meliputi:
1. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan terhadap masyarakat Desa Ngepungrejo Pati
sebanyak 40 orang, dipilih tokoh masyarakat, pengurus PKK dan pamong
desa.
Adapun materi penyuluhan meliputi:
a. Metode pembuatan briket bioarang dan sampah biomassa
b. Tahap-tahap proses pembakaran secara pirolisis
c. Disain tungku yang ramah lingkungan
2. Praktek lapangan
a. Alat dan Bahan
Alat:
Sebuah drum atau tong sampah dengan tinggi 38 cm, diameter
28 cm. bagian atas dilubangi dengan diameter 14 cm dan
dilengkapi sebuah penutup.
Grinder (mesin pencacah)
Sebuah kayu pengaduk panjang 1 m.
Wadah penampung bioarang yang telah ditumbuk
Sebuah mal cetakan dari besi yang berbentuk silinder dengan
diameter 3,9 cm dan tingginya 3,5 cm.
Hydraulic press
Sebuah ember untuk wadah air
Bahan:
Sampah organik rumah tangga
Serbuk gergaji dari industri penggergajian kayu
Sekam padi dari limbah hasil pertanian
Air
Korek api
Perekat (kanji)

PKMM-1-13-4

HASIL DAN PEMBAHASAN


Proses Pembuatan Briket dari sampah organik ini meliputi:
1. Pemilahan sampah, Pisahkan antara sampah organik dan
anorganik.Sampah organik adalah sampah dari pekarangan dan sampah
dapur dari bahan daunan.
2. Pengeringan. Sampah organik dijemur dipanas matahari agar kering.
3. Pembakaran pirolisis.Sampah kering dibakar pada ruang tertutup (sedikit
udara sehingga pembakaran tidak sempurna)
4. Penggerusan.Arang ditumbuk /digerus.
5. Bila perlu tambahlah serbuk gergajian atau sekam padi.
6. Campur dengan perekat (pati kanji).
7. Pencetakan. Adonan kemudian dicetak dengan cara dipress menjadi
briket.
8. pengeringan. Keringkan briket.
9. briket siap digunakan.
Sifat Pembakaran
pembakaran yang tidak sempurna (kurang udara) akan menghasilkan
arang.
Pembakaran sempurna (udara cukup) akan menghasilkan abu.
Setelah semua terbakar maka asap mulai menipis, sampah kering
dimasukan lagi, demikian secara bertahap dan berulang-ulang hingga isi
arang setengah drum.
Sampah yang masih membara disiram air agar menjadi arang (tidak
menjadi abu).
KESIMPULAN

Pemanfaatan sampah organik rumah tangga sebagai briket arang dapat


mengurangi jumlah timbulan hingga 70 % dari jumlah timbulan sampah
organik rumah tangga yang ada.
Memanfaatkan sampah organik rumah tangga selain sebagai kompos yaitu
sebagai briket arang untuk bahan bakar alternatif.
Dengan adanya briket bioarang yang terbuat dari 80% sampah organic,
10% sekam padi, tapioca 10% atau 80% sampah organic, 10% sebuk
gergaji dan 10% tapioca akan terjadi penghematan keuangan. Jika
dibandingkan membeli minyak tanah 1 liter Rp 3.000,00 untuk pemasakan
selama 1 har, sedang menggunakan bioarang 1 kg hanya Rp 1.400,00
terjadi penghematan 53%. Pengabdian masyarakat ini telah dilaksanakan
di Desa Ngepungrejo, Pati.

DAFTAR PUSTAKA
1. Aliansyah M.A, 1995, Pengembangan Pembuatan Alat Briket Kayu, bajar
baru, Balai Penelitian dan Industri.
2. Anonim, 1987, Pedoman Bidang Studi Pengembangan Sampah APK-TS,
Jakarta, PrProyek Pengembangan Tenaga Sanitasi Pusat, Depkes RI.

PKMM-1-13-5

3. Amalia, Desy dan Surya, Hana, 2001, Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji
Menjadi Karbon Aktif dengan Aktivator Kaporit, Semarang, UNDIP.
4. Arman, Naafi, 2000, Pengaruh Sampah Biomassa Sebagai Bahan Baku
briket Bioarang Terhadap Kualitas Kalor, Yogyakarta,STTLYLH.
5. Anthony H, Pemanfaatan Sampah dan Usaha Melestarikan Lingkungan, Solo,
Tiga Serangakai.
6. Bria Seranh, Julius,1991, Bioarang Untuk Memasak, Jakarta, Liberty. DLL

PKMM-1-14-1

APLIKASI WEB PENUNJANG PELAKSANAAN PIMNAS


Pradita Utama, Taufiq Reza Ariyanto, Sukma Rahadian
Jurusan Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, Bandung

ABSTRAK
Informasi merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Dunia pendidikan
juga merasakan pentingnya adanya informasi dan komunikasi. Bahkan dalam
setiap geraknya, dunia pendidikan selalu disibukkan dengan komuinikasi antara
satu pihak dengan pihak lain yang berjauhan. Perguruan Tinggi merupakan
elemen pendidikan yang paling banyak menggunakan teknologi informasi yang
berkembang pesat akhir periode ini. Salah satu teknologi tersebut biasa kita kenal
dengan sebutan internet. Dalam proyek ini, penulis merasakan bahwa suatu
event/acara (event besar ataupun kecil) yang terkoordinasi dan sistematis akan
menghasilkan efek yang baik bagi pihak undangan maupun pihak penyelenggara.
Oleh karena itu terpikir oleh kami sebagai mahasiswa sebuah Perguruan Tinggi
yang akan mengadakan perhelatan besar setingkat nasional yaitu Pekan Ilmiah
Mahasiswa Nasional ( PIMNAS ), untuk membantu dalam hal manajemen
pengelolaan pendaftaran samapi dengan pemberian informasi bagi para peserta
finalis PIMNAS. Dalam Proyek yang telah kami lakukan, yaitu perancangan
sebuah perangkat Lunak Aplikasi Web Penunjang Pelaksanaan Pimnas dengan
menggunakan teknologi internet, kami buat agar informasi dan seluruh hal yang
berkaitan dengan acara Pimnas dapat terakses dan diketahui oleh masyarakat
umum dan dunia perguruan tinggi indonesia pada khususnya.
Kata kunci : internet,perangkat lunak, perguruan tinggi
PENDAHULUAN
Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) merupakan kegiatan puncak
di bidang perwujudan kreativitas mahasiswa dan penalaran ilmiah yang terjadwal
secara akademik oleh perguruan tinggi di seluruh Indonesia. PIMNAS juga
merupakan salah satu bentuk peningkatan peran mahasiswa di Indonesia yang
dilaksanakan secara bertahap, berjenjang, dan berkelanjutan. Kegiatan PIMNAS
diharapkan memupuk minat para mahasiswa untuk membuat karya-karya ilmiah
yang dapat mengangkat citra perguruan tinggi maupun daerahnya.
Bagi Perguruan Tinggi yang menjadi penyelenggara PIMNAS tidaklah
mudah dalam melaksanakan proses pra-PIMNAS sampai dengan pasca-PIMNAS
mulai dari proses pendaftaran sampai pengolahan database peserta PIMNAS.
Selain itu, secara geografis juga terdapat masalah yang menghambat proses
PIMNAS yang dilakukan secara manual. Terbatasnya fungsi sistem dari
penyelenggara PIMNAS sebelumnya menimbulkan masalah-masalah seperti
kurangnya layanan informasi yang efektif dari penyelenggara kepada elemen yang
bersangkutan, serta masih kurangnya pelayanan penyelenggara kepada para
peserta PIMNAS.
Kemampuan yang ditawarkan oleh teknologi informasi diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dan efisiensi serta efektifitas proses pembuatan keputusan,

PKMM-1-14-2

pengkoordinasian antar elemen dalam PIMNAS agar lebih terarah, dan tentu saja
untuk penyebarluasan informasi yang mengingat letak geografis Indonesia yang
berjauhan satu dengan yang lain yang dapat membuat pelayanan PIMNAS
ataupun informasi tentang PIMNAS dapat diakses darimana pun dan kapan pun.
Dengan latar belakang seperti itulah maka dengan aplikasi PIMNAS
berbasis web yang merupakan salah satu fungsi dari internet yang mudah, murah,
meriah, dan fleksibel, merupakan penerapan teknologi modern khususnya
teknologi informasi dapat membantu dalam terselenggaranya pelaksanaan
PIMNAS.
Pokok permasalahan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah
sebagai berikut :
1. Membentuk suatu sistem aplikasi yang berupa informasi/diagram alir
PIMNAS dan berusaha mengintegralkannya dalam satu sistem yang
terkoordinasi di tempat penyelengara PIMNAS dan masing - masing
perguruan tinggi peserta PIMNAS
2. Membentuk suatu layanan kepada pengguna agar dapat melakukan
registrasi para finalis PKM ataupun para peserta lomba non-PKM
secara online dan proses registrasi seluruhnya akan dilakukan
melalui website.
3. Mengimplementasikan aplikasi tersebut sehingga dapat digunakan
secara langsung oleh pengguna.
METODE PENELITIAN
Dalam penyusunan sistem aplikasi ini, kelompok melakukan beberapa
metodologi, yaitu :
1. Pengumpulan literature dan study pustaka.
2. Pembagian kuesioner kepada mahasiswa, terutama mahasiswa
STTTelkom tentang fitur apa saja yang dirasa perlu dibuat pada
aplikasi web penunjang PIMNAS ini.
3. Pengumpulan informasi ke pihak STTTelkom sebagai tuan rumah /
penyelenggara PIMNAS XVII.
4. Melakukan perancangan dan pembuatan prototype serta perangkat
Lunak.

PKMM-1-14-3

Gambar Flowchart Metodologi Pelaksanaan Program

HASIL DAN PEMBAHASAN


Proses
Proses pelaporan data penderita penyakit di Kota Bandung masih manual,
sehingga efisiensi waktu untuk menyikapi suatu keadaan menjadi terhambat.
Apalagi bila hal ini menyangkut kepentingan orang banyak dan mengenai
keselamatan jiwa mereka, maka penyampaian informasi secara cepat, tepat, dan
akurat sangat dibutuhkan. Diharapkan dengan adanya Sistem Informasi Geografi
ini dapat membantu mengefisiensikan waktu dan membantu pengambilan strategi
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyebaran penyakit yang

PKMM-1-14-4

sedang mewabah bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu dalam Sistem
Informasi Geografis ini melibatkan seluruh puskesmas yang ada dikota bandung
yang jumlanya mencapai 26 kecamatan.
Dalam proses penyelesaian masalah dibuat diagram alur penyelesaian
masalah sebagai berikut :

Dari seluruh kecamatan yang ada di Bandung, diharapkan bisa berhubungan


satu sama lain, minimal bisa melakukan updating data untuk melaporkan kondisi
terakhir tiap daerah. Untuk itu diperlukan sebuah perencanaan yang matang untuk
menghubungkan semua Puskesmas yang ada di Kota Bandung dengan Dinas
Kesehatan Kota Bandung.
Ada beberapa alternative agar proses up dating dapat berlangsung
dimanapun dan kapanpun, hal ini dapat diatasi dengan adanya penanggungjawab
ditiap tiap puskesmas dan disediakan seorang super admin untuk melakukan
seluruh proses up dating. Untuk struktur jarigannya sendiri kita dapat
menggunakan alternative jaringan yang sedang berkembang saat ini yaitu system
ADSL atau yang lebih dikenal dengan system Speedy. Atau menghubungkan
seluruh puskesmas yang ada dikota bandung menjadi satu jaringan LAN
tersendiri. Tapi hal ini memerlukan biaya investasi yang mahal diawal
pembentukannya.
Dalam perancangan Sistem Informasi Geografi yang bisa digunakan untuk
pemantauan penyebaran wabah penyakit, diperlukan data-data pendukung.

PKMM-1-14-5

Dimana data pendukung inilah yang akan ditampilkan pada Sistem Informasi
yang dirancang. Data pendukung tersebut meliputi Puskesmas dan data penderita
penyakit. Dengan adanya dua komponen tersebut dapat diketahui penyebaran
penyakit yang sedang mewabah. Puskesmas digunakan untuk mengidentifikasi
daerah yang yang terjangkit, sedangkan data penderita digunakan untuk
menunjukkan penyebaran penderita pada wilayah-wilayah yang telah ditentukan.
Selain itu untuk mendukung sistemnya sendiri yang berbasis Geografi
Informasi System maka perlu adanya beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
mendukung sistem tersebut seperti :
Digitasi peta : proses perubahan peta analog (peta kertas) menjadi
sebuah peta digital yang dapat kita tambahkan beberapa iformasi
didalamnya.
Penentuan letak puskesmas, setalah kita memrubah peta dari analog
menjadi peta digital, sekarang kita dapat menentukan letak-letak
puskesmas yang ada diseluruh kota bandung. Untuk lebih akuratnya
kita dapat memanfaatkan fasilitas GPS.
Perancangan Database
Dalam pembuatan website, dibuat dahulu desain awal yang akan menjadi
tampilan web yang akan dibuat. Adapun tampilan awal web adalah sebagai
berikut :

Gambar 4.1 Tampilan Awal Web.

Karena desain awal inilah yang akan menjadi acuan halaman-halaman


berikutnya. Halaman ini merupakan halaman utama, yaitu halaman yang selalu
tampil pertama kali saat mengunjungi situs.
Pada saat desain awal sudah terbentuk, maka pembuatan halaman yang lain
mengikuti desain yang sudah dibuat dengan mengganti isi dari data/informasi
yang akan ditampilkan. Prosesnya sangat mudah, yaitu dengan cara
menggandakan halaman utama yang sudah dibuat. Halaman-halaman web yang
tidak mengalami perubahan mendasar adalah halaman DB, Tuberkolusis, Diare,
ISPA, pengantar, dan halaman Dinas Kesehatan

PKMM-1-14-6

Perangkat lunak yang digunakan dalam aplikasi ini,memerlukan perangkat


lunak pendukung lainnya yang memungkinkan aplikasi ini dapat dijalankan.
Perangkat lunak pendukung yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Sistem Operasi menggunakan Microsoft Windows 2000 NT atau
Windows XP
MapInfo Profesional versi 7.0, versi 7.5, versi 8.0, atau yang terbaru.
MapExtremeNT atau MapExtreme 2004
MapX 4.0 dan MapX 4.5 up-grade
Dreamweaver MX atau Dreamweaver MX 2004
Adobe Photoshop cs
Sedangkan untuk Perangkat keras yang mendukung aplikasi ini adalah
sebagai berikut:
1. Personal Computer(PC) dengan spesifikasi sebagai berikut:
Processor Pentium III 1200 MHz atau yang lebih tinggi
RAM minimal 128 MB (untuk VS.Net membutuhkan minimal RAM
160 MB)
HardDisk minimal 20 GB
VGA Card minimal 32 MB
2. Monitor, keyboard, mouse, printer
Pengujian sistem dimaksudkan untuk mengetahui apakah sistem yang dibuat
sudah memenuhi spesifikasi kebutuhan sesuai dengan yang diharapkan, selain itu
pengujian juga ditujukan untuk mengetahui daya dukung perangkat lunak
terhadap aplikasi yang dibuat. Berikut ini dilakukan pengujian fungsi menu-menu
yang dibuat pada aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk pemetaan dan sistem
informasi yang digunakan untuk pemantauan penyebaran wabah penyakit di Kota
Bandung.
Dalam aplikasi ini terdapat dua interface form wilayah utama yaitu tentang
peta Bandung dan aplikasi tambahan pada web. Sehingga dalam pengujiannya
terbagi dalam dua bagian utama yaitu tentang peta Puskesmas dan layanan
tambahan (feature) web.
Adapun dalam pengujian peta ini adalah pengujian pada tool-tool yang
mendukung tampilan peta seperti:
Zoom In dan zoom Out, yang berfungsi untuk membesar/mengecilkan
tampilan peta.
Info Tool, yang digunakan untuk mengetahui informasi yang dibawa
oleh peta tersebut, sebagai contoh jumlah penduduk didaerah tersebut,
potensi daerah tersebut maupun informasi yang lain.
Ketepatan peta dengan kenyataan dapat dilihat dengan cara mengukur
ketepatan jarak pada peta dengan membandingkannya dengan jarak yang
sebenarnya. Misalkan diukur sebuah jarak antara titik A dan titik B dengan peta
hasil digitalisasi, kemudian dibandingkan dengan pengukuran sebenarnya pada
kenyataan. Dengan demikian didapatkan akurasi peta terhadap kenyataan. Pada
pengukuran dengan MapInfo menunjukkan nilai 1,026 mil = 1,6416 km (1 mil =
1,6 km). Sedangkan pada kenyataan menunjukkan + 1,600 km. Sehingga terjadi
simpangan sebesar 2,6 %.
Yang paling penting adalah pada forum saran, konsultasi, dan kolom berita.
Pada forum saran, terdapat sebuah formulir yang dapat diisi oleh pengguna

PKMM-1-14-7

dengan syarat harus mencantumkan nama, alamat, email, dan saran. Karena
apabila ada kolom yang tidak terisi, maka tidak dapat dimasukkan ke dalam daftar
saran. Hasil memasukkan saran akan sukses apabila dapat ditampilkan pada
kolom daftar saran. Forum saran ini dapat langsung ditanggapi oleh administrator
melalui web. Demikian juga untuk forum konsultasi mempunyai sistem kerja yang
tidak jauh berbeda dengan forum saran.
Pada kolom berita, pengujiannya dilakukan dengan cara memasukkan berita,
apabila bisa ditampilkan pada kolom berita maka web dalam keadaan normal.
Semua aplikasi ini dapat diatur oleh admin pada halaman admin yang telah
disediakan secara khusus.
Setelah dilakukan pengujian sistem maka dapat diuji dari tiga aspek
pengujian, yaitu dari segi keamanan data, penggunaan perangkat lunak, unjuk
kerja menu-menu yang dibuat. Pengujian sistem ini dilakukan untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan dari sistem aplikasi yang dibuat. Selain itu juga dengan
dilakukannya pengujian sistem ini akan dapat mengetahui apakah aplikasi yang
dibuat sesuai dengan spesifikasi yang ada pada tahap perancangan aplikasi sistem
informasi geografis ini.
Sebelum user dapat menggunakan aplikasi ini, pada saat ingin melakukan
perubahan data, terlebih dahulu user harus mengisikan kata sandi atau password
pada form login. Formlogin ini dimaksudkan agar tidak semua orang dapat
mengakses atau menjalankan aplikasi ini, hanya user yang berhak yang
mengetahui password yang dapat menjalankan aplikasi ini. Keamanan data dalam
hal ini, adalah hanya sekitar akses masuk aplikasi saja, tidak termasuk enkripsi
data. Data dari petugas Puskesmas harus disetujui oleh administrator yang
bertugas di Dinas Kesehatan.
Aspek penggunaan perangkat lunak ini dimaksudkan untuk mengetahui
hubungan antara software yang digunakan dalam pembuatan aplikasi ini. Dalam
integrated mapping , mapinfo 7.5 bertugas sebagai editor workspace peta digital,
sedangkan MapExtreme digunakan untuk pembuatan interface serta melakukan
fungsi sebagai penghubung (interface) antara web server dengan peta yang akan
ditampilkan. Sedangkan Dreamweaver MX digunakan untuk membuat tampilan
web, dan Photoshop adalah sebagai editor gambar.
Dengan demikian maka pemilihan perangkat lunak yang digunakan sudah
bisa mendukung untuk proses pembuatan aplikasi sistem informasi geografis ini.
Untuk tahap implementasi, dimulai dengan perencanaan yang sudah
ditetapkan pada tahap sebelumnya. Hal ini dimulai dengan analsis perencanaan
jaringan yang akan dibuat. Setidaknya ada empat pilihan, yaitu :
a. Jaringan Local Area Network (LAN)
b. Jaringan internet melalui jasa ISP (Internet Service Provider)
c. Jaringan komputer untuk internet dengan memakai jaringan Speedy
(ADSL)
d. Jaringan komputer untuk internet dengan sistem dial-up (TelkomNet
Instan atau TelkomFlexi)
Untuk pilihan pertama, pembuatan jaringan komputer dengan konsep LAN.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapannya, antara lain
sebagai berikut:

PKMM-1-14-8

a. Kota Bandung adalah wilayah yang cukup luas


b. Dalam satu area terdapat Puskesmas dalam jumlah kecil, lokasi Puskesmas
tidak terpusat.
c. Kemampuan kabel UTP, khususnya jarak jangkau maksimum dalam
mentransfer data.
d. Ketersediaan dana untuk penerapan jaringan yang akan dibuat.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka akan sangat berat untuk bisa
menerapkan alternatif pertama. Pembuatan jaringan LAN akan memerlukan
jumlah kabel UTP yang cukup banyak. Hal ini dipengaruhi juga oleh kemampuan
kabel UTP dalam menyampaikan informasi. Kabel UTP versi 5 hanya mampu
mencapai tidak lebih dari 300 meter, sedangkan kabel UTP versi 6 yang
merupakan versi terbaru, hanya mampu mencapai jarak maksimum 1000 meter.
Maka apabila ingin tetap diterapkan alternatif pertama ini, diperlukan repeater
yang cukup banyak. Khususnya untuk daerah Bandung Utara dan Bandung
Selatan yang jauh dari posisi server yang rencananya akan diletakkan di Dinas
Kesehatan. Selain itu, diperlukan juga jaringan backbone bila ingin mendapatkan
sebuah jaringan yang bagus. Biasanya jaringan backbone ini berupa jaringan serat
optik. Dengan demikian, akan memerlukan biaya yang cukup banyak. Sehingga
alternatif pertama ini termasuk proyek yang unvisible bila ditinjau dari dukungan
dana yang ada.
Untuk alternatif ketiga, dengan adanya komputer pada tiap Puskesmas yang
terhubung dengan internet dengan sistem dial-up, misalnya dengan sistem dial-up
atau dengan jaringan yang sedang dikembangkan seperti ADSL atau yang populer
dengan sebutan speedy. Maka pengubahan data pada web server bisa dilakukan
hanya dengan mengakses website melalui komputer tersebut. Selain itu, data juga
dapat diubah dengan hanya beberapa menit menuju warnet seandainya petugas
Puskesmas tidak mempunyai komputer yang terhubung dengan internet.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan Website Sistem Informasi
Geografis untuk pemantauan penyebaran wabah penyakit di Kota Bandung ini
ialah :

Aplikasi yang telah dibuat mampu menyajikan informasi pemetaan penyakit


secara geografis.

Aplikasi yang telah dibuat dapat memberikan informasi pencegahan dan


pengobatan terhadap beberapa penyakit menular.

Website ini menyediakan sarana komunikasi dua arah, baik dari sisi
masyarakat (pengguna umum) maupun dari sisi Dinas Kesehatan..

Website yang telah dibuat dapat memberikan layanan konsultasi penyakit


langsung dengan pihak yang berkompeten.

Website ini dapat membahas penyakit yang menular maupun yang tidak
menular, hal ini didukung oleh forum konsultasi dan forum saran.

Website ini memungkinkan untuk mengadakan pengolahan data penderita


penyakit pada tiap-tiap Puskesmas.

Hasil pengkajian biaya akses internet menunjukkan bahwa akses internet


yang paling murah adalah menggunakan sistem dial- up.

Terdapat tiga level admin yang mempunyai hak yang berbeda-beda.

PKMM-1-14-9

DAFTAR PUSTAKA
Wahana Komputer: Panduan Aplikatif Pengembangan Web Berbasis ASP,
penerbit ANDI.
Agung, Gregorius : 11 Script Spektakular Active Server Page, Elex Media
Komputindo
Nuarsa I Wayan: Mengolah Data Spasial Dengan MapInfo Profesional 7.0,
Penerbit ANDI
Charter Denny, Agtrisari Irma : Desain dan Aplikasi GIS, Elex Media
Komputindo
Prahasta Eddy. 2001. Konsep-konsep Dasar System Informasi Geografis.
Bandung: Informatika Bandung
Prahasta Eddy : Belajar dan Memahami MapInfo, Informatika
MapInfo Profesional 7.0 User Guide, MapInfo Corporation, Troy, Network

PKMM-1-15-1

PEMANFAATAN WAKTU TUNGGU JASA ANGKUTAN UMUM


DENGAN MEMBACA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA
MENUMBUHKAN MINAT BACA DAN MENINGKATKAN
KECERDASAN MASYARAKAT
Sigit Setiawan, Satriawan A Waris, Dedi Triyana
Institut Sains Dan Teknologi Akprind, Yogyakarta
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-1-16-1

PEMBUATAN DAN KOMERSIALISASI KIT EKSPERIMEN


MIKROKONTROLER MCS-51
Arief Untung Mulyadi, Anton Robani, Arya Banon W
Politeknik Surakarta, Surakarta
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-1-17-1

PENGARUH PEMBINAAN DAN PELATIHAN PRODUSEN JAMU


GENDONG TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS JAMU GENDONG
DI KELURAHAN SUMPIUH KECAMATAN SUMPIUH KABUPATEN
BANYUMAS
Wahyu Kurniawan, Dhian Sulistyani, Suroso
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-1-18-1

PENGEMBANGAN BAHAN ADITIF ALAMI UNTUK MENGURANGI


KETERGANTUANGAN PENGGUNAAN SENYAWA SINTETIK PADA
PRODUK MANISAN BUAH-BUAHAN DI DESA TLOGOMAS
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
Dini Elmiyati Hasanah, Nurchalis, Bayu Aryanti, Herlys Dwi Handayani
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

ABSTRAK
PKMM ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan kadar zat aditif
yang ada dalam manisan basah buah mangga tingkat keamanannya bagi
konsumen. Metode yang digunakan bersifat deskriptif, yaitu untuk membuat
pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifatsifat manisan basah buah mangga yang dijual di beberapa lokasi yang biasa
dikunjungi konsumen seperti supermarket dan di pinggir-pinggir jalan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa kandungan sakarin pada manisan basah buah
mangga yang ada di terminal Arjosari (161,674 ppm), terminal Gadang (152,743
ppm) dan terminal Landungsari (170,147 ppm) berada di bawah standart yaitu
200-600 ppm. Sedangkan di Mitra (228,084 ppm), Ramayana (201,52 ppm), Jalan
Jakarta (212,97 ppm) dan di Jalan Veteran (232, 664 ppm) masih berada
diambang batas, sehingga aman untuk dikonsumsi. Kandungan natrium benzoat
pada manisan basah buah mangga yang ada di tujuh lokasi tidak ada yang
melebihi standar, yaitu 600-1000 ppm. Kandungan tertinggi terdapat pada
manisan yang ada di Mitra (329,4 ppm), sedangkan kandungan terendah terdapat
pada manisan yang ada di Jalan Veteran (182,39 ppm). Sedangkan kandungan
pewarna tartrazine yang di bawah standar, yaitu 20-100 ppm. Dimana Mitra
38,92 ppm (terendah); Ramayana 44,29 ppm; Jalan Jakarta 65,04 ppm; Jalan
Veteran 60,1 ppm; Terminal Arjosari 51,18 ppm; Terminal Gadang 55,7 ppm;
Terminal Landungsari 66,34 ppm (tertinggi). Pewarna alami yang dapat
digunakan sebagai pewarna pada manisan untuk menggantikan pewarna sintetik
adalah ekstrak kunyit, ekstrak bunga mawar dan ekstrak ubi jalar. Sedangkan
pemanis alami yang dapat digunakan adalah sirup glukosa dan dekstrose.
Kata kunci: aditif, mangga, pewarna, manisan buah
PENDAHULUAN
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Masalah yang
berkaitan dengan pengadaan pangan mulai dari tahap produksi sampai ke tahap
konsumsi harus ditangani sampai tuntas agar mutu kehidupan manusia semakin
meningkat. Penanganan pangan sejak pasca panen sampai konsumsi sangat erat
kaitannya dengan teknologi pangan dan penggunaan bahan pangan kimia yang
dibutuhkan agar mutunya baik.
Pasokan pangan dan gizi yang tepat merupakan hal yang penting dalam
pemeliharaan kesehatan. Pangan tidak saja harus tersedia dalam jumlah yang
cukup serta mengandung gizi yang memadai, tetapi juga harus aman untuk
dimakan dan tidak membahayakan bagi konsumen.

PKMM-1-18-2

Makanan yang perlu diwaspadai dari segi keamanannya adalah makanan


jajanan yang banyak dijual oleh sentra industri makanan atau home industri.
Makanan ini sering dijual secara bebas di berbagai tempat seperti di warungwarung, terminal-terminal, supermarket dan pinggir-pinggir jalan serta tempattempat lain yang dianggap strategis oleh penjual. Salah satu jenis makanan yang
sering dijual dengan penambahan bahan aditif sintetik adalah manisan basah
buah-buahan. Buah-buahan yang dipilih misalnya buah mangga, kedondong,
salak, pepaya, pala, belimbing, dan lain-lain. Pada proses pengolahan manisan ini,
sering digunakan bahan tambahan pangan (bahan aditif) yang dimaksudkan untuk
mempertahankan mutu atau mencegah kerusakan makanan dan memperbaiki
penampakan agar manisan tersebut lebih disukai konsumen. Penggunaan bahanbahan aditif yang terlalu banyak dapat membahayakan kesehatan konsumennya
dengan menyebabkan keracunan dan kanker. Ada beberapa bahan aditif yang
pemakaiannya diperbolehkan, namun pemakaian zat aditif itu juga harus sesuai
dengan dosisnya.
Bahan aditif yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam manisan
seperti bahan pemanis, bahan pewarna dan bahan pengawet. Penggunaan bahanbahan aditif ini pada manisan buah-buahan jauh lebih berbahaya bagi konsumen,
diduga karena pH makanan rendah (antara 3-5), memerlukan media air sebagai
bahan pelarut, penetrasi bahan aditif ke dalam manisan lebih dalam, interaksi
senyawa lebih kuat dalam kondisi asam.
Pada proses pengolahan manisan ini, penggunaan bahan tambahan pangan
(bahan aditif) ini dimaksudkan untuk mempertahankan mutu, mencegah
kerusakan makanan dan memperbaiki penampakan agar manisan tersebut lebih
disukai konsumen. Padahal untuk tujuan-tujuan tersebut penggunaan bahan alami
jauh lebih aman dibandingkan bahan tambahan sintetik. Di samping itu bahan
tambahan alami bisa didapatkan secara mudah, murah dan banyak ditemukan di
sekitar kita.
Untuk itu perlu dilakukan pendalaman dan pengembangan penggunaan
bahan aditif alami tersebut untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan
bahan aditif sintetik yang ada dalam manisan basah buah-buahan terutama pada
sentra industri atau home industri yang biasa mengolahnya, sehingga aman bagi
konsumen dan layak dikonsumsi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara meyakinkan produsen/pengusaha/pemilik home industri
manisan buah-buahan dapat menggunakan bahan aditif alami, sehingga dapat
mengurangi ketergantungannya pada pemakaian bahan aditif sintetik yang
jelas-jelas sangat berbahaya bagi konsumen.
2. Bagaimana cara pengembangan teknologi pengolahan manisan buah-buahan
yang tepat agar produsen/pengusaha/pemilik home industri manisan buahbuahan dapat memanfaatkan bahan aditif alami secara mudah dengan
kualitas makanan yang baik, sehingga dapat mengurangi biaya produksi dan
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya.
Kegiatan ini bertujuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan
penggunaan bahan aditif alami sebagai pengganti bahan aditif sintetik. Dengan
demikian bahan aditif alami dapat bersaing penggunaannya dengan bahan aditif
buatan, sehingga produsen/pengusaha/pemilik mau beralih ke penggunaan bahan

PKMM-1-18-3

aditif alami. Di samping itu juga bisa sama-sama mudah didapat, murah dijual di
pasaran serta memberikan kualitas produk yang sama-sama menarik.
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak
terkait seperti masyarakat (konsumen dan produsen), institusi dan pelaksana.
1. Masyarakat (konsumen dan produsen)
Kesehatan masyarakat (konsumen) ikut terjaga, karena penggunaan bahan
aditif sintetik terkurangi
Meningkatkan pendapatan produsen, karena bisa menggunakan bahan aditif
alami secara mudah, murah dan aman
Membuka peluang usaha di bidang pembuatan bahan aditif alami
2. Institusi
Wahana pengabdian masyarakat khususnya di bidang riset pemanfaatan atau
penggalian potensi bahan baku penghasil bahan aditif alami dari tanaman dan
hewan
Menjalin kerjasama antara Institusi dengan masyarakat dalam aplikasi
langsung penelitian perguruan tinggi
Memberi solusi yang tepat untuk pangan yang sehat, bergizi dan aman bagi
masyarakat
3. Pelaksana
Merupakan karya pengabdian masyarakat sebagai bentuk rasa tanggung
jawab mahasiswa dalam pemasyarakatan teknologi tepat guna di bidang
pengolahan pangan khususnya potensi bahan alami
Mampu bersikap kritis, kreatif dan mandiri dalam bermasyarakat.
Mampu menyumbangkan ilmu dan konsep spesifik sekaligus khususnya
dalam pengaplikasian ilmu yang telah didapatkan di kuliah.
METODE PENELITIAN
PKMM ini merupakan penelitian deskriptif. Tujuannya adalah untuk
membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat kimia (zat-zat aditif, seperti zat pemanis sakarin, zat pengawet natrium
benzoat dan zat pewarna tartrazine) pada manisan basah buah mangga yang dijual
di terminal Malang, di beberapa supermarket dan di pinggir-pinggir jalan. Teknik
pengambilan sampelnya menggunakan teknik pengambilan sampel secara sensus.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan membeli manisan basah buah mangga
yang ada di Terminal Arjosari, Gadang dan Landungsari; supermarket yang ada di
Ramayana dan Mitra; serta di sepanjang Jalan Jakarta dan Jalan Veteran.
Kemudian manisan tersebut dibawa ke Laboratorium THP dan Laboratorium
Kimia Universitas Muhammadiyah Malang untuk diteliti. Selanjutnya mencari
solusi tentang penggunaan aditif alami dan mengaplikasikannya pada produk
manisan basah buah-buahan. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Agustus
sampai dengan November 2005.
Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini antara lain timbangan analitik,
penangas air, gelas ukur, pipet ukur, pengaduk, erlenmeyer, labu takar, oven, pH
meter (merk Schoot Duran), lemari asam, kertas kromatografi, kertas saring
whatman no. 40, spektrofotometri-UV (merk Miltonroy 20 D). Bahan-bahan yang
diperlukan dalam penelitian ini antara lain NaOH, HCl, ferri khlorida, asam sulfat,
eter, H2SO4, amonia, hidroksi amin, etanol, butanol, asam asetat, aseton,

PKMM-1-18-4

amonium asetat, aquades, indikator Brom Thymol Blue, buffer sitrat, dan indicator
Phenol Red.
Penentuan lokasi penelitian, yaitu merupakan salah satu tempat umum yang
banyak dikunjungi orang seperti terminal, supermarket dan pinggir-pinggir jalan
sehingga banyak dijumpai para pedagang makanan disana. Namun keamanan
pangan dari makanan yang dijual di tempat tersebut belum tentu terjamin
keamanannya. Untuk itu perlu diadakan suatu kajian di tempat tersebut.
Pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel
secara sensus, yang artinya tiap-tiap sampel dari masing-masing tempat tersebut
diamati karena jumlah yang ada terbatas.
Sampel yang sudah dibeli, kemudian diberi label. Label memuat informasi
mengenai nomor sampel, lokasi pengambilan sampel dan tanggal pengambilan
sampel. Selanjutnya sampel manisan basah buah mangga ini dibawa ke
Laboratorium THP dan Laboratorium Kimia UMM untuk dipreparasi dan
dianalisa. Preparasi sampel dilakukan sebelum dianalisa kualitatif. Setiap sampel
dihomogenkan dengan menggunakan blender. Lama proses homogenisasi berkisar
antara 5-10 menit tiap sampel.
Analisa kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi apakah sampel
mengandung zat pemanis, zat pengawet dan zat pewarna atau tidak. Metode yang
digunakan untuk analisa kuantitatif ini adalah metode titrasi. Jika sampel positif
mengandung zat pemanis, zat pengawet dan zat pewarna selanjutnya dilakukan
analisa kuantitatif.
Analisa kuantitatif dilakukan jika dari analisa kualitatif, sampel dinyatakan
mengandung zat pemanis, zat pengawet dan zat pewarna. Melalui analisa
kuantitatif akan diketahui berapa banyak zat pemanis, zat pengawet dan zat
pewarna yang terkandung dalam sampel tiap gramnya. Metode yang digunakan
untuk analisa kuantitatif zat pemanis dan zat pengawet adalah metode titrasi,
sedangkan untuk zat pewarnanya adalah metode spektrofotometri.
Pengolahan data hasil analisis kuantitatif berupa penentuan konsentrasi setiap
sampel dari setiap ulangan serta konsentrasi rata-rata dari setiap sampelnya.
Kesimpulan diambil dari pengolahan data yang berupa analisa kualitatif dan
analisa kuantitatif. Penyajian data hasil analisa ini berupa persentase.
Survey ke tempat produksi ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat pemanis
sakarin, zat pengawet natrium benzoat dan zat pewarna tartrazine. Sehingga dapat
diketahui seberapa besar penambahan zat aditif yang dilakukan dalam proses
pembuatan manisan basah buah mangga ini.

PKMM-1-18-5

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bahan Tambahan Makanan yang Ditemukan pada Manisan Mangga
Dari hasil anallisa dapat diketahui bahwa dalam proses pembuatan manisan
yang dilakukan oleh produsen pembuat manisan di Kecamatan Lowokwaru
ditambahkan beberapa zat aditif, yaitu zat pemanis sintetis (sakarin), zat pewarna
sintetis (tartrazine) juga zat pengawet sintetis (natrium benzoat).
Berdasarkan laporan dari Komite Gabungan Ahli FAO dan WHO tentang
bahan tambahan pangan atau aditif bahan pangan sudah diterbitkan pada tahun
1956. Mereka mendefinisikan zat aditif bahan pangan sebagai suatu substansi
bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang pada
umumnya dalam jumlah kecil, untuk memperbaiki kenampakan, cita rasa, tekstur

PKMM-1-18-6

atau sifat-sifat penyimpanannya. Di Amerika Serikat, Food Protection Comitee


dari National Academy of Sciences mendefinisikan zat aditif bahan pangan
sebagai suatu substansi atau campuran substansi, yang berbeda dengan bahan
pangan dasar, yang ada di dalam bahan pangan sebagai hasil dari setiap aspek
produksi, pengolahan, penyimpanan atau pengemasan (Desrosier 1988).
Aturan Pemakaian BTM dalam Pengolahan Bahan Pangan
Pemakaian bahan tambahan makanan bagi keuntungan konsumen secara
teknologis dapat dibenarkan, bila bahan tersebut dapat memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan.
2. Peningkatan kualitas atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan
bahan pangan.
3. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah
kepada penipuan.
4. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan (Desrosier,
1988).
Pemakaian Zat Aditif yang Tidak Dikehendaki
Pemakaian zat aditif bahan pangan yang tidak memperhatikan kepentingan
konsumen tidak diperkenankan, bila:
1. Untuk menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah.
2. Untuk menipu konsumen.
3. Hasilnya dapat menyebabkan terjadinya pengurangan nilai gizi bahan pangan
yang besar.
4. Pengaruh yang dikehendaki dapat diperoleh dengan praktek pengolahan yang
baik yang secara ekonomis fisibel (Desrosier, 1988).
Pengawasan penggunaan bahan tambahan makanan dimaksudkan agar hanya
bahan yang diizinkan yang boleh digunakan dalam pengolahan makanan dan
bahan tersebut benar-benar diperlukan dalam pengolahan makanan yang
bersangkutan, dengan jumlah secukupnya sesuai dengan cara produksi yang baik
dan tidak melebihi batas maksimum yang diijinkan serta mutunya harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Meskipun di Indonesia telah dikeluarkan
berbagai peraturan tentang bahan tambahan makanan dan sangsi-sangsinya, tetapi
masyarakat belum menyadari akan bahaya yang dihadapi bila dalam makanannya
terkandung bahan tambahan makanan yang dapat membahayakan kesehatan
tubuhnya.
Salah satu cara pengawasan terhadap bahan tambahan makanan yang
digunakan pada makanan adalah dilaksanakannya pengamatan pada waktu
dilakukan pemeriksaan ke produsen makanan, melalui proses pendaftaran dan
juga melalui pengujian terhadap produk makanan.
Bahan Pemanis
Dari hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium terhadap produk
manisan basah buah mangga menunjukkan bahwa seluruh sampel mengandung
pemanis buatan yaitu sakarin, dengan ditandainya larutan sampel yang berwarna
violet. Warna violet ini menandakan bahwa ada asam salisilat yang terbentuk dari
sakarin.

PKMM-1-18-7

Tabel 1. Identifikasi Sakarin terhadap Manisan Basah Buah Mangga


Lokasi Sampel
Sakarin
Mitra
Ramayana
Jl. Jakarta
Jl. Veteran
Term.Arjosari
Term.Gadang
Term.Landungsari

Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

Kadar Sakarin
Dari hasil analisa pemanis sakarin secara kuantitatif dengan menggunakan
metode titrasi terhadap produk manisan basah buah mangga didapatkan hasil
seperti terlihat pada gambar 3.
248.58

250

228.084

230.73
201.52

212.43

200

211.37
182.39

150
100
50
0
I

Keterangan: I. Mitra,
V. Term. Arjosari
Gambar 2.

II

III

IV

VI

VII

II. Ramayana,
III. Jl. Jakarta, IV. Jl Veteran,
VI. Term. Gadang VII. Term. Landungsari

Kandungan Sakarin Pada Manisan Basah Buah


(ppm).

Mangga Di Beberapa Lokasi

Bahan Pengawet
Hasil pengamatan identifikasi natrium benzoat menunjukkan bahwa ketujuh
sampel menggunakan bahan tambahan pengawet natrium benzoate. Identifikasi
natrium benzoat ini mengunakan cara titrasi dengan indikator BTB (Brom Thymol
Blue), yaitu dengan ditandainya larutan sampel yang berwarna merah kecoklatan.
Warna ini menunjukkan adanya natrium benzoat.
Tabel 2. Identifikasi Natrium Benzoat terhadap Manisan Basah Buah Mangga.
Lokasi Sampel
Natrium Benzoat
Mitra
Ramayana
Jl. Jakarta
Jl. Veteran
Term.Arjosari
Term.Gadang
Term.Landungsari

Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

Kadar Natrium Benzoat


Dari hasil analisa pengawet natrium benzoat secara kuntitatif dengan
menggunakan metode titrasi terhadap produk manisan basah buah mangga
didapatkan hasil seperti terlihat pada gambar 4

PKMM-1-18-8

350

329.401

300

248.58

250

218.08 212.43

211.37

230.73

182.39

200
150
100
50
0
I

II

III

IV

VI

VII

Keterangan: I. Mitra,
II. Ramayana,
III. Jl. Jakarta, IV. Jl Veteran,
V. Term. Arjosari VI. Term. Gadang VII. Term. Landungsari
Gambar 3.

Kandungan Natrium Benzoat Pada Manisan Basah Buah Mangga Di Beberapa


Lokasi (ppm).

Bahan Pewarna
Karakteristik pertama dari makanan yang diperhatikan adalah warnanya dan
hal ini menentukan flavour dan kualitas dari makanan terebut. Kualitas makanan
adalah hukum pertama dalam dasar pembuatan dan penggunaan pewarna. Banyak
hasil pengujian yang menentukan pentingnya arti warna maka warna dan flavour
harus sesuai dengan bahan aslinya (Hendry, 1996).
Tabel 3. Identifikasi Jenis Pewarna Sintetis
Lokasi Sampel
Tartrazine
Mitra
Ramayana
Jl. Jakarta
Jl. Veteran
Term.Arjosari
Term.Gadang
Term.Landungsari

Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

Kadar Pewarna Tartrazine


Dari hasil analisa pewarna tartrazine secara kuntitatif dengan menggunakan
metode spektrofotometri terhadap produk manisan basah buah mangga didapatkan
hasil seperti terlihat pada gambar 5 di bawah ini.
65.04

70

66.34
60.1

60

51.18

50

55.7

44.2
38.92

40
30
20
10
0
I

II

III

IV

VI

Keterangan: I. Mitra,
II. Ramayana,
III. Jl. Jakarta,
V. Term. Arjosari VI. Term. Gadang VII. Term. Landungsari
Gambar 4.

VII

IV. Jl Veteran,

Kandungan Tartrazine Pada Manisan Basah Buah Mangga Di Beberapa Lokasi


(ppm).

Bahaya Bahan Tambahan Makanan pada Manisan Mangga Bahan Pemanis


Menurut Lindsay (1996), sakarin tidak mengandung kalori, tapi mempunyai
intensitas rasa manis yang sangat tinggi yakni 300 kali lebih manis dari sukrosa
pada konsentrasi yang sama atau berada pada kisaran 200-700 kali lebih manis
dari sukrosa tergantung pada konsentrasi sukrosa. Penggunaan sakarin yang

PKMM-1-18-9

berlebihan akan mengakibatkan bahaya pada tubuh. Natrium sakarin yang


tertimbun dalam organ tubuh akan bersifat racun terhadap organ tersebut dan
akibatnya organ akan mengalami kerusakan bahkan dapat menyebabkan
timbulnya kanker pada organ-organ tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal, dan
kerusakan pada limpa.
Menurut Winarno (1992), zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat
menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan
terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih
rendah daripada gula. Umumnya zat pemanis sintetik mempunyai struktur kimia
yang berbeda dengan struktur polihidrat gula alam. Pada konsentrasi tinggi,
sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir. Dari hasil penelitian di Kanada,
didapat bahwa penggunaan 5% sakarin dalam ransum tikus dapat merangsang
terjadinya tumor di kandung kemih. Dengan alasan tersebut telah diusahakan
larangan penggunaan sakarin dalam diet food and beverages.
Dalam Permenkes RI No. 722 /Menkes/Per/IX/88, tidak memperbolehkan
penggunaan sakarin untuk pangan non diet, namun jika menggunakannya dalam
pangan diet diperbolehkan dengan konsentrasi 200-600 ppm. Pada beberapa
manisan basah buah mangga yang diamati di daerah Kecamatan Lowokwaru,
penggunaan sakarin berada dibawah standar Peraturan Menteri Kesehatan RI.
sehingga manisan basah buah mangga tersebut aman untuk dikonsumsi.
Bahan Pengawet
Pada produk manisan basah ini natrium benzoat digunakan sebagai bahan
pengawet agar umur simpannya lebih panjang, karena pada produk ini banyak
mengandung air. Menurut Fachruddin (1998) pengawet digunakan untuk
memperpanjang umur simpan manisan. Pengawet yang digunakan biasanya
adalah natrium benzoat. Pengawet sebaiknya digunakan apabila benar-benar
dibutuhkan saja, karena penggunaan gula yang cukup pekat sudah berfungsi
sebagai pengawet. Hal lain yang harus diperhatikan dalam penggunaan pengawet
kimia adalah dosis yang aman bagi kesehatan.
Penggunaan natrium benzoat diijinkan hanya dengan konsentrasi berkisar
600-1000 ppm per kg bahan. Penggunaan natrium benzoat yang tidak sesuai
dengan batas penggunaan yang telah diijinkan dapat merugikan atau berbahaya
karena natrium benzoat tidak terurai didalam tubuh akan menjadi penumpukan
sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit bahkan kematian (Winarno,
1992). Natrium benzoat berfungsi sebagai bahan pengawet sehingga umur simpan
lebih panjang. Namun jika diberikan dalam dosis diambang batas, maka akan
merugikan dan berbahaya bagi kesehatan tubuh. Natrium benzoat yang tidak
terurai dalam tubuh akan terjadi penumpukan sehingga dapat menimbulkan gejala
kejang-kejang terus menerus, hiperaktif, serta menurunkan ketahanan badan yang
pada akhirnya menyebabkan kematian (Anonim, 1992). Penggunaan Natrium
benzoat pada sampel manisan basah buah mangga tersebut semuanya berada di
bawah standar Peraturan Menteri Kesehatan RI, yaitu 600-1000 mg/kg. Sehingga
dari ketujuh sampel tersebut aman untuk dikonsumsi.
Bahan Pewarna
Dari identifikasi jenis pewarna sintetis diperoleh bahwa ketujuh sampel
menggunakan bahan pewarna tartrazine, yang ditandai dengan nilai Rf = 0,138.

PKMM-1-18-10

Tartrazine merupakan pewarna sintetis kuning sampai orange. Pewarna ini


merupakan FD & C kuning no. 5. Semakin tinggi intensitas warna kuningnya,
maka rasa manisan tersebut akan semakin pahit.
Di Indonesia, undang-undang penggunaan zat warna belum ada. Sehingga
banyak terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan
pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut (Winarno, 2002). Tartrazine merupakan
jenis pewarna sintetis yang diperbolehkan penggunaanya sebagai bahan tambahan
makanan. Secara umum tartrazine sering digunakan sebagai pewarna makanan
dan minuman. Penggunaan pewarna tartrazine ini diperbolehkan digunakan
dengan batas maksimum 300 ppm (Anonim, 1988). Di Indonesia peraturan
mengenai
pewarna
dibuat
oleh
Menteri
Kesehatan
RI
No.
239/Menkes/Per/V/1985.
Sesuai dengan pendapat Suryana (1991), mengenai tingkat bahaya zat warna
sintetis tersebut, karena penggunaannya dalam jumlah yang sangat sedikit tidak
terasa akibatnya secara langsung. Gangguan akan terasa dalam waktu yang lama.
Gejala-gejala kanker akan terasa mungkin sesudah 10-20 tahun setelah kita
mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna sintetis yang karsinogenik.
Penggunaan senyawa sintetis yang berlebihan akan sangat berbahaya bagi
kesehatan tubuh. Meskipun dalam jumlah kecil, penggunaan pewarna sintetis ini
harus dikendalikan untuk menghindari bahaya penyakit.
Penggunaan pewarna sintetis jenis tartrazine pada produk manisan basah
buah mangga ini mungkin disebabkan karena harganya yang murah, warnanya
yang menarik hampir menyerupai warna asli mangga dan pengetahuan produsen
tentang pewarna tartrazine yang diperbolehkan penggunaannya sebagai bahan
tambahan makanan. Ambang batas penggunaan pewarna sintetis tartrazine adalah
300 ppm. Dari data diatas dapat dilihat bahwa kadar pewarna tartrazine ketujuh
sampel dibawah ambang batas, jadi aman untuk dikonsumsi.
Alternatif Pengganti Bahan Pewarna Pada Manisan Kunyit
Kunyit termasuk jenis rumput-rumputan, tingginya sekitar 1 m dan bunganya
muncul dari pucuk batang semu dengan panjang sekitar 10- 15 cm dan berwarna
putih.Warnanya kuning-muda sampai putih, berangkai kemerah-merahan
Rimpangnya memiliki banyak cabang dengan kulit luarnya berwarna jingga
kecoklatan. Buah daging rimpang kunyit berwarna merah jingga kekuningkuningan.
Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu
minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan
sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning
yang disebut kurkuminoid sebanyak 5% (meliputi kurkumin 50-60%,
monodesmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin), protein, fosfor, kalium,
besi dan vitamin C. Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin
merupakan komponen terbesar. Sering kadar total kurkuminoid dihitung sebagai
% kurkumin, karena kandungan kurkumin paling besar dibanding komponen
kurkuminoid lainnya. Karena alasan tersebut beberapa penelitian baik fitokimia
maupun farmakologi lebih ditekankan pada kurkumin.

PKMM-1-18-11

Antosianin
Pigmen antosianin adalah zat warna alami yang menyebabkan warna
kemerah-merahan yang terdapat dalam cairan sel tumbuh-tumbuhan dan bersifat
larut dalam air (Fennema, 1985). Antosianin dapat diekstrak dari bunga-bungaan
dan umbi-umbian. Bunga-bungan antara lain bunga mawar (Hembing dkk, 1996),
bunga aster, begonia, cruissant dan pelargonium (Harborne, 1987). Sedangkan
umbui-umbian dapat diperoleh dari ubi jalar. Penggunaan pigmen antosianin
sebagai pewarna alami telah banyak dilakukan oleh nenek moyang kita. Dengan
menghancurkan dan merendam dalam air, maka ekstrak mawar dapat digunakan
sebagai zat pewarna alami.
Salah satu zat pewarna alami yang aman digunakan dalam produk pangan
adalah antosianin, yang tergolong senyawa flavonoid dan dapat digunakan sebagai
antioksidan. Antioksidan adalah suatu zat yang berfungsi mencegah terjadinya
oksidasi pada suatu senyawa disekitarnya karena dia mampu bersifat sebagai
reduktor. Antioksidan alami umumnya berasal dari golongan flavonoid (James,
1996).
Penggunaan Pewarna Alam
Menurut Tranggono,dkk (1990) pewarna makanan digunakan dengan
berbagai tujuan, yaitu memperbaiki kenampakan dari makanan yang warnanya
pudar akibat proses thermal atau pudar selama penyimpanan dan memberikan
penampakan produk yang lebih seragam sehingga dapat meningkatkan kualitas.
Pewarna alami adalah golongan pewarna yang mempunyai sifat kelarutan
dan stabilitas tertentu. Oleh karena itu setiap pewarna terdapat dalam beberapa
bentuk yang berbeda-beda, masing-masing diformulasikan untuk meyakinkan
bahwa warna itu cocok dengan makanan tertentu.
Penggunaan pewarna harus memenuhi beberapa syarat sehingga dapat
menjamin kesehatan konsumen. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
aplikasi pewarna terhadap produk, dan harus dipertimbangkan dalam proses
pembuatannya, yaitu:
1. Kelarutan Pigmen
Antosianin larut dalam air, sedangkan curcumin, klorofil dan xantofil larut
dalam minyak dan lemak.
2. Bentuk Kimia
Pewarna tersedia dalam bentuk, antara lain cairan atau ekstrak, bubuk
(powder), pasta dan konsentrat. Pemakaian pewarna sangat penting untuk
mengetahui bahwa warna akan berubah jika pigmen akan mengalami
kerusakan selama prosesing.
3. Tingkat Keasaman
Pewarna makanan yang larut dalam air (terutama yang berbentuk cairan)
dibuat dengan pH maksimum. Penambahan larutan buffer ke dalam produk
akan mengubah pH larutan.
KESIMPULAN
1. Manisan basah buah mangga yang ada di Mitra, Ramayana, Jalan Jakarta,
Jalan Veteran, Terminal Arjosari, Terminal Gadang dan Terminal Landungsari
menggunakan:
a. bahan pemanis sintetis berupa sakarin

PKMM-1-18-12

2.

3.

4.

5.

b. bahan pengawet yaitu natrium benzoat


c. bahan pewarna sintetis yaitu tartrazine
Kandungan sakarin pada manisan basah buah mangga yang ada di Terminal
Arjosari (161,674 ppm), Terminal Gadang (152,743 ppm) dan Terminal
Landungsari (170,147 ppm) berada di bawah standart yaitu 200-600 ppm.
Sedangkan yang ada di Mitra (228,084 ppm), Ramayana (201,52 ppm), Jalan
Jakarta (212,97 ppm) dan di Jalan Veteran (232, 664 ppm) masih berada
diambang batas, sehingga aman untuk dikonsumsi.
Kandungan natrium benzoat pada manisan basah buah mangga yang ada di
tujuh lokasi tidak ada yang melebihi standar, yaitu 600-1000 ppm. Kandungan
tertinggi terdapat pada manisan yang ada di Mitra (329,4 ppm), sedangkan
kandungan terendah terdapat pada manisan yang ada di Jl. Veteran (182,39
ppm).
Manisan yang berasal dari 7 lokasi yang berbeda, mempunyai kandungan
pewarna tartrazine yang di bawah standar, yaitu 20-100 ppm.
Dimana Mitra 38,92 ppm (terendah); Ramayana 44,29 ppm; Jalan Jakarta
65,04 ppm; Jalan Veteran 60,1 ppm; Terminal Arjosari 51,18 ppm; Terminal
Gadang 55,7 ppm; Terminal Landungsari 66,34 ppm (tertinggi).
Pewarna alami yang dapat digunakan sebagai pewarna pada manisan untuk
menggantikan pewarna sintetik adalah ekstrak kunyit, ekstrak bunga mawar
dan ekstrak ubi jalar. Sedangkan pemanis alami yang dapat digunakan adalah
sirup glukosa dan dekstrose.
Dari beberapa kesimpulan tersebut maka disarankan dalam penggunaan bahan
tambahan makanan seperti pemanis, pengawet dan pewarna sintetis, sebaiknya
diminimalkan agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat yang
mengkonsumsinya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1995. Peranan Keamanan Makanan dalam Kesehatan dan
Pembangunan (Dalam Laporan Panitia Pakar Gabungan FAO/WHO
Mengenai Keamanan Makanan). Bandung: ITB.
Anonymous. 1997. Petunjuk Praktikum Kimia Amami (Makanan Minuman) Edisi
I. Laboratorium Kimia AAK/AAF 17 Agustus 1945. Semarang.
Azwar, S. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wattoon. 1987. Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh Purnomo, H. dan Adiono. Jakarta: UI-Press.
Depkes 26/MA/98. 1998. Penetapan Kadar Sakarin dalam Minuman Ringan.
dalam: Metode Analisis. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 1998. Penetapan Kadar Benzoat dalam Makanan. SK. Menkes RI No.
23/MA/98 dalam: Metode Analisis. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Desrosier, 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI-Press.
Fachruddin, L. 1998. Membuat Aneka Manisan. Yogyakarta: Kanisius.
Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 Tentang Bahan
Tambahan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

PKMM-1-18-13

Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor: 239/MenKes/Per/V/85 Tentang Zat


Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Puryati, N.A. 2003. Efektivitas Jenis Pelarut dan Bentuk Pigmen Antosianin
Bunga Kana (Canna coccinea Mill.) serta Aplikasinya pada Produk Pangan.
Skripsi. Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian,Universitas Muhammadiyah Malang.
Slamet, R. 2004. Kajian Paparan Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Berbahaya
Pada Murid Sekolah Dasar Dengan Metode Total Diet Study. Tesis. Bogor:
IPB.
Soetanto, E. 1996. Manisan Buah-buahan. Yogyakarta: Kanisius.
Sudarmadji, S. 1982. Bahan-bahan Pemanis. Yogyakarta: Agritech.
Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan
Pangan. Alumni. Bandung.
Suryabrata, S. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Susanto, T dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya:
Bina Ilmu.
Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu,
S. Naruki dan M. Astuti. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives).
Yogyakarta: Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar
Universitas-PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: . Gramedia.

PKMM-1-19-1

MODIFIKASI ALAT PENGEMASAN HASIL PEMINDANGAN


BAGI KELOMPOK IKAN PINDANG MINA LASMI
DI DESA PERANCAK KABUPATEN JEMBRANA-BALI
I Gusti Made Separiyana, Made Mahendra, Pipik Sumaryani
PS Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Mahasaraswati, Denpasar
ABSTRAK
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang setengah lebih wilayahnya
merupakan perairan (laut), sehingga memungkinkan penduduk untuk bermata
pencaharian sebagai nelayan. Salah satu daerah di Bali yaitu Desa Perancak,
kabupaten Jembrana 90% penduduknya bermata pencaharian sebagai
nelayan.Hasil tangkapan ikan dijual kepada industri-industri pengolahan ikan
didaerah tersebut. Serta dapat dijual langsung kepada konsumen atau masyrakat
sekitar, ketika tangkapan ikan berlimpah dilakukan pemindangan sebagai
langkah antisipasi. Dalam usaha pemindangan tersebut akhirnya muncul inisiatif
untuk membentuk kelompok pindang, yang selanjutnya bernama Kelompok Ikan
Pindang Mina Lasmi. Distribusi hasil pemindangan hanya mampu menembus
pasar tradisional kabupaten maupun yang ada di desa. Hal ini disebabkan oleh
teknik pengemasan yang belum memenuhi standar dan menarik minat konsumen.
Beranjak dari permasalahan tersebut maka dikenalkan suatu alat pengemasan
hasil pemindangan yang sederhana, agar dapat membantu masyrakat di daerah
Desa Perancak dalam upaya menghadapi persaingan pasar yang semakin keta.t
Metode yang digunakan meliputi observasi, ceramah, dan demonstrasi: sehingga
masayarakat mengenal serta akan memanfaatkan desain modifikasi alat
pengemasan hasil pemindangan yang belum pernah dilakukan, serta dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kata kunci: pengemasan, pemindangan, ikan.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan. Terdiri dari pulau besar dan kecil
di Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Hampir separuh dari
wilayah Indonesia merupakan daerah perairan (laut), sehingga sangat
memungkinkan bagi penduduk untuk bermata pencaharian di laut yaitu sebagai
nelayan. Disamping itu Bali yang merupakan primadona wisata Indonesia juga
memiliki potensi kelautan yang cukup menjanjikan. Hal ini ditandai dengan
adanya berbagai macam pabrik hasil laut yang terdapat di Bali. Salah satu daerah
yang cukup berpotensi untuk usaha nelayan di Bali adalah di kabupaten Jembrana,
tepatnya di Desa Perancak. Hampir 90% penduduk di desa ini adalah sebagai
nelayan. Hal ini didukung oleh letak desa yang berada di pesisir pantai barat pulau
Bali.
Para nelayan di daerah Perancak umumnya menjual hasil tangkapan ikan
ke industri-industri pengolahan ikan di daerah tersebut. Selain itu, para nelayan
dapat menjual langsung hasil tangkapannya kepada para konsumen atau
pengeceran. Ada berbagai macam cara yang dilakuakan oleh para kelompok
nelayan didaerah tersebut untuk mengantisipasi hasil tangkapan yang berlimpah.
Pemindangan adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengawetkan ikan

PKMM-1-19-2

hingga tahan beberapa hari sambil menunggu konsumen. Dalam usaha


pemindangan tersebut para nelayan ini membentuk kelompok usaha kecil, dimana
kelompok ini terdiri dari ibu-ibu yang memang mempunyai kemampuan dalam
mengolah ikan segar menjadi ikan pindang yang siap di pasarkan. Secara
terorganisir, kelompok ikan pindang Mina Lasmi juga sering mendapat
penyuluhan dari pemerintah setempat dalam hal ini Dinas Perindustrian yaitu
mengenai peranan usaha kecil dan menengah yang menjadi alternatif untuk
lapangan kerja di era global sekarang ini. Umumnya hasil pemindangan dari
kelompok ini hanya mampu menembus pasar tradisional saja, dan belum bisa
memasuki swalayan atau super market.
Hal ini dipengaruhi oleh pola pengemasan yang kurang memadai dan
higienes serta tidak memenuhi standar pengemasan yang dapat menarik
konsumen. Dalam kegiatan ini, akan diperkenalkan sebuah desain yang sangat
sederhana, dimana desain ini dapat dipakai untuk mengemas hasil pemindangan
sehingga mudah dalam proses pengangkutan dan wilayah pemasaran semakin luas
serta dapat membuka peluang untuk meningkatkan hasil usaha yang akhirnya
akan meningkatkan pendapatan kelompok itu sendiri dan masyarakat sekitarnya.
Melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dapat diperkenalkan
sebuah desain pengemasan hasil pemindangan yang sederhana pada kelompok
usaha ikan pindang Mina Lasmi di Desa Perancak dengan memanfaatkan potensi
dan sumber daya masyarakat.
Melalui program kreatifitas mahasiswa ini dapat membantu masyarakat
dalam upaya menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat dalam
memasarkan hasil olahan pemindangan dengan modifikasi alat pengemasan yang
memenuhi standar tanpa mengabaikan sanitasi dan rasa dari ikan itu sendiri.
Tujuan yang ingin dicapai adalah: Mengenalkan kepada masyarakat tentang cara
pengemasan hasil pemindangan sehingga mampu menembus pasar global.
Meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai efek dari modifikasi alat
pengemasan ikan pindang yang memenuhi standar mutu sanitasi.
manfaat untuk waktu yang akan datang yaitu masyarakat dapat
memanfaatkan desain yang dihasilkan untuk mengemas hasil pemindangan
dengan menggunakan bahan dan alat yang mudah didapatkan dengan harga yang
relatif murah. Dapat meningkatkan pendapatan masyarakat atau kelompok itu
sendiri, Sebelum pengenalan alat ini, hasil produksi ikan pindang dari masyarakat
setempat hanya mampu menembus pasar tradisional dengan harga yang sangat
murah, namun setelah kegiatan ini hasil produksi ikan pindang tersebut sudah
mulai merambah ke pasar global (swalayan, super market dan pasar besar lainnya)
dengan harga yang ditawarkan cukup tinggi dan bervariasi sesuai dengan jenis dan
ukuran kemasannya.
METODE PENDEKATAN
Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pemberdayan
masyarakat ini yaitu metode observasi, ceramah, dan demonstrasi :
1. Metode Observasi; dipergunakan dalam rangka mendapatkan informasi
mengenai cara dan teknik pengemasan hasil pemindangan yang diterapkan oleh
masyarakat ikan pindang Mina Lasmi di Desa Perancak sebelum diberikan

PKMM-1-19-3

pengenalan alat pengemasan hasil pemindangan. Untuk mendapatkan informasi


tersebut , dilakukan wawancara terstruktur pada kelompok kelompok ikan
pindang di desa Perancak.
2. Metode Ceramah; dipergunakan pada tahap memberikan penyuluhan kepada
masyarakat kelompok ikan pindang tentang bagaimana cara mengemas hasil
pemindangan dengan menggunakan alat teknologi tepat guna. Penyuluhan ini
diperlukan untuk memberikan pemahaman pada masyarakat agar masyarakat
mengetahui benar akan manfaat dari program ini sehingga dapat diterapkan
dengan baik.
3. Metode Demonstrasi; diterapkan berangkai dengan penyuluhan, dimana dalam
metode demonstrasi ini masyarakat kelompok ikan pindang diberikan ilustrasi
mengenai cara pembuatan alat pengemasan yang dapat meningkatkan nilai
ekonomi dari produk yang dihasilkan. Diharapkan masyarakat kelompok ikan
pindang akan lebih tertarik memanfaatkan teknologi tersebut setelah secara
langsung melihat proses perancagannya serta manfaatnya.
Pelaksanaan program dilakukan pada bulan Januari 2006 hingga bulan
Juli 2006, yaitu selama 7 ( tujuh ) bulan. bertempat di Desa Perancak, Kabupaten
Jembrana Bali.
Table 1. Jadwal Kegiatan Program
No

Uraian Kegiatan

1 Persiapan
a. Peninjauan lapangan dalam
penentuan usaha penentuan
kelompok pemindangan

b. Penentuan lokasi kelompok


ikan pindang sasaran
c. Pembuatan kisi-kisi
wawancara terstruktur
d. Persiapan alat
2

Pelaksanaan
a. Penyuluhan tentang cara
pemindangan
b. Pengenalan alat pengemasan
ikan pindang
c. Demonstrasi alat
pengemasan ikan pindang

d. Latihan penggunaan alat


3 Pelaporan
a. Penulisan Draft laporan
b. Penulisan laporan akhir

II

III

Bulan
IV
V

VI

VII

PKMM-1-19-4

Table 2. Alat dan Bahan


Jenis Bahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Kertas CD
Kertas A4
Balpoint ,Spidol ,Pensil
Roll Film/Cuci Cetak
Kai Kasa Nillon
Lem Kayu
Isi Steples
Sablon label
Benang kasur
Jarum
Keranjang pindang

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Nama kelompok

Tahun berdiri
Ketua kelompok
Jumlah Anggota kelompok

:Kelompok Ikan Pindang Mina Lasmi,


Br. Lemodang, Desa Perancak, Kabupaten
Jembrana- Bali
:Januari 2002
:Ibu Wayan Deli
:19 Orang

Pendidikan ketua dan anggota


Dari ketua hingga anggota kelompok tidak tamat SD, dan hanya mampu
menyekolahkan anak sampai SMP.
Produksi
Bahan-bahan daloam pembuatan pindang: Garam, Cabe, Daun Salam, Air,
Daun Asem, Ikan segar.
Proses selama setengah Jam dengan cara direbus
Hasil pemindangan per hari, untuk hari biasa mencapai 2-3 panci, untuk hari
banyak ikan mencapai 5 panci per hari
Dengan ketentuan bila hanya menggunakan panci jumlah ikan yang bisa
diproduksi dalam sekali masak adalah 200 ekor, sedang bila memakai
keranjang dalam satu panci tersebut dapat dimasukkan keranjang 3-4
keranjang dan jumlah ikan per keranjang adalah 20-30 ekor
Sistem pengolahan yaitu sistem tradisisonal dengan memasak memakai
tungku kayu baker.
Dan bila penyimpanan dilakukan dalam panci yang berisi air rebusannya
mampu bertahan selama 3-4 hari, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
jumlah produksi yang berlebihan sehingga dibuat stock.
Harga pindang tongkol yaitu Rp. 750-800 per ekor.
Pengemasan
Anggota kelompok selama ini melaksanakan pemindangan dengan teknik
menggunakan keranjang bambu yang berbentuk bulat, ukuran keranjang yang
sering digunakan berdiameter 50 cm. bahan dasar keranjang adalah bambu

PKMM-1-19-5

apus yang diambil bagian daging bambu. Desain keranjang bambu yang
digunakan merupakan anyaman sederhana dengan lubang-lubang berbentuk
jajar genjang. ikan pindang akan diletakkan didalam keranjang tanpa terlebih
dahulu diberi alas.cara meletakkan pindang pada bagian dasar sampai pada
permukaan atas keranjang sama. jika pada bagian dasar letak kepala terletak
pada sisi kanan, lapisan kedua letak kepala berada pada sudut 90 derajat dari
sisi kanan, demikian juga pada lapisan ketiga letak letak kepala berada pada
sudut 90 derajat dari lapisan kedua dan seterusnya sampai pada lapisan
keempat. Lapisan paling atas tidak ditutup.
Pemasaran
Hanya mencakup pasar lokal termasuk kota Negara/ Jembrana, Kadangkadang ada pengepul yang datang yang sebelumnya sudah memesan.
Lain-lain:
1. Mendapatkan penyuluhan sebanyak 5 kali dari pemerintah
2. mendapat pinjaman dana sebanyak 2 kali dari pemerintah
3. mendapat bantuan mesin untuk perahu dari pemerintah

PEMBAHASAN
Ketika tangkapan ikan pada hari-hari tertentu sangat banyak,
mengakibatkan harga ikan mentah atau ikan segar cenderung menurun drastis.
Untuk menghindari hal tersebut dilakukan suatu usaha pengawetan ikan yang
salah satunya adalah pemindangan.
Pemasaran produk hasil pemindangan tanpa teknik-teknik tertentu dalam
hal ini adalah pengemasan yang baik. Akan berpengaruh terhadap jangkauan
distribusi poduk tersebut. Dengan mengemas menggunakan teknik biasa yaitu
memakai keranjang dengan ukuran yang besar dan tanpa adanya penutup serta
desain yang kurang menarik, tentu saja membuat konsumen tertentu enggan untuk
membeli produk tersebut. Kemasan yang tidak bagus memungkinkan terjadinya
kontak dengan serangga atau lalat. Sehingga mudah terkontaminasi beberapa
kuman. Besarnya ukuran keranjang yang memuat 20-30 ekor pindang membawa
dampak negatif terhadap ketahanan dari pindang tersebut yang hanya mampu
bertahan tidak lebih dari tiga hari. Serta mengingat kemampuan dan
kecenderungan konsumen untuk membeli pindang hanya 5-10 ekor per hari.
Penggunaan keranjang yang hanya memuat 5-10 ekor pindang adalah
salah satu solusi yang diharapkan mampu meningkatkan minat konsumen untuk
membeli pindang tersebut. Dilengkapi dengan teknik pengemasan yang baik,
higienis, dan menarik. Desai sederhana yang diperkenalkan adalah desai penutup
dari keranjang tersebut yang dahukunya dibuka sekarang di coba untuk ditutup
agar terlihat pengemasan baik, higienis, dan menarik. Bahan dasar desain penutup
keranjang adalah kain kasa nillon yang telah diberi label produk dengan kemasan
yang menarik. Maka tidak menutup kemungkinan produk tersebut akan dapat
menjangkau swalayan-swalayan terdekat di Kabupaten Jembrana.
KESIMPULAN
Masyarakat mengenal cara pengemasan hasil pemindangan sehingga
mampu menembus swalayan.
Pendapatan masyarakat meningkat sebagai efek dari modifikasi alat pengemasan
hasil pemindangan yang memenuhi standar.

PKMK-2-1-1

PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK


PENARIK BECA DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Juniarti Tobing, Juliarta Pakpahan, Sri Yulianingsih, Annis Amalia, M Susanthy
Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRAK
Fenomena ketidaktertiban lalu lintas karena beroperasinya beca di tengah kota
memang bukan hal yang baru di Indonesia. Kasus pelarangan beca di Jakarta
misalnya beberapa waktu yang lalu merupakan salah satu contoh menarik
tentang fenomena penarik beca. Keadaan yang sama juga terlihat di kota Medan.
Hampir di semua wilayah kota Medan pertambahan banyaknya penarik beca
dapat dilihat secara langsung, tidak terkecuali di lingkungan kampus USU.
Dampak langsung dari pertambahan jumlah penarik beca di Kampus USU,
terlihat dalam hal semakin sesak dan sempitnya jalan-jalan yang diperuntukkan
bagi mahasiswa, dosen, pegawai yang berjalan kaki maupun yang mengendarai
sepeda motor oleh deretan beca yang diparkir (ngetem) tidak beraturan di
sejumlah pangkalan di lingkungan kampus. Melihat kondisi tersebut diatas, maka
dipandang perlu untuk melakukan pembinaan dan pendampingan kelompok
penarik beca di Kampus USU, untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban.
Pembinaan dan pendampingan dilakukan sebagai bentuk kegiatan pengabdian
masyarakat. Adapun tujuan dari program Pengabdian Masyarakat adalah agar
tercipta suatu kondisi dimana terdapat individu/kelompok penarik beca yang
terorganisir dan kuat, sehingga akan tercipta keteraturan dan ketertiban di
lingkungan kampus USU. Metode yang digunakan ialah membentuk kelompok
penarik beca dan melakukan pendampingan (pembinaan kelompok melalui FGD
reguler dan diskusi penyusunan draft usulan kebijakan, kegiatan produktif
lainnya). Selain itu juga dilakukan diskusi dengan kelompok penarik beca,
membangun kesepakatan tentang tarif, melakukan lobby ke pihak pimpinan
universitas untuk mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang operasional
beca di lingkungan kampus USU. Adapun hasil yang diperoleh ialah
teridentifikasinya masalah-masalah seperti kondisi ekonomi penarik beca, kondisi
sosial budaya dan kesehatan. Melalui FGD terbentuklah kelompok penarik beca
di lingkungan kampus USU dengan nama Keluarga Besar Penarik Beca USU
(KBPB USU). Selain itu diperoleh juga kesepakatan tentang penetapan tarif beca
disetiap pangkalan. Adapun pencapaian utama yang didapat dari kegiatan
pengabdian ini adalah tumbuhnya kesadaran
para penarik beca untuk
membentuk organisasi yang dapat mewadahi penyaluran aspirasi dengan
penguatan solidaritas diantara mereka dalam mencapai kehidupan yang lebih
baik.
Kata Kunci: Penarik beca, Kampus, kelompok, pengabdian
PENDAHULUAN
Fenomena ketidaktertiban lalu lintas karena beroperasinya beca di tengah
kota memang bukanlah hal yang baru di Indonesia. Kasus pelarangan beca
beroperasi di Jakarta beberapa waktu lalu merupakan salah satu contoh menarik

PKMK-2-1-2

tentang fenomena penarik beca. Sebuah tulisan disebuah surat kabar nasional
(Kompas 3 Agustus 2000) menggambarkan bahwa kebijakan Pemerintah DKI
melarang beca beroperasi di Jakarta kemudian dianulir oleh keputusan pengadilan
yang mengatakan bahwa pelarangan itu tidak sah. Namun demikian, hiruk pikuk
permasalahan beca di DKI bukan berarti tuntas seiring dengan keputusan
pengadilan yang membolehkan beca kembali beroperasi. Hal ini terjadi karena
keputusan tersebut dinilai kontroversial. Dengan kata lain keputusan itu ibarat
pisau bermata dua, sebab di satu sisi keputusan itu telah memberikan harapan
baru bagi warga miskin yang hidup dari mengayuh beca. Tetapi, disisi lain ada
kekhawatiran bahwa kehadiran penarik beca akan semakin memacetkan lalu lintas
jalan raya.
Gambaran yang sama juga terlihat di kota besar lainnya di Indonesia salah
satunya adalah Medan. Persoalan penarik beca memang bukan semata-mata soal
ekonomi namun juga berkenaan dengan keteraturan tata kota serta tenaga kerja.
Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan beca di kota Medan diantaranya
muncul beca-beca liar dan bus tanpa izin yang secara langsung mengurangi
pendapatan penarik beca legal (Kompas selasa 14 Mei 2002) serta pertambahan
jumlah beca yang tidak terkontrol. Hampir di semua wilayah kota Medan
fenomena bertambah banyaknya penarik beca dapat dilihat secara langsung. Salah
satu wilayah kota Medan yang mengalami gejala yang sama adalah kampus
Universitas Sumatera Utara. Sampai saat ini paling tidak terdapat 300-an beca
beroperasi di wilayah kampus USU yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi interaksi sosial antara warga di kampus USU.
Beberapa dampak kehadiran penarik beca di kampus USU antara lain dapat
dirasakan dari semakin sesak dan sempitnya jalan-jalan yang diperuntukkan bagi
mahasiswa, dosen, pegawai dan pengguna jalan lainnya baik yang berjalan kaki
maupun yang berkenderaan (sepeda motor, mobil) oleh deretan beca yang kadang
tidak beraturan. Hal itu terjadi karena ulah penarik beca yang mangkal secara
tidak beraturan di badan jalan terutama di persimpangan yang ramai dilewati
orang. Mereka biasanya tersebar dibeberapa pangkalan yang ada di pintu-pintu
masuk kampus seperti di Simpang Sumber, Tembok, Biro Rektor, dan Pintu IV.
Keberadaan penarik beca di lingkungan kampus USU harus diakui memang
memberi manfaat bagi warga kampus. Areal kampus yang cukup luas yang
mencapai 200 ha memerlukan sarana angkutan yang murah seperti beca. Hanya
saja, perkembangan jumlah dan jenis beca yang beroperasi di lingkungan kampus
USU terkesan tidak tertib. Kebiasaan para penarik beca yang parkir sembarangan
dan semrawut mengurangi nilai keindahan di kampus USU. Tidak hanya itu,
tanaman-tanaman yang berada di taman juga kadang kala rusak karena dijadikan
tempat mangkal para penarik beca.
Hal lainnya yang bisa dijadikan indikator ketidakteraturan para penarik beca
dapat dilihat dari peristiwa tarik menarik atau perebutan penumpang dikalangan
penarik beca. Hal itu memunculkan rasa ketidaknyamanan bagi calon penumpang
atau orang-orang lain yang lalu lalang di sekitar lokasi mereka mangkal. Penarik
beca juga ditemukan melakukan perjudian di beberapa pangkalan. Kegiatan itu
dilakukan oleh para penarik beca yang biasanya berlangsung ketika penumpang
sedang tidak ramai. Dalam sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Erwin
(skripsi yang tidak dipublikasikan, 2001) terungkap bahwa penarik beca di Medan
sangat besar kemungkinannya terlibat dengan aktivitas perjudian termasuk

PKMK-2-1-3

togel (toto gelap). Beratnya tekanan kehidupan yang dirasakan oleh penarik
beca menyebabkan mereka melakukan perjudian sebagai alternatif hiburan
sekaligus peluang memperoleh uang tanpa harus bersusah payah.Dampak lain
yang kiranya juga perlu diperhatikan adalah bahwa para tukang beca tersebut
sering buang air kecil di sembarang tempat. Aktivitas perjudian dan buang air
kecil di sembarang tempat tersebut dapat mengurangi nilai akademis kampus
yang tentunya tidak sesuai dengan lingkungan kampus yang melibatkan generasi
muda (mahasiswa).
Selain hal-hal diatas, persoalan tarif beca juga dirasakan sebagian
mahasiswa menjadi masalah sebab tidak jarang tarif yang dikenakan kepada para
penumpang berbeda untuk jarak yang sama terutama disaat musim hujan.
Apabila kondisi yang digambarkan diatas terus berlanjut, maka pihak
berwenang kampus ada kemungkinan mengambil tindakan untuk melarang para
penarik beca beroperasi di wilayah kampus USU. Bila kondisi ini terjadi maka
para penarik beca ini akan kehilangan mata pencaharian utama mereka dan
mahasiswa, dosen, pegawai yang menggunakan jasa.
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat relevan bila dilakukan pembinaan
dan penguatan individu/kelompok penarik beca agar aktivitas mereka mencari
nafkah berlangsung dengan tertib dan tidak mengganggu para mahasiswa dan
pihak lain yang notabene merupakan calon penumpang potensial. Upaya
pembinaan dan penguatan individu/kelompok penarik beca juga merupakan
bagian dari tanggung jawab sosial Perguruan Tinggi dalam mengabdi kepada
masyarakat, tidak terkecuali kelompok masyarakat yang ada di sekitar kampus.
Hal ini sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan pengajaran,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Permasalahan kehidupan penarik beca pada dasarnya meliputi banyak aspek
seperti aspek sosial, budaya dan ekonomi. Dalam kegiatan pengabdian ini yang
menjadi fokus adalah bagaimana menguatkan/memberdayakan kelompok penarik
beca sehingga tercipta keteraturan operasional mereka di lingkungan kampus
USU.
METODE PENELITIAN
Guna menciptakan kelompok penarik beca yang kuat dan berdaya yang
memberi kontribusi bagi peningkatan pendapatan ekonomi dan penciptaan
ketertiban dan keteraturan di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, ada
beberapa kegiatan yang telah dilakukan yaitu:
Menginventarisir jumlah dan melakukan registrasi penarik beca dan jenis
beca yang ada di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.
Membentuk kelompok penarik beca dan melakukan pendampingan
(pembinaan kelompok , penyusunan draft usulan kebijakan dan kegiatan
produktif lainnya) guna memberdayakan kelompok tersebut.
Melakukan diskusi bersama kelompok penarik beca untuk menetapkan
mengenai tarif angkutan beca di lingkungan kampus Universitas Sumatera
Utara.
Cara pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan FGD secara
reguler. Ada beberapa kegiatan yang direncanakan namun karena keterbatasan
waktu dan dana, dua hal yang disebut terakhir ini belum dapat direalisasikan.
Kegiatan tersebut adalah

PKMK-2-1-4

Melakukan sosialisasi tarif tersebut kepada para pengguna jasa.


Melakukan lobby ke pihak pimpinan universitas atau pihak terkait agar
mengeluarkan aturan kebijakan yang mengatur tentang operasional beca di
lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data awal dan informasi berupa
karakteristik penarik beca ialah dengan cara menyebarkan kuesioner dan
wawancara kepada penarik beca dengan bertemu langsung di setiap tempat
pangkalan mereka. Setelah data diperoleh maka dilakukan FGD untuk membentuk
kelompok penarik beca. Kegiatan ini juga dibantu oleh mitra tim yaitu YPRP
(Yayasan Pembela Rakyat Pinggiran). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa persoalan yang dihadapi penarik beca tidak terlepas dari persoalan
penduduk kota yang marginal (kaum pinggiran). YPRP adalah salah satu lembaga
yang menaruh perhatian dalam pendampingan kelompok kaum pinggiran ini,
sehingga pengalaman mereka dapat dimanfaatkan oleh tim untuk mencapai hasil
kegiatan yang lebih optimal.
Pelaksanaan kegiatan ini dimulai terhitung sejak usulan kegiatan ini
disetujui untuk dilakukan. Adapun waktu yang direncanakan untuk melakukan
seluruh kegiatan dalam kegiatan ini adalah 3 bulan. Tempat observasi dilakukan
ialah lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara dan lingkungan tempat
tinggal para penarik beca. Semua kegiatan FGD direkam dengan menggunakan
tape recorder dan kamera foto untuk dokumentasi kegiatan pengabdian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari metode penyebaran koesioner dan wawancara diperoleh beberapa
kharakteristik penarik beca di lingkungan kampus USU. Beberapa karakteristik
tersebut dapat dilihat pada table-tabel dibawah ini. Jumlah penarik beca yang
menjadi target survey adalah 108 orang.
Temuan survey menujukkan bahwa para penarik beca tergolong pekerja usia
produktif, yaitu antara 8-25 tahun dengan persentase 33.3 % dari jumlah
keseluruhan.. Mereka sudah bekerja sebagai penarik beca anatra 1-5 tahun.
Gambaran lebih detil dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1.

Penarik beca berdasarkan Umum dan Lama Bekerja Sebagai Penarik


Beca

NO

INTERVAL
UMUR

JUMLA
H

1
2
3
4
5
6
7
8
9

15-18
18,1-25
25,1-30
30,1-40
40,1-50
50,1-60
60,1-70
70,1-80
80,1-90
Jumlah

7
36
14
26
18
3
3
1
108

6,5
33.3
13.0
24.1
16.7
2.8
2.8
0.0
0.9
100

INTERVAL
LAMA
MENARIK BECA
01 Bulan-1 Tahun
1,1-5 Tahun
5,1-10 Tahun
10,1-15 Tahun
15,1-20 Tahun
20,1-25 Tahun
25,1-30 Tahun
30,1-35 Tahun
35,1-40 Tahun

JUMLAH

7
36
14
26
18
3
3
1
108

6.5
33.3
13.0
24.1
16.7
2.8
2.8
0.0
0.9
100

PKMK-2-1-5

Jika dilihat dari latar belakang etnis diperoleh kenyataan bahwa sebahagian
besar penarik beca yang beroperasi di USU berasal dari etnis Nias dengan jumlah
56 orang atau sekitar 51.9 %. Selain Nias terdapat juga penarik beca yang berasal
dari etnis Jawa, Batak Toba, Karo dan lainnya. Untuk lebih jelas lagi mengenai
latar belakang etnis penarik beca dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Data Penarik Beca Berdasarkan Kelompok Etnis
NO
1
2
3
4
5
6
7
8

KELOMPOK ETNIS

JUMLAH

Nias
Batak Toba
Karo
Jawa
Padang
Sunda
Batak Pakpak
Tapsel
Jumlah

%
56
13
10
18
1
1
1
8
108

51.9
12.0
9.3
16.7
0.9
0.9
0.9
7.4
100

Pendapatan rata-rata penarik beca setiap hari tergolong kecil, yaitu berkisar
antara Rp10.000-Rp20.000. Sebanyak 75,9 % responden berada dalam golongan
pendapatan ini. Gambaran lebih lengkap tentang sebaran pendapatan penarik beca
dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Data Penarik Beca Berdasarkan Pendapatan/Hari
NO
1
2
3
4
5

Interval Pendapatan
10.000-20.000
21.000-30.000
31.000-40.000
41.000-50.000
51.000-60.000
Jumlah

JUMLAH
82
17
3
4
2
108

%
75.9
15.7
2.8
3.7
1.9
100

Data mengenai jenis beca dan juga status kepemilikannya menunjukkan


bahwa jenis beca yang paling banyak beroperasi adalah beca dayung dengan
persentase 89,8% dan beca mesin 10,2 %. Berdasarkan status pemilikannya,
ternyata sebagian besar (62,%) penarik beca adalah menyewa beca yang
digunakannya mencari nafkah sehari-hari. Tabel 4 di bawah ini memberikan
gambaran lebih lengkap.
Tabel 4. Data Penarik Beca Berdasarkan Jenis Beca & Status Beca
NO
1
2

Jenis Beca
Dayung
Mesin
Jumlah

JUMLAH
97
11
108

%
89.8
10.2
100

Status Beca
Disewa
Milik Pribadi
Jumlah

JUMLAH
67
41
108

%
62.0
38.0
100

Data mengenai jumlah penarik beca berdasarkan tempat mangkal


menunjukkan bahwa di Pintu IV dan Simpang Sumber terdapat jumlah penarik

PKMK-2-1-6

beca paling dominant, yaitu masing-masing 24,1 %. Data sebaran lokasi mangkal
penarik beca dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Penarik Beca Berdasarkan Tempat Mangkal
NO

TEMPAT MANGKAL

JUMLAH

1
2
3
4
5
6

Pintu I
Pintu IIPintu II
Pintu III
Pintu IV
Simpang Perpus
Simpang Sumber
Tembok
Jumlah

12
17
26
5
26
22
108

11.1
0.0
15.7
24.1
4.6
24.1
20.4
100

Hampir separuh (43,5 %) dari penarik beca yang menjadi responden tinggal
di kawasan kampus, yaitu di Kampung Susuk, sebuah pemukiman penduduk yang
bersebelahan langsung dengan areal kampus USU.sData yang diperoleh di
lapangan mengenai tempat tinggal penarik beca menunjukkan bahwa rata-rata
penarik beca bertempat tinggal di kampung Susuk dengan persentase 43,5 %.
Namun sebagian mereka bertempat tinggal cukup jauh dari lokasi mereka bekerja,
misalnya dari Kampung Lalang, Marindal, dan Delitua, yang merupakan wilayah
pinggiran kota Medan bahkan sudah berada di luar wilayah kota. Untuk lebih
jelasnya mengenai sebaran tempat tinggal penarik beca dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Tabel 6. Data Penarik Beca Berdasarkan Tempat Tinggal


NO

LOKASI TEMPAT TINGGAL

JUMLAH

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Kampung Susuk
Pembangunan
PAsar IV
Dr. Mansyur
Kapt. Muslim
Johor
Sei Padang
Deli Tua
Pasar III P. Bulan
Selayang
Tanjung Sari
Pasar. I P. Bulan
Sunggal
Kamp. Lalang
Marindal
Jumlah

47
11
2
13
1
2
11
1
4
1
8
2
1
2
2
108

43.5
10.2
1.9
12.0
0.9
1.9
10.2
0.9
3.7
0.9
7.4
1.9
0.9
1.9
1.9
100

Pada FGD I diperoleh beberapa kondisi-kondisi para penarik beca seperti kondisi
ekonomi, sosial budaya dan kesehatan lingkungan penarik beca.

PKMK-2-1-7

ASPEK
Ekonomi

Sosial budaya

Kesehatan dan
lingkungan

KENYATAAN
1. Pendapatan penarik beca rata-rata
Rp 20.000 /hari. Pendapatan penarik
beca ini biasanya mereka gunakan
untuk keperluan dihari itu juga, dan
adanya kebiasaan hidup mereka
dengan gaya ngebon di warung.
Pagi-pagi isteri mereka ngutang dulu
ke warung, baru mereka bayar setelah
suami dapat uang.
2. Meningkatnya
biaya
hidup
penarik beca dengan naiknya harga
BBM.
3. Makin banyaknya penarik beca
yang masuk kelingkungan kampus
USU sehingga mengurangi pendapatan
mereka karena mendapat saingan.
4. Akses
terhadap
sumberdaya
ekonomi tidak ada atau berkurang.
Contohnya koperasi, jadi tidak
terpikirkan oleh mereka untuk
menyimpan uang atau menabung.
5. Tingkat
pendidikan
mereka
umumnya rendah. Tetapi meskipun
begitu, masih ada juga penarik beca
yang mempunyai pendidikan cukup
tinggi seperti D1, D3 bahkan S1.
Penarik beca biasanya bekerja yang
lain seperti jaga malam, buruh, isteri
menjadi pembantu rumah tangga atau
buruh cuci.

HARAPAN
1. Adanya keterampilan penarik beca
mengenai
perbaikan
beca
sendiri.
Tujuannya supaya mereka bisa mengurangi
pengeluaran biaya memperbaiki beca.

1. Solidaritas mereka sangat rendah.


2 Kurangnya percaya diri para penarik
beca bahwa mereka tidak bisa hidup
layak.
3 Belum adanya organisasi penarik
beca yang terorganisir secara baik
1. Akses terhadap fasilitas kesehatan
tidak didapatkan oleh para penarik
beca.
2. Tingkat kesehatan penarik beca
dan keluarganya sangat rendah.
Sanitasi dan lingkungan yang kurang
baik
3. Birokrasi pelayanan kesehatan
bagi penarik beca yang rumit dan
berbelit-belit.

1.Adanya upaya-upaya untuk membentuk


organisasi penarik beca yang terorganisir
secara baik dan rapi.
2. Adanya pertemuan-pertemuan antar
pangkalan untuk bertukar informasi, bila
ada masalah dapat tolong menolong
1. Penarik beca bisa memperoleh
pelayanan kesehatan dari poliklinik USU
2. Adanya pelayanan kesehatan penarik
beca secara berkala minimal 3 bulan atau 6
bulan sekali misalnya penyuluhan
mengenai kebiasaan mencuci tangan,
kebiasaan makan yang baik dan
peningkatan nilai gizi yang baik,
3. Adanya sosialisasi pencegahan penyakit
pada penarik beca.

2. Adanya lembaga keuangan penarik


beca, selama ini memang pernah ada
seperti jula-jula namun itu tidak
berlangsung lama, kerena tidak adanya rasa
saling percaya diantara mereka.
3. Adanya sumber pendapatan lain supaya
USU memberi peluang jika USU
melakukan pembangunan.
4. Tidak adanya penggusuran dari pihak
USU.

Dalam FGD II disampaikan usulan kepada para penarik beca bahwa mereka
harus mempunyai organisasi yang tersusun rapi. Para penarik beca menyetujui hal
tersebut, maka terjadilah pembentukan organisasi penarik beca tingkat USU.
Adapun usulan nama organisasi yang mereka ajukan ada 3 yaitu :
1.
Penarik Beca USU (PB USU)

PKMK-2-1-8

2.
Serikat Penarik Beca USU (SPB USU)
3.
Keluarga Besar Penarik Beca USU (KBPB USU)
Akhirnya melalui proses pemilihan secara voting diantara para penarik beca maka
disepakati dibentuknya sebuah organisasi yang diberi nama Keluarga Besar
Penarik Beca USU (KBPB USU) dengan struktur kepengurusannya yaitu:
Ketua
: Yan Berlin Sembiring (pangkalan Sumber)
Sekretaris
: Basir Hasibuan (pangkalan Pintu I)
Bendahara
: Faigiaro Lafao
Anggota
: Sumarjo, Ucok Karo, Angolita Lafao, Elifati Zega, Timbul
Simarmata.
KESIMPULAN
Dari semua kegiatan yang dilakukan, baik itu penyebaran kuesioner,
wawancara, FGD I dan FGD II, tidaklah lepas dari kerjasama tim yang solid.
Walaupun tidak jarang terjadi selisih paham dan beda pendapat. Namun itu semua
tidak menjadi kendala dalam melakukan kegiatan PKM ini. Kegiatan tersebut di
atas telah menghasilkan kerjasama yang baik antara tim dengan pihak YPRP,
Departemen Antropologi dan juga dengan para penarik beca.
Dari kegiatan ini ditemukan bahwa para penarik beca di kampus USU
sepertinya sudah menyadari arti pentingnya berorganisasi, walaupun pada
awalnya sangat sulit menyadarkan mereka tentang arti pentingnya berorganisasi.
Dengan berorganisasi penarik beca di kampus USU sudah dapat menyampaikan
aspirasi-aspirasinya dan keinginan-keinginannya melalui kelompok yang telah
dibentuk bersama. Arti penting dari kegiatan ini juga adalah diberikannya
pengajaran kepada para penarik beca tentang bagaimana memanagemen
perekonomian mereka, maksudnya adalah dengan adanya suatu wadah organisasi
maka mereka bisa memiliki uang kas kelompok yang mereka kelola secara
bersama-sama yang pada akhirnya uang kas tersebut digunakan untuk keperluan
para anggotanya. Pihak kampus juga mendukung kegiatan ini khususnya
Departemen Antropologi. Seluruh tim bangga dan sangat dihargai dengan adanya
dukungan tersebut.
Hambatan-hambatan yang dialami oleh Tim selama kegiatan ini berlangsung
adalah :

DANA
Dana yang diperoleh tim tidak memadai untuk semua kegiatan yang
dilakukan, oleh sebab itu tim harus rela mengeluarkan dana dari kantong
sendiri untuk mendapatkan hasil kegiatan yang maksimal

WAKTU
Kegiatan ini tim ketahui pada tahun 2004, kemudian pada tahun 2005 tim
dikabarkan layak mengikuti kegiatan ini. Tim melakukan langkah pertama
dengan cara menyebar kuesioner dan wawancara, tetapi kegiatan tim ini
sempat vakum, dikarenakan tim tidak memiliki dana yang cukup untuk
melanjutkan kegiatan dan menunggu dana diberikan kepada tim. Setelah
dana diberikan, tim berusaha bekerja semaksimal mungkin sampai pada
batas waktu yang diberikan. Tetapi batas waktu yang diberikan tidak dapat
dicapai oleh tim, sehingga harus terlambat dalam penulisan laporan kegiatan
PKM ini.

PKMK-2-1-9

RENCANA TINDAK LANJUT


a.
MOU (Memorandum of Understanding) antara YPRP dengan LPM
Antropologi (Laboratorium Pengembangan Masyarakat)
Setelah selesai melakukan kegiatan FGDII, diadakan pertemuan antara pihak
YPRP dengan ketua Departemen Antropologi selaku Pembina LPM Antropologi,
untuk menindaklanjuti kegiatan pembinaan dan pendampingan kelompok penarik
beca di lingkungan kampus USU. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa pihak
YPRP merupakan mitra kerja LPM Antropologi dalam berbagai kegiatan yang
akan dilaksanakan untuk pendampingan para penarik beca di kampus USU. Pihak
LPM Antropologi dan YPRP juga akan mengambil inisiatif untuk menjembatani
harapan-harapan para penarik beca kepihak Universitas. LPM Antropologi adalah
merupakan suatu wadaha bagi mahasiswa Antropologi dalam mengaplikasikan
teori-teori yang didapat dari perkuliahan. Dalam hal ini mahasiswa terjun
langsung kemasyarakat, baik itu penelitian maupun pengabdian. Dengan adanya
wadah ini mahasiswa menjadi terpacu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
bersifat ilmiah dan berguna bagi masyarakat.
b.
Pengembangan Ekonomi Para Penarik Beca
Salah satu harapan para penarik beca di kampus USU adalah adanya peningkatan
taraf ekonomi. Mereka menginginkan dibentuknya suatu koperasi simpan pinjam.
Untuk menindaklanjuti keinginan para penarik beca ini, akan dijalin kerjasama
dengan pihak-pihak di luar USU yang berkompeten dalam hal koperasi. Dengan
adanya koperasi maka sedikit banyaknya para penarik beca dapat menyisihkan
penghasilannya untuk disimpan.
c.
Pelayanan Kesehatan Para Penarik Beca
Untuk menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan dan
penyuluhan kesehatan bagi penarik beca, maka akan diadakan kerjasama dengan
pihak FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) dan FKG (Fakultas Kedokteran
Gigi). Bentuk kegiatan yang nantinya akan dilaksanakan adalah penyuluhan
tentang pola hidup sehat dan pencegahan penyakit bagi penarik beca oleh pihak
FKM. Pihak FKG akan melakukan pemeriksaan dan perawatan gigi secara berkala
kepada para penarik beca.
d.
Advokasi Kebijakan
Menanggapi tentang perbedaan tarif beca yang dikenakan pada pengguna jasa
beca, maka dibuat daftar tarif yang telah disepakati bersama oleh penarik beca
dari setiap pangkalan. Daftar tarif ini selanjutnya akan disahkan oleh pihak
Universitas. Oleh karena itu perlu dilakukan lobby kepihak Universitas agar
dikeluarkannya kebijakan yang berhubungan dengan tarif beca. Untuk itu perlu
diadakan pertemuan dengan pihak Universitas untuk melakukan persentase
mengenai laporan hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka pembinaan
dan pendampingan kelompok penarik beca di kampus USU. Hasi dari pertemuan
ini diharapkan dapat melahirkan suatu kebijakan dari pihak Universitas yang
dapat membantu peningkatan kesejahteraan para penarik beca di kampus USU.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin (2001) Judi Togel dan Tukang Beca, Skripsi Sarjana jurusan Kesejahteraan
Sosial FISIP-USU. Tidak diterbitkan. Medan.
KOMPAS edisi 3 Agustus 2000
KOMPAS edisi 14 Mei 2002

PKMK-2-2-1

PILOT PROJECT PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT


DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN CARA
PEMILAHAN DI KOTA PADANG
David Darwin, Syafrinaldi, Aci Lesta Triadi Munir, Ferdian Nada Putra
Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Andalas, Padang
ABSTRAK
Peningkatan mutu kebersihan dilakukan pemerintah kota Padang untuk
menjadikan kota Padang mejadi salah satu kota terbersih di kawasan ASEAN.
Langkah ini berkaitan dengan usaha peningkatan kesadaran masyarakat kota
Padang dalam mengelola sampah. Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan
memilah sampah berdasarkan jenisnya ditingkat rumah tangga. Telah dilakukan
kegiatan Pilot Project Peningkatan Kesadaran Masyarakat kota Padang dalam
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Cara Pemilahan. Kegiatan
dilakukan di komplek Pelangi Indah RT 01/RW XIII Kel. Korang Gadang Kec
Kuranji Padang. Kegiatan ini dimulai dengan memberikan penyuluhan pada
warga setempat mengenai arti penting pemilahan sampah. Kemudian dilanjtukan
dengan menerapkan metoda pemilahan sampah di komplek tersebut selama satu
bulan. Kegiatan ini ditunjang dengan penyediaan fasilitas berupa empat buah
kantong sampah per rumah, buku wacana, panduan pemilahan sampah, poster
serta pelayanan pengambilan sampah dua kali seminggu. Dari kegiatan yang
telah dilakukan, diperoleh hasil yang cukup baik, dimana tingkat kecenderungan
warga dalam memilah sampah mencapai 83,1 %. Nilai ini diperoleh dari
persentase jumlah warga yang melakukan pemilahan sampah.
Kata Kunci : Warga kota Padang, Sampah rumah tangga, Pemilahan Sampah,
PENDAHULUAN
Kota Padang merupakan salah satu dari sekian banyak kota di Indonesia
yang telah berhasil memperoleh penghargaan Adipura. Penghargaan ini
merupakan penghargaan atas keberhasilan dalam menjaga kebersihan kota. Dalam
beberapa tahun ke depan pemerintah kota Padang berencana meningkatkan
prestasi tersebut menjadi kota terbersih di kawasan ASEAN. Untuk itu berbagai
langkah peningkatan mutu kebersihan telah dilakukan oleh pemerintah kota
seperti peningkatan fasilitas pendukung pengelolaan sampah(bak-bak sampah,
truk pengangkut sampah, becak sampah dan lain sebagainya). Namun dalam
kenyataannya langkah ini masih belum mampu mengimbangi jumlah sampah
yang disebabkan bertambahnya jumlah penduduk.
Masalah persampahan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
kota saja, tapi juga seluruh lapisan warga masyarakat. Upaya peningkatan
kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah merupakan langkah yang tepat
dalam mengatasi masalah persampahan ini. Selama ini usaha yang dilakukan
dalam penanganan sampah adalah bagaimana cara membuang sampah tersebut,
aka tetapi sekarang timbul masalah, karena lahan tempat pembuangan semakin
sempit, lokasinya makin jauh dari kota dan pada masyarakat disekitar tempat

PKMK-2-2-2

pembuangan sampah timbul ancaman berbagai jenis penyakit yang bersumber dari
sampah (Ir.Yul H. Bahar, 1986).
Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara memilah sampah
berdasarkan jenisnya (Soewedo Hadiyoto. 1981/ 1982). Pemilahan sampah
merupakan suatu langkah yang dapat mempermudah proses daur ulang. Daur
ulang adalah suatu upaya dalam pemanfaatan sampah menjadi suatu yang lebig
bernilai ekonomis. Apabila sampah masih tercampur maka akan membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk memilahnya di tempat pembuangan akhir (TPA)
agar bisa didaur ulang. Sementara jumlah sampah akan bertambah setiap harinya
dan lahan PA akan semakin berkurang.
Metoda pemilahan sampah ini dapat dimulai dari tingkat rumah tangga
karena rumah tangga merupakan sumber dari segala kegiatan jadi apabila dari
tingkat rumah tangga sudah terbiasa untuk memilah sampah, maka kebiasaan ini
akan terbawa ketempat-tempat yang lebih besar seperti perusahaan, pabrik, kantor
dan lain sebagainya.
Bertitik tolak dari pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang ada :
1. Untuk meningkatkan mutu kebersihan kota Padang harus disertai dengan
pengelolaan yang baik antara warga masyarakat dengan pemerintah kota.
2. Sistem pengelolaan sampah rumah tangga masih belum menerapkan
metoda pemilahan sampah.
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat kota Padang dalam mengelola sampah dan menerapkan metoda
pemilahan sampah di tingkat rumah tangga.
Manfaat yang ingin diperoleh dari kegiatan ini adalah agar kemampuan
masyarakat dalam mengelola sampah dapat meningkat dengan memilah sampah
sesuai dengan jenisnya. Selain itu hasil dari kegiatan ini juga diharapkan dapat
menjadi acuan dan rujukan bagi Pemko Padang dalam pengelolaan sampah,
khususnya sampah rumah tangga.
METODE PENDEKATAN
Pada pelaksanaannya, observasi dilakukan selama satu minggu pada
bulan maret 2006 yang bertempat di komplek perumahan Pelangi Indah RT
01/RW XIII Kel. Korong Gadang Kec. Kuranji Padang. Metoda yang dilakukan
pada saat observasi adalah metoda diskusi dengan beberapa warga termasuk ketua
RT setempat, dari hasil observasi didapatkan informasi bahwa warga komplek
pelangi indah telah mempunyai kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan
tempat tinggal mereka, hal ini terbukti dengan telah adanya kesepakatan dari
warga untuk menyewa sebuah mobil sampah (bukan milik Dinas Kebersihan)
yang akan menangani masalah sampah komplek namun sampah yang dikumpul
masih dalam keadaan bercampur tidak dipisah berdasarkan jenisnya.
Berdasarkan hasil observasi yang didapatkan, dapat dirumuskan metoda
yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari program :
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat komplek Pelangi Indah.
Penyuluhan yang diberikan berupa:
a. Pemberitahuan kepada masyarakat mengenai dampak positif dan negatif
dari pengelolaan sampah, akibat buruk bagi kesehatan masyarakat yang
bisa ditimbulkan dari sampah.

PKMK-2-2-3

b. Memberikan pengajaran kepada masyarakat tentang bagaimana tata cara


pemilahan sampah di lingkungan rumah tangga, dan memberikan
penerangan tentang keuntungan-keuntungan apa saja yang bisa diperoleh
baik di tingkat rumah tangga, kelurahan dan kota Padang apabila metoda
pemilahan sampah ini berhasil diterapkan kepada seluruh komponen
masyarakat.
c. Memberikan gambaran kota-kota lain di negara maju yang telah
menerapkan metoda pemilahan sampah ini dengan baik. Hal ini dilakukan
sebagai bahan perbandingan bagi masyarakat dan bertujuan untuk
menumbuhkan kesadaran dari dalam diri masyarakat untuk dapat
melakukan pemilahan sampah sejak dini.
Penyuluhan ini akan diberikan kepada masyarakat pada tempat-tempat
keramaian dan tempat-tempat yang dinilai strategis dan mudah untuk dicapai,
seperti: kantor kelurahan, Rumah ketua RT setempat dan TPA (Taman
Pendidikan Agama) yang berada di lingkungan mesjid. Penyuluhan yang akan
diberikan nantinya dibuat dan disiapkan dalam format slide show dengan
menggunakan power point atau menggunakan macromedia Flash yang akan
ditampilkan dengan menggunakan media Laptop dan In focus.
2. Memberikan Buku saku /Buku wacana Kepada setiap 30 rumah yang ada di
RT 01 komplek Pelangi Indah yang berjudul Ayo Bersiasat dengan Sampah.
Buku yang akan diberikan ini dibuat dengan full color dan semenarik mungkin
yang berisikan cara pemilahan sampah, pengelolaan sampah, daur ulang yang
bisa dilakukan di tingkat rumah tangga, serta dampak positif dan negatif yang
ditimbulkan dari sampah. Buku ini juga akan dilengkapi dengan karikatur
yang bercerita tentang cara pengelolaan sampah dan pemilahan sampah.
Karikatur ini dibuat dengan tujuan agar anak-anak juga dapat membaca buku
ini dan dapat merangsang pikirannya untuk dapat melakukan hal pemilahan
sampah sejak dari kecil.
3. Membagikan plastik sampah kepada rumah-rumah yang akan digunakan
sebagai sampel, rumah yang akan digunakan sebagai sampel adalah 30 buah
rumah dalam komplek tersebut. Setiap rumah nantinya akan memperoleh
masing-masing 4 (empat) buah kantong plastik sampah yang terdiri dari :
a. Sampah Organik
Sampah organik ini dapat berupa sisa-sisa makan atau bahan-bahan
organik lainnya yang dapat membusuk.
b. Sampah Plastik
Sampah plastik dapat berupa plastik sisa kemasan suatu produk, bahanbahan plastik seperti ember bekas atau yang lainnya.
c. Sampah Kertas
Sampah kertas dapat berupa kertas-kertas yang tidak diperlukan lagi
seperti koran bekas, buku-buku bekas, dan lain-lain.
d. Sampah logam/kaca
Dapat berupa benda-benda yang terbuat dari bahan dasar logam ataupun kaca.
Setelah disebar kemudian dalam jangka waktu 2 x seminggu sampah-sampah
yang telah diklasifikasikan dari tingkat rumah tangga tersebut dikumpulkan
dan ditimbang. Disamping itu juga diamati sampai sejauh mana kesadaran
masyarakat untuk membuang dan memilah sampah sesuai dengan tempat
yang telah disediakan. Hal ini dilakukan kurang lebih selama 1 bulan.

PKMK-2-2-4

Sampah-sampah plastik, logam dan kaca nantinya akan dikumpulkan dan


dijual ke tukang loak untuk didaur ulang. Ini dilakukan untuk mengetahui nilai
Ekonomi yang bisa diperoleh oleh masyarakat dari sampah-sampah jenis ini.
4. Penyebaran atau pemasangan Poster yang berukuran kira 1 x 1 meter yang
berisikan ajakan untuk memilah sampah, bahaya yang dapat ditimbulkan dari
sampah, karikatur lucu yang dikemas semenarik mungkin yang isinya berupa
ajakan untuk memilah dan membuang sampah pada tempatnya. Poster-poster
ini akan dipasang pada tempat-tempat strategis yang banyak dilewati
masyarakat seperti : di dekat mesjid, kantor lurah, persimpangan jalan
komplek dan ditempat-tempat lain yang dinilai strategis.
Pada bulan mei sampai awal Juni 2006 Program Peningkatan Kesadaran
Masyarakat ini dilaksanakan berdasarkan metoda pelaksanaan seperti yang telah
disusun diatas. program ini diawali dengan tahap persiapan yang dilakukan pada
bulan April 2006, kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan ini adalah :
Studi pustaka dilakukan untuk mempersiapkan bahan penyuluhan pada
warga kompleks, bahan untuk pembuatan buku panduan, selebaran dan
Poster Reklame. Studi yang dilakukan berupa browsing Internet,
Pengambilan Data perhari sampah kota padang ke TPA Aie Dingin di
daerah Lubuak Minturun.
Pembutan disain / rancangan buku dan Pembuatan Buku Panduan
Pendisainan Poster Reklame dan Pembuatan nya dengan ukuran 1 x 1
meter sebanyak 4 buah
Mencari dan membeli karung tepung dan plastik polibek besar yang
nantinya digunakan sebagai Kantong sampah pada setiap rumah di RT 01
Pengecatan kantong sampah menjadi tiga warna yang berbeda yaitu
merah, kuning, dan biru.
Pembuatan selebaran yang berisikan cara pemilahan sampah berdasarkan
jenisnya.
Setelah tahapan persiapan selesai dilanjutkan dengan tahapan
pelaksanaan program. Pelaksanaan dari program ini di awali dengan memberikan
penyuluhan pada masyarakat pada hari Sabtu tanggal 6 Mei 2006 jam 16.00 WIB
di Mushalla Al-Barqah. Penyuluhan diberikan dengan cara teknik presentasi dan
dilanjutkan dengan diskusi agar materi yang diberikan lebih dimengerti dan
dipahami oleh masyarakat. Selain pemberian materi penyuluhan, kepada warga
yang hadir juga diberikan materi berupa cerita pengalaman hidup di Jepang oleh
seseorang pemateri yang merupakan Dosen Jurusan Kimia Unand, adapun materi
yang diberikan berupa bagaimana cara masyarakat Jepang dalam pengelolaan
sampah dari tingkat rumah tangga. Penyuluhan yang diberikan berjalan jauh dari
perkiraan semula karena jumlah warga yang hadir sangat sedikit, walaupun
demikian penyuluhan tetap dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan
untuk mengantisipasi warga yang tidak hadir, pada hari berikutnya dilakukan
penyuluhan ulang dengan sistem door to door atau dari rumah ke rumah agar
tujuan dari program ini terlaksana dengan semestinya. Setelah pemberian
penyuluhan selanjutnya pada setiap rumah dilakukan penyebaran Kantong
Sampah, dimana setiap rumah di beri 4 kantong sampah dengan warna yang
berbeda-beda, kantong hitam untuk sampah organik, kantong dengan less kuning
untuk sampah kertas, less merah untuk sampah plastik, less biru untuk sampah
besi dan kaca. Selain itu kepada setiap rumah juga diberikan buku wacana yang

PKMK-2-2-5

berisikan segala sesuatu tentang sampah dan pengelolaanya, dan juga diberikan
selebaran yang berisi Panduan pemilahan sampah agar memudahkan masyarakat
dalam memilah. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melihat kecenderungan
masyarakat apakah telah melakukan proses pemilahan dengan baik setiap dua kali
seminggu selama satu bulan penuh. Menurut Time Schedule yang telah kami buat,
sebelum program ini dilaksanakan terlebih dahulu dipasang Poster yang telah
direncanakan di lokasi sekitar komplek. dengan tujuan agar ajakan untuk memilah
sampah masih terus dapat dirasakan oleh masyarakat ketika masyarakat keluar
dari rumahnya masing-masing. Namun tahapan ini telat dilaksanakan karena
terkendala masalah pemesanan, dan poster ini akhirnya dipasang pada saat
program sedang berlangsung.
Adapun instrumen pendukung yang digunakan selama Program
kegiatan ini berlangsung adalah :
a. Pada saat penyuluhan : Infokus dan Laptop
b. Pada saat pelaksanaan program
- Kantong sampah 4 buah perumah dengan warna yang berbeda-beda
- Buku wacana Ayo bersiasat dengan sampah
- Selebaran panduan pemilahan
- Poster yang berisikan ajakan untuk memilah sampah.
c. Pada saat pengambilan sampah :
- Mobil Pick-Up untuk mengangkut sampah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pelaksanaan program yang telah dilakukan selama kurang lebih satu
bulan didapatkan hasil sebagai berikut :
Dari grafik dapat dilihat bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam
pemilahan sampah dari setiap kali pengambilan mengalami perubahan yang
bervariasi. Pada pengambilan pertama terlihat bahwa kecenderungan warga untuk
memilah sampah cukup tinggi, yaitu 94,37 %. Ini kemungkinan disebabkan
karena warga sangat antusias dengan metoda pemilahan sampah ini. Metoda ini
juga pertama kalinya diterapkan ditempat tersebut.
Tingkat Kesadaran Mayarakat Dalam Sampah
100
90
80

persentase

70
60
50
40
30
20
10
0

Terpilah (%)

94.37

83.1

82.44

73.69

54.28

60.81

73.68

83.1

Bercampur %

5.63

16.9

17.56

26.32

45.71

39.19

26.32

16.9

pengambilan
Terpilah (%)

Bercampur %

PKMK-2-2-6

Pada pengambilan sampah yang kedua terlihat penurunan


kecenderungan warga dalam memilah sampah. Penurunan tingkat kecenderungan
memilah sampah ini terlihat sampai pengambilan sampah yang kelima. Hal ini
disebabkan karena warga mulai mengalami tingkat kejenuhannya dalam memilah
sampah dan lebih cenderung untuk tidak memilah sampah melainkan membiarkan
dalam keadaan tercampur. Selain itu ajakan dan peringatan untuk selalu memilah
sampah belum dilakukan. Jadi warga mulai lupa dengan arti penting pemilahan
sampah itu sendiri.
Sebelum pengambilan sampah yang keenam, kami mulai mengajak warga
untuk selalu memilah sampah dengan cara dan memberikan teguran pada warga
yang tidak memilah sampah. Pada pengambilan sampah keenam mulai terlihat
kembali peningkatan kecenderungan warga dalam memilah sampah. Teguran
selalu diberikan kepada warga yang tidak memilah sampahnya mulai pada saat
itu. Pada pengambilan berikutnya sampai pengambilan terakhir terlihat
peningkatan yang cukup baik dari warga untuk memilah sampah. Pengambilan
sampah yang kedelapan ini memperlihatkan nilai persentase sebesar 83,1 %.
KESIMPULAN
Dari hasil pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dengan Cara Pemilahan dapat dilaksanakan dengan cara mengajak,
memberikan informasi, dan memberikan pelayanan yang baik.
b. Metoda Pemilahan sampah ini dapat diterapkan untuk skala yang lebih
besar karena dari program yang telah dilaksanakan memperlihatkan hasil
yang cukup baik, yaitu dengan persentase akhir sebesar 83, 1% warga
telah melakukan pemilahan sampah.
c. Masyarakat komplek Pelangi Indah RT 01/RW XIII mempuyai
kemampuan untuk dapat memilah sampah berdasarkan jenisnya dari
tingkat rumah tangga.
d. Kesadaran masyarakat untuk selalu memilah sampah dapat ditingkatkan
dengan cara selalu memberikan informasi akan pentingnya pemilahan
sampah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar, Yul H. 1985 / 1986. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan
Sampah. Jakarta: PT Waca Utama Pramesti.
2. Soekarman. 1983. Pemanfaatan tinja dan Sampah DKI Jakarta Pusat
Untuk Menunjang Pembangunan nasional. Jakarta: Era swasta.
3. Hadiwiyoto, Soewedo. 1981/ 1982. Penanganan dan Pemanfaatan
Sampah. Jakarta. PT Inti Idayu Press. 1981

PKMK-2-3-1

SAVE OUR JAIL


Ignasia Kijm, A Diyana, Anyelir Puspa K., A Renzulli, H Khatimah
Departemen Kriminologi, Universitas Indonesia, Depok
ABSTRAK
Model penghukuman harus disesuaikan dengan tingkatan usia. Idealnya anakanak sebisa mungkin diminimalisir dari resiko negatif hukuman pidana, bahkan
berusaha untuk dijauhkan dari sistem peradilan pidana. Metode welfare
approach menekankan bahwa anak-anak masih bisa dibina dengan metode yang
bersifat rehabilitasi dan resosialisasi nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat. ini tidak hanya menjadi tugas dari lembaga pemasyarakatan, tapi
juga menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat. Kegiatan ini diadakan dengan
tujuan untuk mengadakan asimilasi terhadap anak didik serta membuka wacana
tentang lembaga pemasyarakatan kepada masyarakat pada tataran akademis dan
praktis. Metode pelaksanaan program ini adalah dengan membangun hubungan
interpersonal yang baik antara tim pelaksana dengan anak didik dengan
mengadakan kunjungan rutin pada setiap hari Sabtu selama bulan Juli-September
2005. Mekanisme pelaksanaan kegiatan tidak lepas dari koridor edukasi,
motivasi, dan rekreasi antara lain dengan permainan, problem solving, focus
group discussion (FGD), mentoring dan curhat, kelas membaca. Selain itu
diadakan sosialisasi ke masyarakat tentang kegiatan ini.Kegiatan ini mendapat
sambutan baik dari pihak Lapas, dan terutama sekali oleh anak didik. Selama
delapan pertemuan, terlihat ada banyak perkembangan positif pada anak didik.
Mereka semakin mampu untuk berinteraksi secara positif dengan orang lain.
Potensi mereka berhasil digali dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan.
Anak didik pun semakin memiliki kepercayaan diri akan masa depan yang lebih
baik, dan hal itu ditunjukkan dengan cara selalu berusaha menunjukkan potensi
atau keahlian mereka dalam berbagai hal, dan berinteraksi
sekaligus
menunjukkan sikap-sikap positif atas tantangan yang ada di luar Lembaga
Pemasyarakatan.
Kata kunci: lembaga pemasyarakatan, anak didik, stigmatisasi, asimilasi,
sosialisasi
PENDAHULUAN
Anak didik seringkali dipandang negatif oleh masyarakat. Masyarakat
memposisikan mereka sebagai orang yang bersalah dan hukum juga mendukung
hal itu. Ada tingkah laku masyarakat yang tersirat baik secara langsung atau tidak
langsung yang mengisyaratkan bahwa penjahat harus dijauhi dan dikucilkan
karena perbuatannya yang melanggar norma masyarakat dan norma hukum.
Masyarakat kerap memberi stigma atau cap buruk kepada anak yang pernah
melakukan penyimpangan, pelanggaran atau kenakalan. Tak heran, bila anak
didik tidak mendapatkan tempat yang layak dalam masyarakat. Akibatnya, anak
didik berpeluang besar mengulangi tindak kejahatan. Label sebagai anak didik
yang melekat sulit dilepaskan, terutama saat ia berbaur dengan masyarakat.
Pandangan yang berkembang di masyarakat yang demikian, memunculkan
tantangan untuk mengubah pandangan itu dengan cara mengembalikan

PKMK-2-3-2

kepercayaan masyarakat terhadap napi dan memperbaiki stigma yang diciptakan


oleh masyarakat, agar napi memiliki kepercayaan diri kembali untuk hidup
bermasyarakat. Perlu dilaksanakan sebuah program yang dapat menjembatani
antara anak didik dengan masyarakat. Program tersebut adalah suatu hal yang
sangat membantu proses reintegrasi anak didik ke dalam masyarakat.
Masalah yang diangkat dalam program ini adalah bagaimana
mensosialisasikan bahwa anak didik harus diterima dengan baik oleh masyarakat.
Tujuan dari kegiatan ini adalah mengupayakan intervensi atas pengaruhpengaruh negatif yang muncul karena stigma dari masyarakat terhadap anak didik.
Kegiatan awal kami di sana adalah untuk menemukenali permasalahan inti yang
membuat anak didik merasa kurang percaya diri setelah keluar lembaga dan
menjalani kehidupan normal di masyarakat. Selain tiu kami juga
mennsosialisasikan kondisi anak didik kepada masyarakat, bahwa masyarakat
mempunyai peran yang cukup penting dalam proses reintegrasi anak didik, baik
ketika menjalani bebas bersyarat maupun telah selesai masa pidananya. Sosialisasi
tidak hanya kepada masyarakat luas, melainkan justru lebih ditekankan kepada
orang terdekat anak didik, yakni keluarga mereka.
METODE PENELITIAN
Kegiatan ini dilaksanakan dengan membangun sikap saling percaya pihak
tim pelaksana yang memposisikan diri sebagai masyarakat, dengan anak didik.
Hal itu berusaha dicapai dengan cara mengadakan kunjungan rutin setiap hari
Sabtu sebanyak 8 kali pertemuan di dalam Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB
Anak Negara Wanita Tangerang.
Penyelenggara kegiatan ini adalah para mahasiswa yang seusia dengan ratarata anak didik. Walaupun mungkin keberadaan mahasiswa sebagai
penyelenggara tidaklah merepresentasikan kondisi masyarakat sebenarnya, tetapi
tim pelaksana kegiatan berusaha semaksimal mungkin untuk menempatkan diri
bukan sebagai mahasiswa, melainkan masyarakat awam. Dengan demikian kami
dapat secara aktif dan berkesinambungan memberi dukungan moral dan semangat
kepada anak didik.
Hubungan yang berusaha diciptakan antara anak didik dengan
penyelenggara adalah hubungan pertemanan, partnership atau kemitraan.
Penyelenggara sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada anak didik untuk
dapat mengembangankan potensi sosialnya, melalui berbagai media ekspresi,
seperti dengan cara menggambar, membuat tulisan, maupun bercerita secara
langsung di depan teman-temannya. Tahapan-tahapan tersebut antara lain :
1.
Tahap perkenalan: mengenal nama dan mengetahui identitas anak didik, apa
yang menjadi kesukaan dan hobi, serta cita-cita dan segala hal yang anak
didik dapat bagi dengan kami yang notebene orang luar.
2.
Tahap penyampaian informasi: menyampaikan informasi yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi, kebersihan, pentingnya pendidikan dan hal-hal
yang terkait dengan kehidupan remaja pada umumnya
3.
Tahap intervensi dan motivasi: kami berusaha untuk mengintervensi dan
memberikan motivasi kepada mereka untuk dapat menyelesaikan masalah
yang mereka hadapi, bahwa mereka punya kemampuan untuk itu.
Kegiatan dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa buku-buku
bacaan, gambar, film untuk ditonton bersama-sama, kertas dan alat tulis untuk

PKMK-2-3-3

menulis ataupun menggambar. Metode kegiatan yang dilakukan dengan cara


yang bersifat rekreasional sehingga menjauhkan anak didik dari kebosanan.
Suasana diciptakan bersahabat dan penuh keterbukaan. Mereka dibiarkan sebebas
mungkin untuk menjadi diri mereka sendiri.
Kegiatan tersebut di atas ditindaklanjuti dengan sosialisasi, yang dilakukan
dengan cara antara lain :
Penempelan poster di tempat-tempat strategis,
Pembuatan website save our jail (dapat diakses pada situs:
www.geocities.com/save_our_jail
Berkampanye, dengan cara siaran di radio RTC UI FM,
Pembagian PIN SAVE OUR JAIL,
Menggunakan kaos SAVE OUR JAIL di tempat-tempat umum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seluruh kegiatan diatas melibatkan 14 orang anak didik Lembaga
Pemasyarakatan kelas IIB Anak Negara Wanita Tangerang baik yang berstatus
pidana ataupun tahanan. Pada minggu-minggu terakhir jumlah ini berkurang
karena beberapa orang anak didik menjalani bebas bersyarat. Selain anak didik,
program ini melibatkan kami sebagai tim pelaksana secara keseluruhan. Kegiatan
Save Our Jail dilaksanakan pada 2 Juli 2005 sampai 27 agustus 2005,
dilaksanakan setiap hari sabtu pukul 13.00 sampai 15.30. Sedangkan kegiatan
sosialisasi dimulai pada minggu ke dua September sampai Minggu pertama
Desember. Selama kurang lebih lima bulan pelaksanaan dibagi menjadi empat
bagian yaitu pra pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pasca pelaksanaan
kegiatan, tindak lanjut kegiatan.
Selama pertemuan pertama sampai dengan pertemuan ke enam, kami
membagi 14 orang anak didik ke dalam tiga kelompok kecil yang dipegang oleh
satu mentor tetap. Hal ini dilakukan agar mempermudah penyampaian materi dan
pengawasan terhadap ketertarikan dan interaksi dalam diskusi atau konseling
kelompok. Selain itu juga mempermudah pengenalan lebih dalam terhadap
individu yang merupakan tugas. Mekanisme pembagian kelompok ditentukan
dengan cara permainan atau mereka memilih sendiri teman kelompok. Setiap
kelompok dipegang oleh satu orang mentor tetap dan satu orang asisten mentor.
Anak didik dapat dibagi menjadi dua yaitu pertama, kelompok kasus non-narkoba
terdiri dari anak didik yang terlibat dalam kasus pembunuhan, pencurian,
pemalsuan dan penipuan. Sedangkan kedua adalah kelompok kasus narkoba.
Pelaksanaan Program Save Our Jail Berdasarkan Waktu Pelaksanaan, Nama
Kegiatan, Metode Pelaksanaan dan Materi yang Disampaikan
Waktu
Pelaksa
naan
Pertemu
an I
(2 Juli
2005)

Nama
Kegiatan
Meet by
Heart

Metode
Pelaksanaan
Permainan

Materi Yang
disampaikan
-

Target Kegiatan
Dapat berkenalan
dengan anak
didik tanpa

Pencapaian
Program
mengenal
anak didik

PKMK-2-3-4

Pertemu
an II
(9 Juli
2005)

Meet by
Heart

diskusi,
pembagian
paket
kesehatan

Kesehatan
Reproduksi

Pertemu
an III
(16 Juli
2005)

Coz U are
My Friend

konseling
klompok

Self-Concept

Pertemu
an IV
(23 Juli
2005)

Coz U are
My Friend

games,
konseling
kelompok

Goal
Attainment

Pertemu
an V
(30 Juli
2005)

Coz U are
My Friend

kelompok
besar

Flash back to
focusing future

Pertemu
an VI
(6
Agustus
2005)

You'll See
I Can Do
it

reward and
punishment

creative
competitive
ness

Pertemu
an VII
(20

Coz U are
My Friend

Nonton film

Stress Relaps

Anak didik
mengerti
mengenai
pentingnya
kesehatan alat
reproduksi
mereka, dengan
membahas halhal yang selama
ini dinilai tabu
seputar masalah
reproduksi dan
seks.
Anak didik
memahami
kelebihan dan
kekurangan diri
sendiri dan
temannya
sehingga dapat
membentuk
konsep diri yang
lebih positif
Anak didik dapat
menentukan
tujuan atau
pencapaian target
hidupnya
sehingga mulai
dapat
diperjuangkan
sekarang juga
walaupun
memiliki
keterbatasan fisik
Anak didik dapat
menyusun
perencanaan dan
strategi dalam
mencapai
tujuannya
Anak didik dapat
Menyalurkan
kreatifitasnya
dengan
keterbatasan
tertentu,
mengasah
kemampuan
bersaing dengan
sehat, kerjasama
dalam kelompok

Anak didik
mendapatkan
hiburan dan

penyampaian
informasi
tentang
kebersihan
dan kesehatan
reproduksi
pemberian
paket
kebersihan

Anak didik
mulai
membuka
pikiran untuk
menerima
kelebihan dan
kekurangan
dirinya

Anak didik
lebih terbuka
untuk
mentukan
tujuan
hidupnya

Anak didik
lebih dapat
meperinci
tujuan
hidupnya
Anak
terpancing
untuk
mencoba halhal baru,
mengembang
kan
kreatifitas,
berkompeisi
dengan sehat,
mampu
memotivasi
diri sendiri
dan temannya
Anak dapat
menyatakan
insight atau

PKMK-2-3-5

Agustus
2005)
Pertemu
an VIII
(27
Agustus
2005)

lomba
kebersama
an

permainan

kebersamaan,
pemberian
motivasi

pelajaran dari
film yang
disajikan
Anak didik dapat
merasakan
kebersamaan

hikmah dari
tontonan
tersebut
Anak didik
dapat dengan
terbuka
bersama
dalam
permainan

Secara deskriptif kegiatan yang dilaksanakan pada setiap pertemuan


asimilasi terdapat dalam paparan berikut:
Kegiatan Pertemuan I
Minggu pertama adalah pertemuan pertama yang diisi dengan perkenalan.
Perkenalan dilakukan dengan permainan antara tim pelaksana dengan anak didik.
Pemainan yang dilakukan bernama bingo, dengan menggunakan instrumen
berupa kertas yang berisi sifat atau karakter-karakter khusus untuk diisi oleh anak
didik. Dari permainan ini tim pelaksana dapat mengenal mereka lebih dekat
dengan mengetahui sifat-sifat khusus mereka, hal yang mereka suka, yang mereka
benci ataupun cara kerja mereka dalam bermain walaupun belum terlalu
mendalam. Dalam permainan individual ini terlihat kurang ada persaingan dalam
mengumpulkan score terbanyak. Anak didik lebih cenderung untuk menyalin
hasil yang telah diperoleh rekannya, daripada mencari tahu sendiri. Ada beberapa
anak yang kelihatan bersemangat, tapi ada yang tidak bersemangat. Dari
permainan ini juga terlihat bahwa mereka cukup terbuka terhadap tim pelaksana
sebagai orang yang baru mereka kenal.
Setelah permainan selesai kami bertanya pada mereka siapa yang berhasil
mengumpulkan kurang dari 3 bingo, 4 bingo atau lebih dari 5 bingo. Kami juga
menanyakan kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi anak didik yang hanya
memperoleh kurang dari 3 bingo, dan kemudahan apa yang dirasakan anak didik
yang mendapat lebih dari lima bingo. Pengalaman ini diceritakan setelah
permainan dengan duduk membentuk lingkaran, agar pengalaman yang
diceritakan itu dapat didengar teman-temannya. Kegiatan ini memakan waktu 15
menit, tanpa reward bagi yang menang ataupun punishment bagi yang kalah.
Kegiatan selanjutnya adalah permaian berkelompok bernama jaring labalaba. Sebelum permainan, anak didik dibagi menjadi 2 kelompok. Penentuan
pembagian kelompok dilakukan dengan mengurutkan tinggi badan.
Di tengah ruangan dibentangkan dua tali panjang dan anak didik diminta
membentuk satu barisan berdiri di sepanjang tali, berurutan dari yang paling
tinggi di sebelah kanan. Instruksinya: daerah di atas tali adalah daerah kering dan
aman, dan daerah luar tali adalah kawasan basah, tidak aman, karena ada cairan
beracunnya. Selama mereka masih berada di kawasan aman, permainan
dilanjutkan terus. Tetapi jika ada yang menginjak daerah beracun, permainan
diulang. Semua harus bertukar posisi sehingga urutan awal yang paling tinggi
adalah sebelah kanan berubah menjadi ke sebelah kiri dengan urutan yang sesuai.
Tapi tidak boleh menginjak ke daerah beracun. Hanya boleh melompati teman
sendiri. Setelah tinggi badan sudah berurutan, anak didik menghitung 1 dan 2
mulai dari kiri. Kemudian yang angkanya satu berkumpul dengan yang sesama
angka satu, demikian pula dengan yang angkanya dua sehingga terbentuk dua

PKMK-2-3-6

kelompok untuk permainan selanjutnya dengan dipandu oleh masing-masing satu


orang mentor dari tim pelaksana.
Permainan jaring laba-laba diikuti oleh semua tim pelaksana perempuan.
Problem solving-nya ditangani oleh anak didik sendiri. Tim pelaksana diusahakan
seminimal mungkin untuk memberi petunjuk.
Instruksinya: peserta berdiri membentuk lingkaran kecil, 7 lembar tali
digulung di tengah lingkaran dan peserta dalam kelompok diminta mengangkat
tangan kanannya, lalu pegang salah satu ujung tali. Angkat tangan kirinya, lalu
pegang ujung tali lainnya. Mentor meminta supaya tali tidak dilepas, setelah itu
bagian atasnya dilepas mentor. Lepaskan tali yang kusut itu supaya jadi satu
bentangan. Dalam permainan ini, jika ada kelompok yang selesai lebih dulu
sebelum 30 menit, diminta mengulangi tapi tanpa suara. Kelompok yang selesai
lebih dulu diminta menunggu kelompok yang belum selesai, untuk saling
memberi dukungan.
Dari permainan ini terlihat beberapa anak didik yang sengaja berbuat curang
dengan menukar tali miliknya dengan tali milik temannya, agar jaring jadi lebih
mudah dilepas. Permainan ini tidak dilakukan dengan sportif. Permainan ini
memakan waktu 30 menit, dan menit-menit selanjutnya sampai pukul 15.30
dihabiskan dengan bersama-sama berbagi pendapat dan komentar atas esensi
kegiatan dan permainan yang telah dilaksanakan dan berbagi cerita ataupun
pengalaman.
Pada sesi ini lebih banyak menggali informasi tentang latar belakang
kehidupan anak didik. Kami juga banyak berbincang-bincang dengan mereka,
menggunakan pendekatan interpersonal. Anak didik jauh lebih terbuka daripada
awal pertemuan ini. Pada sesi ini anak didik dibagikan kertas dan mentor meminta
mereka untuk menuliskan hal apa yang mereka ingin dapatkan dari kegiatan kita
yang akan dilakukan selama hari Sabtu 5 minggu ke depan, juga komentar dan
saran-masukan pribadi atas kegiatan hari itu. Sambil menulis, anak didik
dibagikan makanan kecil.
Kegiatan Pertemuan II
Minggu ke dua kegiatan kami adalah memberikan materi kesehatan
reproduksi. Sebelum memulai kegiatan, diawali dengan permainan yang melatih
daya konsentrasi mereka. Pembukaan ini memakan waktu 30 menit. Kemudian,
untuk masuk ke materi, anak didik dibagi menjadi 3 kelompok. Di dalam satu
kelompok dipegang satu orang mentor yang mengarahkan kegiatan. Anak didik
diminta mengisi jawaban pada lembar pertanyaan seputar kesehatan reproduksi.
Sebelumnya diarahkan lebih dulu bahwa jawaban tidak ada benar-salahnya. Anak
didik hanya mengisi jawaban yang mereka tahu, sesuai pengetahuan mereka saja.
Mengisi lembar pertanyaan ini dilakukan selama 15 menit. Lalu 15 menit
selanjutnya, jawaban yang telah dibuat, didiskusikan bersama dengan mentor,
secara terbuka.
Tujuannya untuk membuka dan meluruskan mitos-mitos seputar kesehatan
reproduksi, dan memberi informasi yang benar tentang cara menjaga kesehatan
reproduksi. Metodenya, anak didik diminta menceritakan jawaban yang ditulisnya
di kertas, jika pertanyaan itu berupa pengalaman pribadi. Anak didik juga
didorong untuk terbuka dalam membicarakan masalah seks, dengan tidak keluar

PKMK-2-3-7

dari koridor yang bersifat edukatif, karena masalah seks sebenarnya bukanlah hal
yang tabu. Diskusi ini dilakukan selama 40 menit.
Dalam sesi ini terlihat beberapa anak didik memang tertarik untuk
membicarakannya, dan tidak takut-takut untuk memberi komentar atau
pendapatnya. Tim pelaksana juga melihat bahwa sikap terbuka dalam
memperbincangkan seks, lebih tampak pada anak didik kasus narkoba, daripada
anak didik kasus non narkoba. Kami juga mengamati bahwa beberapa anak didik
kurang aktif bicara karena pengetahuan mereka atas kesehatan reproduksi yang
memang minim sekali. Salah satunya dikarenakan tingkat pendidikan mereka
yang rata-rata lulusan Sekolah Dasar, atau Sekolah Menengah Pertama (SMP)
saja, bahkan ada yang tidak lulus.
Kami memperoleh informasi bahwa upaya untuk menjaga kesehatan alat
reproduksi mereka memang kurang mendapat perhatian. Jika menstruasi mereka
menggunakan pembalut kain yang harus sering dicuci dan dijemur, yang nyatanya
memang tidak higienis (begitu juga menurut mereka). Karena untuk mencuci saja,
kadang tidak tersedia sabun dan alat atau sarana mencuci seperti sikat, maupun
ember.
Acara ditutup dengan pemberian sarana untuk menjaga kesehatan
reproduksi, berupa sabun cuci, peralatan mandi (sabun, pasta gigi, sikat gigi) yang
diberikan perorangan, dua buah ember, gayung, dan dua buah sikat cuci.
Kegiatan Pertemuan III
Minggu ke tiga mulai memasuki tahap di mana anak didik belajar
memahami dirinya sendiri dan orang lain. Untuk memahami diri sendiri, anak
didik diminta menuliskan tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada
dirinya. Metodenya: anak didik diminta mengelompokan diri sebanyak lima
orang. Jadi ada 3 kelompok, duduk membentuk lingkaran kecil. Masing-masing
anak memegang kertas, pertama-tama mereka menuliskan kelebihan dan
kekurangan diri mereka sendiri di kertas yang sudah diberi nama mereka. Setelah
selesai, mereka mengoper kertas itu ke teman di kanannya, untuk diisi tentang
kelebihan dan kekurangan dirinya, menurut pendapat teman di kanannya itu.
Selesai menuliskan, bagian kertas yang telah ditulis dilipat, sehingga
kerahasiaannya terjamin, dan tidak dibaca teman-temannya yang lain. Sementara
itu, anak didik menerima juga kertas dari teman di kirinya, untuk memberi
pendapat tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada teman di sebelah
kirinya itu.
Setelah selesai, dan kertas miliknya sudah kembali ke tangannya, mereka
diminta membacanya komentar-komentar tentang dirinya sendiri itu. Anak didik
belajar menerima kritikan dari orang lain, sehingga mereka dapat berintrospeksi.
Mentor dalam kelompok memberi kesempatan bagi anak didik yang mau
melakukan pembelaan, seandainya komentar temannya itu salah, atau dengan
memberi penjelasan kepada temannya atas mengapa sifat negatif itu kadang
muncul, misalnya tentang mengapa saya pemarah dan mengapa sikap kamu
terkadang menyebalkan, dan sebagainya.
Beberapa komentar yang menyakitkan ada juga yang diterima dengan
lapang dada. Kekurangan yang ada diusahakan untuk diintrospeksi. Sementara itu
dalam kesempatan itu anak didik juga dapat saling melontarkan pujian-pujian
dengan memberi penilaian positif yang ada pada diri temannya.

PKMK-2-3-8

Dengan cara ini anak didik diajak untuk bisa menghargai diri sendiri dan
orang lain apa adanya, karena setiap orang pasti memiliki kelebihan dan
kekurangan tertentu. Kelemahan diri sendiri dan orang lain bukan alasan untuk
membenci. Esensi kegiatan ini tidak disampaikan oleh mentor, melainkan anak
didik diminta sendiri untuk menilai langsung manfaat kegiatan tersebut.
Walaupun demikian, anak-anak yang cenderung pemalu, masih belum berani
untuk banyak bicara. Komentar lebih banyak terlontar dari umumnya anak-anak
yang terlibat kasus narkoba yang memang terlihat lebih agresif dibanding anakanak yang terlibat kasus nonnarkoba.
Dari kegiatan ini tim pelaksana yang masuk ke dalam kelompok dapat
memberi penilaian khusus atas kesulitan-kesulitan atau hambatan pribadi anak
didik dalam berinteraksi dengan temannya. Dengan menceritakan kelebihan dan
kekurangan diri secara terbuka, mereka juga belajar terbuka kepada orang lain,
mengembangkan sikap-sikap positif yang ada pada dirinya, sehingga mampu
saling memotivasi diri sendiri dan orang lain.
Kegiatan Pertemuan IV
Pada pertemuan ini, kami mencoba menghadirkan permainan melemparkan
bola-bola kecil. Tujuan dilakukannya permainan tersebut adalah membiasakan
anak didik menentukan terget sebelum melangkah. Anak didik diminta
membentuk lingkaran. Di tengah-tengah lingkaran tersebut, diletakkan sebuah
gelas kecil. Kami meminta anak didik membentuk bola-bola kecil terbuat kertas.
Selanjutnya kami meminta mereka satu demi satu melemparkan bola kecil ke arah
gelas. Seiring dengan lemparan bola, anak didik diminta membayangkan impian
mereka. Kami memberi petunjuk, bahwa bila bola kecil masuk ke dalam gelas
aqua, maka impian anak didik akan tercapai. Suasana ruang pembinaan yang
awalnya sunyi mendadak berubah menjadi ramai. Anak didik berusaha
memasukkan sebanyak mungkin bola ke dalam sebuah gelas berukuran sedang.
Bola-bola kecil itu diasosiasikan sebagai cita-cita mereka, dan gelas diasosiasikan
sebagai targetan yang harus mereka capai. Diharapkan permainan tersebut mampu
memotivasi anak didik untuk bangkit dan berjuang mewujudkan mimpi-mimpi
mereka.
Kegiatan selanjutnya adalah anak didik diminta membentuk kelompok yang
terdiri dari lima orang anggota. Setiap kelompok didampingi oleh seorang mentor.
Setiap anak didik mengisi daftar kesuksesan. Mereka diberi waktu untuk
mengingat kembali kesuksesan yang telah dicapai saat mereka masih balita, SD,
SMP, dan SMA; kemampuan yang dimiliki untuk dipertunjukkan pada orang lain;
kebanggaan pada diri sendiri; serta lima hal yang mereka sukai dari diri mereka.
Selesai kegiatan ini mengisi daftar kesuksesan, mentor memandu diskusi yang
membahas kesuksesan yang selama ini telah mereka raih. Mentor mengetahui
bahwa pengalaman terberat anak didik dalam hidupnya adalah saat mereka harus
menjalani masa pidana di LP.
Kegiatan Pertemuan V
Kegiatan minggu kelima ini diisi dengan melakukan renungan perjalanan
hidup para anak didik. Pintu dan jendela ruang pembinaan ditutup rapat. Anak
didik diminta membentuk barisan di luar ruangan. Sementara itu alunan musik
diperdengarkan. Mentor menuntun dua orang anak didik masuk ke dalam ruangan.

PKMK-2-3-9

Demikian seterusnya hingga anak didik memenuhi seluruh sudut ruang


pembinaan. Mata anak didik terpejam dalam waktu sepuluh menit. Salah satu
mentor memandu anak didik untuk mengingat kembali hal-hal yang telah mereka
lakukan sebelum mereka berada di LP.
Penekanan pada renungan ini adalah setiap orang berhak untuk menentukan
masa depannya. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang
dimiliki seharusnyalah dikembangkan. Sedangkan kekurangan yang dimiliki
bukan menjadi hambatan dalam melangkah. Masa lalu yag buruk biarlah menjadi
pelajaran hidup, supaya anak didik dapat memaafkan dirinya sendiri tanpa
melupakan pelajaran berharga itu, sehingga mampu bertekad untuk tidak
mengulangi kesalahan masa lalu itu. Hidup manusia diandaikan seperti selembar
kertas putih. Kertas tersebut dapat diwarnai sesuai dengan keinginan orang yang
mewarnai. Warna yang ditorehkan beraneka ragam. Begitu pulanya hidup. Warnawarni kehidupan, entah gelap, entah cerah harus dijalani dengan sepenuh hati.
Setelah melakukan renungan, anak didik membentuk kelompok. Mentor
mendampingi mereka guna memandu diskusi seputar kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki masing-masing anak didik. Setiap anak didik menuliskan kelebihan
dan kekurangan di secarik kertas. Selanjutnya kertas tersebut diserahkan kepada
teman yang ada di sebelahnya. Demikian seterusnya. Sehingga seorang anak didik
dapat mengetahui pandangan empat orang teman sekelompok mereka perihal
kelebihan dan kekurangannya. Saling berbagi cerita antara mentor dengan anak
didik mengenai penyebab seorang anak didik kurang menyukai sifat temannya
akibat kekurangan yang dimiliki temannya itu. Kelebihan yang dimiliki
hendaknya perlu terus dikembangkan sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Setiap orang memiliki potensi yang tak terlepas dari tujuan hidup. Tentunya
tujuan hidup tersebut harus dirancang mulai dari sekarang, di tempat ini, dan detik
ini juga.
Diskusi tersebut memberi masukan pada mentor bahwa anak didik tidak
peduli pada pandangan masyarakat bila mereka mengetahui bahwa anak didik
adalah seorang mantan penghuni Lapas. Hal yang ditakutkan anak didik adalah
pengaruh buruk dari teman mereka yang telah membawa mereka ke dalam Lapas.
Sebelum menutup pertemuan, mentor memberi tugas pada anak didik untuk
membaca artikel dan buku yang dibagikan mentor. Mereka pun diminta
menuliskan intisari dari artikel dan buku yang dibaca. Program baca tulis
dilakukan dalam kelompok. Tujuan dilakukannya program tersebut adalah
menumbuhkan minat anak membaca dan menulis dalam diri anak didik. Tulisan
akan dikumpulkan pada pertemuan minggu ketujuh.
Kegiatan Pertemuan VI
Pertemuan diawali dengan permainan coconut dan permainan hatamihatami-michi. Coconut, senam tangan, ternyata mengusik minat sejumlah anak
didik untuk mengetahui dan terampil melakukan senam ini. Beberapa anak didik
terlihat menyerah setelah melihat sulitnya permainan coconut ini, kami
memotivasi agar mereka berani untuk mencoba dan berani untuk bisa. Hatahatami-michi, permainan kedua yang dicoba dihadirkan untuk menghibur anak
didik. Mereka terlihat lebih antusias. Permainan yang menuntut gerak badan
secara aktif dan konsentrasi yang penuh tersebut dilakukan bertujuan mengusir
rasa kantuk. Dilanjutkan dengan permainan mencari bendera. Para anak didik

PKMK-2-3-10

diminta mencari empat buah bendera yang disembunyikan di sekitar LP.


Semangat menemukan bendera diwarnai dengan canda dan tawa. Setelah bendera
ditemukan, mentor mengajak anak didik melakukan permainan meniup balon.
Sehingga balon yang awalnya belum terisi udara dengan segera berubah wujud
menjadi balon yang besar.
Pada kesempatan ini pula, terdapat dua orang mahasiswa sebagai perwakilan
masyarakat yang berkenan meluangkan waktu untuk bercengkerama dengan anak
didik. Cara yang digunakan dalam berkenalan dengan dua orang perwakilan
masyarakat ini adalah meminta anak didik menebak karakter kedua orang
tersebut. Makna dari kegiatan tersebut adalah membiasakan anak didik bergaul
dengan masyarakat. Pastilah saat anak didik selesai menjalani masa pidana,
mereka akan berinteraksi dengan masyarakat. Utamanya, anak didik perlu
membuka diri selebar-lebarnya terhadap kritik dan saran yang disampaikan
masyarakat. Demikian halnya, masyarakat pun perlu melihat bahwa walau
seseorang berstatus mantan narapidana, ia adalah manusia yang berhak
melanjutkan hidupnya. Bukan berarti krtik dan saran tersebut dijadikan hambatan
dalam melangkah. Melainkan dijadikan cambukan untuk melangkah dengan
semangat tinggi. Sehingga pandangan negatif yang selama ini dimiliki masyarakat
dapat ditepis perlahan-lahan.
Sebelum menutup pertemuan pada pertemuan minggu keenam ini, anak
didik dibagi dalam tiga kelompok. Mentor memandu mereka untuk mengisi
lembar keberhasilan. Cara tersebut dinilai mampu memacu anak didik, selama ini
banyak keberhasilan yang telah mereka raih, tidak hanya kegagalan yang ada
dalam diri mereka. Bahwa cobaan yang mereka terima yaitu menjalani masa
pidana dalam Lapas merupakan salah satu fase dalam proses mendewasakan diri.
Hal menyedihkan yang dialami anak didik dan tak ingin mereka ulangi adalah
pengalaman masuk Lapas. Selain itu mereka mengharapkan bertemu dengan
orangtua. Bagi sebagian anak didik, keberadaan mereka tidak diketahui oleh
orangtua. Pengalaman di Lapas merupakan pukulan berat terutama bagi anak
didik yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke bawah.
Kegiatan Pertemuan VII
Pada pertemuan kali ini, anak didik disuguhkan hiburan yang berbeda. Film
remaja Tentang Dia diharapkan mampu mengisi kekosongan dalam diri mereka
akan hiburan yang sesuai dengan usia mereka. Selama menjalani masa pidana di
Lapas, ditemui pembatasan waktu dalam pemberian hiburan oleh petugas.
Sehingga anak didik amat senang saat mereka mengetahui akan menonton film
Tentang Dia. Mentor membiarkan anak didik menikmati hiburan sambil
menikmati makanan ringan. Pada pertemuan ini, tugas yang diberikan mentor
pada pertemuan ke lima, mulai dikoreksi. Ekspresi wajah terlihat dari diri anak
didik, demikian pula dengan komentar yang terlontar saat menyaksikan adegan
dalam film. Dua jam lamanya anak didik menonton film Tentang Dia. Saat
lonceng benbunyi, saatnyalah pertemuan ini harus berakhir.
Kegiatan Pertemuan VIII
Pertemuan ini merupakan pertemuan terakhir kami dengan anak didik.
Disebabkan ijin kunjungan yang kami miliki telah berakhir. Perayaan 17 Agustus
merupakan momentum yang tepat untuk memberikan suasana keceriaan dalam

PKMK-2-3-11

diri anak didik. Bersama beberapa teman relawan dari Departemen Kriminologi,
kami mengadakan perlombaan, diantaranya lomba tarik tambang, lomba lari, dan
lomba mencapai pulau impian.
Diawali dengan salam pembukaan dari Kepala Lapas dan Ketua Tim
pelaksana Perlombaan 17 Agustus. Dilanjutkan dengan penyerahan sumbangan
buku dari salah seorang alumni Departemen Kriminologi. Perlombaan diadakan di
lapangan berumput Lapas. Lomba tarik tambang diikuti oleh dua kelompok,
masing-masing terdiri dari tujuh orang anak didik. Lomba lari yang diikuti oleh
setiap anak didik. Dipertandingkan diantara empat orang anak didik dalam empat
kali putaran. Sedangkan lomba mencapai pulau impian dilakukan oleh setiap
pasangan anak didik. Dipertandingkan di antara tiga pasang. Saat itu Lapas
dipenuhi oleh keramaian, tawa, dan canda. Semuanya berbaur menjadi satu. Tak
memandang, apakah ia penghuni Lapas atau bukan. Satu setengah jam lamanya
perlombaan diselenggarakan.
Kegiatan selanjutnya diadakan di dalam aula Lapas. Lomba joget balon yang
diikuti oleh seluruh penghuni Lapas menambah suasana menjadi riuh. Hingga tiba
pada pembagian hadiah perlombaan. Setiap anak didik mendapat hadiah,
bertujuan menghindari saling iri diantara mereka. Bila seorang anak didik
mendapatkan hadiah perlombaan, sedangkan anak didik yang lain tidak
mendapatkan apapun, dikhawatirkan akan terjadi kecemburuan diantara mereka.
Dalam kesempatan ini, kami juga memberi reward dan punishment atas hasil
tugas dari game kreatif...siapa takut?!, dengan memberi peringkat satu sampai
tiga untuk kelompok yang hasil karya tulisannya paling kreatif sampai kelompok
yang paling tidak kreatif.
Satu jam menjelang ditutupnya rangkaian kegiatan Save Our Jail, para
mentor dan anak didik bergabung dalam satu lingkaran. Sambil menikmati santap
siang, kami saling berbagi perasaan dan salam perpisahan. Bukan berarti kegiatan
Save Our Jail akan berhenti sampai di sini. Bila segalanya memungkinkan,
kegiatan tersebut akan dilanjutkan. Pembagian kaos Save Our Jail sebagai kenangkenangan kami pada mereka diharap mampu memotivasi mereka melakukan hal
yang lebih baik dimanapun dan kapanpun. Kegiatan ditutup dengan foto bersama.
Secara singkat hasil pelaksanaan program save our jail berdasarkan waktu
pelaksanaan, materi kegiatan, instrumen yang digunakan, target yang ditetapkan
setiap minggu pertemuan dan pencapaian program dapat dilihat dari tabel berikut :

KESIMPULAN
Informasi yang kami peroleh dari sebagian besar anak didik selama dilangsungkannya kegiatan Save Our Jail ialah bahwa sebagai mantan anak didik
mereka khawatir kemungkinan identitasnya diketahui masyarakat saat mencari
pekerjaan, sehingga akan menghambat langkah mereka dalam beraktivitas.
Setelah ditelusuri lebih dalam, masalah utamanya terdapat pada diri anak
didik sendiri. Untuk membentuk penilaian orang lain, seseorang harus dapat
menilai dirinya sendiri lebih dulu. Sehingga apapun penilaian orang lain, konsep
diri seorang anak didik sudah harus diperbaiki lebih dulu sebelum ia terjun ke
masyarakat. Hambatan dalam berinteraksi akan lebih mudah ditangani jika anak
didik dapat memahami masalah utama apa yang dirasakan dan dihadapinya.
Berdasarkan pengakuan mereka, hambatan tersebut salah satunya adalah karena

PKMK-2-3-12

mereka takut untuk bergabung kembali dalam kelompok bermainnya sendiri yang
telah pernah menjerumuskan dirinya ke arah perilaku menyimpang, misalnya
narkotika, pencurian atas permintaan, ataupun penipuan. Selain itu anak didik
terkadang merasa tidak berani menghadapi kelurga mereka sendiri karena
kesalahan yang pernah dilakukannya.
Dua hal inilah yang kami tangani, secara internal yakni kepribadian mereka,
dan secara eksternal yaitu lingkungan sosialnya. Proporsi intervensi yang kami
lakukan memang lebih besar pada aspek internalnya, karena sebagian besar anak
didik mengaku tidak mengetahui lokasi tempat tinggal orang tua atau walinya, dan
jika pun tahu, lokasinya jauh di luar propinsi.
Tidak semua bentuk intervensi kami terhadap anak didik memiliki dampak
yang sama pada tiap individu anak didik. Beberapa di antara mereka telah
menyelesaikan masa tahanan mereka pada saat laporan ini dibuat, dan mereka
terus berhubungan dengan kami. Beberapa dari mereka mengaku telah berkumpul
kembali dengan keluarganya, ada yang melanjutkan sekolah ke pesantren, dan ada
yang tengah bergabung di Persatuan Keluarga Berencana Indonesioa (PKBI)
untuk mengurus rumah singgah penampungan anak mantan anak didik lembaga
pemasyarakatan. Walaupun demikian tidak semua anak didik yang telah
mengikuti program Save Our Jail, selanjutnya menjalani hidup yang normal
sebagai anak-anak. Beberapa dari mereka yang sebelumnya terkait masalah
narkoba, ada yang masih kecanduan memakai narkoba, dan kami tidak dapat
menghubungi anak tersebut. Proses ini memang memakan waktu lama dan
perkembangan anak didik tidak bisa terus dipantau, sehingga dampak atau
pengaruhnya pun tidak bisa langsung terlihat.
Program ini akan berkelanjutan, dan kami berrencana akan melanjutkannya
pada anak didik lain di LPA Wanita Tangerang, dengan teknik yang lebih
mengarah pada peningkatan skill mereka, serta mengikutsertakan beberapa
mantan anak didik yang sekarang sudah menjalani masa bebasnya. Hal ini akan
sangat membantu proses asimilasi dan interaksi serta sosialisasi nilai-nilai positif
pada anak didik.
DAFTAR PUSTAKA
C.I. Harsona, Hs. Bc. IP. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta:
Djambatan; 1995.
Petrus Irwan Panjaitan. Perkelahian Narapidana. Suara Pembaruan Daily [online]
21
April
1996;
Available
from:
URL:
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/04/22/0034.html. Accesed
Januari 12, 2004.

PKMK-2-4-1

PENGEMBANGAN PLASMANUTFAH HANJELI (COIX LACRYMA-JOBI


L.) SEBAGAI PANGAN POTENSIAL BERBASIS TEPUNG DI KAWASAN
PUNCLUT KABUPATEN BANDUNG
Fiky Yulianto Wicaksono. Yustiana. Apit Supriatna
PS Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung
ABSTRAK
Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) merupakan tanaman serealia dari famili
Gramineae yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan. Hanjeli
yang memiliki kandungan protein, lemak, dan vitamin B1 lebih tinggi
dibandingkan tanaman serealia lainnya. Tujuan program ini adalah membentuk
kelompok-kelompok tani, petani mengetahui teknik budidaya hanjeli yang benar,
teknologi pengolahan hasil/pasca panen yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
(dalam bentuk tepung), serta tempat pemasaran produk. Pelaksanaan program
dilaksanakan di desa Pager Wangi kawasan Punclut, Kec. Lembang, Kab.
Bandung. Waktu pelaksanaan dimulai pada tanggal 11 April 2006 sampai
tanggal 13 Juni 2006. Penanaman serentak di lahan petani seluas 140 m2
sedangkan demplot seluas 300 m2. Penyuluhan mengenai teknik budidaya serta
pengolahan pasca panennya dilakukan oleh dosen Jurusan Budidaya Pertanian
Unpad. Industri tepung yang telah dihubungi adalah Bogasari dan industri
tepung Bapak Yayat di Pasar Cicadas. Industri makanan yang siap bekerjasama
adalah home industry milik Kang Dian, bernama Nagre yang telah mencoba
membuat roti, sugar dough dan kue brownies. Kini, Nagre dapat menampung
sekitar 5 kg tepung hanjeli per minggunya. Promosi Brownies Hanjeli dilakukan
kepada pejabat Direktorat Serealia, Direktorat Perbenihan, Balai Produksi dan
Sertifikasi Benih (BPSB), Dinas Provinsi Jawa Barat, PT Bogasari dan para
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Program kegiatan yang
terpenting adalah sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya hanjeli ini
sehingga dapat menjamin kontinuitas produk hanjeli. Hambatan terjadi karena
tidak sesuainya waktu pencairan dana program dengan pola tanam yang
direncanakan sehingga menyebabkan pertanaman dimulai menjelang musim
kemarau.
Kata kunci: pengembangan, hanjeli, tepung, Punclut
PENDAHULUAN
Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) merupakan tanaman serealia dari famili
Gramineae yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan (Nurmala,
1998). Daerah asal hanjeli tidak diketahui tetapi hanjeli tersebar luas di Asia
Selatan dan Asia Timur. Dahulu hanjeli dimanfaatkan sebagai sumber energi,
protein, juga cadangan makanan untuk mengatasi kelangkaan pangan bagi
penduduk Asia dan Afrika yang tergolong negara-negara miskin (Grubben dan
Partohardjono, 1996).
Tanaman hanjeli dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi
(Nurmala, 1998). Hanjeli tumbuh baik sampai ketinggian 1000 m dpl dalam
tempat terbuka. Hanjeli dapat beradaptasi pada daerah tropik juga daerah kering
dengan suhu sekitar 25oC sampai 35oC (Grubben dan Partohardjono, 1996).

PKMK-2-4-2

Hanjeli juga toleran terhadap suhu dingin, tanah asam ataupun basa (Rahmawati,
2003). Melihat syarat tumbuh hanjeli di atas, Indonesia sebagai negara agraris
tropika sangat cocok untuk dijadikan tempat budidaya hanjeli.
Saat ini, produksi pangan terutama beras tidak dapat mengimbangi
peningkatan jumlah penduduk. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha
diversifikasi pangan untuk mengatasi hal tersebut (Nurkhamidah, 2003). Hanjeli
dapat menjadi pangan alternatif sebagai salah satu usaha diversifikasi pangan
karena hanjeli memiliki nilai gizi yang baik. Kandungan protein, lemak, dan
vitamin B1 pada hanjeli lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia lainnya, Ca
yang dikandung hanjeli lebih tinggi dibandingkan beras, jagung, dan sorghum
(Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi Kimia Tanaman Serealia dalam 100 g Biji Serealia
Komposisi Kimia
Beras Jagung Millet
Kandungan air (%)
13.5
13.6
11.0
Energi (kJ)
1711
1690
1573
Karbohidrat (%)
87.7
83.0
78.9
Protein (%)
8.8
10.5
12.8
Lemak (%)
2.1
4.9
5.6
Serat (%)
0.8
2.7
1.7
Abu (g)
1.3
1.6
2.7
Ca (mg)
18
16
56
Fe (mg)
3.2
3.2
10.1
Vit. B1 (mg)
0.39
0.34
0.35
Vit. B2 (mg)
0.08
0.13
0.16
Niacin (mg)
5.8
2.4
2.0
Sumber: Grubben dan Partohardjono, 1996

Sorghum
12.0
1628
82.6
11.4
4.2
2.5
1.7
25
4.3
0.37
0.20
4.4

Barley
13.7
1586
83.2
12.2
2.4
2.9
2.2
58
7.0
0.36
0.12
6.0

Hanjeli
15.0
1506
76.4
14.1
7.9
0.9
1.6
54
0.8
0.48
0.10
2.7

Pangan dari hanjeli dapat berupa bubur hanjeli, tape, dan kue-kue yang
menggunakan tepung hanjeli sebagai tepung campuran (composite flour). Saat ini,
harga hanjeli impor di pasar tradisional mencapai Rp16.000,00/kg (data primer,
2005).
Saat ini, di kawasan Punclut terdapat petani yang membudidayakan
hanjeli. Berdasarkan data sekunder tahun 2005 yang diperoleh, petani di kawasan
Punclut telah menanam hanjeli sejak tahun 1940-an. Dari sekitar lima belas petani
yang dahulu menanam hanjeli, sekarang hanya tersisa tujuh petani yang aktif
menanam hanjeli. Petani lain yang tidak lagi menanam hanjeli beralih pada
komoditas lain seperti ketela pohon dan kacang tanah. Hal ini disebabkan
ekonomi petani yang rendah sehingga tidak mampu untuk membeli komponen
budidaya seperti benih, pupuk, dan pestisida. Selain itu, banyak petani yang
kebingungan dalam memasarkan hanjeli karena hanjeli masih dijual dalam bentuk
biji (petani Punclut menyebutnya beras) dengan harga hanjeli masih
Rp4.000,00/kg (data primer, 2005).
Teknik budidaya hanjeli yang dilakukan di kawasan Punclut masih
tradisional dan masih dilakukan secara mixed cropping dengan rata-rata luasan
tanam hanjeli kurang dari seperlima luas lahan mereka. Hal ini menyebabkan
produksi hanjeli yang tidak optimal. Keadaan di atas diperburuk dengan tidak

PKMK-2-4-3

adanya penyuluhan dari Dinas Pertanian setempat dan petani tidak


dikelompokkan dalam kelompok-kelompok tani.
Potensi wilayah dari segi fisik sangat memungkinkan untuk
membudidayakan hanjeli karena Punclut berada pada ketinggian kurang lebih 900
m dpl dengan suhu sekitar 22oC-25oC. Menurut Kompas.com (2005), meskipun
tanah di Punclut adalah latosol (tanah merah) dan kesuburannya terus berkurang,
sebagian besar penduduk Punclut tetap berprofesi sebagai petani. Oleh karena itu,
dari segi sosial, budidaya hanjeli dan pengembangannya dapat diterima oleh
masyarakat. Dari segi ekonomi, penduduk Punclut yang rata-rata tingkat
pendidikan formalnya rendah (SD-SMP) masih berada dalam kemiskinan. Untuk
mengembangkan potensi daerahnya, mereka mengusulkan agar daerahnya
dijadikan wilayah pengembangan yang berbasis masyarakat dengan
memberdayakan lembaga masyarakat yang ada. Karena dianggap sesuai dengan
rencana tata umum tata ruang kota (RUTRK), usulan itu disetujui dalam
pertemuan pleno antara masyarakat dan pemerintah daerah pada 17 April 2001.
Permasalahan yang harus dipecahkan adalah meningkatkan kesejahteraan
para petani dan merangsang petani lain yang tidak lagi menanam hanjeli kembali
menanam hanjeli. Oleh karena itu, pembentukan kelompok-kelompok tani,
perbaikan teknologi budidaya, teknologi pasca panen, dan pemasaran harus
dilakukan.
Pembentukan kelompok tani diharapkan dapat mengatasi masalah petani
dengan tepat dalam waktu yang singkat karena diatasi secara bersama.
Untuk memberikan keuntungan yang maksimal, petani harus
menghasilkan produksi maksimal dengan biaya yang ditekan serendah mungkin.
Oleh karena itu, diperlukan rakitan teknologi budidaya yang cocok dengan
keadaan fisik wilayah Punclut dan keadaan sosial petani.
Tidak adanya produk pasca panen yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
membuat petani seringkali mendapatkan keuntungan yang sedikit. Oleh karena
itu, diperlukan teknologi pasca panen yang dapat mengubah bahan baku hanjeli
menjadi produk olahan bernilai ekonomi tinggi. Tepung hanjeli dapat menjadi
salah satu produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Para petani seringkali kebingungan dalam memasarkan produknya.
Akibatnya banyak petani yang tidak dapat meneruskan budidaya hanjeli karena
pemasarannya dianggap sulit. Dalam hal ini, diperlukan suatu informasi mengenai
tempat-tempat pemasaran yang dapat memasarkan produk mereka.
Tujuan program ini adalah membentuk kelompok-kelompok tani sehingga
permasalahan-permasalahan pertanian dapat diselesaikan secara bersama. Selain
itu, petani dapat mengetahui teknik budidaya hanjeli yang benar, teknologi
pengolahan hasil/pasca panen yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (dalam
bentuk tepung), serta tempat pemasaran produk yang jelas dan menghasilkan
keuntungan optimal.
Luaran yang diharapkan adalah jasa dan barang. Jasa berupa pembentukan
kelompok-kelompok tani, informasi teknik budidaya hanjeli dan teknologi pasca
panen yang baik (pengolahan menjadi bentuk tepung), dan informasi tempat
pemasaran produk yang jelas. Barang berupa tepung hanjeli dari biji hanjeli yang
telah diolah.
Manfaat program ini dapat dilihat ketika perubahan kondisi terjadi setelah
kegiatan PKM selesai. Dari sisi Ipteks, petani mendapat pengetahuan berupa

PKMK-2-4-4

teknologi budidaya dan teknologi pasca panen hanjeli. Pemasaran yang baik akan
menunjang proses budidaya hanjeli selanjutnya. Sehingga, petani dapat
menghasilkan produksi yang maksimal dengan biaya yang rendah. Secara
ekonomi, hal ini akan berdampak pada keuntungan dan kesejahteraan petani yang
meningkat.
METODE PENDEKATAN
Pelaksanaan program dilaksanakan di desa Pager Wangi kawasan Punclut,
Kec. Lembang, Kab. Bandung. Waktu pelaksanaan dimulai pada tanggal 11 April
2006 sampai tanggal 13 Juni 2006. Dengan lama waktu pelaksanaan enam puluh
empat hari.
Bahan penunjang yang digunakan:
Benih Hanjeli
Pupuk NPK (15-15-15)
Pestisida furadan
Patok nama
Kantong plastik dan karung tepung
Konsumsi untuk penyuluh
Alat penunjang yang digunakan:
Cangkul
Sprayer
Emrat
Kored
Komputer
Printer, dan
Alat tulis
Metode pelaksanaan program sebagai berikut:
1. Menginventarisasi petani-petani yang masih aktif menanam hanjeli di
kawasan Punclut untuk memudahkan pembentukan kelompok tani
2. Membuat demplot dengan luas 300 m2 untuk membuat lahan percontohan
budidaya hanjeli.
3. Menginformasikan kepada petani mengenai rakitan teknologi budidaya dan
teknologi pasca panen hanjeli
4. Menginformasikan teknologi pasca panen dimulai dari pengeringan sampai
penepungan
5. Menginventarisasi tempat-tempat pemasaran tepung hanjeli terutama industri
tepung.
6. Membuat kerjasama antara industri tepung dengan petani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Petani yang terbiasa menanam hanjeli telah diinventarisasi dan dibentuk
menjadi kelompok tani percontohan. Dalam satu kelompok terdapat 7 orang
petani. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 14 April 2006 dan dilanjutkan dengan
menambah petani pada kelompok tersebut sampai 10 orang. Kegiatan seharusnya
berlanjut ke pembuatan demplot percontohan dan penanaman serentak di lahan
petani. Akan tetapi, petani akan selesai memanen hanjeli mereka pada akhir bulan
April sehingga kegiatan dilanjutkan dengan mengumpulkan hasil panen petani,
menguji rendemen, mengamati kegiatan pasca panen yang dilakukan oleh petani,

PKMK-2-4-5

dan menginventarisasi tempat pemasaran tepung, industri tepung, dan industri


makanan berbasis tepung. Industri tepung yang telah dihubungi adalah Bogasari,
tetapi hingga kini belum memberikan jawaban. Industri tepung lainnya, yang
dikelola oleh Bapak Yayat di Pasar Cicadas, bersedia untuk membuat tepung dari
hanjeli, tetapi tidak bersedia untuk memasarkannya. Industri makanan yang telah
dihubungi dan berhasil diajak bekerjasama untuk memasarkan dan
mengembangkan tepung hanjeli adalah home industry milik Kang Dian, bernama
Nagre. Industri ini bersedia menampung tepung hanjeli dan mengembangkannya
dalam bentuk makanan siap saji. Nagre telah bekerjasama dengan kami untuk
mencoba membuat roti, sugar dough dan kue brownies. Tepung hanjeli ternyata
tidak cocok untuk pembuatan roti, tetapi cocok untuk pembuatan sugar dough dan
sangat cocok untuk brownies. Kini, Nagre dapat menampung sekitar 5 kg tepung
hanjeli per minggunya. Dengan demikian, kerjasama yang dilakukan yaitu dengan
Bapak Yayat untuk pembuatan tepung serta Nagre sebagai penampung tepung
hanjeli dan tempat pemasarannya. Kegiatan selanjutnya yaitu penyuluhan
mengenai teknik budidaya serta pengolahan pasca panennya. Penyuluhan
dilakukan oleh dosen Jurusan Budidaya Pertanian Faperta Unpad, yaitu Noladhi
Wicaksana, S.P. M.P., Farida, S.P., MP., dan Ade Ismail, S.P. kegiatan ini
dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2006, dengan dihadiri 6 petani. Pembuatan
demplot percontohan dan penanaman serentak baru dilaksanakan tanggal 8 Mei
2006. Penanaman serentak di lahan petani seluas 140 m2 sedangkan demplot
seluas 300 m2. Kegiatan yang berlangsung yaitu pengolahan tanah dan
pemupukan organik. Sampai penulisan laporan ini, pertanaman hanjeli masih
dalam fase vegetatif. Pada tanggal 6 Juni 2006, pelaksana program bekerjasama
dengan Nagre untuk mempromosikan Brownies Hanjeli kepada pejabat Direktorat
Serealia, Direktorat Perbenihan, Balai Produksi dan Sertifikasi Benih (BPSB),
Dinas Provinsi Jawa Barat, PT Bogasari dan para Dosen Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran. Tempat promosi di Sanggar Penelitian Latihan dan
Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
unit Arjasari Kabupaten Bandung.

Gambar1. Penyuluhan kepada Petani

PKMK-2-4-6

Gambar2. Brownies Hanjeli

Gambar3. Pertanaman Hanjeli di Lahan Petani

Kegiatan inventarisasi petani yang akan menanam hanjeli sangat


menunjang pelaksanaan program ini, karena masyarakat kemudian tertarik untuk
menanam hanjeli dan bergabung dengan kelompok tani. Penyuluhan kepada
petani merupakan awal yang baik sebelum budidaya hanjeli dilakukan.
Penyuluhan dapat menjelaskan bagaimana budidaya hanjeli yang benar dan
pengolahan hasil yang baik. Pemasaran hasil hanjeli ke industri penepungan
sangat sulit karena industri-industri tersebut tidak mempunyai konsumen tepung
hanjeli. Oleh karena itu, tepung dari biji hanjeli langsung dipasarkan ke industri
makanan. Kerjasama dengan Nagre dalam pengolahan tepung menjadi aneka
makanan bertujuan untuk memberi daya tarik konsumen dan industri pengolahan
makanan lainnya. Meskipun sampai saat ini belum ada lagi industri pengolahan
makanan yang tertarik, tetapi konsumen semakin banyak yang meminta produk
tepung dari hanjeli. Nagre sampai saat ini telah dapat mengolah 5 kg tepung per
minggunya untuk dijadikan brownies. Umpan baliknya, kontinuitas permintaan
hanjeli semakin meningkat dan petani semakin tertarik untuk menanam hanjeli.
Promosi yang dilakukan kepada beberapa pejabat Ditjen Tanaman Pangan,
perusahaan penepungan dan beberapa dosen Fakultas Pertanian Unpad merupakan
langkah sosialisasi agar produk-produk makanan dari tepung hanjeli dapat populer

PKMK-2-4-7

di masyarakat. Hambatan yang berarti dalam pelaksanaan kegiatan ini terdapat


pada program penanaman serentak dan pembuatan demplot. Waktu pencairan
dana program yang tidak sesuai dengan pola tanam yang direncanakan
sebelumnya mengakibatkan program penanaman serentak dan pembuatan demplot
harus dimulai menjelang musim kemarau. Tidak adanya sumber air yang dapat
digunakan untuk pengairan lahan menyebabkan petani tidak mau menanam
hanjeli dalam jumlah yang banyak di lahannya meskipun telah menerima subsidi
dari dana program. Petani hanya menanam sekitar 140 m2 pada lahannya.
Pertumbuhan tanaman pada demplot pun tidak cukup baik karena air yang
dibutuhkan hanya dari hujan.
KESIMPULAN
Program kegiatan yang terpenting adalah sosialisasi kepada masyarakat
mengenai pentingnya hanjeli ini sehingga dapat menjamin kontinuitas produk
hanjeli. Promosi yang dilakukan kepada beberapa pejabat, perusahaan, dan
akademisi merupakan langkah sosialisasi terhadap masyarakat. Penemuan
makanan baru dari tepung hanjeli menjadi daya tarik terhadap masyarakat untuk
mengkonsumsi hanjeli.
Hambatan terjadi karena tidak sesuainya waktu pencairan dana program
dengan pola tanam yang direncanakan sehingga menyebabkan pertanaman
dimulai menjelang musim kemarau.
DAFTAR PUSTAKA
Grubben, G. J. H., and S. Partohardjono. 1996. Plant Resources of South East
Asia. Prosea. Bogor.
Kompas. 2003. Punclut. http://www.kompas.com/kompascetak/0306-html.
Diakses 3 Maret 2005.
Nurhayani, Yani. 2005. Pengaruh Bioaktivator dan Pupuk Anorganik Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sorghum (Sorghum vulgare L.) Pada
Cekaman Kekeringan Musim Kemarau 2004. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran. Jatinangor. (tidak dipublikasikan)
Nurkhamidah. 2003. Variasi Fenotipik Beberapa Karakter Penting dan Hasil Pada
Tanaman Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) di Arjasari Kabupaten Bandung.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. (tidak
dipublikasikan)
Nurmala, Tati. 1998. Serealia Sumber karbohidrat Utama. Rineka Cipta. Jakarta
Rahmawati, D.E. 2003. Estimasi Heritabilitas dengan Metode Regresi Tetua
Turunan ( Parents Offspring Regression ) dan Kemajuan Genetik
beberapa karakter Penting Hanjeli ( Coix lacryma jobi L. ) di Arjasari.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. ( tidak
dipublikasikan ).

PKMK-2-5-1

PERINTISAN DAN PENGEMBANGAN SANGGAR BELAJAR


BAGI ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI DAERAH TERTINGGAL
DESA BANYUANYAR KABUPATEN BOYOLALI
Luhung Achmad P, M. Maksum, Monika Ari Susanti, Nur Laili, Wahyuningsih
PS Sosiologi, Faultas ISIPOL, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAK
Luhung Achmad Perguna, Muhammad Maksum, Monika Ari Susanti, Nur Laili,
Wahyuningsih, Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat
Perintisan dan Pengembangan Sanggar Belajar bagi Anak-Anak Sekolah Dasar
di Daerah Tertinggal Desa Banyuanyar Kabupaten Boyolali, Laporan Akhir
Hasil, Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Juni, 2006. Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat
yang bergerak dibidang pendidikan ini dilaksanakan di Desa Banyuanyar,
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Wujud kegiatan ini adalah terbentuknya
sanggar belajar sebagai media untuk membantu proses belajar anak usia Sekolah
Dasar. Keberadaan sanggar ini diharapkan mampu menumbuhkan motivasi
belajar anak dan sebagai media penyadaran bahwa pendidikan bukan sematamata tanggungjawab dari sekolah. Akan tetapi pendidikan menjadi tanggung
jawab seluruh masyarakat. Latar belakang pemilihan lokasi adalah kondisi
masyarakat desa Banyuanyar yang penduduknya sebagian besar bekerja di sektor
agraris dan menggantungkan kehidupannya pada alam lebih berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan ekonomi di banding bidang pendidikan. Akibatnya fungsi
pendidikan dalam keluarga terabaikan sehingga dapat merusak motivasi dan
semangat belajar anak. Lemahnya kontrol lembaga keluarga menjadikan anak
mudah terpengaruh dengan lingkungan yang dapat merusak kepribadian anak.
Pendekatan yang digunakan meliputi pendekatan kewilayahan, dan pendekatan
partisipatoris. Metode yang digunakan meliputi metode kaderisasi dan metode
pendampingan. Sementara untuk model belajar yang digunakan mengunakan
model tutorial dimana salah satu dari kader berperan sebagai tutor dan metode
pendampingan dimana anak didik dibagi dalam beberapa kelompok dan dalam
kelompok tersebut terdapat pendamping. Dalam pelaksanaan kegiatan terbagi
menjadi empat tahapan. Pertama perencanaan, tahap ini meliputi persiapan
fasilitator yang terdiri dari persiapan sosialisasi, persiapan training for trainer,
penyusunan materi ajar dan model pembelajaran. Kedua tahap pelaksanaan,
meliputi pengurusan ijin, sosialisasi, rekruitmen kader, Training For Trainer,
Launching kegiatan dan pelaksanaan kegiatan. ketiga tahap evaluasi dan
monitoring dan terakhir tahap pemeliharaan dan tindak lanjut. Pada tahap
terakhir ini fasilitator membantu membentuk kepengurusan sanggar dan
selanjutnya sanggar diserahkan kepada Desa Banyuanyar untuk dikelola oleh
desa Banyuanyar melalui kader yang terbentuk. Adapun hasil dari program ini
adalah meningkatnya semangat dan motivasi anak didik untuk belajar. Adanya
peningkatan perkembangan psikologis anak didik sanggar dan tumbuhnya
kesadaran akan tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan. Pendidikan
Tanggung Jawab Seluruh Masyarakat
Kata kunci:

PKMK-2-5-2

PENDAHULUAN
Krisis moneter yang berkepanjangan mengakibatkan berbagai permasalahan
muncul belakangan ini dan tidak bisa segera diselesaikan. Salah satu diantaranya
adalah kemiskinan. Dalam tatanan masyarakat, kemiskinan lebih banyak berada di
wilayah pedesaan. Menurut Emil Salim (1976) ada lima karakteristik kemiskinan
yaitu :
1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.
2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.
4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.
5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau
pendidikan yang memadai.
Berdasarkan karakteristik tersebut diatas pendidikan menjadi salah satu
indikator kemiskinana di pedesaan. Pendidikan sangat relevan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat miskin (Philips H Coomb,1980). Selama
ini golongan miskin merupakan kelompok subaltern yang disebabkan oleh
tekanan kondisi struktural sedangkan pada dasarnya mereka memiliki kemampuan
untuk berkembang. Salah satu kondisi struktural tersebut adalah kemamampuan
ekonomi yang sangat berpengaruh positif terhadap kemampuan untuk
mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi. Dalam kenyataannya
sekarang ini pendidikan sebagai komoditi yang bisa diperdagangkan. Hal ini
tentunya sangat berpengaruh bagi kelangsungan proses belajar anak terutama
mereka yang berada di golongan ekonomi menenggah ke bawah.
Sumber daya manusia harus benar-benar berkualitas. Penerapan Kurikulum
Berbasis Kompetensi merupakan sebuah pijakan baru dalam menyiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas guna mencapai tujuan negara yang tertuang dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat mencerdaskan
kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan negara tersebut seharusnya pendidikan
merupakan milik rakyat. Sistem KBK lebih mendorong siswa untuk belajar
mandiri. Disamping hal tersebut diatas, pendidikan juga harus mampu
menumbuhkan karakter dan pembentukan identitas anak didik untuk berkembang.
Pendidikan adalah bagian inti dari kedaulatan dan harga diri bangsa (Muarif, 2004
:14). Kondisi demikian menuntut adanya peran orang tua dalam pendampingan
belajar. Bagi masyarakat pedesaan tuntutan tersebut bukan hal yang mudah untuk
dipenuhi. Selain karena waktu mereka lebih tercurah untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, kesadaran melakukan pendampingan dan kontrol belajar masyarakat
relatif rendah ditambah dengan latar belakang pendidikan masyarakat pedesaan
hanya subsisten.
Kondisi demikian tercermin dalam kehidupan masyarakat desa Banyuanyar,
Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Berikut ini data persebaran penduduk
berdasarkan kelompok usia pendidikan di desa Banyuanyar kecamatan Ampel
kabupaten Boyolali.

PKMK-2-5-3

Tabel 1
Data Persebaran Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Pendidikan Desa
Banyuanyar
No
Usia
Jumlah
1.
0-3 tahun
100 jiwa
2.
4-6 tahun
96 jiwa
3.
7-12 tahun
102 jiwa
4.
13-15 tahun
246 jiwa
5.
16-18 tahun
238 jiwa
6.
19 tahun keatas
238 jiwa
Jumlah
2678 jiwa
Sumber : monografi desa banyuanyar 2004

Berdasarkan data tersebut diatas, jumlah anak usia Sekolah Dasar sebanyak
102 jiwa. Adapun jumlah tersebut terbagi dalam dua Sekolah Dasar dan satu
Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah. Dari 102 jiwa penduduk usia sekolah tersebut,
hanya sekitar 15% dari mereka yang mendapat perhatian lebih dari orang tua.
Sisanya, perhatian orang tua terhadap pendidikan anak. Hal ini disebabkan oleh
melekatnya stigma pendidikan bagi kalangan masyarakat desa Banyuanyar adalah
tanggungjawab dari sekolah sementara orang tua bertanggungjawab mencarikan
biaya untuk sekolah.
Fungsi pendidikan lembaga keluarga tidak berjalan dengan baik. Padahal
waktu anak berada di sekolah lebih sedikit dibandingkan waktu anak berada di
rumah. Kontrol belajar yang lemah dan kurangnya prasarana yang menunjang
belajar dirumah menjadikan anak malas. Dampak yang ditimbulkan adalah
menurunnya prestasi anak yang ditunjukkan dengan perolehan nilai anak yang
berada di bawah rata-rata. Akibatnya, kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang
selanjutnya mengalami hambatan. Terutama bagi mereka yang menginginkan
sekolah negeri. Bagi masyarakat golongan menengah keatas, hal ini bisa disiasati
dengan memasukkan putra-putrinya ke lembaga pendidikan atau mengundang
guru privat. Sebaliknya keadaan ini menambah beban bagi masyarakat golongan
ekonomi menengah kebawah.
Keterbatasan finansial menjadi hambatan untuk melakukan hal yang sama.
Sikap pasrah dan adanya tuntutan menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun
dapat memperparah keadaan. Karena keterbatasan perolehan nilai maka sekolahsekolah swasta menjadi pilihan terakhir meskipun biaya yang dikeluarkan relatif
besar. Hal ini mengindikasikan adanya perdagangan pendidikan. Ibarat pepatah
ekonomi Ada uang ada barang sedangkan dalam dunia pendidikan, Ada uang
ada pendidikan.
Selain itu, permasalahan lain yang muncul di desa Banyuanyar adalah letak
sekolah yang relatif jauh. Dampaknya adalah pada fisik anak didik. Fisik yang
lelah menjadikan daya konsentrasi anak berkurang sehingga tidak mampu
menyerap seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Melihat kondisi diatas kami bermaksud membantu belajar anak-anak usia
Sekolah Dasar melalui sanggar belajar yang diharapkan dapat membantu
meningkatkan motivasi belajar anak. Melalui sanggar belajar ini, diharapkan dapat
memperoleh penjelasan yang lebih jauh mengenai materi pelajaran yang diajarkan
di sekolah. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jumlah dan muatan mata pelajaran

PKMK-2-5-4

yang cukup banyak tidak sebanding dengan waktu penyampaian pada jam
sekolah. Sehingga pemahaman anak terhadap pelajaran berkurang.
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yaitu :
1. Bagaimana merintis sanggar belajar untuk membantu belajar anak usia
Sekolah Dasar/sederajat di desa Banyuanyar?
2. Bagaimana membangun kerjasama antara pihak sekolah, pihak desa dan orang
tua dengan fasilitator dalam rangka menumbuhkan motivasi belajar anak?
3. Bagaimana menciptakan upaya pengembangan masyarakat yang berasal dari
mereka, dilakukan oleh mereka dan hasilnya dirasakan oleh mereka?
Tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut :
1. Membentuk sanggar belajar untuk anak usia Sekolah Dasar/sederajat sebagai
media membantu belajar anak usia Sekolah Dasar/sederajat.
2. Meningkatkan motivasi belajar anak usia Sekolah Dasar/sederajat
3. Menumbuhkan rasa peduli dan tanggung jawab terhadap pendidikan
Manfaat dari Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat ini
berupa terbentuknya sanggar belajar bagi anak-anak Sekolah Dasar/sederajat.
Kegunaan dari sanggar belajar ini adalah sebagai media pembantu proses belajar
anak Sekolah Dasar/sederajat diluar jam sekolah. Sanggar ini dapat digunakan
sebagai tempat anak didik mendalami materi pelajaran mengingat keterbatasan
waktu yang dimiliki selama di sekolah sehingga materi yang diberikan tidak dapat
diterima secara maksimal. Selain itu Sanggar Belajar ini dimanfaatkan oleh pihak
mana saja, dalam kaitannya untuk pertimbangan dalam membuat kebijakan untuk
pengembangan pendidikan untuk mencari model pembelajaran yang tepat bagi
anak Sekolah Dasar/sederajat. Secara khusus, Sanggar Balajar ini dapat
dimanfaatkan oleh :
1. Masyarakat umum dan Komite Sekolah.
Sanggar ini dapat digunakan sebagai media untuk membantu belajar bagi anak
Sekolah Dasar/sederajat
2. Remaja desa Banyuanyar.
Sanggar ini dapat digunakan seagai sarana aktualisasi diri dalam bidang
pendidikan
METODE PENDEKATAN
Dalam menyelenggarakan kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar, digunakan
pendekatan kewilayahan. Pendekatan kewilayahan meliputi analisis analisis
potensi wilayah, kondisi wilayah, institusi yang ada dalam wilayah tersebut dan
juga profil desa. Metode kaderisasi untuk menyiapkan kader penerus sebagai
pengajar serta metode pendampingan untuk selalu mengawal anak belajar dan
memantau hasilnya.
Desa Banyuanyar merupakan salah satu dari 20 desa yang ada di kecamatan
Ampel. Desa ini terletak enam Km arah selatan dari kecamatan Ampel. Jumlah
penduduk desa Banyuanyar 2.678 jiwa. Sebagian besar penduduk desa
Banyuanyar bekerja di sektor pertanian dengan mengandalkan tanah tegalan
sebagai lahan garap. Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Banyuanyar ratarata berada pada golongan menenggah kebawah. Latar belakang pendidikan
penduduk desa Banyuanyar untuk golongan tua rata-rata lulusan Sekolah Dasar,
untuk golongan Muda (remaja), mayoritas menamatkan pendidikan sampai

PKMK-2-5-5

dengan SMA. Jumlah anak usia sekolah dasar mencapai 102 jiwa terbagi dalam
dua Sekolah Dasar dan Satu Madrasah Ibtidaiyah. Organisasi sosial yang ada di
desa Banyuanyar meliputi, Gotong Royong, PKK dan Karang Taruna. Mediamedia inilah yang selanjutnya dimanfaatkan oleh tim fasilitator sebagai media
untuk sosialisasi tentang kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar. Melalui
pendekatan kewilayahan ini, tim fasilitator mampu menggali permasalahan yang
terkait dengan pendidikan dan bersama-sama dengan pemerintah desa, kader dan
pihak sekolah mencari solusi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pendidikan tersebut tersebut.
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat dengan Judul
Perintisan dan Pengembangan Sanggar Belajar bagi Anak-Anak Sekolah Dasar Di
Daerah Tertinggal Desa Banyuanyar, telah dilaksanakan pada bulan Maret Mei
tahun 2006. Selanjutnya Sanggar Belajar Banyuanyar ini, diserahkan kepada
masyarakat Desa Banyuanyar untuk dikelola oleh masyarakat setempat melaui
kader-kader yang telah dibentuk. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Banyuanyar
dikarena persebaran tempat tinggal anak didik berada di sekitar Sekolah Dasar
Negeri II Banyuanyar. Selain itu, kondisi dan iklim yang telah terkondisikan
sehingga suasana belajar di Sanggar lebih kondusif dan anak didik dapat dengan
mudah menyesuaikan diri. Kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar dilaksanakan
setiap hari Sabtu dan Minggu. Mata pelajaran yang diajarkan dalam sanggar
terdiri dari matematika, Bahasa Inggris, IPA (Sains) dan IPS. Durasi pemberian
materi masing-masing 60 menit. Dibawah ini tabel jadwal Kegiatan Sanggar
Belajar Banyuanyar :
Tabel 2
Jadwal Kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar
No
Hari / Waktu (WIB)
Mata
Pelajaran
1 Sabtu, 14.00 - 15.00
Matematika
15.00 - 16.00
IPS
2 Minggu, 09.00 10.00
IPA (Sains)
10.00 11.00
Bhs. Inggris
Dalam pelaksanaan kegiatan Sanggar belajar Banyuanyar ini tim fasilitator
berkerjasama dengan beberapa pihak yang ada di Desa Banyuanyar. Selain itu
untuk menunjang kelancaran kegiatan, tim fasilitator juga menggunakan beberapa
sarana yang ada di Desa Banyuanyar untuk melaksanakan kegiatan. Adapun
elemen masyarakat yang dilibatkan antara lain sebagai berikut:
a. Pemerintah Desa
Sebagai pemilik wilayah diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengelolaan Sanggar Belajar Banyuanyar. Dengan demikian Sanggar Belajar
Banyuanyar mempunyai kedudukan yang kuat dalam wilayah desa
Banyuanyar dan dapat dijadikan asset atau media percontohan bagi desa yang
lain.
b. Pihak Sekolah (Kepala Sekolah dan Guru)
Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam kegiatan ini adalah sebagai mediator
antara anak didik dan fasilitator. Peran Kepala Sekolah dan Guru bersifat
menguatkan sehingga anak didik mau berpartisipasi dalam kegiatan Sanggar

PKMK-2-5-6

Belajar Banyuanyar. Selain itu, pihak sekolah juga sebagai mitra dalam
penyusunan materi ajar dan referensi bahan ajar. Sehingga materi yang
diajarkan di Sanggar Belajar Banyuanyar dapat sesuai dengan materi ajar di
sekolah.
c. Orang Tua
Orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan anak
didik. Orang tua selain berperan sebagai fungsi afeksi terhadap anak juga
dapat berperan sebagai media pendidikan bagi anak. Pelibatan orang tua
dalam kegiatan Sanggar Belajar sebagai pendorong motivasi anak untuk turut
serta dalam kegiatan. Sosialisasi kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar
terhadap orang tua dilakukan dengan cara penyebaran undangan kepada orang
tua.
d. Remaja
Remaja merupakan salah satu ujung tombak dalam sanggar belajar. Remaja
merupakan kader yang akan melanjutkan kegiatan Sannggar Belajar. Adapun
elemen yang terlibat dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini :
Pemerintah Desa

SANGGAR BELAJAR
Sekolah

Anak Didik

Orang Tua

BANYUANYAR
Remaja (Kader)
Gambar 1
Elemen Yang Terlibat Dalam Kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar
Selain elemen masyarakat yang terlibat dalam kegiatan Sanggar Belajar
Banyuanyar, demi menunjang kelancaran kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar,
tim fasilitator juga menggunakan sarana dan prasarana sebagai berikut :
1. Rumah Bapak Sutarmo, sebagai tempat pelaksanaan Training For Trainer
(TOT) sekaligus merupakan sekretariat tim fasilitator.
2. SD Negeri II Banyuanyar sebagai tempat pelaksanaan Sanggar Belaja
Banyuanyar
3. Perlengkapan kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar meliputi Papan tulis, Alat
peraga, Alat Tulis dan buku-buku materi.
Kaderisasi digunakan dalam Sanggar Belajar Banyuanyar untuk melanjutkan
kegiatan setelah tim fasilitator. Kader Sanggar Belajar Banyuanyar ini diambil
dari remaja Desa Banyuanyar. Hal ini didasari pada asumsi bahwa, remaja masih
mempunyai waktu luang dibandingkan dengan golongan lain. Selain itu remaja
dianggap mempunyai kemampuan untuk melakukan transfer ilmu kepada anak

PKMK-2-5-7

didik. Dalam proses kaderisasi ini terlebih dahulu tim fasilitator mengadakan
sosialisasi dengan cara mendatangi pertemuan karang taruna, rekruitmen kader,
penyamaaan konsep, visi dan misi, Training For Trainer (TOT) dan kemudian
kader bersama tim fasilitator terjun untuk mengelola sanggar. Proses rekruitmen
kader tidak hanya dilakukan di awal kegiatan, tim fasilitator bersama kader yang
sudah terbentuk tetap melakukan rekruitmen kader. Peranan kader selama proses
kegiatan adalah sebagai pemberi materi dan pendamping belajar anak didik.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema proses rekruitmen kader di bawah
ini.
Sosialisasi

Rekruitmen Kader

Kegiatan Sanggar
Belajar Banyuanyar

Kader

Training For Trainer


(TOT)

Penyamaan Konsep
Visi dan Misi

Gambar 2
Skema Rekruitmen Kader Sanggar Belajar Banyuanyar
Model pembelajaran yang diterapkan dalam Sanggar Belajar Banyuanyar ini
berbeda dengan model pembelajaran sekolah konvensial. Model yang diterapkan
lebih mengarah kepsikologis anak bukan ke kemampuan anak. Dalam proses
belajar mengajar digunakan dua model. Pertama model tutorial, yaitu model
dimana salah satu dari kader berada di depan kelas untuk memberikan materi.
Model ini sama dengan model-model di sekolah. Yang kedua adalah model
pendampingan. Dalam model pendampingan ini, kader bertindak sebagai
pendamping belajar anak didik. Untuk mempermudah memantau perkembangan
anak didik, anak didik dibagi kedalam 5 kelompok yang mana tiap kelompok
didampingi 1-2 orang kader. Selain memantau perkembangan anak, pendamping
juga bertugas untuk membangkitkan motivasi belajar dari anak-anak
dampingannya.
Pembagian anak didik dalam kelompok ini selain bertujuan untuk
memudahkan memantau perkembangan anak didik, juga bertujuan untuk
menumbuhkan sikap kerjasama antar siswa. Selama ini anak didik terbiasa dengan
bekerja secara individual, di Sanggar Belajar Banyuanyar ini anak didik dilatih
untuk bekerja berkelompok, menumbuhkan rasa toleransi dan kerjasama. Selain
itu dengan anggota kelompok yang setiap dua minggu sekali di ubah formasinya
diharapkan melatih anak didik untuk bisa menerima orang baru, menginggat
teman-teman di Sanggar Belajar Banyuanyar tidak hanya teman satu sekolah
tetapi juga dari sekolah lain.
Untuk merangsang anak didik agar berani tampil ke depan kelas untuk
mengerjakan tugas, atau menjawab pertanyaan, tim fasilitator dan kader
memberikan penghargaan (Reward) berupa bintang yang kemudian pada akhir
bulan akumulasi jumlah bintang dapat ditukarkan dengan alat-alat tulis yang telah
disediakan. Model belajar yang diberikan bersifat santai tetapi mengena ke
sasaran. Dalam kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar, anak didik tidak dilepaskan
dari sifat alamiah mereka yang masih kanak-kanak. Anak didik juga diberi
selingan bermain yang masih dalam koridor pendidikan. Misalnya permainan

PKMK-2-5-8

melatih konsentrasi, permainan warna dalam Bahasa Inggris dan beberapa praktek
ringan untuk bidang Sains. Suasana belajar yang diciptakan dalam sanggar tidak
selalu menggunakan ruangan. Anak didik juga belajar di luar ruangan upaya ini
diambil untuk mengantisipasi kebosanan belajar dalam ruangan.
Setelah tahap persiapan dilalui maka tahap pelaksanaanpun segera dimulai.
Proses kegiatan sanggar belajar dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu,
sehingga kegiatan belajar anak didik di sekolah formal tidak terganggu. Anakanak usia kelas lima SD yang menjadi sasaran utama dari sanggar sangat antusias
untuk mengikuti kegiatan di sanggar belajar ini. Untuk menjaga motivasi anak
dalam belajar maka dimunculkan Reward berupa Bintang yang apabila sudah
terkumpul dapat ditukarkan dengan alat-alat tulis. Untuk membantu peningkatan
gizi anak diadakan program Taman Gizi setiap dua minggu sekali.
Dunia anak-anak tidak lepas dari permainan, maka diberikan game-game
yang mendidik seperti misalnya melatih konsentrasi dengan permainan bloingbloing dan sepak bola untuk melatih kerja sama. Sehingga diharapkan anak bisa
belajar dan juga bermain. Hal tersebut juga bertujuan untuk menghindarkan anak
dari kebosanan.
Selanjutnya diadakan evaluasi atas program secara keseluruhan dan yang
utama adalah monitoring perkembangan anak didik. Pengamatan yang dilakukan
misalnya keberanian anak tampil di depan forum dan juga berpendapat.
Bagaimana anak didik bekerja sama dengan kelompoknya. Bagaimana mereka
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Bagaimanakah semangat mereka
untuk belajar.
Sanggar belajar diserahkan kepada pemerintah desa yang selanjutnya akan
dikelola oleh kader yang telah dibentuk. Hal tersebut sangatlah ideal karena
proses regenerasi akan terus berjalan. Namun proses evaluasi dari fasilitator juga
tidak lepas begitu saja.
Sanggar belajar ini sangatlah penting untuk perkembangan dunia pendidikan.
Oleh karenanya model-model seperti ini harus terus dikembangkan untuk
menyokong pendidikan formal di sekolah.
HASIL PEMBAHASAN
Sanggar Belajar Banyuanyar merupakan salah satu media pembantu belajar
anak usia Sekolah Dasar di desa Banyuanyar. Berdirinya sanggar belajar di desa
Banyuanyar ini merupakan hasil kerjasama dari beberapa pihak antara lain
pemerintah desa Banyuanyar, Sekolah, kader dan fasilitator. Berikut ini hasil dari
kegiatan Sanggar Belajar di desa Banyuanyar KecamatanAmpel Kabupaten
Boyolali :
1. Berdirinya sanggar belajar desa Banyuanyar. Sanggar ini merupakan media
pembantu belajar pertama yang ada di wilayah Banyuanyar, dengan adanya
sanggar ini mampu membantu anak-anak didik kelas V SD dalam
meningkatkan kemampuan belajar baik secara verbal maupun non verbal.
2. Terbentuknya kesadaran pemuda dan pemudi Desa Banyuanyar terhadap
pendidikan. Wujud dari kesadaran ini adalah dengan adanya partisipasi aktif
dari beberapa pemuda dan pemudi desa Banyuanyar untuk berperan sebagai
kader dalam sanggar belajar.
3. Salah satu tujuan dari sanggar belajar ini adalah peningkatan kemampuan
anak didik. Sanggar belajar tidak hanya memberikan materi pelajaran kepada

PKMK-2-5-9

anak didik, tetapi juga memberikan motivasi kepada anak didik untuk mau
dan berani mengeluarkan pendapat di depan umum. Dengan pemberian
motivasi anak didik diberi keyakinan untuk berani menjawab setiap
pertanyaan maupun soal yang diberikan tanpa perlu merasa takut salah
menjawab. Salah satu hal yang ditekankan pada anak didik adalah keberanian
mereka untuk mencoba menjawab dan mengerjakan soal di depan umum,
sehingga mereka tidak hanya memiliki kemampuan secara tertulis tetapi juga
kemampuan secara verbal atau lisan. Sehingga salah satu hasil dari kegiatan
ini adalah peningkatan psikologis anak dalam kegiatan belajar.
Dalam sanggar belajar anak dilatih untuk mampu belajar dan bekerja secara
kelompok. Melalui soal dan tugas yang harus dikerjakan secara kelompok inilah
mereka juga belajar untuk saling bekerja sama dalam kelompok. Bekerja dalam
kelompok juga melatih mereka dalam meningkatkan komunikasi dan interaksi
dengan teman dalam kelompok mereka.
1. Kegiatan sanggar belajar ini didukung oleh adanya kesadaran dari orang tua
murid terhadap kegiatan belajar anak. Salah satu wujud kesadaran tersebut
dapat dilihat dari antusiasme dalam mendukung sanggar, misalnya mendorong
anak didik untuk belajar di sanggar, mengantar dan menjemput anak didik.
2. Keberadaan sanggar telah menjadi suatu kebutuhan dalam masyarakat, hal ini
dapat dilihat dari dukungan yang diberikan anggota masyarakat terhadap
kelangsungan sanggar. Pihak sekolah, orang tua murid mengharapkan sanggar
belajar tersebut tetap terlaksana walaupun tim fasilitator sudah tidak
mendampingi. Hal tersebut juga didukung oleh pemuda dan pemudi yang
menjadi kader dalam sanggar. Para kader sanggar ini telah berkomitmen untuk
tetap mengembangkan sanggar belajar walaupun tidak didampingi oleh tim
fasilitator. Oleh karena itu tim fasilitator membantu kader dalam menyusun
sturktur kepengurusan sanggar belajar. Dengan adanya struktur ini diharapkan
sanggar dapat berlanjut dan berkembang karena telah mempunyai suatu
organisasi tetap.
KESIMPULAN
Pendidikan dasar adalah modal untuk mencetak generasi unggul di masa yang
akan datang. Kewajiban menempuh Wajib Belajar 9 tahun merupakan sebuah
upaya pemerintah guna menyiapkan pilar-pilat pembangunan yang berkualitas,
berdaya saing dan mandiri di masa yang akan datang. Kebijakan tersebut
disempurnakan dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi di semua
jenjang pendidikan. Terakhir, pemerintah menggulirkan program sekolah gratis
untuk SD dan SMP dengan tujuan agar semua anak Indonesia dapat menempuh
pendidikan dasar tanpa terbebani biaya yang mencekik leher. Sayangnya, hal ini
tidak dibarengi dengan kesadaran dari masyarakat bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama. Keadaan ini sangat terasa di desa Banyuanyar
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dengan sebagian besar penduduk
bermatapencaharian di sektor agraris dan latar belakang pendidikan yang relatif
minim. Keadaan tersebut turut berpengaruh terhadap kesadaran orang tua terhadap
pendampingan belajar terhadap anak. Padahal system pendidikan berbasis
kompetensi menuntut anak untuk lebih banyak belajar mandiri. Pada tahap inilah
peran orang tua sangat dibutuhkan dalamdalam perkembangan anak. Keterbatasan

PKMK-2-5-10

sarana dan prasarana belajar juga mampu mempengaruhi motivasi anak dalam
belajar.
Beberapa hal yang tersebut di atas merupakan salah satu alasan yang
melatarbelakangi terbentuknya sanggar belajar. Kegiatan sanggar belajar di desa
Banyuanyar tidak hanya memberikan kesadaran dan motivasi belajar bagi anak
didik, tetapi juga kepada anggota masyarakat yang lain. Melalui perintisan dan
pengembangan sanggar belajar ini, orang tua dan remaja desa pun turut sadar
bahwa pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sekolah sebagai
sarana pendidikan formal.
Dalam sanggar belajar, anak didik tidak hanya menerima materi pelajaran
saja, tetapi juga diberikan motivasi untuk berani mengungkapkan pendapat.
DAFTAR PUSTAKA
Coomb, Philip H dan Manzoor Achmed. 1980. Memerangi Kemiskinan di
Pedesaan Melalui Pendidikan Non-Formal. Jakarta : YIIS
Muarif. 2005. Wacana Pendidikan Kritis. Yogyakarta : Ircisod
--------------. 2004. Monografi Penduduk Desa Banyuanyar Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali. Boyolali : Pemerintah Desa Banyuanyar.

PKMK-2-6-1

EKSPLOITASI AIR GUA PLAWAN DENGAN ENERGI TERBARUKAN:


SEBUAH UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA KEKERINGAN DI
DESA GIRICAHYO, KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN
GUNUNG KIDUL
Andityo Nurwanto, Casslirais Surawan, Dyah Kusuma Wardhany, Nirmala
Hailinawati, Wakhidatik Nurfaida, Zulaikha Budi Astuti
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRAK
Di Kecamatan Purwosari, Gunung Kidul, masalah kekeringan sudah dirasakan di
beberapa desa. Pemenuhan keperluan air untuk masak-minum dilakukan hingga
mencari ke telaga sekitar 5 kilometer dengan berjalan kaki. Gunung kidul
merupakan daerah karst, dengan potensi air gua yang sangat melimpah. Namun
konsentrasi pemerintah untuk mengangkat air gua barulah pada daerah timur,
padahal masyarakat barat pun membutuhkan air sama besarnya. Di Desa
Giricahyo, Kecamatan Purwosari terdapat luweng Plawan dengan potensi air
yang besar (sekitar 40 m3/s saat musim kering). Oleh karena itu, dilaksanakanlah
sebuah program pengangkatan air gua/luweng Plawan. Untuk mewujudkannya
telah dilakukan pengumpulan data dari beberapa instansi terkait, seperti Pusat
Studi Energi UGM, Yayasan Asintyacunyata, Pemerintah Kabupaten Gunung
Kidul, dan yang lainnya. Di samping itu telah pula dilakukan survey ke lapangan
berupa pengukuran gua dan permukaan untuk mendapatkan data teknis sebagai
dasar perancangan. Data hasil survey diolah dan didapatkan perancangan
pengangkatan air Gua Plawan dan distribusi perpipaan. Adapun instalasi
pengangkatan air ini dirancang dengan debit rencana 4,085 m3/s, selama 10 jam
operasi per hari selama musim kering. Daya yang dibutuhkan sebesar 18,5 kWH,
disuplai oleh generator. Perancangan ini telah disetujui Pemerintah Kabupaten
Gunung Kidul untuk didanai konstruksinya saat Kegiatan Kuliah Kerja Nyata
Semester Pendek 2006. Sebagai grand design, pengangkatan air gua ini
menggunakan tenaga kincir angin yang dihibrid dengan tenaga generator.
Pemanfaatan hibrid tenaga ini akan saling mendukung karena generator set yang
handal dalam penyediaan energi akan lebih hemat jika dihibrid dengan kincir
angin. Grand design ini akan dilaksanakan dalam Kuliah Kerja Nyata UGM yang
merupakan blue print program selama 2 tahun. Perkembangan program
selanjutnya adalah jangkauan distribusi, peningkatan penggunaan energi
terbarukan, kualitas air, konservasi daerah tangkapan hujan. Sedangkan untuk
pengoperasian instalasi berikutnya, akan dibangun sebuah sistem sosial dari
masyarakat desa Giricahyo.
Kata kunci : air, Gua Plawan, Gunung Kidul, kekeringan, energi terbarukan.
PENDAHULUAN
Bencana kekeringan menjadi sesuatu yang sangat akrab dengan penduduk
Gunung Kidul. Kabupaten yang berjarak 40 kilometer di sebelah tenggara kota
Yogyakarta dengan luas 1.485 kilometer persegi ini memiliki daerah kering
paling kritis untuk wilayah pesisir selatan yang berbatasan dengan Samudera
Hindia (Harjono, 1992).

PKMK-2-6-2

Di Kecamatan Purwosari, masalah kekeringan sudah dirasakan di


beberapa desa, di antaranya Giripurwo, Giricahyo, dan Giriasih (Anonim, 2003).
Pencukupan air untuk keperluan masak-minum sampai harus dilakukan penduduk
dengan berjalan kaki mencari air ke telaga yang jauhnya sekitar 5 kilometer. Air
telaga adalah pemenuh kebutuhan air paling handal yang dimiliki oleh masyarakat
Gunung Kidul, padahal telaga ini juga akan kering pada musim kemarau. Ketika
telaga menjadi kering, maka kesulitan semakin bertambah. Masyarakat harus
menunggu bantuan air dari pemerintah, dan sayangnya pasokan air jerigen dari
pemerintah sering tidak mencukupi. Pada akhirnya kesempitan ini dimanfaatkan
oleh pihak swasta untuk berbisnis air, alhasil air bersih seharga Rp80.000Rp100.000,- per tangki berisi air 5.000 meter kubik, yang cukup untuk dua
minggu pemakaian harus dibeli warga Panggang (Anonim, 2003).
Konsentrasi pemerintah saat ini untuk mengangkat air gua barulah pada
daerah timur, padahal masyarakat barat pun membutuhkan air sama besarnya,
seperti masyarakat di Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari. Di daerah mereka
terdapat sebuah inlet atau luweng gua yang bisa menjadi tempat pengambilan air.
Luweng inilah yang disebut sebagai luweng Plawan atau Gua Plawan. Menurut
survey yang sudah dilakukan pada tahun 1999 dan 2004, sumber air Gua Plawan
ini tidak pernah kering meskipun terjadi musim kemarau panjang. Debit yang
tersedia di dalam gua kira-kira 40 liter per detik, dan pada musim hujan bisa
mencapai 200 liter per detik. Dengan debit air ini diperkirakan 2 desa dapat
terlayani (Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta dan Direktorat Tata Lingkungan
Geologi dan Kawasan Pertambangan, Direktorat Jendral Geologi dan Sumber
Daya Mineral, 2004). Dengan demikian, Gua Plawan merupakan gua yang paling
berpotensi untuk ketersediaan air di wilayah tersebut. Diperkirakan sumber air ini
mampu memenuhi kebutuhan air bersih untuk Kecamatan Purwosari, khususnya
untuk Desa Giricahyo yang setiap tahun dilanda kekeringan.
Maksud dari program ini adalah menginventarisasi data teknis Gua Plawan
dan sekitarnya berupa data koordinat/cross section Gua Plawan, long section
mulut gua sampai titik reservoir utama (R1), data kependudukan masyarakat
daerah layanan sistem Plawan, serta pembuatan desain dan rencana anggaran
biaya instalasi pengangkatan air Gua Plawan yang siap dilaksanakan pada KKN
Tematik UGM 2005/2006 berkelanjutan. Adapun tujuan dari program ini adalah
menyediakan Perencanaan Detail Pengangkatan Air Gua Plawan, serta skenarioskenario pengoperasian instalasinya.
Ruang lingkup pekerjaan meliputi pekerjaan detail pengangkatan air Gua
Plawan dengan hasil akhir yang diharapkan adalah:
Data teknis Gua Plawan untuk perancangan desain instalasi pengangkatan
air Gua.
Desain dan rencana anggaran biaya instalasi pengangkatan air gua.
METODE PENDEKATAN
Pengukuran Topografi
Survey detail dilakukan di lokasi kegiatan, yaitu di sepanjang jalur pipa
yang direncanakan dan juga jalur pipa pada gua. Pengukuran dilakukan di dalam
gua, kemudian di sepanjang jalan macadam dari mulut gua sampai bukit yang
akan digunakan untuk reservoir. Kegiatan pengukuran dilakukan untuk

PKMK-2-6-3

mendapatkan data koordinat Gua Plawan, serta jalur pipa transmisi (pipa dari
mulut gua sampai reservoir). Hasil kegiatan pengukuran topografi berupa
penampang memanjang jalur perpipaan, baik penampang memanjang gua,
maupun jalur transmisi.
Survey dilaksanakan di jalan desa di sepanjang jalur pipa yang
direncanakan, dari tanggal 10-12 Maret 2006. Dengan langkah kerja sebagai
berikut:
a. Alat didirikan di tengah tengah antara patok yang akan diukur.
b. Rambu didirikan di atas patok 1 dan 2 kemudian dibaca Ba, Bt, Bb di
mana; Bt = | ( Ba + Bb )/2 |
c. Pekerjaan / langkah b dilakukan pula untuk patok antara 2 dan 3.
d. Sistem pengukuran yang digunakan adalah sistem pengukuran poligon
terbuka.
Pemetaan Gua
Kegiatan dilaksanakan di Dusun Gabuk, Desa Giricahyo, Kecamatan
Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Lokasi kegiatan berada sekitar 5 km dari
Pantai Parang Tritis. Mulut Gua terletak sekitar 100 meter dari jalan setapak yang
menghubungkan tebing Parang Endhog dan Desa Giricahyo.
Kegiatan pemetaan gua diawali dengan kegiatan survey gua yang
dilaksanakan pada tanggal 16 April 2006. Survey ini dilakukan oleh 3 orang
anggota tim. Dalam survey ini titik-titik belok pipa telah ditandai. Sebelum
dilaksanakan survei pemetaan gua, kegiatan dimulai dengan menganalisa data
awal yang dimiliki. Data awal ini meliputi data bawah permukaan yang diperoleh
dari Yayasan Asintyacunyata yang telah melakukan eksplorasi terhadap Gua
Plawan dan data permukaan yang diperoleh dari Asintyacunyata Speleological
Club (ASC) Yogyakarta.
Tim masuk gua selama 12 jam dari jam 11 siang sampai jam 11 malam.
Dalam survey ini diambil beberapa gambar mengenai kondisi dalam gua; kondisi
pipa eksisting dalam gua, sambungan pipa, keadaaan gua, belokan, dan air bawah
tanah yang mengalir dalam gua.

Gambar 1. Tim survey dan kondisi dalam Gua Plawan

PKMK-2-6-4

Survei Kependudukan dan Audiensi


Survei kependudukan dilakukan pada 7 (tujuh) dusun yang terletak di
Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari Kabupaten Gunung Kidul. Ketujuh dusun
itu adalah Dusun Gabug, Wuni, Karang Tengah, Jurug, Nglumbung, Jati dan
Jambu. Survei kependudukan dilakukan pada 29 Januari 2006, tujuan survey ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kesulitan penduduk dalam
memperoleh air pada musim kemarau, upaya-upaya penanggulangan yang
dilakukan selama ini, dan kesediaan penduduk untuk bekerja sama apabila
program ini dilaksanakan. Hasil dari survei ini adalah data tentang kondisi
kebutuhan air penduduk yang cukup mewakili.
Kegiatan audiensi ke Bupati Gunung Kidul dilakukan pada tanggal 2
Februari 2006 di hadapan Bupati, Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda)
dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Gunung Kidul. Setelah
presentasi dilakukan, ternyata program ini mempunyai keselarasan dengan
program tahunan yang akan dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul
yaitu sistem distribusi melalui jalur perpipaan swakelola yang diambil dari
sumber-sumber air yang ada.
Sambutan dari pihak Kabupaten sangat baik dan bersedia menyiapkan
dana untuk pekerjaan tenaga generator set sebagai energi utama pengangkat air.
Dari sini dislusi perancangan dan bahan habis pakai yang dibutuhkan dilakukan
lebih intens. Pada akhir bulan Mei 2006 perancangan final telah diserahkan ke
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul. Selain pihak kabupaten,
pejabat terkait yang telah dikunjungi adalah Camat Purwosari, ketujuh Kepala
Dukuh dan perangkat Desa Giricahyo.
Energi Angin
Energi merupakan motor utama penggerak sistem pengangkatan air gua.
Energi konvensional yang telah terbukti kemampuannya adalah generator set
berbahan bakar solar. Penggunaan sumber energi ini membutuhkan banyak biaya
sehingga sebagai alternatif energi cadangan atau hibridanya direncanakan
digunakan energi angin.
Angin adalah energi yang terbarukan dan cukup melimpah di Indonesia.
Energi ini belum banyak dimanfaatkan. Salah satu faktornya adalah keterbatasan
teknologi dan riset pengembangan energi alternatif di Indonesia dan kebijakan
yang memihak sektor ini belum ada. Angin di Indonesia cukup melimpah hanya
saja angin yang bertiup memiliki kecepatan yang relatif rendah, walau demikian
angin ini masih tetap bisa dimanfaatkan setelah melewati beberapa proses
teknologi. Pengembangan energi angin perlu dilakukan karena merupaka energi
terbarukan yang ramah lingkungan, tidak berpolusi dan perawatannya relatif
rendah sekitar 13-14 % dari biaya total (Kusnanto dan Purwoto, 2006)
Di Gunung Kidul sendiri kondisi angin yang ada memiliki kecepatan ratarata 3-4 m/s dan menjadi lebih kencang pada musim kemarau (Pusat Studi Energi
UGM, Rencana Umum Kelistrikan Daerah). Kondisi ini didukung dengan letak
geografis Desa Giricahyo yang berada di dekat pantai menyebabkan kecepatan
maksimal bisa didapatkan. Sedangkan data dari PSE didapatkan bahwa angin di
daerah Gunung Kidul memiliki kecepatan rata-rata 4-5 m/s. Selain itu didapatkan
informasi tentang adanya bantuan kincir angin dari Pemerintah Belgia. Di Belgia

PKMK-2-6-5

sedang dilakukan penelitian tentang kincir angin untuk kecepatan angin rendah
yang cocok untuk daerah Indonesia.
Survei Daerah Tangkapan Air Hujan
Daerah tangkapan air daerah karst mempunyai perbedaan mendasar
dengan daerah aliran sungai biasa. Pada daerah aliran sungai dengan tanah biasa
seperti pasir atau lempung, daerah tangkapannya dapat diketahui dari peta kontur
dengan melihat perbedaan ketinggian lokasinya. Akan tetapi, hal tersebut tidak
dapat dilakukan terhadap daerah karst. Pola aliran air yang berada di bawah tanah
menyebabkan sulitnya deteksi mengenai dari mana masuknya input sungai. Oleh
karena itu harus dilakukan survei khusus yang berupa penelusuran gua untuk
mengetahui daerah-daerah yang aliran airnya masuk ke sungai bawah tanah yang
mengalir melalui Gua Plawan.
Survei daerah tangkapan air dilakukan dengan bantuan dari tim Konservasi
Hutan (rekan-rekan mahasiswa kehutanan). Pelaksanaan survei dilakukan pada
bulan Maret 2006. Hasil dari survei ini adalah peta persebaran daerah hijau yang
harus dikonservasi, daerah mana saja yang perlu dihijaukan, data sebaran jenis
tanaman di daerah tangkapan, serta penentuan jenis-jenis hijauan yang cocok
untuk daerah tangkapan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Wilayah
Gua Plawan secara administrasi terletak di Dusun Gabuk, Desa Giricahyo,
Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Mulut Luweng Plawan
terletak pada koordinat 428466 UTM 9113013. Luweng Plawan berada di lembah
doline pada elevasi 290 m dpl. Sumber air yang ada di luweng Plawan merupakan
aliran sungai bawah permukaan dengan arah aliran dari timur laut ke barat daya,
dengan debit kurang lebih 40 l/dt, bermuara ke Samudera Indonesia. Kuantitas air
yang besar tersebut potensial untuk dikembangkan sebagai air baku guna
memenuhi dua desa yaitu Desa Giricahyo pada elevasi 350 m dpl dan Desa
Giripurwo pada elevasi 230 m dpl, yang mencakup 1000 kepala keluarga. Jarak
dari Luweng Plawan ke pemukiman terdekat 500 m (Dokmiri dan Gabug), terjauh
3000 m (Sempu, Jaguran).
Luweng Plawan dapat dijangkau melalui dua alternatif jalan pertama dari
Pantai Parangtritis melalui jalan ke arah Panggang jalan beraspal mulus, sampai
simpang ke hotel South Queen belok ke kanan mengikuti jalan makadam (ke arah
Gua Langse), jalan mendaki bukit cukup terjal, kurang lebih 1,5 km. Lokasi
luweng Plawan pada sisi kiri jalan di lembah doline. Lintas antara Siluk-kota
Kecamatan Panggang dan simpang ke arah pantai Parangtritis dari jalan utama
masuk mengikuti jalan setapak ke arah timur kurang lebih 200 m menuju lembah
doline, jalan alternatif ke dua dari arah Panggang ke barat desa Giricahyo, yang
tepatnya adalah selatan dari dusun Gabug, kondisi jalan makadam dan menuruni
bukit (Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta dan Direktorat Jenderal Geologi dan
Sumber Daya Mineral Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2004).
Kegiatan perancangan dilakukan setelah data survey dan data sekunder
pendukung lainnya didapatkan. Perancangan yang dilakukan selalu
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dosen yang bersangkutan dengan
materi perancangan, serta praktisi yang kompeten di bidangnya.

PKMK-2-6-6

Analisis Hidraulika
Debit Rencana
a. Total Penduduk Giricahyo (2005)= 4085 jiwa
b. Asumsi, kebutuhan air = 30 l/hr/org
c. Diperhitungkan adanya kehilangan air, sebesar 20%
d. Lama operasi = 10 jam
e. Total debit yang dibutuhkan = 4,085 l/s
f. Panjang total pipa = 1353.9 m
Perencanaan Pipa
Bambang Triatmodjo (2000), menghitung kehilangan tenaga dalam pipa,
asumsi-asumsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
-

Debit rencana

Pipa yang dipakai = besi galvanis baru (faktor pertambahan


umur pipa tidak diperhitungkan ketika perancangan)

Angka Reynold dihitung dengan persamaan berikut

Re =

= 4,085 l/s

vD

Re = angka Reynolds; v = kecepatan aliran dalam pipa; D= diameter pipa,


= viskositas air (1,3E-6 m2/s); Faktor kekasaran rencana= 0,058.
Didapat dari grafik Moody (Triatmodjo,1996), dengan asumsi awal diameter
pipa adalah 3 (tiga) inchi, k0 = 0,00054. Dengan asumsi-asumsi seperti di atas,
dapat ditentukan jumlah kehilangan energi yang terjadi.
Penentuan diameter pipa berkaitan dengan penentuan tipe pompa, yang
nantinya akan mempengaruhi hitungan analisis elektrikal. Perhitungan dengan
berbagai diameter pipa dilakukan untuk menentukan diameter pipa yang akan
memberikan nilai optimal, dalam pemilihan pompa dan juga dalam hitungan
analisis elektrikal.
Dari data kependudukan yang diperoleh dari hasil survey sosial, didapat
debit yang dibutuhkan untuk 4085 jiwa adalah sebesar 4,085 l/dt dengan lama
operasi 10 jam per hari.
Dari analisis hidraulika, instalasi ini menggunakan pipa dengan spesifikasi
sebagai berikut:
a. Panjang pipa :
i. Dasar gua mulut gua
= 199,9 m = 200 m
ii. Mulut gua R1
= 1144 m
Panjang pipa total
= 1354 m
iii. Pemakaian unit pipa
Sesuai dengan jumlah belokan, panjang pipa, serta pertimbangan
effisiensi pelaksanaan pekerjaan, untuk pipa per 6 meter (jika
panjang maksimal satu buah pipa = 6 meter), membutuhkan pipa:
dalam gua = 39 buah dan pipa transmisi (surface) = 221 buah
Sedangkan untuk pipa per 4 meter membutuhkan pipa
dalam gua = 54 buah dan pipa transmisi (surface) = 319 buah

PKMK-2-6-7

b. Jenis pipa = Pipa Galvanis (GIP)


Diameter pipa = 75 mm atau 3 inchi
Pemilihan pompa menggunakan program WINCAPS dari pompa
GRUNDFOS, dan menghasilkan data spesifikasi pompa sebagai berikut.
Product name
:
SP 17-31
Rated flow
:
17 m/h
Rated head
:
255 m
Motor diameter :
6 inch
Electrical data:
Motor type
:
MS6000
P2
:
18.5 kW
Motor protect :
NONE
Thermal protec :
external
Built-in temp. transmitter:
yes
Others:
Net weight
:
100 kg
Gross weight
:
127 kg
Shipping volume:
0.24 m
Perancangan Instalasi listrik dilakukan berdasarkan Peraturan Umum
Instalasi Listrik (PUIL). Perancangan instalasi listrik dibuat berdasarkan alur di
bawah ini:
1. Pemilihan pompa menggunakan software WINCAPS dari
GRUNDFOS
2. Pemilihan sumber energi
a. Energi angin : data dari Rencana Umum Kelistrikan Daerah
menunjukkan bahwa angin yang terjadi di daerah Gunung Kidul
rata-rata adalah 4-6 m/s dan lebih tinggi pada musim kemarau.
b. Genset:
i. Beban pompa 24 kW, 30 kVA
ii. Genset 55 kVA, 44 kW arus 45 A
iii. (efisiensi pompa <100%, jarak genset ke pompa cukup jauh
sehingga akan terjadi kehilangan daya yang cukup besar)
3. Transmisi :
a. Digunakan kabel bawah tanah, dengan pertimbangan lebih
murah dibandingkan dengan menggunakan tiang transmisi
b. Jenis kabel yang digunakan adalah NYY 4 x 70 mm2 (PUIL)
4. Peralatan Switching dan Control
a. Kontraktor magnetik (sistem interlocking)
b. Proteksi : MCCB 75 A
c. Soft starter: mengurangi starting current dari motor
d. Motor breaker: melindungi motor dari arus lebih
Analisis Struktur
Perancangan Reservoir
Reservoir, sebagai tampungan pertama ditempatkan pada elevasi yang
relatif lebih tinggi dari pada tampungan-tampungan berikutnya, yaitu pada elevasi
+320 mdpl. Dengan debit rencana 4,085 l/dt selama 10 jam operasi, untuk empat
hidran umum, masing-masing 15 m3, maka ditentukan volume reservoir sebesar

PKMK-2-6-8

18 m3. Reservoir tersebut direnca-nakan dengan dimensi 4 x 3 x 1,5 m3. Beban


yang terjadi pada reservoir adalah beban air di dalamnya, serta berat sendiri
reservoir.
Reservoir, sebagai tampungan pertama ditempatkan pada elevasi yang
relatif lebih tinggi dari pada tampungan-tampungan berikutnya, yaitu pada elevasi
+320 mdpl. Dengan debit rencana 4,085 l/dt selama 10 jam operasi, untuk empat
hidran umum, masing-masing 15m3, maka ditentukan volume reservoir sebesar 45
m3. Reservoir tersebut direncanakan dengan dimensi 5 x 6 x 1,5 m3. Beban yang
terjadi pada reservoir adalah beban air di dalamnya, serta berat sendiri reservoir.
Atas pertimbangan lokasi dan kemudahan pekerjaan, maka struktur
reservoir ini akan dibuat sebagai struktur frame, dengan dinding bata, atau batu
kali, dengan pasangan satu batu setebal 25 cm, dilengkapi dengan kolom dan
balok.
Perancangan Rumah Tenaga
Rumah tenaga digunakan untuk menempatkan genset dan
perlengkapannya agar terlindung dari gangguan dari luar seperti gangguan cuaca,
hewan-hewan, dan keamanan terhadap kemungkinan terjadinya pencurian.
Dalam pekerjaan pengangkatan air gua ini, rumah tenaga ditempatkan di
dekat jalan utama dan lebih rendah dari elevasi jalan dengan alasan untuk
memperoleh kemudahan dalam pengisian bahan bakar (akses mudah dan
pengisian bahan bakar memanfaatkan tenaga gravitasi).
Rumah tenaga dibuat dari konstruksi pasangan bata merah sederhana.
Pemilihan spesifikasinya didasarkan pada kondisi lingkungan yang berada di
daerah remote area dan pertimbangan ekonomi dengan tetap memenuhi syaratsyarat kekuatan. Perhitungan fondasi genset disederhanakan dengan formula :
Wf > 3 x Wg, dimana Wf = berat total fondasi; Wg = berat total genset ditambah
bahan bakar.
Spesifikasi Rumah Tenaga adalah sebagai berikut :
Dimensi : 4 x 3,5 m2
Dinding : pasangan bata merah (1/2 bata = 15 cm)
Fondasi dinding : fondasi stall dari pasangan batu kali
Fondasi mesin / genset : blok beton dengan penulangan susut
Atap : seng dengan nok menggunakan kayu jati dan gording menggunakan
kayu bengkirai
Pintu
: besi dengan 2 daun pintu ukuran 80 x 200 cm2
Jendela / ventilasi : Teralis besi (16 @ 60 x 80 cm2)
Rancangan Anggaran Biaya disusun setelah perancangan design
dilakukan. Data harga bangunan didapatkan dari Keputusan Bupati Gunung Kidul
nomor 101/KPTS/2005 tentang standarisasi harga barang dan jasa di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul. Selain itu untuk beberapa harga didapatkan
dari survey ke toko-toko dan di internet. Berikut rekapan Anggaran Biaya design
bersama dengan beberapa program pendukung yang akan diimplementasikan
dalam Kuliah Kerja Nyata Juli-Agustus 2006 yang akan datang.

PKMK-2-6-9

Tabel 1.Rekapan Anggaran Biaya KKN Tematik eksploitasi air Gua Plawan
no Pekerjaan
1 Pekerjaan instalasi fisik
2 Uji kualitas air
Law
enforcement,
kehumasan,
data
base,
3
kebendaharaan,
dan
dokumentasi
Program
reforestry
4 (Penanganan
subcatchment
area)
Program sosial (community
5
development)

Subtotal tanpa pajak Total tanpa pajak


Rp1,047,931,113.52
Rp1,974,000.00
Rp4,791,000.00

Rp14,750,000.00
Rp5,300,000.00
ppn 10 %

Rp1,074,746,113.52
Rp1,182,220,724.87

Hasil perancangan ini merupakan grand design pengadaan air Bersih


untuk warga Desa Giricahyo. Pengadaan air dengan sumber energi terbarukan
telah dilakukan perancangannya. Hasil perancangan ini akan diimplementasikan
dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata UGM pada Bulan Juli-Agustus 2006.
Sampai saat ini dana yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan
sudah diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul sebesar 290 juta
rupiah. Dana ini dialokasikan untuk pekerjaan elektrikal dan rumah tenaga, yaitu
pekerjaan pemasangan generator set dan perlengkapannya. Perpipaan dan instalasi
lain terus diusahakan untuk dicarikan dana dari perusahaan swasta maupun dari
BUMN-BUMN.
KESIMPULAN
Implementasi perancangan ini akan terus dikembangkan untuk beberapa
tahun ke depan termasuk pengadaan sumber energi yang terbarukan yang tetap
terus sustain dan bisa dikelola oleh masyarakat. Implementasi perancangan ini
tidak hanya secara fisik namun juga membangun organisasi masyarakat yang
dapat mengelola instalasi ini secara mandiri. Program ini terintegrasi dalam
program KKN.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Menjual Ternak untuk Membeli Air, Suara Merdeka, 27 Juli 1994.
Anonim. 2003. Telaga Kering Irigasi Digilir, www.kompas.com/Beritautama , 24
Agustus 2003.
Anonim. 2005. Kedubes Inggris Segera Kucurkan Bantuan; Pompa Air Goa Pego
Macet, Penduduk Kelabakan,, Kedaulatan Rakyat, 22 Agustus 2005.
Amin, S. 2004. Gara-gara Air Kepala Desa di Gunung Kidul Ditahan, Kompas,
04 November 2004.
ASC. 1999. Laporan Pemetaan dan Fotografi Luweng Plawan Desa Giricahyo
Kecamatan Panggang Kabupaten Gunung Kidul, Acintyacunyata
Speleogical Club, Yogyakarta.
CV. Prima Cipta Karsa. 2003. Laporan Akhir Detail Engineering Desain Air
Bawah Tanah di Kabupaten Wonogiri, Bappeda Kabupaten Wonogiri.

PKMK-2-6-10

Harjono. 1992. Gua Bribin, Berkah bagi Gunuingkidul, Kompas, 7 April 1992.
Ko, RKT. 1997. Introduksi Karstospeleologi Atmajaya, Yogyakarta.
Sigit, S. 1994. Air Gua Bribin untuk Atasi Kekeringan, Suara Merdeka, 29 Maret
1994.
Susanto,S. 1992. Melestarikan Air Gua Bribin, Kedaulatan Rakyat, 24 April 1992.
Triatmadja, B. 2000. Hidraulika 2, Beta Offset, Yogyakarta.
Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta dan Direktorat Tata Lingkungan Geologi
dan Kawasan Pertambangan, Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya
Mineral. 2004. Laporan Akhir Inventarisasi Potensi Sumber Air di
Wilayah Karst di Pulau Jawa, Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta.

PKMK-2-7-1

PENANGGULANGAN MASALAH HIV/AIDS, NAPZA, DAN


KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN PENDEKATAN PEER
CONTROL GROUP DARI, OLEH, DAN UNTUK REMAJA
PADA SISWA SMA KOTAMADYA SURABAYA
Retno Wahyuni P, Nur Nailul, Vita Kusuma R, Ikasari Rahmatina, Ferry Efendi
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
ABSTRAK
Remaja memerlukan pendekatan khusus untuk dapat menceritakan masalah yang
dihadapi. Peran teman sepergaulan mendukung terjadinya perubahan pada diri
remaja. Penanggulangan dengan memperbaiki teman sepergaulan menjadi
sangat penting. Tujuan kegiatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan model
pendekatan Peer Control Group dari, oleh, dan untuk remaja dalam
menanggulangi masalah HIV/AIDS, NAPZA, dan kesehatan reproduksi siswa
SMA di Kotamadya Surabaya. Pendekatan yang dipakai yaitu bidang pendidikan,
kesehatan, pelatihan disertai studi kasus. Pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi
dua tahap. Tahap pertama, Workshop Kesehatan Reproduksi Remaja HIV/AIDS
dan NAPZA bagi Remaja SMA di Surabaya. Tahap kedua, follow up berupa
implementasi kegiatan di sekolah masing-masing oleh remaja SMA selama 6
bulan sejak workshop dan pertemuan rutin untuk sharing informasi sekaligus
pengalaman. Workshop dilaksanakan selama tiga hari (22-24 April 2005) di
ruang kuliah histologi FK-Unair diikuti perwakilan siswa dari sekolah terpilih.
Hasil pretest sebelum workshop menunjukkan 62,5% siswa berpengetahuan
cukup. Sesudah workshop, sebagian besar siswa tingkat pengetahuannya
bertambah, yaitu tingkat pengetahuan cukup sebesar 25%, tingkat pengetahuan
baik 68,8% dan tidak ada yang berpengetahuan kurang. Untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah workshop
dilakukan uji statistik Pair T test dengan <0,05. Hasil uji statistik Pair T test
didapatkan signifikansi penelitian p=0,000 (<0,05). Hasil penelitian
menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat bermakna dalam hal tingkat
pengetahuan siswa sebelum dan sesudah workshop. Uji korelasi didapatkan
p=0,000 (<0,05), dengan demikian workshop sangat berkorelasi terhadap
perubahan tingkat pengetahuan. Sehingga upaya penggulangan masalah
kesehatan reproduksi remaja, NAPZA dan HIV/AIDS dengan model pendekatan
peer control grup dapat diterapkan untuk remaja SMA Kotamadya Surabaya.
Kata Kunci: remaja, peer control group, follow up.
PENDAHULUAN
Latar Belakang. Remaja merupakan masa peralihan masa anak-anak ke masa
dewasa. Perubahan tingkat kedewasaan remaja tidak terlepas dari fungsi
reproduksi, yang mana kesehatan reproduksi merupakan bagian dari fungsi
reproduksi itu sendiri. Perilaku kesehatan reproduksi remaja (KRR) saat ini sudah
sangat mengkhawatirkan. Hasil sebuah studi menyatakan bahwa lebih dari 500
juta remaja usia 10-14 tahun hidup di negara berkembang, rata-rata pernah
melakukan hubungan suami isteri (intercourse) pertama kali di bawah usia 15
tahun (Sedlock, 2000; US Bureau of The Cencus, 1998). Data lain menunjukkan

PKMK-2-7-2

bahwa kurang lebih 60% kehamilan yang terjadi pada remaja di negara
berkembang adalah tidak dikehendaki (unwanted pregnancy) serta kurang dari
111 juta kasus infeksi menular seksual diderita oleh kelompok usia di bawah 25
tahun (WHO/UNFPA/UNICEF, 1999). Setiap 5 menit remaja di bawah usia 25
tahun terinfeksi HIV (Annual Report 2001, IPPF).
Program antisipasi peningkatan masalah kesehatan reproduksi remaja menjadi
sangat penting mengingat sampai tahun 2000, penduduk berusia remaja
meningkat menjadi sekitar 43,65 juta orang. Selain itu, visi Departemen
Kesehatan tentang Pola Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja belum
memberikan hasil yang memuaskan, komitmen Pemerintah pada International
Conference on Population and Development (ICPD) Kairo tahun 1994 tidak
berjalan sistematis dan menyeluruh, cenderung terdapat peningkatan masalah
kesehatan reproduksi remaja. Oleh karena itu target pelayanan kesehatan
reproduksi remaja Indonesia Sehat tahun 2010 yaitu menurunkan prevalensi
permasalahan remaja menjadi diragukan.
Penanggulangan masalah remaja perlu pendekatan khusus, agar remaja dapat
menceritakan masalah yang dihadapi. Selama ini peranan teman sepergaulan
sangat mendukung terjadinya perubahan pada diri mereka. Teman yang salah akan
menjadikan remaja yang sedang berada dalam tahap perkembangan menjadi salah
pula. Oleh karena itu penanggulangan dengan memperbaiki teman sepergaulan
menjadi sangat penting.
Program ini menawarkan pendekatan dari kelompok sepergaulan dan dikenal
dengan nama peer control group. Kegiatan ini bermaksud menyelesaikan
penyimpangan perilaku yang timbul dari masalah remaja baik HIV/AIDS,
NAPZA maupun kesehatan reproduksi oleh teman sepergaulan. Teman
sepergaulan agar dapat menyelesaikan masalah maka teman tersebut harus
memiliki pengetahuan yang cukup. Program ini melatih remaja mengenai masalah
yang dihadapi sekaligus melihat langsung dampak yang dihadapi. Remaja yang
telah diberi pelatihan kemudian diharapkan dapat menerapkan di sekolah masingmasing dan mempengaruhi teman sepergaulan tanpa merasa digurui sehingga di
masa mendatang masalah HIV/AIDS, NAPZA dan kesehatan reproduksi remaja
dapat tertanggulangi sejak dini.
Rumusan Masalah. Apakah model pendekatan Peer Control Group dari, oleh,
dan untuk remaja dapat menanggulangi masalah HIV/AIDS, NAPZA, dan
kesehatan reproduksi dikalangan remaja ?
Tujuan. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan model pendekatan Peer Control
Group dari, oleh, dan untuk remaja dalam menanggulangi masalah HIV/AIDS,
NAPZA, dan kesehatan reproduksi pada siswa SMA di Kotamadya Surabaya.
Tujuan Khusus. Memberi materi dan pelatihan HIV/AIDS, NAPZA dan
Kesehatan Reproduksi pada siswa SMA di Kotamadya Surabaya melalui
Workshop Kesehatan reproduksi Remaja; mengajak siswa SMA di Kotamadya
Surabaya melihat langsung berbagai dampak akibat HIV/AIDS, NAPZA, dan
masalah kesehatan reproduksi yang timbul pada pasien di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya; mencoba menerapkan hasil pelatihan dan kunjungan lapangan pada
teman-teman di sekolah masing-masing dari, oleh, dan untuk remaja itu sendiri.
Manfaat. Mengetahui pokok persoalan kesehatan reproduksi yang dialami remaja
SMA di Surabaya yang dapat dipakai sebagai acuan penanggulangan; sebagai
dasar antisipasi masalah kesehatan reproduksi lain; tercipta model

PKMK-2-7-3

penanggulangan masalah remaja dengan pendekatan dari, oleh, dan untuk remaja
itu sendiri.
METODE PENDEKATAN KEGIATAN
Desain Kegiatan. Program ini dilaksanakan dalam rangka pengabdian masyarakat
khususnya remaja. Pendekatan yang dipakai yaitu dalam bidang pendidikan,
kesehatan, pelatihan disertai studi kasus. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Program. Kegiatan dilaksanakan selama 10 bulan mulai bulan Maret-Desember
2005. Pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah
Workshop Kesehatan Reproduksi Remaja HIV/AIDS dan NAPZA bagi Remaja
SMA di Surabaya, tanggal 22-24 April 2005 di Fakultas Kedokteran Unair. Tahap
kedua adalah Follow up berupa implementasi kegiatan di sekolah masing-masing
oleh remaja SMA selama 6 bulan terhitung berakhirnya pemberian materi dan
setiap bulan diadakan pertemuan rutin untuk sharing informasi sekaligus
pengalaman. Pemantauan dilaksanakan langsung ke sekolah-sekolah untuk
melihat macam kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan follow up. Populasi
dan Sampel Penelitian. Populasi yang dipakai adalah remaja, laki-laki dan
perempuan usia 15-18 tahun dan tercatat sebagai siswa SMA atau sederajat di
Kotamadya Surabaya saat program dilaksanakan. Pemilihan sampel remaja
diserahkan kepada sekolah masing-masing berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan. Tahap pemilihan sampel adalah sebagai berikut: (1) Pendataan SMA
di Surabaya, (2) Analisa dan pemilihan SMA, berdasarkan letak geografi, jumlah
siswa dan kondisi atau masalah remaja terbanyak yang dihadapi, (3) SMA yang
terpilih sebagai sampel dikirim undangan pelatihan, (4) Remaja yang hendak
mewakili sekolah ditentukan oleh Kepala Sekolah masing-masing. Kriteria remaja
yang boleh dikirimkan adalah: terutama kelas 1-2 pada saat program
dilaksanakan. Siswa tersebut diutamakan aktif dalam berbagai kegiatan baik
ekstra maupun intra kurikuler. Diutamakan siswa yang memiliki pengaruh besar
terhadap teman-temannya. Jumlah siswa yang dikirimkan sebanyak maksimal 2
orang, terdiri dari putra dan putri. Pelaksanaan Kegiatan. Tahap persiapan
meliputi perizinan, pemilihan materi dan fasilitator, serta persiapan acara lain.
Pemilihan materi didasarkan atas kebutuhan dasar remaja dari studi literatur.
Pemberian materi dan pelaksanaan pelatihan disampaikan pada workshop
kesehatan reproduksi remaja. Penerapan Materi di Sekolah Masing-Masing
(follow up). Tiap remaja yang mengikuti pelatihan (workshop) wajib mengadakan
follow up di sekolah masing-masing tentang materi dan pelatihan yang didapat.
Tahap evaluasi terdiri dari dua. Evaluasi pelaksanaan program dilaksanakan untuk
menilai keberhasilan program, mulai dari pelaksanaan program, pelatihan hingga
penerapan materi di sekolah masing-masing. Evaluasi keberhasilan pelatihan
dinilai dari tambahan informasi yang didapat remaja sebelum dan sesudah diberi
pelatihan. Kegiatan dinyatakan berhasil apabila nilai posttest remaja meningkat
dibandingkan nilai pretest tentang materi yang telah diberikan. Pada evaluasi
digunakan uji statistik Pair T Test dengan <0,05 untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah pelaksanaan workshop. Evaluasi
keberhasilan penerapan materi di sekolah masing-masing diketahui dari laporan
tiap peserta dengan meninjau jumlah peminat dari kegiatan serupa yang dilakukan
di sekolah dan angka tambahan informasi.

PKMK-2-7-4

HASIL PEMBAHASAN
Workshop Kesehatan Reproduksi Remaja. Workshop Kesehatan Reproduksi
Remaja, HIV/AIDS dan NAPZA bagi Remaja SMA di Surabaya merupakan
rangkaian kegiatan dari program yang menawarkan pendekatan kelompok
sepergaulan, dikenal dengan nama peer control group. Kegiatan ini bermaksud
menyelesaikan penyimpangan perilaku masalah remaja berupa HIV/AIDS,
NAPZA maupun kesehatan reproduksi yang akan diselesaikan melalui teman
sepergaulan. Untuk itu teman sepergaulan harus memiliki pengetahuan yang
cukup, yaitu remaja dilatih mengenai masalah yang dihadapi sekaligus melihat
langsung dampaknya. Remaja yang telah diberi pelatihan diharapkan menerapkan
di sekolah masing-masing dan mempengaruhi teman-teman, sehingga remaja
tidak merasa digurui dan pada akhirnya masalah HIV/AIDS, NAPZA dan
kesehatan reproduksi dapat terselesaikan. Workshop dilaksanakan selama tiga hari
yaitu tanggal 22-24 April 2005, di ruang kuliah histologi FK Unair. Peserta adalah
perwakilan siswa dari sekolah terpilih. Peneliti mengundang masing-masing dua
orang siswa dari 25 sekolah lanjutan atas baik SMA atau sederajat di Surabaya.
Pelaksanaan workshop diikuti 32 peserta yang berasal dari 16 sekolah-sekolah
terpilih dan siswa-siswa tersebut wajib mengikuti workshop dari awal sampai
selesai. Peserta yang hadir dalam workshop hanya 62% dari jumlah yang
diharapkan. Hal ini bisa disebabkan peserta yang diundang mempunyai jadwal
lain sehingga tidak dapat mengikuti workshop, kurangnya penyampaian informasi
mengenai pelaksanaan workshop, ataupun tentang peer control group, atau
kurangnya kesadaran baik dari pihak sekolah maupun siswa untuk bergabung
dalam peer control group dalam menangani masalah kesehatan reproduksi remaja,
HIV/ AIDS, dan NAPZA.
Pelaksanaan workshop terdiri dari pemberian materi dan diskusi oleh para dokter
ahli, diskusi kelompok tentang studi kasus, dan permainan yang berhubungan
dengan NAPZA dan kesehatan reproduksi serta penampilan foto-foto aborsi,
narkoba dan masalah kesehatan reproduksi lain. Pemilihan materi didasarkan atas
kebutuhan dasar remaja. Materi yang disajikan adalah: (1) Problematika
Kesehatan Reproduksi Remaja dan Hak-haknya, agar peserta dapat mengerti
permasalahan remaja, dan agar peserta dapat mengetahui hak-hak di bidang
kesehatan reproduksi, (2) Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi, agar peserta
lebih memahami anatomi dan fisiologi organ reproduksi, (3) Perkembangan
Psikoseksual Remaja, Gender dan Perilaku Seks Remaja yang Aman dan
Penyimpangannya, agar peserta memahami perkembangan psikoseksual manusia
dari bayi-remaja, gender dan perilaku seks remaja yang aman dan penyimpangan
yang terjadi, (4) Kehamilan, Abortus, Keluarga Berencana, dan Seksualitas,
tujuannya, agar peserta mengetahui proses kehamilan dan aborsi, serta mengetahui
tentang KB dan seksualitas ditinjau dari segi medis, (5) Penyakit Menular Seksual
dan HIV/AIDS, bertujuannya agar mengetahui PMS dan HIV/AIDS, baik
diagnosa, penularan, dan tindakan preventif, (6) Narkotika, Psikotropika, Zat
Aditif ditinjau dari segi Medis, Sosial dan Aspek Medikolegal, agar peserta
mengetahui efek NAPZA dari segi medis, sosial dan medikolegal., dan (6)
Advokasi dan Perencanaan Kegiatan Kelompok Peduli Kesehatan Reproduksi
Remaja, HIV/AIDS dan NAPZA di sekolah masing-masing, agar peserta
mempunyai pengetahuan advokasi dan perencanaan kegiatan, sehingga dapat

PKMK-2-7-5

melaksanakan program dan mengaplikasikan ilmu yang didapat di sekolah


masing-masing.
Kegiatan selanjutnya yaitu sesi diskusi. Diskusi antar kelompok membahas kasus
yang mungkin dialami siswa ketika follow up kegiatan di sekolah masing-masing.
Tiap kelompok diberi satu kasus KRR, menyelesaikannya dan kemudian
mempresentasikan dihadapan peserta lain. Peserta lain menanggapi dan terjadi
diskusi dua arah diperantarai fasilitator.
Pelaksanaan permainan berhubungan dengan NAPZA dan kesehatan reproduksi
dilakukan dengan membuat permainan untuk peserta. Permainan berupa
permainan bongkar pasang tentang KRR. Selain diskusi dan permainan, acara
diadakan dengan menampilkan foto-foto bayi aborsi sehingga peserta mengetahui
dampak yang terjadi bila menggunakan NAPZA dan melakukan seks bebas.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa, sebelum dan sesudah pemberian
materi dilakukan tes. Dibawah ini adalah hasil dari perubahan pengetahuan siswa
tentang kesehatan reproduksi dan NAPZA (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai rata-rata hasil tes
Sebelum workshop
87,23 (maksimal 150)
Sesudah workshop
109,70 (maksimal 150)
Tingkat pengetahuan siswa dikelompokkan menjadi 3 yaitu rendah (nilai <75),
sedang (nilai 75-100) dan baik (nilai 100-150). Distribusi tingkat pengetahuan
siswa sebelum dan sesudah diadakannya workshop dapat dilihat pada tabel 7. Dari
tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar siswa berpengetahuan cukup
(62,5%) sebelum dilakukan workshop. Sesudah workshop, sebagian besar siswa
tingkat pengetahuannya bertambah, yaitu tingkat pengetahuan cukup sebesar 25%,
tingkat pengetahuan baik 68,8% dan tidak ada yang berpengetahuan kurang.
Persentase tersebut dihitung untuk 32 orang sehingga ada satu siswa yang tidak
memiliki tingkat pengetahuan karena tidak ikut pretest atau posttest.
Tabel 2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Workshop
Frequency
Tingkat pengetahuan sebelum workshop
pengetahuan cukup
20
pengetahuan baik
4
Total
31
Total (digabung dengan yang
32
tidak ikut pretest 1 orang)
Tingkat pengetahuan sesudah workshop
pengetahuan cukup
8
pengetahuan baik
22
Total
30
Total (digabung dengan yang
32
tidak ikut posttest 2 orang)

Percent
62,5
12,5
96,9
100,0
25,0
68,8
93,8
100,0

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pengetahuan siswa sebelum


dan sesudah workshop dilakukan uji statistik Pair T test dengan <0,05. Uji Pair
T Test digunakan karena kuisioner telah ditandai dan diberi nomor sehingga saat
memasukkan data disesuaikan dengan nomor sebelumnya. Hal ini hanya diketahui
oleh anggota tim peneliti tetapi untuk menjamin kerahasiaan jawaban maka sistem
pengkodean dirahasiakan. Hasil uji statistik Pair T test didapatkan signifikansi
penelitian adalah p=0,000 (<0,05). Dengan demikian hasil penelitian ini
menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat bermakna dalam hal tingkat

PKMK-2-7-6

pengetahuan siswa sebelum dan sesudah workshop. Dari uji korelasi didapatkan
p=0,000 (<0,05), dengan demikian workshop sangat berkorelasi terhadap
perubahan tingkat pengetahuan.
Pemantauan Kegiatan Follow up. Pelaksanaan workshop dilanjutkan tahap
follow up. Follow up berupa implementasi siswa SMA di sekolah masing-masing.
Follow up dilakukan selama enam bulan sejak workshop, ditambah pertemuan
rutin yang bertujuan berbagi informasi dan pengalaman antarsiswa.
Pemantauan Follow up pertama dilaksanakan Selasa, 24 Mei 2005, kedua
Minggu, 26 Juni 2005, dan ketiga Minggu, 28 Agustus 2005 bertempat di ruang
pertemuan Student Center (SC) FK Unair. Pemantauan juga melalui pengamatan
ke masing-masing sekolah mengenai kegiatan pelaksanaan follow up. Follow up
keempat dilaksanakan hari minggu tanggal 2 Oktober 2005, di ruang pertemuan
SC FK Unair. Pemantauan pertama diikuti oleh 31 orang, seperti jumlah ketika
pelaksanaan workshop. Pada follow up pertama diadakan acara sharing dengan
dua orang yang positif mengidap HIV/AIDS (ODHA) yang didatangkan dari
Yayasan Friend Plus, sebuah yayasan yang khusus menangani ODHA. Selain itu,
juga diadakan pemutaran film tentang NAPZA. Panitia bekerja sama dengan Unit
Kegiatan Mahasiswa Mapanza Unair dalam acara ini. Peserta yang sudah memulai
mengadakan berbagai kegiatan di sekolahnya masing-masing menjadi lebih
antusias tergabung dalam peer control group. Pemantauan kedua diadakan acara
penyampaian laporan dari masing-masing sekolah tentang berbagai kegiatan yang
telah mereka lakukan di sekolah berkaitan dengan peer control group. Jumlah
peserta yang hadir pada acara ini berkurang dari jumlah awal pelaksanaan
workshop. Dari sejumlah peserta yang hadir, hanya satu sekolah yang
menyerahkan dokumentasi kegiatan mereka. Pemantauan ketiga dilakukan dengan
mendatangi sekolah-sekolah terpilih sekaligus memantau follow up sekolah yang
berhubungan dengan peer control group. Salah satu SMA peserta workshop
sebagai follow up memasang berbagai poster mengenai Narkoba di berbagai sudut
sekolah. Sekolah-sekolah SMA peserta pengikut workshop diminta dokumentasi
follow up kegiatan mengenai peer control group. Pemantauan keempat merupakan
pemantauan terakhir dari hasil kegiatan pelaksanaan workshop kesehatan
reproduksi remaja dan NAPZA. Pemantauan berupa pertemuan dengan seluruh
siswa SMA peserta workshop yang dilaksanakan di Student Center FK Unair.
Kegiatan berupa pelaporan follow up oleh siswa peserta workshop dan penutupan
dari rangkaian acara kegiatan workshop. Hasil kegiatan ini diharapkan agar siswa
dapat melanjutkan kegiatan ini di sekolah, mengajarkan pengetahuan yang didapat
kepada adik kelas dan dapat mengaplikasikannya di masyarakat.
Isi dari pemantauan follow up yang telah dilakukan adalah menceritakan tentang
pengalaman dari siswa-siswa yang merupakan pioneer selama melakukan
implementasi di sekolahnya. Pengalaman para siswa meliputi jenis kegiatan,
sambutan teman sepergaulan, hambatan-hambatan yang dialami. Implementasi
kegiatan para siswa bermacam-macam, seperti ajang tempat curhat, pengadaan
seminar kesehatan reproduksi remaja, pembuatan poster atau majalah dinding
bertemakan kesehatan reproduksi remaja, serta aksi peduli kesehatan remaja.
Hal lain yang membuat kesulitan pemantauan follow up pelaksanaan workshop
dalam penelitian ini adalah kesusahan menghubungi pioneer untuk kembali
berkumpul dalam suatu pertemuan rutin. Hal ini disebabkan kesusahan
menyamakan waktu antarsekolah yang berbeda-beda, serta jadwal kuliah panitia.

PKMK-2-7-7

Follow up Workshop.Follow up siswa sebagian besar berupa berupa pengadaan


ajang tempat curhat. Salah satu siswa SMA telah memiliki ruang khusus
sebagai ajang tempat curhat. Pada awalnya siswa yang datang beberapa saja,
lambat laun teman-teman mereka tidak segan untuk datang walaupun sekedar
untuk bertanya atau bercerita tentang keadaan mereka. Kegiatan ini didukung
penuh oleh guru-guru mereka. Hal-hal yang sering ditanyakan kepada siswa
pioneer adalah masalah-masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh
remaja.
Para pioneer tersebut bersama dengan teman sebaya di sekolah juga membuat
poster yang bertemakan kesehatan reproduksi remaja. Poster tersebut dipasang di
sekolah. Sebagai contoh, salah satu SMA mengadakan seminar kesehatan
reproduksi remaja bagi siswa baru ketika Masa Orientasi Siswa tahun pelajaran
2004/ 2005 pada tanggal 16 Juli 2005. Siswa tersebut mendatangkan narasumber
dari panitia workshop, yaitu dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Siswa tersebut juga melakukan aksi peduli kesehatan reproduksi
remaja dengan memasang spanduk di jalan dekat sekolah mereka dan
menempelkan stiker di angkutan umum. Hal ini disambut antusias oleh
masyarakat setempat.
Berbagai hambatan juga dialami para pioneer dalam melaksanakan kegiatan
mereka di sekolah. Adapun hambatan yang dialami oleh para pioneer tersebut
diantaranya adalah mereka kurang dapat mengatur waktu implentasi kegiatan
pelatihan dengan waktu belajar, serta padatnya kegiatan-kegiatan kesiswaan yang
sudah terjadwal oleh OSIS dan dewan guru di sekolah masing-masing.
Metode Peer Control Group. Peer Control Group, yaitu pendidikan bagi remaja
oleh remaja dan untuk remaja. Remaja mendapat pendidikan dulu mengenai
masalah-masalah remaja, termasuk seksualitas dan kesehatan reproduksi serta
NAPZA. Setelah itu, diharapkan mereka dapat menularkan pengetahuannya tadi
ke rekan-rekan sebayanya, serta mempengaruhi mereka untuk mengambil
keputusan yang sehat dan bertanggung jawab.
Remaja yang telah diberi pengetahuan berperan sebagai pemberi informasi bagi
rekan sebaya, selanjutnya disebut sebagai pioner. Kegiatan yang dilakukan oleh
pioner bermacam-macam, misalnya menfasilitasi diskusi kelompok, memberikan
informasi secara interpersonal, motivator kegiatan-kegiatan remaja di sekolah atau
di lingkungan, dan juga memberikan peer counseling.
Program peer control group diharapkan remaja yang terlibat didalamnya tidak
menjadi terlalu serius dan menggurui teman sebaya. Pemberian informasi kepada
teman sebaya, dilakukan secara khas remaja sehingga membuat orang belajar
tanpa merasa digurui.
Pada program kami menawarkan suatu kegiatan yang diberi nama pendekatan dari
kelompok sepergaulan dan dikenal dengan nama peer control group. Kegiatan
kami bermaksud adalah perilaku yang menyimpang yang timbul dari masalah
remaja baik HIV/AIDS, NAPZA maupun kesehatan reproduksi akan diselesaikan
oleh teman sepergaulan. Agar teman sepergaulan dapat menyelesaikan masalah
maka teman tersebut harus memiliki pengetahuan yang cukup. Dengan adanya
program ini remaja akan dilatih mengenai masalah yang dihadapi sekaligus
melihat langsung dampak yang dihadapi. Remaja yang telah diberi pelatihan
kemudian menerapkannya di sekolah masing-masing dan mempengaruhi temantemannya. Dengan pendekatan ini remaja tidak akan merasa digurui sehingga

PKMK-2-7-8

diharapkan masalah HIV/AIDS, NAPZA dan kesehatan reproduksi dapat


tertanggulangi. Metode ini secara sederhana menggunakan teman sebaya/seusia
sebagai konselor/pendidik untuk membantu teman lainnya agar dapat mengambil
keputusan sendiri atas permasalahan yang dihadapinya.
Pendidik sebaya hanya berperan seperti sebuah cermin. Teman sebaya hanya
merefleksikan perilaku atau memperlihatkan sisi lain yang mungkin terabaikan.
Hasil refleksi oleh teman sebaya dapat dinilai perilaku remaja sendiri kemudian
mengambil suatu keputusan yang tepat bagi diri sendiri.
Program Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi dan Napza
dengan Pendekatan Peer control Group. Program penanggulangan masalah
kesehatan reproduksi remaja dengan pendekatan dari kelompok sepergaulan dan
dikenal dengan nama peer control group. Kegiatan workshop kesehatan
reproduksi remaja bermaksud adalah perilaku yang menyimpang yang timbul dari
masalah remaja baik HIV/AIDS, NAPZA maupun kesehatan reproduksi akan
diselesaikan oleh teman sepergaulan. Agar teman sepergaulan dapat
menyelesaikan masalah maka teman tersebut harus memiliki pengetahuan yang
cukup. Program workshop kesehatan reproduksi remaja akan melatih mengenai
masalah yang dihadapi sekaligus melihat langsung dampak yang dihadapi.
Remaja yang telah diberi pelatihan kemudian menerapkan hasil selama workshop
di sekolah masing-masing dan mempengaruhi teman-teman sebaya di sekolah.
Pendekatan melalui teman sebaya bertujuan agar remaja tidak merasa digurui
sehingga masalah HIV/AIDS, NAPZA dan kesehatan reproduksi dapat
tertanggulangi.
Program peer control group yang dilaksanakan, peneliti memilih 25 sekolah untuk
mewakili berbagai jenis sekolah yang ada di Surabaya. Adapun sekolah sekolah
tersebut meliputi SMA negeri, SMA swasta, SMA berbasis agama maupun
sekolah menengah kejuruan. Data SMA/ sederajat diperoleh dari Depdiknas
Surabaya, yang telah mengelompokkan SMA/sederajat berdasarkan lokasi
kecamatan dan oleh peneliti dipilih sekolah yang dapat mewakili lokasi di daerah
urban-sub urban menurut peta Surabaya. Pemilihan SMA yang dilakukan panitia
diharapkan permasalahan dari remaja SMA menjadi bervariasi.
Pemilihan siswa dilakukan oleh kepala sekolah masing-masing SMA dengan
kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Remaja yang boleh dikirimkan adalah
terutama kelas 1 atau 2 pada saat program dilaksanakan. Siswa tersebut
diutamakan aktif dalam berbagai kegiatan baik ekstra maupun intra kurikuler,
diutamakan siswa yang tergolong memiliki pengaruh besar terhadap teman-teman
SMA. Jumlah siswa yang dikirimkan sebanyak maksimal 2 orang, terdiri dari
putra dan putri.
Pemberian pelatihan dan materi selama kegiatan workshop diharapkan agar siswa
yang ditunjuk sebagai pioneer mewakili sekolah mempunyai bekal pengetahuan
yang cukup agar dapat menyebarkan kepada teman-teman sebaya di sekolah
maupun di lingkungan rumah.
Tingkat pengetahuan siswa pioneer tersebut pada saat sebelum dan sesudah
workshop diuji dengan tes (kuisioner) yang dibuat oleh peneliti. Soal pretest dan
posttest mengacu pada buku pedoman PKBI yang berjudul Perkembangan
Seksualitas Remaja dimodifikasi dengan soal buatan peneliti. Validitas dan
reliabilitas dari hasil tes diuji dengan SPSS 12.00 dengan uji independent sample
test (T-Test), variabel yang diperhitungkan adalah nilai pre-test dan post-test

PKMK-2-7-9

siswa terpilih pada saat Workshop Kesehatan reproduksi Remaja, HIV/AIDS


dan Napza bagi Remaja SMA di Surabaya. Hasil uji sampel menggunakan Pair
T-test didapatkan perubahan bermakna pada nilai hasil test siswa SMA sebelum
dan sesudah pemberian materi selama 3 hari. Dari 32 siswa yang mengikuti
pretest terdapat 23% yang tingkat pengetahuannya kurang, 35% tingkat
pengetahuan cukup, dan 12% tingkat pengetahuan baik. Setelah pemberian materi
pada workshop, saat post-test ternyata 26% tingkat pengetahuan menjadi cukup
dan 74% tingkat pengetahuan menjadi baik. Pre-test maupun post-test dilakukan
pada siswa yang sama dengan jenis soal yang sama.
Isi pemantauan berupa menceritakan tentang pengalaman dari siswa-siswa selama
melakukan implementasi di sekolah masing-masing, meliputi jenis kegiatan,
hambatan-hambatan yang dialami. Kegiatan follow up yang dilakukan para siswa
sebagian besar berupa ajang tempat curhat teman sebaya di sekolah. Hal-hal
yang sering ditanyakan kepada siswa yang telah mengikuti workshop adalah
masalah-masalah kesehatan reproduksi yang sebagian besar dialami remaja.
Beberapa SMA peserta workshop memiliki tempat khusus untuk ajang curhat.
Bentuk kegiatan lain yang dilakukan di sekolah adalah berupa seminar-seminar
tentang kesehatan reproduksi remaja. Para siswa tersebut juga membuat poster
bertemakan kesehatan reproduksi remaja dan di tempel sekolah mereka. Selain itu
mereka juga melakukan aksi peduli terhadap kesehatan reproduksi remaja dengan
memasang spanduk di jalan dekat sekolah mereka dan menempelkan stiker di
angkutan umum.
Hambatan yang dialami oleh para siswa di sekolah adalah mereka kurang dapat
mengatur waktu implementasi kegiatan pelatihan di sekolah dengan waktu
belajarnya, serta padatnya kegiatan-kegiatan kesiswaan yang sudah terjadwal oleh
OSIS dan dewan guru di sekolah masing-masing. Meskipun demikian, semua
siswa masih menyatakan kesediaannya untuk terus melanjutkan penanggulangan
masalah kesehatan reproduksi remaja meskipun evaluasi telah selesai dan
berusaha mengatasi halangan yang ada.
Kegiatan yang dilakukan peneliti dan Forum Ilmiah dan Studi Mahasiswa
(FORISMA) FK Unair ini sejalan dengan kegiatan serupa yang dilakukan di
banyak negara dan hasilnya pun hampir saling mendukung. Yayasan Pemuda
Afrika Barat di Nigeria dan Ghana melakukan peer control group dalam hal
kesehatan seksual dan reproduksi yang dilakukan pada remaja laki-laki dan
perempuan berumur 12-24. Hasil dari studi mengatakan bahwa ada peningkatan
pengetahuan dan sikap dalam kesehatan reproduksi dan remaja. Studi di Kenya
menunjukkan perilaku remaja yang lebih baik dalam upaya menghindari
pencegahan penularan HIV/AIDS setelah pelaksanaan peer control group.
Dengan demikian kegiatan peer control group ini dapat direkomendasikan untuk
diterapkan dalam rangka mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.
Pendekatan ini terbukti memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan
meskipun juga terdapat keterbatasan di samping kelebihan.
Beberapa hal perlu diubah antara lain tentang pendapat bahwa remaja adalah
sasaran program tetapi sebenarnya remaja juga menjadi pelaku program itu
sendiri. Dalam hal-hal tertentu, seperti masalah kesehatan reproduksi dan hal-hal
lain yang biasa dihadapi remaja pada umumnya, remaja lebih sering berdiskusi
dengan teman-teman sebayanya dibandingkan dengan orang dewasa di sekitarnya.

PKMK-2-7-10

Dengan menjadi teman mereka dan tidak menggurui, remaja merasa dihargai dan
dianggap sebagai orang dewasa yang juga mempunyai kelebihan. Dengan menjadi
pendengar dan tidak bersikap egois serta bersikap seolah-olah orang dewasa lebih
tahu dari mereka. Dalam mendekati sekelompok remaja, kita harus berpikir secara
positif dan tidak menghakimi mereka dengan hal-hal negatif. Apabila kelompok
yang kita dekati mempunyai pandangan berbeda dalam arti negatif, kita harus
berusaha merubah pandangan tersebut secara bijak. Jika hal tersebut sulit diubah,
kita tidak boleh memaksakan kehendak dan harus dapat membuat keputusan
untuk dapat meninggalkan kelompok tersebut.
Saran-saran yang ingin disampaikan peneliti diantaranya adalah Pemerintah
hendaknya memiliki program yang dapat membantu orang tua untuk memiliki
pengetahuan yang baik mengenai kesehatan reproduksi remaja dengan metode
yang sesuai di masing-masing daerah, sehingga remaja memperoleh informasi
yang benar. Pemerintah seharusnya juga mempunyai program untuk guru agar
guru memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi remaja.
Memasukkan kesehatan reproduksi remaja dalam kurikulum sekolah (SLTP dan
SLTA) penting untuk segera dilakukan. Mencegah hadirnya informasi yang
kurang tepat tentang kesehatan reproduksi remaja di media massa. Pemerintah
diharapkan lebih memperhatikan kasus-kasus teen pregnancy, dengan tidak
mengucilkan dan tetap memperhatikan pendidikan mereka sehingga mereka tetap
mempunyai harapan meraih hari depan yang cerah. Memperhatikan program
remaja putri, karena kita dapat melihat bahwa masih banyak terjadi ketimpangan
gender dalam masyarakat Indonesia. Selain itu program remaja putri / girl child
merupakan salah satu hasil dari konferensi kependudukan dan konferensi dunia
tentang wanita di Beijing. Pemerintah melalui BKKBN harus segera membentuk
kelompok remaja "Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja" sebagai motivator
dalam memasyarakatkan kesehatan reproduksi remaja. Pemerintah/UNFPA
memberikan kesempatan kepada 'kelompok remaja' tersebut untuk melakukan
studi banding ke negara lain atau workshop internasional untuk menambah
wawasan tentang pelaksanaan kesehatan reproduksi.
KESIMPULAN
1. Upaya penggulangan masalah kesehatan reproduksi remaja, NAPZA dan
HIV/AIDS dengan model pendekatan peer control grup dapat diterapkan
untuk remaja SMA Kotamadya Surabaya.
2. Upaya pendekatan dengan peer control grup melibatkan remaja SMA untuk
dapat peduli dengan permasalahan kesehatan reproduksi yang dihadapi oleh
teman sebayanya.
3. Program workshop yang dilakukan dengan melibatkan remaja SMA
Kotamadya Surabaya adalah sebagai upaya untuk memberikan tambahan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, NAPZA, dan HIV/AIDS.
Workshop tersebut berhasil meningkatkan pengetahuan remaja, yang
kemudian diharapkan menjadi basic knowledge untuk para siswa SMA dalam
menjawab permasalahan teman sebayanya tanpa terkesan menggurui.
DAFTAR PUSTAKA
Caceres, C.F. et.al. 1994, Evaluating a School-Based Intervention for STD/AIDS
Prevention in Peru. Journal of Adolescent Health, 15 (7):582-591

PKMK-2-7-11

Danuwisastra, S. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Kependudukan. Bidang


Pengendalian KB & Kes. Reproduksi BKKBN Jabar
Discussing Sexuality in Egyptian Clinics is Feasible, Popul Briefs, 2000
Eisenberg, M. Differences in Sexual Risk Behaviors Between College Students
with Same-Sex and Opposite-Sex Experience: Results from a National
Survey, Archives of Sexual Behavior, December, 2001, vol.30, no.6, pp. 57589.
FHI, Education Protects Health, Delay Sex, Network. Spring 1997 vol. 17 no. 3
Finger. 1997. PATH/Outlook, 1998. Mc.Cauley and Salter, 1995 Senderowitz,
1997. Purdy and Ramsey, 1998
Hermawan, U. Gaya Pacaran ala Remaja Kota Banda Aceh.htm
Iwan. Kenapa Remaja Gay Berisiko Tinggi? iwannaknow.org
Kinsey et.al; Sexual Behaviour in The Human Female. W.B.Saunders Company,
Philadelphia and London. 1953.
Mitra Citra Remaja Cirebon, Makalah : Kesehatan Reproduksi
Mitra Citra Remaja Cirebon, PKBI Jabar, Jl Cipto Mangunkusumo, No 145
Cirebon, Telepon (0265) 209041, 203318
Mitra Citra Remaja Tasikmalaya, PKBI Jabar, Jl Perintis Kemerdekaan No 317,
Kecamatan Kawalu, Tasikmalaya.
PKBI dan SIAST Canada Buku Panduan untuk Fasilitator. Pelatihan Dasar
Pengenalan Gender. Jakarta.
Perbedaan Perilaku Seks Berisiko Pada Mahasiswa SHOP Talk: School Health
Opportunities and Progress Bulletin
Rono, Sulistyo. 1984. Pendidikan Seks. Cetakan ke tiga, Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran - Elstar offset,
Bandung.
Shealth, R dan Wahyu Dhyatmika Perilaku Buruk Orang Tua dan Seks di Usia
Dini: Klinik.net
Suarta, Siswandi Pendidikan Seksual dan Reproduksi Berbasis
Sekolah?Sudardjat, I.A. Hak Remaja atas Kesehatan Reproduksi: Harian
Kompas, Senin, 21 Okt 2002* Ilyani A
UNAIDS 2000, Report on The Global HIV/AIDS Epidemic, Geneva, Switzerland.
Joint United Nation Programme on HIV/AIDS
Utamadi, Guntoro Remaja dan Hak Reproduksi, PKBI Pusat
WHO, Education and Threatment in Human Sexuality; The Training of Health
Professionals. Technical Report Series 572, Geneva: WHO, 1975.

PKMK-2-8-1

PEMBERDAYAAN POTENSI EKONOMI SAMPAH KOTA SURABAYA:


PENYULUHAN PENGELOLAAN SAMPAH TERINTEGRASI
DI LINGKUNGAN KEPUTIH SURABAYA
Fanti Nur Laili, Silvia Rachmawati, Ainun V Ningrum
PS Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
ABSTRAK
Persoalan sampah seolah-olah merupakan masalah abadi. Sepanjang manusia
dan makhluk hidup lainnya ada, maka problematika sampah pun akan terus ada.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Setiap aktivitas
manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah
sebanding dengan tingkat konsumsi terhadap barang atau material yang kita
gunakan sehari-hari. Oleh sebab itu perlunya suatu penyuluhan pengelolaan
sampah terintegrasi yang berbasis pada pemberberdayaan ekonomi sampah kota,
hal ini bertujuan agar masyarakat mengetahui bahwa sampah kota memiliki nilai
ekonomis yang tinggi jika dikelola secara terintegrasi dan menggunakan konsep
pengolahan yang sederhana. Penyuluhan dilakukan dengan kerjasama tokoh
masyarakat, agar ikut berperan aktif dalam mengajak warga mengikuti kegiatan
penyuluhan. Dibantu juga oleh wakil dari kelompok pemberdayan masyarakat
yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Saat ini masayarakat masih
berpendapat bahwa hanya sampah plastik dan organik kering yang memiliki nilai
ekonomis sedangkan sampah basah belum memberikan nilai ekonomis. Padahal
sampah organik basah jika diolah menjadi kompos akan memiliki nilai ekonomis
yang tinggi. Pengetahuan tentang pengelolaan sampah adalah pengetahuan yang
sangat penting guna menyelesaikan masalah sampah dan kegiatan yang terusmenerus.
Kata kunci : Sampah, TPA, Pengelolaan, Terintegrasi
PENDAHULUAN
Menurut studi Japan International Cooperation Agency (JICA)
peningkatan laju rata-rata tahunan volume sampah sebesar 5 %, karena
pertambahan penduduk 1,6 % per tahun meningkatkan volume sampah per kapita
sekitar 3,4 % per tahun untuk periode 1992 2010 di Surabaya (Savitri, 2002).
Hasil studi penanganan sampah di wilayah Surabaya Metropolitan (2002)
menunjukkan bahwa pada tahun 2001 jumlah volume sampah Kota Surabaya per
hari adalah 5.405,12 m3, maka dapat diramalkan jumlah volume sampah pada
tahun 2005 adalah 6.569,957 m3. Padahal Kepala Dinas Kebersihan Kota
Surabaya, mengemukakan kepada Jawa Pos pada tanggal 10 Maret 2005, bahwa
jumlah sampah kota Surabaya per hari rata-rata adalah 8.700 m3. Hal ini
menunjukkan bahwa realita sampah yang ada memiliki perbedaan jumlah yang
cukup jauh dari peramalan, yaitu 32,42 % melebihi peramalan. Jika dihitung
dengan cara yang sama maka diramalkan jumlah sampah kota Surabaya per hari
pada tahun 2010 adalah 11.103,65 m3.
Dari peramalan kenaikan jumlah sampah yang sangat besar tersebut maka
pengelolaan sampah di masa mendatang akan membutuhkan perhatian yang lebih
serius dan konsisten. Apalagi kapasitas depo yang disediakan oleh Pemerintah

PKMK-2-8-2

Daerah (pemda) hanya 10-20 m3 per hari untuk masing-masing depo. Sedangkan
jumlah depo yang ada adalah 198, sehingga daya tampung maksimal depo per hari
secara keseluruhan adalah 3.960 m3. Padahal sampah yang masuk ke TPA
sebanyak 6.064 m3 (Jawa Pos, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
ketidakseimbangan antara kapasitas depo yang tersedia dengan sampah yang
masuk ke TPA. Sehingga ketidakseimbangan ini menyebabkan terjadinya
penimbunan/penumpukan/peluberan pada depo. Peluberan ini menimbulkan
permasalahan baru, yang juga membutuhkan penyelesaian yang optimal.
Anggaran pengelolaan sampah Kota Surabaya pada tahun 2003 adalah Rp 30
miliar (Tualeka, 2005).
Anggaran tersebut sebagian diambil dari biaya retribusi sampah warga
Kota Surabaya, yaitu sebesar Rp 21,47 miliar atau 29,41 % dari anggaran total.
Adapun retribusi kebersihan berdasarkan laporan Dinas Kebersihan Kota
Surabaya tahun 2000, meningkat 11,15 % per tahun. Jadi pada tahun 2005 ini
diperkirakan anggaran retribusi sampah adalah Rp 26,52 miliar. Hal ini akan
semakin menambah beban masyarakat, yaitu harus membayar retribusi sampah
yang semakin naik dari tahun ke tahun. Sedangkan pengelolaan yang dilakukan
Pemerintah Kota Surabaya masih belum menunjukkan hasil yang optimal.
Di sisi lain sampah memiliki potensi daur ulang (recovery) dan apabila
potensi daur ulang sudah diketahui maka nilai ekonomi sampah kota dapat
diketahui, sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomi. Namun masalah dan
kegiatan untuk mendaur ulang dan pengelolaan sampah bukan hanya tugas
pemerintah, namun seluruh komponen yang ikut terlibat dalam kegiatan yang
menghasilkan sampah.
Dari gambaran di atas, maka permasalahan yang akan di bahas dalam
usulan program ini adalah bagaimana memberikan pengetahuan tentang
pemberdayaan ekonomi sampah kota dan pengelolaan sampah yang terintegrasi.
Sehingga dapat terpenuhinya tujuan kegiatan ini, yaitu munculnya minat
masyarakat untuk melakukan pemberdayaan nilai ekonomi sampah kota, serta
mengekplor ide yang selama ini ada dibenak tentang pengelolaan sampah.
METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan program ini
melalui beberapa tahapan. Efektifitas penyusunan metode tersebut dikarenakan
beberapa alasan. Pertama, dengan penyuluhan ini dapat memberikan pengetahuan
baru kapada masyarakat untuk mengelola dan mengolah sampah. Kemudian
diharapkan dengan penyuluhan ini masyarakat dapat memanfaatkan sampah yang
telah ada disekitar lingkungan mereka sebagai suatu produk yang mempunyai
nilai ekonomis.
Dalam pelaksanaan penyuluhan, terdapat kegiatan-kegiatan berupa
ceramah yang berasal dari lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengenai
kondisi sampah kota surabaya, bagaiman mengelola sampah dan pemberdayaan
nilai ekonomisnya. Hal ini dilakukan untuk memberikan pandangan baru pada
masyarakat bahwa sebenarnya sampah dapat dimanfaatkan dan memberi nilai
tambah ekonomis. Ceramah ini dibuat seinteraktif mungkin, untuk memunculkan
ide-ide dari masyarakat dalam mengelola hingga mengolah sampah.
Adapun gambaran metode penyuluhan yang dilakukan ditunjukkan pada
Gambar 1.

PKMK-2-8-3

Menetapkan Sasaran (Target)


Penyuluhan

Konsultasi
(Dosen, wakil LSM dll)

Pendekatan secara langsung


kepada tokoh masyarakat

Pelaksaanaan

Evaluasi dan Analisa

Gambar 1. Metode Pendekatan Pelaksaan Program


Sebelum melakukan penyuluhan, maka hal yang pertama dilakukan adalah
menetapkan target (sasaran) dengan kriteria yang telah ditetapkan sendiri
(misalnya masyarakat terdidik atau tidak, telah memiliki keahlian, golongan
dewasa anak-anak dan sebagainya). Dalam penyuluhan ini dipilih anggota
Paguyuban Mitra Pasukan Kuning (PMPK) Kota Surabaya cabang keputih, target
dipilh karena diharapkan dengan adanya pengetahuan pengelolaan sampah yang
baru, target yang telah memiliki keahlian dalam mengolah sampah oraganik
kering, maka akan tertarik untuk melakukan pengolahan terhadap sampah basah.
Konsultasi kepada dosen dan pihak dari Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dilakukan agar berlangsungnya kegiatan dapat mengikuti jadwal dan
materi rancangan yang telah ditetapkan pelaksana. Konsultasi sangat berguna
terutama saat mengadakan evaluasi dan pembahasan dari hasil kegiatan.
Setelah rancangan dan jadwal kegiatan selesai, maka dilakukan
pendekatan terhadap tokoh msyarakat untuk menghibau warga mengikuti kegiatan
penyuluhan. Tokoh masyarakat sangat diperlukan terutama untuk memberikan
kondisi tentang target (sasaran) dan hal-hal yang harus dihadapi dalam
berinteraksi dengan target (misalnya, memilih waktu pelaksanaan, bahasa yang
digunakan dll).
Pada saat pelaksanaan pelaksaan digunakan media audio-visual yait layar,
laptop dan LCD. Hal ini dipilih, karena media audio-visual adalah media yang
paling menarik sebagai media penaympai informasi. Namun pada saat pelaksaan
berlangsung dimungkinkan untuk interaktif secara langsung tanpa media apapun.
Setelah kegiatan penyuluhan selesai, maka dilakukan evaluasi melalui
kuisoner dan pendapat yang disampaikan tokoh masyarakat dan peserta.

PKMK-2-8-4

Dilanjutkan dengan tahap pembahasan, yaitu tahap mengevaluasi fakta kegiatan


yang telah dilaksanakan dengan beberapa literatur, sehingga kegiatan penyuluhan
pengelolaan sampah selanjutnya memiliki konsep yang lebih baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan penyuluhan pengelolaan sampah ini mendapat respon
yang sangat baik dari masyarakat keputih. Di Keputih ternyata telah berdiri
Paguyuban Mitra Pasukan Kuning (PMPK) Kota Surabaya, salah satu kegiatan
PMPK adalah menjadikan sampah menjadi komunitas ekonomi, hanya saja pada
tahun ini vakum karena tidak memiliki dana. Materi pengelolaan sampah yang
pada awalnya disampaikan melalui media komunikasi, yaitu LCD dan komputer
ternyata tidak membuat masyarakat begitu tertarik, berbeda ketika penyuluhan
diganti dengan interaktif langsung bersama masyarakat. Hasilnya cukup luar
biasa, bahwasannya pada masyarakat telah terdapat pengetahuan yang lebih
tentang bagaimana mengolah sampah dengan baik. Salah satu contohnya adalah
pada saat sesi penyuluhan keranjang takakura, ternyata masyarakat telah mengerti
konsep yang dilakukan pada takakura dan masyrakat menyampaikan ide
alternatifnya (misalnya keranjang takakura diganti dengan tanah atau keranjang
lain).
Penyuluhan ini sangat bernilai postif, dan juga mendapat antusiasme yang
cukup bagus dari peserta. Oleh sebab itu, kegiatan ini harus didomentasikan
karena penyuluhan ini dapat menjadi embrio bagi penyuluhan pengelolaan
sampah selanjutnya. LSM Sahabat lingkungan Yunta pada Tahun 2006
mengatakan bahwa Pada saat ini Kota Surabaya sedang melaksanakan satu
metode agar masyarakat mampu mengelola sampahnya secara mandiri,
rencananya dari 163 kecamatan yang ada di Kota Surabaya akan dilakukan
pendampingan dengan berbagai LSM untuk mengelola sampahnya secara
mandiri.
Kegiatan ini juga mendapat komentar positif dari pejabat setempat, dan
juga mengharapkan kegiatan ini menjadi embrio untuk kegiatan pengelolaan
sampah selanjutnya. Penyuluhan ini membuat masyarakat Keputih semakin
berantusias untuk melaksanakan pengelolaan sampah yang telah disampaikan. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya respon dari masyarakat dengan mengajukan
beberapa pertanyaan sehingga tercipta pembicaraan dua arah antara masyarakat
dengan pembicara.
Dari seluruh rangkaian kegiatan penyuluhan ini, beberapa peserta dan
tokoh masyarakat memberikan penilaian yang baik kepada tim penyelenggara.
Beberapa gambaran yang dapat menunjukkan berjalannya program penyuluhan ini
ditunjukkan pada gambar-gambar dibawah ini.

PKMK-2-8-5

Gambar 1. Gedung PMPK

Gambar 3. Berlangsungnya Kegiatan

Gambar 2. Pelaksana

Gambar 4. Pengolahan Sampah Kertas

Di lingkungan masyarakat keputih yang hidup di sekitar TPA ternyata


telah lama melakukan pengelolaan sampah, melalui penyisihan sampah kering,
mulai dari organik kering (misalnya, kertas, koran, kardus dll) dan sampahsampah plastik yang diolah menjadi kerajinan, sehingga sampah memiliki nilai
ekonomis. Hanya saja kegiatan ini telah berhenti selama satu tahun dikarenakan
alat-alat dan bahan-bahan pembantu yang digunakan untuk mengolah harganya
cukup mahal dan penjualan yang masih tergantung pada pesanan.
Pengelolaan sampah secara terintegrasi adalah salah satu solusi yang dapat
digunakan dalam mengatasi masalah sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang
dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan), kemudian dilanjutkan pada skala
yang lebih luas lagi. Dalam kegiatan penyuluhan ini belum optimal karena belum
memberdayakan masyarakat secara penuh dan kurangnya keterlibatan stakeholder
lainnya (misalnya industri dan pemerintah secara langsung).
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang
terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu.
Cohen dan Uphof (1977) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam
suatu proses pembangunan terbagi atas empat tahap, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Partisipasi pada tahap perencanaan;


Partisipasi pada tahap pelaksanaan;
Partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dan;
Partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring.

Pada tahap perencanaan, masyarakat dapat memberikan usulan, saran atau


ide-ide kreatifnya tentang pengolalaan sampah melalui tokoh masyarakat atau

PKMK-2-8-6

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat. Tokoh masyarakat atau LSM


inilah yang nantinya berkewajiban menyampaikan aspirasi yang telah tertampung.
Pada tahap pelaksanaan, masyarakat sangat dinantikan peran sertanya dalam
mengelola atau mendaur ulang sampah menjadi produk yang benilai jual.
Tentunya pengelolaan ini juga tidak lepas dari keikutsertaan pemerintah dan
kalangan industri selaku penampung hasil olahan tersebut.
Partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dapat
dilakukan dengan memilih produk-produk yang ramah lingkungan. Dalam hal ini
tentunya pemerintah selayaknya mewajibkan kalangan industri agar produknya
ramah lingkungan. Sedangkan partisipasi dalam tahap pengawasan dan
monitoring dapat dilakukan dengan keikutsertaan masyarakat dalam mencermati
dan mengevaluasi program pengelolaan yang telah dilaksanakan, termasuk
laporan dari Dinas Kebersihan.
Masyarakat akan senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses
pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain: kebutuhan,
harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral,
dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu
faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan
pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Pemerintah Jepang saja
membutuhkan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah
sampah. Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycling (daur
ulang) dan Replace (mengganti) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai
ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil
kuantitas dan kompleksitas sampah. Model ini akan dapat memangkas rantai
transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat. Selain itu masyarakat
secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses
serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini.
Dalam rangka memberdayakan masyarakat untuk mengelola permasalahan
sampah ini maka perlu diketahui seberapa besar potensi, kepedulian dan kemauan
yang ada sehingga akan mempermudah perancangan sistem pengelolaan yang
akan dilakukan.
Salah satu bukti bahwa masih banyak masyarakat yang mau peduli dengan
permasalahan sampah kota Surabaya adalah adanya seorang warga Kutisari,
Bapak Soedarno, yang menciptakan batu bata dari sampah nonorganik. Meskipun
sudah diakui bahwa karyanya layak pakai dan layak jual, namun beliau masih
menginginkan penelitian lebih lanjut terhadap hasil karyanya. Soedarno berharap
karyanya ini bisa didanai oleh pihak pemkot. Di sinilah andil pemerintah sangat
dinantikan. Jika karya ini dapat didanai, diproduksi, dan dikelola secara optimal
tentunya akan dapat membuka lapangan pekerjaan baru dan mengurangi
permasalahan sampah kota Surabaya.
Fakta lain menyebutkan adanya keberhasilan pengelolaan sampah di Depo
Sampah Terpadu (DST) Bibis Karah, yang layak menjadi percontohan. Adanya
partisipasi warga, pengolahan sampah ini berhasil panen kompos setiap
bulannya (Surya, 2005). Jawa Pos, 05 Maret 2005 juga menyebutkan bahwa
pasukan kuning yang bertugas di Jl. Ahmad Yani tidak kendur tekadnya untuk
mengambil sampah hanya karena guyuran hujan. Fakta-fakta ini tentunya
merupakan aset yang sangat bernilai dan harus dikelola. Kepedulian masyarakat

PKMK-2-8-7

terhadap permasalahan sampah ini seharusnya mendapat penghargaan dari


pemerintah agar semangat warga semakin bertambah.
Sampah adalah sumber daya yang tidak terbatas, kalau kita dapat
memilah-milah dan memanfaatkannya. Pengelolaan sampah terpadu bukan
dimulai dari teknologi pengolahan sampah atau menangani pencemaran
lingkungan yang ditimbulkan karena penimbunan sampah. Pengelolaan sampah
terpadu dimulai dari pendidikan lingkungan, disiplin dan itikad baik untuk
mengurangi jumlah sampah yang diproduksi setiap hari.
Titik awal dari solusi masalah sampah harus dimulai dari kesadaran semua
lapisan masyarakat, lembaga pendidikan, pengusaha dan pemerintah bahwa semua
problem sampah yang ada sekarang ini sumbernya dari kesalahan kita bersama.
Kita masih sangat lemah dalam pendidikan mengenai hemat energi dan peduli
lingkungan (Gunadi, 2004). Maka dari itu kewajiban kitalah untuk memulai
pendidikan itu dengan memulainya dari diri sendiri, yaitu dengan menanamkan
dan membiasakan diri hidup bersih, hemat energi, menghargai lingkungan dan
menanamkan paradigma bahwa lingkungan adalah bagian dari hidup kita.
Gunadi (2004) juga mengungkapkan bahwa kita masil lemah pula dalam
disiplin memilah sampah organik dan sampah anorganik. Hal ini tentunya
berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata masih belum
memahami definisi sampah organik dan sampah anorganik, serta belum pahamnya
masyarakat terhadap manfaat kedua jenis sampah tersebut. Maka dari itu
pemaparan manfaat dan nilai jual sampah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Jika
masyarakat mengetahui manfaat dan nilai jual sampah maka masyarakat akan
termotivasi untuk melakukan pemilahan sampah. Selain itu, usulan slogan yang
dikemukakan oleh Wiweko (2004), yaitu kumpulkan sampah pada tempatnya
juga merupakan salah satu upaya dalam penanaman paradigma bahwa pemilahan
sampah perlu dilakukan dan memiliki manfaat ekonomis bagi masyarakat.
Adapun pelaksanaan teknisnya dapat berupa penyebaran poster tentang pemilahan
dan nilai jual sampah, memberikan penyuluhan kepada masyarakat melalui
program cinta lingkungan dari pemkot, dan keteladanan dari tokoh-tokoh
masyarakat setempat.
Proses pengangkutan sampah ke TPA yang masih belum tepat waktu
memerlukan analisis lebih lanjut. Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh tidak
beresnya infrastruktur pengangkut sampah dan kurang disiplinnya petugas
pengangkut sampah. Untuk mengatasi permasalahan infrastruktur dapat dilakukan
dengan pengecekan secara berkala dan kontinyu. Adapun ketidakdisiplinan
petugas masih memerlukan analisis terhadap penyebabnya. Jika ketidakdisiplinan
ini berakar dari rendahnya gaji maka langkah yang tepat untuk dilakukan adalah
dengan menaikkan gaji. Pemberian penghargaan terhadap petugas yang
melaksanakan kinerjanya dengan baik akan menciptakan iklim kompetisi pada
petugas sehingga mampu memotivasi petugas untuk lebih memperbaiki
kinerjanya. Tetapi jika ketidakdisiplinan ini berakar dari peraturan yang kurang
ketat maka Dinas Kebersihan wajib memberikan ketegasan. Hal penting yang
diperlukan dalam hal ini adalah keteladanan dari pihak pimpinan untuk bersikap
disiplin.
Penanganan sampah di kota besar seringkali dikaitkan dengan keperluan
bisnis jangka pendek. Bisnis semacam ini banyak memberikan komisi dan hanya
menguntungkan beberapa pihak misalnya perusahaan yang terkait dan oknum

PKMK-2-8-8

pemerintah, tanpa memperhatikan kepentingan rakyat banyak. Maka dari itu peran
pemerintah sangat dinantikan dalam hal ini. Pelaku bisnis sampah tidak akan
bertindak curang jika ada peraturan yang jelas dan ketegasan dari pemerintah,
dengan catatan pemerintah selaku pembuat peraturan juga tidak melakukan
kecurangan.
Faktor sosial ekonomi dan masalah kesehatan lingkungan yang berkaitan
dengan kelangsungan hidup lapisan masyarakat menengah ke bawah juga masih
sering diabaikan dalam bisnis persampahan. Bisnis sampah seperti ini pasti akan
gagal, karena bagaimanapun masyarakat memiliki kekuatan yang terbesar.
Apabila bisnis sampah ini mengikutsertakan peran masyarakat menengah ke
bawah maka ada jaminan bahwa bisnis sampah akan mencapai kesuksesan. Hal
ini sangat berkaitan dengan pola penyadaran masyarakat terhadap manfaat
sampah, seperti tersebut di atas. Apabila masyarakat sudah sadar dan diberikan
peran khusus maka masyarakat akan merasa dibutuhkan, sehingga pada akhirnya
akan terjadi kerjasama yang saling menguntungkan antar keduanya.
Penggunaan teknologi tepat guna dalam pengolahan sampah misalnya
pembuatan kompos, landfill, pembakaran (combustion/incineration), dan
kesehatan lingkungan, harus diperhatikan lebih serius lagi. Perlu diketahui bahwa
biaya pembuatan sanitary landfill moderen dengan model bathtup dapat
mencapai Rp 8 miliar sampai Rp 10 miliar tiap hektar. Landfill yang telah ditutup,
setelah kapasitasnya maksimum, harus terus diamati kemungkinan
pencemarannya sampai 30 tahun setelah waktu penutupannya. Di sini terlihat
bahwa sistem sanitary landfill, selain membutuhkan dana yang cukup banyak juga
memiliki resiko yang cukup tinggi, sehingga dapat diprediksi bahwa sistem ini
kurang baik untuk direkomendasikan.
Waste Management, Inc. adalah salah satu perusahaan sampah terbesar di
dunia mencakup Canada, Amerika dan Puerto Rico. Sebelum menemukan
teknologi yang tepat supaya dapat mengelola semua jenis sampah, perusahaan
tersebut banyak mengeluarkan biaya untuk riset. Supermarket terbesar di dunia
Wal-Mart mempunyai fasilitas pengolahan sampah organik dan anorganik. Buat
mereka fasilitas tersebut mungkin tidak menguntungkan tetapi mereka
mendapatkan simpati dari masyarakat karena ramah lingkungan. Seandainya
pihak-pihak yang terkait langsung dengan pengolahan sampah di Jakarta dan
Surabaya dapat berpikir jernih dan didukung masyarakat, pengusaha dan ilmuwan,
bukan mustahil rintisan yang mereka lakukan kelak dapat dijadikan model untuk
pengelolaan sampah kota-kota besar di negara kita (Gunadi, 2004).
Agar pengelolaan sampah dapat dilaksanakan secara optimal maka dalam
pelaksanaannya harus ada kerjasama yang tersistem antar berbagai komponen.
Keterpaduan antara komponen yang satu dengan yang lain juga sangat diperlukan
dalam upaya ini (Kartika, 2005). Berikut paparan diagram sistem terpadu dalam
pengelolaan sampah Kota Surabaya.

PKMK-2-8-9

Gambar 2. Sistem Pengelolaan Sampah Terintegrasi (Sumber: Kartika, 2005)


Pada sistem pengelolaan sampah terpadu ini pemerintah berfungsi sebagai
pemegang kebijakan pengelolaan sampah. Dalam hal ini ketegasan pemerintah
dalam melaksanakan Undang-Undang Lingkungan atau Undang-Undang
Persampahan sangatlah diperlukan. Selain itu pemerintah juga memiliki
kewajiban mengatur kebijakan antara kalangan industri, masyarakat, dan
pemerintah sendiri. Pemerintah juga harus memperhatikan dan melaksanakan ideide kreatif masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah kota. Dan satu hal lagi
yang tidak boleh dilupakan adalah memberikan penghargaan kepada Petugas
Kebersihan yang berprestasi serta peduli terhadap lingkungan.
Kalangan industri atau investor memiliki peran yang sangat penting dalam
upaya ini. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh industri diantaranya adalah
memproduksi produk-produk yang ramah lingkungan, memberikan dukungan
dana dan fasilitas dalam pengelolaan sampah, menampung dan mendistribusikan
hasil olahan sampah (sebagai pemasar), serta memberikan penghargaan kepada
masyarakat yang mau memilah sampah dari produknya (misalnya bekas kemasan
produk).
Kalangan akademis berfungsi sebagai peneliti dan pengamat kondisi
persampahan kota. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan mampu memprediksi
kondisi persampahan kota di masa depan, sehingga dapat diambil alternatifalternatif solusi permasalahan sampah ini. Selain itu kalangan akademi juga dapat
memberikan pembekalan kepada masyarakat yang berupa keterampilan mengolah
sampah.

PKMK-2-8-10

Adapun masyarakat berperan sebagai pengelola dan pengkomersiil


sampah. Pengelolaan sampah secara optimal harus dari pemilahan sanpah rumah
tangga hingga pemindahannya. Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik
mulai dari pemulung hingga bandar. Kerjasama antar elemen pengelola harus
terkoordinasi dengan baik.
Pengkomersiil sampah juga harus melaksanakan tugasnya sebagaimana
mestinya. Pengkomersiil sampah tidak hanya bertugas menjual sampah dan hasil
olahannya, tetapi juga harus memiliki kemampuan melihat peluang pasar.
Sehingga bisnis persampahan ini dapat berlangsung secara kontinyu.
Pelaksanaan program reduksi sampah Kota Surabaya tidak akan berjalan
lancar tanpa adanya motivator. Tokoh agama, tokoh masyarakat dan LSM
merupakan elemen-elemen motivator pelaksanaan program ini. Dalam hal ini,
keteladanan dari tokoh agama dan tokoh masyarakat memiliki pengaruh yang
sangat kuat. Adapun tokoh masyarakat dapat menghimbau masyarakat melalui
bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan jangka pendek, misalnya pembuatan kompos
secara sederhana (seperti yang dilakukan warga Bibis Karah), mengumpulkan
sampah pada tempatnya, memilah sampah organik dan anorganik, dan menjual
sampah secara berkala.
Pelaksanaan program reduksi sampah kota tersebut harus dievaluasi dan
direview sehingga ada umpan balik (feed back) terhadap kebijakan pemerintah
yang telah dilaksanakan. Dari umpan balik tersebut maka pemerintah wajib
mengevaluasi kembali kebijakan yang telah dibuat. Hasil evaluasi ini diharapkan
mampu memperbaiki program-program reduksi sampah kota pada periode
selanjutnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil yang diperoleh dari program ini dapat diambil kesimpulan yaitu
belum optimalnya kegiatan penyuluhan permberdayaan ekonomi sampah kota dan
pengelolaan sampah terintegrasi dilingkungan keputih, karena belum melibatkan
seluruh komponen masyarakat, yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, pihak
pemerintah, industri, akademis serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Keterlibatan stakeholder ini sangat berperan dalam pemberdayaan masyarakat
akan kepedulian lingkungan. Sehingga saran untuk kegiatan penyuluhan
pengelolaan sampah terintegrasi selanjutnya adalah adanya publikasi mengenai
nilai ekonomis sampah sehingga dapat memotivasi masyarakat untuk mau
mengelola sampahnya. Pemerintah sebaiknya membina kerjasama antara kalangan
bisnis sampah, industri, dan akademis sehingga pola distibusi sampah jelas dan
tidak menimbulkan kekhawatiran masyarakat untuk memasarkan hasil olahan
sampahnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim . 2004. Diperlukan Sosialisasi dalam Menangani Kasus Sampah.
Berita Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 1 Desember,
www.bppt.go.id
2. Anonim . 2004. Mengelola Sampah, Mengelola Gaya Hidup.
www.walhi.or.id
3. Anonim . 2005. Sehari Capai 45 Truk. Jawa Pos (Surabaya), 10 Maret.

PKMK-2-8-11

4. Berglund, C. 2003. Economic Efficiency in Waste Management and


Recycling. Tesis Jurusan Ekonomi, Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan
Sosial. Universitas Teknologi Lulea.
5. Damanhuri, E. 2003. Permasalahan dan Alternatif Teknologi Pengelolaan
Sampah Kota. Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Bandung,
Vol.I, hal 304-400. www.iptek.net.id/ind/jurnal.
6. Gunadi, E. 2003. Menuju Pengelolaan Sampah Terpadu. www.idejournal.com.
7. Nurachman, E. 2004. Pengolahan Sampah, www.suarasurabaya.net.
8. Pandebesie, E,. 2004. Problema Sampah Kota Surabaya dan Dampaknya
terhadap Lingkungan. Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.
9. Pasang, H. 2004. Pengelolaan Sampah yang Regional dan Terintegrasi.
www.suarapembaruan.com/ners/2004/07/07.index.htnl. 19 Juni.
10. Purwasasmita, M. 2005. Tumtaskan Pemgolaham Dampah kota.
www.pikiran-rakyat.com. 2 April.
11. Kartika R, Widyaningsih W. 2005. Potensi Ekonomis Sampah Sebagai basis
Mereduksi Sampah Kota.
12. Savitri., WH dan Nieke K. 2002. Analisis Aliran Massa Sampah Pada
Sistem Persampahan Kota Surabaya. Jurnal Purifikasi Vol.3, No.3, Juli 2002
: 107-112.
13. Sugiarto, Anto, Suherman. 2004. Dolusi Teknologi Terkini Pengolahan
Sampah. www.lipi.go.id
14. Tualeka, A. R,. 2003. Belum Terlihat, Manfaat Dana Pengelolaan Sampah.
www.kompas.com.
15. Tualeka, A. R. 2005. Sistem Pengelolaan Sampah di Surabaya Tidak
Profesional. www.kompas.com
16. Wibisono, A. 2005. Sampah: Antara Isu Lingkungan dan Solusi Masa
Depan. www.lingkar.Yayasan324.or.id
17. Wiweko, S. 2004. Pengelolaan Sampah Melalui Pelibatan Partisipasi
Masyarakat di Depo Terpadu Bibis Karah Surabaya. Pers Release Peringatan
Hari Lingkungan Hidup se-Dunia, Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya, 5 Juni.
18. Wiweko, S. 2005. Mendidik Sadar Lingkungan dari Rumah Tangga.
www.indopos.co.id

PKMK-2-9-1

PENYULUHAN DAN PELATIHAN


PENGRAJIN KAIN SASIRANGAN DI KELURAHAN SEBERANG
MESJID KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH KOTA
BANJARMASIN DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU DAN
KUALITAS SASIRANGAN
Maulana Achmadi, Lisna Pekerti, Rizky Musfiati, Siti Juwariyah
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
ABSTRAK
Penyuluhan dan pelatihan, pengrajin sasirangan, mutu dan kualitas sasirangan
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Setiap daerah di
Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang menjadi kebanggaan dan identitas
daerah tersebut. Diantara aneka ragam kebudayaan tersebut adalah pakaian
khas atau kain khas daerah. Seperti diketahui, Suku Jawa mempunyai kain khas
batik, sumatra utara terkenal dengan kain ulosnya, nusa tenggara terkenal
dengan songketnya, dan masih banyak lagi kain khas daerah yang ada di wilayah
Indonesia. Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia juga
mempuynai kain yang khas, yang disebut dengan nama kain sasirangan. Kain
sasirangan adalah kain yang dibuat dengan cara menyirang / menjeruju, yaitu
mengikat kain dengan motif yang diinginkan menggunakan benang, kemudian
kain tersebut dicelupkan ke dalam pewarna. Sebagai kain khas daerah, tidak
berarti kain sasirangan diminati oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Kain
sasirangan hanya dipakai pada acara tertentu dan oleh golongan tertentu pula,
misalnya para pejabat atau pegawai pemerintahan saja. Masyarakat pada
umumnya kurang berminat memakai sasirangan dengan berbagai alasan,
diantaranya adalah kain sasirangan memiliki corak yang cenderung monoton,
kurang inovatif, dan desainnya terkesan out of date. Meskipun kain sasirangan
kurang diminati oleh masyarakat Indonesia, namun dewasa ini kain sasirangan
memiliki peminat dari negara-negara di benua Eropa, Australia, dan beberapa
negara di Benua Asia. Berkaitan dengan upaya menerobos pasar internasional,
hal yang sangat penting dan harus dipenuhi adalah mutu dan kualitas, serta
standar internasional kain yang diekspor, dimana salah satu syaratnya adalah
harus menggunakan bahan (zat) pewarna alam. Berdasarkan keadaan seperti
tersebut di atas, maka tim PKM FISIP UNLAM merasa termotivasi untuk
mencoba memberikan kontribusi positif dalam hal meningkatkan ketrampilan
pengrajin, khususnya di bidang pewarnaan sasirangan dengan menggunakan
pewarna alam.
Kata Kunci:
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia yang mempunyai berbagai
macam hasil budaya yang menjadi ciri khas daerah tersebut, Kalimantan Selatan
pun memiliki budaya dan kesenian yang khas pula. Satu dari sekian banyak hasil
budaya yang khas tersebut adalah Kain Sasirangan.

PKMK-2-9-2

Kain Sasirangan adalah kain khas Kalimantan Selatan yang dibuat dengan
cara menyirang, yaitu mengikat kain dengan motif yang diinginkan menggunakan
benang, kemudian kain tersebut dicelupkan ke dalam pewarna. Bahan dasar
sasirangan pada mulanya adalah dari benang kapas atau dari serat kulit kayu,
namun seiring dengan kemajuan teknologi sasirangan dibuat dari kain belacu, kain
kaci, dan lain-lain yang didatangkan dari pulau jawa. Bahan pewarnanya, pada
mulanya menggunakan bahan pewarna alami antara lain dari janar (kunyit), akarakar kayu, dan lain-lain serta dibuat hanya khusus untuk pengobatan magis (non
medis), namun seiring dengan berjalannya waktu, sekarang ini para pengrajin
sasirangan banyak menggunakan pewarna sintetis, sehingga sekarang sudah tidak
banyak lagi pengrajin yang menggunakan pewarna alam dalam memproduksi
Sasirangan. Produksinya pun tidak hanya terbatas untuk pengobatan magis (non
medis) saja, melainkan juga sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis
pakaian yang diperlukan masyarakat. Seperti yang telah dikembangkan oleh
pengrajin sasirangan di wilayah Kelurahan Seberang Mesjid yang kebanyakan
telah menggunakan pewarna sintetis dalam proses produksinya.
Kelurahan Seberang Mesjid adalah sentra Sasirangan Kalimantan Selatan,
setelah para pengrajin di daerah Hulu Sungai Utara sudah membatasi hasil
produksinya, karena biasanya hanya dipesan dan dibuat pada waktu tertentu saja,
yaitu saat menjelang upacara Baayun Maulud saja, sedangkan di luar kepentingan
itu hampir tidak diproduksi lagi. Berbeda dengan pengrajin sasirangan di wilayah
Kelurahan Seberang Mesjid yang memproduksi kain sasirangan secara terus
menerus untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat Kalimantan
Selatan akan sasirangan yang semakin kompleks.
Berdasarkan ragam hiasnya, sasirangan memiliki bermacam-macam motif,
sesuai dengan fungsinya sebagai penolak penyakit maupun motif yang telah
dikreasikan sesuai permintaan pemesan ataupun kreasi dari pengrajin sendiri.
Motif-motif sasirangan yang digunakan sebagai penolak penyakit antara lain
Motif Naga Balimbur Laki Bini, Kangkung Kaombakan, Ular Lidi dan lain-lain.
Sedangkan motif-motif sasirangan yang yang digunakan sebagai pakaian harian
antara lain motif Bunga Cengkih, Dara Menginang, Daun Jeruju, Hiris Pudak, dan
banyak lain-lain.
Hasil produksi pengrajin kain sasirangan bisa berupa laung, serudung, baju,
kaos, dan lain-lain sesuai dengan kegunaan yang diinginkan. Pengrajin kain
sasirangan sekarang ini mengembangkan dan mengkombinasikan antara motif
tradisional dengan kreasi baru untuk bahan busana dan pakaian lainnya, serta
teknik pembuatannya pun semakin disempurnakan sehingga dapat menghasilkan
kain dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat.
Industri kerajinan kain Sasirangan yang ada di Kalimantan Selatan sekarang
ini sebenarnya sangat berpotensi untuk menciptakan lapangan kerja yang cukup
besar. Namun kenyataan yang ada di masyarakat sekarang ini adalah sasirangan
masih belum mendapatkan tempat di hati masyarakat Kalimantan Selatan secara
luas, terlebih lagi masyarakat Indonesia pada umumnya.
Hal ini terjadi karena sasirangan sekarang ini masih belum menyentuh
seluruh lapisan masyarakat secara luas, hanya diminati oleh kalangan atas saja.
Selain itu coraknya cenderung monoton dan kurang inovatif, sehingga masyarakat
enggan menggunakannya. Kalau di Kalimantan Selatan sendiri anggapan
masyaraktnya seperti itu, apalagi menurut masyarakat luar Kalimantan Selatan.

PKMK-2-9-3

Karena selain sasirangan sulit ditemukan di daerah lain, motif, warna, dan desain
sasirangan menurut mereka kurang menarik dan kurang inovatif, sehingga minat
mereka terhadap sasirangan sangat kurang. Berbeda dengan kain batik khas Jawa
yang selain mudah didapat dimana-mana, juga tersedia dalam berbagai desain,
motif, dan warna yang sesuai untuk semua kalangan umur, mulai dari yang muda
sampai yang tua, baik untuk keperluan acara formal maupun informal.
Untuk itu pemberian penyuluhan dan pelatihan kepada para pengrajin kain
sasirangan dirasa perlu untuk meningkatkan mutu dan kualitas produksinya,
terutama dalam bidang peningkatan ketrampilan, kreativitas dan inovasi pengrajin
dalam mewarnai dan mengelola beraneka macam hasil produksi kain Sasirangan.
Melalui program ini diharapkan pada kemudian hari sasirangan akan semakin
dikenal dan diminati oleh masyarakat luas, tidak hanya terbatas pada masyarakat
Kalimantan Selatan saja.
Dampak lain yang diharapkan dari adanya penyuluhan dan pelatihan ini
adalah terjaganya kelestarian kain sasirangan sebagai kain khas Kalimantan
Selatan yang merupakan aset budaya bangsa. Selain itu dengan adanya program
ini diharapkan pada nantinya secara tidak langsung mampu menambah
Pendapatan Asli Daerah Kalimantan Selatan. Yang akan mengarah pada
pningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diharapkan adanya kepedulian
dan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait, seperti Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dan juga dari para pengrajin
sasirangan itu sendiri.
Identifikasi Masalah
a. Rendahnya mutu sasirangan yang disebabkan kurangnya ketrampilan yang
dimiliki oleh pengrajin sasirangan.
b. Kurangnya kesadaran pengrajin akan manfaat dan keunggulan sasirangan,
terutama kerajinan sasirangan dengan menggunakan pewarna alam.
Perumusan Masalah
a. Bagaimana cara meningkatkan ketrampilan pengrajin sasirangan di kelurahan
seberang mesjid dalam membuat produk sasirangan ?
b. Bagaimana cara meningkatkan kesadaran pengrajin akan manfaat dan
keunggulan penggunaan pewarna alam dalam mewarnai sasirangan?
Tujuan Program
Tujuan program pengabdian masyarakat ini adalah :
a. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pengrajin sasirangan, terutama
dalam mewarna sasirangan dengan menggunakan pewarna alam.
b. Memacu motivasi anggota perhimpunan pengrajin sasirangan agar lebih
berminat menggunakan zat pewarna alam dalam mewarnai produk
sasirangannya.
c. Mewujudkan salah satu dari tri darma perguruan tinggi, yaitu pengabdian
masyarakat.

PKMK-2-9-4

Kegunaan Program
Kegiatan penyuluhan dan pelatihan pengrajin sasirangan ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi peserta pelatihan, Tim Pelaksana dan pembimbing,
pemerintah (DISPERINDAG & PM), dan Fakultas / Perguruan tinggi, yang secara
rinci dijelaskan sebagai berikut :
a. Peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan terutama tentang cara pewarnaan
sasirangan dengan menggunakan pewarna alam secara baik dan benar.
b. Pelaksana dan pembimbing dapat menjadikan kegiatan ini sebagai wahana
untuk menumbuhkan kepekaan sosial terhadap permasalahan yang ada di
masyarakat.
c. Pemerintah (DISPERINDAG & PM), kegiatan ini diharapkan bisa membantu
dalam usaha pembinaan pengrajin sasirangan di Kalimantan selatan,
khususnya di kota Banjarmasin.
d. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan perguruan tinggi yang
mahasiswanya terlibat dalam kegiatan pelatihan ini dapat menjalin kerjasama
yang baik dengan masyarakat.
METODE PENELITIAN
Dalam melakukan kegiatan PKM Pengabdian Kepada Masyarakat
Penyuluhan dan Pelatihan Pengrajin Kain Sasirangan di Kelurahan Seberang
Mesjid dalam rangka Peningkatan Mutu dan Kualitas Sasirangan ini maka Tim
pelaksana PKM melakukannya secara lansung, dimana Tim mendatangi langsung
kelompok perhimpunan pengrajin sasirangan di wilayah kelurahan seberang
mesjid dan melakukan penyuluhan serta pelatihan guna meningkatkan
ketrampilan dan kulitas pengrajin sasirangan, yang nantinya diharapkan dapat
mengarah pada peningkatan mutu dan kualitas kain sasirangan.
Penyampaian materi tentang sasirangan ini mengambil tema pewarnaan
alam untuk sasirangan, yang dilakukan dengan metode pendekatan secara :
Ceramah
Diskusi informal, dan
Praktik pewarnaan sasirangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kehadiran
Dari jumlah peserta yang mendaftarkan diri pada saat dilakukannya
sosialisasi dan pendataan peserta, maka diperoleh calon pesertra sebanyak 15
orang calon peserta yang berasal dari beberapa industri pengrajin sasirangan
kelurahan setempat, yang kemudian diambil 10 orang secara acak sebagai peserta
kegiatan. Ternyata berdasarkan data registrasi ulang dan daftar hadir yang ada
diketahui bahwa semua peserta bisa hadir pada saat pelaksanaan program, atau
dengan kata lain 100% peserta yang direncanakan bisa mengikuti kegiatan
penyuluhan dan pelatihan ini.
Besarnya persentase kehadiran in diharapkan bisa memberikan contoh
kepada pengrajin sasirangan yang lain, sehinga nantinya secara keseluruhan
pengrajin sasirangan di kelurahan seberang mesjid bisa melakukan pewarnaan
alam secara baik dan benar.

PKMK-2-9-5

Penyampaian Materi
Berdasarkan hasil kegiatan, maka dapat diketahui bahwa materi yang
disampaikan termasuk kategori sangat baik, karena 100% materi yang
direncanakan dapat disampaikan secara keseluruhan, sehingga semua pengetahuan
yang ada pada penyaji dan pelatih dapat ditransfer kepada peserta.
Praktik
Keberhasilan penyampaian materi ini dapat dilihat dari tingkat ketrampilan
peserta pelatihan. Dari hasil praktik yang ada, ternyata mereka mampu menyerap
informasi tentang pewarnaan alam sasirangan, dan hampir 80% dari pesrta terlihat
sudah terampil dalam melakukan pewarnaan dengan menggunakan pewarna alam.
Praktik dilakukan dengan membagi peseta menjadi 2 kelompok, yang
masing-masing kelompok mengerjakan 2 lembar kain untuk diwarnai dengan
pewarna alam.
Permasalahan
Bahan Baku Pewarna Alam
Dalam pelaksanaan kegiatan, sebagian besar pengrajin mengeluhkan tentang
belum adanya pihak yang menyuplai bahan pewarna alam, meskipun sebenarnya
beberapa bahan baku pewarna alam memang relatif mudah didapat, namun bahan
tersebut masih belum diekstrak, sehingga masih memerlukan proses yang cukup
lama untuk mejadikannya sebagai pewarna alam. Sementara ini pihak yang bisa
menyediakan bahan pewarna alam siap pakai hanya ada di Pulau Jawa.
Keadaan Cuaca
Pada umumnya proses pewarnaan sasirangan memang tergantung pada
cuaca, sehingga permasalahan ini juga terjadi pada pewarnaan dengan pewarna
alam, terutama bagi industri kecil yang menggunakan panas matahari untuk
mengeringkan hasil pewarnaan sasirangan mereka. Hal ini sangat penting,
mengingat keadaan cuaca yang berbeda akan menghasilkan warna yang berbeda
meskipun jenis kain dan pewarna yang dipakai sama.
Alternatif Pemecahan Masalah
Bahan Baku Pewarna Alam
Masalah sulitnya mencari penyuplai bahan pewarna alam sebenarnya bisa
diatasi dengan mengolah sendiri bahan baku pewarna alam, namun hal ini juga
harus dijadikan bahan masukan kepada badan riset dan penelitian (BARISTAN),
untuk kemudia BARISTAN lah yang akan membantu meneliti bahan baku lokal
yang dapat dijadikan sebagai zat pewarna alam, bahkan nantinya BARISTAN
diharapkan juga bisa menjadi penyuplai bahan pewarna alam, sehingga pengrajin
tidak lagi bergantung pada bahan pewarna dari Pulau Jawa yang biaya
pengirimannya cukup mahal.

PKMK-2-9-6

Keadaan Cuaca
Permasalahan cuaca memang merupakan masalah klasik bagi pengrajin
sasirangan, pengrajin dituntut untuk tidak tergantung pada kondisi cuaca dalam
memproduksi sasirangan, sementara faktor cuaca adalah faktor yang sangat
mempengaruhi hasil dan kualitas sasirangan. Hal ini dapat diatasi dengan
menyediakan tempat penjemuran yang beratapkan seng, sehingga apabila diterpa
sinar matahari akan cukup panas untuk mengeringkan kain, dan apabila turun
hujan akan bisa melindungi kain dari terpaan air hujan. Selain itu, untuk
menghasilkan warna sasirangan yang seragam (sama), maka proses pengerjaannya
harus dilakukan secara bersamaan, agar pengaruh cuaca pada kain yang satu bisa
sama dengan kain yang lain.
KESIMPULAN
Dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas kain khas Kalimantan
Selatan (sasirangan), sangat dibutuhkan kerjasama antara pengrajin sasirangan
dengan berbagai pihak terkait, seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Penanaman Modal Kota Banjarmasin, serta BARISTAN (Badan Diklat dan
Penelitian) Propinsi Kalimantan Selatan. Kerjasama tersebut tentunya
dilaksanakan dalam bentuk program-program atau kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan kualitas produk sasirangan, seperti kegiatan penyuluhan dan
pelatihan, serta bantuan dalam bentuk permodalan. Program penyuluhan dan
pelatihan yang telah dilaksanakan oleh tim PKM FISIP UNLAM bekerjasama
dengan DISPERINDAG & PM Kota Banjarmasin telah membawa dampak positif
bagi upaya pelestarian budaya daerah sekaligus peningkatan mutu dan kualitas
kain sasirangan. Dengan dilaksanakannya program tersebut pengetahuan dan
keterampilan pengrajin sasirangan terutama dlaam mewarnai sasirangan dengan
menggunkan pewarna alam mengalami peningkatan, pengrajin pun menjadi
termotivasi untuk menggunakan zat pewarna alam dalam mewarnai produk
sasirangannya, mengingat permintaan pasar internasional, terutama negara-negara
di benua eropa yang mewajibkan penggunaan zat pewarna alam untuk setiap
produk tekstil yang dipasarkan di negaranya. Kegiatan ini juga merupakan
implementasi dari salah satu tri darma perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan, 2002,
Sasirangan dan Sisematika Pembuatannya. Banjarmasin.
Lestari WF, Kun, 2005, Teknologi Pewarnaan Alam Untuk Komoditi Tekstil,
Kria Tekstil, dan Benang (Materi Pelatihan Teknologi Tekstil Kerajinan
Tritik Jumputan dengan Pewarna Alam, Yogyakarta, September 2005).
Yogyakarta: Balai Besar Kerajinan dan Batik.

PKMK-2-10-1

RANCANG BANGUN
ALAT PENGIRIS BAWANG YANG PRAKTIS DAN
EFISIEN SERTA BERNILAI EKONOMI
Aswinto, Adam, Andi Nasrul, Rahmat Rizal
Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Negeri Makassar, Makassar

ABSTRAK
Tujuan program ini adalah: (1) Terciptanya masyarakat mempunyai pengetahuan
yang kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terbuang
percuma yaitu potongan-potongan papan menjadi alat pengiris bawang yang
praktis, efisien waktu dan tenaga, (2) Terciptanya masyarakat yang terampil
membuat alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga. Khalayak
sasaran dalam program ini adalah masyarakat petani bawang dan masyarakat
industri bawang goreng di Kabupaten Takalar. Metode yang digunakan dalam
penyampaian materi penyuluhan adalah metode ceramah, diskusi dan tanya
jawab, untuk pelatihan digunakan metode demonstrasi. Hasil yang dicapai
adalah: (1) Masyarakat memiliki pengetahuan dalam hal pemanfaatan potonganpotongan papan untuk pembuatan alat pengiris bawang yang praktis, efisien
waktu dan tenaga, (2) Masyarakat memiliki keterampilan membuat alat pengiris
bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga.
Kata Kunci: pengiris, bawang, potongan-potongan papan.
PENDAHULUAN
Kabupaten Takalar adalah salah satu kabupaten penghasil utama bawang, di
Sulawesi Selatan. Petani di Daerah ini umumnya mengupayakan komuditas
bawang, karena wilayah tersebut bawang dapat tumbuh dengan subur. Hasil usaha
tani petani bawang dijual pada pasar tradisional. Hanya ada 10 % keluarga petani
yang mengupayakan industri rumah tangga bawang goreng. Padahal di Kabupaten
Takalar terdapat kurang lebih 100 penjual makanan khas Sulawesi Selatan yaitu
coto Makassar yang setiap harinya menggunakan bumbu bawang goreng sekitar
15 liter/hari untuk 1 tempat penjualan, sehingga kebutuhan bawang goreng unttuk
penjual coto di Kabupaten Takalar sekitar 1.500 liter/hari, sedangkan untuk
kebutuhan rumah tangga sekitar 1.000 liter/hari. Jadi dengan demikian kebutuhan
bawang goreng untuk Kabupaten Takalar sekitar 2500 liter/hari.
Industri rumah tangga bawang goreng di Kabupaten Takalar hanya
menggunakan pisau tradisional sebagai alat pengiris bawang. (Survei pada
industri rumah tangga di Kabupaten Takalar, Desember 2004). Alat atau pisau
tersebut sangat tidak efisien karena dilakukan dengan secara manual, dan
produksinya rendah, lagi pula tidak aman terhadap kesehatan.
Petani bawang di Kabupaten Takalar 95 % menjual bawangnya pada pasar
tradisional, dan harganya jauh lebih murah. Hanya 10 % yang mengupayakan
industri rumah tangga bawang goreng dikemas dalam plastik lalu dijual ke pasar
tradisional, Bawang goreng ini mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Kurangnya
petani mengupayakan industri bawang goreng disebabkan oleh belum

PKMK-2-10-2

ditemukannya alat pengiris bawang yang lebih efisien baik dari tenaga maupun
waktu, (Informasi Tokoh Masyarakat di Kabupaten Takalar, Desember,2004).
Kenyataan yang ditemukan di lapangan (survey Desember, 2004) pada
umumnya ibu rumah tangga, baik yang ada di Ibu kota Kabupaten, Ibu kota
kecamatan, dan lebih-lebih di daerah pedalaman kabupaten Takalar menggunakan
pisau tradisional secara manual, yakni pisau dapur. Cara mengiris ini adalah cara
tradisional, kurang efisien baik waktu maupun tenaga. Terdengar pula keluhan ibiibu rumah tangga, dan para pekerja industri rumah tangga sering terluka
tangannya akibat kena pisau tersebut.
Kenyataan yang dialami oleh ibu-ibu rumah tangga petani yang membuat
bawang goreng untuk dijual yang menggunakan pisau tradisional (manual),
ternyata mengiris bawang 1 liter yang diiris dengan menggunakan waktu berjamjam. Itupun tidak seragam tebalnya, hal ini sangat tidak efisien (informasi dari
Sitti Fatimah ibu rumah tangga petani bawang) pada saat dilakukan survey bulan
Desember, 2004, hal ini sangat tidak efisien. Oleh karena itu perlu ada pengiris
bawang yang sifatnya praktis dan efisien, dan bisa seragam ketebalanya, dan
mudah dioperasikan dan dugunakan oleh ibu rumah tangga di dapur untuk
membuat berbagai macam kebutuhan konsumsi rumah tangga dan kebutuhan
rumah tangga bawang goreng.
Di Kabupaten Takalar (Survei Desember 2004) ditemukan 27 pengergajian
kayu, dan potongan-potongan papannya hanya dibiarkan begitu saja lapuk
dilokasi dan bahkan masyarakat hanya mengambilnya sebagai kayu bakar,
padahal limbah potongan-potongan papan tersebut dapat dijadikan barang yang
bisa bernilai ekonomi yaitu dibuat rangka alat pengiris bawang yang praktis dan
efisisen dengan memanfaatkan potongan-potongan papan yang banyak di lokasi,
maka masalah kami tertanggulangi.
Sebagai mahasiswa yang sementara mengikuti kuliah pada Jurusan Teknik
Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar dimana telah
kami mendapatkan mata kuliah praktek kerja kayu, praktek las, teknologi tepat
guna, serta desain perancangan merasa tertarik dan tertantang untuk
mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang telah kami miliki,
yakni merancang alat pengiris bawang, kemudian memberikan pelatihan pada
msyarakat petani bawang untuk membuat alat pengiris bawang yang praktis dan
efisien dan dapat bernilai ekonomi, yaitu dijual pada masyarakat lain sehingga
dapat menghasilkan uang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Uji coba membuat alat pengiris bawang, yang dilakukan pada workshop
kerja kayu dan workshop kerja las Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik
Universitas Negeri Makassar, pada Agustus 2004, alat pengiris bawang tersebut
menunjukkan hasil yang memuaskan, yaitu dapat mengiris bawang dalam 1 liter
dengan waktu 3-5 menit saja ( praktis, efisien waktu, dan tenaga ). Dengan
demikian kami dari mahasiswa Teknik Sipil dan Perencanaan, Teknik Bangunan,
dan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar bersama
dosen pendamping tepat sekali untuk memberikan perlatihan kepada masyarakat
untuk membuat alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga
dengan memanfaatkan potongan-potongan papan yang terbuang percuma di
lokasi.
Konstruksi rangka dan bodinya sangat sederhana yaitu dengan
memanfaatkan potongan-potongan papan dibentuk kotak segi empat dengan

PKMK-2-10-3

panjang 40 cm, lebar 14 cm, dan ketinggian 15 20 cm, dan dibuatkan kotak kayu
tempat bahan yang akan diiris dengan ukuran 12 x 12 cm dengan tinggi 11 cm.
pada bagian atas menggunakan tungkai penekan bahan dengan model T dengan
ukuran panjang 10 cm, lebar 8 c, dan tinggi 14 cm. kotak bahan dengan
menggunakan lahar 4 buah pada landasannya dengan memakai rel. dengan
demikian bahan yang didorong pada kotak dapat bekerja dengan cepat. Sedangkan
pada lantai rangka/bodi dilobang pada bagian tengah dengan kemiringan 45
derajat, dan dipasangkan pisau pengiris dari plat baja yang sudah ditajamkan
menggunakan alat penyetel ketebalan irisan yang diinginkan.
Jadi dengan menggunakan alat pengiris bawang dengan menggunakan rel
dari lahar yang konstruksi sederhana, aman, serta berfungsi serbaguna ini sangat
disukai dan disenangi ibu-ibu rumah tangga dan industri rumah tangga bawang
goreng karena tidak terlalu banyak menggunakan lagi tenaga manusia, dan sangat
efisien waktu.
Penggunaan alat pengiris bawang yang didesain ini sangat efisien karena
waktu yang digunakan dalam mengoperasikan tidak membutuhkan waktu yang
terlalu lama. Dapat mengiris bawang dalam 1 liter dengan waktu 3 5 menit. Jadi
dengan demikian alat pengiris bawang ini untuk kebutuhabn rumah tangga dan
industri rumah tangga bawang goreng sangat efisien dan sangat cepat
pengoperasiaannya, dengan demikian praktis, efisien waktu dan tenaga.
Harga jual diperkirakan Rp. 75.000,- sampai Rp. 100.000,- per buah. Biaya
yang dibutuhkan untuk 1 buah pengiris serba guna yaitu : (a) Harga lahar, pisau
baja, dan alat penyetel ketebalan Rp. 15.000,- , dan (b) Ongkos kerja bodi yaitu
Rp. 20.000,-. Dengan demikian dana yang dibutuhkan adalah Rp. 35.000,- . bila
mana masyarakat membuat alat pengiris bawang tersebut, dapat meraih
keuntungan Rp. 40.000 - Rp. 50.000,-. Jika masyarakat telah terampil, maka dapat
memproduksi 1 buah alat pengiris bawang perhari. Dengan demikian masyarakat
petani bawang dan yang mengusahakan bawang goreng dalam membuat alat
pengiris bawang dapat memperoleh keuntungan Rp. 50.000,- per hari, atau 30 x
Rp.50.000=Rp.1.500. 000,- per bulan.
Alat pengiris bawang yang praktis dan efisien ini mempunyai potensi
ekonomi produk sangat baik, karena dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Dapat meningkatkan ekonomi masyarakat petani bawang dan industri
rumah tangga bawang goreng di pedesaan. Serta dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah, dan ekonomi nasional. Hal ini merupakan
pentingnya Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
dilakukan.
Oleh karena itu masalah Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat tidak mengetahui
proses pembuatan alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga
dengan memanfaatkan potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah
tangga bawang goreng dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (2) Masyarakat tidak
terampil mendesain alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga
dengan memanfaatkan potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah
tangga bawang goreng dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (3) Masyarakat tidak
terampil membuat rangka alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan
tenaga dengan memanfaatkan potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri
ramah tangga bawang goreng dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (4)

PKMK-2-10-4

Masyarakat tidak terampil merakit rangka alat pengiris bawang yang praktis,
efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan potongan-potongan papan untuk
kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng dan kebutuhan rumah tangga
lainnya, (5) Masyarakat tidak terampil membuat dan memasang pisau pengiris alat
pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan
potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng
dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (6) Masyarakat tidak terampil pekerjaan
finishing alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan
memanfaatkan potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga
bawang goreng/kebutuhan rumah tangga lainnya.
Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM)
ini adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat mengetahui proses pembuatan alat
pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan
potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng
dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (2) Masyarakat terampil mendesain alat
pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan
potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng
dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (3) Masyarakat terampil membuat rangka
alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan
memanfaatkan potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga
bawang goreng dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (4) Masyarakat terampil
merakit rangka alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga
dengan memanfaatkan potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah
tangga bawang goreng dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (5) Masyarakat
terampil membuat dan memasang pisau pengiris alat pengiris bawang yang
praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan potongan-potongan papan
untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng dan kebutuhan rumah
tangga lainnya, (6) Masyarakat terampil pekerjaan finishing alat pengiris bawang
yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan potongan-potongan
papan untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng dan kebutuhan
rumah tangga lainnya, (7) Meningkatkan kreatifitas dan inovatif masyarakat
terutama petani bawang dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang terbuang
percuma yakni potongan-potongan papan menjadi komoditas bernilai ekonomi,
seperti halnya konstruksi rangka alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu
dan tenaga, yang dapat dikomsumsi oleh setiap rumah tangga dan industri rumah
tangga bawang goreng di Kabupaten Takalar khususnya dan Sulawesi Selatan dan
Indonesia pada umumnya
Alat pengiris bawang yang dirancang menggunakan bahan rangka dari
serpihan kayu gergajian, dan alat pengiris bawang tersebut mempunyai alat
pendorong yang memakai rel dari lahar sehingga mudah digerakkan. Pisau yang
digunakan bisa diganti-ganti, dan mempunyai alat penyetel untuk mengatur
ketebalan irisan yang diinginkan. Menurut Sonny (1992) bahwa penggunaan alat
teknologi sederhana bertujuan untuk membantu manusia untuk melaksanakan
tugas-tugasnya dan untuk menambah/meningkatkan produksi. Selain dari pada itu,
penggunaan teknologi sederhana menyebabkan manusia dapat bekerja dengan
mudah, menimbulkan kenyamanan bekerja. Dengan demikian ikut meningkatkan
harkat dan martabat manusia.

PKMK-2-10-5

Salah satu tujuan perancangan suatu teknologi tepat guna adalah untuk
kenyamanan dalam melakukan pekerjaan bagi manusia. Pulat (1992) menyatakan
bahwa cara dan tempat kerja dengan posisi tertentu (duduk) yang baik adalah
memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Semua alat dan bahan yang diperlukan
dalam bekerja mudah dijangkau sambil bekerja. Jarak maksimal 41 cm ke kiri
atau kanan, tempat bekerja tidak lebih tinggi dari 50 cm (duduk), (3) Tempat
bekerja sebaiknya disesuikan dengan alat yang dioperasikan.
Menurut Oborne (1992) bahwa postur tubuh duduk dalam mengoperasikan
alat (bekerja) tidak dapat menstabilkan sendi-sendi tubuh jika tangan atau lengan
mengoperasikan alat dengan kekuatan (fisik), jika berulang ulang akan
menimbulkan kelelahan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa alat dan bahan yang
diperlukan dalam mengoperasikan alat sebaiknya mudah dijangkau sambil
bekerja, jaraknya 41 cm ke kiri dan kanan, tempat bekerja tidak lebih tinggi 50
cm, dan mengutamakan kenyaman. Dengan demikian alat pengiris bawang yang
praktis dan efisien dari serpihan kayu gergajian dirancang dengan konstruksi
sederhana yang digerakkan oleh tangan dengan menggunakan rel dari lahar
kapasitas kecil ini sesuai dengan apa yang dikemukakan tersebut diatas.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan alat pengiris bawang yang
praktis, efisien waktu dan tenaga adalah sebagai berikut:
1) Bahan yaitu: limbah potongan-potongan papan, lahar kecil, pisau baja,
paku, lem fox putih, sekrup, kuas, minyak cet, pelitur/vernis dan bahan lain.
2) Peralatan yaitu: ketam, gergaji, mesin bor, mata bor, mesin roter, pahat,
parang, palu besi, palu kayu, obeng, mistar siku, pensil, amplas, dan
peralatan lain.
Khalayak sasaran antara yang strategis dalam program Kreativitas
Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1)
Bupati Takalar, (3) Camat, Kelapa Desa serta tokoh masyarakat. Sedangkan
khalayak sasaran pada program ini adalah: masyarakat petani bawang, dan
masyarakat yang mengusahakan bawang goreng (kkalayak sasaran yang dilatih
langsung).di Kabupaten Takalar.
Metode utama yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah: (1) Pada saat
pemberian materi penyuluhan pembuatan alat pengiris bawang yang praktis,
efisien waktu dan tenaga dan desainnya metode yang digunakan adalah; metode
ceramah, diskusi, tanya jawab, dan simulasi, (2) Pada saat pelatihan membuat
alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga, metode yang
digunakan adalah: metode demonstrasi, dan tanya jawab.
Metode demonstrasi digunakan untuk mendemonstrasikan membuat alat
pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga, diterangkan dahulu cara
memilik bahan, langkah kerja, dimensi, bahan dan alat yang digunakan. Disini
khalayak sasaran ikut langsung melakukan, mengerjakan setiap jenis pekerjaan
bersama dengan mahasiswa. Pada saat itu juga terjadi diskusi, terutama sekali
yang menyangkut sistimatika pekerjaan tersebut.

PKMK-2-10-6

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil yang dicapai adalah: (1) Masyarakat memiliki pengetahuan dalam hal
alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga, yaitu: (a) Memiliki
pengetahuan tentang pemilihan bahan untuk alat pengiris bawang yang praktis,
efisien waktu dan tenaga, (b) Memiliki pengetahuan tentang pembuatan alat
pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga, (2) Mahasiswa dan
masyarakat memiliki keterampilan membuat alat pengiris bawang yang praktis,
efisien waktu dan tenaga yaitu: (a) Terampil memilih bahan dari limbah potonganpotongan papan unrtuk dijadikan alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu
dan tenaga, (b) Terampil membuat alat pengiris bawang yang praktis, efisien
waktu dan tenaga: membuat desain dan gambar kerja, memotong rangka dari
limbah potongan-potongan papan, membuat rangka kaki dan lantai, merakit
rangka, membuat dan merakit kotak bawang, memasang lahar pada kotak bawang,
membuat pisau pengiris dari plat baja, memasang pisau pengiris kemiringan 45
derajat pada lantai rangka, pekerjaan finishing serta pengecetan dengan vernis
atau pelitur. Selain itu motivasi khalayak sasaran bersama anggota tim PKMM
cukup tinggi mengikuti penyuluhan dan pelatihan dari awal sampai selesai.
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
dianggap juga berhasil karena: (1) Khalayak sasaran tidak menemukan kesulitan
dalam memahami materi penyuluhan dan pelatihan yang diberikan, (2) Khalayak
sasaran berkeinginan menerapkan membuat alat pengiris bawang yang praktis,
efisien waktu dan tenaga ini pada rumahnya masing-masing, (3) Khalayak sasaran
berkeinginan untuk menyampaikan penerapan membuat alat pengiris bawang
yang praktis, efisien waktu dan tenaga kepada khalayak sasaran yang lain (yang
tidak sempat ikut penyuluhan dan pelatihan).
KESIMPULAN
Berdasarkan penyuluhan dan pelatihan dilapangan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: (1) Masyarakat mengetahui proses pembuatan alat pengiris
bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan potonganpotongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng dan
kebutuhan rumah tangga lainnya, (2) Masyarakat terampil mendesain alat pengiris
bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan potonganpotongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng dan
kebutuhan rumah tangga lainnya, (3) Masyarakat terampil membuat rangka alat
pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan
potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng
dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (4) Masyarakat terampil merakit rangka alat
pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga dengan memanfaatkan
potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng
dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (5) Masyarakat terampil membuat dan
memasang pisau pengiris alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan
tenaga dengan memanfaatkan potongan-potongan papan untuk kebutuhan industri
ramah tangga bawang goreng dan kebutuhan rumah tangga lainnya, (6)
Masyarakat terampil pekerjaan finishing alat pengiris bawang yang praktis, efisien
waktu dan tenaga dengan memanfaatkan potongan-potongan papan untuk
kebutuhan industri ramah tangga bawang goreng dan kebutuhan rumah tangga

PKMK-2-10-7

lainnya, (7) Meningkatkan kreatifitas dan inovatif masyarakat terutama petani


bawang dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang terbuang percuma yakni
potongan-potongan papan menjadi komoditas bernilai ekonomi, seperti halnya
konstruksi rangka alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga,
yang dapat dikomsumsi oleh setiap rumah tangga dan industri rumah tangga
bawang goreng di Kabupaten Takalar khususnya dan Sulawesi Selatan dan
Indonesia pada umumnya
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan bahwa rogram PKMM
seperti ini hendaknya dilanjutkan sehingga menciptakan: (1) Masyarakat yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan sumber daya alam
dalam hal ini potongan-potongan papan untuk pembuatan alat pengiris bawang
yang praktis, efisien waktu dan tenaga, (2) Masyarakat yang inovatif dan kreatif
dalam membuat alat pengiris bawang yang praktis, efisien waktu dan tenaga.
DAFTAR PUSTAKA
_________, 1978). Norma-norma Kerja Fisik. Hasil Lokakarya Penyusunan
NormaNorma Ergonomi di Tempat Kerj. Kerjasama Hiperkes. Jakarta: UNDIP dan
WHO
Janto J.B. 1979. Pengetahuan Alat-alat Kayu. Yogyakarta: Yayasan Karnisius
Sumadi, 1981, Konstruksi Kayu. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Supriadi. Et. Al. 1991. Profil Teknologi Padat Karya. Jakarta: Pengembangan
Sumber Daya Manusia.
Suberkah, I. (1988). Konstruksi Bangunan Gedung. Bandung: Idea Dharma
Bandung.
Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Prentice Hall.
Englewood Cliffs, New Jersey.
Sonny, TH. Mesin-mesin dan Alat Pertanian. Rutan. Ratna Diesel, Surabaya.

PKMK-2-11-1

PROGRAM PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TENTANG


PELESTARIAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT DI PESISIR
PANTAI SAMBULI KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI PROVINSI
SULAWESI TENGGARA.
Ashri Salam, Ld. Murfain, Ld. Ali Rahmat
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo,Kendari
ABSTRAK
Mangrove adalah salah satu organisme yang hidup pada daerah pantai (pesisir)
dengan jenis sampai 12 jenis. Habitat Mangrove sebahagian besar adalah daerah
berlumpur, berpasir dan bebatuan. Fungsi mangrove merupakan penyanggah
bagi ekosisitem lain, tempat memijah organisme perairan dan mencegah
terjadinya abrasi pantai yang diakibatkan terkikisnya sedimen-sedimen pada
daratan. Terjadinya pendangkalan pantai adalah salah satu bentuk apabila
mangrove tidaka ada. Pasang tertinggi sering terjadi dan mengakibatkan
pemukiman sekitar pantai tenggelam diakibatkan oleh punahnya ekosisitem
Mangrove. Beberapa hal tersebut diatas mayoritas diakibatkan oleh ulah manusia
dalam memanfaatkan mangrove tanpa melestariakannya. Dalam program kami
ada beberapa tahapan dalam melihat ulah manusia yaitu melakukan Identifikasi
Mangrove, Penyuluhan, Penanaman dan Pemeliharaan.
Kata kunci : Mangrove, Masyarakat, Pesisir Pantai Sambuli
PENDAHULUAN
Pembangunan dan pertambahan penduduk yang terus meningkat sangar
mempengaruhi peningkatan kebutuhan pangan masyarakat.
Peningkatan
kebutuhan ini merupakan salah satu penyebab timbulnya perilaku manusia untuk
mengekspolitasi sumberdaya alam hayati secara berlebihan tanpa
mempertimbangkan aspek kelestarian. Sumberdaya alam hayati yang terus
dieksploitasi salah satu diantaranya adalah berada pada wilayah pesisir dan pulaupulau kecil seperti hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang dimana
ketiga komponen wilayah pesisir ini termasuk daerah paling produktif karena
merupakan peralihan antara ekosistim darat dan laut yang saling berinteraksi dan
merupakan habitat yang paling subur bagi organisme perairan. Saat ini beberapa
habitat tersebut telah mengalami degradasi yang sangat memperihatinkan.
Hutan bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang didaerah pasang surut pantai belumpur (Bengen, 2000). Sementara
diwilayah pesisir didefenisikan sebagai wilayah dimana dataran berbatasan
dengan laut. Batasan wilayah oesisir didaratan ialah daerah-daerah yang tergenang
air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses bahari
seperti pasang surutnya laut, angina laut dan intruksi air laut, sengakan batasan
wilayah pesisir dilaut adalah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses proses
alami didaratan seperti sedimenatsi dan mengalirnya air tawar ke laut serta daerah
laut yang dipengaruhi oleh kegiatan kegiatan manusia didaratan seperti
penggundulan hutan dan pencemaran. Kawasan pesisir dan laut merupakan
sebuah ekosistim yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik (Sirgar

PKMK-2-11-2

dan Purwaka, 2002). Masing masing elemen dalam ekosistim memiliki peran
dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistim
(daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan
ekosistim keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak
berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan
bahan pencemar.
Di Sulawesi Tenggara, pola eksploitasi pada wilayah pesisir dan pulau pulau
kecil sangat sering terjadi terutama pada ekosistim mangrove. Hal ini ditandai
dengan semakin berkurangnya luasan mangrove yang ada didaerah ini dimana
pada tahun 1992, luas mangrove di Sulawesi tenggara sesuai interprestasi foto
udara oleh tim yang tergabung dalam Cheicoins International Consulting Divison
bekerjasama dengan Pusat studi Lingkungan Universitas Hasanuddin adalah
96.200 Ha (Soesilo, 1996) dan pada tahun 1996 berkurang menjadi 70.840 Ha
(Siswanto, 1997). Berdasarkan hasil interprestasi Citra Landast, luas mangrove
pada tahun 1998 sekitar 26.524,4 Ha dan pada tahun 2000 mnjadi 15.326,9 Ha
(Halili, 2001). Selanjutnya dikatakan bahwa didaerah Muna tingkat kerusakan
mangrove telah mencapai sekitar 40 50 %. Banyak darah pantai dimana
sebelumnya ditumbuhi mangrove tetapi kini telkah berubah menjadi lokasi
tambak, pemukiman penduduk, industri dan jalan raya.
Dalam tinjauan siklus biomassa, hutan mangrove memberikan masukan
unsur hara terhadap ekosistim air, menyediakan tempat berlindung dan tempat
asuhan bagi anak-anak ikan, tempat kawin/pemijahan dan lain lain. Sumber
makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk
partikel bahan organic (detrictus). Selama proses dekomposisi, mangrove
berangsur angsur meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber
makanan bagi berbagai organisme pemakan deposit seperti moluska, kepiting dan
cacing. Konsumen primer ini menjadi makanan bagi konsumen tingkat dua yang
biasanya didominasi oleh ikan ikan buas berukuran kecil selanjutnya dimakan
oleh ikan predator besar yang mementuk konsumen tingkat tiga. Singkatnya,
hutan mangrove berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragam
jenis jenis komoditi penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian
siklus hidupnya.
Salah satu wilayah pesisir yang mengalami degradasi ekosistim yang
merupakan efek dari perilaku eksploitasi adalah di Kelurahan Sambuli Kecamatan
Kotamadya Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Degradasi ekosistim tersebut
telah berimplikasi negative terhadap kehidupan social ekonomi masyarakat pesisir
hingga menyebabkan abrasi pantai yang signifikan, penurunan kualitas air,
hilangnya habitat biota air dan penurunan produktivitas perairan yang ditandai
dengan menurunnya pendapatan masyarakat khususnya nelayan. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kecenderungan eksploitasi tersebut adalah kurangnya
kurangnya kesedaran dan pemahaman masyarakat tentang arti penting kelestarian
sumberdaya alam hayati, peranan ekosistim mangrove da terumbu karang dalam
kehidupan serta pertambahan penduduk yang menyebabkan terjadinya alih fungsi
dari daerah penyangga dan penyedia unsur hara bagi organisme perairan menjadi
daerah atau lokasi pembangunan. Kondisi demikian ini sebanding dengan
eksploitasi yang terus menerus tanpa ada upaya dan konservasi untuk
pelestariannya.

PKMK-2-11-3

Oleh sebab itu, sudah mendesak untuk melakukan langkah langkah


konservasi dan budidaya bersama seluruh komponen masyarakat khususnya
masyarakat pesisir. Langkah langkah konservasi tersebut dijadikan sebagai suatu
acuan dalam upaya mengendalikan dan memelihara kelestarian keanekaragaman
hayati beserta ekosistimnya sekaligus mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat pesisir dan nelayan melalui Program Peningkatan Kesadaran
Masyarakat Tentang Pelestarian Mangrove Berbasis Masyarakat di Pesisir Pantai
Sambuli Kecamatan Abeli Kotamadya Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Luasan mangrove semakin berkurang menyebabkan beberapa biota laut
yang berhabitat didalamnya mulai hilang. Kondisi ini secara langsung
mempengaruhi nilai pendapatan masyarakat nelayan yang berdampak pada tingkat
kesejahteraan masyarakat nelayan tersebut. Jika tidak dilakukan upaya perbaikan
dapat dipastikan bahwa dalam waktu yang relative singkat akan terjadi penurunan
populasi yang semakin banyak lagi sehingga tidak ada keseimbangan antara
lingkungan dan pemanfaatannya. Titik permasalahannya adalah bagaimana
kelestarian mangrove tetap terjaga melalui kpedulian masyarakat dalam
memanfaatkannya.
Tujuan program ini adalah sebagai upaya perlindungan keestarian hutan
mangrove dengan melibatkan masyarakat sehingga fungsi ekonomi, ekologi dan
biologi hutan mangrove selalu terpenuhi dalam kehidupan manusia sekaligus
merupakan langkah solutif dalam menyikapi kondisi masyarakat pesisir yang
masih banyak mengandalkan lautan bebas sebagai lahan penangkapan.
Luaran yang diharapkan dalam program ini adalah :
1. Terbinanya kesedaran masyarakat untuk memelihara dan melestarikan hutan
mangrove.
2. Eksploitasi hutan mangrove dialam akan menurun sehingga populasinya terus
lestari.
3. Masyarakat pesisir dan nelayan penangkap lainnya tidak lagi melakukan
penangkapan dilautan bebas yang sangat mengancam keselamatan jiwa
mereka karena hutan mangrove merupakan habitat beberapa biota laut.
4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu dan meningkatkan kreativitasnya
dalam melihat kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan.
Kegunaan program ini adalah :
1. Bagi lingkungan akan terjadi keseimbangan ekologi dan kelestarian mangrove.
2. Tumbuhnya jiwa dan semangat peduli lingkungan dikalangan masyarakat dan
mahasiswa perikanan.
3. Sebagai hasil, akan terjadi pengurangan abrasi pantai akibat eksistensi hutan
mangrove.
4. Akan terpelihara daerah ini sebagai daerah asuhan (nursery grounds), daerah
mencari makan (feeding grounds) dan daerah pemijahan (spawning grounds)
berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
METODE PENDEKATAN
Program ini dilaksanakan selama kurang lebih empat bulan yaitu mulai
pertengahan bulan Februari 2006 sampai pada bulan pertengahan Mei
2006.Lokasi pelaksanaan program adalah di pesisir pantai Kelurahan Sambuli
Kecamatan Abeli kotamadya Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagaimana
terlihat pada Gambar 1.

PKMK-2-11-4

Gambar 1. Kondisi Pantai Sambuli


Persiapan dan survey pendahuluan dilakukan untuk sosialisasi pada warga
setempat setelah sosialisasi pada pemerintah dan instansi terkait. Sosialisasi ini
bertujuan untuk agar program ini diketahui oleh seluruh komponen yang
berkepentingan terutama masyarakat sekitar lokasi yang akan merasakan manfaat
secara langsung. Pada survey pendahuluan, yang dilakukan adalah pendataan
informasi dari masyarakat tentang lokasi yang direkomendasikan oleh mereka
berdasarkan persyaratan persyaratan yang cocok seperti substrat tanah yaitu
lempung berpasir, lokasi penanam yaitu pada daerah pasang surut dan terhindar
kegiatan manusia.
Bibit yang digunakan adalah yang berasal dari alam yang ukurannya
berkisar 20 30 cm. Sebelum ditanam, bibit tersebut terlebih dahulu dipelihara
dalam polybag, hal ini dimaksudkan agar bibit tersebut bisa beradaptasi dengan
substrat tanah tempat penanaman, selain itu diharapkan bibit yang ditanam
mempunyai ukuran yang relative sama. Pengadaan bibit berlangsung sekitar sati
bulan yakni dari awal Februari sampai akhir Februari 2006 (Gambar 2). Sebelum
penanaman bakau dilakukan, terlebih dahulu dilakukan temu wacana dengan
masyarakat yang dilibatkan. Temu wacana ini sekaligus menyampaikan manfaat
kelestarian ekosistim mangrove dalam kehidupan manusia, teknik penanaman
bakau, pemeliharaan dan monitoring serta mengharapkan keterlibatan mereka
secara kolektif dalam program ini (Gambar 3).

Gambar 2. Tahap Pengadaan Bibit

PKMK-2-11-5

Gambar 3. Penyuluhan tentang pelestarian mangrove


Setelah kegiatan penanaman, selanjutnya dilaksanakan monitoring setiap
dua minggu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan
kelangsungan hidup bakau. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran tinggi
pohon secara acak dengan asumsi mewakili semua bibit yang ditanam sedangkan
untuk mengetahui jumlah bakau yang hidup dilakukan dengan menghitung jumlah
bakau yang mati dan sekaligus diganti dengan bibit bakau yang sidah disiapkan
(stock) (Gambar 4). Hasil monitoring akan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk
rekomendasi keberhasilan penanaman bakau kepada pemerintah dan instansi
terkait.

Gambar 4. Tahap Monitoring dan Pemeliharaan


Alat yang digunakan dalam program ini adalah Tenda pembibitan, Meter
rol, Gerobak mini, Tali raffia, Polybag, Kayu patok gelondongan, Papan, Senter.
Bahan yang digunakan dalam program ini adalah Bakau yang masih berumur
kurang lebih 2 bulan
Keberhasilan program ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek proses
dan aspek hasil yang dicapai yakni ;
1. Aspek proses, yang dievaluasi adalah tingkat pengetahuan dan penguasaan
teknologi serta keterlibatan masyarakat untuk mengembangkan dan

PKMK-2-11-6

mengadopsi usaha program pemeliharaan hutan mangrove sebagai langkah


efektif dalam meningkatkan kelestarian wilayah pesisir.
2. Aspek hasil, yang dievaluasi adalah nilai tingkat pertumbuhan bakau, nilai
fungsi biologi dan ekologi hutan bakau dan produktivitas penanaman bakau
yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada dasarnya keberadaan mangrove sangat berarti bagi ekosistem lain
selain mangrove itu sendiri. Hal ini di tandai dengan kembalinya organismeorganisme perairan yang melakukan pemijahan, bertelur dan melakukan aktivitas
lainnya. Hal seperti ini juga akan berdampak positif bagi manusia dalam
kehidupan sehari-hari seperti dengan tidak lagi merasakan banjir dengan naiknya
air laut atau pasang tertinggi dan kembalinya biota laut akan mempermudah
manusia dalam melakukan aktivitas penangkapan seperti ikan, udang dan banyak
lagi.
Kelurahan Sambuli kecamatan Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara
adalah salah satu daerah yang wilayahnya sebagian besar pesisir pantainya
Terdregradasi atau Ekosisitem Mangrovenya punah. Hal tersebut 90%
diakibatkan oleh ulah manusia dengan melakukan penebangan untuk kebutuhan
sehari-hari.
Pada program kali ini ada beberapa hal yang dilakukan antara lain
melakukan survey lapangan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar
ekosisitem mangrove punah dan diakibatkan oleh apa. Yang kedua adalah
melakukan penyemaian bibit Mangrove sebagai obyek utama dalam program ini.
Yang ketiga adalah melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
pelestarian Mangrove bagi kehidupan manusia.hal Yang terakhir adalah
melakukan proses pemeliharaan dan monitoring dengan tujuan agar kelak
Mangrove dapat tumbuh dengan baik, selain itu akan diketahui berapa banyak
jumlah satuan Mangrove yang hidup dengan rentang waktu yang cukup lama.
Pemilihan jenis bibit yang ditanam adalah salah satu ciri dalam tekhnik
penanaman. Pada daerah bersubstrat lumpur maka jenis Mangrove yang
direkomendasikan adalah jenis Bruguiera dan Rhizophora dengan kadar garam
(salinitas rendah) Sedangkan jenis Avicennia dan Sonneratia yang tumbuh daerah
bersalinitas tinggi itu berada pada daerah bebatuan dan berpasir atau sering
disebut pada substrat pasir berbatu. Dalam pemilihan jenis sangat penting karena
bila jenis yang ditanam tidak cocok dengan lokasi yang direkomendasikan maka
akan lambat proses perkembangannya atau bahkan akan mati.
KESIMPULAN
Pelestarian mangrove dikalangan masyarakat saat ini sangat kurang, hal
tersebut diakibatkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya manfaat dari
mangrove. Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian
Mangrove yang berbasis masyarakat adalah salah satu cara untuk memberikan
pengertian sekaligus pengetahuan kepada masyarakat bahwa Mangrove buat
manusia mempunyai banyak kegunaan dan manfaat dengan cara melakukan
penanaman dan pemeliharaan
Kemampuan dan keamauan masyarakat untuk mengelolah dan
melestarikan Mangrove telah ada, akan tetapi perhatian dari banyak pihak

PKMK-2-11-7

sangatlah kurang seperti Pemerintah dan Pendidikan Tinggi dalam melihat potensi
tersebut. Oleh karena itu kiranya perlu ada kerjasama pihak Pemerintah dan
Pendidikan Tinggi dalam pengelolahan mangrove yang dengan cakupan luas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,1967. Petunjuk Tahapan Survey (Survey Directory). Direktorat
Inventarisasi dan Perencanaan Kehutanan.
,1986. Petunjuk Teknis Inventarisasi Hutan Bakau. Kerjasama Antara
Badan INTAG dengan LP-IPB.
,1999. Laporan Inventarisasi Potensi Bakau di Kawasan Hutan
Produksi Terbatas Kelompok Hutan Santong Labobaron (RTK.81)
Kabupaten Daerah Tingkat II Sumbawa, Propinsi Daerah Tingkat I Nusa
Tenggara Barat. BIPHUT Wilayah VIII Denpasar.
Hadiprajitno Soedari, 1991. Inventarisasi Hutan. Bogor.
www. Lautkita.org/mangrove_ind.html.

PKMM-2-12-1

APLIKASI ALAT PENGUPAS SABUT KELAPA SEDERHANA PADA


PETANI KELAPA DI KENAGARIAN KOTO TUO, KECAMATAN
HARAU, KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
Sumardi, Agus Susanto Ginting, Wira Ardiansyah
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, Payakumbuh
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-2-13-1

OPTIMALISASI PEMANFAATAN RUANG DIANTARA TEGAKAN


JAMBU METE KELOMPOK TANI TELEKOMUNIT
Augustinus Nara Dei, Estri Wehelmina Bangkole, Emiliana Sangga
Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Kupang
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMK-2-14-1

PENERAPAN APLIKASI CERITA RAKYAT DAN PERMAINAN


DAERAH YANG BERBASISKAN WEB DAN ENSKLOPEDIA DALAM
MENDUKUNG PENGAJARAN BUDAYA NASIONAL PADA TAMAN
KANAK KANAK & KELOMPOK BERMAIN
DI KOTAMADYA BANDUNG
Andy Irwanto Handoyo, Andhy Kristiawan, Teuku Mifdhal Fadhly, Khalis
Qamarul Haq, Arief Febrian Harijono, Muhammad Rakhmadani
Jurusan Teknik Elektro, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, Bandung

ABSTRAK
Perkembangan budaya Indonesia yang kian hari kian mengkhawatirkan, terbukti
dengan semakin banyaknya norma norma dan nilai nilai budaya timur yang
ditinggalkan. Jati diri Bangsa Indonesia yang dahulu sering dikumandangkan
sebagai bangsa yang masyarakatnya terkenal sopan santunnya, beradab,
berbudaya, berbudi luhur, dan memiliki lingkungan religius yang kental semakin
luntur dengan berkembangnya zaman. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan para generasi muda tentang budaya bangsa. Oleh karena itu
diperlukan suatu usaha mengembalikan norma norma budaya indonesia pada
jiwa generasi muda serta Mengenalkan sekaligus melestarikan kembali seluruh
budaya bangsa yang mulai ditinggalkan ataupun punah baik ke seluruh Indonesia
maupun ke seluruh belahan dunia. Cerita rakyat dan permainan daerah indonesia
memiliki nilai nilai luhur budaya bangsa seperti kerja sama, gotong royong dan
nilai moral yang sangat tinggi lainnya. Dengan cerita rakyat dan permaianan
daerah dapat menjadi salah satu media pengajaran budaya nasional kepada
generasi muda. Apabila dikemas dalam bentuk web dan ensiklopedia budaya
maka diharapkan dapat mengenalkan teknologi kepada para generasi muda
tersebut.
Kata kunci : cerita rakyat, permainan daerah, website, ensiklopedia, budaya
PENDAHULUAN
Perkembangan budaya Indonesia yang kian hari kian mengkhawatirkan,
terbukti dengan semakin banyaknya norma norma dan nilai nilai budaya timur
yang ditinggalkan. Jati diri Bangsa Indonesia yang dahulu sering dikumandangkan
sebagai bangsa yang masyarakatnya terkenal sopan santunnya, beradab,
berbudaya, berbudi luhur, dan memiliki lingkungan religius yang kental semakin
luntur dengan berkembangnya zaman.
Sekarang coba kita perhatikan dengan seksama, banyak remaja dan anakanak yang menjadi korban budaya. Mereka yang notabene merupakan harapan
bangsa untuk meneruskan dan melanjutkan perjuangan bangsa ini banyak sekali
diracuni oleh berbagai budaya asing yang merusak. Hasil dari penilitian kami di
kota - kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, Semarang dan
Yogyakarta menunjukkan bahwa budaya kini tidak lagi mendasari hidup dalam
bermasyarakat, berinteraksi dengan orang lain. Banyaknya kasus asusila yang
terungkap dari kota pelajar, Yogyakarta, salah satu contoh kasus misalnya adanya
istilah sex in the kost yang dilakukan oleh pelajar universitas yang merupakan

PKMK-2-14-2

bentuk prostitusi yang terselubung membuktikan bahwa tempat yang terkenal


menjunjung tata karma dan sopan santun saja sudah tidak terkontrol lagi, apalagi
daerah daerah seperti Jakarta, bisa dibayangkan bagaimana parahnya. Penetrasi
kebudayaan asing yang paling banyak dibawa melalui tayangan televisi yang
setiap hari kita konsumsi. Sedikit sekali bahkan sangat jarang sekali kita temukan
nilai nilai moral dan estetika yang hendak disampaikan dari setiap tayangan
televisi tersebut. Bahkan banyak sekali juga orang tua yang lupa membatasi putra
putrinya dalam mengkonsumsi tayangan Televisi. Kemudian yang terjadi adalah
Brand Image dari tayangan yang mengandung hal negatif tersebut tertanam
dalam pikiran, yang kemudian secara tidak sadar tergambar dalam setiap
perilakunya di dunia nyata, dan menjadi karakter. Untuk itu guna meng-counter
kebudayaan asing yang negatif, dan mengembalikan kebudayaan Indonesia yang
luhur yang memberikan contoh nilai-nilai sopan santun, ramah Tamah dan lemah
lembut, serta menerima perbedaan yang ada dalam masyarakat kita harus merubah
pola pikir yang sudah ada.untuk itu diperlukan suatu usaha untuk menempatkan
kembali pondasi yang kuat guna membangun lagi masyarakat yang berbudaya dan
mencintai budayanya serta Mengenalkan sekaligus melestarikan kembali seluruh
budaya bangsa yang mulai ditinggalkan ataupun punah baik ke seluruh Indonesia
maupun ke seluruh belahan dunia
METODE PENELITIAN
Metode Pendekatan yang digunakan untuk penerapan web budaya :
1. Proses Pra Produksi
Waktu
: Bulan Januari Bulan April 2005
Lama
: 4 Bulan
Tempat : Perpustakaan Daerah, Toko Buku, Perpustakaan Nasional,
Sanggar Cerita, Taman Kanak Kanak
Bahan
: Buku Cerita rakyat dari sabang sampai merauke, kumpulan
permainan daerah, buku ragam budaya Nasional Indonesia, Alat
Alat Permainan daerah
Metode : Pencarian data dan informasi mengenai cerita rakyat indonesia
dan permainan daerah dari masing masing daerah di indonesia
Kegiatan : Setelah dilakukan proses pencarian data mengenai cerita rakyat
dan permainan daerah maka dilakukan proses selanjutnya yaitu
proses pemilahan dari bahan bahan cerita rakyat dan permainan
daerah tersebut yang disesuaikan berdasarkan tiap tiap provinsi,
kemudian bahan bahan tersebut dianalisa dan dipelajari
berdasarkan nilai nilai budaya yang ada di cerita rakyat dan
permainan daerah tersebut. Sehingga dari hasil proses analisa
tersebut diperoleh suatu nilai nilai moral budaya bangsa yang
nantinya akan ditampilkan di Web budaya serta ensiklopedia
budaya.
2. Proses Produksi
Waktu
: Bulan Mei Bulan Bulan Oktober 2005
Lama
: 6 Bulan
Tempat : Balai kerja, Laboratorium sistem informasi, kampus, Taman
Kanak kanak.

PKMK-2-14-3

Bahan

: Cerita rakyat, permainan daerah, web budaya, foto / gambar


gambar budaya bangsa yang mencerminkan kekayaan budaya
bangsa
Metode : Pembuatan website budaya, melakukan pemasukan data baik
cerita rakyat dan nilai moral budaya serta gambar gambar
budaya indonesia serta keterangan tentang budaya tersebut.
Kegiatan : proses produksi meliputi pembuatan website budaya serta
melakukan pemasukan data berupa cerita rakyat dan nilai nilai
moral budaya bangsa. Setelah melakukan pemasukan data
kemudian dilanjutkan dengan proses akhir produksi yaitu
memperbaiki tampilan sehingga lebih menarik. Kemudian
dilakukan proses pengujian website versi offline sehingga dapat
diketahui kelayakannya dalam proses pengajaran budaya
nasional.
3. Proses Pasca Produksi
Waktu
: Bulan November 2005 Bulan Maret 2006
Lama
: 5 Bulan
Tempat : Taman Kanak Kanak dan Kelompok Bermain, Laboratorium
Sistem Informasi
Bahan
: CD Web budaya, komputer
Metode : Pengujian dan penerapan web budaya dilapangan yaitu di taman
kanak kanak dan kelompok bermain
Kegiatan : Proses pengujian dan penerapan website budaya di taman kanak
kanak dan permainan daerah. Kemudian dilakukan proses
troubleshooting, apakah sistem tersebut berjalan atau
memerlukan penambahan lebih lanjut. Sehingga saran atau
masukan dari lapangan akan diolah dan bisa dikembangkan
dalam sistem informasi budaya tersebut.
Metode Pendekatan yang digunakan untuk penerapan ensiklopedia Permainan
daerah :
1. Proses Pra Produksi
Waktu
: Bulan Januari Bulan April 2005
Lama
: 4 Bulan
Tempat : Perpustakaan Daerah, Toko Buku, Perpustakaan Nasional,
Sanggar Cerita, Taman Kanak Kanak
Bahan
: Buku Cerita rakyat dari sabang sampai merauke, kumpulan
permainan daerah, buku ragam budaya Nasional Indonesia, Alat
Alat Permainan daerah
Metode : Pencarian data dan informasi mengenai cerita rakyat indonesia
dan permainan daerah dari masing masing daerah di indonesia
Kegiatan : Setelah dilakukan proses pencarian data mengenai cerita rakyat
dan permainan daerah maka dilakukan proses selanjutnya yaitu
proses pemilahan dari bahan bahan cerita rakyat dan permainan
daerah tersebut yang disesuaikan berdasarkan tiap tiap provinsi,
kemudian bahan bahan tersebut dianalisa dan dipelajari
berdasarkan nilai nilai budaya yang ada di cerita rakyat dan

PKMK-2-14-4

permainan daerah tersebut. Sehingga dari hasil proses analisa


tersebut diperoleh suatu nilai nilai moral budaya bangsa yang
nantinya akan ditampilkan di Web budaya serta ensiklopedia
budaya.
2. Proses Produksi
Waktu
: Bulan Mei Bulan Bulan Desember 2005
Lama
: 8 Bulan
Tempat : Balai kerja, Laboratorium sistem informasi, kampus, Taman
Kanak kanak.
Bahan
: Cerita rakyat, permainan daerah, web budaya, foto / gambar
gambar budaya bangsa yang mencerminkan kekayaan budaya
bangsa
Metode : Pembuatan ensiklopedia budaya, melakukan pemasukan data
baik permainan daerah dan nilai moral budaya, gambar gambar
budaya indonesia, keterangan tentang budaya tersebut, cara
cara permainan daerah tersebut dan persiapan pembuatan buku.
Kegiatan : proses produksi meliputi pembuatan ensiklopedia budaya serta
melakukan pemasukan data berupa permainan daerah dan nilai
nilai moral budaya bangsa. Setelah melakukan pemasukan data
kemudian dilanjutkan dengan proses akhir produksi yaitu
memperbaiki cover / tampilan buku sehingga lebih menarik.
Kemudian dilakukan proses pengujian ensiklopedia budaya
sehingga dapat diketahui kelayakannya dalam proses pengajaran
budaya nasional.
3. Proses Pasca Produksi
Waktu
: Bulan Januari Bulan April 2006
Lama
: 4 Bulan
Tempat : Taman Kanak Kanak dan Kelompok Bermain, Laboratorium
Sistem Informasi
Bahan
: ensiklopedia budaya, alat alat permainan
Metode : Pengujian dan penerapan ensiklopedia budaya dilapangan yaitu
di taman kanak kanak dan kelompok bermain
Kegiatan : Proses pengujian dan penerapan ensiklopedia budaya di taman
kanak kanak dan kelompok bermain. Kemudian dilakukan
proses
troubleshooting,
apakah
ensiklopedia
tersebut
memerlukan penambahan lebih lanjut. Sehingga saran atau
masukan dari lapangan akan diolah dan bisa dikembangkan
dalam ensiklopedia budaya tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penerapan di taman kanak kanak dan kelompok bermain maka
diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Website Cerita Rakyat

PKMK-2-14-5

Dari hasil implementasi di lapangan, ternyata produk website cerita rakyat


sangat membantu para orang tua dan para guru dalam mengajarkan nilai
nilai budaya nasional. Media website off line ini juga dimaksudkan agar
anak anak juga mengetahui tentang teknologi komputer sejak dini. Dari
hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara oleh para guru dan orang
tua, media pengajaran budaya cerita rakyat melalui website cerita rakyat
ini sangat efektif karena website cerita rakyat ini sangat interaktif dan sarat
dengan hal hal edukasi seperti nilai nilai moral budaya. Salah satu
kelemahan dalam pengajaran budaya indonesia adalah kurangnya
pengetahuan para guru dan para orang tua tentang budaya nasional
indonesia sehingga mereka tidak memiliki cukup pengetahuan budaya
bangsa untuk diajarkan kepada murid atau anak - anaknya. Hal ini
menbawa dampak yang cukup besar bagi para generasi muda sekarang
khususnya anak anak, mereka hanya tahu tentang cerita rakyat asing
seperti cinderella, pinokio, putri salju yang notabene sarat tidak memiliki
muatan moral budaya ketimuran. Oleh karena itu dengan media website
cerita rakyat ini bisa menambah kasanah wawasan budaya generasi muda.
Website budaya ini selain memberikan wawasan budaya bangsa juga sarat
akan teknologi sehingga tidak hanya untuk anak anak melainkan juga
pengenalan pendidikan teknologi kepada para guru guru taman kanak
kanak atau orang tua untuk belajar mengenal teknologi komputer. Website
budaya ini selain untuk pengajaran budaya nasional pada generasi muda
khususnya anak anak taman kanak kanak juga bisa digunakan untuk
masyarakat pada umumnya karena hanya sedikit masyarakat yang
mengetahui tentang cerita rakyat seluruh indonesia sehinggamedia ini bisa
menjadi sarana untuk mengetahi salah satu khasanah budaya bangsa.
Tetapi hal ini tidak memberikan jaminan bahwa apabila anak anak telah
mengetahui dan mempelajari budaya moral ketimuran indonesia maka
perilaku mereka di masa yang akan datang tidak akan menyimpang, oleh
karena itu diperlukan pengawasan dan kontrol serta kasih sayang dari
orang tua kepada anak anak. Diperlukan bimbingan yang sangat besar
bagi anak anak dalam masa pembentukan karakter dan jiwa mereka.
Oleh karena itu diperlukan dukungan dan kasih sayang dari orang tua dan
para guru pada khusunya dan masyarakat pada umumnya, sehingga anak
anak tersebut tumbuh berkembang menjadi generasi muda yang berbudi
luhur dan memiliki intelektual yang tinggi sehingga dapat membangun
bangsa indonesia.
2. Ensiklopedia Permainan Daerah
Pembuatan ensiklopedia permainan daerah ini dimaksudkan sebagai upaya
untuk mencegah kepunahan dalam permainan daerah tersebut. Banyak
fenomena yang terjadi dilapangan anak anak sudah tidak melakukan
permainan tradisional melainkan banyak melakukan permainan asing
seperti video games, play station yang notabene sarat dengan
individualitas. Permainan tradisional atau permainan daerah tersebut
memiliki nilai nilai moral budaya yang sangat tinggi seperti gotong
royong, kerja sama, kejujuran, sopan santun, disiplin dan setia kawan yang
tinggi, seperti permainan benthik, bentengbentengan, congklak dan lain

PKMK-2-14-6

lain. Dari hasi implementasi di lapangan, anak anak sangat antusias


dalam melakukan permainan tradisional tersebut walaupun pada awalnya
mereka tidak mau bahkan menolak tapi berkat bantuan para guru, anak
anak tersebut dapat memainkan permainan tersebut. Ensiklopedia
permainan daerah dilengkapi dengan gambargambar bentuk permainan
daerah dan petunjukpetunjuk permainan yang dicetak sedemikian rupa
sehingga bisa dijadikan panduan oleh para guru dalam mengajarkan
permainan daerah tersebut. Ensikolpedia permainan daerah tersebut berisi
tentang permainan daerah seluruh indonesia dilengkapi dengan petunjuk
permainan daerah dan nilainilai moral yang didapat dalam permainan
daerah tersebut. Selain terdapat nilainilai moral budaya, permainan
daerah tersebut juga mengajarkan tentang olah gerak tubuh sehingga anak
anak tersebut secara tidak langsung berolah raga. Dari hasil pengamatan
dilapangan dengan adanya permainan daerah tersebut maka anak anak
lebih berinteraksi sosial khususnya kepada temantemannya sehingga
secara tidak langsung dapat meningkatkan rasa solidaritas dan kerja sama
yang tinggi. Permainan tdaerah tersebut banyak digemari oleh anak
anak, walaupun waktu sekolah udah usai, anakanak masih melanjutkan
permainan tersebut di lapangan dekat rumah atau di jalan. Tetapi hal ini
tidak menjamin bahwa jiwa mereka akan terbentuk secara otomatis tanpa
dukungan dari orang tua dan lingkungan masyarakat. Sehingga secara
tidak langsung pengaruh lingkungan masyarakat juga sangat
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan jiwa dan karakter anak
anak dalam berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar.
KESIMPULAN
Dengan adanya penerapan aplikasi cerita rakyat dan permainan daerah yang
berbasiskan seb dan ensiklopedia yang mendukung pengajaran budaya nasional
pada taman kanak kanak dan kelompok bermain, maka merupakan suatu upaya
dalam membentuk pondasi yang sangat kuat dalam rangka mnciptakan
masyarakat yang berbudaya dan mencintai budaya indonesia. Hal ini juga
merupakan salah satu media untuk mengembalikan norma norma budaya
indonesia khususnya jiwa para generasi muda. Diharapkan dengan adanya media
website budaya dan ensiklopedia permainan daerah bisa dijadikan salah satu
pedoman pembelajaran budaya bagi dunia pendidikan di indonesia. Penerapan
aplikasi cerita rakyat dan permainan daerah yang berbasiskan website dan
ensiklopedia memang sarat dengan teknologi , hal ini dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengenalkan teknologi baik bagi para generasi muda sejak dini maupun
bagi para orang tua dan guru agar dimaksudkan dapat menciptakan komunitas
yang cerdas, berilmu tinggi, menguasai IPTEK, tetapi tetap berbudaya ketimuran.
Media website budaya dan ensiklopedia permainan daerah dibuat dengan maksud
untuk melestarikan kembali seluruh budaya bangsa yang mulai ditinggalkan
ataupun punah baik ke seluruh Indonesia maupun ke seluruh belahan dunia.
Diharapkan dengan adanya website cerita rakyat dan ensiklopedia dapat mendidik
dan mengembangkan jiwa generasi muda khususnya anak anak dalam mengenal
budaya indonesia dan nilai nilai luhur budaya ketimuran sehingga dapat
menciptakan masyarakat yang berbudaya dan memiliki intelektualitas yang tinggi
dalam rangka membangun bangsa indonesia.

PKMK-2-14-7

DAFTAR PUSTAKA
Ikranegara MY. 2002. Kumpulan Dongeng Rakyat Nusantara. Surabaya: Bintang
Usaha Jaya Pr.
Suparlan YB. 2002. Cerita Rakyat Maluku. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusatama Pr.
Muthalib A. 1999. Cerita Rakyat dari Sulawesi Selatan. Jakarta: Grasindo Pr.
Sulistyowati S. 1996. Cerita Rakyat dari Jawa Tengah. Jakarta: Grasindo Pr.
Adilla I. 2004. Cerita Rakyat dari AGAM. Jakarta: Grasindo Pr.
Syahbandi. 1994. Cerita Rakyat dari Kalimantan timur. Jakarta: Grasindo Pr.
Syahrudin. 1995. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara. Jakarta: Perpustakaan
Nasional Pr.
Sumaryono B. 1990. Ayo Bermain. Semarang: Pelita mulia Pr.
Subandono A. 1994. Mari bermain dan belajar. Surabaya: Cahaya Ilmu Pr.
Margono B. 1993. Dogeng anak Nusantara. Jakarta: Perpustakaan Nasional Pr.

PKMM-2-15-1

PENGANGKATAN AIR BERSIH DARI GUA GALIS, KECAMATAN


PANGGANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA
UNTUK KEBUTUHAN MASYARAKAT SEKITAR
Fery Prihantoro, Meki Gusmarsandi, Imelda Octarina, AT Wibowo, Mustangin
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
ABSTRAK
Air merupakan penunjang utama bagi kehidupan. Wilayah Gunung Kidul di DI
Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang sebagian besar kekurangan air.
Kondisi alam yang berupa pegunungan kapur, merupakan penyebab utama
kondisi tersebut. Masyarakat di sana selama bertahun-tahun mengandalkan
droping air dari luar wilayah mereka. Selanjutnya masyarakat mesti membelinya
dengan harga yang relatif meningkat. Keadaan yang kontradiktif, karena belasan
atau puluhan meter di bawah mereka tinggal, ternyata tersedia air tanah yang
cukup melimpah. Namun demikian, kondisi geografis yang sulit merupakan
penghalang utama bagi mereka untuk bisa memanfaatkan ketersediaan air
tersebut. Oleh karena itu, kami mahasiswa terpanggil untuk melakukan kegiatan
yang berorientasi pada eksplorasi air tanah yang bertujuan membantu mengatasi
masalah kekurangan air, khususnya masyarakat sekitar gua. Program ini
menggunakan metode yang sangat beragam, dimulai dari survey sampai tahap
operasional. Sejauh ini pengangkatan air bersih Gua Galis sudah sampai pada
tahap IV yaitu uji kualitas air, Instalasi pipa, pembuatan bak didalam dan luar
gua serta pemasangan instalasi listrik.
Kata Kunci :Air Kebutuhan utama bagi kehidupan
PENDAHULUAN
Pengangkatan air bersih Gua Galis Kecamatan Purwosari, Kabupaten
Gunung Kidul Yogyakarta untuk kebutuhan masyarakat sekitar di latar belakangi
masalah air merupakan penunjang utama bagi kehidupan. Arti penting air sangat
terasa bila mahluk hidup berada dalam kondisi alam yang ketersediaan air tidak
optimal, apalagi kekurangan. Wilayah Gunung Kidul di DI Yogyakarta
merupakan salah satu wilayah yang sebagian besar minus air.
Kondisi air yang berupa pegunungan kapur, merupakan penyebab utama
kondisi tersebut. Masyarakat di sana selama bertahun-tahun sangat mengandalkan
droping air dari luar wilayah mereka. Selanjutnya masyarakat mesti membelinya.
Keadaan demikian tentu saja menjadikan potensi mayarakat serta pengelolaan
tanah tidak maksimal. Keadaan makin berbeda dengan masyarakat di wilayah lain
yang tidak mempunyai masalah dengan sumber air.
Droping air yang terbatas jumlahnya, menjadikan konsumsi air pada
masyarakat hanya untuk kepentingan utama dan sangat terbatas. Keadaan
demikian relatif belum berubah hingga kini. Keadaan yang kontradiktif, karena
belasan atau puluhan meter di bawah mereka tinggal, ternyata tersedia air tanah
yang cukup melimpah. Namun demikian, kondisi geografis yang sulit merupakan
penghalang utama bagi mereka untuk bisa memanfaatkan ketersediaan air
tersebut. Oleh karena itu, kami mahasiswa terpanggil untuk melakukan kegiatan
yang berorientasi pada eksplorasi air tanah bagi masyarakat sekitar.

PKMM-2-15-2

Dari latar belakang masalah dapat diperoleh beberapa masalah pokok yang
berarti pula sebagai rumusan masalah dalam kegiatan ini. Selanjutnya akan dicari
bentuk operasionalisasi solusinya, yaitu :
1. Bagaimana membangun suatu sistem eksploitasi air tanah yang bertujuan
memberi suplai air yang cukup berarti pada masyarakat?
2. Bagaimana membangun sistem penggunaan air yang adil dan murah?
3. Bagaimana membangun norma masyarakat yang secara kongkrit berupa
pemeliharaan sistem tersebut?
4. Bagaimana mengikut sertakan masyarakat dalam operasionalisasi
pembangunan, sehingga muncul rasa handarbeni masyarakat? Hal ini
merupakan kondisi mendasar yang harus ada untuk munculnya perilaku
kongkrit yang mendukung tujuan proyek ini.
Program ini mempunyai beberapa tujuan, pertama untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar gua, setidaknya berupa terpenuhinya - paling
tidak sebagian - kebutuhan hidup yang mendasar yaitu air yang murah dan dalam
kuantitas yang lebih serta kualitas yang cukup. Selanjutnya, kedua, meningkatkan
kegiatan mahasiswa dengan kegiatan yang bersifat pengabdian sosial. Suatu misi
utama dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Serta akhirnya menjadi mitra
pemerintah dengan mengkreasi suatu kegiatan mahasiswa yang berupa kegiatan
sosial yang kongkrit.
Kegunaan program ini adalah bisa terpenuhinya kebutuhan air bagi
msayarakat sekitar Gua Galis,selain itu program ini diharapkan bisa menghasilkan
bentuk baru kegiatan UKM yang langsung dirasakan berarti positif bagi
masyarakat. Sementara pada sisi lainnya, bisa menjembatani adanya jurang yang
dalam antara masyarakat nyata dan lingkungan perguruan tinggi yang sangat
teoritis yang pada akhirnya memang dituntut untuk bisa memberi sumbangan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat
METODE PENELITIAN
Pada tahap awal (pra operasional) survey dilakukan pada banyak hal, diantaranya:
a. Dokumentasi berupa :

Pencarian peta geografis yang diperoleh dari Bakosurtanal (Badan


Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional)

Pemotretan lokasi, baik di dalam maupun di luar gua

Sosiologis, berupa wawancara tentang tanggapan serta antusiasme


masyarakat maupun aparat setempat tentang rencana program

Eksplorasi gua, untuk mengetahui tingkat kesulitan pengangkatan,


debit serta kualitas air
b. Analisa Teknis
Untuk mendapatkan mesin serta peralatan lain yang diperlukan untuk
berhasilnya program
c. Diskusi
Dilakukan bersama warga dan aparat untuk memperoleh kondisi sosial serta
pembangunan dan pemeliharaan sistem.
d. Uji Kualitas Air
Dilakukan di BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) untuk
mengetahui kelayakan penggunaan air oleh masyarakat.

PKMM-2-15-3

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. OPERASIONAL
a. Tahap I
Tahap I ( 23 Juli 2005 ) dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama
melakukan ekplorasi untuk mencari sumber air yang lain, karena informasi dari
penduduk ada sumber lain, setelah di ekplorasi ternyata ditemukan sumber lain
dan debitnya kecil serta jauh dari sumber yang akan diangkat.
Sedangkan kelompok kedua survey jalur pemasangan instalasi pipa dari
sumber 1, sember 2 dan sumber 3, dengan hasil sember 1 dan sumber 2 di buatkan
bendungan dan dialirkan melalui pipa menuju bak. Sedangkan sumber 1 dikasih
terpal untuk mengalirkan supaya tetesan air masuk ke dalam bak penampungan.
Untuk bak penampungan rencanan akan ditambah ketinggian dari sisi bak.
b. Tahap II
Tanggal : 01 - 04 Agustus 2005

Sosialisai dengan perangkat Desa Karang Tengah.

Mengadakan syukuran dan selamatan bersama penduduk setempat, kemudian


dilanjutkan dengan proser pemasangan pipa dari sumber 1 dan 2 dengan cara
pengecoran.

Pengecekan cor - coran pipa sumber 1 dan 2, lanjutkan dengan pembuatan


pondasi mesin 1 dan mesin 2.
c.
Tahap III
Tanggal : 15 - 22 Agustus 2005

Meninggikan bak yang sudah ada didalam gua.

Tim 1 mengambil dokumentasi gua dan tim 2 mengumpulkan batu-batu


disekitar gua untuk bahan pondasi bak.

Tim 1 memplester bak karena masih ada yang bocor. Tim 2 mentransfer air
didalam gua, tim 3 siaga di pitch sedangkan tim 4 mentansfer air diatas mulut
gua, tim 5 mengambil air didekat SD Karang Tengah, dan masyarakat dusun
sendiri memberikan bantuan sukarela mentransfer pasir yang ada di atas
ataupun depan Puskesmas untuk ditransfer kelokasi pembuatan bak.

Tim mulai mengerjakan pondasi sedangkan yang lainnya tetap mencari batu
dan mengambil air.

Melanjutkan tahapan pembuatan pondasi dan proses pengecoran.


d. Tahap IV
Pemasangan mesin didalam gua dan Simulasi pengangkatan air bersih Gua
Galis.
e. Tahap V
Jika tahap IV sesuai dengan target yaitu simulasi pengangkatan berhasil
maka akan dilakukan peresmian dan penyerahan kepada Masyarakt Dusun
Karang Tengah.
2. KARAKTERISTIK & POTENSI GUA
a. SUMBER AIR
Sumber 1 merupakan rembesan yang tertampung dalam sumuran, sumber 2
merupakan rembesan yang mengalir ke sumber 3 dan merupakan tetesan perkulasi
yang jatuh dari stalaktit.

PKMM-2-15-4

b. DEBIT AIR
Jumlah debit yang tertampung dalam bak penampungan yang ada di dalam gua,
dalam satu hari (86.400 detik) adalah: 4.338 liter perhari atau 4,3 m2 perhari.
c. GEOGRAFIS GUA
Vertikal
: 32 m
Harizontal
: 120 m

3.

HASIL SOSEKBUD
Kondisi perairan keluarga masyarakat Karang Tengah, Giricahyo, Purwosari,
Gunung Kidul, boleh dibilang sangat minim, masyarakat sangat tergantung pada
air hujan, hampir semua masyarakat Karang Tengah mempunyai bak
Penampungan Air Hujan (PAH), yang berfungsi untuk menampung air hujan
sebanyak mungkin, akan tetapi kapasitas bak PAH berkisar antara 1000 2000
liter, maka pada waktu musim kemarau datang kondisi perairan masyarakat
Karang Tengah sangat kekurangan, sehinggga dengan terpaksa masyarakat
Karang Tengah membeli air pada PDAM atau penjual air dengan harga yang
cukup mahal. Adapun harga air untuk 5000 liter berharga Rp. 100.000 Rp.
150.000.- .
Sedangkan penggunaan air tergantung dari jumlah anggota keluarga, ada
yang cuma menghabiskan sedikit air dan ada yang membutuhkan banyak air, tapi
rata-rata masyarakat Karang Tengah untuk 5000 liter air dihabiskan dalam waktu
lebih kurang 2 minggu, jadi dalam 1 bulan diharuskan membeli air sebanyak 2
mobil Tangki. Jadi pengeluaran masyarakat Karang Tengah untuk membeli air
dalam satu bulan saja sudah menghabiskan uang sebesar Rp. 200.000 - Rp.
300.000,-.
Gua Galis yang terdapat di dusun Karang Tengah mempunyai sumber mata
air, yang pernah dimamfaatkan ataupun pernah diambil sebagai alternatif air hujan
dan untuk mengambil air tersebut harus masuk gua dengan kedalaman 30 m
kemudian berjalan 150 m, dahulu penduduk masuk menggunakan tangga dari
bambu yang sekarang sudah hancur. Tapi sekarang masyarakat Karang Tengah
sudah tidak pernah lagi mangambil air disana karena alasan keamanan, karena
pernah kejadian ada yang mengambil air mungkin karena terpeleset dan akhirnya
jatuh kemudian meninggal dunia, sejak kejadian itu masyarakat Karang Tengah
tidak pernah lagi mengambila air disana.
SOSEKBUD yang kami lakukan di masyarakat Karang Tengah sangat
mengharapkan agar air Gua Galis untuk diangkat, sehingga mereka tidak perlu
masuk gua lagi. Akan tapi permasalahan mereka adalah dana yang untuk
keperluan keluarga saja yang sangat minimum. Masyarakat Karang Tengah
sebagian besar bermata pencaharian sebagai Petani.
Masyarakat Karang Tengah mendukung rencana yang kami tawarkan untuk
mengangkat air Gua Galis dalam bentuk bantuan tenaga. Dan mereka akan
membeli air dari Gua Galis sebagai ganti biaya operasional pengangkatan air.
Karena mereka bisa membeli air hanya sesuai dengan kebutuhan mereka, dan
dalam mengeluarkan uang untuk membeli air tidak terasa berat. Masyarakat
Karang Tengah sangat mengharapkan dan sangat mendukung untuk pengangkatan
air Gua Galis.

PKMM-2-15-5

4.

SAMPEL AIR GUA GALIS


Kawasan karst yang identik dengan daerah kering dan kekurangan air,
sebenarnya mempunyai potensi yang cukup dengan sering ditemukannya sungai
sungai dibawah tanah. Meskipun kuantitas dan kualitasnya belum pasti diketahui.
Sehingga uji kualitas air juga ingin mengetahui kualitas air bawah tanah yang ada.
Eksplorasi pada kegiatan ini sebagai perwujudan kepedulian kita terhadap aspek
lingkungan.
Pada survei tim PKM ini, dan dari delapan gua yang telah di eksplorasi
semua terdapat air didalamnya, sebagian besar merupakan air genangan. Tetapi
ada satu gua yang memiliki sumber air didalamnya yaitu Gua Galis yang terdapat
di Dusun Karang Tengah, Kecamatan Purwosari. Kab.Gunung Kidul.
Gua Galis terletak kurang lebih 500 meter dari rumah penduduk, merupakan
gua multi pitch dengan kedalaman pertama 21 meter, kedua 9 meter kemudian
berjalan 150 meter baru terdapat dua titik sumber air, yang satunya berbentuk
seperti sumur dengan kedalaman 2 m. Sedangkan sumber lainnya berbentuk
tetesan perkulasi yang airnya menetes terus-menerus, ini terbukti dengan beberapa
kali survei pada musim hujan dan musim kemarau.
Oleh karena itu dengan kesepakatan bersama tim memutuskan agar air dari
Gua Galis untuk di ambil sampelnya dengan harapan jika hasil uji kualitas air
layak dikonsumsi agar nantinya dapat di manfaatkan oleh masyarakat dusun
Karang Tengah.
Dalam ketetapan keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor : 214/KPTS/1991, secara Kualitas Air pada Badan Air menurut
peruntukannya digolongkan menjadi :

Golongan A, yaitu air yang diperuntukkan bagi air minim secara langsung
tanpa pengolahan.

Golongan B, yaitu air yang diperuntukkan bagi air baku untuk diolah
menjadi air minum dan keperluan rumah tangga.

Golongan C, yaitu air yang diperuntukkan untuk keperluan perikanan dan


peternakan.

Golongan D, yaitu air yang diperuntukkan bagi pertanian dan dapat


digunakan untuk usaha perkotaan dan industri.
Adapun untuk proses uji kualitas air ini dalam pengujian sampel air Gua
Galis, maka kami bekerja sama dengan Balai Besar Tehnik Kesehatan
Lingkungan (BBTKL), hasil pengujian oleh BBTKL yang didapat dalam
pengujian baik secara kimia dan biologi, dapat dilihat pada tabel berikut :

PKMM-2-15-6

Tabel

Hasil Uji Parameter Kimia Air Gua Galis,dsn Karang Tengah, Gunung
Kidul

1
2
3
4
5

PARAMETER
KIMIA
Kekeruhan
Suspended Solid (SS)
Kesadahan (CaCO3)
BOD
COD

6
7

Besi (Fe)
Mangan (Mn)

NO

NTU
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l

HASIL UJI
8681 K
1
8
171,02
3,7
16

Mg/l
Mg/l

0,05
< 0.05

SATUAN

METODE UJI
SNI 06-2413-1991
In House Methode
SNI 06-2430-1991
SNI 06-2503-1991
APHA 1998, Section
5220
SNI 19-1127-1989
SNI 19-1133-1989

Tabel Hasil Uji Parameter biologi Air Gua Galis, Karang Tengah, Gunung Kidul

PARAMETER
BIOLOGI
Coliform

Coli Tinja

NO

SATUAN
/100 ml
/100 ml

HASIL UJI
8680 B
600

METODE UJI
APHA 9221-B Ed 201998
APHA 9221 E Ed.
20-1998

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Balai Besar Teknik


Kesehatan Lingkungan Yogyakarta, maka air Gua Galis telah memenuhi standar
untuk dikonsumsi sebagai kebutuhan rumah tangga.
HASIL AKHIR
Sejauh ini pengangkatan air bersih goa Galis sudah sampai pada tahap IV
yaitu Instalasi pipa sudah terpasang mencapai 90%, sumber air 1 dan 2 sudah
disatukan dengan sumber air 3 dan dialirkan ke bak penampungan yang ada
didalam goa. Kapasitas bak penampungan sudah diperbesar dengan menambah
ketinggian sisi bak setinggi 40 cm.
Adapun diluar goa juga sudah dibuat bak penampungan air dengan kapasitas
bak sebesar 3,5 m3.. Sedangkan pemasangan instalasi listrik sudah sampai ke
mulut gua.
Dalam hal ini tim masih mengalami masalah kekurangan dana,akan tetapi
sampai saat ini tim masih berusaha mencari dana dari berbagai instansi maupun
pihak lain yang sekiranya dapat membantu dalam proses pengangkatan air bersih
Gua Galis.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari hasil sample Uji Kualitas Air di Laboratorium Balai Besar Kesehatan
Lingkungan ( BBTKL) maka air Gua Galis layak untuk penggunaan rumah
tangga.
2. Air dapat diangkat dengan 3 mesin pemompa dengan daya listrik 900 Watt.
3. Operasional pengangkatan Air Gua Galis diserahkan sepenuhnya kepada
karang taruna Dusun Karang Tengah dan tim PKM sebagai pemantau.

PKMM-2-15-7

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Setjadipraja, 1974. Masalah Besi(Fe) dan Mangan Dalam Air Minum.
ITB Bandung.
Alaerts & Sri Sumesti, Metoda Penelitian Air.Usaha Nasional, Surabaya.
Indonesia.
Anonim, 1990. Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta.
Anonim, 2004. Diktat materi DIKLATSAR MADAPALA 2004. Yogyakarta
Anonim, 2004. Diktat materi Pemantapan Caving MADAPALA 2004. Yogyakarta
Hening Darpito, 1993. Pedoman Pelatihan Water Test Kit Sistem Membran Filter,
Dirjen PPM dan PLP. Jakarta.
Sanropie, Djasio dkk, 1984. Pedoman Bidang Studi Penyehatan Air Bersih.
DepkesRI. Jakarta.
Suparmin, 2002. Kimia Untuk Analisis Air dan Limbah. Politeknik Semarang,
Jurusan Kesehatan Lingkungan. Purwokerto.

PKMM-2-16-1

RANCANG BANGUN ALAT MIXER ROTI BANDUNG DENGAN


VARIASI PERCEPATAN
Nurul Ichwanudin, M. Arifin, Wardoyo
Program Studi Teknik Mesin Otomotif, Politeknik Surakarta, Surakarta
ABSTRAK:
Kata kunci:

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Salah satu macam/jenis yang mudah dijumpai pada para pedagang kaki lima di
pinggir jalan adalah keberadaan penjual roti bakar. Pada kenyataannya jenis roti
bakar ini ada dua yaitu dengan mengusung merk roti bandung dan non roti
bandung. Hal yang membedakan antara roti bandung dengan yang bukan roti
bandung adalah lebih dititk beratkan pada bentuk bahan dasarnya yaitu bentuk roti
dan rasa khas rotinya.
UKM yang bergerak dibidang produksi roti bandung ini salah satunya adalah
milik bapak Rohmad yang berlokasi di wilayah Sukoharjo tepatnya didaerah
Kramat, Mulur, Sukoharjo.
Kapasitas produksi UKM milik bapak Rohmad ini membutuhkan 25 kg
gandum tiap paketnya, dan tiap paketnya mampu dihasilkan roti sebanyak 150
roti. Harga satu roti dijual pada para pedagang Rp. 1500.
Jadi satu paket mampu mencapai Rp. 225.000. Tiap bulannya mampu
diproduksi sekitar 25.000 sampai 30.000 roti bandung.
Untuk memproduksi roti bandung ini bapak rohmat membutuhkan peralatan
antara lain:
- Mixer konvensional (masih mempergunakan tangan)
- Oven roti
- Loyang khusus untuk roti bandung
- Meja produksi
Pangsa pasar yang sudah dicapai adalah:
- Sukoharjo dan Surakarta
Seperti yang disampaikan oleh bapak Rohmad, dikarenakan saat proses
pencampuran antara bahan baku (gandum), bumbu dan air masih
mempergunakan tangan maka ada beberapa kelemahan yang didapat:
- hasil pencampuran kurang maximal
- waktu yang dibutuhkan untuk proses lebih lama
- hasil roti setelah pengovenan tidak biasa berkembang
Dengan konsdisdi yang demikian maka tim PKM bersama sama bapak
Rohmad mencoba untuk mengatasi permasalahan yaitu dengan membuat
sebuah alat mixer denganh variasi percepatan.
Identifikasi Masalah
Permasalahan yang muncul dari UKM bapak Bodro adalah:
- Sarana pencampuran dengan media meja kayu

PKMM-2-16-2

- Alat yang digunakan untuk mencampur bahan langsung dengan


tangan
- Kebersihan kurang optimal bila proses dengan konvensional
- Waktu proses sangat tergantung dengan kondisi SDM
- Kaulitas hasil proses pencampuran juga tergantung kondisi SDM
- Jumlah/kapasitas
produksi
sangat
tergantung
dengan
tenaga/kemampuan SDM
- Hasil akhir roti bandung sangat dipengaruhi oleh kualitas pencampuran
bahan
Perumusan Masalah
Didasarkan pada kondisi dilapangan/UKM dan perihal yang disampaikan
bapak Rohmad, yaitu keinginan untuk menaikan kapasitas produksi dan kualitas
hasil akhir dimana kunci keberhasilan kualitas produk yang baik ditentukan oleh
kaulitas pencampuran maka tim PKMM dapat menggaris bawahi bahwa
permasalahan utama adalah pada proses produksi yaitu: pada item proses
pencampuran (mixer).
Tujuan Kegiatan
Tujuan dari program ini adalah untuk menaikan kapasitas produksi roti
bandung dari 25000-30000 roti per bulan bisa mencapai 40000-50000 roti per
bulan. Sekaligus menekan terjadinya kerusakan roti akibat tidak maximalnya hasil
roti.
Kegunaan
a. Potensi Ekonomi Produk
Dengan mempergunakan alat ini maka nantinya proses produksi akan semakin
cepat khususnya proses pencampuran bahan-bahan baku dan pendukungnya,
sehingga konsekuensinya untuk produksi lebih banyak akan terbuka. Satu
kali proses produksi pencampuran, jumlah bahan yang dicampur dengan
jumlah besar maupun sedikit sama saja. Dari sisi ini tentunya jumlah biaya
proses pencampuran akan lebih efisien dibandingkan dengan
mempergunakan tangan.
b. Nilai Tambah Produk Dari Sisi IPTEKS
Alat mixer roti bandung ini dibuat khusus, dan tidak sama dengan mixer yang
ada dipasaran. Hal yang membedakan adalah pada bentuk sudunya. Kondisi
ini memang nantinya akan berdampak pada kualitas hasil pencampuran. Alat
ini juga dilengkapi dengan variasi percepatan, yang memanfaatkan kinerja
sebuah transmisi. Kualitas hasil pencampuran akan semakin optimal yang
pada akhirnya saat dilakukan pengovenan hasilnya akan berkembang lebih
baik.
c. Dampak Sosial
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa dengan mempergunakan alat ini
kemampuan untuk proses akan semakin cepat, sehingga dengan kondisi
seperti ini akan mempengaruhi jumlah kebutuhan tenaga kerja dikarenakan
kenaikan kapasitas produksi dan secara tidak langsung juga akan membantu
pengurangan tenaga pengangguran.

PKMM-2-16-3

METODE PENDEKATAN

KESEPAKATAN

PERENCANAAN

KONSEP
PROSES PEMBUATAN
ALAT
UJI KINERJA ALAT

PROSES PRODUKSI

Keterangan:
a.
b.

c.
d.
e.
f.
g.
h.

Adanya kesepakatan antara tim PKM dengan UKM


Setelah disepakati masalah yang akan dicari jalan keluarnya maka pihak tim PKM
membuat sebuah perencanaan yang berujud gambar desain yang kemudian
didiskusikan dengan pihak UKM
Perencanaan awal selesai dibuat konsep jadi dengan gambar kerja
Proses pembuatan dilakukan di Lab. POLSA
Bila pekerjaan telah selesai sekitar 75%, alat perlu dilakukan uji kinerja alat tahap
awal. Dilanjutkan uji kinerja alat setelah selesai sebelum finishing.
Finishing dan setting akhir
Penyerahan alat ke UKM
Proses produksi di UKM

PELAKSANAAN KEGIATAN
1) Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan program PKMM adalah pada bulan Januari s/d Juli
Sedang waktu pelaksanaan proses pembuatan alat adalah pada bulan
Pebruari sampai Maret dan finishing pada bulan april termasuk setting
akhir, tempat proses pembuatan semua dilaksanakan di lab. POLSA,
hal ini bisa terlaksana sebab lab. POLSA mampu memback up
pekerjaan dari las sampai bubut.
2) Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh tim PKMM
dapat dikelompokkan menjadi dua tahap yaitu:

PKMM-2-16-4

NO

Tahap pertama
BULAN KE:
2
3
4

1.

2.

KEGIATAN YANG
TELAH DICAPAI
a. Pematangan konsep
b. Survei
c. Proses pengerjaan
alat
a.
b.
c.
d.

PELAKSANA
Tim PKMM

Finishing akhir
Setting akhir
Uji kinerja alat
Pembuatan laporan

Tim PKMM

Tahap ke dua
NO

BULAN KE:
5
6
7

RENCANA KEGIATAN

PELAKSANA

1.

a. Laporan kemajuan
program di UMS
Ska.
b. Pembuatan laporan
c. Penyerahan alat ke
UKM

Tim PKMM

2.

a. Pengiriman laporan

Tim PKMM

Tahapan pelaksanaan kegiatan pembuatan alat adalah:


Tahap 1. Mixer
- Proses pengukuran
- Proses pemotongan bahan
- Proses penyambungan/pengkondisian
- Finishing
Tahap II. Penggerak
- Pembuatan chasis/engine stand
- Perakitan
- Tune-Up penggerak (mesin hijet 55)
Tahap III. Perakitan
- Proses setting mixer dengan penggerak
- Uji kinerja alat total
Jurnal kegiatan proses pembuatan alat adalah:
TANGGAL
17 02 2006
18 02 2006
20 02 2006
21 02 2006

JENIS PEKERJAAN YANG DILAKUKAN


Survei bahan
Proses pengukuran dan pemotongan
Proses pembentukan pada mixer dan pengelasan
Pengelasan dan penggerindaan mixer

PKMM-2-16-5

22 02 2006
23 02 2006
24 - 02 2006
25 02 2006
27 02 2006
28 02 2006
01 03 2006
02 - 03 2006
03 03 - 2006
04 03 2006
06 03 2006
07 03 2006
08 03 2006
09 03 2006
10 03 2006
11 03 2006
13 03 2006
14 03 2006
15 03 2006
16 03 - 2006
17 03 - 2006

Proses pembentukan poros/as mixer


Pembubutan tempat bantalan kedua ujung poros mixer
Pembubutan sok/hubungan antara poros/as mixer dengan
poros out put/propeler pada mesin
Pengamplasan dan pengecatan [pada mixer
Pembelian besi untuk chasis mesin
Perencanaan bentuk chasis dan pemotongan bahan
Pembuatan tempat/dudukan radiator
Pembuatan dudukan mounting mesin
Pembuatan panel gas dan tuas kopling
Pembuatan tuas persneleng pada mesin
Servis radiator
Setting radiator
Proses pengelasan chasis mesin dan kelengkapan lain
pada mesin
Pengamplasan dan penggerindaan
Proses pengecatan
Pemasangan mesin pada chasis
Finishing
Finishing
Setting akhir ke dua komponen
Uji Kinerja alat dan pengambilan gambar

3) Instrumen Pelaksanaan
Instrumen alat
Mixer
Proses dengan mempergunakan peralatan sebagai berikut:
- Gorok
- Gerinda
- Bor
- Gerinda sikat
- Las listrik
- Mesin bubut
- Meteran
Penggerak
Chasis
Sama seperti pada mixer
Tune-Up
Dwell-meter
Timing Light
Jack/Dongkrak
Kunci sok, pas, kombinasi
Alat stroom accu

PKMM-2-16-6

Instrumen keberhasilan
- Mixer berputar tanpa hambatan
- Penggerak mampu hidup stasioner, gigi1 s/d gigi 4 dan gigi R
- Pengoperasian pemindahan gigi mudah

II. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil dari program PKMM adalah sebuah alat mixer dengan variasi
kecepatan
Hijet 55 (2 pioston), dengan 4 maju dan 1 mundur
Sistem Penyambungan dengan mempergunakan kreskopel (4 mur-baut)
Antara penggerak dengan mixer bisa dipisahkan untuk memudahkan proses
pengangkutan
Jumlah bahan bakar dalam proses pemakaian tergantung dari besar
kecepatan putar pada saat mempergunakan gigi/persnel.
Pada prinsipnya kapasitas produksi per sekali proses dapat ditingkatkan akan
tetapi harus diimbangi dengan besaran percepatan.

F
G

Keterangan gambar:
A. Hijet 55 (motor bensin 2 piston)
B. Rangka Engine
C. Kopling Universal (kres kopel)
D. Mur-baut penyambung rangka
E. Mixer

F. Tuas gigi
G. Tuas kopling

PKMM-2-16-7

Spesifikasi alat:
Mixer
60 cm

40
cm
55 cm

80 cm

10 cm

36
cm

3 cm

8 cm

8cm

4 cm
0.8 cm
4 cm

Jumlah sudu 5
Tebal sudu 4 mm
Bahan sudu logam
Bentuk sudu plat memanjang dengan sistem sambung baut
Dimensi 40 x 60 x 55 cm
Kapasitas pencampuran 25 kg dalam waktu 1.5 jam
Panjang total dudukan mixer 90 cm

PKMM-2-16-8

Penggerak

75
cm

120 cm

Prinsip kerja
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bahan baku dan bahan tambahan dimasukan ke dalam mixer sesuai


dengan takaran yang telah ditentukan.
Mesin yang telah dicek kondisinya distater dengan menekan tombol stater
Pedal kopling ditekan selanjutnya pemilihan posisis gigi
Perubahan posisi gigi bisa dilakukan sesuai dengan keinginan pemakai
dengan terlebih dahulu penekanan pada pedal kopling
Setelah dirasa cukup, untuk menuangkan hasil tinggal cawan mixer
digulingkan ke samping. Proses selesai
Bila diinginkan proses kembali tidak perlu mixer dibersihkan bisa
langsung, kecuali kalau mau betrhenti yang lama

III. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan dari hasil pelaksanaan program PKMM yaitu pembuatan alat
mixer dengan variasi percepatan adalah terjalinnya hubungan yang baik antara
pihak UKM dengan POLSA, dan dimungkinkan untuk keberlanjutan kegiatan
yang lain. Dari sisi alat hasil rancang bangun tim tanggapan dari pihak UKM
sangat baik sekali, hal ini dibuktikan dengan pengoptimalan pemakaian alat. Pihak
UKM juga sangat merespon dengan kritikan, masukan terhadap alat hasil rancang
bangun tim.
Sedangkan saran yang disampaikan oleh UKM terhadap tim pelaksana
PKMM adalah: adanya kesinambungan terhadap pola kerjasam yang telah
dibangun oleh mahasiswa bisa dilanjutkan oleh para dosen bahkan lembaga
POLSA.
Dari tim program PKMM memberikan saran untuk pemakaian alat ini
tingkat kebutuhan akan bahan bakar tergantung dari kondisi engine dan kecepatan
yang dipakai, sekaligus kapasitas pencampuran.
Karena bahan mixer tidak semua dari stenless stell maka setelah proses
pemakaian hendaknya perlu diperhatikan proses kebersihannya.
Perlunya pemeriksaan kondisi bantalan.

PKMM-2-16-9

DAFTAR PUSTAKA
1. Sularso, 1997, DASAR PERENCANAAN DAN PEMIIHAN, ELEMEN
MESIN. PT Pradnya Paramita, Jakarta.
2. Popov, 1993, MEKANIKA TEKNIK, Erlangga, Jakarta
3. G. Niemann, 1990, ELEMEN MESIN Jilid II, Erlangga, Jakarta
4. Ferdinand L. Singer, 1985, KEKUATAN BAHAN, Erlangga, Jakarta

PKMM-2-17-1

PELATIHAN PEMBUATAN NATA DE BANANA SKIN DENGAN


MEMANFAATKAN LIMBAH KULIT PISANG UNTUK
MENINGKATKAN PENGHASILAN MASYARAKAT DI SENTRA
INDUSTRI KECIL PENGRAJIN SALE PISANG DI DESA GANDRUNG
MANIS KECAMATAN GANDRUNGMANGU KABUPATEN CILACAP
Mahdalena, Uki Nurani Hapsari, Maryati
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-2-18-1

PROTOTIPE MESIN PENGATUR PERAPIAN PADA INDUSTRI


KERAJINAN DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH GELAS DALAM
UPAYA PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI
Yohan Nurdiyanto, I Wayan Suparsa Jaya
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Merdeka Malang, Malang

ABSTRAK
Kecamatan Singosari adalah salah satu wilayah di Kabupaten Malang yang
mempunyai banyak industri kecil dibidang kerajinan. Pendapatan asli Daerah
Kabupaten Malang dari sektor ini tertinggi di Jawa Timur. Family Collection
adalah salah satu usaha kecil dibidang kerajinan berbahan limbah lampu neon
yang belum mempergunakan peralatan teknologi guna menunjang proses
produksinya. Sistem perapian pada industri kecil ini masih sangat sederhana
dimana lebar perapian diatur dengan cara manual. Hal ini menyebabkan waktu
produksi untuk satu produk terlalu lama sehingga kapasitas produksi rendah dan
akibatnya tidak semua permintaan terhadap produk kerajinan ini dapat dipenuhi
(40 % yang mampu dipenuhi).
Mesin Pengatur Perapian yang bekerja secara otomatis adalah solusi tepat untuk
mengatasi masalah ini. Untuk menyempurnakan unjuk kerja dari mesin
sesungguhnya diperlukan prototipe mesin pengatur perapian. Desain prototipe
mesin yang sederhana dan ringkas memudahkan pengusaha mitra untuk
memahami dan mampu mengoperasikannya dengan maksimal. Prototipe Mesin
dilengkapi dengan Switch untuk memudahkan pekerja mengoperasikan secara
cepat dan aman.
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
a. Menghasilkan prototipe mesin pengatur perapian.
b. Memperkenalkan pada masyarakat pengrajin unjuk kerja dari prototipe
mesin pengatur perapian sehingga mudah mengoperasionalkan mesin yang
sesungguhnya.
c. Menunjukkan pada masyarakat pengrajin bahwa dengan memahami unjuk
kerja dari prototipe mesin pengatur perapian mitra menjadi yakin bahwa
dengan mesin pengatur perapian yang sesungguhnya dapat mempercepat
produksi dan meningkatkan keselamatan kerja.
Dari seluruh kegiatan yang sudah dilakukan dapat disimpulkansebagai berikut:
a. Dihasilkan Prototipe Mesin Pengatur Perapian yang mampu mengatur lebar
perapian dengan cepat dan aman
b. Prototipe mesin pengatur perapian dapat memberikan gambaran yang
diperlukan untuk lebih memahami unjuk kerja dari mesin pengatur perapian
yang sesungguhnya.
c. Dengan Prototipe Mesin Pengatur Perapian masyarakat pengerajin yakin
bahwa dengan mesin pengatur perapian yang sesungguhnya dapat
mempercepat produksi, keselamatan terjamin dan kenyamanan kerja.
Kata Kunci: Prototipe, mesin, pengatur, perapian

PKMM-2-18-2

PENDAHULUAN
Perumusan Masalah
Kecamatan Singosari adalah salah satu wilayah di Kabupaten Malang
dimana terdapat banyak industri kerajinan yang menghasilkan produk-produk
dengan kualitas tinggi dan mampu bersaing di pasar Internasional. Hal ini tentu
sangat mendukung program peningkatan potensi pariwisata yang dicanangkan
Pemerintah Kabupaten Malang untuk wilayah Singosari. Namun sebagian besar
industri kecil yang ada belum memanfaatkan teknologi terutama pada
peralatan/mesin dalam proses produksi, sehingga mengalami kesulitan dalam
peningkatan kapasitas produksi. Family Collection adalah salah satu Industri
Kerajinan (UKM) di wilayah Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang yang
memproduksi kerajinan dari bahan baku limbah gelas dari tabung bekas lampu TL
(lampu neon). Produk yang dihasilkan banyak diminati oleh pasar, hal ini dilihat
dari jumlah permintaan yang terus meningkat bahkan ada yang ditolak karena
kapasitas produksi tidak memadai (hanya rata-rata 40 % dari jumlah permintaan).
Hal ini disebabkan karena dalam proses produksi hanya menggunakan peralatan
apa adanya seperti tungku perapian yang sangat sederhana dengan sistem
pengaturan lebar perapian secara konvensional yaitu mengeser ke kiri dan ke
kanan dinding tungku yang kondisinya semakin lama semakin panas, .sehingga
memerlukan waktu produksi yang lama dan ditinjau dari segi ekonomi tentu hal
ini tidak menguntungkan.
Untuk itu sangat perlu diadakan perbaikan terutama dengan mesin pengatur
perapian dimana lebar tungku bisa dirubah secara cepat menggunakan panel
elektrik. Sebelum mesin yang sesungguhnya dapat direalisasi maka dilakukan
kegiatan rancang bangun prototipe mesin pengatur perapian. Dengan prototipe ini
dapat mempermudah untuk mewujudkan dan memahami mesin yang
sesungguhnya.
Dengan melihat langsung proses produksi pada industri kecil (pengrajin)
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan antara lain:
1. Belum maksimalnya upaya promosi produk. Hal ini disebabkan karena
pengrajin merasa belum mampu meningkatkan kapasitas produksi.
2. Kondisi Keselamatan dan Kenyamanan Kerja yang masih rendah. Ini
disebabkan karena radiasi panas yang cukup tinggi dari sistem perapian
lama. Kondisi ini juga menyebabkan pekerja cepat merasa lelah.
3. Waktu rata-rata untuk mengerjakan satu produk relatif lama karena pekerja
harus merubah lebar perapian berulang-ulang sedangkan kondisi sistem
perapian lama kelamaan bertambah panas.
Berdasarkan pada permasalahan di atas dan atas kesepakatan tim pelaksana
dengan industri kecil, maka dilaksanakan program ini melalui rancang bangun
prototype terlebih dahulu sebelum mesin pengatur perapian yang sesungguhnya
direalisasi.
Tujuan
Program ini bertujuan untuk:
a. Menghasilkan prototipe mesin pengatur perapian.

PKMM-2-18-3

b.

c.

Memperkenalkan pada masyarakat pengrajin unjuk kerja dari prototipe


mesin pengatur perapian sehingga mudah mengoperasionalkan mesin yang
sesungguhnya.
Menunjukkan pada masyarakat pengrajin bahwa dengan memahami unjuk
kerja dari prototipe mesin pengatur perapian mitra menjadi yakin bahwa
dengan mesin pengatur perapian yang sesungguhnya dapat mempercepat
produksi dan meningkatkan keselamatan kerja.

Manfaat
Potensi Ekonomi Produk
Prototipe mesin pengatur perapian ini dirancang dengan konstruksi yang
sederhana sehingga biaya pembuatannya relatif murah dan mudah dalam
mengoperasiannya, tetapi tetap memiliki daya guna yang maksimal tanpa
mengurangi nilai kualitas produk untuk dapat dibuat mesin yang sesungguhnya.
Nilai Tambah Produk Dari Sisi Ipteks
a. Memperoleh teknologi tepat guna prototipe mesin pengatur perapian yang
efektif dan efisien dalam pengoperasiannya dan dapat meningkatkan
keterampilan sumber daya manusia dalam menggunakan alat teknologi.
b. Penggunaan teknologi sesederhana mungkin, sehingga mudah untuk
diaplikasikan dan dimasyarakatkan dikalangan pengrajin souvenir gelas yang
lain.
METODE PENELITIAN
Kegiatan ini dilaksanakan dalam jangka waktu 5 bulan, mulai bulan Juli
2005 sampai dengan November 2005 yang meliputi kegiatan observasi, persiapan
dan pembuatan prototype, uji coba, sosialisasi, evaluasi dan penyusunan laporan.
Tempat kegiatan di laboratorium proses produksi Jurusan Teknik Mesin
Universitas Merdeka Malang dan di industri kecil Family Collection.
Pada program kreativitas mahasiswa ini mempergunakan instrumen
pelaksanaan yang meliputi peralatan laboratorium , bahan-bahan sebagai berikut:

Peralatan laboratorium
Mencakup alat-alat laboratorium yang dipergunakan dalan kegiatan ini yang
meliputi: Gergaji besi, Mesin Bubut, Peralatan Las, Gerinda , Bor , peralatan
finishing dan lain-lain.

Bahan-bahan
Bahan-bahan yang dipergunakan meliputi bahan utama untuk pembuatan
prototipe mesin pengatur perapian maupun bahan -bahan pendukung /
pelengkap.
Bahan utama:

Plat Penutup 1,5 mm 1 lembar dipergunakan untuk menutup body mesin


sehingga prototipe nampak rapi.

Plat Geser 2 mm 1 lembar dipergunakan untuk mengatur lebar celah


perapian.

Plat strip 1 buah dipergunakan untuk kerangka dudukan mesin

Besi 0,8 mm dipergunakan untuk membuat poros berulir berlawanan.

Puley 7,5 cm dan puley 3 cm

PKMM-2-18-4

Bata tahan api dipergunakan pada kompor untuk memfokuskan nyala api dan
juga diletakkan di atas plat geser untuk mengatur lebar celah perapian
sehingga plat geser terlindung dari pengaruh panas.

Bantalan bola dipergunakan untuk memperhalus putaran

Belt dipergunakan untuk mentransmisi putaran.

Mur dan baut dipergunakan untuk merangkai komponen.


Bahan pendukung meliputi:

Cat, meni, Gemuk, kertas gosok terutama dipergunakan untuk proses


finishing.

Kabel dan komponen elektrik untuk panel dipergunakan untuk mengatur


putaran motor.
Langkah-langkah dalam kegiatan ini adalah:
1. Mengkaji Permasalahan yang ada di industri kecil
2. Menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan proses produksi yang
belum mampu memenuhi permintaan karena waktu produksi yang relatif
lama.
3. Merancang desain prototipe mesin, menyiapkan bahan dan merakit
komponen-komponen mesin. Bagian-bagian komponen prototipe mesin
pengatur perapian:
a. Motor dan panel elektrik
Fungsi: untuk menghasilkan putaran bolak-balik sesuai dengan yang
diinginkan pengusaha mitra.
b. Puley
Fungsi: untuk dudukan v-belt dan menstransmisikan putaran ke poros
c. V-Belt
Fungsi: untuk meneruskan putaran antar puley
d. Poros berulir berlawanan
Fungsi: untuk mentransmisikan putaran dari poros penggerak ke poros
yang digerakkan dan menghasilkan gerakan plat yang berlawanan
e. Plat geser
Fungsi: untuk memperlebar dan mempersempit celah perapian
f. Bantalan bola
Fungsi: untuk menumpu poros yang terbeban, sehingga putaran atau
gerakan bolak balik berlangsung secara halus, aman dan panjang umur
g. Pasak benam
Fungsi: untuk memperkuat dudukan puley pada poros
h. Tungku
Fungsi: untuk sumber api yang dibutuhkan untuk proses pemanasan
i. Oven
Fungsi: untuk memanaskan produk yang baru selesai dibentuk
j. Dudukan mesin
Fungsi: untuk tempat merakit semua komponen mesin
k. Switch
Fungsi: untuk memudahkan pekerja mengoperasikan mesin

PKMM-2-18-5

Gambar 1. Prototipe Mesin Pengatur Perapian.


Keterangan Gambar
1.
Poros Berulir Berlawanan
2.
Bata tahan api
3.
Plat Geser
4.
Bantalan
5.
Tempat kompor
6.
Puley

7. Belt
8. Motor
9. Panel Elektrik
10. Switch
11. Oven

4. Uji coba prototipe mesin pengatur perapian


Cara kerja dari prototipe mesin pengatur perapian sebagai berikut:
a. Panel elektrik (8) dihubungkan ke sumber arus listrik PLN lalu
dionkan
b. Switch sebelah kiri (10) ditekan sehingga motor (8) berputar
berlawanan arah jarum jam menyebabkan puley 1 berputar. Putaran
diteruskan ke puley 2 oleh V-belt (7). Akibat putaran puley 2 maka
poros berulir berlawanan (1) berputar berlawanan arah jarum jam
mengakibatkan plat geser (3) bergerak saling menjauh/membuka.
c. Untuk mempersempit lebar perapian Switch kanan (10) yang ditekan
sehingga putaran motor menjadi searah jarum jam. Urutan selanjutnya
sama dengan cara kerja di no b) hanya arah putaran yang berbeda yaitu
searah jarum jam. Ini mengakibatkan gerakan plat geser saling
mendekat/menutup.
d. Selanjutnya proses diulangi seperti langkah no b) atau no c) tergantung
dari kebutuhan pekerja (rata-rata 4 sampai 5 kali pengaturan) sampai
proses pembentukan produk selesai. Ukuran berapa jauh bukaan plat
geser tergantung dari lama waktu penekanan terhadap Switch.
5. Menjelaskan secara detil unjuk kerja dari prototipe mesin pengatur perapian
dan melatih tenaga dari perwakilan industri kecil mitra untuk mengoperasikan
prototipe.
6. Mengadakan evaluasi pada akhir kegiatan untuk pengembangan pemanfaatan
prototipe mesin lebih lanjut.

PKMM-2-18-6

7. penyusunan laporan hasil kegiatan.


Pengolahan data dan analisis dilakukan secara terpadu pada saat uji coba
prototipe. Unjuk kerja prototype dievaluasi dan selanjutnya dilakukan langkah
perbaikan untuk penyempurnaan. Analisis data berikutnya dilakukan pada data
perbandingan waktu untuk pengaturan lebar perapian pada sistem perapian
lama dengan prototipe, untuk lebar celah 6cm, 8cm dan 10cm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rancang bangun prototipe mesin pengatur perapian ini didesain secara
ringkas dan sederhana sehingga mudah untuk dipahami dan dioperasikan. Bahan
untuk penutup mesin (body) dipergunakan plat besi 1,5 mm dan plat strip untuk
memperkuat body sehingga tahan terhadap efek getaran pada saat membuka dan
menutup perapian. Dengan menggunakan poros berulir berlawanan (satu poros
diberi 2 ulir yang masing-masing berlawanan arah) unjuk kerja dari prototipe
untuk mengatur lebar sempitnya perapian menjadi lebih efektif dan efesien. Jadi
tidak lagi diperlukan adanya roda gigi untuk mentransmisi putaran.
Kondisi saat ini di industri kecil mitra sumber api adalah dari kompor
minyak tanah (bahan bakar di spray) yang biasa dipergunakan untuk pedagang
nasi goreng. Pada prototipe ini dibuatkan semacam tempat untuk rumah kompor
yang di atasnya diberi susunan bata tahan api berbentuk silinder dengan lubang
kecil pada sumbunya (kondisi sama seperti sistem perapian sesungguhnya pada
industri kecil mitra) untuk lebih memfokuskan nyala api kompor. Penggunaan
bata tahan api pada sistem perapian ini sesuai dengan sifatnya yang tahan terhadap
api maupun panas.
Plat geser yang dipergunakan pada prototipe ini tidak hanya dari bahan besi
(Plat 2 mm) tetapi dimodifikasi dengan memberikan bata tahan api dibagian atas
agar plat tidak cepat rusak akibat pengaruh panas. Hal ini juga dimaksudkan untuk
memberikan ruang sirkulasi oksigen untuk proses pembakaran.
Pada protoipe ini juga ditambahkan komponen oven atas usulan dari mitra
yang berfungsi untuk memanaskan produk yang baru jadi agar tidak mudah retak..
Motor penggerak yang dipergunakan pada prototipe mesin pengatur perapian
ini adalah motor DC dengan daya 30 watt. Agar bisa dihubungkan dengan sumber
arus listrik PLN, prototipe ini dilengkapi dengan panel elektrik. Pada panel ini
juga dilengkapi rangkaian untuk merubah putaran motor penggerak agar bisa
diaktifkan secara bolak balik. Dengan menekan tombol sebelah kiri maka motor
berputar berlawanan dengan putaran jarum jam sedangkan dengan menekan
tombol sebelah kanan maka putaran motor ke arah sebaliknya yaitu searah jarum
jam. Arah putaran motor akan mempengaruhi arah gerak plat geser yaitu
membuka dan menutup. Lama putaran mempengaruhi lebar sempitnya celah
perapian.
Pada sistem perapian yang lama pekerja pada industri kecil mitra
membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan pengaturan lebar celah
perapian pada prototipe mesin pengatur perapian seperti pada tabel berikut:

PKMM-2-18-7

Tabel 1. Perbandingan waktu untuk pengaturan lebar perapian


No
1
2
3

Kegiatan
Membuka/menutup celah 6
cm
Membuka/menutup celah 8
cm
Membuka/menutup celah
10 cm

Sistem Perapian Lama

Prototipe

10 detik

7 detik

17 detik

13 detik

25 detik

17 detik

Dari data ini dapat dilihat bahwa dengan sistem perapian yang baru
menggunakan prototipe mesin pengatur perapian dapat mengurangi waktu untuk
mengatur lebar perapian sebanyak 30 %.
Pada sistem perapian yang lama rata-rata setelah satu jam dipergunakan
pengatur celah perapian sudah membara. Kondisi ini tentu sangat berbahaya bagi
pekerja karena efek panas yang sangat tinggi. Sedangkan pada prototipe mesin
pengatur perapian hal ini bisa dihindari karena pengatur lebar perapian hanya
dengan menekan switch (tidak bersentuhan dengan bahan yang panas). Hal ini
berarti dapat meningkatkan faktor keselamatan dan kenyamanan kerja.
Dari hasil diskusi dengan pengrajin mitra, disampaikan bahwa mitra sangat
berharap dapat diwujudkan mesin yang sesungguhnya karena sangat menghemat
waktu pengerjaan dan lebih meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kerja
sehingga mampu meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi semua
jumlah permintaan. Diharapkan ada bantuan dari pihak yang terkait melalui
Perguruan Tinggi untuk mewujudkan hal ini.
Realisasi mesin pengatur perapian yang sesungguhnya juga akan menambah
kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar sehingga mampu mengurangi
pengangguran dan merupakan solusi untuk penanganan limbah lampu neon (Neon
Bekas). Pada akhirnya dampak pencemaran lingkungan juga dapat diatasi.
KESIMPULAN
Dari kegiatan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Dihasilkan Prototipe Mesin Pengatur Perapian yang mampu mengatur lebar
perapian dengan cepat dan aman
b. Prototipe mesin pengatur perapian dapat memberikan gambaran yang
diperlukan untuk lebih memahami unjuk kerja dari mesin pengatur perapian
yang sesungguhnya.
c. Dengan Prototipe Mesin Pengatur Perapian masyarakat pengerajin yakin
bahwa dengan mesin pengatur perapian yang sesungguhnya dapat
mempercepat produksi, keselamatan dan kenyamanan kerja
DAFTAR PUSTAKA
Aapold, Felier, Reinhard, Schmidt, 1982. Tehnologi of The Metal Trade.
Deutsche Gesellschaft-fur Technische Zuz sammenarbeit (GTZ) Gmbh,
Federal Republic of Germany.
Aaron D. Deutsman, Walter J. Michels and Charles E. Wilson. Machine and
Design, Theory and Practice. Maemilan Publishey. Co. Inc. New York.

PKMM-2-18-8

Budi Utomo, 2004, Bangkitkan Kelesuan UKM di Wilayah Kabupaten Malang,


Radar Malang, 15 Februari 2004
Niemen G, 1982, Elemen Mesin. Edisi ke II, Erlangga, Jakarta.
Sularso. 1987. Dasar Perencanaan Mesin dan Pemilihan Elemen Mesin. Cetakan
ke Enam. Pradnya Paramitha, Jakarta.
Takeshi Sato. Menggambar Mesin. Cetakan Ke Delapan. Pradnya Paramitha.
Jakarta.

PKMM-2-19-1

STUDI ADAPTASI SEPASANG SIAMANG (HYLOBATES


SYNDACTYLUS RAFFLES 1821) SETELAH REHABILITASI
DI PULAU MARAK
Mitha Rindya Putri dan Edrina Yosi
Universitas Andalas, Padang
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-3-1-1

PELATIHAN PEMANFAATAN AKAR ALANG - ALANG MENJADI


PRODUK OLAHAN SIRUP DAN BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN
KERTAS DAUR ULANG DI DESA BANDAR KHALIFAH
Nana Ariani, Didi Afwandi, Sari Juliana
Jurusan Biologi, Universitas Negeri Medan, Medan
ABSTRAK
Di Indonesia terdapat 64 juta hektar padang rumput yang sebagian besarnya
merupakan alangalang atau Imperata cylindrica ( Suyatno dan Mc. Intosh, 1980
). Akar alang-alang sebagai hama pengganggu bagi tanaman budidaya dan sulit
untuk dibakar sebab alang-alang berkembang dengan menggunakan stolon yang
dianggap sebagai akar di masyarakat ( Sukman dan Yakup, 1995 ). Namun akar
alang-alang mengandung Air (81,00714% ), Karbohidrat ( 6,3072%), Serat
(5,8580%), Abu (1,1301%), monitol, senyawa K, sakarosa, glukosa, malic acid,
citric acid, arundoin, cyllindrin, fernenol, simiarenol, anemonin yang berguna
untuk memperlancar pengeluaran air seni (diuretik), menurunkan panas
(antipiretik) dapat menurunkan tekanan darah tinggi ( Mursito, 2000 ). Untuk
dapat memanfaatkan akar alang-alang sebagai obat dan diolah menjadi sirup
bagi masyarakat serta mamanfaatkan akar alangalang sebagai limbah dalam
pembuatan kertas daur ulang yang dapat dijadikan bahan kreativitas bagi
masyarakat desa Bandar Khalifah. Desa Bandar Khalifah adalah desa di daerah
pinggiran sumatera utara yang masih memiliki lahan tidur yang ditumbuhi oleh
alang- lang yang selama ini tidak dimanfaatkan oleh masyarakat tersebut. Desa
Bandar Khalifah ini merupakan daerah tujuan pengabdian masyrakat yang kami.
Melalui program PKM ini kami mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat
dalam bentuk pelatihan Pelatihan Pemanfaatan Akar Alang-Alang (Imperata
cylindrica) menjadi Produk Olahan Sirup dan Bahan Campuran Pembuatan
Kertas Daur Ulang di Desa Bandar Khalifah. Metode pelaksanaan kami lakukan
melalui observasi ke lapangan, pelatihan, praktek dan evaluasi kegiatan. Evaluai
dilakukan dengan presentasi kehadiran kegiatan pelatihan dan uji organoleptik
dengan wawancara kepada masyarakat Desa Bandar Khalifah dan dibandingkan
dengan kelompok dosen dan Tim PKM. Hasil kegiatan diperoleh bahwa semua
peserta pelatihan memiliki minat yang tinggi terhadap cara pengolahan
pembuatan sirup alang-alang dan pembuatan kertas daur ulang serta adanya
keinginan berkreativitas dalam memvariasikan rasa sirup alang-alang.
Berdasarkan kegiatan yang kami telah lakukan ternyata masyarakat desa Bandar
Khalifah berpandangan positif terhadap pemanfaatan akar alang-alang untuk
dijadikan sirup dan bahan campuran kertas daur ulang yang akan digunakan di
keluarga dan dapat menjadi sumber pendapatan keluarga di desa Bandar
Khalifah.
Kata kunci: akar alang- alang, sirup, kertas daur ulang
PENDAHULUAN
Di Indonesia terdapat 64 juta hektar padang rumput yang sebagian
besarnya merupakan alangalang atau Imperata cylindrica ( Suyatno dan Mc.
Intosh, 1980 ). alangalang ( Imperata cylindrica ) merupakan sejenis tumbuhan

PKMM-3-1-2

liar yang banyak terdapat di kawasan yang dibiarkan begitu saja, di tepi parit, di
kebunkebun dan juga tumbuhan liar di tepi jalan ( http :// ww.dayakologi.com ).
Di kalangan masyarakat umum, alangalang merupakan sejenis tanaman liar
pengganggu yang merusak keadaan tanah dan sebagi sumber utama timbulnya
bahaya kebakaran pada tanaman budidaya dan hutan ( Dove dan Mortopo 1987 ).
Selain itu alangalang juga dianggap sebagi saingan tanaman budidaya kerana
alangalang berkembang biak dengan stolon yaitu batangbatang menjalar di
bawah tanah yang mempunyai mata tunas ada setiap buku batangnya dan tumbuh
menjadi tanaman baru lebih cepat dari tanaman budidaya ( Sukman dan Yakup
1995 ).
Keberadaan alangalang yang dianggap merugikan dan mengganggu ini
ternyata tidak seperti yang diperkirakan orang selama ini. Karena menurut
pengamatan dan penelitian yang dilakukan, alangalang mempunyai manfaat
yang banyak seperti : sebagai bahan penutup tanah yang tidak diusahakan dalam
bentuk mulsa atau serasah agar terhindar dari erosi, daun batang, dapat
dimanfaatkan sebagai makanan ternak, atap rumah, bahan pabrik kertas, bahan
kerajinan, sedangkan akarnya dapat digunakan sebagai ramuan obat-obatan secara
tradisional ( Sukman dan Yakup 1995 ).
Akar alang-alang mengandung Air (81,00714% ), Karbohidrat ( 6,3072%),
Serat (5,8580%), Abu (1,1301%), monitol, senyawa K, sakarosa, glukosa, malic
acid, citric acid, arundoin, cyllindrin, fernenol, simiarenol, anemonin yang
berguna untuk memperlacar pengeluaran air seni (diuretik), menurunkan panas
(antipiretik) dapat menurunkan tekanan darah tinggi ( Mursito 2000).
Karena banyaknya manfaat akar alang-alang menjadi produk yang lebih
bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Salah satu
pengolahan yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan sirup dari akar alangalang karena kandungan karbohidrat yang pada alang-alang telah memenuhi
syarat- syarat untuk menjadi bahan baku sirup (Jatmiko 2004). Selain rasa sirup
yang dihasilkan enak dapat juga di manfatkan sebagi bahan obat karena
kandungan senyawa- senyawa kimia yang terdapat di dalamnya berkhasiat di
dalam pengobatan. Untuk pemanfaatan akar alang-alang maka kami melakukan
kegiatan pengabdian di desa Bandar Kahalifah.
Desa Bandar Khalifah merupakan pinggiran dari ibukota propinsi Sumatera
Utara, Medan yang berada di Kabupaten Deli Serdang, di desa ini masih banyak
ditemukan padang alang- alang yang dibiarkan begitu saja, selama ini masyarakat
kurang memanfaatkan alang-alang tersebut karena tidak mengetahui
pemanfaatannya, padahal alang-alang ini sangat potensial untuk dikembangkan
menjadi produk olahan berupa sirup yang berkhasiat obat dengan menggunakan
teknologi tepat guna dan biaya yang relatif murah namun nilai ekonomi yang
tinggi dipasaraan. Limbah akar alang-alang hasil pembuatan sirup pun masih
dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan kertas daur ulang
yang nantinya digunakan sebagai bahan kerjinan seperti kartu ucapan, bingkai
foto, agenda dan kerajian lainnya, sehingga limbah akar alang-alang dapat
dimanfaatkan dan tidak menimbulkan pencemaran klingkungan.
Berdasarkan permasalahan diatas maka tim PKM merasa perlu
mengembangankan pemanfaatan akar alangalang menjadi produk olahan sirup
yang berkhasiat obat dan bahan campuran pembuatan kertas daur ulang untuk
mengembangkan kemandirian dan kreativitas tim sebagai mahasiswa, selain itu
juga merangsang kreativitas dan meningkatkan penghasilan tambahan masyarakat
di sekitar desa Bandar Kahlifah.

PKMM-3-1-3

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dibuat rumusan permasalahan sebagi berikut ;
1.
Banyaknya masyarakat Desa Bandar Khalifah yang tidak mengetahui
manfaat alang-alang sebgai obat.
2.
Banyaknya masyarakat Desa Bandar Khalifah yang tidak mengetahui
pemanfaatan akar alang-alang menjadi produk olahan sirup.
3.
Banyaknya masyarakat Desa Bandar Khalifah yang tidak mengetahui
pemanfaatan limbah sirup akar alang-alang menjadi campuran kertas daur
ulang.
4.
Banyaknya masyarakat Desa Bandar Khalifah yang tidak memiliki
keterampilan membuat sirup dari akar alang-alang.
5.
Banyaknya masyarakat Desa Bandar Khalifah yang tidak memiliki
ketrampilan memanfaatkan limbah pengolahan sirup akar alang-alang
menjadi bahan campuran kertas daur ulang.
Tujuan Program
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka program
ini bertujuan untuk :
1.
Memberi pengetahuan tentang manfaat dan kandungan obat akar alangalang kepada masyarakat Desa Bandar Khalifah.
2.
Memberi pengetahuan tentang pemanfaatan alang-alang menjadi produk
olahan sirup kepada masyarakat Desa Bandar Khalifah.
3.
Memberi pengetahuan tentang pemanfaatan limbah sirup akar alang-alang
menjadi bahan campuran kertas daur ulang.
4.
Memberi keterampilan membuat sirup dari akar alang-alang kepada
masyarakat Desa Bandar Khalifah.
5.
Memberi keterampilan membuat kertas daur ulang dari limbah hasil
pengolahan sirup akar alang-alang.
Luaran yang Diharapkan
Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai pengabdian ke masyarakat desa
Bandar Khalifah. Luaran yang diharapkan dari program ini adalah masyarakat
Desa Bandar Khalifah akan mampu dan terampil membuat suatu usaha industri
pembuatan sirup akar alang-alang dengan kemasan dan label yang menarik danm
mencoba memasarkannya melalui koperasi mahasiswa, toko, swalayan dan
tempat-tempat lainnya terutama tempat-tempat wisata. Selain itu masyarakat Desa
Bandar Khalifah maupun mengolah kertas daur ulang dengan campuran limbah
olahan sirup akar alang-alang, yang nantinya kertas ini dapat diolah menjadi
bahan-bahan kerajinan seperti kartu ucapan, bingkai foto, agenda dan kerajinan
lainnya yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Kegunaan Program
1.

Setelah program ini berakhir diharapkan:


Masyarakat Desa Bandar Kalifah yang menjadi sasaran dapat mengetahui
bahwa kara alang-alang berkhasiat sebagai obat dan manjaga kesehatan
tubuh kita.

PKMM-3-1-4

2.
3.
4.
5.

Masyarakat Desa Bandar Kalifah memiliki pengetahuan tentang


pemanfaatan akar alang-alang menjadi produk olahan sirup.
Masyarakat Desa Bandar Kalifah memiliki pengetahuan tentang
pemanfaatan limbah sirup akar alang-alang menjadi bahan campuran kertas
daur ulang.
Masyarakat Desa Bandar Kalifah memiliki keterampilan mengolah akar
alang-alang menjadi produk olahan sirup.
Masyarakat Desa Bandar Kalifah memiliki keterampilan membuat kertas
daur ulang dari limbah hasil pengolahan sirup akar alang-alang.

METODE PENELITIAN
1.
2.

3.
4.

Pelaksanaan program ini dimulai dari :


Observasi daerah yang mempunyai padang rumput alang-alang namun
begitu saja dibiarkan untuk dijadikan lokasi program PKM.
Melakukan pelatihan tentang pentingnya pengolahan akar alang-alang
menjadi produk olahan sirup karena kandungan obat yang terdapat pada akar
alang-alang tersebut sangat banyak serta dengan penjualan sirup dan kertas
daur ulang yang dihasilkan akan dapat meningkatkan pendapatan keluarga
masyarakat di desa Bandar Khalifah.
Melakukan pelatihan tentang cara pengolahan akar alang-alang menjadi
produk olahan sirup dan limbah yang dihasilkan menjadi kertas daur ulang
kepada masyarakat di desa Bandar Khalifah.
Praktek dan Evaluasi kegiatan yang membahas tentang kehadiran
masyarakat sebagai peserta pelatihan dan tes organoleptik

Waktu dan tempat pelaksanaan


Kegiatan ini berlangsung 6 bulan mulai dari bulan Juni - November 2005.
Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Bandar Khalifah, Kabupaten Deli Serdang.
1. Tahapan pelaksanaan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Tanggal
3 Juni 2005
10 Juni 2005
29 Juni 2005
20 Juli 2005
8 Agustus 2005
9 Agustus 2005 20 Agustus 2005
26 September 2005
11 Oktober 2005
25 Oktober 2005

10

30 Oktober 2005

Kegiatan
Observasi lapangan
Penentuan lokasi
Pelaksanaan perizinan dan koordinasi
Persiapan penyusunan materi kegiatan
Persiapan alat dan bahan
Pembuatan produk sirup alang-alang dan kertas daur ulang
dari limbah alang-alang
Penyusunan laporan kemajuan
Monitoring DIKTI
Pelatihan Pembuatan Sirup Alang-alang dan Kertas Daur
Ulang dari Limbah Alang-alang serta pameran produk
yang sudah jadi.
Penyusunan Laporan Akhir

2. Instrumen pelaksanaan
Peralatan

: Kain saring 3 buah, panici 2 buah, blender 1 buah, ember


besar 2 buah, ember kecil 4 buah, timbangan 1 buah, kasa
nyamuk 15 m, triplek 1 lembar, paku kecil 1 kg, kayu besar
tebal 1cm 10 m, kayu kecil tebal 1 cm 10 m, gunting 2 buah,

PKMM-3-1-5

Bahan habis

pisau 3 buah, telenan 2 buah, pengaduk kayu 2 buah,


kompor 1 buah, botol 8 buah, setrika 1 buah, cangkul 2
buah.
: asam asetat 5 buah,gula 6 kg, essens melon 5 botol, CMC 4
botol, natrium benzoat 4 botol, lem putih 4 buah, kunyit 2
kg da minyak tanah 15 liter.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Berdasarkan kegiatan yang telah dilaksanakan dari bulan Juni 2005 sampai
bulan Oktober 2005 minggu pertama yaitu :
1.
Mengadakan observasi dan penentuan lokasi pelaksanaan yaitu di desa
Bandar Khalifah.
2.
Perizinan dengan instansi terkait yaitu kepala kelurahan.
3.
Persiapan dan penyususan materi kegiatan dimulai dari pembuatan sirup dan
limbahnya untuk pembuatan kertas daur ulang.
4.
Persiapan alat dan bahan yang diperlukan selama kegiatan.
5.
Pembuatan produk sirup alang-alang dan kertas daur ulang
6.
Penyusunan laporan kemajuan
7.
Pelatihan ke masyarakat desa Bandar Khalifah
8.
Pembuatan laporan akhir
Pembuatan Sirup
Untuk pembuatan sirup diperoleh hasil yang baik sesuai dengan uji
organoleptiknya yaitu :
Tes organoleptik :
No
1
2

Tes
Endapan
Warna

Rasa

Aroma

Hasil
sedikit
Hijau ( penambahan essens melon)
Coklat ( warna aslinya )
Melon ( penambahan essens)
Manis jambu sepereti tebu mud
(rasa aslinya )
Enak

Sirup yang dihasilkan rasanya enak dengan penambahan gula sehingga rasa
manis terasa ke lidah. Untuk tes organoleptik telah dilakukan berdasarkan rasa
dari TIM PKM dan Dosen Pembimbing. Saat pelatihan sekaligus pameran hasil,
tes orgasnoleptik yang dicoba oleh masyarakat Desa Bandar Khalifah sama
dengan tes organoleptik dari kelompok PKM baik dosen pembimbing dan
manusia.
Pelatihan berlangsung ramai dihadiri oleh bapak-bapak, ibu-ibu, remaja
putra dan putri juga anak- anak. Namun yang menjadi masalah cara mengundang
mereka untuk pelatihan sebab jadwal pelatihan tepat dengan bulan Ramadhan. Hal
ini menjadi masalah pada awalnya untuk melakukan pelatihan ke masyarakat,
namun telah terselesaikan denagn cara mengundang buka puasa bersama.
Masyarakat Desa Bandar Khalifah sangat antusias menghadiri, mendengar
dan mengetahui juga mencoba cara pembuatan sirup alang-alang dan kertas daur
ulang dari limbahnya. Setelah pelatihan selesai masyarakat Desa Bandar Khalifah

PKMM-3-1-6

merasa bersyukur mendapat pengetahuan tentang pengolahan alang-alang yang


selama ini dianggap tidak memiliki potensi bagi pendapatan walaupun mereka
sudah mengetahui bahwa alang-alang ini dapat dijadikan obat. Tetapi mereka
takut menggunakannya karena takut memiliki efek samping. Masalah ini dapat di
antisipasi dengan cara menjelaskan kandungannya dan setelah mereka meminum
air sirup alang-alang yang dingin, terasa segar ditenggorokkan dan dingin diperut.
Beberapa dari kaum ibu ada yang bertanya tentang cara pengolahan yang
diganti. Secara umum pertanyaan mereka adalah :
1. Bagaimana cara pengolahannya bila tidak direndam asam asetat ?
2. Bagaimana kalau rasa diganti dengan rasa lain dan bila diberikan warna alami
bagaimana ?
3. Bagaimana jika pengkonsumsinya penderita diabetes ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibahas dalam pembahasan dan masalah
yang dihadapi berikut penyelesaiannya.
Pembuatan Kertas Daur Ulang
Untuk pembuatan kertas yang dihasilkan yaitu :
a.
Bentuk kertas daur ulang pipih dengan ketebalan 1 cm dan berukuran 30 x
30 cm sesuai dengan ukuran screen.
b.
Warna yang dihasilkan ada dua jenis yaitu warna putih dengan serabut akar
alang-alang yang masih ada dan warna kertas yang agak kuning dengan akar
alang- alang yang masih terlihat ( penambahan induk kunyit )
Kertas daur ulang merupakan kertas yang memanfaatkan kertas yang tidak
berguna untuk dimanfaatkan lagi. dalam pembuatan kertas daur ulang dapat
menggunkan limbah kertasa, air dan bahan pewarna ( Muljaningsih 1999). Dalm
pembuatan kertas daur ulang dari alng-lang dapat digunkan pewarna dari induk
kunyit sehingga menghasilkan warna kuning seperti pada produk kertas yang
dihasilkan dalam kegiatan ini.
Hasil sirup dan kertas daur ulang baik hasilnya dan pengerjaannnya sudah
semaksimal mungkin semoga hasilnya dapat memuaskan.
Saat pelatihan, remaja putri dan anak-anak sangat gembira dengan melihat
aneka kerajinan yang ada dihasilkan dari kertas daur ulang alang-alang yang tak
kalah baiknya dengan kertas daur ulang di pasaran. Mereka ingin mencoba
membuatnya.
Pembahasan
Sirup yang didapat beruji :
No
1
2

Tes
Endapan
Warna

Rasa

Aroma

Hasil
sedikit
Hijau ( penambahan essens melon)
Coklat ( warna aslinya )
Melon ( penambahan essens)
Manis jambu sepereti tebu mud
(rasa aslinya )
Enak

Berdasarkan hasil yang didapat diatas maka sirup dapat dikatakan bermutu
baik walaupun hasil ini baru didapat berdasarkan uji organoleptik dari tim PKM
saja dan masyarakat Desa Bandar khalifah.

PKMM-3-1-7

Sirup alang-alang ini belum dapat diujikan ke POM atau ke Dinas Kesehatan
karena terbentur waktu perkulihan dan UNIMED tidak memiliki laboratorium
yang dapat memeriksakan mikrobiologi dan toksikologi dari bahan pangan yang
dihasilkan sedangkan apabila dimasukkan ke instansi POM atau Dinas Kesehatan
dapat mengganggu kerja mereka dan biaya yang mahal. Karena saat TIM PKM ke
sana, mereka sedang sibuk kerja sesuai tugas masing-masing sebab kemarin
liburan Lebaran. Jadi bahan tidak dapat diperiksakan namun sesuai teori sirup
telah sesui dengan standar mutu suatu sirup dari Depkes dilihat secara umum yaitu
keadaan bau dan rasa yang normal, derajat keasaman 15% normal, kadar gula
55%, kadar sari 50%, bahan pengawet 250 mg/ kg bahan, asam salisilat tidak
ditemukan dan zat warna yang digunakan telah diizinkan Depkes.
Sirup yang dihasilkan memiliki endapan sedikit karena adanya karbohidrat
yang terfermentasi dan pengaruh kerja natrium benzoat. Warna yang diambil
warna melon sebab hampir mirip dengan warna alang-alang yang hijau walaupun
warna sebenarnya coklat muda. Namun untuk menarik minat konsumen diberi
warna hijau melon dan rasa melon sebab rasanya seperti rasa tebu muda yang tak
begitu terasa di lidah, sedangkan untuk aroma juga aroma melon karena aroma
aslinya tidak terlalu terasa ke hidung yang sebenarnya aromanya seperti tebu
muda. Penambahan essens hanya untuk menarik konsumen untuk mencoba.
Pada pelatihan ke masyarakat terdapat masalah yaitu bahwa masyrakat yang
di undang untuk pelatihan selalu terbentur dengan ibadah ramadhan namun stelah
mengadakan penyesuaian jadwal dengan masyarakat akhirnya pada tanggal 25
Oktober 2005 diadakan pelatihan sesudah melaksanakan buka puasa bersama.
Pelatihan ini dilakukan di salah satu rumah TIM PKM yang dihadiri sekitar 40
orang masyarakat Desa Bandar Khalifah baik itu kaum bapak dan putra serta
kaum ibu dan remaja putrid ditambah anak-anak.
Masyrakat desa Bandar Khalifah menanyakan tentang prosedur pembuatan
sirup alang-alang yang ada di bagian hasil pada makalah ini. Untuk sirup harus
direndam dengan asam agar akar yang diambil segar dan menghilangkan sifat
yang dapat merugikan saat pengolahan. Kemudian saat penambahan essens dapat
divariasikan dengan essens yang lain yang disukai dan bila mau memberikan rasa
atau warna alami dari daun-daun seprti pandan dan suji dapat juga dilakukan
namun untuk bahan pewarna alaminya membutuhkan banyak jumlahnya.
Sehingga kami menghemat waktu hanya menggunakan essens dan jika ibu-ibu
menginginkan penggunaan warna dan rasa alami sebenarnya tidak jadi masalah
dalam pembuatn sirup.
Sirup merupakan minuman yang dikonsumsi saat berkumpul misalnya saat
lebaran yang diajukan bagi tamu yang datang. Dimana tamu tesebut tidak
diketahui mengidap penyakit gula lalu kita beri sirup alang-alang yang kadar
gulanya rendah dan jika ingin memperendahnya dapat diberi gula hanya 1 kg saja
atau dapat menggunkan bahan alami tanpa penambahan gula dan sirup yang kaya
akan vitamin C.
Sirup yang dihasilakn oleh Tim PKM dapat di terima di masyarakat walau
saat pencobaan masih ada yang ragu meminumnya karena takut memiliki efek
samping. Namun setelah TIM PKM menjelaskan senyawa obatnya dan
memberikan gambaran tentang penggunaan sebelum diolah jadi sirup, alang-alang
juga digunakan oleh nenek moyang dan orang Tionghoa dalam ramuan obatnya
untuk mengobatan obat panas dalam sebab rasanya yang segar dan dapat
mendinginkan perut serta mulut konsumennya. Setelah masyarakat itu
mencobanya, mereka tertarik dan akan mencoba membuatnya dikalangan rumah

PKMM-3-1-8

untuk dikonsumsi di masing-masing rumah tangga serta jika memungkinkan akan


membuat home industri untuk mengolah alang-alang yang tumbuh liar di lahan
kosong atau sekitar ladang mereka.
Pembuatan kertas daur ulang cukup baik sesuai prosedur yang ada dengan
warna yang didapat sebagai berikut:
a.
Warna putih dengan serabut akar alang-alang yang masih sebagi warna
aslinya.
b.
Warna kertas yang agak kuning dengan akar alang- alang yang masih
terlihat ( penambahan induk kunyit )
Mutu kertas daur ulang tidak kalah dengan produksi yang telah dihasilkan
dapat kita lihat di pertokoan. Namun kertas yang dihasilkan masih
memperlihatkan akar alang-alang yang menonjol hal ini karena melihat sifat akar
yang keras dan kaku sehingga sulit untuk diblender dan sedikit lembab karena
pengaruh cuaca yang tidak stabil tatapi dapat digunakan untuk diolah jadi bahn
kerajinan seperti menjadi tempat pencil, tempat foto, agenda dan kerajinan
lainnya.
Saat pelatihan masyarakat Desa Bandar Khalifah yang paling antusias
adalah kaum ibu dan remaja putrid sebab dapat dijadikan pendapatan rumah
tangga dan penghias anterior kamar anak dan ruang tamu. Meraka senang sebab
walaupun
ekstrak alang-alang dapat diolah jadi sirup limbahnya dapat
dimanfaatkan untuk membuat kertas daur ulang sehingga tidak menimbulkan bau
di sekitar rumah saat limbah dibuang dan tidak mencemari lingkungan.
Hasil yang didapat baik itu pembuatan sirup dan kertas daur ulang dapat
diterima di masyarakat Desa Bandar Khalifah dengan hasil yang dikatakan sukses.
Penggunaan dana sebenarnya kurang Rp 348.200. Namun hal ini dpat diatasi
dengan mengurangi upah TIM PKM. Untuk pengambilahn bahAn kami
menggunakan cangkul dan mengupahkan orang untuk mengambil akar alng-alang
dengan menggali secara dalam serta dibantuan TIM PKM
pekerjaan
terselesaikan.
Tim PKM telah bekerja sebaik mungkin dan hasilnya diharapkan baik dan
kekurangan disana-sini harap dimaklumi.
KESIMPULAN
a.
b.
c.
d.

Masyarakat desa Bandar Khalifah dapat mengetahui manfaat dan kandungan


obat akar alang-alang melalui pelatihan.
Masyarakat desa Bandar Khalifah telah dapat mengetahui pemanfaatan
alang-alang menjadi produk olahan sirup.
Masyarakat desa Bandar Khalifah telah mengetahui pemanfaatan limbah
sirup akar alang-alang menjadi bahan campuran kertas daur ulang.
Masyarakat desa Bandar Khalifah kini telah memiliki keterampilan
membuat sirup dari akar alang-alang yang dapat dijadikan sirup di rumah
dan dapat dijadikan sumber pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2002 A), Alang-Alang, http:// www.dayakologi.com, diakses 24 Februari 2004.
Boedhowie dan Pranggonowati. 1983. Petunjuk Pengawasan Mutu Hasil Pertanian. Jakarta:
DEPDIKBUD RI
Dove,M.R dan Sugeng M. 1987. Manusia dan Alang-Alang di Indonesia. Yogyakarta : Gajahmada
University Press : 20- 23

PKMM-3-1-9

Jatmoko. 2003. Studi Pembuatan Sirup Akar Alang-Alang ( Imperata cylindrica). Skripsi yang
tidak dipublikasikan. Medan: Universitas Sumatera Utara : 16-25
Muljaningsih, Sri. 1999. Membuat Kertas Daur ulang Berwawasan Lingkungan. Malang: Puspa
Swara : 1-22
Mursito, B. 2000. Ramuan Tradisional untuk Kesehatan Anak. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sukman,Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada: 22-24
Suryatna, E. S dan M.C Inthos. 1980. Food Crop Production and Control of Imperata cylindrica
L.( Beauv ) on Small Farms. Proceedings of the biotrof workshop on lang-alang ( biotrop
special publication no 5 ). Bogor: Biotrop : 135-147

PKMM-3-2-1

PENINGKATAN KEMAMPUAN APARATUR PEMERINTAHAN


NAGARI DALAM MEMBUAT KEBIJAKAN PUBLIK (public policy)
DI NAGARI SIKUCUR KABUPATEN PADANG PARIAMAN
PROPINSI SUMATERA BARAT
Azizul Mendra, Yulhendra, Erita Ilmi
Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Andalas, Padang
ABSTRAK
Dunia kampus tidak akan jauh dari kegiatan keilmiahan. Kegiatan-kegiatan itu
senantiasa di dukung oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta yang
loyal terhadap pendidikan. Dasar kegiatan keilmiahan itu didukung oleh Tri
Dharma Perguruan Tinggi. Dasar pelaksanaan kegiatan ini juga salah satu dair
bagian Tri Dharma Perguruan Tinggi itu, yaitu pada poin Pengadian
Masyarakat. Kami pikir Memang sebuah kewajiban dan tanggung jawab moral
bagi kami kepada lingkungan sosial atas pengabdian ini. Kegiatan ini tentu saja
telah mengalami pertimbangan yang matang dan dengan luaran yang dihasilkan
bukan mubazir untuk khalayak sasaran. Nagari Sikucur Kp. Dalam kami lihat
sangat tepat untuk kami jadikan lokasi pengabdian karena begitu kompleksnya
permasalahan yang ada. Mulai dari rendahnya etos kerja, sikap profesionalitas
perangkat nagari, dan rendahnya tingkat pendidikan politik masyarakatnya
karena mengutamakan kesejahteraan hidup daripada berbuat yang lainnya. Maka
tugas kamilah sebagai insan intelektual dalam kegiatan ini untuk memberikana
pencerdasan, pemahaman, dan pendidikan yang mampu mereka implementasikan
dalam kehidupan selanjutnya dengan mandiri. Dengan cara pentransferan materi
menggunakan metode dengan sistem Androgogipembelajaran orang dewasa
untuk harapan luaran yang lebih baik. Lalu, apakah pemerintah tidak
memeprhatikan mereka? Ya, pemerintah tetap memperhatikan mereka tetapi
pemerintah tidak mengerti kebutuhan mereka. Pemerintah hanya mampu
menjalankan amanah Undang-Undang sementara mereka tidak siap dalam
melaksanakannnya.
Sangat penting memberdayakan kekayaan lokal. Sistem
pemerintahan nagari adalah milik kebudayaan asli masyarakat minagkabau
(sumatera barat) yang egaliter. Sistem pemerintahan yang lebih baik telah
dijalankan jauh sebelum peradaban Pemerintah Republik Indoensia ada, atau
bahkan jauh sebelum kolonial Belanda datang ke Indoensia. Tapi, karena
kelemahan sumber daya yang ada di Nagari Sikucur Kp. Dalam maka sistem
pemerintahan ini tidak efektif. Oleh karena itulah kegiatan ini kami lakukan
karena memang sangat dibutuhkan dalam konteks pemerintahan kekinian dan
yang akan datang. Semuanya ini semata-mata Untuk Kedjajan Bangsa
Kata kunci: Peran strategis kebijakan publik dalam pemerintahan
PENDAHULUAN
Latar belakang
Saat ini, dunia dengan paham globalisasi dan kemajuan kebudayaan
masyarakat serta timbulnya budaya baru, memungkinkan berubahnya budaya asli.
Namun demikian pelsetarian budaya asli sebagai identitas sebuah daerah harus

PKMM-3-2-2

tetap dipertahankan. Perubahan sosiokultural itu jangan sampai menukar budaya


asli yang cenderung tidak representatif terhadap keinginan dan kebutuhan rakyat
Indonesia secara umum, dan tentunya daerah secara khusus.
System pemerintahan negara Indonesia yang dimuat dalam pasl 18 UUD
1945 yang menyebutkan bahwa hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
daerah propinsi, kabupaten atau kota dengan pemerintah propinsi diatur oleh
Undang-Undang dengan memperhatikan kekhususan daerah dan keragaman
daerah.
Sumatera barat merupakan daerah yang mempunyai substansi seperti itu.
Daerah ini memiliki system pemerintahan nagari yang menyelenggarakan
pemerintahan layaknya negara Indonesiakonsep Trias Politica dari
Montesqiukini yang telah berlangsung jauh sebelum datangnya pemerintah
colonial Belanda. Setelah keluarnya Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (revisi dari Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan Daerah) yang menjelaskan secara teknis bagaimana pengaplikasian
Pasal 18 UUD 1945 kepada hal yang lebih rinci.
Untuk menyikapi itu, Sumatera Barat mengeluarkan Peraturan Daerah No.
09 tahun 2000 tentang Pemerintahan Nagari yang melaksanakan Otonomi Daerah
dalam bentuk kembali pada system pemerintahan Nagari yang sebelumnya
hanya berupa surat keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 115/GSB/1968
tentang Pokok Pemerintahan Nagari. Kembali pada pemerintahan nagari
sebagaimana yang dimaksud di dalam Perda Sumatera Barat tersebut bukanlah
pemerintahan Nagari dalam pengertian Pemeirntahan Minangkabau pada masa
lampau, akan tetapi pada system Pemerintahan Nagari masa depan yang progresif
sesuai dengan perkembangan tatanan system Pemerintahan Negara Republik
Indoensia.
Menurut Perda No. 09 tahun 2000, disebutkan pada pasal 1 huruf g bahwa
Nagari merupakan kesatuan masyarakat hokum, adat dalam pemerintahan daerah
yang mempunyai wilayah tertentu yang disertai dengan batas-batasnya
mempunyai harta kekayaan sendiri dan berhak mengatur rumah tangganya dan
memilih pimpinan pemerintahan sendiri.
Nagari Sikucur Kampung Dalam merupakan salah satu nagari yang berada
salah satu nagari yang berada di Kabupaten Padang Pariaman dari 45 nagari yang
ada, dan telah mengeluakan beberapa produk kebijakan publik seperti : Surat
Instruksi Wali Nagari, Surat Keputusan Wali Nagari, dan yang terpenting adalah
Peraturan Nagari yang hanya ada satu selama empat tahun pemerintahannnya.
Kemudian pada kenyataanya, peraturan nagari yang dikeluarkan ini belum mampu
mengakomodasi seluruh kebutuhan rakyat nagari selama pemerintahannya. Hal itu
ternyata disebabkan oleh kurangnya pemahaman aparatur Pemerintah Nagari
(terdiri dari Wali Nagari, Badan Perwakilan Rakyat Nagari, pemuda, dan kau
Bundo Kanduang) dalam membuat produk-produk kebijakan publik (Public
Policy).
Melihat dari keadaan seperti itulah maka analisis untuk menjawab
kelemahan itu terletak pada hubungan yang timbale balik diantara tiga unsure
yaitu produk kebijakan publik, pelaku atau actor pembuat kebijakan publik, dan
lingkungan yang mempengaruhi produk-produk kebijakan publik yang dihasilkan.
Kurangnya pemahaman itu mempunyai alasan sendiri. Hal ini dapat dilihat
dari survai yang dilakukan tim kelapangan mengenai kualifikasi tingkat

PKMM-3-2-3

pendidikan aparatur pemerintahan Nagari Sikucur Kp. Dalam. Dari dua puluh (20)
orang perangkat pemerintahan nagari, hanya satu orang yang Sarjana, dua orang
tamatan SMA, empat orang lulusan SMP, dan dua belas (12) orang hanya samapi
SD saja. Sehingga kualifikasi jenjang pendidikannya secara umum tidak tepat
mengisi jabatan tersebut.survay tim, Agustus 2005.
Aparatur yang baru dalam mengisi jabatan pemerintahan itu, seolah-olah
terdesa dan terkesan dipaksakan menjalankan tugasnya karena tuntutan dari
Undang-Undang yang melegitimasinya. Sehingga, aparatur pemerintahan nagari
yang ada tidak mampu menafsirkan sejauh mana produk-produk kebijakan publik
berperan penting dalam wilayah pemrintahannnya.
Ketumpulan dari luaran produk kebijakan publik yang dihasilkan tidak
mampu menjalankan fungsi pemerintahan secara umum terhadap wilayah
administratifnya. Seperti fungsi pembangunan yang tidak mampu
merekomendasikan tuntutan rakyatnya untuk perbaikan fisik nagari. Untuk fungsi
pelayanan terhadap rakyatnya juga tidak maksimal. Kasus yang seperti ini terjadi
ketika rakyat nagari memiliki urusan kepada perangkat pemerintahan Nagari,
ternyata aparatur sering tidak berada ditempat. Pemerintahan nagari juga tidak
pernah melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti penyuluhan kepada petani,
tukang kebun tentang bagaimana cara melakukan proses pertanian yang baik.
Peran serta pada kegiatan ilmiah seperti diatas adalah tugas pemerintah nagari
dalam menjalankan fungsi Pemberdayaan kepada rakyat nagari.
Semakin lama lembaga pemerintahan dilakukan dijalankan, maka semakin
banyak dan komplekslah permasalahan yang akan terjadi. Tetapi disisi lain
keterbatasan pemahaman aparatur atau perangkat pemerintahan nagari yang ada
tidak bisa memfasilitasinya karena kurangnya kemampuan sumber daya
manusianya. Jadi dikhawatirkan karena begitu besarnya tantangan yang akan
terjadi, sementara tingkat kualifikasi Sumber Daya Manusia rendah akan
terjadilah kegagalan dalam menjalankan amanah Undang-Undang. Oleh karena
itulah kami merasa sangat perlunya kegiatan ini dilakukan.
Perumusan Masalah
Ketika kami turun kelapanagna pada saat survai awal, begitu banyak
permasalahan yang ada di Nagari Sikucur kp. Dalam. Tapi kami hanya mampu
membatasi masalah pada beberapa item. Pertama ,bagaimana nagari menyusun
produk-produk kebijakan publik
yang mampu mengakomodasi sluruh
kepentingan rakayat nagarinya. Kedua, bagaimana implementasi dari UndangUndang yang melegitimasi sistem pemerintahan Nagari. Ketiga, menjalankan
sistem pemerintahan nagari yang demokratis menuju pada sistem pemerintahan
yang baik dan bersih. Untuk permasalahan yang keempat, sebenarnya pada
proposal pengusulan tidak ada kami cantumkan. Akan tetapi, pihak aparatur atau
perangkat wali nagari meminta materi tambahan yaitu tentang birokrasi dalam
sistem pemerintatahan.
Tujuan Pelaksanaan Program
Adapun yang menjadi tujuan dilaksanakan program kreativias mahasiswa
pengabdian masyarakat terhadap pemerintahan Nagari Baringin adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman aparatur pemerintah nagari
mengenai kebijakan publik (public policy) beserta produk-produknya.

PKMM-3-2-4

2. Meningkatkan kemampuan praktis aparatur penyelenggara pemerintahan


nagari dan BPRN dalam membuat dan memahami segala sesuatu tentang
kebijakan publik.
3. Meningkatkan
wawasan
aparatur
pemerintahan
di
dalam
menyelenggarakan pemerintahan nagari yang demokratis.
4. Menguatkan peran masyarakat dalam menyusun produk-produk kebijakan
publik.
5. Secara tidak langsung, meningkatnya kesadaran masyarakat nagari akan
pentingnya pengakomodasian kebutuhan-kebutuhannya yang di rumuskan
dalam produk kebijakan publik.
METODE PENDEKATAN
Sesuai dengan topik kegiatan ini, maka metode pelaksanaan yang
digunakan adalah metode andragogi dimana peserta diposisikan sebagai teman
diskusi bagi fasilitator. Karena yang memahami permasalahan sebenarnya adalah
peserta dan untuk mencari solusi yang terbaik kami lakukan dengan musyawarah
diantara peserta dengan bimbingan dari tim PKMM. Ketika solusi itu tidak sesuai
dengan yang diharapkan maka kami dari tim PKMM akan memberikan materi
yang tepat dan sesuai dengan kajian limiah dunia akademik. Dengan metode ini
diharapkan akan memberikan suatu pemahaman atau pembelajaran bagi aparatur
penyelenggaraan Pemerintahan Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari. Dan
memberi penekanan pada aparatur pemerintahan mengenai pentingnya peraturan
nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari.
Agar tidak memeberikan kesan membosankan kami juga memberikan
materi dengan media permainan yang mampu memancing pesserta untuk
berpartisipasi secara aktif.
Pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat dilakukan selama 2 hari
yang dimulai pada tanggal 15 april s.d. 14 Mei 2006 di kantor wali nagari Sikucur
Kp. Dalam, kabupaten Padang Parimanan.
Penulisan laporan kegiatan kami sajikan dalam bentuk notulensi
sederhana. Laporan itu memuat jalannya kegiatan secara sistematis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil kegiatan kami simpulkan dalam bentuk tabel.
No Unsur yang ada
Pra lokalatih
1.
Pemahaman
tentang Belum memahami
Otonomi Daerah

Pasca lokalatih
Sudah memahami

2.

Produk kebijakan public


contohnya,
Peraturan
nagari, SK Wali Nagari,
dll

Cuma satu dalam Sedang


empat
tahun peraturan
menjalankan
tambahan
pemerintahan nagari

menyusun
nagari

3.

Aparatur
Pemerintahan Kurang termotivasi, Termotivasi,
Nagari (Anggota BPRN, kurang professional professional
Wali
Nagari, dan stos kerja rendah bidang
BMASN,Pemuda
dan
fungsionalnya

lebih
dalam
kerja

PKMM-3-2-5

4.

5.

Bundo Kanduang
Masyarakat Nagari

Kurang berpartisipasi Mulai


berpartisipasi,
memeberikan
ide,
gagasan
terhadap
advokasi kebutuhannya

Pemerintah Daerah, hal ini Kurang


terkait dengan pemerintah memperhatikan
daerah
kab.
Padang Nagari
Pariaman,
propinsi
Sumatera Barat

Mencoba
bersamasama
meberdayakan
Nagari

Pembahasan
Dari pengalaman selama kegiatan berlangsung, ternyata apa yang
dipelajari secara teoritis bila dibandingkan dengan implementasi dilapangan bias
ditarik benang merah yang menjelaskan perbedaan yang mencolok. Sifat masalahmasalah kebijakan yang diuraikan oleh William N. Dunn dalam bukunya analisis
kebijakan publik (1991:210) adalah kebutuhan, nilai-nilai atau kesempatankesempatan yang tidak terealisir tetapi dapat dicapai melalui tindakan publik pada
kenyataanya tidak selamanya benar. Begitu juga ketika kita menggunakan analisis
kebijakan publik yang dijelaskan oleh penulis yang sama, bahwa bentuk-bentuk
analisis yang diuraikan adalah analisi kebijkan prospektif yang berupa produksi
dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan
diimplementasikan cenderung mencirikan cara beroperasinya para pelaku
pembuat kebijakan. Kemudian analisis retospektif dan analisis kebijakan yang
tersendiri. Secara teoritis itu mungkin menyangkut hal-hal yang normatif saja,
sedangkan das sein (seharusnya) dan das solen (kenyataannya) itu berbeda.
Pada bab ini kita telah mendefenisikan analisis kebijakan, menerangkan
karakteristiknya dan perannannya dalam memecahkan masalah. Dan menguraikan
elemen-elemen analisis kebijakan sebagai proses pengkajian.
Bahkan Harold D. Lasswell (1971: 1) mengatakan Dalam mendekati
analisi kebijakan sebagai proses pengkajian, kita perlu membedakan antara
metodologi, metode dan teknik.seperti diketahui, metodologi analisis kebijakan
menggabungkan standar, seleksi dan penggunaan prosedur dan penilaian kritis
terhadap hasilnya. Jadi prosedur adalah merupakan subordinate dari standar
plausibiltas dan relevansi kebijakan, dan terhadap tuntutan umum atau aturan
multipilsme kritis; peranan prosdur adalah menghasilkan informasi mengenai
maslah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan
kinerja kebijakan. Prosedur sendiri tidak menghasilkan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan. Permasalahan yang ada di nagari ternyata bias dijawab secara
teoritis ketika maslah itu dihubungkan kepada hal yang bersifat normativ.
KESIMPULAN
Melaksanakan tanggung jawab intelektual dengan cara mendedikasikan
diri pada lingkungan sosial menjadi tantangan akademik yang sangat menarik.
Nilai plus yang didapat adalah menciptakan mahasiwa yang mandiri, kreativ dan
bertanggungjawab.

PKMM-3-2-6

Pencapaian tujuan kegiatan yang didapatkan sesuai dengan yang


diharapkan. Hal itulah dikemudian hari dapat kami programkan dalam rencana
tindak lanjut. Parameter yang diambilpun adalah berjalannnya kegiatan sesuai
dnegan apa yang menjadi tujuan kegiatan, luaran yang diharapkan, dan
mengaharapkan manfaat yang besar dari kegiatan tersebut.
Jadi, Apa yang dibahas secara teoritis dalam bab pembahasan kadangkadang hanya menyangkut permasalahan yang bersifat normatif, bahkan kurang
mampu menyelasikan masalah secara substantif. Maka, kami mencari alternativ
lain dengan mengambil titik tengah atau sintesis dari permasalahannya (tesis)
dengan harapan (anti tesis).
DAFTAR PUSTAKA
(1) Harold, D. Lasswell 1971. Public Policy. Gadjah Mada University Press.
Hlm.1
(2) William, N. Dunn. 1991. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada
University Press. hlm. 210.

PKMM-3-3-1

10 MINGGU MENCARI CINTA : PROGRAM INTERVENSI


BAGI PENGHUNI PANTI WERDHA DAN PANTI ASUHAN
Erawati Dian A., Dina Dwiartanti, Sari Chairani, Sarwendah I, Titis Kus Mawati
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok
ABSTRAK
Program 10 Minggu Mencari Cinta merupakan program intervensi yang
bertujuan untuk mencegah dan mengatasi timbulnya rasa kesepian pada lansia
yang tinggal di panti werdha. Selain itu, program ini juga memiliki sasaran lain
yaitu mengatasi kekurangan kasih sayang yang dialami oleh anak-anak yang
tinggal di panti asuhan. Program intervensi ini dirancang dengan tujuan untuk
membentuk attachment pada lansia yang tinggal di panti werdha dengan anak
yatim piatu yang tinggal di panti asuhan. Dengan terbentuknya attachment antara
kedua kelompok subyek, maka diharapkan masalah kesepian pada lansia dan
kekurangan kasih sayang yang dialami oleh anak yang tinggal di panti asuhan
akan teratasi. Program ini dilaksanakan dalam rentang waktu 7 minggu, mulai
tanggal 19 Maret 2006 sampai 7 Mei 2006, dengan total jumlah pertemuan
adalah 7 kali. Peserta lansia berasal dari Panti Werdha Budi Mulya 4, sedangkan
peserta anak berasal dari Panti Asuhan Siti Khadijah Al-Kubra. Peserta dari
masing-masing panti adalah 12 orang. Dari rangkaian pertemuan yang telah
dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa program ini berhasil dan cukup
memberikan manfaat bagi kedua kelompok peserta (kakek-nenek dan anak-anak).
Berdasarkan observasi yang kami lakukan selama pelaksanaan program,
program tersebut telah berhasil membangun kedekatan (attachment) antara
pasangan kakek/Nenek dan anak. Selain itu seluruh indikator keberhasilan yang
kami tetapkan di awal kegiatan juga berhasil dicapai. Manfaat-manfaat yang
diperoleh dari program ini adalah dapat membantu mengatasi masalah
pemenuhan kebutuhan lansia akan penghargaan, tanggung jawab, tetap
berperan, kasih sayang, dan sense of belonging, serta masalah kurangnya kasih
sayang dan perhatian individual pada anak yang tinggal di panti asuhan.
Kata Kunci: lansia panti jompo, anak panti asuhan, kesepian, kasih sayang,
attachment
PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk berhubungan dengan orang
lain. Menurut Sari (1993), pemenuhan kebutuhan dasar tersebut akan
termanifestasi dalam bentuk hubungan kontak sosial yang terjadi berdasarkan
penguatan dari hal-hal yang dipelajari atau merupakan pengulangan dari hal-hal
yang menyenangkan. Apabila dalam hubungan sosial tersebut terjadi kesenjangan
antara apa yang diharapkan dengan kejadian yang diperoleh, maka timbul
perasaan kekurangan dalam hubungan sosial mereka. Hal inilah yang
menimbulkan kesepian (Sari, 1993).
Lansia cenderung mengalami masalah yang berkaitan dengan kehidupan
sosial dan emosional seperti kematian pasangan hidup atau teman-teman,
penurunan keterikatan dalam kegiatan-kegiatan sosial, masalah hubungan dengan
keluarga, dan sebagainya. Perasaan kesepian menjadi salah satu masalah utama

PKMM-3-3-2

yang dimiliki oleh lansia yang tinggal di panti werdha, terutama pada mereka
yang jarang atau tidak pernah dikunjungi oleh keluarganya. Selain itu, lansia
memiliki beberapa kebutuhan yaitu (1) kebutuhan akan penghargaan, yaitu
perasaan bahwa dirinya tetap berguna dan diperlukan; (2) kebutuhan untuk
bertanggung jawab; (3) kebutuhan akan kasih sayang dan persahabatan, serta (4)
kebutuhan untuk tetap berperan (Pikunas, dalam Sari, 1993).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (1993) mengenai kesepian
pada lanjut usia, didapatkan hasil bahwa secara umum, para lansia yang tinggal di
panti werdha lebih merasa kesepian daripada lansia yang tinggal di rumah. Hasil
penelitian tersebut juga menyatakan bahwa pada kondisi masyarakat Indonesia,
bentuk kontak sosial dan kedekatan hubungan dengan keluarga masih belum dapat
digantikan kedudukannya dengan hubungan kontak sosial yang dilakukan dengan
teman sebaya. Hal ini mungkin disebabkan oleh pandangan masyarakat Indonesia
yang masih menganggap keluarga sebagai pengayom lansia dan tempat dimana
lansia memperoleh berbagai pemenuhan kebutuhan emosional seperti rasa
penghargaan, penerimaan, tetap merasa berperan, dan sebagainya (Sari, 1993).
Sari (1993) juga menyatakan bahwa sebagian besar lansia di panti werdha
mengalami situational loneliness, yaitu perasaan kesepian yang timbul setelah
terjadinya suatu kejadian penting dalam kehidupan seperti kematian pasangan atau
berakhirnya pernikahan. Weiss (dalam Sari, 1993) mengemukakan bahwa
perasaan kesepian yang muncul karena berkurangnya atau hilangnya suatu bentuk
hubungan kedekatan dan dapat terobati dengan menjalin bentuk hubungan
kedekatan yang lain.
Hurlock (dalam Sari, 1993) menyatakan bahwa segi keuntungan yang dapat
diperoleh lansia yang tinggal di panti werdha adalah terdapatnya kemungkinan
untuk berhubungan dengan teman yang seusia dan memiliki minat serta
kemampuan yang sejenis. Dengan demikian, para lansia yang tinggal di panti
werdha memiliki kesempatan yang besar untuk dapat diterima oleh kelompoknya,
dalam hal ini teman-teman sebaya. Namun, Hurlock (dalam Sari, 1993) juga
menyatakan bahwa tinggal di panti werdha menuntut penyesuaian diri yang baik
dari para lansia karena mereka harus bisa mengikuti ketentuan atau tata tertib
yang berlaku di panti tersebut. Mereka juga harus melakukan penyesuaian diri
terhadap semua penghuni maupun petugas panti.
Meski demikian, panti werdha tidak membuat para lansia penghuni panti
merasakan panti yang mereka tinggali sebagai rumah mereka sendiri. Hal ini
disebabkan pengendali kehidupan lansia berubah dari individual menjadi institusi
total yang menyebabkan tambahan beban pada pengendalian fisik dan kimiawi
(Goffman; Mor et al. dalam Wilfrid & Zanden, 1997). Hidup dalam suatu institusi
seperti dalam panti werdha dapat menyebabkan berbagai efek. Misalnya adanya
efek fisiologis dan psikologis yang merusak, yaitu disorientasi, penarikan diri dari
masyarakat, putus asa, dan kehilangan identitas (Ebersole & Hess, 1990). Efek
tersebut diidentifikasi oleh Somer et al. (dalam Ebersole & Hess, 1990) dalam
enam gejala, yaitu
(1) deindividuasi yang merupakan peningkatan
ketergantungan, pengurangan asertivitas, menggantungkan nasib pada institusi
serta ketidakmampuan dalam membuat keputusan; (2) diskulturasi, penerimaan
nilai dan perilaku yang tidak sesuai dengan masyarakat pada umumnya; (3)
adanya kerusakan biopsikososial dari kehilangan status dan keamanan; (4) adanya
kerenggangan dengan teknologi dan perubahan lainnya dari dunia luar; (5) isolasi

PKMM-3-3-3

karena kehilangan kontak dengan dunia luar; (6) kekurangan stimulus sebagai
hasil dari mematikan indra yang dilakukan oleh institusi.
Menurut Erikson, lansia berada pada tahap generativity versus stagnation
(Santrock, 2002). Generativity adalah penyediaan kehidupan yang lebih baik bagi
generasi yang akan datang, dimana apabila tahap ini tidak dicapai maka akan
menyebabkan individu mengalami self absorption dan stagnansi. Untuk bisa
mencapai generativity, cucu memegang peranan yang penting untuk grandparents
mereka (Erikson, dalam Dacey & Travers, 2002). Untuk sebagian yang lain,
menjadi grandparent adalah sumber dari pemenuhan emosi diri, memberikan
perasaan kebersamaan dan kepuasan yang mungkin hilang pada awal hubungan
dengan anak yang telah dewasa. (Sanders & Trygstad dalam Santrock, 1999).
Banyak grandparent yang meneruskan keahlian juga nilai-nilai religius,
sosial dan vokasional (dimensi sosial) baik melalui cerita maupun nasehat, dan
mereka bisa merasakan kebanggan yang besar dan kepuasan (dimensi personal)
dari bekerja bersama dengan cucunya melalui proyek bersama (Kail &
Cavanaugh, 2000). Oleh karena itu, tidak mengherankan bila grandparenthood
berkorelasi positif dengan kesehatan mental dan moral dari orang lanjut usia
(Dacey & Travers, 2002).
Sementara itu, menurut Mudjiwati (1983), kasih sayang merupakan suatu
hal yang vital bagi seorang anak dan mutlak dibutuhkan dalam perkembangan
hidupnya. Namun, tidak semua anak memiliki kesempatan untuk mendapatkan
kasih sayang keluarga. Cukup banyak anak yang dibesarkan di panti asuhan
dengan berbagai alasan yang berbeda-beda (Sahuleka, 1977). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sahuleka (1977) ada beberapa hal positif dari panti
asuhan, antara lain panti asuhan merupakan tempat bernaung bagi anak-anak
terlantar dimana mereka mendapatkan bimbingan dalam bidang pendidikan dan
pekerjaan maupun dalam penyesuaian diri di masyarakat, dan merupakan suatu
lingkungan theurapeutic bagi anak-anak yang membutuhkan.
Akan tetapi, panti asuhan memiliki hal-hal negatif seperti kehidupan panti
asuhan memungkinkan anak mengalami penurunan emosi yang mengakibatkan
gangguan kepribadian seperti sikap menarik diri, tidak mampu membentuk
hubungan yang hangat dan dekat dengan orang lain, sehingga hubungan mereka
sifatnya dangkal dan tanpa perasaan. Dalam panti asuhan juga sering ditemui
kurangnya stimulasi emosional dan intelektual serta kehidupan yang rutin dan
kaku, juga perlakuan yang bersifat massal. Keadaan ini dapat menghambat
perkembangan emosi dan intelektual mereka serta dapat menghilangkan atau
mematikan inisiatif anak (Sahuleka, 1977).
Menurut Sahuleka (1977) pengasuh cenderung bertindak sesuai dengan
jadwal dan cara yang sudah ditentukan daripada bereaksi berdasarkan tingkah
laku anak. Pemenuhan kebutuhan anak-anak panti asuhan umumnya lebih
ditekankan pada pemenuhan kebutuhan fisik. Mereka kurang mendapat
kesempatan untuk mengalami hubungan yang erat, hangat, dan rasa keterikatan
secara khusus dengan orang dewasa tertentu. Pengasuh kurang mengenal anak
sebagai individu karena kesibukan dan bentuk hubungan yang tidak seperti orang
tua. Pertemuan anak dengan pengasuh lebih bersifat kegiatan-kegiatan rutin.
Pengasuh umumnya juga kurang sekali mempunyai waktu untuk bermain bersama
atau memberi respon terhadap ucapan-ucapan anak.

PKMM-3-3-4

Penelitian Diennaryati TJ (dalam Mudjiwati, 1983) menyatakan bahwa


masalah yang dihadapi oleh anak yang tinggal di panti asuhan adalah kurangnya
kasih sayang dan perhatian yang bersifat individual serta kurangnya kebutuhan
emosi, sehingga anak cenderung bersikap tidak spontan dan ragu-ragu. Masalah
lainnya adalah sistem kehidupan yang rutin, dimana anak tidak terbiasa
mengekspresikan segala kehendaknya, sehingga anak tidak dapat mengeluarkan
segala ide ataupun daya kreasinya (Diennaryati TJ, dalam Mudjiwati, 1983).
Sehubungan dengan hal kekurangan kasih sayang dari orang tua, Hurlock (dalam
Mudjiwati, 1983) menyatakan bahwa anak-anak di panti asuhan mengalami
hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan, hambatan perkembangan
motorik, hambatan perkembangan bicara, hambatan perkembangan kecerdasan,
dan hambatan penyesuaian diri dan pergaulan.
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa kesepian merupakan masalah yang
cukup penting pada lansia yang tinggal di panti werdha. Oleh karena itu, kami
tertarik untuk membuat sebuah program intervensi yang bertujuan untuk
mencegah timbulnya rasa kesepian pada lansia yang tinggal di panti werdha dan
mengatasi perasaan kesepian yang telah muncul dalam diri lansia. Dalam program
ini, kami melibatkan anak-anak yang tinggal di panti asuhan sebagai kelompok
pendukung, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diennaryati TJ
(dalam Mudjiwati, 1983), anak yang tinggal di panti asuhan mengalami
kekurangan kasih sayang dan perhatian yang bersifat individual. Kami
mengharapkan dengan melibatkan mereka dalam program ini, selain dapat
mengatasi masalah kesepian pada lansia yang tinggal di panti werdha, juga dapat
mengatasi masalah kekurangan kasih sayang pada anak yang tinggal di panti
asuhan.
Masalah-masalah utama yang menjadi sasaran program intervensi ini
adalah:
a. Masalah sosial pada lansia, seperti penurunan keterikatan dalam kegiatankegiatan sosial dan penurunan status sosial ekonomi.
b. Masalah pemenuhan kebutuhan lansia akan penghargaan, tanggung jawab,
tetap berperan, kasih sayang, dan sense of belonging.
c. Masalah penyesuaian diri dan pergaulan pada anak yang tinggal di panti
asuhan.
d. Masalah kurang kasih sayang dan perhatian individual pada anak panti
asuhan.
e. Masalah hambatan dalam mengekspresikan kreativitas pada anak panti
asuhan.
Program intervensi yang kami rancang ini merupakan wujud pengabdian
dan peran serta kami sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
dalam mengaplikasikan bidang ilmu yang telah kami pelajari, agar dapat lebih
bermanfaat pada masyarakat. Diharapkan lewat program ini terbentuk attachment
antara lansia yang tinggal di panti werdha dan anak-anak panti asuhan. Dengan
terbentuknya attachment antara kedua kelompok subyek maka diharapkan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masing-masing
kelompok subjek antara lain:
Mencegah timbulnya rasa kesepian pada lansia yang tinggal di panti
werdha.
Mengatasi rasa kesepian pada lansia yang tinggal di panti werdha.

PKMM-3-3-5

Memenuhi kebutuhan lansia akan penghargaan.


Memenuhi kebutuhan lansia untuk tetap berperan.
Memenuhi kebutuhan lansia untuk memiliki rasa tanggung jawab.
Melatih kemampuan motorik pada lansia.
Menumbuhkan sense of belonging pada kedua kelompok sasaran.
Memenuhi kebutuhan akan kasih sayang pada kedua kelompok sasaran.
Menumbuhkan rasa persahabatan antara kedua kelompok sasaran.
Meningkatkan kreativitas lansia dan anak.
Menumbuhkan kepekaan lansia dan anak terhadap lingkungan.
Memenuhi kebutuhan akan kontak sosial (need for intimacy) pada kedua
kelompok sasaran.

METODE PENDEKATAN
Sebelum pelaksanaan program, kami melakukan persiapan selama 3
minggu. Pada tahap persiapan tersebut pertama-tama kami mencari panti werdha
dan panti asuhan yang kami anggap potensial untuk menjadi peserta program.
Setelah mendapatkan kedua panti, kami melakukan proses perijinan untuk dapat
melakukan program di kedua panti tersebut. Pada saat yang bersamaan kami juga
melakukan recruitment untuk mendapatkan fasilitator dan panitia tambahan. Dari
recruitment ini, kami mendapatkan 8 orang fasilitator dan 3 orang panitia
tambahan yang bertugas di bagian konsumsi dan dokumentasi.
Program 10 Minggu Mencari Cinta dilaksanakan dalam rentang waktu 7
minggu sejak tanggal 19 Maret 2006 sampai dengan 7 Mei 2006, dengan total
pertemuan sebanyak 7 kali pertemuan yang dilakukan setiap hari Minggu. Pada
pertemuan pertama, acara dimulai sejak pukul 08.30 sampai 12.00, pertemuan
kedua sampai keenam dimulai pukul 08.30 sampai 11.30, sedangkan pertemuan
ketujuh diadakan sejak pukul 09.00 sampai 14.00. Untuk lokasinya, pertemuan
pertama sampai keenam dilakukan di panti werdha, sedangkan pertemuan ketujuh
dilakukan di pinggir danau UI sebagai acara perpisahan.
Rutinitas pelaksanaan program secara umum adalah penjemputan anakanak di panti asuhan untuk dibawa ke panti werdha, dilanjutkan dengan
pelaksanaan kegiatan sesuai jadwal tiap pertemuan, kemudian mengantar anakanak kembali ke panti asuhan setelah seluruh rangkaian kegiatan hari itu selesai
dilakukan. Dalam pelaksanaannya, program ini memerlukan banyak alat bantu
yang terdiri dari peralatan bermain, sound system, LCD, VCD, dan laptop.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum program ini terdiri dari 6 kegiatan utama, yaitu kegiatan
perkenalan awal, ice breaking, kegiatan pembentukan kedekatan dan kerja sama,
kegiatan pembentukan attachment, kegiatan mempertahankan attachment, dan
kegiatan hiburan. Berikut adalah hasil dan pembahasannya.
1. Kegiatan Perkenalan Awal
Kegiatan perkenalan awal ini terdiri dari 3 kegiatan, yaitu Akulah Sang
Raja, Di mana Kerajaanku, dan Sharing. Pada kegiatan Akulah Sang Raja,
awalnya para peserta masih malu-malu dan ragu untuk memperkenalkan diri
sehingga MC harus aktif untuk menyemangati para peserta. Misalnya, dengan
menanyakan nama dan hobi mereka dan meneriakkan kata Semangat!.

PKMM-3-3-6

Kegiatan kedua, Dimana Kerajaanku, merupakan cara membagi


kelompok, yang dilakukan pada 2 kali pertemuan. Pertimbangannya adalah karena
pada pertemuan I ternyata jumlah nenek-kakek lebih banyak dari jumlah anak
sehingga terjadi ketidaksesuaian jumlah anggota dan pasangan tiap kelompok.
Selain itu, pembagian kelompok baru ini juga berdasarkan masukan para
fasilitator mengenai keaktifan peserta pada pertemuan I. Dengan adanya
intervensi ini, diharapkan semangat peserta yang aktif bisa menular kepada para
peserta yang kurang aktif sehingga tercipta kelompok yamg kohesif.
Kegiatan yang ketiga adalah Sharing. Awalnya peserta masih tampak
malu-malu untuk memperkenalkan diri di dalam kelompoknya, terutama anakanak. Fasilitator kemudian berupaya memancing peserta dengan menceritakan
terlebih dahulu mengenai dirinya ataupun bertanya tentang kegiatan keseharian
peserta. Setelah itu, meskipun anak-anaknya masih harus dipancing dengan
pertanyaan-pertanyaan dari fasilitator, nenek-kakeknya sudah mulai berani untuk
menceritakan tentang hobi, keluarga, ataupun pengalaman menarik mereka di
masa lalu. Hal yang menjadi catatan adalah adanya keterbatasan pendengaran
beberapa kakek-nenek sehingga terkadang fasilitator harus mengulang perkataan
dari peserta lain ketika sedang menceritakan dirinya. Selain itu, ada beberapa
peserta yang kurang menunjukkan partisipasi dalam mendengarkan cerita peserta
lain (misalnya, terlihat dari pandangannya yang ke arah kelompok lain atau
terlihat diam saja).
Secara umum dari 3 kegiatan perkenalan awal di atas, terlihat bahwa
awalnya peserta kurang aktif, sehingga membuat MC dan fasilitator harus
berusaha keras untuk melibatkan peserta dalam semua kegiatan. Hal ini mungkin
disebabkan karena para peserta dan panitia belum saling mengenal satu sama lain
dan adanya keterbatasan fisik dari para kakek-neneknya. Selain itu, seluruh anak
dari panti asuhan adalah anak laki-laki, sedangkan mayoritas lansia dan fasilitator
adalah perempuan, sehingga agak menghambat komunikasi antar pihak. Namun,
keadaan semakin bertambah baik seiring dengan waktu. Para peserta semakin
aktif dan menjadi akrab satu sama lain di setiap pertemuan. Fasilitator pun bisa
menjalin hubungan yang baik dengan semua peserta.
2. Ice Breaking
Games yang digunakan pada icebreaking adalah Mars Kerajaan. Games
ini juga sempat mengalami perubahan, yaitu ketika kelompoknya berganti. Dalam
pembuatan yel-yel ini fasilitator turut membantu, misalnya dengan membantu
memilih kata dan irama yang mudah diingat oleh para peserta, terutama para
peserta kakek-nenek. Para peserta pun bersemangat dalam mengeluarkan idenya.
Ketika ditanyakan oleh MC siapa yang ingin maju duluan menunjukkan yel-yel
kelompoknya, para peserta, terutama anak-anak tampak bersemangat dengan
mengacungkan tangannya secepat-cepatnya, sehingga seringkali games Mars
Kerajaan ini dijadikan ajang untuk lomba cepat kelompok yang maju terlebih
dahulu dalam menampilkan Mars Kerajaan-nya.
3. Kegiatan Pembentukan Kedekatan dan Kerja Sama
a) Membuat Gaun Pesta: Permainan untuk pasangan (lansia-anak) ini
dilaksanakan sesuai dengan rencana dan diikuti semua peserta dengan
bersemangat. Selama pelaksanaan, terlihat bahwa pasangan peserta bekerja

PKMM-3-3-7

sama dan tidak mau kalah dalam menyusun strategi mengatur posisi benang dan
jarum. Dengan demikian tujuan untuk membentuk kedekatan, kerja sama, dan
mengatasi kebutuhan tetap berperan pada lansia dapat tercapai.
b) Tusuk Balon: Evaluasi dari permainan ini adalah jarak antara satu anak
dengan yang lain terlalu dekat, sehingga ada kekhawatiran peserta salah
menusuk. Selain itu, lansia pun menjadi kurang terlibat dalam permainan ini.
Namun secara keseluruhan, permainan ini berlangsung dengan meriah dan
menimbulkan semangat. Selain itu, anak-anak juga belajar berpartisipasi dalam
kelompok
c) Baginda Bertitah: Dalam permainan berkelompok ini, kakek/nenek dan
anak berpartisipasi dengan baik. Mereka saling bekerja sama dalam mengatur
strategi untuk memenangkan lomba. Tujuan pembentukan kedekatan, kerja
sama, serta pemenuhan kebutuhan para lansia untuk ikut bertanggung jawab
dan tetap berperan pun dapat tercapai.
d) Bahasa Isyarat: Dalam kegiatan ini, terlihat ada beberapa anak dan kakeknenek yang cukup kreatif dalam memperagakan kalimat atau kata yang
diberikan. Mereka juga terlihat bersemangat dan penasaran ketika belum juga
berhasil menebak jawabannya. Selama permainan ini, para peserta pun
diberikan kesempatan untuk membuat dan memperagakan kalimatnya sendiri
sehingga mereka dapat lebih menunjukkan kreativitas mereka. Selama
permainan ini, tercapai pula pembentukan kedekatan dari para anggotanya.
e) Benda Pusaka: Kegiatan ini dilakukan dengan mengisi sebuah buku dengan
tulisan-tulisan ataupun gambar-gambar. Semua peserta terlihat antusias karena
mereka bebas menunjukkan kreativitas mereka dalam scrapbook tersebut. Pada
kegiatan ini terlihat adanya kerja sama dalam menghias buku, tidak jarang
terlihat anak membantu nenek/kakek untuk menggambar atau menulis dalam
buku tersebut sehingga mendekatkan mereka.
f) Pohon Kerajaan: Pada kegiatan kelompok ini, khususnya pada proses
pengecatan pot, anak-anak terlihat lebih aktif dibandingkan kakek-neneknya.
Akan tetapi, memasuki sesi menanam pohon, kakek-neneknya pun turut aktif
membantu. Dalam permainan ini, pembentukan kedekatan dan kerja sama dapat
tercapai. Selain itu, kebutuhan bagi para lansia untuk ikut berperan tetap
terpenuhi dan anak-anak juga belajar berpartisipasi dalam kelompok untuk
melatih kemampuan mereka dalam bermasyarakat.
g) Patung Manusia: Kegiatan berpasangan (lansia-anak) ini tidak berubah dari
rencana semula. Evaluasi yang ditemukan adalah cara mengkomunikasikan
permainan ini kepada peserta karena peserta tidak terbiasa dan belum paham
dengan kegiatan ini. Selain itu, karena durasi kegiatan yang terlalu lama
membuat beberapa peserta kehabisan ide dalam memberikan aba-aba kepada
peserta lain. Namun, kerja sama dan kedekatan dalam permainan ini terbentuk
dengan baik.
h) Harta Karun Kerajaan: Pada kegiatan ini setiap kelompok diajarkan
membuat origami. Kemudian anggota kelompok beserta fasilitator
mempresentasikan hasil dan cara membuat origami tersebut di hadapan peserta
lain, sementara peserta dari kelompok lain mengikuti origami yang diajarkan.
Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok besar ini diikuti oleh para peserta
dengan antusias. Seluruh peserta ikut bekerja sama memperhatikan instruksiinstruksi yang diberikan dan merasa senang ada hasil origami yang boleh

PKMM-3-3-8

dibawa pulang. Dengan demikian tujuan game ini, yaitu pembentukan


kedekatan dan kerja sama diantara anggota dapat tercapai.
i) Persiapan Pesta Kerajaan: Kegiatan ini merupakan kegiatan berkelompok.
Fasilitator mensosialisasikan bahwa peserta akan diajak jalan-jalan dimana
terdapat saat dimana kelompok harus menunjukkan hasil kreativitasnya.
Kegiatan ini berlangsung sesuai rencana, dua kelompok yang digabung
memutuskan untuk bernyanyi dan mempertunjukkan gambar bercerita. Dalam
kegiatan ini terlihat sekali adanya kedekatan dan kerja sama yang telah
terbentuk karena anak-anak dan para lansia antusias memberikan ide-ide dan
berlatih pertunjukan yang akan ditampilkan.
j) Pesta Kerajaan: Seluruh peserta dan panitia program melakukan kegiatan
outdoor, yaitu di danau UI. Pada acara penutupan ini, panitia mengundang
pengurus panti asuhan, pengurus panti werdha dan pihak rektorat UI untuk
hadir. Evaluasi untuk kegiatan ini adalah acara diadakan di tempat terbuka yang
cukup ramai, peserta menjadi kurang terkontrol, terutama anak-anak.
Kurangnya kontrol menyebabkan beberapa permainan yang sudah disiapkan
batal dilaksanakan. Walaupun, begitu kedekatan yang terbentuk tetap ada.
Secara keseluruhan, kegiatan di atas dapat membentuk kedekatan dan
kerja sama para anggota kelompok. Hal ini terbukti menjelang akhir kegiatan,
mereka saling berbicara dan bercanda dengan sendirinya tanpa bantuan fasilitator.
Mereka juga tidak segan mengeluarkan ide-idenya saat kegiatan berlangsung.
Dengan demikian, kegiatan ini setidaknya dapat memenuhi kebutuhan para lansia,
yaitu penghargaan, tanggung jawab, kasih sayang dan persahabatan, serta tetap
berperan. Kegiatan ini juga dapat mengatasi masalah dari anak-anak di panti
asuhan yang cenderung tidak spontan dan ragu-ragu, serta tidak dapat
mengeluarkan segala ide ataupun daya kreasinya.
Namun, sayangnya dalam kegiatan pembentukan kedekatan dan kerja
sama ini pada akhirnya lebih memfokuskan pada kegiatan kelompok bukan
kegiatan berpasangan, kakek/nenek dan anak. Hal ini dapat terlihat dari jumlah
kegiatan berpasangan hanya dua, sedangkan kegiatan berkelompok sebanyak
delapan kegiatan sehingga tujuan kegiatan semula yang menekankan pada
kedekatan pasangan kurang terbentuk.
1. Kegiatan Pembentukan Attachment
Untuk membentuk attachment, terdapat dua kegiatan yang dilaksanakan,
yaitu Raja yang Paling Hebat dan Penobatan Raja. Kegiatan Raja yang Paling
Hebat terdiri dari dua sesi. Pada sesi I, anak-anak mewawancarai kakek/nenek
yang menjadi pasangannya. Sebaliknya pada sesi II, kakek/nenek yang
mewawancarai anak-anak. Berbeda dengan rancangan kegiatan, pada
pelaksanaannya wawancara tidak dicatat dan tidak ada pemilihan raja yang paling
hebat yang kemudian akan duduk di Kursi Kerajaan. Peserta hanya diminta
menceritakan hasil wawancara dengan pasangannya, di dalam kelompok. Dalam
kegiatan ini, peserta dapat mengenal lebih dalam pasangannya. Pada kegiatan
Penobatan Raja, permainan ini berlangsung cukup ramai terlihat dari anak-anak
yang berebutan untuk menjawab pertanyaan. Sebenarnya permainan ini juga ingin
melibatkan para lansia untuk menjawab. Namun anak-anak yang berebutan untuk
menjawab, maka para lansia memilih duduk dan melihat-lihat saja.

PKMM-3-3-9

Dari dua kegiatan ini terlihat bahwa kegiatan Raja Yang Paling Hebat
lebih menekankan pada attachment dengan pasangannya dibandingkan kegiatan
Penobatan Raja yang lebih kepada attachment dalam kelompok. Sayangnya,
attachment yang terlihat dalam kegiatan Raja Yang Paling Hebat terlihat kurang
dapat terbentuk. Hal ini dimungkinkan karena pelaksanaan kegiatan ini pada hari
ke-3 di mana kedua peserta belum terlalu mengenal, terlebih adanya pergantian
kelompok pada hari ke-2. Jadi, pada akhirnya kegiatan ini lebih untuk
mengakrabkan peserta dengan peserta lainnya. Kegiatan Penobatan Raja pun
berlangsung ramai dan diminati peserta, terutama anak-anaknya.
2. Kegiatan Mempertahankan Attachment
Terdapat tiga kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan attachment
yaitu Kotak Jin, Surat Untuk Raja, dan Pengasuh Baginda. Untuk kegiatan
Kotak Jin, awalnya fasilitator memberikan contoh surat berisi kesan atau pesan
terhadap peserta lain yang dibacakan oleh MC. Secara umum, peserta senang
dengan kegiatan ini. Hal ini terlihat saat dibacakan nama dan isi suratnya, mereka
tersenyum dan mendengarkan MC. Begitu pula ketika mereka mencoba
menuliskan suratnya sendiri untuk peserta lainnya, mereka terlihat bersemangat.
Meskipun ada beberapa peserta kakek-nenek yang tidak bisa menulis, mereka
tetap dapat menyampaikan pendapatnya karena dibantu oleh para fasilitator.
Pada kegiatan Surat Untuk Raja, surat yang rencananya akan dibacakan
di kotak jin ini, tidak jadi dilaksanakan karena ada beberapa anak yang belum
membuat surat. Surat pun dibacakan hanya di dalam kelompok kecil, tidak dalam
kelompok besar karena pertimbangan waktu. Selain itu, kakek-nenek yang
menerima surat diminta untuk membalas surat dari anak-anak. Untuk kegiatan
Pengasuh Baginda, anak-anak dipasangkan dengan lansia yang ditutup matanya
dan anak-anak diminta untuk memenuhi kebutuhan lansia mulai dari makan,
minum, bercerita, sampai menyanyi. Awalnya, peserta agak kebingungan dengan
instruksi yang diberikan. Namun setelah dijelaskan, peserta dapat melakukan
kegiatan ini dengan baik.
Dalam kegiatan mempertahankan attachment ini lebih menekankan pada
attachment antara pasangan masing-masing (yaitu kegiatan Surat Untuk Raja dan
Pengasuh Baginda). Dengan memberikan surat yang berisi masukan, pujian,
kritik, dan saran membuat para peserta merasa diperhatikan secara personal oleh
pasangannya masing-masing. Begitu juga dengan kegiatan Pengasuh Baginda di
mana masing-masing pasangannya bisa melayani dirinya sehingga dapat
memunculkan rasa pada kakek nenek bahwa dirinya memiliki teman kecil (cucu)
yang ada saat dia membutuhhkannya.
3. Kegiatan Hiburan
Film yang dipilih dalam kegiatan Opera Kerajaan ini adalah film
berdurasi kurang lebih 90 menit yang berjudul Rindu Kami PadaMu. Film ini
menceritakan tentang kehidupan tiga anak di sebuah pasar kecil. Secara teknis,
ruangan yang digunakan untuk menonton terlalu terang sehingga gambar yang
ditampilkan kurang jelas. Begitu juga dengan suara film yang pecah. Pada
awalnya para peserta terlihat mengikuti jalan cerita dan duduk dengan tenang.
Akan tetapi, setelah beberapa lama, anak-anaknya mulai duduk berpindah-pindah.
Para peserta terlihat bosan karena pemilihan film yang terlalu serius dan jalan
cerita yang agak sulit dimengerti. Selain itu, durasinya yang terlalu lama juga

PKMM-3-3-10

membuat para kakek-neneknya tidak tahan untuk duduk dalam jangka waktu
panjang. Akan tetapi, suasana kembali ceria ketika memasuki kuis. Kuis yang
tadinya direncanakan akan diberikan kepada setiap kelompok pada
pelaksanaannya akhirnya hanya dikeluarkan satu pertanyaan, dengan
pertimbangan hanya sedikit dari peserta yang benar-benar memperhatikan film
dari awal sampai akhir. Namun dalam pelaksanaan kuis ini para peserta, terutama
anak-anaknya, tampak bersemangat dalam berebut menjawab pertanyaan yang
diajukan.
KESIMPULAN
Dari rangkaian 7 pertemuan yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan
bahwa kegiatan ini berhasil dijalankan dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari:
Tercapainya tujuan program.
Tujuan program kami adalah membentuk attachment pada lansia yang tinggal
di panti werdha dengan anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan.
Berdasarkan observasi selama kegiatan berlangsung, tampak bahwa sedikit demi
sedikit terjalin kedekatan dan rasa saling memperhatikan antara pasangan
kakek/nenek dengan cucunya. Anak-anak tersebut sering terlihat bermanja-manja
di pelukan kakek-neneknya sambil mengobrol dan bercanda. Contoh lain adalah
ketika ada seorang nenek yang tidak bisa mengikuti salah satu pertemuan karena
sedang sakit, nenek tersebut hampir menangis karena tidak bisa bertemu dengan
cucu-nya. Sebaliknya, sang cucu pun meminta untuk bisa dipertemukan
dengan nenek-nya. Ketika tidak diperbolehkan, ia membuat surat untuk nenek
tersebut dan menempelkan origami buatannya di scrapbook (Benda Pusaka
Kerajaan) agar bisa diperlihatkan kepada sang nenek.
Kegiatan berjalan tepat waktu dan tepat sasaran.
Sebagian besar kegiatan dapat dilakukan tepat waktu sesuai jadwal yang telah
direncanakan, meskipun ada beberapa kegiatan yang mengalami kendala teknis
(misalnya alat permainan kurang dipersiapkan). Biasanya masalah yang ada dapat
diatasi dan tidak mengganggu jalannya kegiatan secara umum sehingga tujuan
setiap kegiatan tetap tercapai
Kegiatan berjalan dengan teratur, fasilitator dapat mengatur jalannya kegiatan
dengan baik.
Pada setiap pertemuan, para fasilitator bisa dengan baik membantu
berlangsungnya acara. Mereka bisa mencairkan kebekuan antara kakek/nenek dan
cucu di awal acara, memberi dorongan kepada para peserta untuk tetap mengikuti
acara, juga memberi semangat kepada anak yang terlihat pasif agar lebih aktif
dalam mengikuti kegiatan. Fasilitator pun mampu mengatasi kendala teknis yang
muncul di beberapa kegiatan.
Semua peserta turut berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan.
Meskipun ada beberapa permainan yang hanya dimainkan oleh anak-anak
karena terlalu banyak menggunakan kemampuan fisik, bukan berarti kakek/nenek
meninggalkan acara. Mereka tetap dengan setia mengikuti rangkaian kegiatan
dengan menonton dan memberi semangat kepada anak-anak yang bermain.
Terjadi hubungan timbal balik antar peserta.
Berdasarkan observasi yang kami lakukan selama kegiatan berlangsung,
lambat laun terbentuk suatu kedekatan antara anak dengan kakek/nenek. Mereka
saling memperhatikan dan menolong satu sama lain. Misalnya ketika kegiatan

PKMM-3-3-11

mengisi scrapbook, anak membantu nenek yang tidak bisa menulis. Di lain pihak,
pada kegiatan Pohon Kerajaan, nenek membantu anak menanam pohonnya.
Setelah program selesai dilaksanakan, diharapkan masih terjalin hubungan
persahabatan antar peserta, misalnya melalui surat menyurat atau saling
mengunjungi.
Sampai laporan ini selesai dituliskan, anak-anak telah mengirimkan 1-2 surat
kepada para nenek/kakek yang ada di panti werdha. Umumnya mereka
mengirimkan surat kepada lansia yang menjadi pasangan mereka selama program
dilaksanakan. Namun, sampai saat ini, kami belum mengetahui reaksi para lansia
ketika mereka menerima surat-surat tersebut. Diharapkan kegiatan surat menyurat
ini akan terus berlangsung. Kami juga memberikan nomor telepon panti werdha
kepada anak-anak panti asuhan agar mereka dapat menghubungi lansia lewat
telepon kapan pun mereka mau.
Keberhasilan program ini juga dapat dilihat dari komentar-komentar yang
diberikan oleh para peserta, antara lain:
Nenek senang, Neng. Kumpul-kumpul, rame, jadi seneng. Gak ngenes, gak
bingung, gak sedih. Pokoknya nenek seneng Neng datang. Jadi seneng,
gembira.
Saya sangat senang ikut 10 Minggu Mencari Cinta. Terus saya ingin ikut
lagi kalo ada lagi. Mudah-mudahan ada lagi, amin. Saya ikut acara ini
alhamdulillah mendapat kesenangan dan hadiah. Dan dapat teman baru,
kakak-kakak dan nenek, kakek
Adapun manfaat-manfaat yang diperoleh dari program ini diantaranya
adalah dapat membantu mengatasi masalah-masalah utama yang menjadi sasaran
intervensi.
a. Pada lansia
Masalah pemenuhan kebutuhan lansia akan penghargaan, tanggung jawab,
tetap berperan, kasih sayang, dan sense of belonging.
Masalah ini dapat dibantu diatasi melalui permainan dalam program ini
yang turut melibatkan para lansia untuk aktif di dalamnya. Mereka tidak
hanya duduk diam saja menyaksikan anak-anaknya bermain, tetapi juga
mereka ikut di dalam permainan tersebut, baik secara individu ataupun
dalam kelompok.
b. Pada anak panti asuhan
Masalah kurangnya kasih sayang dan perhatian individual pada anak yang
tinggal di panti asuhan.
Dengan adanya pasangan dan kelompok kecil ini memungkinkan anakanak untuk dapat merasakan kasih sayang baru yang lebih erat. Selain itu,
adanya permainan seperti kotak jin juga memungkinkan mereka
memperoleh kesenangan karena mereka merasa ada yang diperhatikan.
Secara umum, program ini memiliki manfaat agar terjalin kedekatan
(attachment) antara kakek-nenek dan sang anak. Dengan adanya permainan yang
lebih melibatkan pasangan-pasangan justru semakin mendekatkan mereka dengan
pasangannya. Sayangnya, kebanyakan permainan lebih bersifat permainan
kelompok bukan permainan pasangan sehingga kedekatan yang terjalin lebih

PKMM-3-3-12

bersifat kedekatan dalam kelompok kecil. Namun hal ini tidak mengurangi
kebahagiaan mereka. Kedekatan juga tidak hanya terjadi pada kedua kelompok
peserta tersebut, tetapi juga dengan para fasilitator yang seringkali menemani
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dacey, J. S. & Travers, J. F. 2002. Human Development Across The
Lifespan (5th edition). New York: McGraw Hill.
2. Ebersole, P. & Hess, P. 1990. Toward Healthy Aging: Human Needs and
Nursing Response. Missouri: C. V. Mosby Company.
3. Kail, R.V., & Cavanaugh, J.C. 2000. Human Development A Lifespan
View (2nd edition). California: Wadsworth.
4. Mudjiwati, S. R. 1983. Kehidupan Emosi Anak-anak 5-6 Tahun Dilihat
Melalui Pemilihan Warna dalam Lukisan Mereka: Suatu Studi Penjajagan
pada Anak-anak Panti Asuhan dan Non Panti Asuhan di Jakarta. Skripsi
Sarjana. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
5. Sahuleka, J. M. 1977. Panti Asuhan sebagai Suatu Lingkungan bagi
Perkembangan Anak. Skripsi Sarjana. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
6. Santrock, J.W. 1999. Life-Span Development (7th edition). New York:
McGraw-Hill.
7. Santrock, J. W. 2002. A Topical Approach to Life-Span Development. New
York: McGraw-Hill.
8. Sari, A. 1993. Kesepian pada Lanjut Usia: Studi Perbandingan antara
Lansia yang Tinggal di Rumah dengan Lansia yang Tinggal di Panti
Werdha. Skripsi Sarjana. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
9. Wildfrid, J. & Zanden, V. 1997. Human Development. USA: McGrawHill.

PKMM-3-4-1

MODEL PEMBELAJARAN BAGI ANAK YANG BERHADAPAN


DENGAN HUKUM DI RUMAH TAHANAN KELAS I BANDUNG, KEBON
WARU
Ragil Pardiantoro, Dinno Mulyono, Fatmasari, Siti Ropiah
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

ABSTRAK
Pendidikan adalah hak bagi setiap anak. Optimalisasi perkembangan anak akan
berdamapak pada pencapaian tugas perkembangannya, sehingga secara
langsung memberikan kontribusi pada kualitas pribadi anak tersebut. Namun,
dalam kenyataannya tidak semua anak memperoleh haknya tersebut, termasuk
bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Oleh sebab itu, upaya-upaya
pendidikan harus dilaksanakan sebagai upaya pendampingan bagi pemenuhan
hak anak. Metode alternatif yang lebih menekankan pada penyeimbangan kondisi
psikologis anak, diperlukan sebagai bekal bagi pengakuan pribadi atas status
sosialnya, sehingga dapat berperan sebagaimana kondisi anggota masyarakat
lainnya. Kondisi anak yang berhadapan dengan hukum tergambarkan dari setiap
metode pembelajaran yang dilakukan. Goresan tangan diatas kertas, ekspresi
nonverbal, menggambarkan kondisi jiwa mereka yang selama ini tertekan. Pada
akhirnya, model pembelajaran bagi anak yang berhadapan dengan hukum sangat
diperlukan adanya, karena model pembelajaran konvensional tidak selamanya
dapat diterapkan di lingkungan rumah tahanan. Dengan adanya model alternatif,
diharapkan bisa menjembatani upaya pemenuhan hak anak yang berhadapan
dengan hukum, terutama hak pendidikannya.
Kata Kunci : Anak yang berhadapan dengan hukum, metode pembelajaran,
model pembelajaran dan hak anak.
PENDAHULUAN
Anak merupakan amanah dari Tuhan, sudah selayaknya kita menjaga
amanah tersebut agar jangan sampai disia-siakan. Oleh sebab itu, pelanggaran
atau ketimpangan dalam pemenuhan hak-hak anak merupakan sebuah tindakan
yang dinilai tidak sesuai dengan kodrat anak. Selain itu, anak merupakan tunas
bangsa atau generasi muda yang diharapkan bisa menjadi penerus eksistensi
bangsa kita dalam tataran dunia secara global. Dengan itu kita harus dapat
memenuhi kebutuhan mereka (memfasilitasi) agar dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Perquin-Russen (1992), menyatakan sebenarnya anak dapat tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya. Namun untuk pertama kali ia mengenal dunia,
haruslah ada fihak yang memberikan pertolongan agar pertumbuhan dan
perkembangannya tidak terhambat atau terganggu yang dapat mengakibatkan
perkembangannya tersebut tidak optimal. Dari latar teori ahli di atas, maka sudah
seharusnya kita mencoba untuk memberikan fasilitas (bantuan) kepada mereka

PKMM-3-4-2

agar segala sesuatu yang menghambat perkembangannya bisa dikurangi atau


dihilangkan sama sekali.
Dr. M.I. Suleman (1994), mengatakan bahwa keluarga merupakan institusi
pendidikan yang pertama dan utama bagi perkembangan seorang anak. Hanya
yang menjadi masalah adalah ketika ada segolongan anak yang tidak bisa
mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya secara optimal dan wajar. Salah satu
alternatifnya tersedia seperti yang termuat dalam UU Nomor 20 tahun 2003, yaitu
melalui jalur pendidikan non formal. Artinya walaupun kondisi keluarga tidak
memungkinkan, jalur pendidikan yang lainnya bisa memberikan kontribusi yang
jelas terhadap perkembangan anak. Apalagi dilihat dari banyaknya anak usia
sekolah yang Drop out dan terus bertambah setiap tahun, juga kurangnya tenaga
pengajar di sebagian daerah, menjadi pemicu kurangnya kualitas pendidikan yang
didapatkan oleh anak.
Masalah ini semakin bertambah parah ketika anak secara frontal berhadapan
dengan hukum, atau lebih sering kita dengar dengan istilah anak yang berhadapan
dengan hukum. Sebab di satu sisi, mereka memang harus mendapatkan
konsekuensi atas perilaku yang telah dilakukannya. Tetapi, di sisi lain mereka
adalah generasi muda yang tetap memerlukan bimbingan dan bantuan agar dapat
tumbuh secara optimal, sebagaimana anak-anak pada umumnya. Oleh sebab
itulah, melalui kegiatan ini kami bermaksud memberikan sedikit bantuan untuk
menjaga kelangsungan proses pendidikan mereka agar tidak terhambat yang dapat
membuat perkembangan mereka tidak berjalan secara wajar.
Jaminan terhadap pemenuhan hak-hak tanpa diskriminasi, terutama pada
masa tumbuh kembangnya, secara moral maupun hukum merupakan tanggung
jawab pemerintah. Salah satu diantaranya hak anak yang harus dilindungi ialah
hak untuk mendapatkan pendidikan bagi semua anak (tanpa diskriminasi). Setiap
anak yang berusia 6 tahun berhak mendapatkan layanan pendidikan dasar di mana
pemerintah pusat maupun daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraannya
sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
Pasal 1 ayat 18.
Pada kenyataannya, ada beberapa kelompok anak yang berada pada kondisikondisi khusus yang tidak mendapatkan layanana pendidikan seperti anak-anak
pada umumnya. Salah satu diantaranya adalah anak yang berhadapan dengan
hukum. Menurut Assistant Project Officer Unicef Bob T Mangunwidjojo setiap
tahun ada sekitar 4000 anak yang dibawa ke pengadilan dan berakhir dengan
hilangnya kebebasan yaitu penjara. Di Bandung setidaknya pada tahun 2002
terdapat sekitar 185 anak yang berhadapan dengan hukum, 95% diantaranya
ditahan pada proses hukum dan 100% vonis terhadap mereka berupa pidana
penjara. Mereka bercampur dengan orang dewasa (Pikiran Rakyat, Juli 2003)
Dalam program ini, identifkasi terhadap efektifitas pendidikan sebagai salah
satu upaya advokasi bagi pemenuhan hak anak adalah salah satu faktor utama
yang menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran yang akan
digunakan. Termasuk strategi-strategi khusus yang coba dikembangkan untuk
meningkatkan kemampuan-kemampuan tertentu, yang telah dimiliki oleh anak
sebelumnya. Upaya ini dilakukan untuk memberikan bantuan pendidikan dan
psikologis agar tercapai perkembangan anak yang optimal dan wajar, sesuai
dengan syarat perkembangan anak.

PKMM-3-4-3

Gambaran kondisi pembelajaran bagi anak yang berhadapan dengan hukum,


dianggap bermanfaat bagi pemerintah, terutama sebagai dasar pembentukan
regulasi dan desain pembelajaran khusus bagi anak yang berada di dalam tahanan.
Masyarakat dalam hal ini, berperan sebagai salah satu stakeholder pendidikan
yang harus turut serta memberikan perhatian dan bimbingannya bagi anak-anak
yang berhadapn dengan hokum, sehingga deskripsi tersebut, tidak hanya berfungsi
sebagai pengaktualisasian bagi pemerintah semata, tetapi sebagai transformasi
pemahaman kepada masyarakat atas kondisi yang dijalani oleh anak yang berada
di tahanan. Pengembangan dunia akademis menjadi salah satu pertimbangan pula
dalam pelaksanaan program ini. Dengan adanya program seperti ini, kajian
pendidikan tidak lagi terbatas pada hal-hal yang populis, tetapi mengangkat pola
pendidikan yang selama ini sulit tersentuh dunia akademis kampus.
METODE PENELITIAN
Kegiatan dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai sejak bulan April
samapi dengan bulan November 2005. Bertempat di Rumah Tahanan Negara
Kelas I Bandung Kebonwaru. Instrumen yang digunakan dalam observasi adalah
angket terbuka yang digunakan pada awal proses pembelajaran. Selanjutnya
digunakan pola interviu bebas, observasi dan kajian dokumentasi. Sumber
informasi yang diambil berasal dari tahanan anak, lembaga swadaya masyarakat
dan pengelola rumah tahanan itu sendiri.
Metode pendekatan kegiatan ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama,
menggunakan model survey deskriptif. Penelitian model ini dilakukan untuk
berbagai maksud diperolehnya macam-macam temuan. Setiap maksud diarahkan
untuk memandu pada alternatif metode tertentu. Intinya adalah dalam upaya
menelaah variabel-variabel lepas dalam suatu fenomena berdasarkan data yang
dikumpulkan dari subyek banyak (S. Arikunto, 2002; 75). Intinya kegiatan ini
dilaksanakan sebagai upaya unuk melakukan langkah need assesment (identifikasi
kebutuhan), sehingga model-model pembelajaran yang diuji cobakan bisa
mendekati nilai-nilai kompabilitas (kecocokan) yang optimal ddalam situasi dan
kondisi objek kegiatan ini (M. Ali, 1992; 125).
Tahap kedua, pendekatan pendahulu (survei deskriptif) sebagai dasar bagi
pelaksanaan kegiatan yang selanjutnya, yang meliputi penyususnan, perancangan,
evaluasi dan penyempurnaan model-model pembelajaran bagi anak yang
berhadapan dengan hukum. Hal ini dilakukan dengan sejumlah pengayaan dari
kajian teoritis, penelaahan literatur-literatur yang terkait, kemudian dibandingkan
dengan kondisi objektif yang ditemukan ketika sejumlah model-model
pembelajran diuji cobakan.
Hasil akhirnya adalah perbandingan dengan model awal, kemudian
disimpulkan setelah melalui beberapa tahap kritisi yang dilakukan dikampus
maupun dengan warga belajar dan beberapa LSM yang elah cukup berpengalaman
dalam mengelola proses belajar mengajar bagi anak yang berhadapan dengan
hukum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil kegiatan ini berupa beberapa bentuk tulisan tangan dari para peserta
dinilai mampu memberikan gambaran mengenai motivasi, keinginan, sebagian

PKMM-3-4-4

kemampuan, cita-cita yang mereka miliki, adapula sebagian yang dianggap


memmberikan gambaran mengenai kemampuan belajar mereka yang sebenarnya
Sangat baik, tinggal bagaimana memberikan upaya yang benar, sehingga mampu
memberikan hasil yang optimal bagi setiap proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Beberapa hasil yang kami dapatkan meliputi beberapa hal.
Pertama, mengenai kondisi objektif di Rumah Tahanan. Dalam Rutan Kelas
I Bandung, Kebonwaru kini terdapat sekira kurang lebih 20 orang anak.
Sebelumnya pernah menembus angka hanya 16 orang, karena sebagian telah
mendapatkan remisi maupun masa penahanannya yang telah habis. Namun yang
paling memberatkan anak-anak adalah adalah kehidupan di Rutan yang sangat
tidak kondusif. Hal ini dapat digambarkan melalui deskripsi berikut :
1) Adanya tekanan (pressure) dari narapidana dewasa bahkan dari sipir. Hal ini
diperoleh ketika anggota tim melakukan obrolan ringan dengan tahanan
anak-anak (peserta belajar). Pada umumnya mereka meminta sejumlah uang
yang tidak sedikit ketika ada orang tua maupun sanak saudaranya
menjenguk ke rumah tahanan. Disebabkan, di tiap gerbang masuk (sebab
pengamanan di Rutan berlapis) terdapat beberapa orang napi dewasa yang
meminta uang tertentu. Hal ini pun terkadang dilakukan oleh para oknum
sipir.
2) Sarana sanitasi yang tidak mendukung, hal ini berakibat pada kondisi
kesehatan tahanan anak-anak yang banyak menderita penyakit budug.
Sehingga tak jarang anak-anak tersebut meminta obat salep kulit untuk
menyembuhkan atau setidaknya meringankan penyakit yang dideritanya.
3) Makanan yang tersedia menurut mereka memang kurang memadai baik dari
segi gizi maupun kelayakannya. Selain nasi yang dimasak kurang sempurna,
juga lauk pauknya hanya tempe kuning yang mereka sebut tempe celup
karena hanya digoreng sebentar, seperti dicelup.
4) Kebutuhan sandang (pakaian) yang kurang, sehingga mereka sering bertukar
pakaian dengan teman satu sel. Padahal tidak jarang teman yang menderita
penyakit budug. Sehingga penyakit tersebut lebih cepat menyebar. Apalagi
sarana kesehatan dan obat-obatan pun terbatas.
Kedua, keinginan bertemu dengan Orang Tua. Kondisi ini dinilai dari
tulisan-tulisan warga belajar yang dilakukan sebanyak dua kali, di awal kegiatan
dan akhir kegiatan ini. Menurut penuturan mereka secara langsung maupun
melalui tulisan-tulisan, tidak jarang ada beberapa anak yang selama ditahan tidak
pernah sekalipun dijenguk oleh orang tuanya. Sehingga tak jarang, tahanan anakanak tersebut merasa putus asa, karena walaupun mereka bertemu dengan teman
sebayanya setiap hari, mereka memiliki karakter yang berbeda. Oleh sebab itu,
hukum senioritas pun beerlalu. Siapa yang paling lama menghuni rumah tahanan,
maka dialah yang mesti menjadi pemimpin, walaupun dalam bentuk pimpinan
nonformal.
Dari berbagai kondisi tersebut, kondisi belajar yang tidak kondusif menjadi
permasalahan utama. Menurut D. Sudjana (2001:34) komponen-komponen
pendidikan luar sekolah terdiri atas raw input, masukan sarana, masukan
lingkungan, proses dan kemudian luaran (output). Secara umum dapat
digambarkan dalam bagan berikut ini :

PKMM-3-4-5

Instrumen Input
Output
Raw Input

Process
Environmen Input

Gambar 1. Bagan Hubungan Fungsional Komponen Pendidikan Luar Sekolah


Dengan perbandingan tersebut, maka kondisi belajar didalam rumah
tahanan, memang kurang kondusif. Artinya, masukan sarana (instrumen input)
memang sangat kurang. Walaupun sebenarnya tersedia beberapa puluh ekslempar
buku, peserta belajar masih memerlukan pengarahan dan bimbingan ketika proses
belajar mengajar berlangsung.
Sebab dengan dibatasinya ruang gerak sosialisasi dengan masyarakat secara
luas, mereka merasa tertekan dan perasaan itulah yang secara tidak langsung
membentuk karakteristik tertutup bahkan membendung keinginannya untuk
belajar mandiri. Selain itu mereka lebih membutuhkan suatu bentuk model
pembelajaran yang dianggap menghibur dan menyenangkan. Tinggal selama
beberapa tahun dalam kondisi yang tertutup dari pergaulan sosial membuat
mereka merasa jenuh. Bahkan tak jarang motivasi belajar dan motivasi hidupnya
jatuh (drowning) secara sporadis. Oleh sebab itu, reorientasi pembelajaran yang
dilakukan didalam dinding bangunan rumah tahanan mesti dilakukan. Setidaknya
untuk memberikan motivasi hidup dan motivasi belajar ketika keluar dari rumah
tahanan tersebut.
Masukan lingkungan (environmantal input) yang justru berpengaruh banyak
dalam proses pembelajaranpun terbatas. Karena aturan yang terdapat di dalam
rutan sangat ketat, apalagi apabila dibandingkan dengan kondisi rumah keluarga
dan sekolah, sangat jauh sekali perbedaaanya. Oleh karena itu, pola belajar yang
dilakukan sedapat mungkin bisa menciptakan suasana yang menghadirkan kondisi
lingkungan sosial.
Meski dilakukan dengan berbagai hambatan dan keterbatasan, keluaran
(output) yang dihasilkan dari proses belajar mengajar versi rumah tahanan,
diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar. Sehingga peserta belajar
mampu me-re-aktualisasikan potensi yang dimiliki untuk kehidupannya di
masyarakat kelak, ketika mereka melangkahkan kaki keluar Rumah Tahanan ini.
Dari berbagai kondisi yang terdapat di rumah tahanan, model belajar yang
diharapkan berdasarkan survei deskritif yang dilakukan, yang diikuti dengan
sejumlah kajian literatur dan diskusi yang telah dilakukan bersama sejumlah
praktisi beserta pakar dari beberapa LSM, maka prakiraan model belajar yang
diharapkan adalah :
Pertama, Model Partisipatif, artinya adalah setiap kegiatan belajar yang
dilaksanakan sedapat mungkin melibatkan peserta didik sebanyak dan seaktif
mungkin. Hal ini dipertimbangkan atas situasi pembelajaran yang kurang
partisipatif hanya akan diikuti oleh sebagian peserta belajar saja, sedangkan
sebagian lagi akan memilih permainannya sendiri, karena merasa tidak dilibatkan
dalam proses pembelajaran.

PKMM-3-4-6

Kedua, Model Discovery, artinya adalah peserta belajar diajak untuk


memahami dan menemukan solusi bagi suatu permasalahan yang dikemas dalam
bentuk permainan partisipatif. Hal ini dilakukan agar menarik minat peserta
belajar, sebab hampir semua peserta belajar akan tertarik untuk mengikuti
permainan maupun materi pembelajaran yang dianggap menarik dan baru bagi
mereka. Maksud lain dari model ini adalah agar peserta belajar mulai
membiasakan diri untuk mempelajari dan memahami suatu permasalahan agar
mempermudahnya dalam menentukan dan memilih alternatif terbaik sebagai
pemecahan masalahnya.
Ketiga, Model Rekreatif, model pembelajaran ini lebih ditunjukkan pada
pemberian materi yang bersifat menghibur. Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, peserta belajar akan sulit untuk diajak belajar dengan model
konvensional. Kesulitan ini muncul sebagai akibat kejenuhan yang mereka alami
selama ini di Rutan, juga sebagai akibat trauma maupun tekanan emosional yang
tinggi.
Model ini diberikan dengan sebaik mungkin menghadirkan situasi dan
kondisi masyarakat secara umum, sehingga untuk melaksanakan model ini lebih
banyak menggunakan metode simulasi partisipatif dan dibentuk secara
berkelompok dengan tujuan agar setiap kelompok mampu memberikan solusi
versi kelompok masing-masing yang pada akhir kegiatan barulah diberikan
sejumlah solusi yang dianggap mendekati jawaban ideal dan mampu
mengakomodasi setiap jawaban masing-masing kelompok. Ini dilakukan sebagai
salah satu metode yamg mampu memberikan kesempatan kepada setiap peserta
belajar dalam mengaktualisasikan dirinya melalui pengembangan ide-idenya.
Kesempatan untuk mengaktualisasikan ide tersebut dianggap untuk
memberikan pemahaman dan penyadaran bahwa masing-masing peserta belajar
memiliki potensi untuk mengembangkan gagasan/idenya untuk memecahkan
suatu masalah. Diharapkan dengan metode ini peserta belajar akan merasa diakui
oleh komunitas, selain sesama tahanan anak-anak lainnya.
KESIMPULAN
Pemenuhan hak pendidikan atas anak-anak merupakan tanggung jawab
bersama. Oleh sebab itu, perlu langkah konkret yang dianggap mampu memenuhi
hak anak tersebut. Pengembangn model belajar yang sesuai dengan kondisi
lingkungan dan sarana yang ada di dalam Rutan Kelas 1 Bandung diharapkan
mampu memberikan kontribusi dalam tujuan ideal menurut konstitusi negara.
Sebab pengembangan model belajar maupun pengembangan pendidikan secara
umum adalah salah satu upaya memperkokoh pilar pendidikan bangsa ini. Selain
itu bantuan psikologis diharapakan bisa membantu anak dalam menghadapi setiap
tekanan yang muncul, baik ketika di dalam rumah tahanan maupun setelah keluar
dari rumah tahanan. Sehingga proporsi implementasi status dan perannya berjalan
secara selaras, serasi dan seimbang berdasarkan norma dan kaidah dalam
masyarakat. Dengan kondisi seperi itu, mereka memiliki benteng psikologis yang
membantunya agar tidak terjebak dalam pengalaman pahitnya ketika di rumah
tahanan.

PKMM-3-4-7

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. H. 1992. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Angkasa
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Sudjana, H. D. 2001. Pendidikan Luar Sekolah . Bandung: Penerbit Falah
Production.
Sulaeman, M. I. 1994. Pendidikan Dalam Keluarga . Bandung : Penerbit
Yayasan Alfabeta.
Makmun, A. S. 2003. Psikologi Kependidikan. Bandung; PT. Remaja
Rosdakarya.
Eson, M.E. 1972. Psycological Foundation Of Education, Second Edition.
New York; Holt, Rinehart and Winstons, Inc.
Lickona, T. 1991. Educating For Character, How Our Schools Can Teach
Respect and Responsibility. New York : Bantam Books.
Perquin dan Russen. 1982. Pendidikan Keluarga dan Masalah Kewibawaan.
Bandung: Jemmars
Pikiran-Rakyat, Edisi Juli 2004.
Laporan Bulanan Yayasan Edukasia, September 2005

PKMM-3-5-1

PEMANFAATAN SENI VISUAL MURAL UNTUK MENGENALKAN


DUNIA BINATANG PADA PESERTA DIDIK
DI TAMAN KANAK KANAK
Ismariyati, Mulyono, Asroful Anam HP
Pendidikan Bahasa dan Sastra, FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAK
Tujuan Kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa ini menciptakan suasana yang
menyenangkan di TK sebagai taman bermain sambil belajar dengan gambargambar yang ditorehkan pada dinding tembok luar ruang kelas di TK Pertiwi III
dan TK Pertiwi IV Ngringo Jaten Karanganyar. Tujuan pengabdian kepada
masyarakat ini berbentuk karya visualisasi mural yaitu gambar-gambar binatang
sesuai dengan tema kegiatan yang ada pada kurikulum di TK dengan
menggunakan metode koordinasi tim, survey lapangan, persiapan media,
persiapan bahan dan alat, pengecatan dan finishing. Sasaran dari visualisasi
mural ini adalah tembok luar ruang TK Pertiwi III dan TK Pertiwi IV Ngringo,
Jaten, Karanganyar. Kegiatan ini terlaksana mulai bulan maret sampai dengan
Mei 2006. Simpulan dari kegiatan ini adalah (i) terlaksananya pengabdian
masyarakat dalam bentuk visualisasi mural (ii) memperkenalkan dunia binatang
kepada peserta didik(iii) menjadikan taman bermain di TK lebih menyenangkan
(iv) diketahuinya model pengerjaan visualisasi mural. Kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan PKMM ini adalah cuaca yang kurang mendukung yaitu
sering hujan dan kendala naiknya harga bahan yang tidak sesuai dengan yang
direncanakan. Solusi dari permasalahan diatas untuk kendala cuaca dapat diatasi
dengan memasang deklit ketika mengerjakan visualisasi mural, sedangkan untuk
kenaikan harga bahan dapat diatasi dengan penggunaan bahan dan alat yang
lain yang sama kualitasnya namun dengan harga yang lebih rendah, selain itu
dengan tidak membeli bahan jadi melainkan dengan mencampur warna sendiri.
Kata kunci : seni visual, mural, dunia binatang, peserta didik
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu tanggung jawab bersama antara
pemeritah, masyarakat dan orang tua. Betapa penting pendidikan tersebut kita
berikan kepada anakanak, baik secara formal maupun non formal. Dimana
pendidikan diberikan kepada anak sedari dini hingga pendidikan seumur hidup.
Pendidikan dini salah satunya adalah pendidikan pra sekolah yang diberikan
ketika anak berusia 4 5 tahun untuk kelompok A, dan anak 5 6 tahun untuk
kelompok B.
Penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab pemeritah,
selain itu juga merupakan tanggung jawab masyarakat. Melalui Yayasan Pertiwi
yang di kelola oleh kalurahan, setiap kalurahan terdapat beberapa TK Pertiwi,
seperti halnya Kelurahan Ngringo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar,
memiliki beberapa TK Pertiwi, diantaranya TK Pertiwi 3 Ngringo dan TK Pertiwi
4 Ngringo.
TK sebagai taman bermain bagi anak anak haruslah mencerminkan
dunia anak anak, dunia yang menyenangkan bagi anak anak untuk bermain sambil

PKMM-3-5-2

belajar dan belajar sambil bermain melalui bermain anak belajar mengendalikan
diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya, jadi, bermain adalah
cermin perkembangan anak ( Moeslihatoen, 2004: 32). Dibutuhkan banyak sarana
dan pra sarana untuk menciptakan suasana yang menyenangkan tersebut. Sebagai
penyelenggara TK haruslah pandai pandai memanfaatkan barang dan ruang untuk
dapat menciptakan suasana menyenangkan tersebut. Salah satu ruang yang dapat
di manfaatkan tembok luar kelas untuk bermain, dengan memberikan gambargambar yang bermanfaat dan sesuai dengan tema kegiatan yang ada pada
kurikulum TK. Sesuai dengan pandangan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1994) telah menetapkan tema untuk membantu para guru TK dalam
melaksanakan program kegiatanbagi anak TK yaitu salah satu tema tersebut
adalah tema binatang meliputi jenis binatang, makanan binatang, tempat hidup
binatang, berbiak, bahaya binatang, ciri ciri binatang, kegunaan binatang
(Moeslihatoen, 2004: 14). Di sini kita sebagai mahasiswa pendidikan seni rupa
merasa tergerak untuk memanfaatkan seni visual mural, Seni visual merupakan
salah satu dari sifat seni yang artinya hasil cipta seni yang penghayatannya dengan
mengunakan indra penglihatan, oleh karena itu seni tersebut mempunyai wujud
yang kongkrit. Hasil dari seni rupa yang bersifat visual seperti seni lukis, seni
lustrasi, dan seni rupa tri matra (Edy Tri Sulistyo, 2005: 89). Mural adalah bagian
dari seni lukis yang mengunakan media dinding untuk mengenalkan dunia
binatang pada peserta didik di taman kanak kanak. Selain itu kita dapat
memberikan, meringankan beban dalam penyelengaraan dan pengelolaan TK
Pertiwi yang terasa semakin berat bagi Yayasan Pertiwi yang nota bene dana
penyelenggaraan hanya di dapatkan dari iuran wajib siswa, sehingga besar
kecilnya dana penyelenggaraan TK tergantung dengan besar kecilnya input peseta
didik yang dapat diterima pada setiap tahunnya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat kita rumuskan
masalah yang ada, adalah
TK sebagai taman bermain sambil belajar bagi anak-anak,
dibutuhkan suasana yang menyenangkan.
Untuk menciptakan suasana menyenangkan tersebut, kita dapat memanfaatkan
tembok luar ruang bermain sambil belajar atau kelas yang ada dengan diberi
gambar sehingga menarik bagi anak-anak. Disamping itu juga untuk mengenalkan
dunia binatang sesuai dengan tema kegiatan yang ada pada kurikulum TK.
Adapun penerapan gambar-ganbar binatang tersebut kita manfaatkan seni visual
mural.Mural juga sebutan bagi lukisan monumental yang dibuat pada
dinding.Mural mengelinding bersama perkembangan peradaban manusia. Babylon
memiliki black mural. Mesir memiliki pyramid yang didalamnya terdapat mural
gambaranmanusia sebelum dan sesudah mati. Kemudian Romawi yang
mengembangkan mural mural gaya realis yanng menggambarkan pemandangan.
Di Indonesia kita dapat menjumpai lukisan dinding di gua laenng laeng daerah
Sulawesi Selatan( Endid dalam Y.S.Nurjoko ,2004:41)
Tujuan pemanfatan seni visual mural ini adalah untuk menciptakan
suasana yang menyenangkan di TK sebagai taman bermain sambil belajar, dengan
gambar-gambar yang kita torehkan didinding tembok luar ruang kelas. Sehingga
dengan suasana yan g menyenangkan tersebut akan memberikan kenyamanan bagi
peserta didik di TK untuk bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain.

PKMM-3-5-3

Disamping itu bagi kami mahasiswa program studi Pendidikan Seni Rupa
UNS Surakarta, kesempatan ini bagi kami merupakan ajang bagi kami untuk
melaksanakan salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian
masyarakat dan berkreasi guna bermanfaat bagi masyarakat luas.
Manfaat dari program ini adalah dengan suasana menyenangkan dan
visualisasi yang menarik diharapkan akan mampu dan memiliki daya tarik dalam
perekrutan peserta didik baru selanjutnya, sehingga dengan bertambahnya jumlah
peserta didik baru diharapkan akan menambah jumlah dana penyelenggaraan TK
tersebut.
METODE PENDEKATAN
Pelaksanaan PKMM ini telah dilakukan selama 3 bulan yaitu bulan Maret
sampai dengan bulan Mei 2006. Adapun pembagian waktu tersebut adalah satu
minggu perijinan, tiga minggu persiapan bahan dan alat, satu setengah bulan
pengerjaan lapangan dan dua minggu untuk penyusunan laporan.
Lokasi yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan PKMM adalah di TK
Pertiwi III dan TK Pertiwi IV Ngringo, Jaten Karanganyar.
Adapun alasan yang mendasari PKMM di tenpat tersebut adalah:
1. TK Pertiwi III dan TK Pertiwi IV adalah TK yang mempunyai bermain
yang belum menarik.
2. TK Pertiwi III dan TK Pertiwi IV mempunyai permasalahan dana terhadap
. penyelenggaraan dan pengelolaan TK.

Gambar 1.
Keadaan TK Pertiwi IV sebelum dimural.

Sasaran dari program ini adalah dinding luar sebagai taman bermain TK
Pertiwi III dan TK Pertiwi IV Ngringgo, Jaten, Karanganyar.
Pelaksanaan program ini adalah upaya dalam memperkenalkan dunia
binatang kepada peserta didik di TK melalui pemanfaatan seni visual mural.
Adapun pelaksanaan program ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Pertama adalah koordinasi tim untuk memperoleh kesepakatan akan
pembagian tugas yang akan dilaksanakan.

PKMM-3-5-4

2. Selanjutnya perijinan guna memperoleh persetujuan akan rencana


pelaksana kegiatan PKMM kepada kepala TK sekaligus survei lapangan
dalam rangka mengumpulkan data berapa luas tembok yang akan di
mural.
3. Mempersiapkan sasaran yang akan dikerjakan yaitu membersihkan media
yaitu dinding luar ruang dari debu dan cat yang lama.
4. Mempersiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan seperti bahan terdiri dari
cat tembok warna putih, pigmen warna primer (merah, kuning, biru, dan
hitam), Binder, Kapur, Pensil. Alat yang diperlukan antara lain Kuas,
skrap, ember, tangga lipat, deklit, dan sebagainya.
5. Selanjutnya pengecatan baik dari sketsa sampai pewarnaan.
6. Terakhir adalah finishing dengan memberikan lapisan binder pada
tembok agar tidak mudah rusak dan tahan terhadap cuaca.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan adanya PKMM ini diperoleh hasil yaitu dinding TK Pertiwi III
dan TK Pertiwi IV sebagai taman bermain terlihat lebih menarik dari pada
sebelum adanya PKMM, dinding tersebut masih polos bahkan ada beberapa cat
yang mengelupas. Visualisasi mural ini menjadikan peserta didik lebih senang
dalam belajar serta lebih senang bermain di depannya. Sehingga hal ini
merupakan peluang emas bagi guru dalam menyelipkan pelajaran yang bermakna
dalam hal ini pengenalan binatang yang merupakan salah satu dari kurikulum
yang ada.
Berkaitan dengan hal tersebut Visualisasi mural yang dibuat merupakan
salah satu media pembelajaran bagi para peserta didik dalam hal ini adalah Taman
Kanak kanak.

Gambar 2.
Keadaaan TK Pertiwi IV sesudah dimural

Lebih dari itu gambar yang dihasilkan akan membantu


menumbuhkembangkan daya imajinasi dan kreativitas yang sangat mempengaruhi
pertkembangannya kelak di kemudian hari.

PKMM-3-5-5

Gambar 3.
Keadaan TK Pertiwi III sesudah dimural

Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan tidak lepas dari metode yang telah
ditentukan sebelumnya. Dari pelaksanaan PKMM ini diperoleh model pengerjaan
visualisasi mural, yang terbagi menjadi beberapa tahapan.
Adapun tahapan tahapan tersebut adalah :
1. Pengadaan Bahan dan Alat
Alat adalah suatu barang, peralatan yang diperlukan di dalam proses karya
seni rupa( Edy Tri Sulistyo, 2005: 107 ). Sedangkan dalam pembuatan seni visual
mural ini tembok merupakan media yang di butuhkan dalam proses karya seni
rupa.Pada tahap ini adalah tahap permulaan. Persiapan bahan dan alat sangat
penting sehingga tidak menghambat pengerjaan. Pemilihan bahan dan alat
mempengaruhi kualitas gambar yang dihasilkan. Bahan yang harus dipersiapkan
adalah : cat tembok warna putih, pigmen warna primer (biru, merah, kuning,
hitam), binder, kapur, dan pensil.
Untuk pemilihan cat tembok dipilih cat tembok yang mudah kering,
permukaan yang dihasilkan dari hasil pengecatan halus serta dapat menutup pori
pori dinding dengan cepat.
Pigmen warna yang dipilih adalah warna primer (pokok) yaitu Merah,
kuning, biru , dan hitam, sehingga untuk menghasilkan warna yang lain cukup
dengan mencampurnya, misalnya antara merah dan kuning akan menghasilkan
warna orange, kuning dengan biru akan menghasilkan warna hijau, biru dan
merah akan menghasilkan warna ungu. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
pemborosan bahan.
Binder adalah bahan yang dipakai untuk lapisan terakhir dari hasil
pengecatan, dioleskan ketika cat sudah mengering. Hal ini dilakukan supaya
gambar yang dihasilkan tidak mudah kusam, rusak terutama tahan terhadap cuaca.
Alat yang digunakan adalah skrap, dan amplas untuk membersihkan media dari
debu, dan cat yang lama, kuas untuk mengoleskan cat pada dinding, ember untuk
menampung cat, pensil, kertas dan penghapus untuk sketsa, tangga lipat untuk
menjangkau dinding yang tinggi, deklit untuk melindungi dinding dimana catnya
masih basah dari air hujan ketika terjadi hujan.

PKMM-3-5-6

Gambar 4.
Bahan dan alat .
2. Pembersihan Media
Setelah pengadaan dahan dan alat maka selanjutnya adalah pembersihan
media,Medi adalah sesuatu bahan baku yang di butuhkan dalam proses karya seni
rupa(Edy Tri Sulistyo, 2005: 109). Tahap pembersihan dinding dari cat lama,
coretan, debu, dan kotoran lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara penyekrapan.
Kemudian pengelupasan cat tembok terakhir digosok dengan amplas supaya
permukaam dinding benar benar rata. Setelah penyekrapan dan pengamplasan
selesai maka dinding dibersihkan dengan kain yang basah agar sisa sisa kotoran
yang menutupi pori pori tembok bisa bersih, sehingga cat yang baru dapat
menyatu dengan dinding dan cat yang baru tidak mudah mengelupas.

Gambar 5.
Tahap pembersihan media.

PKMM-3-5-7

3. Pembuatan Sketsa
Tahap sketsa di mulai dari sketsa yang di lakukan di atas kertas, setelah di
atas kertas disetujui maka sketsa langsung dapat di transfer ke media dinding.

Gambar 6.
Pembuatan sketsa.
4. Pewarnaan
Setelah sketsa jadi, selanjutnya adalah percampuran cat olah menjadi
warna warna yang sesuai dengan yang diinginkan. Cat tembok dicampur dengan
seperlima binder dari masa cat tembok. Hal ini bertujuan agar warna tidak mudah
pudar serta dapat merekat kuat pada dinding.
Setelah percampuran warna selesai maka pewarnaan yang pertama adalah
pengeblokan yaitu warna dasar. Kedua pewarnaan dengan mendetailkan objek
yaitu pewarnaan agar mengesankan gelap terang objek. Ketiga pewarnaan dengan
memberi kontur hitam atau garis pinggir objek agar gambar terkesan lebih hidup
dan tegas.

Gambar 7.
Tahap pewarnaan.

PKMM-3-5-8

5. Finishing
Tahap finishing adalah pemberian lapisan terakhir pada dinding yang
telah di cat, setelah cat mengering maka selanjutnya memberikan lapisan binder
agar warna tetap cemerlang dan awet. Cara pengolesannya dengan cara
dikuaskan.
Pelaksanaan PKMM ini mengalami beberapa hambatan dalam
pengerjaanya, hambatan tersebut adalah : cuaca yang sering terjadi hujan sehingga
pengerjaan agak terganggu, yaiyi mengingat cat tidak dapat langsung kering jila
terkena air akan luruh. Adapun solusi yang dilakukan pada hambatan ini adalah
dengan memasang deklit untuk melindungi dinding dengan cat yuang masih basah
tersebut agar tidak terkena air.
Hambatan yang selanjutnya adalah harga bahan yang berubah, yaitu
mengalami kenaikan sehingga berbeda dengan yang di rencanakan sebelumnya.
Solusiterhadap permasalahan ini adalah dengan melakukan percampuran warna
sendiri, sehingga lebih efisien dalam pengunaan bahan.

Gambar 8.
Tahap finishing.

KESIMPULAN
Program dari kegiatan ini adalah upaya dalam memperkenalkan dunia
binatang pada peserta didik di TK melalui pemanfaatan seni visual mural, yang
juga sebagai media pembelajaran. TK sebagai taman bermain bagi anak haruslah
mencerminkan dunia anak anak, yaitu dunia yang menyenangkan bagi anak
anak untuk bermain. Maka dibutuhkan banyak sarana dan pra sarana untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan tersebut.
Pelaksanaan program ini di bagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap
pertama survai lapangan dalam rangka mengumpulkan data luas dinding yang
akan dikerjakan. Tahap kedua, pengadaan bahan dan alat yang dibutuhkan. Tahap
ketiga adalah pengerjaan lapangan yaitu penerapan seni visualisasi mural dengan
tema binatang sesuai dengan kurikulum TK yang ada.
Saran dari kegiatan ini adalah untuk selanjutnya dapat di tindak lanjuti lagi
dipergunakan untuk TK TK yang lain. TK yang memerlukan yang dalam tahap
pengembangan. Kerena TK tersebut membutuhkan saran dan prasarana bagi para

PKMM-3-5-9

peserta didik sesuai dengan kurikulum yang ada. Seni visual mural sangat dekat
dengan dunia anak sehingga bisa dimungkinkan untuk diterapkan pada lokasi
lokasi yang berhubungan dengan aktivitas anak misalnya sekolah atau TK bahkan
rumah sakit pada bangsal anak.
DAFTAR PUSTAKA
Edi Tri Sulistyo, H. Kaji Dini Pendidikan Seni. Surakarta: UNS Press.
Moeslichatoen. R. Metode Pengajaran Taman Kanak-Kanak. Jakarta:
Rineka Cipta.
Endid Kristanto. 2006,Studi Mural Farhan fiqi. Surakarta:Skripsi FKIP UNS

PKMM-3-6-1

PEMANFAATAN MUSIK GAMELAN


UNTUK PAKET SENAM AEROBIK
Dian Kurnia Primasari, Insani Suparmianti, Dian Resnawati
Pendidikan Kepelatihan Olah Raga, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas
Yogyakarta, Yogyakarta

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk terwujudnya paket senam aerobic dengan
pengiring musik gamelan yang dapat disebarluaskan dimasyarakat sebagai
program latihan senam kebugaran. Hal ini melatarbelakangi peneliti untuk
membuat paket senam aerobik yang berbeda dari yang sudah ada. Untuk itu
peneliti menggunakan metode kreatif dan inovatif dengan menggabungkan paket
senam aerobik dengan iringan musik gamelan. Luaran yang diharapkan dalam
kegiatan ini adalah Pengcab-pengcab Persani DIY dapat mensosialisasikan
kepada masyarakat di daerah Pengcab masing-masing bahwa jenis musik
gamelan dapat digunakan sebagai pengiring senam aerobic. Dan hasilnya adalah
Paket Senam Aerobik Gamelan dan didokumentasikan dalam bentuk VCD, kaset
dan buku panduan. Dan telah disosialisasikan dengan sasaran remaja. Hasilnya
ternyata dapat diterima oleh remaja yang telah diujicobakan.
Kata Kunci: senam aerobik, gamelan, kebugaran.
PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya waktu sekarang ini banyak masyarakat kita yang
mulai sadar akan pentingnya menjaga kesehatan. Hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya kegiatan olahraga yang dilaksanakan di beberapa instansi, misalnya
saja diadakannya senam aerobik bersama. Hal ini membuat senam aerobik mulai
familiar dalam masyarakat. Karena tidak hanya di instansi saja namun sudah
masuk di pedesaan. Biasanya senam aerobik di desa-desa diadakan dalam rangka
program KKN oleh mahasiswa. Yang berminat pun beragam mulai dari remaja
hingga orang tua walaupun sebagian besar di dominasi oleh kaum hawa.
Oleh karena itu kami memilih senam aerobik pada tema penelitian ini yang
nantinya akan dicoba untuk di gabungkan dengan musik yang justru kurang
familiar untuk mengiringi senam aerobik yaitu musik gamelan. Dapatkah musik
jenis ini untuk mengiringi senam paket aerobik? Hal inilah yang akan kita
buktikan melalui program ini. Sebelumnya kita melihat secara umum tentang
karakter antara musik gamelan dengan senam aerobik.

1.
2.
3.
4.

Musik gamelan murni


Berkesan serius
Iramanya biasanya pelan namun bias juga cepat tapi terbatas
Musiknya kurang familiar
Penikmatnya sebagian besar orang tua

PKMM-3-6-2

Senam aerobik
1. Berkesan energik dan gembira
2. Mempunyai irama gerak yang terstruktur,yaitu dari intensitas
rendah ke tinggi
3. Musik yang digunakan biasanya sudah familiar di masyarakat
4. Penikmatnya lebih beragam dari remaja hingga orang tua
Adapun tujuan dari program ini antara lain adalah:
1. Untuk mengiringi senam paket aerobik.
2. Agar masyarakat DIY mempunyai ciri khas dalam bersenam aerobik
dengan mempunyai iringan yang berasal dari budayanya sendiri
yaitu musik gamelan.
Manfaat yang didapat dari program ini adalah:
1. Membuat terobosan baru tentang jenis musik gamelan untuk
mengiringi senam paket aerobik.
2. Melestarikan Budaya Jawa dengan memanfaatkan musik gamelan
untuk iringan musik senam paket aerobik.
3. Membawa citra kota Yogyakarta sebagai pelopor dalam
memanfaatkan dan melestarikan kebudayaan daerah.
4 .Mensosialisasikan bahwa musik gamelan pun dapat dimanfaatkan
untuk iringan senam aerobik.
Aerobic adalah sebuah cara yang terbaik untuk berlatih sebab aerobic
dapat dilakukan secara spontan atau dengan persiapan.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam program ini adalah jenis metode kreatif dan
inovatif. Kreatif adalah memanfaatkan sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu
yang lain atau bisa juga dengan cara menggabungkan beberapa hal yang berbeda
menjadi suatu hal yang menarik dan merupakan ciptaan sendiri. Kreatif dalam hal
ini adalah menggabungkan antara olahraga (baca: senam aerobik) dengan
kesenian daerah (baca: musik gamelan). Sedangkan inovatif sendiri mempunyai
makna sesuatu hal yang baru dan belum pernah ada. Jadi dengan program ini
peneliti membuat suatu senam paket aerobik dengan memanfaatkan musik
gamelan sebagai iringannya.
Waktu pelaksanaan dilakukan mulai bulan Maret 2005 sampai dengan
Oktober 2005. Tempat pelaksanaan ada di beberapa tempat yaitu:
1.
Di ruang senam FIK UNY dalam pembuatan senam paket aerobik dan juga
sosialisasi senam paket pada mahasiswa PKO FIK UNY 2005 semester 1.
2.
Laboratorium karawitan Fakultas Bahasa dan Seni dalam pembuatan musik
gamelan.
3.
Di Godean Sleman dalam proses sosialisasi senam paket aerobik gamelan.

PKMM-3-6-3

Jadwal pelaksanaan kegiatan program dimulai awal maret 2005:


TAHAP

JENIS
KEGIATAN

WAKTU

TEMPAT

PEMBUATAN
GERAKAN
SENAM PAKET

MARET-APRIL

FIK UNY

II

PENGUJIAN
SENAM PAKET
AEROBIK

III

EVALUASI
SENAM PAKET
AEROBIK

IV

SURVEY MUSIK
DAN
PENGGABUNGAN

SOSIALISASI
MASYARAKAT

JUNI
FIK UNY

JULI
FIK UNY

AGUSTUS
SEPTEMBER

FBS UNY

OKTOBER
GODEAN
SLEMAN

Bahan dan alat yang digunakan antara lain:


1. Sound system
2. Alat-alat musik gamelan
3. Kaset dan vcd
4. Handycam
5. Metronom
6. Camera
7. Buku panduan
Tahapan kerja pembuatan program paket senam aerobik dan pelaksanaannya:
1. Survey tentang gerakan senam aerobik
2 Setelah itu membuat gerakan senam paket aerobik
3 Setelah itu akan di ujikan kepada tim penguji yang berkompeten dibidang
ini
4 Setelah diuji akan diadakan lagi evaluasi mengenai sesuai atau tidaknya
gerakan menurut segi keartistikannya maupun kebutuhan geraknya
5 Dan untuk yang terakhir kalinya akan di ujikan kembali untuk
mendapatkan hasil akhir
Tahapan kerja pembuatan program musik gamelan dan pelaksanaannya:
1. Musik dibuat oleh tim karawitan FBS UNY
2. Acuan pembuatan musik mengarah pada hitungan-hitungan dalam senam
paket yang telah dibuat
3. Untuk beat atau tempo menyesuaikan dengan tempo untuk pemanasan, inti
maupun penenangan
4. Pembuatan musik dilakukan dengan memakai lagu yang dinyanyikan
secara langsung oleh penyanyi dengan syair jawa

PKMM-3-6-4

5. Pembuatan musik dilakukan dengan cara melihat secara langsung


kelompok peraga yang melakukan paket senam aerobik yang telah dibuat.
Hal ini dimaksudkan agar tahu letak perpindahan dari intensitas yang
rendah ke yang tinggi
6. Penentuan beat atau tempo dengan menggunakan metronom
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan berbagai proses pelaksanaan, pada akhirnya
menghasilkan sesuatu sesuai dengan program yang telah direncanakan
sebelumnya. Adapun hasil-hasil yang telah dicapai:
1.
Gabungan paket senam aerobik dengan gamelan telah dibuat secara audio,
visual maupun audiovisual yaitu dalam bentuk kaset, buku panduan dan
VCD (Video Compact Disk).
2.
Paket senam telah disosialisasikan ke masyarakat melalui pelatihan paket
senam gamelan yang diikuti oleh instruktur Kelompok Jantung Sehat yang
bertempat di Godean Sleman.
3.
Selain itu paket senam juga telah disosialisasikan pada mahasiswa PKO
(Pendidikan Kepelatihan Olahraga) FIK UNY semester 1 yang juga
termasuk mata kuliah senam untuk kebugaran.
Dan ternyata untuk kalangan mahasiswa awalnya sangat kesulitan karena
belum pernah mencoba sama sekali dan belum menguisai tentang irama dan
hitungan-hitungannya. Namun setelah latihan selama 6 minggu dengan frekuensi
2 kali per minggu, 100 menit/sesi latihan, akhirnya sebagian dari mereka dapat
melakukannya. Hal ini berhubungan dengan tingkat keseriusan dan ketelatenan
untuk mau berlatih. Dari hal ini ditarik kesimpulan ternyata hal yang semula sulit
dapat juga dikuasai setelah menjalani latihan.
Setelah dievaluasi sesuai dengan pengukuran tingkat kebugaran, paket
senam gamelan ini cocok untuk kalangan remaja usia 15 19 tahun. Hal ini
mengacu pada rumus sebagai berikut:
Untuk menentukan Denyut jantung Latihan (Bompa:1994)
Dj Latihan = DN Istirahat + % (Dj maks Dj istirahat)
Untuk mencari Denyut jantung maksimal
Dj Maks = 220 usia = 60
210 usia = 51-59
200 usia = 50
Maksudnya adalah apabila denyut jantung istirahat saat bangun tidur kurang
atau sama dengan 50 detak per menit maka digunakan rumus yang ketiga yaitu
200 usia dan sebaliknya.
Pengujian ini peneliti uji cobakan pada sosialisasi dengan mahasiswa PKO
FIK UNY 2005. hasil yang didapat adalah sewaktu melakukan latihan hingga inti,
sebagian mahasiswa telah memasuki training zone atau zona latihan. mengapa
sebagian mahasiswa tidak semuanya? Karena sebagian dari mahasiswa tersebut
memiliki aktiviats yang padat sebagai atlet. Hal ini berpengaruh pada denyut
jantung istirahat yang rendah karena kondisi kebugaran bagus. Sehingga untuk
suatu latihan melakukan intensitas yang lebih tinggi.
Selain mengevaluasi sesuai dengan tingkat kebugarannya, peneliti juga
mengevaluasi tentang tingkat kesulitan gerak dalam variasi gerakan yang ada
dalam paket senam gamelan. Dalam paket senam ini terdiri dari pemanasan, inti

PKMM-3-6-5

dan penenangan yang semuanya mempunyai gerakan yang beragam sesuai dengan
kenutuhan geraknya. Gerakan yang cukup bervariasi mempunyai maksud agar
berbeda dengan senam-senam paket yang sudah ada dan mempunyai suatu cirri
tersendiri. Oleh karena itu untuk menghafalkan variasi tersebut membutuhkan
daya ingat yang kuat. Mengingat usia remaja tingkat daya ingatnya masih kuat,
maka paket senam gamelan ini memang sesuai dengan sasarannya yaitu kalangan
remaja.
Paket senam gamelan ini berdurasi waktu kurang lebih selama 20 menit.
Yang terdiri dari:
Pemanasan
53 x 8 hitungan ( 6 menit)
Gerakan ini untuk menaikkan denyut jantung dan termasuk penguluran otototot agar tidak kaget saat melakukan gerakan inti latihan.
Inti
74 x 8 hitungan ( 10 menit)
Gerakan inti terdiri dari low impact (intensitas rendah dengan benturan
rendah), mixed impact (gabungan low impact dan high impact), high impact
(intensitas tinggi dengan benturan yang kuat).
Penenangan 25 x 8 hitungan ( 4 menit)
Gerakan penenangan bertujuan untuk mengembalikan kembali suhu tubuh ke
kondisi semula dan agar tubuh tidak mengalami pegal-pegal setelah mengalami
latihan.
KESIMPULAN
Dari keseluruhan pelaksanaan program, peneliti dapat menarik kesimpulan
tentang paket senam aerobik gamelan melalui angket yang disebarkan kepada
mahasiswa yang telah diuji cobakan dan hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Paket senam gamelan dapat diterima sebagai senam yang bertujuan untuk
kebugaran
2.
Gerakannya cukup bervariasi dan mudah dipahami dengan catatan harus
dilatihkan selama berulang-ulang.
3. Mahasiswa terbantu dengan adanya VCD, kaset dan buku panduan.
4.
Musik pengiring senam kecepatan beatnya sudah sesuai.
5.
Musik pengiring tidak monoton dan kompleks sesuai dengan iontensitas
latihan (pemanasan, inti, dan penenangan).
Jadi paket senam gamelan ini sesuai untuk remaja untuk latihan tingkat
kebugarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bompa, Tudor O..(1994). Theory and methodology of training, (third edition),
Dubuque, Iowa: Kendal/Hunt Publishing Company
Brick Lynee, 2001. Bugar dengan Senam Aerobic, Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada

PKMM-3-7-1

PEMBERDAYAAN SISWA PEMANTAU JENTIK (WAMANTIK)


SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
DEMAM BERDARAH DENGUE
Achmad Fachrizal, Windi Wijaya, Ferry Efendi, Iffa Ahsanur R, K Hasanah
Jurusan Pendidikan Dokter, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRAK
Wamantik merupakan siswa pemantau jentik yang memiliki peran melakukan
kegiatan surveilans, preventif serta promotif. Peran surveilans yang dilakukan
meliputi identifikasi tempat sarang nyamuk, menghitung jumlah jentik dan jumlah
kontainer. Peran preventif yang dilakukan adalah siswa dilatih untuk memahami
pentingnya gerakan 3M dan mampu mengaplikasikan di lingkungan rumah
khususnya dan lingkungan sekolah pada umumnya. Peran selanjutnya adalah
peran promotif yang sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan dimana
diharapkan siswa mampu melakukan promosi baik di keluarga, masyarakat dan
sekolah akan bahaya serta pencegahan DBD. Fokus dari kegiatan ini adalah
menanamkan sejak dini kepada para siswa mengenai bahaya DBD. Oleh karena
itu pendidikan kesehatan mengenai DBD diberikan sebagai upaya awal
meningkatkan pengetahuan mereka akan penyakit berbahaya ini. Kegiatan ini
ditindaklanjuti dengan kegiatan pencarian jentik dan identifikasi kontainer
sehingga dapat dihitung angka kontainer indeks untuk menentukan angka bebas
jentik (ABJ). Siswa juga dilatih untuk melakukan gerakan 3M yang baik dan
benar sebagai upaya efektif mencegah penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Pada
penelitian ini diukur tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah dilakukan
pendidikan kesehatan. Hasil uji t berpasangan menunjukkan nilai p=0,000
sehingga didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan siswa
sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Angka bebas jentik yang
semula 7% dapat ditingkatkan menjadi 96% pada akhir pelatihan. ABJ yang
meningkat dapat memutus siklus hidup nyamuk sehingga kepadatan populasi
serta regenerasi nyamuk akan berkurang. Dalam jangka panjang hal ini
diharapkan mampu mencegah KLB DBD. Penerapan wamantik berbasis sekolah
perlu diterapkan di Indonesia sebagai upaya mengurangi morbiditas dan
mortalitas DBD.
Kata kunci : wamantik, DBD, KLB
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular
yang dapat menimbulkan wabah yang disebabkan oleh virus Dengue (WHO,
2004). Di Indonesia, vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti.
Prevalensi Demam Berdarah Dengue di Indonesia termasuk nomer dua terbesar
di Asia setelah Thailand. DBD juga termasuk salah satu penyakit menular yang
dapat menimbulkan wabah. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD secara nasional
terjadi pada tahun 1998 dan tidak mengalami penurunan yang berarti pada tahuntahun selanjutnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penanganan yang ditujukan
bagi pemberantasan DBD masih belum berhasil. Selain itu kurangnya dana untuk

PKMM-3-7-2

supervisi dari Departemen Kesehatan, sistem surveillance yang belum optimal


dan perilaku masyarakat yang tidak sehat merupakan faktor penghambat
keberhasilan program. (Depkes, 2004). Pemberdayaan partisipasi masyarakat
khususnya siswa sekolah dalam upaya pemberantasan DBD di Indonesia masih
belum optimal.
Beberapa tahun belakangan ini DBD merupakan salah satu Emerging
Disease di Indonesia dengan insiden yang meningkat dari tahun ke tahun.
Penyakit ini sering muncul sebagai KLB sehingga angka kesakitan dan kematian
yang terjadi dianggap merupakan gambaran penyakit di masyarakat. Angka
insidens DBD secara nasional sangat berfluktuasi dengan siklus puncak 4-5
tahunan. Pada tahun 2000 insiden rate sebesar 15,75 per 100.000 penduduk
sedangkan pada tahun 2001 insiden rate meningkat sebesar 17,2 per 100.000
penduduk. Angka bebas jentik (ABJ) pada tahun 1998 adalah 83,71% dan pada
tahun 1999 menjadi 83,74%. Angka yang diharapkan untuk membatasi
penyebaran DBD adalah 95%. Sejak bulan Januari sampai dengan Maret 2004,
secara kumulatif jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani sebanyak
26.015 kasus, dengan kematian mencapai 389 (CFR = 1,53%). Departemen
Kesehatan menyatakan telah terjadi KLB DBD Nasional pada tanggal 16 Pebruari
2004, dengan pernyataan ini diharapkan Pemerintah dapat menggerakkan seluruh
sumber daya dan komponen yang ada di masyarakat untuk menanggulangi KLB
DBD secara cepat dan tepat (Depkes, 2004).
Berbagai upaya Pemerintah telah dilakukan untuk menanggulangi KLB
DBD ini diantaranya melalui penyediaan dan peningkatan sarana pelayanan
kesehatan, melakukan pengasapan dan menggalakkan gerakan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3 M (menguras bak mandi, menutup tandon air
dan mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan). Di DKI Jakarta
dan beberapa kota di Jawa Tengah, PSN ini diintensifkan melalui Kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dengan merekrut Juru Pemantau Jentik
(Jumantik). Jumantik yang direkrut bertugas melaksanakan kegiatan pemantauan
jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan kesehatan.
Selain itu pemberdayaan masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisasi)
Pokjanal DBD di Desa/Kecamatanmaupun Kecamatan dengan fokus pemberian
penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala juga
ditingkatkan (Kompas, 2005).
Mengingat kasus DBD yang menimbulkan KLB dari tahun ke tahun maka
pemberdayaan siswa sekolah terutama di tingkat SD perlu segera dilakukan.
Siswa yang telah memperoleh pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan
jentik nyamuk diharapkan dapat melakukan pemantauan jentik atau wamantik
(siswa pemantau jentik) yang dimulai dari lingkungan sekolahnya. Dari
lingkungan sekolah inilah diharapkan terbentuk perilaku hidup bersih dan sehat
serta meningkatkan kewaspadaan dini terhadap KLB DBD yang akan
diaplikasikan di lingkungan sekitar siswa tersebut.
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
- Efektivitas pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik
nyamuk
- Keberhasilan wamantik dalam meningkatkan angka bebas jentik

PKMM-3-7-3

- Korelasi antara peningkatan ABJ dengan pencegahan terjadinya KLB


DBD.
Tabel 1. Kerangka konsep penelitian
DBD
Morbiditas dan Mortalitas tinggi
KLB terjadi tiap tahun

Surveilans
Preventif
Promotif

Pendidikan
Kesehatan

Surveilans
Identifikasi tempat sarang
nyamuk
Menghitung jumlah jentik
Menghitung jumlah
kontainer

Pemberdayaan
siswa
sekolah

Preventif
Gerakan 3M

Promotif
Perilaku
hidup bersih
dan sehat

ABJ 95%

KLB DBD dapat dicegah

Perumusan Masalah
Pertanyaan yang akan dijawab dari penelitian ini adalah :
Apakah pemberdayaan siswa pemantau jentik berbasis sekolah dapat
mencegah terjadinya KLB DBD di Indonesia?
Sedangkan konsep dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel di halaman
berikut:

PKMM-3-7-4

Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah :


Ho : Tidak ada pengaruh pemberdayaan siswa pemantau jentik (wamantik)
terhadap pencegahan KLB DBD
H1 : Ada pengaruh pemberdayaan siswa pemantau jentik (wamantik)
terhadap pencegahan KLB DBD
Tujuan Kegiatan
Tujuan Umum
Meneliti pemberdayaan siswa pemantau jentik berbasis sekolah sebagai
upaya pencegahan KLB DBD di Indonesia
Tujuan Khusus
1. Meneliti pengaruh pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan
jentik nyamuk terhadap tingkat pengetahuan siswa,
2. Meneliti peran Siswa Pemantau Jentik Berbasis Sekolah terhadap
peningkatan angka bebas jentik.
Kegunaan Program
1. Sebagai upaya pencegahan KLB DBD di Indonesia,
2. Meningkatkan peran serta masyarakat khususnya siswa sekolah dalam
penanggulangan DBD,
3. Meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
4. Mengurangi dampak ekonomi akibat Demam Berdarah Dengue,
5. Mendukung upaya tercapainya Indonesia sehat 2010.
METODE PENDEKATAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi prospektif.
Penelitian ini menggunakan siswa SD di wilayah Kodya Surabaya yang duduk di
kelas 5. Siswa yang terpilih diberikan pendidikan kesehatan mengenai
pemberantasan jentik nyamuk kemudian dibandingkan tingkat pengetahuan
sebelum dan sesudahnya (pre post test non randomized design) artinya peneliti
ingin membandingkan tujuan pengaruh pre post pendidikan kesehatan terhadap
tingkat pengetahuan siswa dalam melakukan pemantauan jentik. Begitu juga
dengan angka bebas jentik dihitung sebelum dan sesudah mereka memperoleh
pendidikan kesehatan.
Siswa yang telah mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai
pemberantasan jentik nyamuk diharapkan dapat melakukan surveilans aktif di
lingkungannya baik di dalam maupun luar rumah. Siswa juga berkewajiban
melakukan gerakan 3M dan upaya-upaya promotif lainnya. Kerangka kerja
penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini.

PKMM-3-7-5

Pendidikan
kesehatan mengenai
pemberantasan
jentik nyamuk
(2 minggu)

Siswa kelas 4-6

Siswa pemantau
jentik (wamantik)

Surveilans
Promotif
Preventif

Angka Bebas Jentik


(ABJ)
Gambar 5. Kerangka kerja Penelitian

Populasi dan Sampel


Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa yang berada di
wilayah Kodya Surabaya. Populasi terjangkau dalam penelitian adalah siswa SD
yang berada di wilayah Kodya Surabaya. Sampel yang digunakan adalah siswa
SD kelas 5 di wilayah Kodya Surabaya serta bersedia menjadi subyek penelitian
dan memenuhi kriteria inklusi sebagai perlakuan. Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah :
1. Siswa tercatat sebagai siswa aktif dan tinggal di wilayah Kodya Surabaya
2. Siswa bersedia menjadi partisipan sampai akhir penelitian
3. Siswa tidak sedang mengalami sakit atau ujian lokal maupun nasional
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah diluar kriteria inklusi yang
telah disebutkan di atas.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling
yang diambil dari SD di wilayah Tambaksari. Pemilihan Kecamatan Tambaksari
karena daerah tersebut dinyatakan oleh Dinkes Kota Surabaya mengalami KLB
DBD hampir tiap tahunnya.. Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
dihitung berdasarkan rumus berikut ini :
N.z2 . p.q
n=
d (N-1) + z2 . p. q
Keterangan:
n = Perkiraan jumlah sampel
N= Besar populasi siswa di Surabaya
z = Nilai standar normal untuk = 0.05 (1,96)
p = Perkiraan proporsi siswa pemantau jentik (0,5)

PKMM-3-7-6

q = 1-p (100% - p)
d = Tingkat kesalahan (d = 0,05)
Berdasarkan rumus diatas besar sampel minimal yang diperlukan adalah
100 siswa
Identifikasi Variabel
Variabel independen

Variabel dependen

pendidikan tentang
pemberantasan jentik
nyamuk

Pengetahuan

Variabel
moderator

Angka bebas jentik

Variabel
confounding
Tingkat
pendidikan
Sosioekonomi,
kultur,
pendidikan,
kemampuan
siswa

Definisi Operasional
Variabel
Pendidikan tentang
pemberantasan
jentik nyamuk

Pengeta
huan

Angka bebas jentik


(ABJ)

Definisi
Operasional
Suatu
proses
pembelajaran
mengenai
pemberantasan
jentik
nyamuk
melalui ceramah,
pembagian leaflet,
pamflet dan diskusi
Suatu ilmu atau
wawasan
yang
didapat
setelah
seseorang
mengalami proses
pembelajaran

Parameter

Alat
Ukur

Skala

Skor

Pengetahuan
mempunyai
6
tingkat yaitu :
Tahu
Memahami
Mempraktikkan
Menggambarkan
Melakukan

Kuesio
ner

Interval

60%=
kurang
61-75%
=
sedang
76% =
baik

Keadaan
yang
menunjukkan
banyak sedikitnya
jentik di daerah
tersebut

Jumlah
jentik
yang ditemukan
dihitung dengan
rumus container
index

Observ
asi

Rasio

95% =
baik

Pengetahuan
mengenai jentik
nyamuk,
cara
identifikasi dan
pemberantasan

PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilakukan di SD wilayah kerja Kecamatan Tambaksari,
Kotamadya Surabaya. Pemilihan Kecamatan Tambaksari berdasarkan laporan
Dinas Kesehatan Kota Surabaya periode Januari-Maret 2006 yang menyatakan
wilayah tersebut mengalami KLB DBD. Penelitian ini diperkirakan membutuhkan
waktu 2 bulan mulai bulan Maret-April 2006.

PKMM-3-7-7

Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan PKMM ini dibagi dalam beberapa tahap diantaranya :
- Klasifikasi daerah KLB di Kodya Surabaya sebagai data dasar.
Penentuan daerah KLB didapatkan dari Dinkes Kota Surabaya
- Perizinan ke berbagai institusi terkait
- Pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk dan
pengukuran angka bebas jentik (pre post test).
Instrumen Pelaksanaan
Peralatan yang dibutuhkan dalam memberikan pendidikan kesehatan
diantaranya leaflet, pamflet, audio visual dan modul tentang jentik nyamuk.
Proses pendidikan berlangsung di ruang sekolah. Kuesioner dibutuhkan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan pre-post test pendidikan yang diberikan. Siswa
mendapatkan lembar observasi (kartu wamantik) dan alat tulis yang digunakan
sebagai alat pengumpulan data dasar. Kartu wamantik dikumpulkan untuk
dihitung ABJ oleh peneliti.
HASIL dan PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil pengumpulan data yang
diperoleh sejak tanggal 24 Maret sampai 13 April 2006. Data diperoleh dari dua
Sekolah Dasar yaitu Sekolah Dasar Pacar Kembang IV dan Sekolah Dasar Pacar
Kembang VI. Penyajian dimulai dari gambaran umum lokasi penelitian, dan data
khusus yang berkaitan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Data
tersebut diperoleh dengan menyebarkan kuesioner pada 115 subyek penelitian
untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa mengenai penyakit DBD sebelum dan
sesudah dilakukan pelatihan siswa pemantau jentik. Data mengenai kepadatan
jentik diperoleh dengan membagikan kartu siswa pemantau jentik yang diukur
sebelum dan sesudah pelatihan. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji statistik parametrik uji t berpasangan menggunakan SPSS 13
dengan nilai kemaknaan p<0,05. Jika ada perbedaan yang bermakna antara
variabel maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di KecamatanTambaksari sebagai daerah yang
mengalami KLB. Berikut akan disajikan data kejadian DBD di
KecamatanTambaksari.
Pada grafik 1 dapat kita lihat angka kejadian penyakit DBD di Kecamatan
Tambaksari. Peningkatan jumlah penderita DBD terjadi pada tahun 2001 yaitu
sebesar 236 penderita. Walaupun pada tahun-tahun berikutnya jumlah penderita
cenderung turun bukan berarti tidak terjadi KLB DBD di Kecamatan Tambaksari.
Penentuan KLB DBD tidak hanya didasarkan pada jumlah penderita saja tetapi
juga angka kematian dan beberapa kriteria yang ditetapkan oleh Depkes sebagai
penyakit yang mengalami KLB DBD. Pada awal tahun 2006 (data bulan JanuariMaret) menunjukkan jumlah penderita DBD sebesar 70 orang, tetapi Dinkes Kota
Surabaya telah menyatakan wilayah tersebut sebagai wilayah yang mengalami
KLB DBD. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya penderita DBD yang

PKMM-3-7-8

meninggal dunia dan jumlah penderita DBD melebihi jumlah penderita DBD
tahun lalu pada bulan yang sama.

250
200
150
100
50
0

Kecamatan Tambaksari

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006(J
an-

158

236

119

44

123

66

70

Grafik 1. Data penderita DBD per-Tahun di Kecamatan Tambaksari Tahun


2000-2006 (Dinkes Kota Surabaya, 2006)
Sebagian besar penderita DBD di Kecamatan Tambaksari adalah anakanak yang berumur <12 tahun. Anak-anak tersebut kebanyakan adalah anak usia
sekolah dan pra sekolah (Dinkes Kota Surabaya, 2006). Hal ini bisa dihubungkan
dengan kebiasaan bermain mereka yang bertepatan dengan aktivitas menggigit
nyamuk Aedes aegypti dan juga sistem pertahanan tubuh mereka yang masih
rentan jika dibandingkan dengan orang dewasa.
Sumber-sumber Informasi Mengenai DBD
Sumber-sumber informasi yang diperoleh siswa bervariasi mulai dari
orang tua/keluarga, teman, Bapak/Ibu guru, petugas kesehatan, televisi, radio,
koran serta lainnya. Secara keseluruhan sumber informasi terbanyak diperoleh
dari televisi.
Tabel 1. Sumber-sumber informasi yang diperoleh siswa mengenai DBD
Jumlah
Sumbersumber informasi
n
%
Orang
7
7.0
tua/keluarga
Teman
3
3.0
Bapak/ibu
5
5.0
guru
Petugas
2
2.0
kesehatan
Televisi
66
66.0
Radio
8
8.0
Koran
9
9.0
Lainnya
0
0
Total
100
100.0

PKMM-3-7-9

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa lebih dari 50% siswa memperoleh
informasi mengenai DBD dari televisi.
Pengetahuan Siswa Berkaitan Dengan DBD Sebelum Diberikan
Pelatihan
Skor pengetahuan siswa bervariasi mulai dari 14 sampai dengan 86; rerata
48,4; simpangan baku 13,5 dan yang paling banyak 48. Pengetahuan siswa
mengenai penyakit DBD proporsi terbanyak siswa menjawab benar tentang
definisi sebesar 66%, penyebab sebesar 35%, gejala sebesar 54%, penularan
sebesar 50%, pertolongan pertama sebesar 70% dan komplikasi sebesar 55%.
Sedangkan pengetahuan siswa mengenai vektor DBD proporsi terbanyak siswa
menjawab benar tentang ciri-ciri vektor sebesar 70%, tempat perkembangbiakkan
sebesar 72% dan tempat istirahat nyamuk dewasa sebesar 70%. Pengetahuan
siswa terhadap pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD proporsi terbanyak
siswa menjawab benar sebesar 65%.
Tabel 2. Identifikasi pengetahuan siswa mengenai penyakit DBD sebelum
diberikan pelatihan
Jumlah

Pengetahuan
Total

Baik
Cukup
Kurang

n
3
29
68
100

%
3.0
29.0
68.0
100.0

Berdasarkan tabel di atas siswa yang memiliki pengetahuan kurang


sebesar 68%, pengetahuan yang cukup sebesar 29% dan pengetahuan yang baik
sebesar 3%.
Pengetahuan Siswa Berkaitan Dengan DBD Sesudah Diberikan
Pelatihan
Skor pengetahuan siswa bervariasi mulai dari 18 sampai dengan 93; rerata
63,8; simpangan baku 14,1 dan yang paling banyak 64. Pengetahuan siswa
mengenai penyakit DBD proporsi terbanyak siswa menjawab benar tentang
definisi sebesar 80%, penyebab sebesar 70%, gejala sebesar 75%, penularan
sebesar 69%, pertolongan pertama sebesar 72% dan komplikasi sebesar 80%.
Sedangkan pengetahuan siswa mengenai vektor DBD proporsi terbanyak siswa
menjawab benar tentang ciri-ciri vektor sebesar 70%, tempat perkembangbiakkan
sebesar 74% dan tempat istirahat nyamuk dewasa sebesar 75%. Pengetahuan
siswa terhadap pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD proporsi terbanyak
siswa menjawab benar sebesar 70%.
Berdasarkan tabel di atas siswa yang memiliki pengetahuan kurang
sebesar 29%, pengetahuan yang cukup sebesar 53% dan pengetahuan yang baik
sebesar 18%.

PKMM-3-7-10

Tabel 3. Identifikasi pengetahuan siswa mengenai penyakit DBD sesudah


diberikan pelatihan
Jumlah

Pengetahuan

Baik
Cukup
Kurang

n
18
53
29

%
18.0
53.0
29.0

Total
Angka Bebas Jentik Sebelum Diberikan Pelatihan
Angka bebas jentik (ABJ) pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
rumus kontainer indeks. Pada penelitian ini didapatkan nilai ABJ sebagai berikut:
Indeks kontainer = kontainer positif Aedes aegypti x 100%
kontainer yang diperiksa
= 406 x 100%
435
= 93%
Angka Bebas Jentik Sesudah Diberikan Pelatihan
Angka bebas jentik (ABJ) sesudah pelatihan juga diukur dengan
menggunakan rumus kontainer indeks. Pada penelitian ini didapatkan nilai ABJ
sebagai berikut:
Indeks kontainer = kontainer positif Aedes aegypti x 100%
kontainer yang diperiksa
= 22 x 100%
451
= 4,8%
Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Pelatihan
Berdasarkan hasil penelitian di atas dan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pelatihan maka data dianalisis secara statistik dengan menggunakan
uji t berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji t berpasangan
menunjukkan nilai p=0,000 sehingga didapatkan hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan pelatihan (Tabel 4).
Tabel 4. Hubungan antara tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah
dilakukan pelatihan

Pengetahuan
Total
CI=95%

Sebelum
n
%
Baik
3
3.0
Cukup
29
29.0
Kurang
68
68.0
50
100
Signifikansi (p) = 0,000

Sesudah
n
18
53
29
100.0

%
18.0
53.0
29.0
18

PKMM-3-7-11

Hubungan Antara Angka Bebas Jentik Sebelum dan Sesudah Dilakukan


Pelatihan
Angka bebas jentik yang merupakan indikator penting dalam
pemberantasan jentik nyamuk diukur sebelum dan sesudah pelatihan. Pada
penelitian ini kita menggunakan rumus kontainer indeks sehingga dapat
dibandingkan secara langsung antara ABJ sebelum dan sesudah pelatihan.
Grafik 2. Angka bebas jentik sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
120
100

80
60
40

93

95.2

Aedes aegypti (-)


Aedes aegypti (+)

20
4.8

0
Sebelum

Sesudah

PEMBAHASAN
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Pemberantasan Jentik
Nyamuk Terhadap Tingkat Pengetahuan Siswa
Berdasarkan hasil penelitian di atas didapatkan hasil yang signifikan
terhadap tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah mendapatkan
pendidikan kesehatan mengenai jnetik nyamuk atau pelatihan wamantik. Hal ini
sejalan dengan tujuan pendidikan menurut Soekidjo N (2003) yang salah satunya
adalah menambah atau meningkatkan pengetahuan (kognitif) individu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu awareness, interest, evaluation,
trial dan adoption. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di
atas.
Pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk diberikan
sesuia dengan Satuan Acara Pembelajaran (SAP) sebagai panduan bagi pemateri
untuk menyampaikan materi. Ada beberapa fase yang dilakukan ketika melakukan
pendidikan kesehatan diantaranya adalah fase pra interaksi, fase kerja, fase
evaluasi dan fase terminasi. Tujuan dari fase pra interaksi adalah membina
hubungan saling percaya antara siswa dengan peneliti. Fase kerja terdiri dari tiga
pertemuan yang masing-masing pertemuan memakan waktu 60 menit dengan

PKMM-3-7-12

interval 1 minggu. Fase evaluasi baik evaluasi struktur, dan proses dilakukan tiap
penyampaian pendidikan kesehatan. Sedangkan evaluasi hasil (kuesioner dan
ABJ) dilakukan pada pertemuan pertama dan terakhir. Fase terminasi dilakukan
dengan penyerahan hadiah bagi siswa pemantau jentik terbaik dari masing-masing
sekolah.
Media pembelajaran yang dipakai diusahakan lebih interaktif dan
mengandung unsur multimedia. Karena dengan begitu siswa lebih tertarik dan
tetap fokus selama pelatihan diberikan. Kegiatan praktik lapangan dilakukan di
lingkungan sekolah siswa khususnya bak mandi, WC ataupun genangan air di
sekitar kamar mandi siswa. Jentik yang ditemukan akan dianalisis dengan
menggunakan mikroskop oleh tim peneliti untuk menentukan jenis jentik tersebut.
Melalui kegiatan klasikal dan praktikal inilah diharapkan tingkat pengetahuan
siswa akan meningkat pula.
Peran Siswa Pemantau Jentik Berbasis Sekolah Terhadap
Peningkatan Angka Bebas Jentik
Peran dari siswa pemantau jentik secara garis besar dibagi menjadi 3
bagian besar yaitu peran surveilans, preventif dan promotif. Peran surveilans yang
dilakukan meliputi identifikasi tempat sarang nyamuk, menghitung jumlah jentik
dan jumlah kontainer. Peran promotif yang dilakukan adalah siswa dilatih untuk
memahami pentingnya gerakan 3M dan mampu mengaplikasikan di lingkungan
rumah khususnya dan lingkungan sekolah pada umumnya. Peran selanjutnya
adalah peran promotif yang sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan dimana
diharapkan siswa mampu melakukan promosi baik di keluarga, masyarakat dan
sekolah akan bahaya serta pencegahan DBD.
Peralatan yang diperlukan bagi wamantik dalam pemberantasan jentik
nyamuk diantaranya pipet plastik, kontainer, kartu wamantik serta senter. Fungsi
dari pipet plastik adalah mempermudah pengambilan jentik dari kontainer yang
positif, jentik yang diambil dimasukkan ke dalam kontainer kecil milik siswa yang
kemudian dianalisis secara mikroskopis oleh tim peneliti untuk menentukan jenis
jentik tersebut. Senter hanya digunakan sebagai alat bantu ketika lampu atau
cahaya penerangan di tempat tersebut kurang.
Adapun alur identifikasi dan verifikasi jentik Aedes aegypti dapat dilihat
pada bagan berikut ini :
wamantik

Identifikasi jentik,
jumlah jentik,
jumlah kontainer

Jentik diserahkan
kepada tim peneliti

Pengamatan
mikroskopis

Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting


dalam mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu
daerah dan pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan
dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada
3 angka indeks yang perlu diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan

PKMM-3-7-13

indeks Breteau (Srisari G et al., 2000). Pada penelitian ini digunakan rumus
indeks kontainer, yaitu :
Indeks kontainer = kontainer positif Aedes aegypti x 100%
kontainer yang diperiksa
Monitoring kepadatan populasi Aedes aegypti pada penelitian ini dengan
menggunakan kartu siswa pemantau jentik yang diukur sebelum dan sesudah
penelitian. Jenis kontainer yang pada umumnya diperiksa oleh siswa dan
mengandung jentik Aedes aegypti adalah sebagai berikut :
Grafik 3. Jenis kontainer yang mengandung Aedes aegypti positif
60
50
40
30
20
10
0
Bak mandi

WC

Vas/pot
bunga

tempayan,
gentong

lain-lain

60

11

20

Kontainer

Grafik 4. Jenis tindakan yang dilakukan wamantik terhadap kontainer yang


positif terdapat Aedes aegypti
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

97
90
75
Gerakan 3M
Abatisasi
tidak diintervensi
10

15

minggu I

10
0
minggu II

3 0
minggu III

Tindakan yang dilakukan siswa ketika menemukan tempat yang positif


mengandung Aedes aegypti mayoritas adalah melakukan gerakan 3M dengan
menguras, mengubur dan menutup. Tindakan yang jarang dilakukan adalah

PKMM-3-7-14

abatisasi. Pada minggu I ada kontainer yang tidak diintervensi oleh siswa karena
mereka menganggap bahwa jentik tersbeut tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan kerugian. Tetapi pada minggu II dan III semua kontainer sudah
dintervensi yang kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan dan kesadaran siswa
yang meningkat pula.
Jenis jentik yang berhasil diidentifikasi pada penelitian ini dapat dilihat
pada grafik 5.
Grafik 5. Hasil identifikasi jenis jentik
4%

0%

Aedes aegypti
Culex
lainnya

96%

Hasil identifikasi jenis jentik diatas sejalan dengan penelitian yang


dilakukan oleh Gubler DJ (1998) yang menyatakan bahwa di negara-negara
berkembang dan endemis DBD, jenis jentik yang ditemukan adalah Aedes aegypti
dengan persentase >97%.
Angka kontainer indeks yang semula 93% dapat diturunkan menjadi 4,8%
dalam waktu 3 minggu pelatihan. Kontainer indeks 93% memiliki arti dari 100
tempat yang diperiksa 93 tempat positif mengandung larva Aedes aegypti
sedangkan kontainer yang bebas jentik hanya 7 kontainer. Pada kontainer indeks
4,8% dapat diartikan dari 100 tempat yang diperiksa hanya 4 tempat yang positif
mengandung larva Aedes aegypti sedangkan 96 tempat ditemukan bebas jentik.
Oleh karena itu pada penelitian ini angka bebas jentik meningkat dari semula 7%
menjadi 96%. WHO (2002) menyatakan angka bebas jentik yang dinyatakan
mampu memutus siklus hidup Aedes aegypti dan dalam jangka panjang mampu
mencegah KLB DBD adalah 95%. Oleh karena itu Ho ditolak sehingga terdapat
perbedaan yang bermakna antara pemberdayaan wamantik terhadap peningkatan
angka bebas jentik. Peningkatan angka bebas jentik diprediksi mampu mencegah
KLB DBD jika dipertahankan pada ABJ 95%. Sehingga dari 100 tempat yang
diperiksa hanya 5 tempat yang positif Aedes aegypti sedangkan 95 tempat
dinyatakan bebas jentik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk terbukti dapat
meningkatkan pengetahuan siswa khususnya mengenai definisi, penyebab,
gejala, penularan, pertolongan pertama, komplikasi, ciri-ciri vektor, tempat
perkembangbiakkan, tempat istirahat nyamuk dewasa serta pencegahan dan
pemberantasan dengan nilai p=0,000,
2. Peran wamantik dalam upaya mencegah KLB DBD adalah wamantik
melakukan peran surveilans, preventif dan promotif. Pada penelitian ini ABJ
yang semula 7% dapat ditingkatkan menjadi 96% pada akhir pelatihan. ABJ
yang meningkat dapat memutus siklus hidup nyamuk sehingga kepadatan
populasi serta regenerasi nyamuk akan berkurang. Dalam jangka panjang hal
ini diharapkan mampu mencegah KLB DBD.

PKMM-3-7-15

DAFTAR PUSTAKA
1.
Biswas D, Dey S, Dutta RW, Hati AK, Jan 1997.Observations on the
breeding habitats of Aedes aegypti in Calcutta following an episode of
dengue haemorrhagic fever. Indian J Med Res:44-6.
2.
Darwis D, ( 1999 ). Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada anak.
Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah
lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis
penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
3.
Daryono. 2005. Demam Berdarah Berbasis Perubahan Iklim. Dalam
www.denpost.com, tanggal akses 10 Maret 2005 jam 13.00
4.
Depkes. 2004. Penyakit-penyakit yang Ditularkan Oleh Nyamuk.
www.depkes.go.id tanggal akses 20 Februari 2005 jam 11.00
5.
Depkes 2005. Bulletin Harian Tim Penanggulangan DBD Depkes RI.
www.ppmpl.depkes.go.id tanggal akses 20 Februari 2005 jam 11.00
6.
Depdiknas. 1994. Kurikulum Muatan Lokal. Depdikas : Jakarta
7.
Emery AEH, ( 1988). Immunogenetics. In : Elements of Medical
Genetics.Edited by Emery AEH, Muller R. 7th ed. Churchill-Livingstone.
Edinburgh.: 88-106.
8.
Gubler D.J, (1998). The Global pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic
Fever current status and prospects for the future. Dengue in Singapore.
Technical Monograph Series no:2 WHO.
9.
Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto S, (2002),
Demam Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan
Penatalaksanaan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika.
10. Kompas. 2005. Permasalahan DBD di Indonesia. www.kompas.co.id,
tanggal akses 20 Februari 2005 jam 11.00
11. Putnam JL,Scott TW,1995 Apr.The effect of multiple host contacts on the
infectivity of dengue 2 virus infected Aedes aegypti.81(2):170-4.
12. Rogers. 1974. Health and Sickness, The Choise of Treatment. Tavistock
Publication : London
13. Soegeng S. 2003. Prospek Pemanfaatan Vaksin Dengue Untuk Menurunkan
Prevalensi di Masyarakat. Kumpulan Makalah Presentasi 90 Tahun
Pendidikan Dokter di FK Unair Surabaya. Tidak dipublikasikan.
14. Soedarmo. 2002. infeksi virus Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
15. Soemarmo S ,1983. Demam berdarah pada anak , edisi pertama Universitas
Indonesia.Jakarta .hal 1-138.
16. Sowandoyo E, (1998). Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa,
Gejala Klinik dan Penatalaksanaannya. Makalah Seminar Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. RS.Sumber Waras Jakarta.
17. Spira A. 1998. The Travel Medicine center Beverly hills. California,P:1-2.
18. Srisasi G et al. 2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :
Jakarta.
19. Suara Karya. 2005. Pengalaman Pekalongan Eliminasi Jentik Nyamuk.
Jumat, 4 Maret 2005.
20. Suara Merdeka. 2005. 11 Puskesmas Disuplai Peralatan Fogging. Senin, 31
Januari 2005.

PKMM-3-7-16

21.
22.
23.
24.
25.

26.
27.
28.
29.

Sulistiawati et al. 2000. Hubungan Besarnya Indeks Kontainer dan Indeks


Rumah dengan Penularan Demam Berdarah Dengue/Demam Dengue di
Area Sekitar Rumah. Tidak dipublikasikan : Surabaya.
Suroso T. 1999. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Airlangga
University Press : Surabaya.
Soekidjo N. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta :
Jakarta
Suara Merdeka. 2005. 11 Puskesmas Disuplai Peralatan Fogging. Senin 31
Januari 2005, hal. 4
Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia.
Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah
lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis
penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
WHO. 1986. Dengue Haemorrhagic Fever Diagnosis ,treatment and
control,Geneva ,P:7-14.
WHO. 1997. Dengue Haemorrhagic fever Diagnosis.Treatment and Control
,2nd edition.Geneva,p:1-23.
WHO. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue
dan Demam Berdarah Dengue. WHO&Depkes : Jakarta.
WHO. 2002. Best Practice for Dengue Prevention and Control. Geneva :
WHO. Hal. 4-7

PKMM-3-8-1

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU UNTUK BUDIDAYA JAMUR KAYU


EDIBEL DI KALANGAN MAHASISWA FMIPAUNESA
Eko Wahyudi, Farit Kutanto, Akbar, Sakti Hermawan, Muhamad Shobirin
Jurusan Biologi, UNESA
ABSTRAK
Mahalnya biaya pendidikan memang sesuatu yang relatif, tetapi dilihat dari latar
belakang ekonomi orang tua mahasiswa terutama Universitas Negeri Surabaya
sampai saat ini kebanyakan dari golongan ekonomi menengah. Di sisi lain
mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh dari bangku kuliah untuk menawarkan solusi permasalahan tersebut
melalui pemberian bekal keterampilan dalam budidaya jamur kayu edibel pada
orang tua mahasiswa sehingga dapat meningkatkan penghasilan mereka.
Walaupun bahan baku, iklim dan tenaga kerja di daerah melimpah tetapi ada
kendala berkaitan dengan peralatan untuk melakukan proses sterilisasi media
dalam budidaya jamur kayu yang edibel. Untuk proses itu biasanya digunakan
alat autoklaf yang harganya cukup mahal dalam lingkungan petani tradisional
sehingga proses sterilisasi dengan autoklaf diganti dengan alat pasteurisasi.
Kegiatan PKMM ini dilaksanakan melalui tahap pembuatan desain alat
pasteurisasi sederhana dan proses pembuatan alat pasteurisasi sederhana,
pembangunan sarana pelengkap/penunjang yang dibutuhkan untuk budidaya
jamur dan pelatihan budidaya jamur. Kegiatan ini menghasilkan petani jamur di
kalangan orang tua mahasiswa FMIPA dan alat pasteurisasi yang dibuat dengan
total biaya yang relatif murah, mampu menggantikan fungsi autoklaf.
Kata kunci: alat pasteurisasi, limbah kayu, jamur kayu, jamur pangan
PENDAHULUAN
Kondisi ekonomi bangsa Indonesia yang belum menentu sebagai akibat dari
krisis multidimensi yang berkepanjangan. Ini berdampak pula pada biaya
pendidikan yang melambung mengikuti kebutuhan pengembangan perguruan
tinggi. Mahalnya biaya pendidikan memang sesuatu yang relatif, tetapi dilihat
dari latar belakang ekonomi orang tua mahasiswa terutama Universitas Negeri
Surabaya sampai saat ini kebanyakan dari golongan ekonomi menengah ke
bawah. Di sisi lain mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari bangku kuliah untuk menawarkan solusi
permasalahan tersebut. Dengan pemberian bekal keterampilan dalam budidaya
jamur kayu edibel, diharapkan mampu mendongkrak penghasilan orang tua
mahasiswa atau masyarakat umumnya melalui wirausaha budidaya jamur.
Budidaya jamur ialah bidang yang sangat potensial untuk dikembangkan. Saat ini
masih sedikit masyarakat atau UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang bergerak
sebagai pemasok jamur, baik untuk kebutuhan dalam negeri, atau bahkan untuk
komoditas ekspor. Bahan baku jamur sangat mudah didapat, murah dan bahkan
sering disia-siakan para petani. Limbah pertanian yang merupakan bahan baku
pembuatan bibit jamur dapat berupa merang, sisa gergajian kayu, kulit kopi, kulit
kacang tanah, dan lain-lain. Hal ini sangat tepat jika sumber daya alam yang
tersedia melimpah tersebut dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan

PKMM-3-8-2

tingkat ekonomi orangtua mahasiswa Universitas Negeri Surabaya khususnya dan


masyarakat pada umumnya.
Jamur kayu yang edibel kini menjadi komoditas yang cukup menjanjikan.
Oleh sebab itu akan baik sekali, jika mahasiswa jurusan Biologi FMIPA-UNESA
memiliki keterampilan dalam membudidayakan jamur kayu yang edibel.
Harapannya, keterampilan yang dimiliki mahasiswa akan memberikan dukungan
terhadap faktor ekonomi keluarga mahasiswa.
Walaupun bahan baku, iklim dan tenaga kerja di daerah melimpah tetapi ada
kendala berkaitan dengan peralatan untuk melakukan proses sterilisasi media
dalam budidaya jamur kayu yang edibel. Untuk proses itu biasanya digunakan alat
autoklaf yang harganya cukup mahal dalam lingkungan petani tradisional. Di
dalam mikrobiologi ada prinsip sterilisasi menggunakan tekanan tinggi,
temperatur tinggi dengan waktu pendek. Di samping itu ada prinsip sterilisasi
menggunakan tekanan rendah, temperatur rendah dengan waktu panjang. Oleh
sebab itu proses sterilisasi dengan autoklaf diganti dengan proses pasteurisasi.
Untuk itu sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa
Jurusan Biologi FMIPA-UNESA membuat alat untuk proses pasteurisasi media
dalam budidaya jamur kayu edibel sebagai pengganti autoklaf. Dengan demikian
proses sterilisasi dengan autoklaf dapat diganti dengan menggunakan alat untuk
pasteurisasi.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dikemukakan rumusan masalah
berupa bagaimana memberikan keterampilan orang tua mahasiswa FMIPA
FMIPA-UNESA tentang budidaya jamur kayu edibel sebagai alternatif usaha
untuk membantu meningkatkan penghasilan orang tua mahasiswa khususnya dan
masyarakat umum dan bagaimana mengatasi kendala harga autoklaf sebagai alat
sterilisasi yang mahal.
Program ini memiliki tujuan umum berupa memberikan pelatihan bagi orang
tua mahasiswa FMIPA-UNESA dalam upaya memberikan keterampilan budidaya
jamur kayu edibel guna meningkatkan penghasilan orang tua dan
mengaplikasikan alat pasteurisasi yang dibuat oleh mahasiswa Biologi sebagai
pengganti autoklaf dalam budidaya jamur kayu edibel, dan tujuan khusus berupa
pemberian terobosan untuk pengembangan dan sosialisasi alat pasteurisasi
sederhana sebagai pengganti autoklaf yang mempunyai nilai fungsi tinggi tetapi
ekonomis dan pelatihan bagi orang tua mahasiswa FMIPA-UNESA untuk
membudidayakan jamur kayu edibel.
Manfaat kegiatan ini di masa mendatang berupa calon-calon petani jamur
yang sudah terlatih melalui pelatihan budidaya jamur dalam program kegiatan
yang terintegrasi dengan program pembuatan alat pasteurisasi sederhana ini, yaitu
berupa pelatihan-pelatihan dengan perlengkapan budidaya jamur mulai dari
bahanbahan sampai sarana dan prasarana yang diperlukan. Di samping itu
kegiatan ini juga bermanfaat untuk menekan biaya produksi jamur dengan
penggunaan alat pasteurisasi sederhana, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia khususnya para orang tua mahasiswa di bidang ekonomi yang
berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah melalui wirausaha budidaya
jamur kayu edibel dan mendukung pengembangan aplikasi ilmu pengetahuan
yang berorientasi pada pengabdian masyarakat.

PKMM-3-8-3

METODE PENELITIAN
Kegiatan ini meliputi 2 kegiatan, yaitu pembuatan alat pasteurisasi yang
dilaksanakan di Green House jurusan Biologi UNESA pada bulan JanuariPebruari 2005 dan pelatihan budidaya jamur kayu edibel bagi orang tua
mahasiswa yang dilaksanakan di jurusan Biologi UNESA pada 24-25 September
2005. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini berupa drum bekas oli, kompor,
kumbung jamur, botol, plastik polyprophylene, ring, kapas, alat pengeruk dan
tempat inokulasi. Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini berupa bibit jamur,
grajen kayu, kapur dan bekatul.
Metode kegiatan yang dilakukan meliputi pelatihan jamur berupa materi
awal tentang jamur, persiapan bahan dengan mencampur grajen kayu, bekatul dan
kapur, kemudian memasukkan ke dalam plastik polyprophylene, bagian ujung
plastik diberi ring dan ditutup kapas (lihat gambar 1), proses pasteurisasi bahan
media jamur dengan memasukkan media ke dalam alat pasteurisasi selama 5 jam
(lihat gambar 2), proses inokulasi dengan memasukkan bibit jamur ke dalam
media grajen dalam plastik polyprophylene (lihat gambar 3), proses inkubasi
dengan menempatkan media yang telah diisi bibit jamur ke dalam kumbung (lihat
gambar 4), dan pemberian materi tentang prospek jamur di masa mendatang.

Gambar 1.

Pembuatan media jamur kayu edibel.

Gambar 2. Alat untuk proses pasteurisasi.

Gambar 3. Proses inokulasi.

PKMM-3-8-4

Gambar 4. Hasil inkubasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil kegiatan yang didapat meliputi kapasitas alat pasteurisasi dalam
menampung polybag jamur ukuran 1 kg sebanyak 70 polybag, dengan
kemampuan sterilisasi optimum membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Pada
umumnya proses sterilisasi menggunakan autoklaf yang memiliki harga sangat
mahal. Autoklaf memiliki kemampuan untuk menampung media jamur sebanyak
30 polybag ukuran 1 kg dengan lama sterilisasi 30 menit.
Proses sterilisasi ini memiliki 2 prinsip, yaitu; prinsip pertama adalah
menempatkan media dalam tekanan tinggi, temperatur tinggi dan dalam waktu
yang singkat; prinsip kedua adalah menempatkan media dalam tekanan rendah,
temperatur rendah dan dalam waktu yang lama. Alat yang digunakan dalam
sterilisasi memiliki perbedaan diantara kedua prinsip tersebut. Prinsip sterilisasi
pertama menggunakan autoklaf sedangkan prinsip sterilisasi kedua menggunakan
alat pasteurisasi. Media jamur yang disterilisasi dengan menggunakan alat
pasteurisasi memiliki tingkat keberhasilan (steril) 95%. Hal ini berarti proses
pasteurisasi memiliki prinsip sterilisasi berupa lama sterilisasi yang panjang dan
tekanan rendah.
KESIMPULAN
Kegiatan PKMM Pemanfaatan Limbah Kayu untuk Budidaya Jamur Kayu
Edibel di Kalangan Mahasiswa FMIPA -UNESA berlangsung dengan lancar dan
sukses. Beberapa simpulan hasil kegiatan ini yang dapat kami sampaikan yaitu
bahan baku dalam budidaya jamur kayu edibel yang berupa limbah kayu sangat
mudah didapat karena limbah kayu sering disia-siakan orang sehingga dengan
pemanfaatan limbah kayu menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi dapat
menambah pengetahuan tentang pemanfaatan limbah dan pengurangan dalam hal
pencemaran, alat pasteurisasi yang dibuat dengan total biaya yang relatif murah
mampu menggantikan fungsi autoklaf yang harganya puluhan juta sehingga biaya
produksi jamur bisa ditekan, respon orang tua mahasiswa dan mahasiswa FMIPA
sangat antusias untuk mengikuti pelatihan budidaya jamur kayu edibel. Hal ini
terbukti dengan terpenuhinya target peserta yang kami tawarkan yaitu sebanyak
20 orang.
DAFTAR PUSTAKA
Oei, Peter. 1996. Mushroom Cultivation with Special Emphasis on Appropriate
Techniques for Developing Country. Leiden: Tool Publications.
Stamets, Paul dan J.S. Chilton. 1983. The Mushroom Cultivator. Olympia:
Agarikon Press.
Suriawiria, Unus. 2000. Sukses Beragrobisnis Jamur kayu. Jakarta: Penebar
Swadaya.

PKMM-3-9-1

PEMANFAATAN MODUL ANTARMUKA SERBAGUNA


SEBAGAI MEDIA PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN
DAN PRAKTIKUM FISIKA DI SMA NEGERI I BINUANG
KALIMANTAN SELATAN
Siti Nila M., Khairatin Nisa, Hartanti, Risna Uswatun H., Maula Ariefianti
Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
ABSTRAK
Modul antarmuka serbaguna adalah sebuah kit elektronis yang dirancang sendiri
dengan menggunakan Integrated Circuit (IC) Analog to Digital Converter,
ADC0809. Dengan penambahan komponen rangkaian PPI8255, modul
antarmuka ini dapat diantarmuka (interfacing) ke Personal Komputer. Modul
antarmuka ADC0809 dikatakan sebagai modul serbaguna karena dapat
mengantarmuka banyak rangkaian-rangkaian elektronika sederhana. Modul
antarmuka serbaguna dapat digunakan sebagai media peningkatan mutu
pembelajaran dan praktikum fisika, yang telah diterapkan di SMA Negeri 1
Binuang Kalimantan Selatan. Metode dan tahapan pelaksanaan yang diterapkan
sebagai pemanfaatan modul antarmuka dalam Program Kreativitas Mahasiswa
ini melalui tahapan : tahap persiapan, tahapan pembuatan modul antarmuka
serbaguna di laboratorium, pendampingan dan tutorial ke SMA Negeri I Binuang
yang meliputi kuliah umum dan penjelasan teori dan aplikasi, peragaan dan
penggunaan Modul, publikasi dan pelaporan, keberlanjutan dan tanggapan dari
pihak SMA Negeri I Binuang. Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini yaitu :
pembuatan program pengendali dengan menggunakan bahasa pemrograman
Pascal ver 6.0, pengaturan akhir perangkat keras yang meliputi konfigurasi
ADC0809 dengan PPI8255, hasil pengukuran dan kalibrasi yang merupakan data
proses oleh rangkaian antarmuka serbaguna. hasil pengamatan dan visualisasi
serta tanggapan dari peserta tutorial dan pendampingan SMA Negeri 1 Binuang.
Dari hasil survey (questioner) membuktikan bahwa pelaksanaan program ini
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pelajar mengenai konsepkonsep fisika sehingga menambah minat para siswa dalam mempelajari ilmu-ilmu
Fisika.
Kata kunci : Antarmuka, ADC0809, PPI8255
PENDAHULUAN
Kegiatan belajar mengajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak dapat
dipisahkan dengan keberadaan Laboratorium. Laboratorium merupakan sebuah
tempat di mana para guru dan peserta didik mempraktikan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Laboratorium dapat juga dijadikan sebagai pusat aktivitas para pelajar
di luar jam pelajaran, seperti kegiatan ekstrakurikuler Kelompok Ilmiah Remaja,
lab skill, bengkel dan pertukangan serta kegiatan ekstra lain yang berbasis
keilmuan.
Pemanfaatan laboratorium sebagai sarana belajar mengajar berbeda antar
satu SMA dengan SMA lainnya. Di SMA yang dekat dengan pusat kota dan
pemerintahan (umumnya SMA unggulan), biasanya telah mempunyai fasilitas
peralatan laboratorium IPA (mencakup laboratorium Fisika, Kimia dan Biologi)

PKMM-3-9-2

yang lengkap, keterampilan guru yang memadai dan manajemen laboratorium


yang baik. Namun demikian, masih banyak SMA-SMA di Kalimantan Selatan
yang fasilitas laboratoriumnya masih serba terbatas, baik dari segi peralatan,
keterampilan mengoperasiakan alat dan manajemen laboratorium.
Keberadaan laboratorium IPA, khususnya Labolatorium Fisika, di SMA
Negeri I Binuang Kalimantan Selatan merupakan sarana efektif untuk
mempraktikan dan mendemonstrasikan pelajaran-pelajaran teori yang diperoleh di
bangku sekolah. Akan tetapi kondisi Laboratorium Fisika khususnya untuk
peralatan Elektronika dan Instrumentasi masih jarang digunakan dan
pemanfaatannya masih kurang optimal atau bahkan tidak ada peralatan penunjang
praktikum sama sekali.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterbatasan
fasilitas peralatan Laboratorium Fisika, antara lain membuat sendiri modul-modul
praktikum yang dapat meliputi beberapa konsep fisika. Keuntungan membuat
sendiri modul-modul praktikum, selain para guru mendapat keterampilan plus,
juga dapat melibatkan para pelajar dalam proses pembuatannya. Lebih dari itu,
para siswa akan terdidik dalam nuansa akademik, mendapat pengetahuan
pendahuluan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi, mengikuti
perkembangan teknologi dan meningkatkan prestasi belajar, serta terlibat
langsung dan menjadi bagian proses peningkatan mutu belajar-mengajar.
Modul antarmuka serbaguna adalah sebuah kit elektronis yang dirancang
sendiri dengan menggunakan Integrated Circuit (IC) Analog to Digital Converter,
ADC0809. Dengan penambahan komponen rangkaian PPI8255, modul antarmuka
ini dapat diantarmuka (interfacing) ke Personal Komputer.
Modul antarmuka ADC0809 dikatakan sebagai modul serbaguna karena
dapat mengantarmuka banyak rangkaian-rangkaian elektronika sederhana (Fraden,
1996). Dengan menggunakan rangkaian ini dimungkinkan para pelajar mendapat
pengetahuan pendahuluan mengenai teknologi terkini yang berbasis komputer
pribadi, mendapat variasi topik praktikum dan mengkaji sendiri mengenai topik
yang akan dipelajari juga sebagai ajang hobi yang bernilai akademis. Selain cara
operasi yang mudah, modul ini juga mudah cara membuatnya dan dapat dijadikan
alat praktikum yang menyenangkan dengan kualitas keilmuan yang berbobot.
Rumusan masalah yang menjadi pokok bahasan dalam Program
Kreativitas Mahasiwa ini adalah sebagai berikut:
1. Kondisi laboratorium fisika di SMA Negeri I Binuang memiliki keterbatasan
baik dari kesediaan alat maupun keahlian tenaga-tenaga pengajar atau teknisi
laboratorium dapat teratasi dengan adanya Modul Antarmuka Serba Guna.
2. Modul Antarmuka Serba Guna dapat dibuat sendiri dengan biaya relatif
murah, mudah cara operasi, dan dapat dijadikan hobi kreasi elektronika.
Dengan harapan, para pelajar mendapat pengetahuan berbasis teknologi
terkini, pemerataan kesempatan dan kualitas ilmu, serta meningkatkan
prestasi belajar para siswa.
Tujuan dari Program Kreativitas Mahasiswa ini adalah :
1. Membuat Modul Antarmuka Serbaguna sebagai alat praktikum beberapa
konsep fisika di SMU Negeri I Binuang.
2. Melakukan pendampingan kepada para pelajar SMA Negeri I Binuang dalam
pembuatan dan praktikum konsep-konsep fisika menggunakan Modul
Antarmuka Serbaguna.

PKMM-3-9-3

3.

1.
2.
3.

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pelajar mengenai


pembuatan alat-alat ukur fisika sehingga menambah minat para siswa dalam
mempelajari ilmu-ilmu Fisika.
Kegunaan dari program ini antara lain :
Para guru dan siswa SMA Negeri I Binuang dapat menggunakan Modul
Antarmuka Serbaguna untuk mengatasi keterbatasan alat-alat praktikum
fisika
Membantu guru dan siswa/i di sekolah agar dapat membuat alat-alat
praktikum sendiri dalam bidang fisika.
Tempat berinteraksinya para pelajar dalam mengembangkan minat, bakat dan
kemampuan, serta menjadi ajang hobi kreasi elektronika yang bernuansa
akademik

METODE PENDEKATAN
Waktu pelaksanaan kegiatan PKM dibagi menjadi tiga tahapan pendekatan
yaitu :
Februari s.d. April 2006, Pembuatan Modul Antarmuka Serbaguna di
Laboratorium Fisika Lanjut Program Studi Fisika FMIPA Unlam
Banjarbaru.
April s.d Mei 2006, Pendampingan dan Tutorial ke SMA I Binuang,
meliputi sosialisasi, kuliah umum dan penjelasan teori
Mei 2006, Aplikasi, peragaan dan penggunaan modul di SMA 1 Binuang.
Pelaksanaan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa ini dibagi menjadi tiga
metode pendekatan, yaitu : Pembuatan Modul Antarmuka Serbaguna di
Laboratorium. Pendekatan pertama dalam pelaksanaan PKM pengabdian ini
adalah kerja laboratorium. Kerja di laboraturium merupakan langkah awal dalam
pelaksaan program
ini. Kegiatan dalam kerja laboratorium ini adalah
Perancangan Alat meliputi : menyeleksi komponen, layout dan etcha rangkaian
pada Printed Circuit Board (PCB) menggunakan PCB designer dan membuat
rangkaian. Untuk menguji dan kalibrasi rangkaian maka sebelum membuat
rangkaian Modul Antarmuka Sederhana, dibuat terlebih dahulu rangkaian uji.
Setelah proses pengujian rangkaian berhasil, baru rangkaian jadi dalam bentuk kit
akan dibuat. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kerja laboratorium
adalah :
1. Catu daya.
2. Kabel-kabel penghubung dan konektor DB-25 pin male dan female.
3. Papan rangkai dan PCB (Printed Circuit Board).
4. Solder.
5. Pelarut (Fe2CL3).
6. Multitester, Penggaris dan Jangka Sorong.
7. Kertas milimeter blok, elektrosheet dan pena permanen.
8. Seperangkat komputer.
Sedangkan komponen-komponen yang digunakan dalam kerja di
laboratorium ini adalah :
1. Rangkaian sensor: Potensiometer (1), regulator 7805 (1), kapasitor 100 nF (4),
resistor 2,2 K(2), 1 K (1) LED (1) dan fototransistor (1).

PKMM-3-9-4

2.

Rangkaian ADC0809; IC ADC0809(1), IC NE555 (1), resistor 470 dan 47


K (1), kapasitor 47 pF (1), konektor DB 25 pin female.
3. Modul card interface PPI8255 Universal Programmable I/O Card yang
dibuat oleh Startech.
Pendekatan selanjutnya adalah Pendampingan dan Tutorial ke SMA
Negeri I Binuang. Pendampingan dan tutorial ini meliputi kegiatan-kegiatan :
1. Sosialisasi program;
Target utama dari sosialisasi program adalah menjalin silaturahmi,
komunikasi, dan kerjasama antara pihak pelaksana program, dalam hal ini
tim PKM, dengan pihak sekolah dan laboratorium IPA di SMA Negeri I
Binuang. Pada program sosialisasi ini akan dijelaskan mekanisme kerja dan
aturan main supaya kegiatan ini sinkron dengan Kegiatan Belajar Mengajar.
Untuk program-program lain sangat dihindari jika jadwal kegiatan
mengganggu proses belajar mengajar.
2. Kuliah Umum dan Penjelasan Teori
Pada kegiatan kuliah umum dan penjelasan teori ini adalah memberi
penjabaran konsep-konsep fisika, elektronika dan instrumentasi peralatan
praktikum yang akan dilaksanakan, sehingga sebelum pada proses
pendampingan pembuatan alat, mereka telah memahami karakteristik kerja
dari Rangkaian Antarmuka Serbaguna.
3. Pendampingan Pembuatan Modul
Pada bagian ini, semua anggota tim PKM mendampingi proses perancangan,
pembuatan dan sekaligus pengujian Rangkaian Antarmuka Serbaguna. Lebih
lanjut akan didiskusikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan
topik-topik praktikum dengan menggunakan Rangkaian Antarmuka
Serbaguna.
Bagian akhir dari pendekatan program PKM ini adalah Aplikasi, Peragaan
dan Penggunaan Modul.
Bagian ini merupakan tahap akhir dari rangkaian
kegiatan di SMA Negeri I Binuang dengan mengaplikasikan Rangkaian
Antarmuka Sederhana serta memperagakannya untuk percobaan-percobaan
Fisika.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Program Pengendali
Program sistem antarmuka serbaguna dibuat dengan bahasa pemrograman
tingkat tinggi yang populer yaitu Turbo Pascal versi 6.0. Secara lengkap listing
program dan logika pemrograman terdapat pada Lampiran 3. Materi Tutorial dan
Pendampingan Program Kreativitas Mahasiswa 2006. Untuk dapat
mengoperasikan sistem antarmuka serbaguna secara keseluruhan, terlebih dulu
harus dipahami logika program dan diagram alir program, karena kesalahankesalahan logika dalam program akan menyebabkan tidak beroperasinya sistem
walaupun instruksi-instruksi dalam listing program telah benar (Sugriwan, 2005).
Setelah sistem dinyalakan, program akan menginisialisasi peta alamat
kosong dari prototipe card (Putra, 2002). Rentang alamat yang dapat digunakan
pada prototipe card adalah 300H sampai dengan 31FH (Tompkins dan Webster,
1988). Alamat control register dan deklarasi control word yang diakses untuk
kartu antarmuka PPI8255 adalah 303H dan 91H dengan definisi alamat port-A =
300H, port-B = 301H dan port-C = 302H. Dengan merujuk kepada kaskade antara

PKMM-3-9-5

PPI8255 dan ADC0809 maka logika program dari sistem akuisisi ditunjukkan
pada Tabel 1, 2 dan 3 (Sugriwan, 2004).
Tabel 1. Logika program prosedur kaskade port-B PPI dengan kontrol logika
ADC.
Instruksi Program
PB7 PB6 PB5 PB4 PB3 PB2 PB1 PB0
X
X
OE Start A2
A1 A0 ALE
Port[$301]:= (2*1) - 2;
0
0
0
0
0
0
0
0
Port[$301]:= 31 + (2*1);
0
0
1
1
0
0
1
1
Port[$301]:= 30 + (2*1);
0
0
1
1
0
0
1
0
Port[$301]:= (2*1) - 2;
0
0
0
0
0
0
0
0
Port[$301]:= 16;

Tabel 2. Logika program prosedur kaskade port-C PPI dengan kaki EOC ADC.
Instruksi Program
PC7 PC6 PC5 PC4 PC3 PC2 PC1 PC0
X
X
X
X
X
X
X
EOC
Port[$302]:= 0;
0
0
0
0
0
0
0
0
Port[$302]:= 1;
0
0
0
0
0
0
0
1
Tabel 3. Logika program prosedur kaskade port-A PPI dengan kaki-kaki data
ADC.
Instruksi Program
PA7 PA6 PA5 PA4 PA3 PA2 PA1 PA0
D7
D6
D5 D4
D3
D2
D1
D0
J0 := Port[$300];
MSB
... Data digital ...
LSB
Pengaturan Akhir Perangkat Keras
Supaya rangkaian antarmuka serbaguna dapat beroperasi dengan baik, maka
seting secara perangkat keras dari kedua komponen ini antara lain ditunjukkan
dengan prosedur kaskade antara rangkaian ADC0809 dengan modul card
interface PPI8255 adalah sebagai berikut :
- 8 jalur port-A PPI8255 dikaskadekan dengan 8 jalur data digital dari
ADC0809 seperti ditunjukkan pada gambar 1 (Sugriwan, 2005).

Gambar 1. Kaskade jalur data antara port-A PPI8255 dengan ADC0809.


6 jalur port-B PPI8255 dikaskadekan dengan kaki-kaki A0, A1, A2, ALE,
START, dan OE masing-masing ditunjukkan pada gambar 2.

PKMM-3-9-6

Gambar 2. Kaskade port-C PPI8255 dengan kaki-kaki kontrol logika ADC0809.


-

1 jalur port-C dihubungkan dengan kaki EOC pada ADC0809 yang ditunjukan
pada gambar 3.

Gambar 3. Kaskade port-C dengan kaki EOC ADC0809.


Semua konfigurasi perangkat keras yang tertera pada gambar 1, 2 dan 3
mengacu kepada konfigurasi kontrol logika pada tabel 1, 2 dan 3.
Hasil Pengukuran dan Kalibrasi
Data-data hasil pengukuran dan kalibrasi ditunjukkan pada tabel 4 di
bawah ini.
Tabel 4. Pengukuran tegangan dengan multitester dan rangkaian antarmuka
sederhana.
Nomor
Tegangan pada Multitester (volt) Tegangan Pada PC (volt)
3.5524
3.57
1
3.2029
3.22
2
2.9894
3.01
3
2.8729
2.89
4
2.6982
2.716
5
2.6206
2.648
6
2.6012
2.616
7
2.5818
2.586
8
2.4071
9
2.427
2.2518
2.272
10
2.2129
2.242
11
2.1741
2.172
12
2.0382
2.051
13
1.9412
1.944
14
1.8635
15
1.870
1.7665
1.759
16
1.6500
1.656
17
1.6306
1.642
18
1.558
1.5529
19
1.500
1.4947
20
1.4947
1.422
21
1.3976
22
1.368
1.3588
23
1.313
1.3006
1.266
24

PKMM-3-9-7

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

1.212
1.2618
1.172
1.2035
1.118
1.1647
1.087
1.1065
1.032
1.0676
1.000
1.0288
0.963
0.9900
0.919
0.9512
0.896
0.9318
0.847
0.8929
0.829
0.8347
0.807
0.8153
0.772
0.7959
0.752
0.7571
0.730
0.7571
Dari data pada tabel 4 menunjukkan bahwa selisih pengukuran dengan
menggunakan multitester dan menggunakan rangkaian antarmuka serbaguna
sederhana tidak lebih dari 0,0196 volt dan kalau dibulatkan menjadi 20 mV.
Hasil Pengamatan dan Visualisasi
Ketika listing program dieksekusi tampilan dalam layar PC adalah sebagai
berikut :
BCD dari phototransistor = 252
Tegangan dari phototransistor ke-2 = 4.8917647059E+00 volt
BCD dari ADC = 252
Tegangan dari ADC ke-2 = 4.8917647059E+00 volt
BCD dari ADC = 253
Tegangan dari ADC ke-3 = 4.9111764706E+00 volt
BCD dari ADC = 253
Tegangan dari ADC ke-5 = 4.9111764706E+00 volt
BCD dari ADC = 252
Tegangan dari ADC ke-4 = 4.8917647059E+00 volt
Nama file.dat penyimpan {iwan} My Document\iwan\pascal]
Jmlh cacah : 5
252 4.8918
252 4.8918
253 4.9112
253 4.9112
252 4.8918
Setelah program dieksekusi, maka hasil akuisisi disimpan dalam format
.TXT dengan cara membuka file yang tersimpan dalam pascal. Tampilan dalam
format .TXT adalah sebagai berikut :
252 4.8918
252 4.8918
253 4.9112
253 4.9112
252 4.8918
Tanggapan dari Peserta Tutorial dan Pendampingan SMA Negeri I Binuang

PKMM-3-9-8

Peserta Program Kreativitas Mahasiswa 2006 adalah para pelajar SMA


Negeri 1 Binuang yang seyogyanya berjumlah 25 orang (absen peserta terlampir,
hanya saja ada beberapa orang peserta tidak datang), dari ke-25 orang peserta tad,
pelaksana PKM di akhir pelaksanaan kegiatan meminta peserta untuk mengisi
questioner, daftar pertanyaan terlampir.
Hasil questioner ditunjukkan pada tabel 5, data pada tabel 5 menunjukkan
bahwa para peserta sangat antusias dan merasa mendapat pengetahuan yang baru
dengan diadakannya program PKM ke sekolah mereka.
Tabel 5. Tanggapan dari para peserta PKM terhadap kegiatan PKM
Nilai
No
Pertanyaan
1
2
3
4
5
Jml
1. Pernahkah kegiatan PKM dilakukan di 11 1
9
21
SMA Negeri 1 Binuang Sebelumnya?
2
Apakah ada ilmu/manfaat yang Anda 1
5
13 2
21
dapatkan dari kegiatan PKM ini ?
3
Dalam pandangan Anda apakah guru- 8 12 21
guru di sekolah mendukung jika
kegiatan serupa dilakukan kembali?
2
8 11 21
4
Setelah kegiatan ini apakah Anda termotivasi untuk melanjutkan studi ke
perguruan tinggi?
5
Bagaimana kondisi laboratorium fisika 5
4
12 21
di sekolah Anda?
4
6 9
21
6
Setelah kegiatan ini apakah akan 2
membantu
penguasaan
materi,
khususnya mata pelajaran/ praktikum
fisika bagi proses belajar mengajar di
sekolah Anda?
7
Adakah informasi baru/pengetahuan 1
18 2
21
baru setelah mengikuti kegiatan ini?
8
Tertarikah Anda untuk mengikuti 10 11 21
kembali jika kegiatan ini dilaksanakan
pada waktu yang akan datang?
9
Bagaimana pendapat Anda jika
5 16 21
kegiatan ini menjadi kegiatan sarana
ekstrakurikuler?
10 Apa saran Anda terhadap kegiatan PKM yang telah Kami lakukan?
Jawaban terdiri dari :
Sangat besar/Selalu = 5
Besar/Sering
=4
Sedang/pernah
=3
Kurang/sedikit
=2
Tidak tahu
=1
Komentar-komentar, saran dan pendapat para peserta setelah PKM ini
dilaksanakan

PKMM-3-9-9

Tabel 6. Daftar tanggapan dari para peserta PKM


No
Tanggapan, Komentar dan Saran
1. Saran saya agar kegiatankegiatan PKM sering dilakukan di SMA Binuang.
2. Dalam menjelaskan lebih rinci, karena pemahaman kami sangat terbatas.
3. Konsumsi tolong lebih banyak.
4. Bagaimana jika materi ini dimasukan dalam pelajaran fisika.
5. Kapan kegiatan serupa dilaksanakan kembali
6. Kegiatan ini sangat membantu memotivasi untuk belajar lebih lanjut.
7. Jumlah pesertanya lebih banyak (informasikan ke kelas lain)
8. Jangan hanya beberapa kali pertemuan supaya lebih memahami
9. Secepatnya dijadikan kegiatan ekstrakurikuler
10. Sebaiknya di sekolah kami disediakan seperengkat komputer khusus untuk
praktek
11. Kami merasa belum menguasai bagaimana membuat PCB, sebaiknya ada
kegiatan khusus untuk membuat PCB sekaligus membuat kreasi elektronika
sederhana
12. Kesulitan kami di bahasa pemrograman, karena belum dipelajari di sekolah
Pembahasan
Program sistem antarmuka serbaguna ini dibuat dengan bahasa
pemrograman tingkat tinggi yang populer yaitu Turbo Pascal versi 6.0. Untuk
dapat mengoperasikan sistem antarmuka secara keseluruhan, terlebih dulu harus
dipahami logika program dan diagram alir program, karena kesalahan-kesalahan
logika dalam program akan menyebabkan tidak beroperasinya sistem walaupun
instruksi-instruksi dalam listing program telah benar. Setelah sistem dinyalakan,
program akan menginisialisasi peta alamat kosong dari prototipe card. Rentang
alamat yang dapat digunakan pada prototipe card adalah 300H sampai dengan
31FH (Tompkins dan Webster, 1987). Alamat control register dan deklarasi
control word yang diakses untuk kartu antarmuka PPI8255 adalah 303H dan 91H
dengan definisi alamat port-A = 300H, port-B = 301H dan port-C = 302H. Dengan
merujuk kepada kaskade antara PPI8255 dan ADC0809 pada gambar 1, 2 dan 3,
maka logika program dari sistem akuisisi ditunjukkan pada Tabel 1, 2 dan3.
Tabel 1 menunjukkan bahwa port-B PPI8255 berfungsi sebagai keluaran
untuk mengendalikan operasi ADC0809. Instruksi program baris pertama adalah
logika program untuk memilih masukan ADC0809 dengan cara memberi logika
pada kaki A2, A1 dan A0. Instruksi program pada baris kedua adalah untuk
mengaktifkan sinyal ALE dengan cara memberi perubahan dari logika 0 menjadi
1. Instruksi program pada baris ketiga dan keempat adalah untuk memberi
perubahan logika pada kaki start (0 1 0) untuk memulai konversi. Baris kelima
dari instruksi program pada Tabel 1 adalah untuk memberi logika 1 pada kaki OE
sebagai tanda bahwa hasil digitalisasi dapat dibaca oleh komputer. Tabel 2
menunjukkan bahwa port-C bagian bawah difungsikan sebagai masukan untuk
menerima sinyal EOC. Sinyal EOC pada saat konversi berlangsung mempunyai
logika 0, akan memberikan logika 1 ketika konversi telah selesai. Segera setelah
EOC memberi logika 1 data digital yang ditunjukkan pada Tabel 3 dapat dibaca
oleh komputer (Sugriwan, 2004).
Sistem antarmuka berbasis komputer dibangun oleh dua perangkat utama,
yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Kedua perangkat ini akan bekerja

PKMM-3-9-10

secara berkesinambungan, artinya pembuatan perangkat lunak harus mengikuti


rancangan perangkat kerasnya atau sebaliknya. Perangkat keras sistem antarmuka
akan membentuk sebuah sistem akuisisi jika setiap blok rangkaian membentuk
satu kesatuan kerja dari semua komponennya.
Kaskade antara port-port PPI dengan ADC harus disesuaikan dengan
implementasi perangkat lunak dimana port-A sebagai masukan menerima 8 bit
data digital hasil konversi ADC0809, port-B sebagai keluaran memberi kontrol
logika kepada ADC0809, dan port-Cupper sebagai masukan menerima sinyal EOC
sebagai tanda berakhirnya konversi ADC0809. Catu tegangan bagi ADC0809
adalah tegangan DC +5 volt dan Ground. Referensi tegangan, Vref+,
dihubungkan dengan Vcc dan Vref- dihubungkan dengan GND. Kondisi ini akan
memberikan nilai lebar kode bagi ADC0809 yang dihitung menggunakan
persamaan 2.8 yang menghasilkan nilai lebar kode ADC sebesar 0,0196 V, kalau
dibulatkan menjadi 0,02 volt atau 20 mV. Ini artinya bahwa 1 LSB bagi
ADC0809 adalah 20 mV yang berarti pula bahwa ADC hanya mampu mengenali
perubahan tegangan dari fenomena fisis sebesar 20 mV (Sugriwan, 2005).
Sinyal tegangan yang dihasilkan dari catu daya masukan dihubungkan
pada kaki masukan ADC (IN0). Agar data pada IN0 dapat diambil maka alamat
pada 3-bit address (A0 = 0, A1 = 0 dan A2 = 0) yang menunjukkan bahwa
masukan pada IN0 sedang aktif. Kemudian ALE diberi logika 1 menyusul
START diberi logika 1 dengan sinyal Clock selalu diumpan ke ADC0809. Setelah
pemberian kondisi di atas maka ADC0809 akan melakukan pengubahan sinyal
analog menjadi sinyal digital. Bila proses tersebut telah selesai maka EOC akan
memberi sinyal logika 1 kepada komputer dengan jumlah biner yang sesuai
dengan besar tegangan analog yang diterima. Data digital tersebut akan terus
tertahan di tree state buffer dan tidak dilepaskan selama OE tidak diberi logika 1.
Komputer memberi perintah pada PPI8255 agar memberi logika 1 pada output
enable maka data digital tersebut masuk ke komputer dan dapat dideteksi berupa
kode biner (Bit Code Decimal, BCD) yang dihasilkan oleh fototransistor.
Pengujian modul PPI8255 dilakukan dengan cara memasangkan PPI8255
langsung ke slot ekspansi ISA. Terminal-terminal slot pada PC memiliki kodekode tertentu yang disebut alamat I/O. Dalam sistem PC kode-kode tersebut tidak
dialokasikan secara unik untuk masing-masing slot. Dengan kata lain kode
tersebut berlaku umum untuk semua terminal yang ada. Karena setiap sistem yang
dihubungkan melalui slot dapat mengakses lokasi alamat-alamat tersebut, maka
peralatan yang dihubungkan atau sistem yang dihubungkan dengan PC perlu
dilengkapi dengan rangkaian dekoder alamat yang berfungsi untuk menyeleksi
sinyal alamat dari bus alamat).
Karena ketelitan ADC sebesar 1 LSB, maka pengukuran dengan PC akan
bervariasi antara dua nilai pengukuran. Misalnya ketika data input bagi ADC0809
2,716 volt, tegangan terukur oleh PC bervariasi pada BCD 139 dan 140 atau
2,6982 volt dan 2,7176 volt (Tabel 4). Selisih tegangan antara 2,716 volt dengan
2,6982 volt adalah 0,0178 volt, sedangkan selisih tegangan 2,716 volt dengan
2,7176 volt adalah 0.0016 volt. Ini terjadi karena tegangan masukan sebesar
2,716 volt berada diantara tegangan 2,6982 volt dengan 2,7176 volt (BCD 139
dan 140). Jadi tegangan masukan 2,716 volt mungkin dibaca dengan nilai 2,6982
volt atau 2,7169 volt. Tetapi selisih dari dua hasil pengukuran dengan PC ini
masih dalam batas ketelitian ADC0809. Kondisi seperti ini akan banyak dijumpai

PKMM-3-9-11

dalam data-data pada Tabel 4, tetapi semuanya masih dalam batas ketelitian
ADC0809.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat di ambil dari pelaksanaan Program Kreativitas
Mahasiswa 2006 dengan judul Pemanfaatan Modul Antarmuka Serbaguna
sebagai Media Peningkatan Pembelajaran dan Praktikum Fisika di SMA Negeri I
Binuang Kalimantan Selatan adalah :
1. Membuat Rangkaian antarmuka serbaguna yang dibangun oleh ADC0809
dan Card interface PPI8255 sebagai port komunikasi antara peralatan luar
dengan komputer relatif mudah digunakan. Rangkaian ini dapat digunakan
sebagai media peningkatan pembelajaran dan praktikum fisika di SMA.
Rangkaian antarmuka ini telah diterapkan di SMA Negeri I Binuang
Kalimantan Selatan.
2. Rangkaian antarmuka serbaguna dapat dibuat dengan cara melakukan
pendampingan kepada para pelajar SMAN I Binuang Kalimantan Selatan,
melalui tutorial materi dan peragaan praktikum konsep-konsep fisika.
3.
Dari hasil survey membuktikan bahwa pelaksanaan program ini
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pelajar mengenai
pembuatan alat-alat ukur fisika sehingga menambah minat para siswa dalam
mempelajari ilmu-ilmu Fisika.
DAFTAR PUSTAKA
Fraden, J. 1996. Handbook Of Modern Sensors, Physics, Designs, and
Applications.. AIP Press. San Diego.
Sugriwan, I., 2004, Realisasi Sistem Akuisisi Data Keluaran Dari Fototransistor
Sebagai Sensor Jarak Menggunakan PPI8255 Berbasis Komputer Pribadi,
Skripsi Sarjana Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Lampung,
Bandar Lampung.
Sugriwan, I. Harnawan, A.E. 2005. Rangkaian Antarmuka Menggunakan
ADC0809 dan PPI8255 Sebagai Gerbang Komunkasi Piranti Luar
Dengan Komputer Pribadi. Jurnal Flux. ISSN 1829-796x Vol. 2 no. 3
Agustus 2005 Jurusan Fisika FMIPA UNLAM Banjarbaru
Putra, A.E. 2002. Teknik Antarmuka Komputer : Konsep dan Aplikasi. Graha
Ilmu. Jogjakarta.
Tompkins, W.J., Webster, J.G. 1988. Interfacing Sensor To The IBM PC. Printice
Hall. Englewood Cliffs

PKMM-3-10-1

PELATIHAN MEMBUAT KOMPOR MEMASAK ALTERNATIF


DARI ABU SEKAM PADI BAHAN BAKAR ARANG
PADA IBU-IBU ISTRI PETANI DI KECAMATAN TANETE RILAU
KABUPATEN BARRU
Afdal Hamka, Amir Ali, Taufik, Ridwan
Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, Makassar

ABSTRAK
Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat
(PKMM) ini adalah: (1) Terciptanya Ibu-ibu istri petani memiliki pengetahuan
pembuatan kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang,.
(2) Terciptanya Ibu-ibu istri petani memiliki keterampilan pembuatan kompor
memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang. Khalayak sasaran
dalam program ini adalah Ibu-ibu istri petani di Kecamatan Tanete Rilau
Kabupaten Barru. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi
penyuluhan adalah metode ceramah, diskusi dan tanya jawab, untuk pelatihan
digunakan metode demonstrasi. Hasil yang dicapai adalah: (1) Ibu-ibu istri
petani memiliki pengetahuan pembuatan kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi bahan bakar arang,. (2) Ibu-ibu istri petani memiliki keterampilan
pembuatan kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang.
Kata Kunci: kompor memasak alternative, abu sekam padi, bahan bakar, arang.
PENDAHULUAN
Kabupaten Barru adalah salah satu penghasil padi utama di Propinsi
Sulawesi Selatan. Sekam padi di tiap-tiap kecamatan termasuk Kecamatan Tanete
Rilau dari usaha penggilingan padi masyarakat dibakar disekitar halaman
penggilingan. Hasil pembakaran sekam padi tersebut menghasilkan abu sekam
yang merupakan terminal terakhir pemsnahan limbah sekam padi oleh pengusaha
penggilingan padi. Kenyataan di wilayah tersebut seperti halnya yang diamati di
Kecamatan Tanete Rilau, ternyata abu sekam itu menumpuk di halaman pinggiran
lokasi penggilingan. Kemudian abu sekam tersebut juga dibuang ke sungai dan ke
tempat-tempat yang dianggap aman oleh pengusaha penggilingan padi (Survey
Desember 2004 di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru). Dengan demikian
abu sekam ini juga masih menjadi limbah karena menempati ruang yang bukan
tempatnya.
Informasi dari Saharuddin salah seorang pengusaha penggilingan padi di
Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru mengatakan abu sekam yang ada di
halaman penggilingan (sisa pembakaran sekam) menjadi masalah karena
pemanfaatannya sangat sedikit oleh masyarakat (hanya sebagai abu gosok untuk
mencuci piring). Keluhan Saharuddin sebagai pengusaha penggilingan padi adalah
abu sekam itu menumpuk dan memerlukan tenaga untuk membuangnya. Lanjut
Saharuddin mengatakan jika seandainya ada pihak-pihak atau ada orang yang
bersedia mengambil abu sekam ini, maka dengan sukarela saya akan
memberikannya (Wawancara Desember 2004).

PKMM-3-10-2

Sifat kimia abu sekam dapat mengikat dengan baik jika dicampur dengan
tanah liat. Oleh karena itu jika abu sekam dicampur tanah liat dan dijadikan
adonan untuk membuat kompor memasak adalah sangat baik (tidak mudah pecah
dan ringan).
Potensi lain yang ada di Kecamatan Tanete Rilau adalah kayu bakar yang
ada di beberapa desa hanya bertumpuk saja, masyarakat hanya sebagian yang
mengambilnya sebagai kayu bakar, padahal kayu tersebut dapat dijadikan arang
untuk bahan bakar kompor alternative dari abu sekam padi. Jadi dengan demikian
kayu bakar untuk dijadikan arang dilokasi PKMM sangat banyak sehingga tidak
ada masalah dalam pembuatan bahan bakar arang.
Kami dari mahasiswa jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas
Teknik Universitas Negeri Maakassar, sudah pernah mempraktekkan membuat
kompor memasak alternative dengan memanfaatkan abu sekam padi dan bahan
bakar arang dan hasilnya cukup memuaskan (ringan dan tidak mudah pecah).
Masyarakat di Kecamatan Tanete Rilau kebanyakan petani penggarap
lahan sempit. Mobilitas dan aktivitas dari petani tersebut dalam memenuhi
kehidupannya hanya bertumpu pada lahan sempit tadi, sedangkan ibu-ibu istri
petani tidak mempunyai penghasilan tambahan, oleh karena itu kehidupan mereka
tergolong petani miskin.
Waktu kami survey di lokasi PKMM, kami didatangi oleh ibu-ibu petani
dan mengeluhkan yaitu: tidak bisa lagi menggunakan minyak tanah untuk
memasak, karena mahalnya harga minyak tanah sehingga istri-istri petani mencari
kompor memasak alternatif yang menggunakan bahan baku sumber daya alam
yang ada di lokasi, dan dapat dioperasikan cepat, praktis dan ekonomis.
Dengan adanya keluhan dan permintaan ibu-ibu istri petani, maka kami
mahasiswa dari Teknik Sipil dan Perencanaan sudah pernah mengujicobakan
pembuatan kompor memasak alternative dari abu sekam padi bahan bakar arang,
sehingga kami merasa terpanggil untuk melatihkan kepada ibu-ibu istri petani di
lokasi PKMM membuat kompor memasak alternative dari abu sekam padi
dengan bahan bakar arang yang banyak ditemukan dan menjadi limbah di lokasi
PKMM.
Melihat potensi abu sekam yang menumpuk pada setiap penggilingan padi
di Kecamatan Tanete Rilau, dengan memperhatikan sifat kimia abu sekam.
Sementara para petani yang mempunyai lahan sempit mempunyai pendapatan
yang tergolong rendah, sedangkan ibu-ibu istri petani tidak mempunyai
penghasilan tambahan. Olehnya itu kami dari mahasiswa ingin melatih ibu-ibu
petani membuat kompor memasak alternative dari abu sekam padi bahan bakar
arang, sehingga ibu-ibu istri petani tersebut mempunyai penghasilan tambahan
untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Adanya aktivitas ibu-ibu istri petani tersebut, yakni membuat kompor
memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang, memungkinkan
mereka dapat membuat 6 (enam) buah ukuran kecil/minggu, jadi satu bulan dapat
dibuat 24 buah/bulan, dengan harga/buah Rp. 7.500,- , jadi 24 x Rp. 7.500 = Rp.
180.000,-. Dan dapat membuat 3 (tiga) buah ukuran besar/minggu, jadi satu bulan
dapat dibuat 16 buah/bulan, dengan harga/buah Rp. 15.000,-, jadi 16 x Rp.
15.000 = Rp. 240.000,-. Jadi dengan demikian ibu-ibu petani dapat memperoleh
penghasilan tambahan yaitu: Rp. 180.000 + Rp. 240.000 = 420.000,-/bulan..
Penghasilan tambahan ibu-ibu istri petani ini dapat meningkatkan taraf hidup

PKMM-3-10-3

keluarganya. Dilakukannya Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian


Masyarakat (PKMM) ini berarti memberdayakan masyarakat miskin di
Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.
Oleh karena itu masalah Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Limbah sekam padi di
Kecamatan Tante Rilau tidak dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi barang
bernilai ekonomi seperti halnya kompor memasak alternatif dari abu sekam padi
bahan bakar arang, (2) Adanya pengalaman tim kami sebagai mahasiswa Teknik
Sipil dan Perencanaan yang sudah mengujicobakan pada Laboratorium Uji Bahan
yaitu membuat kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar
arang. Jadi limbah sekam padi dapat dibuat menjadi kompor memasak alternatif
dari abu sekam padi bahan bakar arang yang dapat digunakan ibu-ibu rumah
tangga di dapur, dengan demikian dapat bernilai ekonomi, (3) Adanya permintaan
ibu-ibu istri petani di lokasi PKMM meminta kepada kami untuk dilatih membuat
kompor memasak alternatif yaitu bahan baku abu sekam padi (bahan baku dari
sumber daya alam) sebagai pengganti penggunaan minyak tanah, karena harga
minyak tanah terlalu mahal, (4) Ibu-ibu istri petani belum memiliki pengetahuan
dan wawasan tentang cara membuat kompor memasak alternatif dari abu sekam
padi bahan bakar arang, (5) Ibu-ibu istri petani belum memiliki pengetahuan dan
keterampilan mendesain/ membuat cetakan kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi bahan bakar arang, (6) Ibu-ibu istri petani belum memiliki
pengetahuan dan keterampilan mendesain berbagai prototipe kompor memasak
alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang, (7) Ibu-ibu istri petani belum
belum memiliki keterampilan membuat dan merakit kompor memasak alternatif
dari abu sekam padi bahan bakar arang, (8) Ibu-ibu istri petani belum belum
memiliki keterampilan membuat dan merakit kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi bahan bakar arang, (9) Ibu-ibu istri petani belum terampil cara atau
teknik membakar untuk menghasilkan kompor memasak alternatif dari abu sekam
padi bahan bakar arang yang baik, (10) Bertumpuknya kayu bakar di lokasi
PKMM, sehingga dapat dijadikan arang untuk bahan bakar kompor memasak
alternatif dari abu sekam padi.
Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM)
ini adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan pengetahuan dan wawasan Ibu-ibu
istri petani tentang kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar
arang, (2) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Ibu-ibu istri petani
mendesain/ membuat cetakan kompor memasak alternatif dari abu sekam padi
bahan bakar arang, (3) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Ibu-ibu istri
petani mendesain berbagai prototype tungku dari abu sekam padi campur tanah
liat, (4) Meningkatkan keterampilan Ibu-ibu istri petani membuat kompor
memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang, (5) Meningkatkan
keterampilan Ibu-ibu istri petani merakit kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi bahan bakar arang, (6) Meningkatkan keterampilan Ibu-ibu istri petani
tentang cara atau teknik membakar, untuk menghasilkan kompor memasak
alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang yang baik, (7) Terciptanya ibuibu istri petani yang kreatif dan inofatif dalam memanfaatkan sumber daya alam
yaitu limbah sekam padi yang terbuang percuma menjadi komuditas bernilai
ekonomi yaitu: kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar
arang untuk kebutuhan ibu-ibu memasak didapur, praktis dan dapat bernilai

PKMM-3-10-4

ekonomi, (8) Terciptanya ibu-ibu istri petani yang kreatif dan inofatif dalam
memanfaatkan sumber daya alam yaitu kayu bakar menjadi komuditas bernilai
ekonomi yaitu: arang untuk bahan bakar kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi.
Sampah atau limbah (waste) adalah zat-zat atau benda-benda yang terlepas
dari induknya yang tidak digunakan lagi, baik berupa bahan buangan dari rumah
tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri (Apriaji, 1992).
Berdasarkan pengertian di atas, maka sekam padi merupakan sampah yag sifatnya
padat dan jika dibiarkan akan mencemari lingkungan bila tidak dikelolah dengan
baik.
Secara filosofis, sampah harus dapat kita anggap sebagai suatu bahan yang
berharga misalnya bahan baku pembuatan pupuk, gas bio, dan lain sebagainya
(Said, 1987). Selanjutnya Said menjelaskan bahwa sampah harus dikelolah
sedemikian rupa sehingga tidak mencemari lingkungan dan sampah tersebut dapat
digunakan sebagai bahan baku. Berdasarkan pengertian di atas maka sekam padi
sebaiknya digunakan sebagai bahan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Salah satu manfaat sekam padi adalah dapat digunakan sebagai bahan
bakar untuk memasak. Sesuai kegiaan pengabdian masyarakat yang dilakukan
Ardi dkk (1998) tentang pemanfaatan sekam padi sebagai bahan bakar untuk
memasak kebutuhan sehari-hari bagi setiap rumah tangga di pedesaan. Selain
pemanfaata sekam, abu sekam juga dapat bermanfaat yaitu sebagai abu gosok.
Sekam adalah kulit buah padi (gabah) yang merupakan produk sampingan
(limbah) dari proses pengolahan padi menjadi beras.sekam tersebar di seluruh
daerah-daerah pertanian, khususnya di sentra-sentra penggilingan padi. Karena
belum dikelolah dengan baik dan dimanfaatkan secara efisien maka ia tertumpuk
dipersawahan dengan jumlah relatif banyakdan terus bertambah setiap hari yang
pada akhirnya menimbulkan gangguan bagi ligkungan pertanian.
Sekam padi yang dibakar pada suatu kondisi tertentu akan menghasilkan
abu sekam. Menurut Soematmadja (1980), abu sekam ini mengandung kadar
tinggi SiO2, berbentuk amorf yang bersifat sebagai pozolon aktif yang bisa
bereaksi dengan kapur membentuk bahan pengikat hidrolis.
Temuan Soematmodjo (1980) menunjukkan bahwa pembakaran sekam
padi di tempat terbuka menghasilkan abu sekam yang mengandung 80 90 %
silika berbentuk amorf dan 10 20 % berbentuk karbon. Silika dalam bentuk
amorf ini sangat relatif sehingga dapat dimanfaatlan sebagai bahan pengikat
hidrologis (semacam semen). Selanjutnya Djojowisastro (1981) menemukan
bahwa abu sekam memiliki sifat pozolin aktif disebabkan kemampuan dari
silikannya bergabung dengan kalsium hidroksida membentuk kalsium silika yang
merupakan semen.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka Program Kreativitas Mahasiswa
Pengabdian Masyarakat (PKMM) yang ingin menciptakan kompor memasak
alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang untuk kegiatan memasak
konsumsi sehari-hari bagi ibu rumah tangga di pedesaan mendesak untuk
dilakukan. Oleh karena itu penggunaan kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi bahan bakar arang merupakan alternatif pemanfaatan limbah sekam
padi yang dibuang bebas ke lingkungan, selain itu kayu bakar dapat dijadikan
arang sebagai bahan bakarnya. Dengan demikian kompor memasak alternatif dari
abu sekam padi bahan bakar arang ini dapat berfungsi ganda yakni dapat

PKMM-3-10-5

meningkatkan kualitas lingkungan hidup, sekaligus efisien sebagai alat memasak


kebutuhan konsumsi sehari-hari bagi ibu-ibu rumah tangga di pedesaan.
METODE PENDEKATAN
Khalayak sasaran dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah Ibu-ibu istri petani di Kecamatan Tanete Rilau
Kabupaten Barru (khalayah sasaran yang dibina langsung)
Metode utama yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah: (1) Pada saat
pemberian materi penyuluhan pembuatan kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi bahan bakar arang dan desainnya metode yang digunakan adalah;
metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan simulasi, (2) Pada saat pelatihan
membuat kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang,
metode yang digunakan adala: metode demonstrasi, dan tanya jawab.
Metode demonstrasi digunakan untuk mendemonstrasikan membuat
kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang, diterangkan
dahulu cara memilik bahan, langkah kerja, dimensi, bahan dan alat yang
digunakan. Disini khalayak sasaran ikut langsung melakukan, mengerjakan setiap
jenis pekerjaan bersama dengan mahasiswa. Pada saat itu juga terjadi diskusi,
terutama sekali yang menyangkut sistimatika pekerjaan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang dicapai adalah: (1) Ibu-ibu istri petani memiliki pengetahuan
pembuatan kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang,
yaitu: (a) Memiliki pengetahuan tentang pengolahan bahan untuk pembuatan
kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang, (b) Memiliki
pengetahuan tentang pembuatan pembuatan kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi bahan bakar arang yaitu: mendesain/membuat cetakan, mendesain
berbagai prototipe, membuat rangka, merakit, pekerjaan finishing, cara atau
teknik membakar, pembuatan arang untuk bahan bakar kompor memasak
alternatif dari abu sekam padi, (2) Ibu-ibu istri petani memiliki keterampilan
pembuatan kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang,
yaitu: (a) Memiliki keterampilan pengolahan bahan untuk pembuatan kompor
memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang, (b) Memiliki
keterampilan pembuatan pembuatan kompor memasak alternatif dari abu sekam
padi bahan bakar arang yaitu: mendesain/membuat cetakan, mendesain berbagai
prototipe, membuat rangka, merakit, pekerjaan finishing, cara atau teknik
membakar, pembuatan arang untuk bahan bakar kompor memasak alternatif dari
abu sekam padi. Selain itu motivasi khalayak sasaran bersama anggota tim
PKMM cukup tinggi mengikuti penyuluhan dan pelatihan dari awal sampai
selesai.
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
dianggap juga berhasil karena: (1) Khalayak sasaran tidak menemukan kesulitan
dalam memahami materi penyuluhan dan pelatihan yang diberikan, (2) Khalayak
sasaran berkeinginan menerapkan membuat kompor memasak alternatif dari abu
sekam padi bahan bakar arang pada rumahnya masing-masing, (3) Khalayak
sasaran berkeinginan untuk menyampaikan penerapan membuat kompor memasak
alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang kepada khalayak sasaran yang
lain (yang tidak sempat ikut penyuluhan dan pelatihan).

PKMM-3-10-6

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan penyuluhan dan pelatihan dilapangan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: (1) Ibu-ibu istri petani memiliki pengetahuan
pembuatan kompor memasak alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang,.
(2) Ibu-ibu istri petani memiliki keterampilan pembuatan kompor memasak
alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang. Hal ini didukung oleh adanya
masukan-masukan dan diskusi dari mahasiswa dan dosen pendamping.
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan bahwa program PKMM
seperti ini hendaknya dilanjutkan sehingga menciptakan Ibu-ibu istri petani dapat:
(1) Memiliki pengetahuan pembuatan kompor memasak alternatif dari abu sekam
padi bahan bakar aran, (2) Memiliki keterampilan pembuatan kompor memasak
alternatif dari abu sekam padi bahan bakar arang.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Rektor Universitas Negeri Makassar selaku Pembina
2. Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, atas adanya dana yang disediakan
untuk Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
3. Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Makassar,
Dekan Fakultas Teknik, Ketua Jurusan, Kepala Laboratorium UIji Bahan
Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar,
dan Pemerintah Kabupaten Barru, Camat Tanete Rilau, atas izin dan motivasi
yang diberikan dalam pelaksanaan PKMM, dan penyelesaian laporannya.
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebut namanya satu persatu.
Semoga bantuan, arahan, motivasi, dan budi baik Bapak,Ibu, dan Saudara
(i) mendapat rahmat disisi Allah, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Apriadji, W.H. (1990). Memproses Sampah, Cetakan III. Jakarta: PT. Penebar
Swadaya.
Ardi, dkk. (1998). Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Alat Untuk Memasak
Kebutuhan Sehari-hari Bagi Ibu Rumah Rangga di Pedesaan Sulawesi
Selatan, Lembaga Penelitian IKIP Ujung Pandang.
Balai Penelitian dan Pengemban Industri Banjarbaru, (1982). Laporan
Pembuatan Semen Abu Sekam Padi.
Djojowisasrtro, S. (1982). Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Untuk Bahan
Bangunan, Lokakarya Nasional Pengembangan Industri Bahan. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri.
Itung, M. dkk.. (1986). Penelitian Pembuatan Natrium Silikat dari Sekam Padi,
Ujung Pandang: Balai dan Pengembangan Industri.
Said, E.G. (1987). Sampah Masalah Kita Bersama. Jakarta: PT. Melton Putra.
Soerjani, dkk. (1987). Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan
Dalam Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Soemarwoto, O. (1985). Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Jakarta: Jambatan.
Soemaatmadja, D. (1980). Sekam Gabah Sebagai Bahan Industri, Komunikasi
Penelitian Kimia, Bogor No. 195 April 1980, hal 10.

PKMM-3-11-1

PEMANFAATAN GONAD BULU BABI SEBAGAI PANGAN


ALTERNATIF SELAIN IKAN
William Geif Iwanggin, Teofilus Usior, Iswahyudi, Agustinus Tappi, Onan Basna
Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Negeri Papua, Manokwari
ABSTRAK
Bulu babi banyak ditemukan di perairan dangkal berpasir dan karang serta di
padang lamun. Bulu babi yang memiliki gonad dapat dimanfaatkan untuk pangan
namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Tujuan kegiatan untuk
memperkenalkan kepada masyarakat tentang pemanfaatan dan pengolahan
gonad bulu babi sebagai pangan alternatif selain ikan. Kegiatan ini dilaksanakan
di Manokwari selama dua bulan pada Maret dan April 2005. Kegiatan dimulai
dengan melakukan survey untuk mengetahui jenis bulu babi yang ada di
Manokwari. Setelah itu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat umum tentang
manfaat dan pengolahan bahan gonad bulu babi. Selain penyuluhan, juga
dilakukan demonstrasi langsung pengumpulan bulu babi dan pengolahan
gonadnya menjadi makanan. Lokasi kegiatan berada di pinggiran Pantai Utara
dan Barat Manokwari. Ekosistem pantai yang dimiliki didominasi oleh terumbu
karang dan sedikit padang lamun serta mangrove. Pelaksanaan dilakukan
melalui 2 tahapan yakni pengumpulan dan pengolahan bulu babi. Bulu babi yang
diperoleh selama kegiatan hanya tiga jenis yakni Deadema setosum, Echinometra
mathaei dan Salmacis bicolor. Bulu babi yang telah diperoleh, dibersih dari duriduri dan siap diolah. Pengolahan bulu babi dapat dilakukan dengan cara
dibakar, ditumis, dicampur dengan sagu maupun dimakan mentah.
Kata kunci: bulu babi, Gonad, Pantai, Pangan
PENDAHULUAN
Sumberdaya perikanan yang paling dominan dijadikan sebagai pangan
adalah ikan. Pemanfaatan ikan pada tahun mendatang sebagai pangan utama
akan lebih meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Suatu saat
ketersediaan ikan akan terganggu, bila stok ikan tetap karena penambahan melalui
proses reproduksi dan rekruitmen dari luar tetap dan pemanfaatan yang
mengurangi ketersediaannya terus dilakukan akibat bertambahnya jumlah
penduduk. Oleh karena itu ketergantungan pada satu jenis pangan akan dapat
menimbulkan masalah terutama pada kelestarian sumberdayanya. Dengan
demikian diversifikasi pangan selain ikan sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi masyarakat secara berkelanjutan tanpa meninggalkan
ikan sebagai pangan protein hewani pokok bagi penduduk.
Papua sebagai wilayah tropik memiliki lebih dari 5 jenis (spesies) bulu babi
yang sangat berpotensi bagi penyediaan pangan yang murah dan bergizi yakni
Deadema setosum, Echinothrix sp., Salmacis sp., Tripneustes gratilla,
Echinonetra mathaei (Toha dan Syafrudin, 2004). Bulu babi banyak ditemukan
di perairan dangkal berpasir dan karang serta di padang lamun. Menurut
Lumingas (1996), bulu babi umumnya menghuni semua bagian perairan pantai
dan segala jenis dasar, berkisar di daerah pasang surut tertinggi hingga paparan

PKMM-3-11-2

benua. Selanjutnya menurut Azis (1999), bulu babi hidup di karang batu, karang
mati, batu berpasir, lamun dan daerah yang ditumbuhi rumput laut.
Bulu babi memiliki alat reproduksi berupa gonad yang dapat dimanfaatkan
sebagai pangan. Pangan gonad bulu babi memiliki cita rasa yang tidak kalah
dengan bahan pangan lain, bahkan kadar proteinnya lebih tinggi daripada kadar
protein daging kerang. Selain itu gonad bulu babi mengandung lipid, glikogen,
kalsium, fosfor, vitamin A, B, B2, B12, asam nikotinik, asam pantotenik, asam
folik dan karotin (Kato dan Schroeter, 1985). Senyawa organik ini dibutuhkan
tubuh manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi.
Meskipun belum populer di Indonesia umumnya, gonad jenis
Echinodermata ini biasa dimakan dan mempunyai nilai niaga penting di beberapa
negara. Hongkong, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat telah memanfaatkan
gonad bulu babi sebagai pangan alternatif sumber protein dan merupakan
makanan mahal. Di Jepang gonad bulu babi telah lama dikonsumsi yang dikenal
dengan nama sushi dan menjadi komoditas komersial, bahkan diimpor untuk
memenuhi permintaan di dalam negerinya (Nontji, 1987). Beberapa jenis bulu
babi yang telah diusahakan perikanannya di Jepang adalah: Strongylocentrotus
intermedius, Strongylocentrotus nudus, Hemicentrotus pulcherrinus, Anthocidaris
crassispina, Pseudocentrotus depressus.
Di Papua, organisme perairan pantai ini sudah lama dikenal dan beberapa di
antaranya telah dimanfaatkan sebagai pangan (Tabel 1). Masyarakat Serui di
Papua telah lama mengkonsumsi bulu babi sebagai pengganti ikan saat musim
ombak terutama dari jenis Deadema setosum dan Tripneustes gratilla. Namun
tidak semua masyarakat mengetahui gonad bulu babi dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pangan. Rendahnya tingkat pemanfaatan gonad terutama disebabkan oleh
masih tingginya ketergantungan masyarakat pada pangan hewani asal ikan dan
hewan darat lain serta kebanyakkan mayarakat belum mengetahui gonad bulu babi
dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan untuk memperkenalkan
kemasyarakat umum tentang pemanfaatan gonad bulu babi sebagai pangan
alternatif selain ikan.
Tabel 1.

Jenis bulu babi di beberapa daerah di Papua

Daerah
Manokwari dan Jayapura

Nama Lokal
Duri babi

Yapen Barat
Yapen Selatan

Andanyang
Andanyampa

Sorong

Sarwake,
Insarwae
Biak Numfor
Amsam dan
Insarwae
Serui
Insarwae,
Aisasini,
Asarwae
Fakfak
Sunggian dan
Saroaki
Sumber : Toha dan Syafrudin, 2004

Nama Latin
Deadema setosum, Deadema savignyi, dan
Tripneutes gratilla
Deadema setosum dan Deadema savignyi
Deadema setosum, Deadema savignyi, dan
Tripneutes gratilla
Deadema setosum, dan Tripneutes gratilla
Deadema setosum, dan Tripneutes gratilla
Deadema setosum, Deadema savignyi, dan
Tripneutes gratilla
Deadema setosum, dan Tripneutes gratilla

PKMM-3-11-3

Manfaatnya dari kegiatan ini adalah masyarakat mengetahui dan dapat


memanfaatkan gonad bulu babi sebagai pangan alternatif selain ikan. Adanya
penganekaragaman pengolahan gonad bulu babi melalui pengawetan dan
diversifikasi olahan gonad. Pemanfaatan gonad bulu babi sebagai pangan
penyangga ikan yang bergizi mudah dan murah. Pemanfaatannya dapat
menghindari bioerosi substrat terumbu karang, menghindari hancurnya komunitas
ganggang laut dan gangguan duri-durinya pada manusia. Eksploitasi berlebihan
(over exploitation) terhadap ikan di Perairan Papua berkurang karena adanya
pangan alternatif pada gonad bulu babi. Perkembangan harga ikan tidak terlalu
melonjak dengan adanya pangan lain yang dikonsumsi. Membuka lapangan kerja
pada usaha penangkapan bulu babi.
METODE PENELITIAN
Kegiatan ini dilaksanakan di Kelurahan Wosi Distrik Manokwari Barat,
Kelurahan Abasi dan di Pulau Masni Distrik Manokwari Timur Kabupaten
Manokwari pada Maret dan April 2005. Alat dan Bahan yang digunakan mulai
dari pengumpulan bulu babi hingga pengolahan gonad bulu babi disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan yang akan digunakan
Kegiatan
Penyuluhan
Demonstrasi pengolahan gonad bulu
babi menjadi makanan
pencarian dan pengumpulan
bulu babi

Bahan
-

Bulu babi

pengolahan gonad bulu babi

Evaluasi
Pembuatan brosur

Gonad bulu babi,


bumbu masak,
minyak goreng,
minyak tanah.
Kuisioner
Leaflet

Alat
-

Perahu, parang keranjang,


gata-gata bambu, bambu,
kalawai (tombak).
Kompor, wajan, dandang,
dan alat memasak lainnya.

Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan melakukan penyuluhan secara


bertahap dari Kelurahan Wosi sebanyak 7 keluarga, Kelurahan Abasi 4 Keluarga
dan di Pulau Masni 10 Keluarga. Setelah Penyuluhan lalu dilakukan demonstrasi
pengumpulan bulu babi dan pengolahan gonadnya menjadi makanan.
Setelah akhir kegiatan ini, dilakukan evaluasi dengan memberi umpan balik
berupa pertanyaan dan meminta masukan untuk mengetahui tingkat penyerapan
inovasi yang telah diberikan. Selain itu, evaluasi juga dilakukan setelah kegiatan
ini berakhir dengan cara kunjungan kerumah-rumah masyarakat
untuk
mengetahui apakah bulu babi telah diigunakan sebagai sumber pangan.

PKMM-3-11-4

Untuk menyebarkan informasi ini kemasyarakat lainnya dilakukan


penyebaran leaflet yang berisi tentang jenis bulu babi yang ada di Manokwari
serta cara pengolahannya menjadi pangan alternatif selain ikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Daerah Kegiatan
Kabupaten Manokwari adalah salah satu kabupaten di Provinsi Irian Jaya
Barat yang terletak di bagian kepala burung Pulau Papua dengan luas wilayah
34.970 km2. Secara geografis terletak antara 0015 Lintang Utara dan 3025 Lintang
Selatan dan terbentang dari 132035 sampai 134045 Bujur Timur. Batas-batas
Kabupaten Manokwari sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Biak Numfor dan
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong.
Ibu kota Kabupaten Manokwari adalah Manokwari yang berada di
pinggiran pantai seperti sebagian besar daerah lainnya di Papua. Jumlah
penduduk 181.282 jiwa (2000) yang juga sebagian besar tinggal di daerah
pinggiran pantai, hanya sebagian kecil dari penduduk asli seperti Suku Sough,
Suku Hatam dan Suku Meyach masih tinggal di daerah pengunungan.
Manokwari memiliki panjang pantai 450 km terbentang dari bagian utara
hingga bagian barat. Panjangnya daerah pantai memilik keberadaan bulu babi
yang melimpah. Oleh karena itu telah dilakukan pengenalan pemanfaatan gonad
bulu babi sebagai alternatif pangan pengganti ikan pada masyarakat manokwari.
Masyarakat yang diberi pengenalan terutama yang tinggal disepanjang pinggiran
pantai. Tempat yang dipilih untuk pelaksaan kegiatan adalah Kelurahan Wosi
Distrik Manokwari Barat, Kelurahan Abasi dan di Pulau Mansinam Distrik
Manokwari Timur (Gambar 1 dan 2).

Gambar 1. Peta daerah Kegiatan.

Gambar 2. Keadaan desa kegiatan

Daerah yang dipilih berada di pinggiran Pantai Utara dan Barat


Manokwari. Ekosistem pantai yang dimiliki didominasi oleh terumbu karang dan
sedikit padang lamun serta mangrove.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan melalui 2 tahapan yakni pengumpulan
dan pengolahan bulu babi. Bulu babi yang diperoleh selama kegiatan hanya tiga

PKMM-3-11-5

jenis yakni Deadema setosum, Echinometra mathaei dan Salmacis bicolor


(Gambar 3).

Gambar 3. Jenis bulu babi yang ditemukan.


Bulu babi Deadema setosum dan Echinometra mathaei adalah bulu babi
yang banyak ditemukan pada terumbu karang, biasanya juga ada pada padang
lamun namun jumlahnya sedikit. Bulu babi ini mempunyai duri yang panjang
sehingga agak sulit dalam mengambilan dan kadang menimbulkan bengkak saat
tertusuk. Bulu babi Salmacis bicolor banyak ditemukan pada padang lamun,
mempunyai duri halus dan tidak panjang sehingga tidak menyakitkan saat
dipegang
Pengumpulan dan Pembersihan Duri Bulu Babi
Pengumpulan bulu babi dilakukan bersama masyarakat dengan cara
menelusuri pantai sambil dijelaskan kondisi pantai yang ada termasuk
ekosistemnya, jenis bulu babi dan cara penangkapanya.
Menelusuri pantai dilakukan dengan berjalan kaki pada pantai dangkal dan
menggunakan perahu untuk menelusuri pantai yang agak dalam. Pengambilan
bulu babi menggunakan alat penjepit panjang yang terbuat dari bambu (gata-gata)
terutama untuk bulu babi Deadema setosum dan Echinometra mathaei sedangkan
bulu babi Salmacis bicolor dapat langsung diambil menggunakan tangan
(Gambar 4).

Gambar 4. Aktivitas pengambilan bulu babi.


Setelah bulu babi diperoleh dapat ditampung pada wadah/baskom yang
berisi air laut. Kegunaan air laut untuk menjaga kesegaran bulu babi agar tidak

PKMM-3-11-6

mati dan busuk sebelum diolah. Biasanya semua jenis bulu babi yang diperoleh
ditampung pada satu wadah untuk mengefisienkan dalam pengumpulan.
Setelah bulu babi yang telah diperoleh, dibersihkan dari pengaruh air laut
dengan cara membilas menggunakan air tawar hingga bersih. Selanjutnya duriduri bulu babi dibersihkan menggunakan parang terutama Deadema setosum dan
Echinometra mathaei sedangkan Salmacis bicolor tidak perlu dibersihkan duridurinya (Gambar 5).

Gambar 5. Pembersihan bulu babi dan pengambilan gonad.


Pengolahan Bulu Babi
Demostrasi pengolahan bulu babi (gonadnya) menjadi sumber pangan
dilakukan langsung di rumah masyarakat yang berada dipinggiran pantai. Bulu
babi yang telah dibersihkan dan diambil gonadnya dapat dimakan langsung
maupun dapat diolah lebih lanjut.
Bulu babi yang telah bersih dari duri-duri siap diolah. Pengolahan bulu babi
dapat dilakukan dengan cara dibakar, ditumis, dicampur dengan sagu maupun
dimakan mentah.
1. Gonad mentah
Seluruh jenis bulu babi yang
diperoleh
dapat
dikonsumsi mentah
gonadnya
tanpa
dimasak.
Gonad
yang
telah
diperoleh dicampur
atau
dimakan
bersama
dengan
sagu kering/sagu
lempeng (tepung sagu yang dibakar dalam
cetakan dan dijadikan sumber pangan yang
tahan lama). Di Kabupaten Serui, gonad bulu
babi biasa dimakan mentah saat mencari ikan
yang jauh dari rumah.
Gambar 6. Gonad mentah dimakan
bersama dengan sagu bakar

PKMM-3-11-7

2. Bulu Babi bakar


Bulu babi yang telah dikumpul dapat langsung dibakar (di atas bara api)
hingga duri yang ada terbakar dan terlihat cangkang berwarna merah kehitaman.
Gonad diambil dengan cara cangkang dibelah.

Gambar 7. Cara bakar bulu babi dan hasilnya


3. Gonad Tumis

Gambar 8. Gonad bulu babi yang ditumis


Setelah gonad yang telah terkumpul, dapat dimasak dengan cara ditumis.
Cara tumis gonad ini sama saja seperti menumis sayuran umumnya.
Akhir dari kegiatan ini, hasil yang diperoleh dimakan bersama dengan
peserta pelatihan. Gonad bulu babi yang telah dimasak baik dibakar dan ditumis
maupun dimakan mentah biasanya dimakan bersama dengan sagu baik itu sagu
kering/sagu lempeng maupun papeda.

Gambar 9. Suasana akhir kegiatan, makan bersama

PKMM-3-11-8

Gonad bulu babi juga dapat dimakan dengan nasi dan bersama-sama dengan
sayur dan lauk lainnya baik untuk sarapan pagi maupun sebagai lauk makan siang
dan malam.

Gambar 10.

Menu makanan gonad bulu babi deangan sagu dan nasi.

KESIMPULAN
Bulu babi yang didapat yakni Deadema setosum, Echinometra mathaei dan
Salmacis bicolor
Pengumpulan bulu babi dapat diambil langsung dengan tangan maupun
menggunakan penjepit bambu (gata-gata)
Pengolahan bulu babi yakni gonadnya dapat dimakan langsung (mentah), dibakar
dan ditumis
Olahan goanad bulu babi dapat dimakan bersama sagu, nasi maupun sayur
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. 1999. Fauna Ekhinodermata dari Rataan Terumbu Karang Teluk Saleh,
Sumbawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Kato, S dan Schroeter, S.C. 1985. Biologi of the Red Sea Urchin,
Strongylocentratus, and its fishery in California Marine Fisheries Review.
Lumingas, L.J.L., Boneka, F.B. Sumilat, D.A., Ompi, M., dan Kaligis, G.J.F.
1996. Distribusi, Kelimpahan dan Struktur Ukuran Bulu Babi, Desdema
savignyi, Echinometra mathaei, Tripneustes gratilla di Semenanjung
Minahasa. Materi seminar Kelautan, LPIU MSEP, Menado.
Nonjti, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta
Toha, A. H.A dan Syafrudin, R.Z. 2004. Prospek Pemanfaatan Gonad Bulu Babi
Sebagai Pangan Penyangga Ikan. Prosiding Nasional Pendayagunaan
Pangan Spesifik Lokal Papua. Universitas Negeri Papua, Manokwari.
Halaman 177-183.

PKMM-3-12-1

PEMANFAATAN ALAT PENJERNIH AIR UNTUK AIR PDAM


YANG DIKONSUMSI WARGA KOMPLEK PERUMAHAN POLITANI
Reni Luzi, Ihsan Harahap, Sriwahyuni, Alefka
PS Teknologi Pertanian, Politeknik Pertanian Universitas Andalas, Payakumbuh
ABSTRAK
Air merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung kehidupan, baik
untuk manusia, hewan maupun tumbuhan. Komponen utama yang menyusun
tubuh makluk hidup adalah air. Zat- zat organik, hasil fotosintesis, gas dan
hormon, semuanya diangkut dalam larutan dengan pelarut air. Air merupakan
kebutuhan vital bagi kehidupan manusia. Sebagian besar keperluan sehari hari
manusia memerlukan air, antara lain sebagai mencuci, pengairan sawah, kolam
ikan, tempat pembuangan, alat transportasi dan rekreasi. Agar didapatkan
kehidupan yang sehat dibutuhkan banyak air bersih sehingga tidak menganggu
kesehatan manusia. Air yang umum dikonsumsi oleh masyarakat adalah air yang
dikelolah oleh PDAM. Air produksi PDAM Harau yang sampai ke konsumen
tampak sedikit berwarna, keruh dan tidak enak di konsumsi, sehingga mengurangi
nilai estetikanya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka kami mencoba
mempraktekkan membuat alat penjernih air yang tidak mahal biayanya dan
mudah membuatnya. Alat ini kami buat bertujuan untuk menjernihkan air PDAM
Harau yang di konsumsi oleh masyarakat warga Komplek Perumahan Politani.
Kata kunci : Air , alat penjernih, bersih.
PENDAHULUAN
Air merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung kesehatan,
baik untuk manusia, hewan maupun tumbuhan.komponen utama yang menyusun
tubuh makluk hidup adalah air. Zat- zat organik, hasil fotosintesis, gas dan
hormon, semuanya diangkut dalam larutan dengan pelarut air, sebagian besar
keperluan sehari hari manusia memerlukan air, antara lain sebagai mencuci,
pengairan sawah, kolam ikan, tempat pembuangan, alat transportasi dan rekreasi.
Di negara berkembang penggunaan air sangat penting dan memerlukan dalam
jumlah yang banyak.
Air merupakan kebutuhan vital bagi kehidupan manusia. Agar didapatkan
kehidupan yang sehat dibutuhkan banyak air, yaitu air yang tidak berwarna, tidak
berwarna dan tidak berbau dan tidak mengandung zat-zat yang dapat mengganggu
kesehatan tubuh manusia.
Untuk kebutuhan air minum masyarakat umumnya mengkonsumsi air
yang berasal dari air sumur dan air ledeng yang dikelola oleh PDAM Harau.
Masyarakat perkotaan lebih percaya dan memilih menggunakan air yang
didistribusikan oleh PDAM Harau karena telah mengalami proses pengolahan,
sehingga menghasilkan air yang bersih dan sehat. Namun pada kenyataan,
belakangan ini banyak berita yang memuat kekeluhan masyarakat tentang
berkurangnya kualitas yang disuplai oleh PDAM Harau.
Permasalahan ini juga terjadi pada PDAM Harau Kabupaten Limapuluh
Kota. Dari pengamatan air yang sampai ke konsumen menunjukkan gejala yang
kekeruhan dan tidak merasa enak jika dikonsumsi. Jika ditinjau dari segi fisika

PKMM-3-12-2

baku mutu air minum, air yang layak dikonsumsi adalah tidak berasa, tidak
berbau, dan tak berwarna. Dari segi biologis adalah air yang tidak mengandung
bakteri kelompok Coliform dan dari segi kimia terdapat beberapa parameter
diantaranya adalah kesadahan, oksigen terlarut, kadar nitrat/nitrit, sulfat ,amoniak,
mangan , dan lain-lain.
Jika air minum yang dikonsumsi manusia tidak memenuhi standar baku
mutu air minum, maka akan berpengaruh kepada kesehatan manusia, karena air
juga bisa berperan sebagai penyebar penyakit, penyakit yang sering ditimbulkan
antara lain disentri dan diare. Kadar nitrat yang tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada tulang pada manusia.
Mengingat pentingnya air minum yang bersih dan sehat serta adanya
permasalahan seperti yang diatas, perlu adanya kontrol kualitas terhadap air
minum yang dikelola oleh PDAM. Untuk itu penulis melakukan pembuatan alat
penjernih air untuk PDAM yang dikonsumsi warga komplek Perumahan Politani.
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah :
a.Membuat alat penjernih air
b.Memanfaatkan alat penjernih air
c.Meningkatkan kualitas air dari segi fisik PDAM Harau.
METODE PENDEKATAN
1.Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pekerjaan pembuatan alat penjernih air dilakukan di dalam bengkel (Work
shop) pengerjaan logam Politeknik Pertanian Universitas Andalas Tanjung Pati
Payakumbuh. Pembuatan dan pengujian alat dilasanakan dari 27 Maret sampai 4
Juni 2006.
2.Alat dan Bahan yang digunakan
Intrumen yang dipakai dalam pemuatan alat penjernih ini berupa gergaji
besi, meteran, ampelas,bor, dan matanya ukuran 3mm, pisau, spidol, kunci pipa,
dan perlatan las
Sedang bahan yang digunakan dalam pembuatan alat ini adalah : Pasir
zeolit, arang batok kelapa, paralon PVC ukuran 6 inci dan inci, dop PVC
ukuran 6 inci dan inci, cleaning out (co) PVC ukuran 2 dan 4 inci, kombinasi
drat luar dan gergaji slang, Floksok drat luar dan drat dalam ukuran inci,
floksok PVC bentuk T dan bentuk L ukuran inci, kran (besi), siltif, lem PVC,
batang las, talenan yang dimodifikasikan dan baut ukuran 13.
3.Desain Fungsional
Alat penjernih air ini dibuat mempunyai fungsi fungsi sebagai berikut :
1. Pasir zeolit berfungsi sebagai penghilang bau, dan zat berbahaya seperti
amoniak .
2. Arang batok kelapa berfungsi sebagai penjernih air.
4.Desain Struktural
Untuk menjalankan fungsi fungsi pada desain struktural maka di
butuhkan desain struktural sebagai berikut :
1.Pasir zeolit 7 kg
2.Arang batok kelapa 10 kg

PKMM-3-12-3

3.Paralon PVC diameter 6 inci panjang 110 cm


4.Dop PVC ukuran 6 1 buah
5.Pipa paralon ukuran inci panjang
6.Cleaning out (co) ukuran 2 dan 4 inci diatas dan bawah .
7.Floksok PVC berbentuk T dan berbentuk L ukuran inci .
8.Kran ( besi ).
9.Siltif
10. Dop PVC inci 2 buah
11. Talenan yang dimodifikasi 2 buah
12. Baut ukuran 13 sebanyak 6 buah
5. Metode Pelaksanaan
A. Membuat lubang keluar masuk media
Mempersiapkan paralon PVC 6 inci dengan ukuran 110 cm. Membuat
pola lubang pemasukan media pada badan paralon bagian atas dengan
menggunakan CO PVC 4 inci sebagai pola, tandai dengan spidol. Jarak pola dari
ujung atas paralon 15 cm.Membuat lubang pengeluaran media sebesar 2 inci pada
jarak 12 m bagian bawah badan paralon.Gunakan CO PVC 2 inci sebagai pola,
ditandai dengan spidol.Lobangi kedua lobang tersebut dengan bor.Pengelubangan
dilakukan pada lubang bagian dalam agar lobang tidak kebesaran lalu haluskan
tepi pemboran dengan ampelas.
B. Membuat Lubang Keluar Masuk Air
Membuat pola lubang pemasukan air sebesar inci pada jarak 10 cm dari
ujung atas paralon .gunakan paralon inci sebagai pola.kemudian membuat
celah pada bagian depan paralon dengan menggergaji paralon secara horizontal
dengan panjang 1 cm dan jarak antar celah 1,5 cm.lakukan penggergajian serupa
pada bagian belakang paralon dengan arah dan jarak yang sama, tetapi dengan
leak berselang dengan celah bagian depan yang telah dibuat.
C.Pengeleman Bahan
Sebelum mengelem ,seluruh bahan dikontruksikan terlebih dahulu agar
terpasang dengan benar.Jika bahan terlalu panjang potong sedikit demi sedikit
sampai bahan yang satu dengan yang lainnya terpasang dengan pas.Pengeleman
dilakukan dengan cara mengoleskan lem PVC disekeliling bahan yang akan
disampungkan dengan kuas atau tangan secara seragam.

D.Pengeleman Lubang Keluar Masuk Media.


Menyiapkan CO PVC 4 inci ,mengoleskan lem PVC pada bagian dalam
lubang pemasukan media.Masukkan CO tersebut kedalam lubangnya .Lakukan
hal yang sama pada CO PVC 2 inci, masukkan kelubang peneluaran media.
E. Pengeleman Lubang Keluar Masuk Air
Menyiapkan Paralon bercelah (saluran keluar masuk air ), lalu bersihkan
dengan lap kering.jika kotoran masih menempel,bersihkan dengan
ampelas.Oleskan lem PVC pada salah satu ujung paralon bercelah tersebut,
siapkan dop PVC inci lalu bersihkan, memasukkan ujung paralon tersebut ke

PKMM-3-12-4

dop PVC inci sambil ditekan.Siapkan Floksok inci, lalu bersihkan


,mengoleskan lem PVC pada ujung paralon lainnya. Masukkan ujung paralon
tersebut ke floksok.

Gambar 1. Pengeleman Lubang Keluar Masuk Air


F. Penyambungan Aksesoris Keluar Masuk Air.
Siapkan dua paralon inci ukuran 13,5 cm, mengoleskan lem PVC pada
kedua ujung paralon, sambungkan kran dengan paralon dikedua ujungnya.
Lakukan langkah pertama sampai ketiga pada kran lainnya. Siapkan floksok T
kemudian oleskan lem PVC di salah satu ujung paralon pada masing-masing
sambungan. Sambungkan ujung paralon tersebut dengan floksok T. Diusahakan
floksok dan kran sejajar, siapkan floksok T lainnya lalu bersihkan, oleskan lem
PVC pada ujung paralon yang belum tersambung. Sambungkan floksok T dengan
paralon. Oleskan lem PVC pada ujung paralon inci yang ada pada bagian luar
lubang keluar masuk air
Sambungkan paralon dengan floksok T. Dorong keras dengan tangan agar
floksok inci dan floksok T tidak membentuk celah sedikitpun di antara
keduanya. Perhatikan agar posisi tungkai kran vertikal.
G. Mengelem Tutup Badan Alat Penjernih Air
Bersihkan ujung bawah paralon 6 inci, oleskan lem PVC pada ujung
paralon, kemudian siapkan dop PVC 6 inci dan bersihkan. Masukkan dop ke
ujung paralon lalu ditekan, kemudian tunggu hingga kering. Untuk penutup badan
penjernih air digunakan 2 buah talenan, satu talenan dibuat bulat dan ditegahnya
dilubangi sebesar 6 inci, lubang ini berfungsi sebagai tempat masuknya media
penjernih air. Yang satunya lagi dibuat bulat dengan ukuran 6,5 inci yang
berfungsi sebagai penutup, kedua talenan ini dilekatkan dengan 6 buah baut.

Gambar 2. Penyambungan Aksesoris Keluar Masuk Air.

PKMM-3-12-5

Gambar 3. Mengelem Tutup Badan Alat Penjernih Air


H. Pengisian Media
Setelah alat penjernih media benar-benar kering, letakkan pada tempat
yang datar. Kemudian dilakukan tahapan mengisi media, dengan cara sebagai
berikut:
Cuci pasir zeolit hingga bersih. Kemudian siapkan arang batok kelapa,
buka saluran pemasukkan dan pengeluaran sampai batas lubang
pengeluaran.Tutup lubang pengeluaran dengan penutup yang di balut siltif,
masukkan semua arang batok kelapa melalui lubang pemasukkan dan masukkan
pasir zeolit melalui lubang pemasukkan sampai badan alat penjernih air. Tutup
saluran pemasukkan dengan penutup yang dibuat dengan siltif

Gambar 4. Pengisian Media

I. PENGUJIAN SIFAT FISIK AIR PDAM HARAU


Tabel 1.Pengujian Sifat Fisik Air PDAM Harau
No
Parameter
Metode
1
Bau
Organoleptik
2
Rasa
Organoleptik
3
Warna
APHA 1992
4
Kekeruhan
APHA 1992
5
TDS
APHA 1992
6
TSS
APHA 1992

PKMM-3-12-6

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. HASIL
Hasil program kreatifitas mahasiswa pengabdian masyarakat (PKMM)
berupa pemanfaatan alat penjernih air untuk air PDAM yang dikonsumsi warga
komplek perumahan politani dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Kran air pencucian
media

Pengatur keluaran air

Pemasukan air / input

Kran air keluar

Gambar 5. Alat Penjernih Air


Cara kerja dari Alat pemanfaatan alat penjernih air untuk air PDAM yang
dikonsumsi warga komplek perumahan politani adalah dengan cara memasukkan
air PDAM ke dalam alat melalui pipa input kemudian kran pengatur air bawah di
tutup dan kran pengatur air atas di buka, kemudian air yang masuk ke dalam
media penyaring akan keluar melalui kran bawah. Apabila media telah kotor atau
pengendapan banyak lalukan pencucian dengan cara masukkan air ke dalam alat
melaui pipa input, kran pengatur air atas ditutup dan kran pengatur air bawah di
buka, kemudian air akan naik ke atas dan akan keluar pada kran atas.
Dari hasil pengujian kualitas air PDAM harau setelah membuat alat
penjernih air secara fisik, maka di peroleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbandingan kualitas air sebelum dan sesudah di uji.
Parameter
Bau
Rasa
Warna (TCU)
Kekeruhan (NTU)
TDS (Mg/L)
TSS ( Mg/L)

Sebelum
Tidak berbau
Tidak berasa
24,1
1,0
69,1
2

Sesudah
Tidak berbau
Tidak berasa
20,0
0,8
61,4
1

Efisiensi (%)
17
20
11
50

B. PEMBAHASAN
Dari tabel 1 terlihat bahwa alat penjernih air mampu menurunkan sifat
fisik air PDAM Harau dengan efisiensi warna 17 %, kekeruhan 20 % TDS 11 %
dan TSS 50 %. Penggurangan ini mampu memperbaiki estetika air PDAM Harau.

PKMM-3-12-7

Walaupun demikian hasil yang didapatkan belum seperti yang diharapkan.


Menurut informasi yang didapatkan bahwa pasir zeolit dan arang batok kelapa
dapat menjernihkan air dari air kotor menjadi air yang bersih. Setelah dilakukan
uji coba terhadap alat penjernih air sekaligus dilakukan pengujian, ternyata air
PDAM yang bentuk fisiknya agak keruh, sedikit merubah bentuk fisiknya, ini
kemungkinan disebabkan karena media zeolit dan arang batok kelapa dicuci.
Kalau untuk dipakai oleh masyarakat alat ini harus dialirkan air selama tiga hari
berturut turut agar pencucian media maksimal sehingga mencapai hasil yang
diharapkan.
KESIMPULAN
Dari pelaksanaan Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat
(PKMM) berupa pemanfaatan alat penjernih air dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1.Pemenfaatan penjernih air ini bertujuan untuk meningkatkan kualiatas air yang
dikonsumsi oleh warga perumahan Politani.
2.Alat ini telah berhasil mengurangi sifat fisik air keluaran PDAM Harau
DAFTAR PUSTAKA
1. Alaerts, G. dan S. S. Santika 1997. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional
Surabaya.
2. Ryadi, S. 1984. Pencemaran Air. Usaha Nasional. Surabaya.
3. Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Pusat Anar Universitas. IPB. Bogor.
4. Supardi, 1994. Lingkungan Hidup dan kelestariannya. Alumni Bandung.
5. Trimadona, N dan R. Ekawaty, 2004. Tinjauan Terhadap Kualitas Air minum
PDAM yang dikomsumsi Masyarakat Kecamatan Harau. Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh.

PKMM-3-13-1

TEROBOSAN DALAM PEMBELAJARAN BIOMOLEKUL DNA DI SMU :


MODEL DNA (STRUKTUR, TRANSKRIPSI, TRANSLASI)
Andyka, Ronny Suyanto, Olivia Mayasari
Universitas Katholik Indonesia Atmajaya, Jakarta
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-3-14-1

PEMBANGUNAN JARINGAN LOKAL AKSES RADIO DENGAN


CORDLESS PHONE SEBAGAI SARANA AKSES KOMUNIKASI BAGI
PETANI DI GUNUNG PUNTANG
Tririan Arianto, Mohamad Syahrul M., Agus J Shodiq, E Kurniawan, F Dewanta
PS Teknik Elektro, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, Bandung
ABSTRAK
Pemanfaatan jarigan telepon sangat diperlukan oleh para petani di daerah yang
memiliki wilayah geografis yang berbukit-bukit. Wilayah geografis yang berbukitbukit sangat sulit dijangkau oleh jaringan PSTN biasa. Sulitnya mendapatkan
sarana komunikasi telepon pada saerah tersebut sangat mempengaruhi petani
dalam memasarkan produk pertanian meraka. Diperlukan jaringan telepon
dengan media lain yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Jaringan
telepon dengan cordless phone diharapkan mampu mengatasi permasalahan
tesebut. Tema pembangunan jaringan ini dilatarbelakangi oleh pentingnya
pemakaian sarana telepon dalam membantu para petani didaerah yang berbukitbukit untuk memasarkan produk pertanian mereka dengan mudah dan effisien.
Untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut, cara yang paling efektif
adalah dengan memanfaatkan jaringan lokal akses radio. Salah satu aplikasi
jaringan lokal akses radio adalah dengan teknologi cordless phone. Pembuatan
jaringan telepon lokal dengan cordless phone ini memiliki dua komponen yaitu
base dan subbase. Base digunakan sebagai modem penghubung antara jaringan
internal STT Telkom dengan jeringan lokal Bandung. Sedangkan subbase
digunakan sebagai modem pengirim yang diletakkan di kelompok tani gunung
Puntang. Kedua perangkat ini digunakan untuk menganalisis aliran komunkasi
antara petani gunung Puntang dengan rekanan mereka dalam pemasaran produk
pertanian mereka. Selain mampu berkomunikasi dengan telepon rumah wilayah
lokal Bandung, para petani juga dapat berkomunikasi dengan para pengguna
yang memiliki handphone dengan nomor flexi dan esia wilayah lokal Bandung
Hasil dari pembangunan jaringan telepon dengan cordless phone ini diharapkan
mampu membantu petani dalam menyediakan sarana komunikasi telepon wilayah
lokal Bandung yang mudah dan effisien.
Kata kunci: Cordless phone, jaringan lokal, base ,subbase
PENDAHULUAN
Memahami pentingnya hubungan komunikasi dan percepatan arus
informasi di era globalisasi, setiap individu dan organisasi harus mampu
menemukan inspirasi baru untuk mengakses layanan tersebut sebagai penunjang
kehidupan sehari-hari. Kebutuhan masyarakat akan akses komunikasi dan
informasi tidak dapat di tunda-tunda lagi dalam menopang kebutuhan hidupnya,
termasuk masyarakat petani. Untuk berhubungan dengan para pembeli produk
pertanian, mengakses informasi untuk mengetahui harga produk pertanian terbaru
serta memasarkan produk pertanian yang terdekat dibutuhkan akses layanan
komunikasi dan informasi yang mampu menjangkau daerah pertanian yang
sebagian wilayahnya memilki kondisi geografis yang berbukit-bukit serta jauh
dari perkotaan. Sulitnya para petani di Gunung Puntang untuk memasarkan

PKMM-3-14-2

produk pertanian mereka disebabkan tidak adanya sarana komunikasi yang


terjangkau pada daerah tersebut.
Untuk itulah diperlukan suatu teknologi yang mampu memberikan layanan
tersebut yang mudah, cepat, dan fleksibel serta tidak terbatas pada kondisi
geografis tertentu. Dalam menghadapi kondisi geografis yang memiliki ketinggian
yang tidak sama, diperlukan suatu teknologi yang dapat menjangkau daerah
tersebut. Jalur komunikasi radio merupakan sarana yang cukup efektif dalam
menjangkau daerah tersebut. Pada umumnya wilayah tersebut belum mampu
dijangkau oleh operator telekomunikasi seperti telkom karena faktor jarak
maupun kondisi geografis yang berbukit-bukit.
Salah satu aplikasi teknologi informasi yang dapat digunakan untuk
melayani kebutuhan akses komunikasi dan informasi tersebut yaitu dengan
menggunakan teknologi jaringan lokal akses radio. Jaringan lokal akses radio ini
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan jaringan lokal akses tembaga
dalam melayani pelanggan didaerah yang jauh dari perkotaan dan wilayah yang
berbukit-bukit. Salah satu jenis jaringan lokal akses radio yang dapat dipilih untuk
melayani kebutuhan komunikasi dan informasi diatas yaitu teknologi cordless
phone. Cordless phone merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk
mengakses layanan komunikasi dan informasi dengan menggunakan media
transmisi udara dalam membangun komunikasi pada daerah cakupan tertentu.
Teknologi ini bekembang seiring dengan meningkat kebutuhan komunikasi dan
informasi pada daerah yang belum memiliki sarana komunikasi seperti daerah
pedesaan mapun daerah perbukitan..
Sehingga penerapan teknologi ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
sarana akses komunikasi bagi para petani di Gunung Puntang dalam menunjang
kegiatan pertanian.
METODE PENDEKATAN
Pembangunan jaringan lokal akses radio dengan cordless phone sebagai
sarana akses komunikasi bagi petani di gunung puntang ini melalui beberapa
tahap dalam pembuatannya. Secara umum metode pendekatan ini digambarkan
pada gambar 1.1.
Metode penelitian dilakukan dengan 7 tahap yaitu :
1. Perumusan Masalah
Pada tahap ini dilakukan pada pertengahan bulan Januari 2006 dalam waktu 2
minggu pada saat liburan UAS. Metode ini dilakukan dengan diskusi bersama
anggota kelompok dan masukan dari dosen pendamping PIMNAS STT
Telkom. Tempat perumusan masalah ini di ruang dosen pembimbing dan
laboratorium jaringan akses STT Telkom. Pengolahan data dan analisis
dilakukan dengan cara mewawancarai para petani dan menyebarkan kusioner
tentang manfaat dari aplikasi dari pembangunan cordless phone tersebut.
2. Studi Literatur
Waktu studi literatur dilakukan sejak awal bulan Februari 2006 sampai
sekarang. Metode ini dilakukan dengan mencari bahan dari perpustakaan,
internet ataupun informasi dari modul praktikum laboratorium jaringan akses
serta diktat mata kuliah jaringan akses di STT Telkom. Tempat dilakukannya
di perpustakaan dan laboratorium akses di STT Telkom. Pengolahan data dan

PKMM-3-14-3

analisis dilakukan dengan pengambilan datasheet dari perpustakaan maupun


internet yang mendukung dalam pembangunan cordless phone.
3. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan kondisi saluran radio yang
sesuai dengan perangkat cordless phone yang akan dipasang. Studi lapangan
ini dilakukan setiap hari minggu antara pukul 08.00 sampai dengan pukul
14.00 selama bulan februari di laboratorium akses dan di gunung Puntang.
Perangkat yang diperlukan dalam kegiatan ini antara lain: base dan subbase
cordless phone senao, antena pengirim dan penerima, telepon rumah. Metode
yang dilakukan pada kegiatan ini adalah mencari saluran komunikasi yang
sesuai untuk pernagkat ini dengan cara mengubah-ubah arah antena. Setelah
itu, dilakukan percobaan telepon dari gunung Puntang dan laboratorium
jaringan akses STT Telkom.
Perumusan Masalah

Study Literatur

Survey Lapangan

Perancangan Awal Sistem


Riset & Eksperimen
Uji & Analisis Alat
Pemyempurnaan Alat
Wawancara Petani

Gambar 1.1 Metode Penelitian


4. Perancangan Awal Sistem
Perancangan awal sistem dilakukan sekitar pertengahan bulan Februari sampai
Pertengahan Maret 2006 bertempat di laboratorium jaringan akses STT
Telkom. Perancangan ini bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi yang
sesuai dengan kondisi saluran telepon antara laboratorium jaringan akses
dengan gunung Puntang. Pengolahan data dan analisis dengan
menggabungkan beberapa data dari kegiatan praktikum yang dilakukan di
laboratorium akses dengan kegiatan penelitian dilapangan. Perancangan awal
ini juga bertujuan untuk menentukan posisi antena penerima di STT Telkom
agar sesuai dengan kondisi ketika diimplementasikan.
5. Riset dan Eksperimen
Riset dan eksperimen dilakukan sekitar pertengahan Maret sampai akhir Juni
2006 selama tiga bulan. Kegiatan ini dilakukan di dua tempat yaitu di
laboratorium jaringan akses STT Telkom dan di gunung Puntang. Riset dan
eksperiman dilakukan pada setiap hari minggu antara pukul 08.00 hingga
14.00. Selain itu, kegiatan riset tambahan juga dilakukan pada hari senin

PKMM-3-14-4

sampai sabtu selama tidak menggangu kegiatan kuliah. Kegiatan ini


dilakukan untuk membangun hubungan komunikasi suara antara kelompok
tani bukit amanah di gunung Puntang dengan jaringan telepon lokal Bandung
melalui laboratorium jaringan akses STT Telkom. Perangkat yang digunakan
selama kegiatan riset ini antara lain: base dan subbase cordless phone senao,
antena pengirim dan penerima, telepon rumah. Selama kegiatan riset ini,
perangkat base sebagai penghubung antara jaringan telepon lokal Bandung
dengan gunung Puntang diletakkan di laboratorium jaringan akses STT
Telkom. Sedangkan antenna penerimanya diletakkan di lantai dua gedung E
STT Telkom. Di gunung Puntang dipasang perangkat subbase yang diletakkan
didalam rumah ketua kelompok tani bukit amanah. Antena pemancar di
gunung Puntang ini diletakkan di atas pohon yang tingginya kurang lebih 7
meter. Selama riset berlangsung, dilakukan beberapa kali percobaan kegiatan
panggilan telepon dari gunung Puntang ke beberapa laboratoium di STT
Telkom dan sebaliknya. Selain itu, dilakukan pula panggilan telepon dari
gunung Puntang ke beberapa telepon rumah lokal bandung. Sebagai
tambahan, dilakukan pula panggilan telepon dari gunung Puntang ke
handphone Flexi area Bandung dan Handphone Esia area Bandung. Pengujian
dan analisa alat ini dilakukan setelah melakukan riset dan eksperimen. Uji dan
analisis perangkat dilakukan setelah berlangsung selama dua minggu. Metode
yang digunakan dilakukan dengan menganalis beberapa percobaan untuk
menguji kelayakan. Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih dua minggu
yang dimulai sekitar pertengahan bulan April. Dalam percobaan ini,
ditemukan beberapa kekurangan dari fungsi alat tersebut dan kemudian
dilakukan analisis sebagi referensi untuk penyempurnaan alat. Dari hasil
analisis perngkat yang telah dilakukan selama kegiatan riset berlangsung,
seringkali terdengar interferensi dengan pemakai saluran radio yang lain
sehingga tidak dapat dilakukan panggilan telepon. Selain itu pengaruh jarak
antara laboratorium jaringan akses STT Telkom dengan gunung Puntang yang
mencapai lebih dari 30 kilometer menyebabkan suara yang terdengar kurang
jernih.
5. Penyempurnaan Alat
Dari hasil analisis setiap percobaan kami mendapatkan referensi untuk
melakukan perbaikan-perbaikan. Tempat melakukan perbaikan alat tersebut
dilaksanakan di Laboratorium Jaringan akses STT Telkom. Kegiatan ini
memakan waktu lebih dari dua bulan sekitar pertengahan bulan Mei 2006
sampai pertengahan bulan Juni 2006.
6. Wawancara Petani
Kegiatan wawancara dengan petani ini dilalukan untuk mengetahui secara
langsung manfaat dari pembangunan jaringan telepon dengan cordless phone
ini. Wawancara ini dilakukan di rumah kelompok tani di gunung Puntang.
Waktu pelaksanaan dilakukan pada hari Minggu antara pukul 08.00 sampai
dengan pukul 14.00 selama bulan Mei sampai dengan Juni.

PKMM-3-14-5

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Observasi Lapangan dalam penggunaan telepon lokal yang telah
dipasang
Berdasarkan kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan dapat dianalisis
secara menyeluruh sebagai berikut. Adapun hasil dari pelaksanaan PIMNAS ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1 Hasil Uji Coba Cordless Phone di Gunung Puntang
Kondisi
Jumlah Pengguna Keterangan
Periode I
Suara kurang
3 orang
Perlu perbaikan kualitas
Tgl 10-15 Mei jernih
suara
Periode II
Cukup baik
5 orang
Tgl 16-20 Mei
Periode III
Cukup baik
7 orang
Tgl 21-25 Mei
Total
15 orang
Pengguna
Ada beberapa kendala dalam menganalisis hasil dari kegiatan PIMNAS
ini. Beberapa kendala yang dihadapi pada saat kegiatan berlangsung antara lain:
sulitnya mencari saluran komunikasi yang jernih akibat dari interferensi
penggunaan saluran komunikasi radio dengan pengguna komunikasi radio yang
lain. Selain itu, para petani masih jarang melakukan penggunaan telepon yang
telah dipasang sehingga kuisioner yang dibagikan masih banyak yang belum diisi.
Dari laporan penggunaan cordless phone ini didapatkan hasil bahwa dari
total petani yang ada, kurang dari 50% warga yang menggunakan fasilitas
tersebut. Berdasarkan pemantauan (observasi dan wawancara), penyebab utama
adalah kurangnya promosi atau pemberitahuan secara menyeluruh kepada petani
mengenai penggunaan fasilitas ini.
Hasil wawancara yang telah dilaksanakan terhadap beberapa kelompok
tani Bukit Amanah di gunung Puntang, petani menyatakan sangat terbantu dengan
adanya pembangunan jaringan telepon ini. Petani dapat melakukan komunikasi
dengan para relasi atau rekanan petani didaerah lain sehingga kegiatan pemasaran
hasil produk petani gunung Puntang lebih mudah dan lebih cepat dilaksanakan.
Selain itu dalam skala besar, petani tidak harus menyewa mobil untuk
mengangkut hasil produksi pertanian mereka. Para pembeli produksi pertanian
sendiri yang akan membeli dan mengangkut hasil pertanian tersebut. Manfaat lain
yang sangat penting bagi mereka adalah dapat berkomunikasi dengan sanak
saudara mereka di wilayah bandung. Adapun hasil dari konfigurasi jaringan yang
telah diimplementasikan antara gunung Puntang dengan telepon lokal wilayah
Bandung, dapat dilihat pada gambar 1.2

PKMM-3-14-6

Gambar 1.2 Konfigurasi jaringan telepon dengan Cordless Phone antara


gunung Puntang dengan wilayah lokal Bandung
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari PKM ini adalah :
Pembangunan jaringan lokal akses radio dengan cordless phone mampu
menjangkau wilayah geografis yang berbukit-bukit yang sulit dicapai oleh
jaringan telepon PSTN.
Pembangunan jaringan lokal akses radio dengan cordless phone dapat
membantu petani dalam mengakses komunikasi suara yang cepat dan effisien.
Pembangunan jaringan lokal akses radio dengan cordless phone dapat
membantu petani dalam penanganan produksi pasca pertanian.
Kualitas pembangunan jaringan lokal akses radio dengan cordless phoneyang
telah dipasang masih belum sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryana, Syam, Ir, x-DSL Dari Modem Analog ke Modem Digital. Bandung
2000
2. Accessnet Lab. Team. Modul Praktikum Jaringan Lokal Akses Radio D3
Elektro. Bandung: Accessnet Laboratory STTTelkom. 2004
3. Senao International Company. Manual Book Cordless Phone. Taiwan 2002
4. Permana, Agus Ganda. Diktat Kuliah Jaringan Lokal Akses Radio. Bandung
2003

PKMM-3-15-1

METODE PRESSING PADA JERAMI HASIL FERMENTASI


DENGAN EM-4
Andeas BG Sanjaya, NR Kurniawan, PYB Amyarta, HT Wahyu
Fakultas Teknik/Teknologi Industri Universitas Atma Jaya, Yogyakarta
ABSTRAK
Jerami sisa panen biasanya bagi petani hanya dibakar, dibuang, ditelantarkan
begitu saja atau dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dalam hal ini, kami
menyoroti jerami untuk pakan ternak. Biasanya petani hanya memberikan jerami
tanpa media lain sehingga kandungan gizinya sangatlah rendah serta hanya
ditumpuk di kandang sehingga kandang menjadi kotor. Berdasarkan latar
belakang diatas, kami mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta berusaha
memperbaiki hal tersebut dengan membuat alat pressing jerami dan
menggunakan media EM-4 untuk meningkatkan kandungan gizi yang terdapat
dalam jerami. Metode yang kami lakukan, setelah jerami difermentasikan dengan
EM-4 selama tujuh hari kemudian dipres menggunakan alat tersebut. Kegiatan
ini akan kami terapkan di Dusun Talaban, Desa Kebonagung, Imogiri karena
selain memiliki sawah yang luas juga terdapat peternakan Madya Agung dengan
luas 4000 m2. Metode ini diharapkan dapat menyehatkan hewan ternak dan
meningkatkan produksinya serta kandang menjadi bersih karena keluaran yang
dihasilkan dari alat tesebut adalah jerami berbentuk balok sehingga jerami dapat
ditumpuk dengan rapi.
Kata kunci : Jerami, Pressing, EM4
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia yang merupakan negara agraris tentu saja mempunyai lahan
pertanian yang luas sekali dan menghasilkan hasil panen yang sangat melimpah.
Hasil panen yang melimpah tersebut tentu saja diperoleh jerami yang melimpah
pula. Sangat disayangkan, sebagian besar petani tidak begitu mengetahui manfaat
dari jerami, dan adalah hal yang biasa setelah panen, sisa panen yang berupa
jerami tersebut hanya dibakar oleh para petani dan menambah polusi udara.
Padahal jerami tersebut dapat digunakan sebagai pakan ternak yang kaya nutrisi
dengan menggunakan media EM-4.
EM-4 ditemukan oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukus,
Jepang. EM-4 merupakan teknologi pendukung budidaya pertanian untuk
meningkatkan manfaat dari tanaman yang bersangkutan dengan menggunakan
mikroorganisme antara lain : Lactobacillus Sp, Bakteri Fotosintetik
(Rhodopseudomonas Sp), Streptomyces Sp, Actinomycetes, ragi dan jamur
pengurai selulose yang bermanfaat sebagai pupuk. Selain itu dapat juga digunakan
sebagai pakan ternak apabila EM-4 dicampur dengan jerami kemudian
difermentasikan memiliki manfaat antara lain :
a. Menyehatkan ternak
b. Mengurangi stress pada ternak
c. Menyeimbangkan mikroorganisme di dalam perut ternak
d. Meningkatkan nafsu makan pada ternak

PKMM-3-15-2

e.
f.
g.
h.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi ternak


Menekan penyakit pada ternak
Mengurangi polusi bau pada kandang ternak dan lingkungan sekitar
Memfermentasikan kotoran ternak menjadi senyawa organik yang
bermanfaat
i. Ramah lingkungan dan aman bagi manusia
Bila akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak, jerami difermentasikan
kemudian setelah selesai hanya disebarkan di kandang, dari segi estetika ruangan
kurang menarik dan dapat menimbulkan penyakit. Untuk mengatasi hal tersebut,
program ini mencoba mengemas fermentasi jerami tersebut berbentuk persegi
dengan volume tertentu, sehingga dapat mengurangi kapasitas jerami di dalam
ruangan, sehingga ruangan dapat diisi semaksimal mungkin dan dapat disimpan
untuk jangka waktu yang cukup lama, disamping untuk menjaga kesehatan
lingkungan.
Hal ini akan kami terapkan di Dusun Talaban, Desa Kebon Agung,
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, mengingat Kecamatan
Imogiri memiliki areal pertanian yang cukup luas serta peternakan Madya Agung
dengan luas 4000 m 2 serta di daerah tersebut terdapat jerami sisa panen yang
kurang dimanfaatkan secara maksimal dan hanya ditelantarkan atau dibakar saja.
Tujuan Penelitian
Tujuan pengabdian ini adalah untuk mengatasi permasalan di atas dengan
menerapkan teknologi tepat guna berupa alat pressing dengan menggunakan
jerami yang telah difermentasikan dengan EM-4. Alat pressing tersebut berfungsi
untuk menghasilkan jerami berbentuk balok untuk memudahkan peternak dalam
penyusunan sehingga kandang menjadi besih dan rapi, jerami tersebut telah
difermentasikan sehingga kandungan gizinya bertambah.
Hal ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dari petani ataupun
peternak setempat bahwa jerami sisa panen atau yang lebih dikenal dengan nama
damen dapat ditingkatkan kandungan gizinya sehingga sangat menguntungkan
bagi ternak dan dengan adanya alat pressing tersebut kandang menjadi bersih.
Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa
Penerapan Teknologi ( PKMT ) ini adalah sebagai berikut :
a. Memaksimalkan pemanfaatan jerami sisa panen,
b. Menambah pengetahuan petani tentang penggunaan larutan EM-4,
c. Menyehatkan ternak untuk peningkatan kualitas dan kuantitas produksi
ternak,
d. Meminlimalisasi biaya untuk pakan ternak,
e. Peningkatan pendapatan petani.
Luaran kegiatan ini, secara konkret berupa alat pengepress jerami yang
akan diimplementasikan bagi Kelompok Tani Madya Agung di Dusun Talaban,
Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi
D.I.Yogyakarta., yang nantinya dapat diproduksi secara masal untuk para petani
didaerah lain yang membutuhkan.
Manfaat Program

PKMM-3-15-3

1. Dari sisi ekonomi


a. Menyehatkan ternak sehingga meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi ternak, menghemat biaya pakan ternak, dan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi ruangan kandang ternak.
2.Dari sisi estetika lingkungan dan kesehatan
a.Meningkatkan kebersihan kandang sehingga kesehatan manusia dan
ternak dapat terjaga.
b.Mengurangi sampah dan polusi udara akibat jerami sisa panen yang
ditelantarkan dan yang dibakar.
3. Dari sisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK )
a.Memperkenalkan salah satu Teknologi Tepat Guna dalam membantu
para petani untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih baik.
b.Mendapatkan alat pengepres jerami yanga lebih baik kualitasnya, dengan
memodifikasi alat pengepres jerami yang sudah ada, dengan sistem
dongkrak.
METODE PENDEKATAN
Dalam program ini, tim akan menggunakan teknik interview terhadap para
petani di Dusun Talaban, untuk mengidentifikasi masalah yang ada. Selain itu, tim
juga akan melakukan diskusi dengan dosen pembimbing atas permasalahan yang
ada untuk kemudian melakukan sosialisasi kepada kelompok- kelompok sasaran.
Sedangkan urutan pelaksanaan program adalah sebagai berikut ini :
a. Survey lokasi dan wawancara
b. Merumuskan dan mendiskusikan masalah
c. Memberikan penyuluhan tentang Teknologi Tepat Guna yang akan
diterapkan
d. Mempersiapkan alat, bahan dan gambar alat
e. Membuat alat, penjelasan dan praktek penggunaan
f. Pemantauan hasil
Persiapan akan dilakukan selama dua minggu pada awal bulan Agustus
tahun 2004 dan dilanjutkan pada bulan September 2005 yang meliputi survey
lokasi dan wawancara dengan beberapa petani dan peternak. Perumusan masalah
dilakukan pada minggu ketiga yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan
kegiatan yang berupa diskusi dari permasalahan yang ada serta rencana
pembuatan desain alat baru sampai dengan minggu keempat. Minggu keempat
sampai dengan keenam mempersiapkan alat, bahan, dan gambar alat pengepress
jerami serta pembuatan alat. Minggu kedelapan sampai dengan kesembilan
adalah implementasi program di Imogiri. Monitoring dan evaluasi dilakukan
selama bulan November.

Aplikasi EM-4
PAAS (Pakan Alami Awet dan Sehat ) untuk ternak dengan teknologi EM-4
Bahan-bahan : (untuk pembuatan 1000 kg PAAS)
EM4
: 1 liter
Gula Merah : 0.5 kg (dilarutkan dalam 1 liter air)
Air
: 100 liter

PKMM-3-15-4

Dedak halus : 10% dari bahan


Jerami
: 1000 kg
Alat yang digunakan:
Alat Press Jerami
Karung goni
Plastik
Tempat fermentasi
Hand sprayer
Cara Pembuatan :
Larutkan cairan EM4 sebanyak 1 liter dan larutkan gula merah yang telah
diencerkan ke dalam tong plastik yang berisi 100 liter air, lalu diaduk,
kemudian didiamkan selama 2 hari sampai mengeluarkan aroma
nira/wedang.
Ambil campuran bahan baku pakan (jerami) sebanyak 1000 kg yang telah
dicincang (5-10 cm) dan fiturunkan kadar airnya atau dilayukan
Taburkan dedak lalu semprotkan larutan EM4 dengan hand sprayer sambil
diaduk-aduk sampai rata dengan kadar air 30%
Jika sudah rata, kemudian dipadatkan dalam alat press jerami sampai
betul-betul padat, lalu bahan yang sudah padat dikeluarkan dari alat press
jerami yang kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik besar,
kemudian ditutup rapat selama 5 hari.

Pakan siap disajikan pada ternak sehari 2 kali


Sapi, kerbau, kuda
: 5 - 10 kg/hari
Kambing, domba
: 1 - 2 kg/hari

Sesuai dengan rancangan awal alat pressing jerami pada proposal yang kami
ajukan tahun kemarin, pada bulan Agustus 2005 kami telah membuat rancangan
yang lebih efektif dan efisien. Tujuan dari tahap perancangan ini untuk
melengkapi penjelasan gambar alat, cara kerja, dan taksiran biaya yang lebih
murah.
Berdasarkan perhitungan yang ada, kami memutuskan untuk menghilangkan
pisau (seperti yang terdapat dalam gambar yang kami ajukan dalam bentuk
proposal tahun kemarin) sehingga mengurangi keluaran jerami, yang mula-mula
empat bagian menjadi dua bagian tetapi dengan dimensi yang lebih besar.
Tujuannya antara lain :
1. Mencegah tumpulnya pisau jika alat sudah digunakan berkali-kali
2. Mempermudah penyusunan ataupun penyimpanan jerami, karena
dimensi yang dihasilkan berbentuk balok
3. Menekan biaya produksi (saat ini harga besi meningkat hingga 20%)
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan alat ini adalah :
1. Plat besi 2 mm
2. Plat besi 5 mm
3. Besi siku 4 cm x 4 cm x 4 mm
4. Plat dudukan 5 mm
5. As besi 1,5 inchi
6. Dongkrak

PKMM-3-15-5

Dengan mempertimbangkan dimensi efektif yang disesuaikan dengan anggaran


penelitian yang kami peroleh, maka alat pressing jerami dibuat tanpa pisau tetapi
dua tingkat. Dengan adanya dua tingkat ini, diharapkan keluaran yang dihasilkan
lebih besar dan efisien. Proses pengepresannya berjalan dari dua arah atas dan
bawah, dari bawah ditekan menggunakan dongrak sedang arah dari atas
menggunakan besi as pemutar.
Dimensi alat yang baru adalah 40 cm x 40 cm dengan ketinggian total 120
cm. Alat dibagi menjadi dua tingkat, masing-masing tingkat berdimensi 40 cm x
40 cm x 40 cm, dengan dimensi ini keluaran yang dihasilkan berdimensi 40 cm x
40 cm x 20 cm dengan asumsi dengan adanya proses pemadatan, dimensi jerami
berkurang hingga 50 %. Kemudian sisanya terdiri dari as pemutar dengan tinggi
30 cm dan kaki alat dengan tinggi 10 cm.
Bila dibandingkan dengan rencana desain alat sebelumnya, desain baru ini
jauh lebih baik dari segi keluaran yang dihasilkan, perawatannya serta
pengoperasiannya.
Berikut desain dimensi alat yang baru:

As pemutar

1,5 '

Plat besi tebal 5 mm

Besi siku tebal 4 mm

Dongkrak
Pintu bukaan tebal 2 mm

Gambar alat pressing jerami metode dongkrak baru


HASIL DAN PEMBAHASAN

PKMM-3-15-6

Hasil yang dapat dicapai dalam penelitian dan pembahasan ini meliputi
ketersediaan bahan baku, hasil fermentasi jerami dengan EM-4, Output dari alat
pressing jerami, penyebab dan kendala, peran serta masyarakat.
Ketersediaan Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku yaitu jerami, para peternak Dusun Talaban, Desa Kebon
Agung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Tidak mengalami
kendala yang berarti, karena disana memiliki potensi alam yang sangat banyak
berupa areal pertaniaan cukup luas sehingga dalam mencari jerami sisa panen
dapat langsung mengambil di sawah sekitarnya.
Hasil Fermentasi Jerami dengan EM-4
Hasil Fermentasi Jerami dengan EM-4 ternyata dapat meningkatkan nafsu makan
hewanternak, berbeda dengan jerami yang tidak diberi larutan EM-4. hal ini
terbukti bahwa sapi mereka sangat menyukai pakan ternak yang telah diberikan
larutan EM-4 tersebut dan sapi-sapi tersebut memakan jerami hasil fermentasi
dengan lahapnya dan tidak tersisa. Hal ini membuktikan bahwa ada banyak
perbedaan yang secara langsung dapat dilihat antara jerami yang telah
difermentasi EM-4 dengan jerami yang diberikan langsung tanpa tambahan
apapun.
Output dari Alat Pressing Jerami
Setelah alat pressing jerami jadi, kami melakukan pengujian alat dengan
mengepress jerami tanpa melakukan pemotongan pada jerami, namun hasilnya
tidak bisa maksimal karena jerami tersebut bersifat liat sehingga ketika melkukan
penge-press-an jerami tersbut tidak bisa memberikan bentuk hasil press yang
kami inginkan. Kemudian kami melakukan fermentasi EM-4 pada jerami namun
sebelumnya kami memotong jerami tersebut terlebih dahulu, supaya pada ssat
pencampuran jerami dengan EM-4, gula, dan air mudah terserap. Sehingga system
peragian pada jerami tersebut dapat berjalan dengan baik. Disamping itu
pemotongan yang dilakukan pada jerami ( 10 15 cm ), dimaksudkan agar
mudah dipress sehingga menghasilkan keluaran sesuai yang diinginkan yaitu
berbentuk balok.
Penyebab dan Kendala
Berdasarkan hasil pengamatan kami di lapangan ternyata tidaklah mudah
memberikan motivasi pada penduduk supaya memanfaatkan jerami tersebut
secara maksimal sehingga kami membutuhkan waktu yang lebih banyak.
Kami juga mengalami kesulitan dalam mengatur waktu dikarenakan masyarakat
kelompok peternak yang berjumlah 39 orang mempunyai kegiatan pokok yang
beraneka ragam seperti guru, tukang kayu, tukang batu, buruh bangunan dan
petani. Sehingga kami juga menyesuaikan dengan waktu luang yang dimiliki oleh
para peternak dalam mencari waktu yang tepat. Perlu diketahui bahwa para
peternak mempunyai pekerjaan pokok dan beternak merupakan kegiatan sambilan
yang dilakukan pada saat mempunyai waktu senggang.
Kendala lain yang juga sangat penting ketersediaan bahan baku berupa EM-4
disekitar daerah Imogiri yang sulit ditemukan. Usaha kami selanjutnya

PKMM-3-15-7

memberitahukan tempat pembeliaan bahan pelengkap yang ada dan menawarkan


bantuan dengan memfasilitasi penyediaan EM-4.
Peran Serta Masyarakat
Pada saat persiapan penyuluhan ketua kelompok peternak telah menanggapi dan
menyambut baik tentang penyuluhan cara penggunaan alat pressing jerami dengan
menggunakan fermentasi EM-4. persiapan tersebut telah menghasilkan
kesepakatan dalam penentuan hari dan waktu pelaksanaan masa penyuluhan.
Peran serta masyarakat pada waktu penyuluhan sangat antusias dengan menaggapi
apa yang telah kami sampaikan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang metode
fermentasi dengan EM-4 dan cara kerja alat pressing jerami.
Tanggapan para peternak yang begitu antusias dan luar biasa membuat kami
merasa yang kami lakukan ini tidak sia-sia sehingga kami merasa yakin bahwa
alat pressing jerami dengan metode EM-4 memang sangat dibutuhkan oleh
kelompok peternak disana. Hal ini lebih membuat kami bersemangat lagi untuk
membantu peternak disana dengan memfasilitasi penyediaan EM-4, yang tidak
mudah didapatkan di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
KESIMPULAN
1. Jerami yang telah diolah dengan fermentasi EM-4 meningkatkan nafsu
makan hewan ternak, terbukti sebagian peternak Madya Agung bahwa
hasil fermentasi jerami dilahap habis oleh hewan ternak mereka.
2. Output dari alat pressing jerami kurang maksimal, balok jerami yang
diharapkan tidak bisa sepenihnya siku, jerami yang telah dipadatkan masih
ada beberapa bagian yang dapat teruarai kembali sehingga tidak dapat
benar-benar berbentuk balok.
3. Jerami yang telah dipress ternyata dapat lengket terutama pada dasar pelat
besi alat pressing tersebut.
SARAN DAN REKOMENDASI
1. Untuk mencegah jerami lengket pada pelat besi dapat ditempatkan papan
triplek pada dasar jerami sehingga memudahkan dalam proses
pengambilan jerami.
2. Hasil fermentasi jerami yang dipress hendaknya dapat meningkatkan
tingkat pendapatan para petani dengan cara menjual hasil fermentasi
tersebut kepada para peternak lainnya.
3. Perawatan alat pressing jerami hendaknya selalu dikontrol dan dilakukan
pemberian oli apabila ditemukan kemacetan pada besi as putar sehingga
dapat memperlancar pengoperasian alat pressing tersebut.

PKMM-3-15-8

Peternakan Madya Agung

Kandang ternak

Proses Pembuatan Fermentasi EM-4

PKMM-3-15-9

Alat Pressing Jerami

Kelompok Ternak Madya Agung

PKMM-3-16-1

PELATIHAN KETRAMPILAN PENGELASAN PLASTIK


BAGI PEMUDA PENGANGGURAN SEBAGAI BEKAL
BERWIRAUSAHA MANDIRI DESA MANGGUNG NGEMPLAK
BOYOLALI
Rahman Saleh, Muh. Aziz I, Agung Riyanto
Program Studi Teknik Elektro, Politeknik Surakarta, Surakarta
ABSTRAK
Pengangguran yang dipandang oleh masyarakat sangat meresahkan dalam upaya
membantu program pemerintah untuk menanggulangi masalah pengangguran,
untuk itu dengan pelatihan ketrampilan mendidik pemuda menjadi trampil,
mengetahui sejauh mana para pengangguran merasakan akan sulitnya
menghadapai pekerjaan dan mampu memecahkan masalah pekerjaan yang ada.
Metode yang digunakan adalah pengambilan data dari Kabupaten hingga tingkat
Desa/Kelurahan serta perekrutan peserta program yang memiliki motifasi usaha
tinggi dan dapat mengembangkan ketrampilan yang dimiliki, pelaksanaan
tersebut dilakukan oleh Mahasiswa Politeknik Surakarta yang juga menerapkan
kemampuannya yang diperoleh di bangku kuliah dalam pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi salah satunya tentang Pengabdian Kepada Masyarakat.
Pelatihan pengelasan plastik yang telah dilaksanakan menunjukkan hasil
kesimpulan tentang adaya ketrampilan baru yang dimiliki oleh pemuda
pengangguran di desa Manggung sehingga mendorong untuk mendirikan usaha
baru dan mebuka lapangan pekerjaan.
Kata Kunci : Pengangguran, trampil, Wirausaha baru
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otonomi daerah Wilayah Kabupaten Boyolali adalah menjadi salah satu
tantangan tersendiri untuk memajukan daerah dimasa teknologi modern dan
canggih sekarang ini, Boyolali memiliki berbagai macam potensi produksi yang
terkenal dengan susu sapi segar, industri tembakau, sangat membantu
perekonomian rakyat Kabupaten dan mempunyai kebanggaan tersendiri yang
mencolok adalah salah satu sarana transportasi udara yaitu Bandara Internasional
Adi Sumarmo Se-eks Karisidenan Surakarta yang masih masuk Wilayah
Kabupaten Boyolali dengan selogannya Boyolali Tersenyum
Perkembangan dan kemajuan wilayah Kabupaten Boyolali yang menjadi
sasaran utama di khususkan bagian wilayah timur, karena letak geografis sangat
setrategis selain itu wilayah timur tersebut perbatasan antar kota Solo, Kabupaten
Karanganyar, Kabupten Sukoharjo dan Sragen. Dalam rencana kedepan
meningkatan pembangunan dan juga dalam Anggaran Pembangunan Daerah
Kabupaten Boyolali, wilayah sector timur akan mendatangkan investor dengan
adanya rencana pembangunan jalan tol Solo Semarang lewat jalur utara yang
menghabiskan dana cukup besar sehingga Kabupaten Boyolali membentuk tim
khusus pengelolan pembangunan jalan tol untuk memperlancar proses
pembangunan tersebut (Harian Solo Pos, 21 Februari 2006)

PKMM-3-16-2

Survai Data di Kelurahan Manggung menginventaris berbagai


permasalahan social di Manngung sebagai berikut : (1) Generasi muda
penyandang masalah social sejumlah 113 orang, (2) Keluarga penyandang
masalah psyikologi sebanyak 448 KK, (3) Lansia 308 KK, (4) Rawan social dan
ekonomi 813 KK, (5) anak nakal 42 orang, (6) Pengangguran terdapat 217 orang,
dan (7) anak mogol 32 orang.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil penelitian berbagai pihak Permasalahan social yang
muncul adalah dapat ditemukan informasi bahwa alternatif model penanganan
masalah Pengangguran di Desa Manggung yang paling tepat adalah
pemberdayaan pemuda pengangguran yang sejauh mungkin, salah satu jenis
pelatihan ketrampilan yang dapat di latihkan dan ditransformasikan kepada
kelompok pemuda pengangguran adalah pelatihan ketrampilan pengelasan plastik
yang dapat dimanfaatkan sebagai bekal bekerja diperusahaan orang lain dan
merintis usaha secara mandiri atau kelompok.
Perumusan Masalah
Salah satu alternatif yang efektif untuk mengatasi masalah Pemuda
Pengangguran termasuk putus sekolah adalah pemberian ketrampilan terapan
(aplikatif) yang dapat dimanfaatkan sebagai bekal menghadapi masa depan baik
untuk bekerja mencari nafkah dengan orang lain maupun untuk berwirausaha
mandiri.
Program pengabdian masyarakat ini akan dilaksanakan dengan beberapa
kegiatan mulai dari pemberian pelatihan ketrampilan pengelasan plastik, magang
di perusahaan dan pendampingan serta konsultasi. Dengan kegiatan yang
terencana dan kesinambungan diharapkan program ini akan dapat menanamkan
kesadaran bagi Pemuda Pengangguran bahwa hidup dengan mengharap pekerjaan
itu sifatnya sementara waktu dan selebihnya harus diisi dengan kegiatan produktif
yang berkesinambungan.
1.

Tujuan Kegiatan
Program Pelatihan Pengelasan Plastik bagi Pemuda Pengangguran ini
adalah ;
a) Menumbuh kesadaran baru pengangguran bahwa mengharap
pekerjaan sebagai tenaga buruh hanyalah semantara waktu
b) Membekali pengangguran dengan ketrampilan praktis yang
dapat dimanfaatkan untuk mendirikan usaha baru (seperti, jasa
pengelasan plastik, daur ulang limbah plastik, sablon plastik)
c) Membekali pengangguran dengan ketrampilan manajemen
terapan mengelola dan mengembangkan usaha mandiri
d) Memberdayakan pengangguran menjadi warga masyarakat
yang mandiri
e) Mendorong penciptaan lapangan pekerjaan baru bagi
pengangguran yang hanya mengandalkan pekerjaan yang
layak atau menganggur.

PKMM-3-16-3

2. Kegunaan Program
Kegunaan jangka panjang yang dapat diperoleh dari program ini adalah;
a) Ikut mengatasi masalah Pengangguran yang lambat laun
mengurangi pengangguran yang dapat mengakibatkan
meresahkan masyarakat
b) Membekali pendidikan alternatif pengangguran dengan
ketrampilan praktis yang dapat dimanfaatkan untuk
mendirikan usaha baru (seperti, jasa pengelasan plastik, daur
ulang limbah plastik, sablon plastik)
c) Memberikan kecakapan hidup life skill bagi peserta program
sebagai kelompok masyarakat yang terpinggir
d) Menanamkan kesadaran baru pengangguran bahwa mengharap
pekerjaan sebagai tenaga buruh hanyalah semantara waktu
METODE PENDEKATAN
Survai Lokasi dan Pencarian Data Desa Manggung
Peneliti melakukan survai lokasi dan mendata pengangguran di Desa
Manggung untuk diundang dan mendaftar kan sebagai peserta program pelatihan.
Sosialisasi Program
Sosialisasi dan penjelasan kepada pemuda pengangguran desa Manggung
tentang program.
Rekruitmen Peserta
Melaksanakan rekruitmen dan membuka pendaftaran melalui informasi
brosur/liflet yang disebar diseluruh desa manggung, sebanyak 20 orang sebagai
peserta program yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pelaksana
program dan peserta tersebut sama sekali tidak bisa dalam ketrampilan pengelasan
plastik.
Pelatihan Teori dan Praktek
Teori
Materi tentang penjelasan penggunaan alat dan teknik pengelasan yang
baik,benar dan laku dipasaran.
Praktek
Dalam pengelasan plastik lansung praktek di lab. ( perusahaan jasa
pengelasan plastik ). Bahan untuk pelatihan menggunakan plastik ukuran 02/03
karena dalam pengelasan lebih mudah dan tidak mudah rusak atau terbakar. Bila
peserta yang sudah mahir dapat menggunakan plastik yang lebih tipis yaitu ukuran
01atau 0 .
PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu dan Tempat
Waktu ;
Waktu pelaksanaan pelatihan pada tanggal 21 s/d 30 April 2006 dan di
mulai jam 08.00 11.00 WIB

PKMM-3-16-4

Tempat ;
Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan Pengelasan plastik di Perusahaan Jasa
Pengelasan Plastik Bapak Syahid, Dk. Beran Ds. Dibal Ngemplak Boyolali

Tahapan Pelaksanaan
Bulan Ke No
2
3
4
1

Kegiatan Yang Di Capai


a. Pemantapan Konsep
b. Sosialisasi Prog. Pelatihan
c. Rekruitmen Peserta
a. Pelaksanaan Program
Pelatihan

Rencana dan Jadual Kerja Selanjutnya


Bulan Ke No
Kegiatan Yang Di Capai
5
6
7
1
a. Pembuatan Laporan
2
a. Pengiriman Laporan

Pelaksana
Tim PKMM

Tim PKMM

Pelaksana
Tim PKMM
Tim PKMM

Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan pelatihan ketrampilan pengelasan


plastik adalah ;
Pembukaan
Dalam pembukaan pelatihan pengelasan plastik ini di buka langsung oleh
Kepala Desa Manggung (Ibu Suwarni) yang disaksikan oleh Sekdes serta tamu
undangan.
Penyampain Materi Teori dan Praktek
Praktek di Laboratorium (kerja sama perusahaan)
Instrumen Pelaksanaan
Sarana prasarana pendukung pelatihan ketrampilan pengelasan plastik
bekerjasama dengan pengusaha industri kecil perumahan dalam jasa pengelasan
plastik. Adapun perlengkapan yang digunakan antara lain ;
Mesin las plastik yang berfungsi sebagai alat untuk merekatkan plastik
yang sudah dalm bentuk potongan yang sesuai ukurannya
Alat Pemotong plastik dalam bentuk gulungan / rol yang masih panjang, lalu
dipotong sesuia dengan ukurannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam Pelaksanaan latihan Pengelasan menggunakan plastik ukuran 02 &
03, dengan ini persiapan yang dilakukan adalah sarana dan prasarana antara lain ;
plastik, mesin las plastik, alat pemotong plastik, adapun uraian kegiatannya
sebagai berikut ;
Plastik masih gulungan kita potong memakai mesin pemotong dan
dibagikan kepada peserta pelatihan.
Sebelum mulai pengelasan peserta di berikan penjelasan dahulu cara
penggunaan mesin pengelasan plastik yang aman

PKMM-3-16-5

Cara pengelasan yang baik dan benar adalah dengan kesabaran dan daya
tekan terhadap plastik tidak terlalu lama dan kuat dalam penekananya. Apabila
tekanan terlalu kuat dan lama maka plastik akan terbakar dan rusak.
Sedangkan bahan plastik yang digunakan untuk pelatihan ini plastik
berukuran 10,02 dan 10,03. Maksudnya ukuran lebar 10 cm dan ketebalan plastik
02/03.
Setelah peserta sudah baik dalam pengelasan selanjutnya proses
pengepakan, yaitu hasil pengelasan plastik para peserta pelatihan, plastik tersebut
dipilih yang baik dan diambil sejumlah 30 lembar/kantong per paknya, lalu diberi
etiket (merk) sesuai pesanan. Dan dalam pengepakan ini yang bagus adalah
selonsung pembungkus kelihatan penuh, lalu diikat sejumlah 5 pak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil Pelatihan Ketrampilan Pengelasan Plastik Bagi Pemuda Pengangguran
Desa Manggung Ngemplak Boyolali dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ;
a. Hasil pengelasan plastik yang baik dan benar adalah semakin panas
dynamo yang digunakan semakit kuat perekat yang dihasilkan dan mudah
dalam pengelasan.
b. Ketelitian kesabaran dalam pengelasan sangat dibutuhkan bagi peserta
pelatihan karena bila tergesa-gesa dalam pengelasan akan menimbulkan
kerekatan pada plastik kurang kuat dan bila terlalu lama dalam
penekananya akan rusak atau terbakar.
c. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas produksi plastik perlu ketrampilan
pengelasan, kecekatan dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen
walaupun masih dilaksanakan dengan konvensional/manual.

Saran
Setelah Pelaksanaan Pelatihan ketrampilan Pengelasan Plastik dapan
menyarankan sebagai berikut ;
a. Untuk mengurangi pengangguran yang terjadi di pedesaan perlu
penanganan khusus diantaranya pembinaan dan pembimbingan model
pelatihan untuk wirausaha baru
b. Sebagai tindak lanjut program perlu pembimbingan pembuatan proposal
pengajuan modal usaha.
c. Melihat pesanan banyak dan sementara alat pemotong plastik sangat
sederhana, maka untuk meningkatkan hasil produksi kantong plastik
harus menggunakan mesin pemotong plastik secara otomatis.
Ucapan Terima Kasih
Tim Pelaksana Program Pelatihan Ketrampilan yang diselenggarakan oleh
Mahasiswa Politeknik Surakarta mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang membantu kelancaran program ini dapat berjalan dengan lancar dan selesai
tepat waktu yang diharapkan, terutama kepada Direktorat Penelitian dan
Pengabdian Pada Masyarakat Ditjen DIKTI yang telah membiayai program ini
melalui Proyek Program Kreatifitas Mahasiswa (PKMM).

PKMK-3-17-1

PELATIHAN PEMBUATAN PUPUK ORGANIK DENGAN


MEMANFAATKAN LIMBAH JAMU BAGI WARGAMISKIN DAN
MENGANGGUR DI SENTRAINDUSTRI JAMU
Pandu Perdana, Harjanto dan Farid Satrio Wicaksono
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Tunas Pembangunan Surakarta
ABSTRAK
Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah kita kenal sebagai suatu
Kabupaten yang banyak berdiri industri jamu misalnya pabrik Jamu Air Mancur
, pabrik jamu Deltomed dan masih banyak lagi maupun industri jamu
tradisional lainnya. Hasil samping dari industri jamu ini adalah berupa limbah.
Industri jamu ini setiap hari menghasilkan limbah sekitar 50 ton yang akan
mencemari lingkungan hidup, padahal limbah ini sebenarnya masih bisa
dimanfaatkan di bidang pertanian misal untuk dibuat pupuk organik. Disisi lain
masih banyak warga Wonogiri yang hidupnya masih dibawah garis kemiskinan
maupun yang menganggur. Menurut Wonogiri Dalam Angka (2001) maupun
wawancara langsung dengan Pimpinan Dinas Tenaga Kerja Kab. Wonogiri ,
pencari kerja setiap bulannya di kantor Depnakertrans Kab. Wonogiri tak kurang
dari 300 orang . Dari angka ini yang bisa ditempatkan hanya sekitar 12,5%. Hal
ini berarti 87,5 % diantaranya masih status pengangguran. Oleh karena
orang-orang seperti inilah yang perlu dilatih ketrampilan hidup sehingga bisa
hidup mandiri dengan memanfaatkan segala sesuatu yang ada disekitarnya, dalam
hal ini limbah industri jamu. Tujuan daripada PKM Pengabdian ini adalah melatih
warga sekitar Sentra Industri jamu yang miskin dan menganggur untuk membuat
pupuk organik dari limbah jamu yang menumpuk disekitar tempat tinggalnya,
diharapkan dengan adanya pelatihan ini warga sekitar mengadopsinya dan pada
akhirnya bisa digunakan untuk meningkatkan pendapatannya. Metode yang
digunakan dalam kegiatan ini adalah sosialisasi dan bimbingan pembuatan pupuk
organik dari limbah industri jamu. Kegiatan yang dimaksud adalah :Sosialisasi
tentang pentingnya berwirausaha, bimbingan peningkatan ketrampilan dalam
proses produksi dan pengemasan., bimbingan manajemen usaha, bimbingan
kemitraan, promosi dan pemasaran produk dan bimbingan menggalang modal
usaha. Hasil dari pelatihan ini menunjukkan adanya antusias dari khalayak
sasaran dalam pelatihan pembuatan pupuk organik dari limbah jamu,, proses
pengusahaan pupuk organik dengan bahan baku limbah jamu dengan teknologi
EM-4 sangat menguntungkan. Keuntungan yang didapat antara lain mengurangi
pencemaran lingkungan sekitar sentra industri jamu dan disisi lain dapat
membuka peluang usaha dan atau meningkatkan pendapatan warga sekitar
industri jamu.Dengan Teknologi EM-4 dan dengan bahan baku limbah jamu maka
proses pembuatan pupuk organik menjadi sangat singkat yaitu 14 hari.
Kata Kunci : Limbah, jamu, EM-4, pupuk organik.
PENDAHULUAN
Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah kita kenal sebagai suatu
kabupaten yang banyak berdiri industri jamu misalnya pabrik Jamu Air Mancur ,

PKMK-3-17-2

pabrik jamu Deltomed dan masih banyak lagi maupun industri jamu tradisional
lainnya.
Hasil samping dari industri jamu ini adalah berupa limbah. Industri jamu ini
setiap hari menghasilkan limbah sekitar 50 ton yang akan mencemari lingkungan
hidup, padahal limbah ini sebenarnya masih bisa dimanfaatkan di bidang pertanian
misal untuk dibuat pupuk organik.
Disisi lain masih banyak warga Wonogiri yang hidupnya masih dibawah
garis kemiskinan maupun yang menganggur. Menurut Wonogiri Dalam Angka
(2001) maupun wawancara langsung dengan Pimpinan Dinas Tenaga Kerja Kab.
Wonogiri , pencari kerja setiap bulannya di kantor Depnakertrans Kab. Wonogiri
tak kurang dari 300 orang . Dari angka ini yang bisa ditempatkan hanya sekitar
12,5%. Hal ini berarti 87,5 % diantaranya masih status pengangguran. Oleh karena
orang-orang seperti inilah yang perlu dilatih ketrampilan hidup sehingga bisa hidup
mandiri dengan memanfaatkan segala sesuatu yang ada disekitarnya, dalam hal ini
limbah industri jamu.
Oleh karena itu pada Program Kreativitas Mahasiswa Pangabdian (PKMM)
ini kami akan mencoba melatih bagi warga yang miskin dan menganggur di sentra
industri jamu (kabupaten Wonogiri) untuk memanfaatkan limbah jamu untuk
dibuat pupuk organik. Dari program ini diharapkan warga sekitar industri jamu
tidak ada yang menganggur lagi sehingga bisa membantu pemerintah dalam hal
pengentasan kemiskinan.
Di Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa tengah banyak terdapat industri
jamu naik industri jamu modern maupun industri jamu yang dikelola secara
tradisionil. Menurut pengamatan kami, limbah dari bahan baku untuk membuat
jamu tidak dimanfaatkan secara baik, hanya dibuang begitu saja ( berupa sampah ).
Limbah dari bahan baku jamu itu sebenarnya banyak mengandung unsur
hara yang berguna bagi tanaman. Sehingga apabila digunakan untuk membuat
pupuk (pupuk organik) bisa meningkatkan kesuburan tanaman. Disisi lain adanya
produksi pupuk ini bisa membuka peluang kerja bagi warga yang miskin dan masih
menganggur yang banyak terdapat di daerah setempat .
Dengan melalui pelatihan pembuatan pupuk organik dari limbah industri
jamu, diharapkan dapat membuka lapangan kerja bagi warga sekitar sentra industri
jamu yang miskin dan masih menganggur sehingga kesejahteraannya dapat
meningkat.
METODE PENDEKATAN
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sosialisasi dan bimbingan
pembuatan pupuk organik dari limbah industri jamu.
Kegiatan yang dimaksud adalah :
1.Sosialisasi tentang pentingnya berwirausaha. 2.Bimbingan peningkatan
ketrampilan dalam proses produksi dan pengemasan. 3.Bimbingan manajemen
usaha.4.Bimbingan kemitraan, promosi dan pemasaran produk. 5.Bimbingan
menggalang modal usaha.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa ( PKM ) Pengabdian ini dilaksanakan di
desa Selogiri, kecamatan Selogiri, kabupaten Wonogiri pada bulan April sampai
dengan September 2005.

PKMK-3-17-3

Tahapan Pelaksanaan
1. Kegiatan penyuluhan meliputi :
a. Penyuluhan tentang pentingnya berwirausaha.
b. Penyuluhan tentang proses produksi pupuk organik dari limbah jamu.
c. Penyuluhan tentang proses pengemasan.
d. Penyuluhan tentang pemasaran dan analisis usaha.
2. Kegiatan praktek produksi pupuk organik dari limbah jamu dengan teknologi
EM-4 Langkah-langkah pembuatan Kompos
(i) Larutkan gula / tetes pada ember yang telah diisi air secukupnya, kemudian
kita campurkan larutan EM-4nya.
(ii) Campurkan dan aduk bahan meliputi limbah jamu, kotoran ternak menjadi
satu merata.
(iii) Taburkan diatasnya butir (ii) dolomit dan bekatul secukupnya.
(iv) Siramkan larutan EM-4 dengan menggunakan gembor. Apabila adonan
kurang basah bisa ditambah air, namun jangan terlalu basah (kriteria air :
ambil segenggam adonan lalu meremasnya dan bila adonan tetap tercetak
tangan berarti air sudah cukup ).
(v) Ratakan adonan ini di atas lantai dengan ketinggian 15 20 cm, lalu tutup
dengan plastik atau terpal sampai rapat.
(vi) Minimal 1 hari sekali bukalah penutup tersebut dan gundukan diaduk-aduk
kemudian ditutup kembali. Suhu setiap hari dijaga dibawah 500C, caranya
dengan memasukkan tangan ke dalam bokhasi, bila tangan terasa terlalu
panas maka bokhasi perlu dibongkar, diaduk-aduk, diuapkan sampai suhu
turun , kemudian ditutup lagi. Apabila bahan tidak berbau dan temperatur
tidak panas berarti pembuatannya gagal.
(vii) Setelah 14 hari, bokhasi telah selesai terfermentasi, bokhasi
diangin-anginkan semalam dan siap dikemas atau digunakan.
(viii) Setelah proses pembuatan kompos selesai, selanjutnya kompos jadi tersebut
disaring (jawa = diayak ). Selanjutnya dilakukan pengemasan dengan
plastik dengan ukuran panjang 30 cm dan lebar 20 cm sebanyak 4 kg
kompos.
(ix)
Kompos yang telah dikemas plastik kemasan tersebut siap dijual dengan
harga Rp5.000,-/ kemasan.
3. Uraian tahapan kegiatan, waktu dan tempat adalah sebagai berikut :
a. Observasi awal meliputi pencarian lokasi kegiatan dan khalayak sasaran
Lokasi kegiatan PKM Pengabdian adalah desa Selogiri, Kecamatan Selogiri,
Kabupaten Wonogiri. Khalayak sasaran adalah warga yang masih
menganggur dan miskin. Observasi dilakukan pada April 2005
b. Pengurusan perijinan, bulan Mei 2005.
c. Pelaksanaan penyuluhan (ceramah) dilaksanakan hari minggu, 5 Juni 2005.
d. .Pelaksanaan praktek pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan
limbah jamu dilaksanakan pada hari minggu, 12 Juni 2005 di pekarangan
salah satu khalayak sasaran di desa Selogiri, kecamatan Selogiri, kabupaten
Wonogiri.
e. Pemantauan proses pengomposan dilaksanakan mulai hari senin, 13 Juni
2005 sampai dengan hari minggu, 26 Juni 2005.

PKMK-3-17-4

f. Pemanduan/bimbingan pengemasan dan pemasaran dilaksanakan pada hari


Senin, 27 Juni2005
g. Pelaksanaan bimbingan analisis usaha dilaksanakan pada hari selasa, 28
Juni 2005.
h. Penyusunan laporan kemajuan kegiatan pada 11 Juli 2005
i. Pelaksanaan pemantauan proses adopsi oleh khalayak sasaran untuk
menentukan keberhasilan program kegiatan dilaksanakan pada bulan Juli
sampai dengan September 2005.
Instrument Pelaksanaan
1. Bahan yang digunakan adalah :
(a) 300 kg limbah jamu/empon-empon( kunyit, jahe, laos, temu ireng,
kencur, trasi dan lain-lain)
(b) 200 kg pupuk kotoran ternak
(c) 5 kg bekatul
(d) 1 kg dolomit
(e) 1 liter tetes/0,5 kg gula pasir/jawa
(f) 1 liter larutan EM-4
(g) Air secukupnya
2. Alat yang digunakan meliputi :
(a) Alat perajang
(b) Gembor
(c) Ember
(d) Cangkul
(e) Sekop
(f) Penutup/karung goni
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kegiatan Penyuluhan
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan untuk menyampaikan informasi secara
teoritis tentang perlunya berwirausaha dan cara produksi pupuk organik dengan
bahan baku limbah jamu dengan teknologi EM-4. Dengan diberikannya informasi
mengenai hal tersebut, khalayak sasaran diharapkan menjadi lebih mengerti dan
tertarik untuk berwirausaha pembuatan pupuk organik dengan bahan baku limbah
jamu yang mengganggu lingkungan. Dengan wirausaha pembuatan pupuk organik
dari limbah jamu ini diharapkan dapat membuka peluang usaha baru yang dapat
meningkatkan pendapatan khalayak sasaran yang rata-rata masih dibawah garis
kemiskinan. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilakukan sebagai berikut :
Hari / tanggal pelaksanaan : Minggu, 5 Juni 2005. Tempat : Rumah salah seorang
khalayak sasaran Jumlah peserta : 20 orang Materi Penyuluhan : Penyuluhan
pembuatan pupuk organik dengan
mamanfaatkan limbah jamu bagi warga miskin dan menganggur di sentra industri
jamu.

PKMK-3-17-5

Kegiatan Praktek Lapang


a. Pelaksanaan :
Tempat ( i ) Hari/Tanggal

: Pekarangan rumah salah


seoradesa Selogiri,
KecamatanWonogiri. :
Minggu, 12 Juni 2005.

ng
khalaya
Selogiri,

k sasaran
di
kabupaten

Acara : Pembuatan pupuk organik dari limbah jamu.


Jumlah peserta : 20 orang
( ii ) Hari/Tanggal : Senin s/d Minggu, 13 Juni s/d 26 Juni 2005. Acara :
Pemantauan proses pembuatan kompos Jumlah peserta : 18 orang
( iii ) Hari/Tanggal : Senin, 27 Juni 2005.
Acara : Melihat hasil pembuatan pupuk dan proses pengemasan Jumlah peserta :
20 orang.
b. Hasil kegiatan lapang :
Proses pembuatan pupuk organik dengan bahan baku limbah jamu yang
dicampur dengan dedak, kotoran hewan, dolomit dan sebagainya dengan
menggunakan teknologi EM-4 memakan waktu 14 hari. Ciri pupuk organik yang
sudah jadi adalah tak berbau amoniak,warna hitam, kering, remah dan suhu sudah
dingin.
Dari pupuk organik yang sudah jadi, kemudian dikemas dalam
kantong-kantong plastik berlabel seberat a 4 kg dan dijual di pasaran seharga
Rp.5.000,Pembahasan
Proses pembuatan pupuk organik dengan bahan baku limbah industri jamu
dengan menggunakan teknologi EM-4 hanya memakan waktu 14 hari jika
dibanding dengan pembuatan kompos secara konvensional memakan waktu 4060
hari ( Kasturi, 2002 ). Dengan pembuatan pupuk organik dengan teknologi EM-4
sangat cepat sekali, hal ini karena EM-4 mengandung bakteri asam laktat
(lactobacilus). Salah satu peranan bakteri ini adalah mempercepat perombakan
bahan-bahan organik. Asam laktat mampu menghancurkan dan memfermentasikan
lignin dan sellulosa yang terkandung dalam eceng gondok ( Anonim, 1997 )
Dengan pembuatan kompos dengan teknologi EM-4 yang berlangsung
sangat cepat ini ( 14 hari ) akan lebih menguntungkan dari berbagai segi antara lain
waktu, tenaga dan biaya untuk tenaga kerja.
Dengan adanya pengusahaan pupuk organik dengan bahan baku limbah jamu
dengan teknologi EM-4 ini, para warga yang miskin dan masih menganggur sangat
tertarik untuk pembuatan pupuk organik karena proses pembuatan yang begitu
singkat, yang pada akhirnya akan dapat membuka peluang kerja baru dan atau
meningkatkan pendapatan sehingga taraf hidupnya menjadi lebih baik.
Pupuk organik yang telah jadi dikemas dalam plastik yang berlabel sehingga
kelihatan lebih menarik, sehingga diharapkan konsumen akan lebih tertarik untuk
membeli.
Mengenai proses pemasaran tidak menjadi masalah, karena produk ini
langsung dapat disetor ke kios-kios tanaman ( kios bunga ) di kota Wonogiri dan
kota-kota terdekat maupun di koperasi kelompok tani di desa-desa terdekat.

PKMK-3-17-6

Mengenai analisis usaha bisa dijelaskan sebagai berikut : dari pembelian


bahan-bahan (pupuk kandang, dolomit, bekatul, tetes, EM-4) seharga
Rp40.000,-dan hasil jualnya Rp160.000,-. Hal ini berarti keuntungan bersih adalah
4 kali lipat.
Apabila porsi pembuatan pupuk pupuk organik dari limbah jamu dengan
teknologi EM-4 diperbesar maka keuntungan bersih akan semakin besar pula. Hal
ini berarti peluang untuk berwirausaha cukup besar. Dengan demikian
setidak-tidaknya akan mengurangi angka pengangguran atau meningkatkan
pendapatan khususnya warga sekitar industri jamu yang rata-rata masih
berpenghasilan menengah kebawah.
KESIMPULAN
1 Proses pengusahaan pupuk organik dengan bahan baku limbah jamu dengan
teknologi EM-4 sangat menguntungkan.
2 Keuntungan yang didapat antara lain mengurangi pencemaran lingkungan
sekitar sentra industri jamu dan disisi lain dapat membuka peluang usaha dan
atau meningkatkan pendapatan warga sekitar industri jamu.
3 Dengan Teknologi EM-4 dan dengan bahan baku limbah jamu maka proses
pembuatan pupuk organik menjadi sangat singkat yaitu 14 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995. Bokhasi, fermentasi bahan Organik Dengan Teknologi Effective
Microorganisms-4 (EM-4) Cara Pembuatan dan Aplikasi. Indonesia Kyusei Nature
farming Societies dan Songgolangit Persada, Jakarta, Januari 1995.
______, 1996. Introduksi Teknologi Effective Microorganisms ( EM ) dalam
Penanaman Kapas Di Sulawesi Selatan. Makalah ini disampaikan pada
Rapat Teknis Kapas Nasional pada tanggal 23-25 September 1996 di
Kendari, Sulawesi tenggara. PT. Kapas Garuda Putih.
_____, 1997. Pedoman Penggunaan EM Bagi Negara-negara Asia Pacific Nature
Agriculture Network (APNAN). Seminar Nasional Pertanian Organik.
Yayasan Bumi Lestari. Jakarta. 3 April 1997
Anonim, 2001. Wonogiri Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kabupaten
Wonogiri. 274 Halaman.
Gede Ngurah Wididana, 1994. Penerapan Teknologi Effektive Mikroorganisme-4
Pada Tanaman Anggur. Tumbuh. Januari.
G. N. Wididana dan T. Higa, 1997. Model Sistem Pertanian Terpadu dengan
Teknologi Effective Microorganisms (EM ) di Pulau Bali. Makalah ini
disampaikan padadi seminarkan pada Konferensi Internasional Kyusei
Nature farming ke-5 di bangkok, Thailand. 22-26 Oktober 1997 dan Seminar
Teknologi EM ke 14 EM FESTA 1997 di Okinawa, Jepang, 8-10
November 1997.
G.J. Umpel, 1997. Ungkapan Pengalaman Penerapan Teknologi EM (Efektive
Microorganisme). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional pertanian
Organik pada tanggal 3 April 1997 di Jakarta.
Hieronymus Budi Santoso, 1998. Pupuk Kompos. Kanisius. Yogyakarta.
Kasturi dan Eko Hartoyo, 2000. Pengaruh kompos sampah kota terhadap
Pertumbuhan dan hasil berbagai Varietas bawang Merah. Laporan Penelitian.
Dirjen Dikti. Jakarta.

PKMK-3-17-7

N. Netera Subadiyasa, 1997. Teknologi Effektive Microorganisme (EM) : Potensi


Dan Prospeknya di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Pertanian Organik di Hotel Atlit Century Park, Jakarta , 3 April 1997.
P. layuk dan G.J. Umpel, 1996. Kajian Penggunaan Effektive Mikroorganisme
(EM) Untuk Meningkatkan Produksi Palawija. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi pertanian Biromaru.
Instalasi Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Kalasey.

PKMK-3-18-1

PEMBUATAN ALAT PRAKTIKUM MEKANIKA FIVE IN ONE


Monica Fanny AT, Putu Chrisnaria HS, IBS Liwu, SP Angriawan, A Kusuma
PS Pendidikan FISIKA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya
ABSTRAK
Fisika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit dan tidak menarik
sehingga kurang diminati oleh siswa. Hal ini karena pada mata pelajaran
tersebut banyak hal yang sulit dipahami secara teori tanpa melakukan
praktikumnya. Guru sebagai pengajar diharapkan mampu membuat suatu media
pembelajaran yang dapat menjelaskan teori-teori fisika secara deskriptif dan
menarik serta dapat dijangkau harganya. Oleh karena itu diperlukan media yang
dapat menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan
mekanika, dengan pembuatan alat peraga Five In One yang sederhana ini
diharapkan guru-guru yang ada di sekolah-sekolah yang kurang mampu untuk
membeli alat dapat membuatnya sendiri. Sehingga siswa dapat mengerti dan
mengetahui bentuk-bentuk gejala mekanika yang ada secara visual dengan lebih
cepat dan akurat. Telah dilakukan pelatihan dan peragaan alat Five In One
tersebut pada tanggal 19 November 2005 di SMUK St. Stanislaus Surabaya dan
SMA YPPI I Surabaya. Alat Five In One ini dapat digunakan di kelas
(sebagai media untuk penanaman konsep mekanika) dan di laboratorium untuk
praktikum siswa.
Kata Kunci: Five In One, Praktikum.
PENDAHULUAN
Kurikulum 2004 untuk SMA telah diberlakukan mulai awal tahun ajaran
2004/2005. Menurut kurikulum ini, mata pelajaran Fisika di SMA dikembangkan
dengan tujuan untuk mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan
eksperimentasi serta berpikir taat asas. Kemampuan observasi dan eksperimentasi
ini lebih ditekankan pada melatih kemampuan berpikir eksperimental yang
mencakup tata laksana percobaan dengan mengenal peralatan yang digunakan
dalam pengukuran baik di dalam laboratorium maupun di alam sekitar kehidupan
siswa (Depdiknas 2003)
Percobaan di laboratorium membutuhkan alat-alat praktikum yang
memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan juga membutuhkan ruang tempat
penyimpanan alat. Untuk mengatasi masalah biaya dan keterbatasan ruang tempat
penyimpanan alat, maka perlu dikembangkan alat praktikum yang dapat
dimanfaatkan untuk lebih dari satu judul percobaan. Pada PKM Pengabdian
Masyarakat ini akan dibuat alat praktikum yang diberi judul Pembuatan Alat
Praktikum Mekanika Five In One. Tim Pengabdian Masyarakat memilih judul
tersebut karena satu alat ini dipakai untuk melakukan Percobaan Ayunan Tunggal,
Percobaan Jatuh Bebas, Percobaan Pegas, Percobaan Pesawat Atwood dan
Percobaan Tumbukan. Kelima percobaan ini termasuk dalam pokok bahasan
Mekanika.

PKMK-3-18-2

Kurikulum 2004 merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi.


Kompetensi menuntut pemahaman konsep yang mendalam dan mampu
mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari. Konsep fisika akan lebih mudah
dipahami jika disertai dengan kegiatan praktikum baik di lapangan maupun di
laboratorium. Mekanika adalah salah satu pokok bahasan dalam pelajaran fisika,
dengan demikian pokok bahasan mekanika juga membutuhkan praktikum untuk
membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang ada. Tetapi alat
praktikum yang ada sekarang ini memerlukan biaya yang biaya yang relatif mahal
dan untuk pengadaanya juga memerlukan ruang untuk tempat penyimpanannya.
Oleh karena itu, perlu diusahakan pengadan alat yang selain murah dan
berkualitas, juga dapat digunakan untuk beberapa judul percobaan. Jadi yang
menjadi masalah dalam program ini adalah bagaimana membuat alat praktikum
mekanika yang berkualitas dan murah serta dapat dipakai untuk lebih dari satu
judul percobaan.
Program ini bertujuan untuk membuat suatu alat percobaan yang bisa
dipakai untuk lima judul percobaan (Five In One), yaitu Percobaan Ayunan
Tunggal, Percobaan Jatuh Bebas, Percobaan Pegas, Percobaan Pesawat Atwood
dan Percobaan Tumbukan.
METODE PENELITIAN
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan alat praktikum Mekanika Five In
Oneadalah batang statif, katrol, power supply, millisecon timer, bola besi, bola
karet, bandul, beban, beban pengait dan beban tambahan, jangka sorong, pegas,
landasan keramik, landasan kayu, landasan kaca, klem berkumparan, batang besi,
kabel, benang radio, besi plat, mur dan baut dan baki plastik. Gambar-gambar alat
tesebut ditunjukan dibawah ini:

PKMK-3-18-3

Keterangan:
1. Batang Statip berskala
: 1 buah
2. Katrol
: 1 buah
3. Millisecon timer
: 1 set
4. Power suplly
: 1 set
5. Bola besi
: 10 buah
6. Bola karet
: 1 buah
7. Bandul
: 1 buah
8. Beban (10g, 20g, 50g)
: 1 set
9. Beban berpengait
: 2 buah
10. Piringan Aluminium
: 1 buah
11. Pegas
: 2 buah
12. Klem berkumparan
: 1 buah
13. Klem lubang bersaklar
: 1 buah
14. Klem bersaklar
: 1 buah
15. Klem berbusur derajat
: 1 buah
16. Klem berpenggaris
: 1 buah
17. Landasan keramik, kaca dan kayu: 1 buah
18. Baki plastik
: 1 buah
19. Jangka Sorong
: 1 buah

Rp. 300.000,Rp. 75.000,Rp. 200.000,Rp. 50.000,Rp.


7.500,Rp.
7.500,Rp.
7.500,Rp. 40.000,Rp. 10.000,Rp.
5.000,Rp. 30.000,Rp. 50.000,Rp. 35.000,Rp. 35.000,Rp. 35.000,Rp. 35.000,Rp. 10.000,Rp.
5.000,Rp.
50.000,- +
Rp. 987.500,Alur kerja pembuatan alat dan pelatihan/peragaanya mengikuti bagan
berikut:

Pengumpulan teori praktikum mekanika Five


In One (Studi Pustaka)

Pembelanjaan alat dan bahan (Persiapan)

Pembuatan alat (Pelaksanaan)

Mencoba alat (Obeservasi)

Pembuatan Modul

Pelatihan/peragaan

PKMK-3-18-4

Alat ini dibuat di laboratorium PSP Fisika FKIP Unika Widya Mandala
Surabaya. Pelatihan/peragaan penggunaan alat dilakukan di SMA YPPI I dan
SMAK St. Stanislaus Surabaya. Instrumen pengumpul data adalah kuesisoner
yang berisi pernyataan pernyataan tentang manfaat yang diperoleh dari
pemakaian alat in.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan alat percobaan mekanika Five In One ini dilakukan di
Laboratorium PSP FKIP Fisika Unika Widya Mandala Surabaya. Alat ini
dilengkapi dengan modul dengan tujuan supaya pembelajaran lebih terarah dan
mudah pelaksanaan praktikumnya. Modul dibuat berdasarkan materi yang
terdapat pada buku Kanginan (2000), Team Laboratorim Fisika (2004), Serway
(1996), dan Tyler (1975).
Hasil dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini berupa modul, alat
praktikum mekanika Five In One dan respon dari siswa SMA YPPI I Surabaya
dan SMAK Santo Stanislaus Surabaya yang telah melakukan percobaan dengan
alat tesebut. Respon siswa didata dengan menyebarkan kuesioner.
Hasil yang berupa modul meliputi teori fisika, petunjuk praktikum, dll.
Tujuan masing-masing percobaan dan sketsa gambarnya adalah sebagai berikut:
Percobaan Pesawat Atwood
Tujuan
Agar siswa dapat menentukan :
1. Momen inersia katrol pada pesawat atwood.
2. Peristiwa GLB dan GLBB dengan menggunakan grafik v(t) serta
y(t).

Percobaan Jatuh Bebas


I.
Tujuan
Agar siswa dapat :
1. Memahami konsep gerak jatuh bebas.
2. Menggambarkan grafik hubungan antara v dan t,
serta y dan t.
3. Menentukan percepatan gravitasi bumi dengan
menggunakan persamaan gerak jatuh bebas.

PKMK-3-18-5

Percobaan Tumbukan
I.

Tujuan
Agar siswa dapat menentukan :
1. Koefisien tumbukan antara dua benda yang
bertumbukan.
2. Energi yang hilang selama tumbukan

h1
h2

(a

(b

Percobaan Pegas
Tujuan
Agar siswa dapat menentukan hubungan antara gaya yang meregangkan
sebuah pegas dengan pertambahan panjangnya (konstanta pegas).

Kedudukan setimbang
x

m
F

Ayunan Tunggal
Tujuan
Agar siswa dapat menentukan percepatan gravitasi bumi (g) dengan
menggunakan ayunan tunggal.

PKMK-3-18-6

Hasil yang berupa alat, fotonya ditampilkan pada berikut ini:

Hasil yang didapatkan dari 26 kuesioner kuesioner tersebut adalah :

Tabel 1. Skor Kuesioner.


Pilihan
No

Pernyataan

STS

TS

SS

Pembelajaran seperti ini agar sering dilakukan

11

Pembelajaran seperti ini sangat menyenangkan

10

Pelajaran ini terasa semakin mudah dipahami

11

Penjelasan guru semakin sulit dipahami

14

Cara mengajar jadi bervariasi dan tidak membosankan

13

Saya menjadi aktif dalam pelajaran ini

10

Alat peraga yang digunakan membantu pemahaman saya

13

Saya suka seandainya pelajaran ini kosong

14

Kuesioner tersebut terdiri dari 6 pernyataan positif (no. 1, 2, 3, 5, 6, dan 7)


dan 2 pernyataan negatif (no. 4 dan 6). Ringkasannya disajikan pada tabel 2 dan 3.

PKMK-3-18-7

Tabel 2. Total skor pernyataan positif.


Ketrangan

Pilihan
TS
S
1
8
2
10
2
11
2
8
4
10
1
6
12
53

STS
6
5
4
4
4
6
29

Total
Total Pernyataan
Positif

SS
11
9
5
13
8
13
59

41

112

Tabel 3. Total skor pernyataan negatif.


Ketrangan

Total
Total Pernyataan
Negatif

STS
5
6
11

TS
14
14
28
39

Pilihan
S
5
1
6

SS
2
8
10
16

Dari tabel 2 (pernyataan positif), dapat dilihat bahwa skor S ditambah SS


(112) lebih besar dari pada skor STS ditambah TS (41). Sedangkan dari tabel 3
(pernyataan negatif), skor STS ditambah skor TS (39) yang lebih besar dari pada
skor S ditambah STS (16). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alat
praktikum Five In One ini bermanfaat dalam membantu siswa dalam
merealisasikan pokok bahasan mekanika yang dibahas oleh guru Fisika di SMA
YPPI I Surabaya dan SMAK Santo Stanislaus Surabaya.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan ini adalah:
1.
Pada awalnya kegiatan praktikum Percobaan Ayunan Tunggal, Percobaan
Jatuh Bebas, Percobaan Pegas, Percobaan Pesawat Atwood dan Percobaan
Tumbukan. Tetapi pada saat pelaksanaan alat percobaan tidak bisa dipakai
untuk lima judul percobaan. Maka dari itu alat peraga ini mempunyai arti
ganda, yaitu :
a.
Sebagai alat praktikum di laboratorium
b.
Sebagai alat peraga di kelas
Dengan demikian alat peraga Five In One ini sudah cukup sempurna
untuk media belajar pembelajaran di kelas sekaligus sebagai alat praktikum
di laboratorium.
2.
Berdasarkan demonstrasi alat dan praktek langsung yang dilakukan oleh
siswa di SMA YPPI I Surabaya dan SMAK Santo Stanislaus Surabaya,
ternyata alat peraga Five In One ini dapat memudahkan siswa dalam
memahami teori Mekanika.
Sedangkan saran yang dapat anjurkan adalah:

PKMK-3-18-8

1.

2.

Sebelum mengadakan demonstrasi sebaiknya alat atau bahan maupun


petunjuk praktikum sebaiknya dipersiapkan secara matang, sehingga
kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai rencana.
Agar lebih memperlancar kegiatan praktikum di laboratorium, maka
diperlukan ketelitian dalam melakukan pengukuran sehingga hasil tujuan
dapat dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional.
Kanginan, M. 2000. Fisika 2000 Jilid I. Jakarta : Penerbitan Erlangga
Kanginan, M. 2000. Fisika 2000 Jilid II. Jakarta : Penerbitan Erlangga
Kanginan, M. 2000. Fisika 2000 Jilid III. Jakarta : Penerbitan Erlangga
Team Laboratorium Fisika. 2004. Modul Praktikum Fisika. Surabaya: PSP Fisika
FKIP Unika Widya Mandala Surabaya.
Serway, RA. 1996. Physics for Scientist & Engineers with Modern Physics4th.
Philadelphia: Saunders College Publishing.
Tyler, F.1975. A Laboratory Manualof Physics-SI Unit. London: Eduard Arnold
Itd.

PKMM-4-1-1

PEMBUATAN SENYAWA ATRAKTAN DARI MINYAK CENGKEH


UNTUK MENANGGULANGI HAMA LALAT BUAH PADA TANAMAN
JERUK DI DESA AJIJULU KABUPATEN KARO
Julius Baringbing, Mulia Tarigan, Virgo Pandia
Jurusan Kimia, Universitas Negeri Medan, Medan

ABSTRAK
Lalat buah merupakan hama pada tanaman buah-buahan yang merugikan petani.
Hama lalat buah khususnya di pertanian jeruk dirasakan sangat meresahkan
petani jeruk di Kabupaten Karo Khususnya di desa Ajijulu Mulai tahun 2003.
Penanggulangan hama lalat buah yang dilakukan petani jeruk dirasakan kurang
maksimal. Sehingga perlu dicari alternatif penanggulangannya. Untuk
menaggulangi permasalahan lalat buah, mahasiswa sebagai insan intelektual
turut memikirkan bagaimana cara mengatasi permasalahan hama tersebut
khususnya di desa Ajijulu, dengan membuat senyawa atraktan dari minyak
cengkeh yang berfungsi untuk menanggulangi hama lalat buah tanaman jeruk.
Minyak cengkeh mengandung tiga komponen dan eugenol merupakan komponen
terutama dapat diisolasi dan dimetilasi membentuk metileugenol. Penggunaan
metileugenol sebagai senyawa atraktan dengan menggunakan perangkap Steiner
(botol bekas minuman mineral), lalat buah jantan akan terperangkap dan mati.
Akibatnya perkawinan antar lalat buah tidak terjadi sehingga populasi lalat buah
berkurang dan akhirnya produktivitas tanaman jeruk akan meningkat kembali.
Isolasi dari minyak cengkeh menghasilkan eugenol dengan rendemen 94,12% dan
kemurniaan 100%. Metileugenol dihasilkan melalui proses metilasi eugenol
menggunakan dimetilsulfat (DMS), diperoleh hasil dengan rendemen 86,72% dan
kemurniaan 96,05%. Survei dan sosialisasi yang dilakukan, disambut dengan
sangat antusias oleh para petani dan sebagai wujud nyata ditetapkan tiga lahan
percobaan di desa tersebut. Pengamatan dilakukan selama delapan minggu, pada
minggu pertama lalat buah yang terperangkap berkisar 50-60 ekor tiap
perangkap, berkurang jauh menjadi sekitar 5-8 ekor pada minggu terakhir.
Efektivitas pemakaian produk atraktan adalah berkisar 80-90%. Dengan
demikian penggunaan produk atraktan sebagai alternatif untuk menanggulangi
hama lalat buah telah berhasil.
Kata kunci: metileugenol, lalat buah, senyawa atraktan
PENDAHULUAN
Lalat buah merupakan suatu hama pada tanaman jambu, jeruk, coklat dan
lain-lain yang sangat merugikan petan buah. Hama lalat buah telah ada sejak dulu
pada tanaman tersebut, akan tetapi jumlahnya cukup terbatas atau sedikit sehingga
permasalahan tesebut dianggap biasa saja oleh petani buah. Tetapi satu tahun
belakangan ini populasi lalat buah pada tanaman buah seperti jambu, mangga dan
khususnya jeruk semakin meningkat sehingga menimbulkan suatu kerugian pada
petani jeruk pada umumnya petani jeruk di Kabupaten Karo khususnya di desa
Ajijulu.

PKMM-4-1-2

Hasil wawancara dengan Kepala Desa dan masyarakat desa Ajijulu yang
berpenduduk sekitar 900 jiwa dengan rata-rata 5 orang per keluarga bahwa
sebagian besar warga desa (sekitar 90%) bergerak dalam sektor pertanian jeruk di
samping tanaman coklat dan tanaman muda lainnya seperti kacang tanah, jagung
dan cabe. Menurut pernyataan masyarakat (petani) bahwa pertanian jeruk
merupakan hasil pertanian yang menopang kehidupan keluarga mereka dimana
selama lebih 20 tahun sampai dengan sekarang, masyarakat desa Ajijulu hidup
dari penghasilan lahan jeruk mereka. Akan tetapi, belakangan ini tepatnya tahun
2003, mereka mulai resah akibat meningkatnya populasi lalat buah yang
menyerang atau merusak pertanian jeruk mereka. Dimana akibat hama tersebut
penghasilan mereka berkurang sekitar 15% per tahunnya. Hama lalat buah
tersebut menyerang buah jeruk sehngga lahan jeruk menurun hasil produksinya.
Dalam lahan 1 ha, petani baisanya menanam sekitar 500 batang jeruk
dimana jeruk yang telah berumur sekitar 6-7 tahun dapat menghasilkan 50 ton per
tahun akan tetapi saat ini mereka hanya menghasilkan 25 ton per tahun.
Menanggapi hal tersebut, maka para petani mengambil suatu kebijakan
untuk membasmi lalat buah tersebut dengan menggunakan pestisida dengan cara
menyemprot tanaman sekitar dua kali seminggu dengan pestisida yang beraneka
ragam. Dimana dengan cara ini para petani mengeluarkan biaya sekitar
Rp.750.000 per minggu/ha hanya untuk mengatasi hama lalat buah tersebut.
Namun hasil tersebut tidak juga membuahkan hasil sehingga para petani di desa
tersebut semakin resah akan kelanjuan pertanian jeruk mereka.
Oleh sebab itu termotivasi hati kami sebagai mahasiswa untuk turut
memikirkan bagaimana caranya mengatasi permasalahan hama lalat buah tersebut
di Kabupaten Karo dan khususnya di desa Ajijulu. Dengan cara membuat suatu
senyawa atraktan dari minyak cengkeh yang akan berfungsi untuk menanggulangi
hama lalat buah dari tanaman jeruk tersebut. Hama lalat buah ini memiliki masa
reproduksi dimana pada saat setelah terjadi perkawinan antara lalat buah jantan
dan lalat buah betina maka lalat buah betina akan mengembangkan telurnya di
luar tubuhnya yaitu pada buah jeruk karena buah jeruk merupakan tempat yang
cocok untuk mengembangkan telurnya menjadi larva dalam suasana asam.
Sehingga jeruk yang telah dirusak oleh lalat buah akan memacu pematangan yang
lebih cepat dan akhirnya busuk dan jatuh. Hal inilah yang menjadi masalah karena
lalat buah merusak banyak jeruk dan sangat penting untuk ditanggulangi.
Minyak cengkeh mengandung tiga komponen utama, yaitu eugenol, eugenol
asetat dan kariofilen. Eugenol bersifat mudah menguap, tidak larut dalam air, larut
dalam alkohol, kloroform, eter dan asam asetat glasial. Eugenol sebagai
komponen terbesar merupakan senyawa yang mengandung beberapa gugus fungsi
yaitu olefin, alil, hidroksi dan eter, yang dimungkinkan untuk diubah menjadi
senyawa lain yang lebih bermanfaat. Eugenol yang mengandung gugus hidroksi
yang dapat dimetilasi membentuk metileugenol. Metileugenol digunakan sebagai
flavor dan menarik lalat buah, sehingga dapat digunakan sebagai pengendali hama
terpadu. Metileugenol yang berfungsi sebagai senyawa atraktan yang menarik
lalat buah jantan dalam perangkap yang telah dibuat sehingga lalat buah jantan
tersebut akan mati akibatnya populasi lalat buah jantan akan berkurang dan
mengakibatkan perkawinan antara lalat buah jantan dan betina tidak terjadi maka
lalat buah betina akan mandul dan akhirnya perkembangan lalat buah akan

PKMM-4-1-3

berkurang dan hama lalat buah dalam lahan jeruk juga berkurang dan akhirnya
produktivitas tanaman jeruk akan meningkat kembali.
Rumusan Masalah dalam program ini adalah
1. Meningkatnya populasi hama lalat buah mengakibatkan produktivitas hasil
tanaman jeruk menurun sekitar 50% per tahun/ha.
2. Pencegahan lalat buah menggunakan pestisida tidak efektif, biaya opersional
tinggi.
3. Tidak adanya alternatif pencegahan lain oleh petani jeruk sehingga terjadi
kemerosotan pertanian jeruk.
Tujuan Program adalah untuk memberikan alternatif lain menanggulangi
hama lalat buah dari tanaman jeruk di desa Ajijulu. Sekaligus, untuk
meningkatkan taraf ekonomi masyarakat Ajijulu.
Luaran yang diharapkan adalah produk senyawa atraktan dari minyak
cengkeh untuk menanggulangi hama lalat buah.
Kegunaan program pengabdian ini bagi kami sebagai mahasiswa adalah :
1. Ikut memberikan sumbangan pemikiran terhadap penyelesaian masalah di
masyarakat.
2. Menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam melakukan
penanggulangan hama lalat buah.
3. Membuat suatu produk dalam menanggulangi hama lalat buah.
Kegunaan program ini bagi masyarakat adalah :
1. Memperoleh alternatif lain dalam menanggulangi hama lalat buah.
2. Meningkatkan produktivitas pertanian jeruk sekaligus menjaga kelangsungan
pertanian jeruk dari keterpurukan dan memperbaiki taraf ekonomi masyarakat.
Kegunaan program ini bagi bangsa dan negara ialah :
1. Membantu pemerintah dalam menanggulangi hama lalat buah,khususnya
pemda Karo.
2. Untuk menjaga dan mempertahankan sektor pertanian jeruk di Kabupaten
Karo.
METODE PENELITIAN
Metode pelaksanaan program secara garis besar dibagi menjadi dua metode yaitu :
Metode pembuatan produk senyawa atraktan dari minyak cengkeh
A. Metode pendekatan/penerapan produk yang dihasilkan ke lahan pertanian
jeruk
A. Metodologi penelitian pembuatan produk senyawa atraktan dari minyak
cengkeh
Metodologi penelitian pembuatan produk dapat dibagi menjadi dua yaitu :
isolasi eugenol dari minyak cengkeh dan metilasi eugenol.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan produk senyawa
atraktan dari minyak cengkeh adalah
1. alat-alat : peralatan gelas laboratorium seperti beaker gelas dan corong pisah,
alat refluks, evaporator, alat destilasi dan untuk menganalisis hasil digunakan
GC-MS, IR dan NMR.
2. Bahan-bahan : minyak cengkeh, NaOHpa,Na2SO4anhidrous, Larutan HCl,
larutan dietileter, aquades, dimetilsulfat (DMS) dan bahan kimia lainnya.

PKMM-4-1-4

a. Isolasi eugenol dari minyak cengkeh


Digunakan sebanyak 250 gram minyak cengkeh hasil redestilasi diekstrak
dengan NaOH 0,625 mol dalam beker gelas sambil diaduk, kemudian dimasukkan
ke corong pisah. Lapisan bawah dipisahkan, lapisan atas diekstrak kembali
dengan NaOH. Hasil ekstrak ditambah dengan HCl hingga pH = 3, kemudian
diekstrak dengan dietileter. Lapisan organik dikumpulkan, ditambah Na2SO4
anhidrous, dievaporasi selanjutnya didestilasi fraksinasi pengurangan tekanan.
Hasil destilasi dianalisis dengan GC dan IR.
b. Metilasi eugenol
Pada proses metilasi digunakan eugenol hasil fraksinasi sebanyak 75 gram
dan ditambah 20 gram NaOH yang dilarutkan dalam 100 ml aquades, diaduk
dengan kuat. Melalui corong pisah ditambah 55 mL DMS (Dimetil Sulfat) sambil
diaduk, kemudian direfluks selama 2 jam pada suhu 1400C. Hasil refluks
didinginkan dan ditambah aquades sebanyak 200 mL. Campuran diekstrak dengan
dietileter, kemudian ditambah NaOH 10%. Setelah dipisahkan ditambah Na2SO4
anhidrous, dievaporasi kemudian didestilasi pengurangan tekanan. Hasil destilasi
dianalisis dengan IR dan GC.
B. Metode Pendekatan/Penerapan Produk Yang Dihasilkan Ke Lahan
Pertanian Jeruk
Dalam metode Pendekatan/Penerapan Produk Yang Dihasilkan Ke Lahan
Pertanian Jeruk dilakukan empat tahap yaitu survei awal, sosialisasi ,aplikasi dan
tahap pemantauan serta evaluasi.
1. Survei awal
Awal tahap ini dilakukan dengan koordinasi dengan Kepala Desa Ajijulu
dan petani jeruk di desa ini. Dimana survei ini dilakukan untuk mengidentifikasi
permasalahan yang ada, sekaligus untuk menetapkan lokasi lahan percobaan
untuk penerapan produk yang dihasilkan.
2. Sosialisasi dan aplikasi
Pada tahap selanjutnya dilakukan sosialisasi produk metileugenol yang
dihasilkan terhadap para petani jeruk di desa Ajijulu. Tahapan ini meliputi cara
penggunaan dan cara pelaksanaan pemakaian produk.
Setelah sosialisasi terhadap produk tersebut selesai, langsung dilakukan
aplikasi pemakaian produk metileugenol tersebut di tiga lokasi lahan percobaan
yang telah dilakukan. Dimana tahap ini meliputi :
a. Persiapan lahan
Lahan yang digunakan sebagai lahan percobaan yakni lahan pertanian jeruk
yang terdiri dari 3 lahan yang masing-masing luasnya sekitar 1 ha yang
menampung sekitar 400 500 batang jeruk. Dimana jarak antara lahan yang satu
dengan yang lainnya berkisar 1 km. Pemilihan lahan tersebut dimaksudkan supaya
mewakili setiap tempat, sekaligus untuk melihat bagaimana perbedaan populasi
lalat buah antara lahan yang satu dengan lahan yang lain. Lahan tersebut adalah :
a.1 Lahan pertanian jeruk Bapak J. Sembiring yang luasnya 90 x 75 m2, dimana
terdapat sekitar 450 pohon jeruk, yang letaknya jauh dari lokasi
perkampungan penduduk (daerah hilir).

PKMM-4-1-5

a.2 Lahan pertanian jeruk Bapak T. Tarigan yang luasnya 75 x 60 m2, dimana
terdapat 350 pohon jeruk, yang lokasinya dekat dengan perkampungan.
a.3 Lahan pertanian Bapak M. Ginting yang luasnya 80 x 70 m2, dimana terdapat
400 pohon jeruk, yang lokasinya di daerah hulu.
b. Perangkap yang digunakan
Model perangkap yang digunakan adalah tipe Steiner yaitu botol bekas
minuman air mineral. Di dalam perangkap yang telah dibuat dimasukkan
segumpal kapas yang kemudian ditetesi dengan senyawa metileugenol yang telah
dihasilkan. Kemudian perangkap ini digantung pada pohon jeruk dengan posisi
membujur. Dimana dalam satu lahan digunakan 25 perangkap yang jaraknya
sekitar 20 meter dari satu perangkap ke perangkap yang lain.
3. tahap pemantauan dan evaluasi.
Pada tahap pemantauan dan evaluasi ini dilakukan sebelum dan setelah
pelaksanaan kegiatan PKM pengabdian masyarakat. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk melihat sejauh mana tujuan kegiatan dapat tercapai, terutama pada manfaat
yang dirasakan oleh petani. Pada tahap ini dilakukan pemantauan terhadap
perangkap yang telah dipasang dimana pengamatan dilakukan sekali seminggu,
hal-hal yang diamati berupa :
1. Jumlah lalat buah yang masuk ke dalam perangkap.
2. Daya uap dari produk yang digunakan masing-masing lahan, dimana hal ini
meliputi perbandingan populasi lalat buah di tiga lahan yang berbeda.
Pengamatan tersebut dilaksanakan setiap minggunya selama 8 minggu.
Dimana tiap sekali seminggu perangkap yang digunakan diganti kembali dengan
perangkap yang baru. Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 8 minggu
akan dievaluasi hasil yang diperoleh, apakah ada penurunan populasi lalat buah
yang masuk perangkap tiap minggunya yang akan dipakai sebagai ukuran
keberhasilan produk metileugenol sebagai penanggulangan hama lalat buah.
Dimana pada akhir penelitian ini yang diinginkan adanya penurunan populasi
hama lalat buah yang signifikan berarti suatu keberhasilan program pengabdian
pada masyarakat ini dapat mencapai tujuan yang telah diprogramkan sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari kegiatan Pembuatan Produk Senyawa Atraktan Metileugenol Dari
Minyak Cengkeh untuk menanggulangi hama lalat buah dari lahan pertanian jeruk
di desa Ajijulu Kabupaten Karo di peroleh hasil pada tiap-tiap tahap yang
berbeda.
A. Tahap pembuatan produk senyawa atraktan metileugenol dari minyak
cengkeh
Tahap ini dilakukan dalam dua bagian yaitu :
1. Isolasi Eugenol dari minyak cengkeh
Eugenol hasil destilasi berupa cairan jernih kekuningan dan berat jenis 1,068
gram/ml (290C). Hasil destilasi pengurangan tekanan sebanyak 200 ml dengan
suhu destilasi 105 1090C pada tekanan 3 mmHg didapat randemen 94,12%.

PKMM-4-1-6

Gambar 1. Kromatogram senyawa eugenol hasil isolasi dari minyak cengkeh. Data kromatogram
gas hasil isolasi eugenol, terbentuk satu peak dengan waktu retensi = 16,102 dan %
komposisi = 100, berarti senyawa yang dianalisa hanya satu komponen yaitu
eugenol.

Gambar 2. Spektrometer IR Eugenol.

Pada gelombang 3003 cm-1 terdapat puncak tajam menunjukkan adanya


gugus =C-H, pada gelombang 1639,4 cm-1 terdapat puncak tajam menunjukkan
adanya gugus C=C, pada gelombang 1512,1 cm-1 terdapat gugus aromatik dengan
puncak yang sangat tajam, pada gelombang 1365,5 cm-1 menunjukkan adanya
gugus C-O-C, sedangkan pada gelombang 3456,2 cm-1 menunjukkan puncak yang
khas untuk gugus OH.

PKMM-4-1-7

2. Metilasi eugenol
Metileugenol hasil destilasi pengurangan tekanan pada suhu 95 1000C
berupa cairan jernih kecoklatan, sebanyak 16 ml, diperoleh destilat dengan
randemen 86,72 %.

Gambar 3. Kromatogram senyawa metileugenol hasil sintesis. Data kromatogram gas metileugenol
hasil sintesis dari eugenol yang diisolasi dari minyak cengkeh terbentuk dua peak yaitu
Peak I : waktu retensi = 16,117 dan % komposisi = 3,95 ; adalah eugenol. Peak II :
waktu retensi = 16,715 dan % komposisi = 96,05 ; adalah metileugenol.

Gambar 4. Spektrometer infra merah senyawa metileugenol hasil sintesis.

Pada rentang gelombang 3100 3050 cm-1 terdapat puncak yang tajam
menunjukkan adanya gugus =CH Aromatik, pada rentang gelombang antara 1600
1475 cm-1 adalah puncak khas untuk gugus Aromatik, rentang gelombang antara
1680 1600 cm-1 menunjukkan adanya gugus Alil, sedangkan pada rentang
gelombang antara 3000 2860 cm-1 terdapat puncak tajam menunjukkan adanya
gugus CH alifatis, sedangkan pada rentangan gelombang antara 1280 1200 cm-1
terdapat puncak tajam menunjukkan adanya gugus C-O-C.

PKMM-4-1-8

B. Metode Pendekatan/Penerapan Yang Dihasilkan Lahan Pertanian Jeruk


1. Survei Awal
Dari hasil survei yang dihasilkan, yakni hasil wawancara dengan Kepala
Desa Ajijulu, Bapak A. Sinuhaji, beserta petani jeruk di desa tersebut diketahui
bahwa penyakit jeruk berupa hama lalat buah, dirasakan sangat meresahkan para
petani jeruk mulai pada tahun 2003 dan penanggulangan yang dilakukan para
petani kurang maksimal. Ketika ditawarkan alternatif penggunaan senyawa
atraktan dari minyak cengkeh para petani ini sangat antusias dan sebagai wujud
nyata ditetapkan 3 lahan percobaan di lahan pertanian jeruk masyarakat yaitu :
1. Lahan pertanian jeruk Bapak J. Sembiring yang luasnya 90 x 75 m2,
dimana terdapat sekitar 450 pohon jeruk, yang letaknya jauh dari lokasi
perkampungan penduduk (daerah hilir).
2. Lahan pertanian jeruk Bapak T. Tarigan yang luasnya 75 x 60 m2, dimana
terdapat 350 pohon jeruk, yang lokasinya dekat dengan perkampungan.
3. Lahan pertanian Bapak M. Ginting yang luasnya 80 x 70 m2, dimana
terdapat 400 pohon jeruk, yang lokasinya di daerah hulu.
2. Sosialisasi dan Aplikasi
Pada tahap sosialisasi ini dilakukan pengarahan tentang cara penggunaan
atraktan untuk menangkap hama lalat buah dan wadah perangkap yang digunakan
adalah botol bekas minuman air mineral. Di aplikasikan ke lahan percobaan yang
dianggap mewakili areal pertanian yang ada dengan kondisi lahan yang berbedabeda. Lahan-lahan percobaan tersebut dipasang perangkap tipe Steiner sebanyak
masing-masing 25 buah perangkap dan dilakukan pengamatan selama 8 minggu,
perangkap yang digunakan tiap minggunya diganti dan perhitungan hama lalat
buah yang masuk perangkap dihitung setiap sekali seminggu.
3. Pengamatan dan Evaluasi
Hasil pengamatan selama 8 minggu
Minggu
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Jumlah

Lahan Pertanian (Jumlah Lalat buah ekor)


Bpk. J. Sembiring
Bpk. T. Tarigan
Bpk. M. Ginting
1532
1258
1356
1015
928
976
957
847
856
812
721
734
626
520
554
426
320
321
249
212
221
152
127
135
5769
4933
5153

Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa jumlah populasi hama lalat buah
yang masuk perangkap di lahan jeruk Bpk. J. Sembiring lebih banyak dari kedua
lahan yang lain, hal ini berarti bahwa populasi hama lalat buah di lahan tersebut
lebih banyak. Rata-rata hama lalat buah yang masuk perminggunya berkisar 25-30
ekor tiap perangkap.
Pada minggu I dari pengamatan populasi lalat buah yang masuk dalam
perangkap berkisar antara 50-60 ekor tiap perangkap, pada minggu ke-2 dan ke-3
telah berkurang menjadi 30-4 ekor tiap perangkap, dan begitu seterusnya tiap
minggunya. Pada pengamatan yang terakhir yaitu pada minggu kedelapan

PKMM-4-1-9

populasi lalat buah yang masuk perangkap telah berkurang sangat jauh, yaitu
hanya berkisar 5-8 ekor tiap perangkap. Dari data tersebut di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa penurunan hama lalat buah yang masuk perangkap berkisar 8090% dengan kata lain keefektifan produk senyawa atraktan sebagai pengendali
hama lalat buah memiliki efektifitas yang sangat tinggi yaitu sekitar 80-90%
dengan perhitungan sebagai berikut :
Hasil awal hasil akhir
x100%
Efektifitas
=
Hasil Awal
1. Lahan Bpk. J. Sembiring :
1532 152
Efektifitas =
x100%
1532
= 90%
2. Lahan Bpk. T. Tarigan :
1258 127
Efektifitas =
x100%
1258
= 89,9%
3. Bpk. M. Ginting :
1356 135
Efektifitas =
x100%
1356
= 90%
Hal ini berarti penggunaan senyawa atraktan sebagai cara alternatif untuk
menanggulangi hama lalat buah telah berhasil. Dan apa yang menjadi tujuan
program ini telah terwujud.
Dari pantauan di lapangan keberhasilan produk ini juga dapat dilihat dari
berkurangnya jumlah buah jeruk yang jatuh sebelum musim panen akibat hama
lalat buah. Sebelum produk ini dipakai rata-rata buah jeruk yang jatuh tiap
minggunya berkisar 100 kg, akan tetapi setelah produk ini digunakan oleh petani
jeruk setempat maka rata-rata buah jeruk yang jatuh telah berkurang yaitu sekitar
20-30 kg. Hal ini juga dibernarkan oleh pengakuan petani jeruk yang lahannya
digunakan sebagai lahan percobaan dan juga pengakuan Kepala Desa Ajijulu.
Dari hasil pengamatan dilapangan (wawancara dengan para petani) bahwa
buah jeruk yang dirusak oleh hama lalat buah adalah buah jeruk yang berumur
antara 5-8 bulan (rata-rata musim panen). Tempat berkembangnya hama lalat
buah adalah di dalam buah jeruk dan tidak memungkinkan untuk memusnahkan
secara total, maka disarankan penggunaan produk atraktan ini secara rutin ketika
buah jeruk berumur 5-8 bulan setiap minggunya, dengan demikian maka
produktivitas hasil pertanian jeruk dapat dihasilkan semaksimal mungkin dan
penghasilan petani dari pertanian jeruk dapat meningkat.
KESIMPULAN
Adapun yang menjadi kesimpulan dari kegiatan ini adalah :
1. Eugenol dapat diisolasi dari minyak cengkeh dengan rendemen 94,12 % dan
kemurnian 100%.
2. Metileugenol dapat disintesis dengan proses metilasi eugenol menggunakan
DMS (Dimetil Sulfat), hasil yang diperoleh memiliki rendemen 86,72% dan
kemurnian 96,05%.

PKMM-4-1-10

3. Metileugenol dapat digunakan sebagai senyawa atraktan untuk menanggulangi


hama lalat buah pada tanaman jeruk.
4. Efektifitas penggunaan produk atraktan sebagai pengendali hama lalat buah di
pertanian jeruk sangat tinggi, yaitu rata-rata 80-90 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1981, Daftar Komposisi Bahan Makanan, Jakarta: Bharatara Karya
Aksara.
Anwar, C., 1994, The Converton of Eugenol Into More Valuable Subtance,
Desertasi, Yogyakarta: UGM.
Hawley, G.G., 1971, The Condensed Chemical Dictionary, eighth edition, New
York: Van Nostrand Reinhold Company.
Ketaren, S., 1990, Minyak Astiri, diterjemahkan daro The Essentia Oil by Ernest
Guenther, Jakarta: UI Pr.
Parker, S.P., 1984, Dictionary of Chemistry, New York: Mc Grow Hill Book
Company.
Putra, N.S., 1991, Hubungan Tingkat Kemasakan Buah Dengan Tingkat Infestasi
Lalat Buah Pada Jambu Biji, Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM.
Sharp, J.L., dan D.L. Chamber, 1984, Consumption of Carbohidrates, Proteins,
and Amino Acid by Anastrepha suspensa in The Laboratory, Environ,
entomol.
Tikenda, L.O., 2000, Sintesis Benzileugenol dan Pemanfaatannya Sebagai
Komponen Membran Elektroda Selektif Ion, Tesis, Yogyakarta: Program
Pascasarjana UGM.
Windholz, M., 1983, The Merek Index an Encyclopedia of Chemicals, Drugs and
Biological, tenth edition, New Jersey: Merek and Co Inc.

PKMM-4-2-1

PELAKSANAAN PENGAJARAN TEMATIK DALAM PROGRAM


KEAKSARAAN FUNGSIONAL SEBAGAI SOLUSI PEMBERANTASAN
BUTA AKSARA DI PESISIR PANTAI AIR TAWAR BARAT PADANG
Sari Rahmayeni, Elmirawati, Sri Wahyuni
Universitas Negeri Padang, Padang
ABSTRAK
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh cukup banyak msyarakat yang buta aksara di
Pesisir Pantai Air Tawar Barat. Pada umumnya buta aksara adalah perempuan
yang berusia produktif yaitu antara 20-40 tahun. Mereka tidak mempunyai
kegiatan kecuali mengerjakan pekerjaan rumah tangga sehingga mereka tidak
bisa menghasilkan sesuatu yang produktif dan menggali potensi diri mereka untuk
menjadi manusia yang berkualitas dan mandiri. Berdasarkan fenomena tersebut
maka perlu diupayakan solusinya yaitu dengan memberikan pembelajaran
keaksaraan fungsional melalui metode tematik. Kegiatan ini bertujuan untuk
memperkecil jumlah buta aksara yang ada di pesisir pantai Air Tawar Barat
Padang, meningkatkan keterampilan fungsional masyarakat pesisir pantai Air
Tawar Barat sehingga dapat digunakan dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui program keterampilan yang diberikan, sekaligus
memanfaatkan sumber daya alam di lokasi tersebut. Metode kegiatan yang
diberikan adalah metode pembelajaran keaksaraan fungsional bagi masyarakat
dengan memberikan keterampilan yang dibutuhkan warga belajar. Pembelajaran
yang diberikan adalah pengetahuan menulis, membaca dan berhitung yang
diintegrasikan dengan keterampilan fungsional yang diberikan. Kegiatan
pengajaran tematik dalam keaksaraan fungsional di pesisir pantai Air Tawar
Barat dapat membantu pemerintah dalam memberantas buta aksara selanjutnya
pembelajaran yang diberikan dapat menjadi peluang usaha bagi masyarakat
pesisir pantai kelurahan Air Tawar Barat Padang.
Kata kunci : pembelajaran tematik, keaksaraan fungsional
PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional bertujuan meningkatkan kecerdasan dan
kesejahteraan masyarakat, untuk merealisasikan tujuan tersebut diperlukan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi guna menentukan dan
menjamin tercapainya pembangunan bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah melalui pendidikan, karena pendidikan mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan dan mengaktualisasikan kemampuan manusia.
Proses pendidikan akan dapat berjalan dengan adanya sistem pembelajaran
yang terencana, maka diperlukan suatu sistem penyelenggaraan pendidikan
nasional yang memungkinkan setiap orang terlayani oleh pendidikan tersebut.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), bahwa pendidikan dapat
dilaksanakan melalui pendidikan formal, non formal dan informal. Pendidikan
dapat diselenggarakan oleh pemerintah, swasta dan oleh masyarakat.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan
Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

PKMM-4-2-2

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan nasional dalam meningkatkan
SDM, maka hal yang paling mendasar adalah pendidikan dasar. Pendidikan dasar
untuk usia sekolah adalah melalui sekolah dasar dan sekolah mengengah,
sedangkan untuk orang dewasa melalui program keaksaraan fungsional. Program
ini berupaya melaksanakan pembelajaran dalam rangka pemberantasan buta
aksara. Dengan pemberatasan buta aksara diharapkan tidak ada lagi anak bangsa
yang terbelakang terhadap ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi.
Berdasarkan pemahaman penulis bahwa di negara kita masih terdapat
masyarakat dalam keadaan buta aksara khususnya masyarakat yang berada di
pesisir pantai Air Tawar Barat. Sebagaimana observasi penulis lakukan. Mayoritas
masyarakat buta aksara adalah yang usia produktif yaitu antara 20-40 tahun dan
kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Mereka tidak mempunyai kegiatan
kecuali mengerjakan pekerjaan rumah tangga, setelah pekerjanan mereka selesai
mereka tidak mempunyai pekerjaan lain, sehingga mereka tidak bisa
menghasilkan sesuatu hal yang produktif dan menggali potensi diri mereka untuk
menjadi manusia yang berkualitas dan mandiri. Artinya mereka tidak mampu
mencari penghasilan dalam bentuk ekonomi produktif disebabkan karena
kebodohan dan keterbelakangan yang mereka alami.
Dari fenomena di atas, maka penulis mengupayakan solusinya yaitu dengan
memberikan pembelajaran keaksaraan fungsional dengan metode tematik. Agar
masyarakat di daerah Pesisir Pantai Air Tawar dapat dibantu di bidang
pendidikan. Tematik adalah pokok isi atau wilayah isi dari bahasan materi yang
terkait dengan masalah dan kebutuhan lokal yang dijadikan tema atau judul dan
akan disajikan dalam proses pembelajaran dikelompok belajar (Depdiknas 2003).
Dengan demikian metode tematik adalah metode pembelajaran keaksaraan
fungsional bagi masyarakat dengan memberikan keterampilan yang dibutuhkan
dan diminati oleh warga belajar. Adapun pembelajaran yang dilaksanakan
meliputi pengetahuan menulis, membaca dan berhitung yang terintegrasi dengan
keterampilan fungsional dan potensi sumber daya alam wilayah.
Program ini bertujuan untuk (1) Memperkecil angka buta aksara yang ada di
pesisir pantai air tawar barat, agar masyarakatnya menjadi lebih berkualiatas,
berilmu dan mandiri. (2) Meningkatkan wawasan masyarakat pesisir pantai
kelurahan Air Tawar Barat dalam mempelajari makna dari kehidupan.
(3) Keterampilan fungsional masyarakat Pesisir Pantai Air Tawar Barat. Dengan
adanya program ini diharapkan warga masyarakat di pesisir pantai Air Tawar
Barat Padang dapat mengenal baca tulis, berhitung serta memiliki keterampilan
yang bisa dimanfaatkan untuk menambah pendapatan keluarganya.
Luaran yang diharapkan dari program keaksaraan fungsional ini adalah (1)
bagi mahasiswa, dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dikampus
dipadukan dengan ilmu-ilmu yang relevan sesuai dengan kepedulian mahasiswa
terhadap pembangunan masyarakat khususnya dibidang pendidikan. (2) Bagi
masyarakat, dapat mengenal baca tulis, berhitung dan keterampilan yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

PKMM-4-2-3

METODE PENELITIAN
Pelaksanaan program berjalan selama 6 bulan dari bulan Maret sampai
Agustus 2005, yang terdiri dari beberapa tahapan. Tahap perencanaan yang terdiri
dari proses identifikasi tehadap masyarakat, menjalin kerjasama dengan tokoh
masyarakat dan pejabat pemerintahan setempat dan melakukan sosialisasi
program kepada masyarakat, tahap ini dimulai minggu kedua Maret 2005 sampai
dengan minggu kedua April 2005. Tahap perumusan bahan ajar dilakukan selama
satu bulan mulai minggu ketiga April 2005 sampai minggu keempat Juli 2005,
tema yang dipilih dalam perumusan bahan ajar adalah bidang pendidikan dan
ekonomi. Berdasarkan pengamatan pelaksana perumusan tema lebih difokuskan
dibidang ekonomi karena melihat kondisi masyarakat di Pesisir Pantai Air Tawar
Barat yang berekonomi lemah. Tahap pelaksanaan pembelajaran terdiri dari acara
pembukaan, pemberian materi dan keterampilan, evaluasi dan penutup. Tahap ini
mulai minggu pertama Agustus 2005 sampai minggu pertama bulan September
2005. program keaksaraan fungsional dilakukan di Pesisir Pantai Air Tawar Barat
Padang. Dengan pemberian keterampilan pengolahan ikan menjadi makanan
ringan mereka diajarkan juga membaca, menulis dan berhitung sesuai dengan
bahan ajar keterampilan yang dipelajari.
Bahan dan alat yang digunakan dalam pelaksanaan program keaksaraan
fungsional ini adalah alat-alat tulis dan perlengkapan praktek. Selanjutnya metode
untuk memperoleh data dan informasi melalui observasi langsung dengan
wawancara dan pengamatan lingkungan.
Pendekatan pembelajaran yang akan diberikan kepada masyarakat Pesisir
Pantai Air Tawar Barat menggunakan dua pendekatan yaitu:
1. Pendekatan materi pembelajaran
Dalam pelaksanaan program ini dilakukan dengan pendekatan pemberian
materi. Materi yang diberikan yaitu materi yang berfungsi untuk menambah
wawasan para peserta sedangkan metode yang digunakan dalam pemberian
materi ini adalah dengan metode seperti ceramah dan tanya jawab dan latihan
membaca dan menulis, selanjutnya materi pembelajaran adalah mengajarkan
warga belajar untuk dapat membaca, menulis dan berhitung yang dikaitkan
dengan keterampilan fungsional yang diajarkan.
2. Pendekatan keterampilan
Pendekatan keterampilan yaitu pendekatan yang digunakan dengan
memberikan keterapilan praktis kepada sasaran belajar. Keterampilan yang
diberikan merupakan keterampilan dengan pemanfaatan potensi alam pesisir
pantai yaitu dengan mengolah bahan ikan dan udang. Adapun keterampilan
yang diberikan adalah Fish Nugget dan keripik udang melalui metode
demonstrasi dan tanya jawab.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Observasi yang telah dilaksanakan oleh tim di lapangan maka diperoleh data
sebagai berikut:
1.
Sebagian besar sasaran belajar tidak tamat Sekolah Dasar (SD).
2.
Masyarakat pesisir pantai Air Tawar Barat tergolong masyarakat yang
berekonomi lemah.
3.
Sebagian besar ibu-ibu yang berusia produktif tidak mempunyai kegiatan
setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga sehingga mereka tidak bisa

PKMM-4-2-4

menghasilkan sesuatu yang produktif yang dapat membantu


perekonomiannya.
4.
Cukup banyak Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial seperti ikan dan
udang yang bisa diolah untuk pangan.
5.
Keinginan masyarakat untuk belajar keterampilan fungsional cukup tinggi.
Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh maka dapat dilakukan
identifikasi kebutuhan belajar masyarakat sebagai berikut:
1.
Pesisir pantai Air Tawar Barat mempunyai potensi ikan dan udang kecil
kering, potensi ini yang mendorong tim untuk memiliki keterampilan
membuat Fish Nugget dan keripik udang.
2.
Masyarakat pesisir pantai belum memanfaatkan potensi ikan dan udang
untuk diolah menjadi makanan siap saji kecuali kerupuk ikan, oleh sebab itu
keterampilan yang diberikan kepada masyarakat dalam pembelajaran
tematik ini adalah keterampilan membuat Fish Nugget dan keripik udang.
Setelah melaksanakan pembelajaran yang bertempat di Pesisir Pantai Air
Tawar Barat Padang kelurahan Air Tawar Barat RW 03/ RT 05, maka hasil dari
pembelajaran tematik ini adalah:
1.
Bidang pendidikan
Warga belajar kembali dilatih dalam menulis, membaca dan berhitung serta
pengetahuan dasar.
2.
Bidang ekonomi
Dengan pemberian keterampilan fish nugget dan keripik udang kepada
warga belajar, dapat mereka jadikan sebagai modal pengetahuan untuk
membuka usaha dan menambah pendapatan bagi warga belajar.
Adapun produk yang di hasilkan dalam praktek warga belajar adalah:
1.
Fish Nugget
Produk ini merupakan suatu keterampilan yang diberikan dengan
menggunakan bahan dasar ikan. Ikan tersebut dengan memanfaatkan hasil
tangkapan nelayan di pesisir pantai Air Tawar Barat Padang.
2.
Keripik Udang
Produk ini mengunakan bahan dasar udang. Udang juga merupakan salah
satu hasil tangkapan para nelayan di pesisir pantai Air Tawar Barat Padang.
Proses pendemonstrasian cara pembuatan produk,diawali dengan
memberikan materi kepada warga belajar yang berkaitan dengan pembuatan
produk tersebut. Warga belajar diberi penjelasan tentang bahan dan alat-alat yang
diperlukan, jumlah bahan-bahan, harga serta alat-alat yang dibutuhkan dalam
mengolah bahan-bahan tersebut dan tata cara pengolahan bahan-bahan tersebut.
Penjelasan materi yang disampaikan oleh tutor dilanjutkan dengan tanya
jawab oleh peserta dan kemudian warga belajar diminta untuk mencatat ke dalam
buku catatan yang telah disediakan. Dari jumlah warga belajar yang menjadi
peserta pembelajaran tematik ini sebagian besar mereka mendapat bimbingan
penuh dalam mencatat bahan belajar, membacanya karena mereka dalam kondisi
buta aksara. Sambil belajar menulis, membaca dan berhitung mereka diberikan
pengetahuan dan keterampilan membuat Fish Nugget dan keripik udang. Dalam
hal ini keaksaraan yang diajarkan adalah ilmu yang berkaitan dengan pengetahuan
dan keterampilan yang diajarkan tersebut. Selanjutnya untuk memantapkan belajar
membaca, menulis dan berhitung, para tim pelaksana PKM membantu belajar
melalui pendekatan individu.

PKMM-4-2-5

Gambar 1. Tim pelaksana PKM sebagai tutor dalam membelajarkan warga


belajar menulis, membaca dan berhitung.
Materi-materi keterampilan yang diberikan dalam pembelajaran ini adalah:
1. Fish Nugget
a.
Bahan-bahan yang diperlukan:
Tabel 1. Bahan-bahan Fish Nugget

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Nama Bahan
Ikan Tongkol
Tepung terigu
Bawang putih
Garam
Susu
Roti tawar
Telur
Merica
Tepung panir
Asam
Minyak goreng
Saus
Salada
Tomat

Jumlah satuan
1 kg
kg
kg
secukupnya
250 gram
10 lembar
5 butir
secukupnya
kg
1 buah
1 kg
1 botol
1 ons
kg

(Yuyun Alamsyah 2004:24)


b.
-

Cara pembuatan
Ikan dibersihkan dan hanya diambil dagingnya kemudian dihaluskan
Haluskan bawang merah, bawang putih, merica
Ikan yang telah dihaluskan dicampur dengan bawang merah, bawang putih,
garam, jeruk nipis, merica.
Roti tawar dibuang kulit tepinya, kemudian dihaluskan dan dicampurkan
dengan susu kental dan diamkan beberapa menit sampai rotinya lembut.
Campurkan adonan ikan dan roti, tambahkan telur dan tepung kemudian aduk
sampai kalis
Adoan dikukus lebih kurang 30 menit
Dinginkan adonan yang telah dikukus sampai dapat dibentuk sesuai selera
Oles adonan dengan telur kemudian lumuri dengan tepung panir hingga rata.

PKMM-4-2-6

Adonan digoreng sampai matang (berwarna agak kecoklatan)


Sajikan Fish Nugget dengan salada, tomat dan saus.

Gambar 2.

Karya Hasil Praktek Warga Belajar yang Layak untuk


dipasarkan.

2. Keripik Udang
a. Bahan-bahan yang diperlukan:
Tabel 2. Bahan-Bahan Keripik Udang.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama Bahan
Udang kering/ udang saiah
Tepung terigu
Mentega
Bawang merah
Bawang putih
Rayco
Telur
Seledri
Minyak goreng

Jumlah
satuan
kg
1 kg
kg
kg
kg
2 bungkus
2 buah
secukupnya
1 kg

(Rudy wahyono dan Marzuki, 1993:4)


b.
-

Cara pembuatan
Haluskan bawang putih, bawang merah, daun seledri diiris
Bersihkan udang kemudian dihaluskan
Aduk tepung terigu dengan bahan-bahan yang sudah dihaluskan dan
tambahkan mentega, telur kemudian aduk adonan sampai kalis
Tipiskan adoan dengan ampia kemudian bentuk adonan sesuai selera
Adonan yang telah dibentuk digoreng hingga matang.

KESIMPULAN
Setelah melakukan proses belajar dengan memberikan keterampilan maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran yang diberikan sangat dibutukan oleh masyaralat karena sesuai
dengan kondisi masyarakat disekitar pesisir pantai air tawar barat padang dan
ketersediaan Sumber Daya Alam.
2. Pembelajaran yang diberikan menambah keterampilan warga belajar

PKMM-4-2-7

3. Pembelajaran yang diberikan dapat membantu program pemerintah dalam


rangka pemberantasan buta aksara.
4. Hasil pembelajaran dapat menjadi peluang usaha bagi warga belajar
5. Dengan pembelajaran yang diberikan, sumber daya alam pesisir pantai dapat
dimanfaatkan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Yuyun. 2004. Membuat Sendiri Frozen Food: Seafood Nugget.
Jakarta: Gramedia. Hal 24-26.
Depdiknas Dirjen PLSP. 2003. Pedoman Penyusunan Bahan Ajar dan
Pembelajaran Tematik pada Kelompok Belajar Keaksaraan Fungsional.
Jakarta.
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wahyono, Rudy dan Marzuki. 1996. Pembuatan Aneka Kerupuk. Malang. Trubus
Agrisarana.

PKMM-4-3-1

AGRICULTURE FOR KIDS


Ray Tiran, Nidya Ravenska, Heti Ferdianti, Dwi Retno Aryati, Devi E. N. H.
PS Agronomi Dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor , Bogor
ABSTRAK
Penanaman kecintaan pertanian seyogyanya dilakukan sejak dini. Agriculture for
Kids adalah program pembelajaran dan penumbuhan motivasi yang ditujukan
untuk anak-anak usia sekolah dasar guna meningkatkan rasa kecintaan mereka
terhadap pertanian dan alam sekitar. Program ini dilandaskan pada tiga pilar
metode pembelajaran yang saling melengkapi yaitu pembelajaran di dalam kelas
dengan berbasis multimedia, praktek budidaya di lapang dan kegiatan observasi
langsung. Selain ketiga metode utama terdapat pula metode pengembangan
kreativitas, metode survei, dan metoda evaluasi akhir. Tujuan dari kegiatan ini
adalah untuk menunjukkan pada anak-anak usia dini bahwa dunia pertanian
pada khususnya dan alam pada umumnya, merupakan dunia yang menyenangkan
dan mengasyikkan. Setelah program ini selesai diharapkan anak-anak yang
mengikuti akan lebih mencintai pertanian dan alam sekitarnya. Pada akhir
program, metode evaluasi dan metode survei diarahkan untuk mengetahui
sampai sejauh mana pengetahuan dan ketertarikan anak-anak terhadap
pertanian, serta keinginan untuk mendalami bidang pertanian. Hasil yang didapat
adalah semua responden dapat mengerti dan mengenal dunia pertanian walaupun
secara sederhana dan mendasar. Sebanyak 93.6 % peserta ingin menekuni bidang
pertanian, dengan rincian 48.4 % peserta menjawab kalau mereka ingin
menekuni bidang pertanian secara serius. 45.2 % peserta ingin menekuni
pertanian sebagai hobi. Sedangkan 6.4 % peserta lainnya tidak tertarik. Sebagai
program yang berbasis pada pengajaran untuk tujuan penanaman kecintaan
terhadap pertanian sejak dini, idealnya program ini dilakukan secara kontinyu
dan berkelanjutan. Program pembelajaran Agriculture for Kids (AFK) dapat
diterapkan dalam tataran keluarga sehingga proses pembelajaran dapat dimulai
sedini mungkin. Untuk memajukan pertanian Indonesia diperlukan dukungan
seluruh elemen masyarakat Indonesia, termasuk civitas akademika untuk turut
serta aktif terlibat di dalamnya.
Kata kunci: agriculture, kids, sekolah, dasar, pengajaran.
PENDAHULUAN
Dengan semakin majunya teknologi, membawa implikasi yang tidak
ringan bagi perkembangan anak-anak. Mereka lebih akrab dengan internet, video
game, telepon genggam, televisi, komputer dan sebagainya dibanding dengan
alam di sekitar mereka. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh semakin
menipisnya hutan hijau, sehingga mereka hanya dapat melihat hutan beton saja.
Secara langsung maupun tidak langsung kecintaan anak-anak terhadap dunia
pertanian semakin terkikis. Mereka hanya mengenal produk hasil tapi tidak dapat
mengenali tanaman asalnya.
Penanaman kembali kecintaan anak-anak pada alam hijau sudah
sepatutnya dipikirkan oleh semua orang. Merekalah penerus bangsa yang kelak

PKMM-4-3-2

akan menjaga dan melestarikan alam ini. Kalau bukan mereka, siapa lagi yang
akan melestarikan alam ini ?
Pertanian dengan kemasan yang lebih menarik, sebagai kegiatan alternatif
untuk anak-anak sekiranya dapat mendorong kecintaan mereka terhadap dunia
pertanian. Beranjak dari hal ini diharapkan melalui tangan-tangan mereka
pertanian kita dapat maju berkembang menjadi negara terdepan dalam bidang
pertanian.
Agriculture for Kids adalah program pembelajaran dan penumbuhan
motivasi yang ditujukan untuk anak-anak usia sekolah dasar guna meningkatkan
rasa kecintaan mereka terhadap pertanian dan alam sekitar. Program ini
dilandaskan pada tiga pilar metode pembelajaran yang saling melengkapi yaitu,
pembelajaran di dalam kelas dengan berbasis multimedia, praktek budidaya di
lapang dan kegiatan observasi langsung. Ketiga pilar ini diharapkan dapat
menumbuhkan motivasi bagi anak-anak untuk terus mengasah pikiran mereka
dengan materi-materi yang menarik namun mencerdaskan.
Kondisi di lapangan menunjukkan terdapat beberapa hal yang dapat
menjadi latar belakang perlunya program Agriculture for Kids antara lain :
1. Pertanian Indonesia yang semakin terpuruk karena arus urbanisasi yang
membuat para petani meninggalkan lahannya untuk mengadu nasib di daerah
perkotaan.
2. Pertanian sering kali dianggap sebagai bidang yang kurang menguntungkan
untuk dijadikan bisnis masa depan.
3. Krisis yang terjadi memberi pengaruh yang cukup besar bagi pertanian
Indonesia. Harga bahan bakar yang tinggi membuat harga sarana produksi tani
menjadi tinggi pula, sehingga pendapatan petani menurun.
4. Ketidakpedulian masyarakat terhadap pertanian, yang salah satunya
disebabkan oleh ketidaktahuan mereka tentang pertanian, terutama masyarakat
yang tinggal di daerah perkotaan.
5. Kurangnya penghargaan masyarakat terhadap bidang pertanian dan orangorang yang bekerja di dalamnya sehingga bidang ini kurang begitu diminati.
Di antara sekian banyak masalah yang terjadi di lapangan terdapat
beberapa masalah yang menjadi pokok perhatian sehingga program Agriculture
for Kids ini diadakan, yaitu :
1. Sejauh mana pengetahuan anak-anak mengenai bidang pertanian?
2. Bagaimana ketertarikan anak-anak terhadap dunia pertanian khususnya dan
alam pada umumnya?
3. Sejauh mana keinginan anak-anak untuk mendalami dan terjun ke dalam
bidang pertanian di masa depan nanti?
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menunjukkan pada anak-anak usia
dini bahwa dunia pertanian pada khususnya dan alam pada umumnya, merupakan
dunia yang menyenangkan dan mengasyikkan. Setelah program ini selesai
diharapkan anak-anak yang mengikuti akan lebih mencintai pertanian dan alam
sekitarnya.
METODE PENDEKATAN
Kegiatan Agriculture for Kids ini dilaksanakan setiap minggu selama 7
minggu, mulai tanggal 17 April 2005 sampai tanggal 29 Mei 2005. Agriculture for
Kids dilaksanakan di beberapa tempat sekitar kampus IPB Bogor baik di dalam

PKMM-4-3-3

maupun di luar ruangan diantaranya, Kebun Percobaan Laboratorium Teknologi


Benih Leuwi Kopo sebagai tempat untuk praktek budidaya tanaman sayur. Untuk
pemberian materi dilakukan di beberapa tempat yaitu ruang kuliah Pinus Fakultas
Pertanian IPB, Taman Rektorat IPB , dan Taman Arboretum Lansekap IPB.
Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini berupa :
Metode Pengajaran, Pelatihan dan Observasi Lapang
a. Pengajaran di dalam Kelas dan di Alam Terbuka
Pengajaran dalam kelas ditujukan untuk memperkenalkan dunia pertanian
sebelum kegiatan di lapang. Sistem pelajaran berupa penerapan multimedia
sebagai sarana pengenalan pertanian, guna memancing keingintahuan dan antusias
dari para peserta didik.

Gambar 1. Pengajaran di dalam kelas.

Gambar 2. Pengajaran di alam terbuka

b. Praktek Budidaya
Dalam kegiatan ini, anak-anak diarahkan untuk terjun langsung ke dalam
pertanian, dengan mengusahakan sendiri potensi lahan untuk pertumbuhan
tanaman mulai dari menanam, memelihara hingga panen.

Gambar 3. Budidaya di lapang.

Gambar 4. Kegiatan panen

c. Study Tour
Adapun kegiatan study tour , dilaksanakan untuk memperluas wawasan
anak-anak tentang pertanian dengan mengajaknya melihat langsung ke lapang,
sehingga dapat melengkapi ilmu teori.
Study tour ini akan dilaksanakan pada lahan petani (persawahan), kolam
ikan di Cibanteng serta Rumah Sakit IPB Darmaga.

PKMM-4-3-4

Gambar 5. Kunjungan ke RSH IPB.

Gambar 7. Kunjungan ke kolam ikan.

Gambar 6. Kunjungan ke sawah.

Gambar 8. Acara penutupan AFK.

Metode Survei
Metode ini dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang diberikan kepada
peserta pada minggu ke-6. Melalui metode ini diperoleh informasi mengenai
seberapa besar minat para peserta terhadap dunia pertanian setelah diberikan
materi oleh kakak pengajar maupun dosen tamu.
3. Modul
Modul digunakan sebagai pelengkap pengajaran agar peserta lebih
memahami materi yang diberikan. Modul diberikan dalam bentuk buku kecil
untuk setiap materi yang diberikan di kelas maupun di lapang.
4. Metode Pengembangan Kreativitas
Metode pengembangan kreativitas dilakukan untuk mengekspresikan
pemahaman para peserta tentang dunia pertanian dalam bentuk gambar dan puisi
yang mereka buat sendiri.

Gambar 9. Suasana peserta sedang menggambar.

PKMM-4-3-5

Instrumen yang digunakan dalam kegiatan Agriculture for Kids antara lain:
Metode Pengajaran, Pelatihan dan Observasi Lapang
Instrumen yang digunakan pada metode ini adalah ruangan kelas, satu set
komputer dan LCD sebagai alat bantu pengajaran. Pada pelatihan (praktek di
kebun), instrumen yang digunakan adalah alat-alat berkebun seperti cangkul,
kored, tugal, tali sebagai tanda jarak tanam, polybag, pisau dan gunting. Benih
yang digunakan adalah benih tanaman bayam, kangkung dan caisin. Sedangkan
tanaman yang digunakan untuk praktek pembiakan vegetatif adalah tanaman
Sanseviera, mawar, alamanda, bawang merah, kunyit dan jahe. Untuk kegiatan
observasi lapang (Study tour) adalah alat transportasi berupa bus.
Metode survei
Untuk metode survei, instrumen yang digunakan adalah kuisioner yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh panitia Agriculture for Kids.
Kuisioner berisi pertanyaan-pertanyaan tentang pertanian dan kegiatan
Agriculture for Kids. Sedangkan untuk evaluasi akhir yang dilakukan pada akhir
minggu panitia kegiatan menggunakan tes evaluasi seperti ujian. Tes ini berisi
pertanyaan tentang materi yang sudah diberikan oleh para pengajar selama enam
minggu.
Modul
Modul yang diberikan berupa buku kecil yang dibuat oleh panitia
Agriculture for Kids. Modul ini diberikan agar para peserta dapat lebih memahami
materi pengajaran yang diberikan oleh para pengajar.
Metode Pengembangan Kreativitas
Pada metode pengembangan kreativitas ini, instrument yang digunakan
adalah kertas gambar, pensil dan pensil warna.
Setiap minggu pada kegiatan Agriculture for Kids para peserta harus mengisi
daftar hadir yang disediakan panitia. Para peserta dan panitia Agriculture for Kids
diwajibkan untuk mengenakan tanda pengenal (name tag) agar peserta dan panitia
dapat saling mengenal dengan akrab.
Kegiatan Agriculture for Kids (AFK) dilaksanakan mulai tanggal 17 April
hingga 5 Juni 2005. Jadwal kegiatan ini lebih cepat enam minggu dari jadwal
yang diajukan, selain itu jangka waktu pelaksanaan dipersingkat menjadi 7
minggu dari rencana awal 8 minggu.
Sekolah yang ikut serta dalam kegiatan AFK adalah SD Budi Mulia, SDN
Babakan Dramaga 01, SDN Babakan Dramaga 02, SDN Babakan Dramaga 04,
SDN Bubulak 01, SDN Bubulak 02, dan SDN Kebon Pedes atau tujuh dari 12
sekolah yang diundang. Jumlah peserta tiap sekolah bervariasi, antara lima sampai
delapan orang.
Jumlah panitia yang turut serta adalah lima orang panitia inti serta dibantu
oleh 20 orang panitia non-inti yang telah dengan sukarela membantu dalam
kegiatan ini. Pengajar berasal dari Dosen yaitu Prof. Dr. Jajah Koswara dan Dr.
Sriani Sujiprihati serta dari panitia sendiri.
Acara yang diadakan terdiri atas tiga bagian utama yaitu pengajaran atau
pemberian materi, praktikum di lapang dan study tour. Pemberian materi
dilakukan di dalam dan di luar kelas. Hal ini dilakukan agar para peserta tidak
bosan dan tetap semangat dalam menerima materi. Selain ketiga kegiatan di atas,
juga terdapat permainan, pembuatan puisi tentang pertanian, menggambar tentang
pertanian, evaluasi berupa ujian tertulis secara mendadak dan acara penutupan.

PKMM-4-3-6

Secara garis besar respon anak-anak sangat baik terhadap program-program yang
digulirkan, disamping kenakalan-kenakalan yang timbul seiring dengan keakraban
panitia dan peserta.
Dari kegiatan praktikum, peserta dapat memanen sendiri tanaman sayur
yang dihasilkan, kemudian perolehan dikumpulkan dan dibagikan untuk peserta
bawa pulang. Sedangkan melalui kegiatan study tour, peserta dapat mengetahui
lebih jauh mengenai pertanian dalam arti luas. Kegiatan ini berupa pengenalan
dunia kesehatan hewan, menunggang kuda, pengenalan jenis-jenis ikan hias, dan
pengamatan pertanian secara langsung di lapang.
Pembuatan puisi tentang pertanian dan kegiatan menggambar tentang
pertanian dimaksudkan sebagai wahana bagi para peserta untuk mengungkapkan
kecintaannya terhadap pertanian. Para peserta sangat antusias terhadap kegiatan
ini.
Pada penutupan, panitia memberikan penghargaan kepada peserta terbaik,
peserta terfavorit, peserta dengan nilai ujian terbaik, peserta dengan puisi terbaik,
dan peserta dengan gambar terbaik, secara lengkap data terdapat pada lampiran.
Panitia mengadakan evaluasi akhir berupa ujian yang berkisar mengenai
materi-materi yang telah diberikan secara mendadak, hal ini dilakukan untuk
menguji kemampuan menyerap materi yang diberikan. Hasil dari evaluasi tersebut
adalah range nilai peserta adalah 30 sampai 90.5 sedangkan nilai rata-ratanya
adalah 60, nilai tersebut kemungkinan dikarenakan oleh faktor utama yaitu
ketidaksiapan peserta untuk mengikuti ujian, disamping itu ketidakjelasan dalam
pemberian materi atau materi yang terlalu sulit mengakibatkan beberapa hal tidak
dapat diserap secara baik. Faktor individu juga turut berpengaruh pada beberapa
peserta, misalnya perhatian yang tidak terfokus pada materi yang sedang
diberikan.
Panitia juga mengadakan survei sederhana. Survei tersebut menunjukkan
minat untuk menekuni pertanian sebesar 48.4 % dari total peserta yang disurvei
dalam survei sederhana yang diadakan. Sedangkan sebanyak 45.2 % peserta
berminat menekuni sebagai hobi.
Agriculture for Kids Menurut Peserta

100
80

menyenangkan

60

biasa saja

40

bosan

20

jelek

nilai dalam %

0
kesan peserta

Gambar 10. Agriculture for Kids menurut peserta.

Dari kuisioner yang kami buat, 100 % peserta yang mengisi kuisioner
mengatakan bahwa kegiatan Agriculture for Kids ini menyenangkan. Kesukaan
peserta terhadap bagian acara ini cukup beragam. Ada yang menyukai kegiatan
budidayanya, materi pengajarannya, study tour ataupun games yang diadakan oleh

PKMM-4-3-7

panitia. Mereka juga menunjukkan ketertarikan dalam bidang pertanian terutama


menanam. Banyak tanaman yang ingin coba mereka tanam seperti tanaman buahbuahan dan sayuran selain bayam, kangkung dan caisim karena mereka sudah
menanamnya dalam praktikum Agriculture for Kids.
Pemahaman Peserta Tentang Pertanian

100
80
nilai dalam %

Mengerti

60

Biasa Saja

40

Kurang Mengerti

20

Tidak Mengerti

0
Pemahaman Peserta

Gambar 11. Pemahaman peserta tentang pertanian.

Kontinuitas Acara

100
80
Hasil Dalam %

60

Ingin Berlanjut

40

Tidak Ingin Berlanjut

20
0
Respon Peserta

Gambar 12. Respon peserta tentang kontinuitas acara Agriculture for Kids.

Dengan mengikuti kegiatan Agriculture for Kids semua anak dapat


mengerti dan mengenal dunia pertanian, apa itu pertanian, bagaimana pentingnya
pertanian dan bahwa petani adalah orang yang sangat berjasa bagi kita semua.
Semua peserta juga menginginkan agar kegiatan Agriculture for Kids ini diadakan
kembali tahun depan.
Ketika ditanya apakah para peserta ingin jadi petani, 48.4 % peserta
menjawab kalau mereka ingin menjadi petani. 45.2 % peserta ingin menekuni
pertanian sebagai hobi sementara 6.4 % lainnya tidak ingin menjadi petani karena
mereka menganggap bahwa bekerja sebagai petani terlalu sulit. Kuisioner ini
diberikan pada 31 orang peserta yang hadir.
Bagi panitia, hasil dari kegiatan ini adalah penerapan ilmu yang telah
didapat dari bangku kuliah, meningkatnya kemampuan berorganisasi, dan
meningkatnya kemampuan untuk mengajar dan memahami anak-anak.
Sebagai program yang berbasis pada pengajaran, selayaknya program ini
dilakukan secara kontinyu dan berkelanjutan sehingga maksud dan tujuan dari
program ini dapat tercapai yaitu meningkatnya kecintaan anak-anak terhadap

PKMM-4-3-8

Keinginan Untuk Menekuni Bidang Pertanian

50
40
Ingin

30

Sebagai Hobi

nilai dalam %
20

Tidak Ingin

10
0
Jawaban Peserta

Gambar 13. Keinginan peserta untuk menekuni bidang pertanian.

pertanian sehingga kelak generasi yang akan datang akan dapat lebih menghargai
pertanian. Kami memulai dengan sesuatu yang kecil yaitu Agriculture for Kids,
semoga kelak dapat menjadi besar.
Tindak lanjut dari kegiatan ini diusahakan dengan promosi kegiatan
sehingga pihak lain tergugah untuk mengadakan program serupa. Kegiatan
Agriculture for Kids telah dimuat dalam surat kabar Republika pada hari minggu
tanggal 22 Mei 2005, selain itu terdapat beberapa situs seperti situs Harian Pelita,
Harian Lampung Pos, JurnalNet.com, Kantor Berita Indonesia GEMARI
(GEMARI ONLINE), serta Berita Pariwara IPB (http://www.ipb.ac.id).
Tindak lanjut secara nyata dalam program ini antara lain adalah pemakaian
ide dan tema kegiatan oleh para mahasiswa dalam Kuliah Kerja Profesi (KKP)
yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian IPB di desa-desa tujuan program
untuk membina dan menanamkan kecintaan pertanian sejak dini di Sekolah Dasar
(SD) dan Tempat Pendidikan Alquran (TPA), serta Madrasah Ibtiyah (MI).
Umumnya panitia yang pernah terlibat turut serta menyebar luaskan program
AFK pada KKP di desa tempat panitia ditempatkan. Selain itu kegiatan ini
dilanjutkan dengan Agriculture for Youth (AFY) Trainee yang diadakan mulai 16
April sampai 18 Juni 2006.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari program Agriculture for Kids
(AFK) yang telah berjalan selama tujuh minggu adalah:
1. Kegiatan Agriculture for Kids (AFK) menyenangkan, berdasarkan
pendapat 100 % peserta yang mengisi kuisioner.
2. Dengan mengikuti kegiatan Agriculture for Kids semua anak dapat
mengerti dan mengenal dunia pertanian walaupun secara sederhana dan
mendasar.
3. Sebanyak 93.6 % peserta ingin menekuni bidang pertanian, dengan rincian
48.4 % peserta menjawab kalau mereka ingin menekuni bidang pertanian
secara serius. 45.2 % peserta ingin menekuni pertanian sebagai hobi.
Sedangkan 6.4 % peserta lainnya tidak ingin menjadi petani karena
dianggap terlalu sulit.
4. Terdapat berbagai masalah yang timbul dalam suatu organisasi dan dalam
suatu penyelenggaraan acara baik di dalam tim maupun segi teknis.
5. Pendidikan pertanian sejak usia dini penting untuk memupuk kecintaan
terhadap pertanian.

PKMM-4-4-1

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPBA


MELALUI KEGIATAN LAYANAN LABORATORIUM
BAGI SISWA SMA
Cahyo Puji Asmoro, Deni Karsa Sondana, Teten Sutendi
Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan MIPA,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
ABSTRAK
Pada kurikulum fisika tahun 2004 materi IPBA dibagi menjadi dua bagian yaitu,
(i) pengetahuan kebumian dan (ii) pengetahuan keantariksaan. Proses
pembelajaran IPBA disekolah selama ini cenderung disampaikan dalam bentuk
ceramah. Informasi yang disampaikan tidak melibatkan partisipasi dan peran
aktif siswa secara langsung. Akibatnya IPBA kehilangan warna sainsnya dan
pada gilirannya akan mengurangi minat siswa terhadap materi IPBA. Melalui
kegiatan PKM Pengabdian Pada Masyarakat yang berjudul Pengembangan
Model Pembelajaran IPBA Melalui Kegiatan Layanan Laboratorium Bagi
Siswa SMA,
Kami merancang suatu model pembelajaran IPBA yang
menekankan pada pembelajaran siswa aktif dengan dukungan fasilitas
laboratorium dan alat peraga yang lengkap. Maksud dari model pembelajaran ini
ialah berupaya untuk meningkatkan minat siswa terhadap materi IPBA dan
memberikan salah satu alternatif pembelajaran IPBA di sekolah, khususnya
jenjang SMA. Tujuan lain yang ingin Kami capai adalah membina hubungan
kerjasama antara Jurusan Pendidikan Fisika dan sekolah dalam mengembangkan
pembelajaran Fisika khususnya materi IPBA dengan metode Hands on dan
Mind on. Hasil pengabdian menunjukan bahwa pembelajaran IPBA melalui
kegiatan layanan laboratorium dapat meningkatkan minat siswa terhadap materi
IPBA. Hal ini ditunjukan dengan antusiasme dan keaktifan siswa selama
mengikuti pembelajaran. Dengan demikian model pembelajaran IPBA melalui
kegiatan layanan laboratorium dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
pembelajaran IPBA disekolah terutama jenjang SMA.
Kata kunci : pembelajaran IPBA, Layanan laboratorium, minat.
PENDAHULUAN
Melalui observasi yang kami lakukan ke dua sekolah yaitu SMA Negeri 14
Bandung dan SMA Kartika Siliwangi I Bandung kami mendapat informasi
bahwasanya materi tentang pengetahuan antariksa pada mata pelajaran fisika
dalam kurikulum 2004 yang seharusnya diberikan pada semester pertama, tidak
sempat diberikan di kelas oleh guru tetapi diperoleh siswa melaui tugas baca.
Sementara materi tentang pengetahuan bumi pada mata pelajaran geografi telah
diberikan pada awal semester kedua.
Dikesampingkannya materi IPBA terutama bagian antariksa tersebut
dilakukan untuk menutupi berbagai faktor yang seringkali dihadapi pada proses
belajar mengajar dikelas, diantaranya, kurangnya kemampuan penguasaan materi
pengajar tentang materi IPBA dikarenakan pada umumnya mereka tidak mendapat
materi IPBA ketika menempuh pendidikan keguruan di LPTK (UPI), materi IPBA
pada kurikulkum 2004 yang cenderung bersifat teoritis dan informatif, soal-soal

PKMM-4-4-2

mengenai materi IPBA dalam ujian akhir nasional relatif sedikit, kurang atau tidak
adanya alat peraga yang memadai, dan lain-lain. Jika sempat pun materi IPBA
lebih banyak disajikan dalam bentuk penyampaian fakta saja tanpa dilandasi
pemahaman proses, hanya membaca tanpa melibatkan siswa untuk aktif berfikir.
Kondisi ini menyebabkan IPBA kehilangan warna fisikanya dan pada gilirannya
mengurangi minat oleh terhadap materi IPBA khususnya pada jenjang SMA.
Keadaan diatas menyebabkan siswa mendapatkan pembelajaran IPBA yang
kurang optimal. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) yang merupakan
bagian yang menarik dari mata pelajaran fisika yang termasuk kategori sulit,
menjadi tidak menarik lagi, sehingga membuat minat belajar siswa rendah yang
menyebabkan pemahamannya tentang IPBA pun rendah. Padahal wawasan bumi
dan antariksa secara sistematis perlu dikembangkan melalui pendidikan formal.
Tujuannya adalah menumbuhkan perhatian, memperluas wawasan, menumbuhkan
keinginan untuk mempelajari bumi dan antariksa lebih jauh, mengajak memahami
dengan rasionalitas, menumbuhkan pemahaman tentang sosok sains yang lain,
yaitu sains yang dikembangkan melalui pengamatan (observational science).
Menurut Mahasena (2005), Staf pengajar Departemen Astronomi ITB,
selama ini materi pengetahuan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA)
yang sebetulnya amat berkaitan dengan realitas keseharian manusia,
termarginalkan dalam kurikulum pendidikan terutama di tingkat dasar dan
menengah. Materi IPBA yang dulu berdiri sendiri, sekarang telah dihapus,
materinya diintegrasikan pada mata pelajaran IPA dengan porsi yang minim.
Bahkan, beberapa materi tentang pengetahuan bumi dimasukkan tersendiri dalam
mata pelajaran geografi yang hanya menekankan aspek hafalan, sedangkan
tentang materi antariksa dimasukkan pada mata pelajaran fisika. Padahal secara
ephistemologi pendidikan IPBA tidak bisa dipisah-pisahkan seperti itu.
Untuk memberi alternatif model pembelajaran IPBA maka Jurusan
Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung melalui Kegiatan Layanan
Laboratorium yang terdiri dari Tim Dosen Fisika dan Mahasiswa yang tergabung
dalam Forum Ilmiah Fisika Cakrawala yang konsen dalam IPBA melakukan
kerjasama yang baik untuk membantu siswa dan guru. Bentuk Layanan
Laboratorium tersebut berupa pengembangan model pembelajaran IPBA.
Layanan laboratorium tersebut meliputi presentasi materi IPBA, kegiatan
semi praktikum, dan praktikum IPBA. Presentasi yang diberikan merupakan
intisari dari materi IPBA atau mengenai suatu topik materi IPBA yang disajikan
dengan menggunakan media dan pemodelan berupa simulasi komputer, kegiatan
semi-praktikum antara lain berupa pengenalan suatu alat peraga dengan
menjelaskan tujuan dan prosedur penggunaan alat tersebut, sedangkan pada
praktikum mencakup pengenalan suatu alat dan melakukan praktikum langsung
(hands on activity).
Kegiatan layanan Laboratorium IPBA didukung oleh fasilitas yang
memadai, yaitu Laboratorium IPBA Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.
Fasilitas alat dan media pembelajaran IPBA sebagian besar berupa alat pemodelan
dan praktikum ilmu bumi dan antariksa. Untuk kajian ilmu bumi terdapat alat
pemodelan seperti Tektonik Lempeng, Peta Pergeseran Lempeng Benua,dll.
Sedangkan pada antariksa terdapat alat pemodelan Helios Planetarium, Gerak
Planet, Revolusi Bumi, Teleskop Astronomi Celestron CGE 1100, dll.

PKMM-4-4-3

Berdasarkan uraian di atas kami tertarik untuk melakukan pengabdian pada


masyarakat yaitu siswa SMA untuk memberikan alternatif model pembelajaran
IPBA. Pengabdian yang akan kami lakukan berjudul Pengembangan Model
Pembelajaran IPBA Melalui Kegiatan Layanan Laboratorium Bagi Siswa
SMA. Suatu model pembelajaran yang berupaya untuk meningkatkan minat
siswa terhadap materi IPBA dan memberikan salah satu alternatif pembelajaran
IPBA di sekolah. Tujuan lain yang ingin Kami capai adalah membina hubungan
kerjasama yang berkelanjutan antara Jurusan Pendidikan Fisika dan sekolah dalam
mengembangkan pembelajaran Fisika khususnya materi IPBA.
METODE PENDEKATAN
Metode yang kami gunakan dalam pelaksanaan program untuk mencapai
tujuan kegiatan pengabdian ini adalah sebagai berikut :
Pengaturan Jadwal
Kesepakatan pihak sekolah dan Jurusan Pendidikan Fisika

Persiapan
Tempat, alat, materi dan instrumen evaluasi

Kegiatan
-

Penyampaian materi
Semipraktikum & Demonstrasi
Diskusi
Evaluasi

Hasil Pengabdian
Meningkatnya minat siswa dalam pembelajaran IPBA
serta terbinanya hubungan kerjasama antara LPTK dan
sekolah

Dengan rincian sebagai berikut :


1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Waktu pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan PKMM ini dilaksanakan 6 bulan, dengan
rincian sebagai berikut :

PKMM-4-4-4

- Bulan pertama dan kedua : Penentuan dan penyusunan jadwal kegiatan


antara pihak Kami dengan pihak sekolah
- Pertengahan bulan kedua : Penyiapan alat dan bahan
- Bulan ketiga sampai kelima: Kegiatan pengabdian, dengan rincian ;
peninjauan kondisi awal siswa, pelaksanaan pengabdian dan tindak
lanjut
- Bulan kelima sampai bulan keenam : Evaluasi keseluruhan kegiatan
pengabdian
- Bulan keenam : pelaporan kegiatan
Pengabdian kami laksanakan sesuai dengan jadwal yang telah
direncanakan, yaitu SMA Negeri 14 Bandung pada tanggal 25 Maret dan 1
April 2006, sedangkan untuk SMA Kartika Siliwangi 1 dilaksanakan pada
tanggal 8 dan 15 April 2006. Sementara pelaksanaan peneropongan benda
langit untuk kedua sekolah dilakukan pada malam tanggal 15 April
2006.
b. Tempat pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan PKMM dilakukan di Laboratorium IPBA
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI dan sekolah yaitu, SMA Negeri
14 Bandung dan SMA Kartika Siliwangi I Bandung.
2. Tahapan Pelaksanaan Pengabdian
a. Tahap Persiapan
1. Menentukan sekolah yang akan menjadi objek dalam program
pengabdian. Dimana siswa dari sekolah tersebut nantinya yang akan
menjadi objek pengabdian. Kami memilih dua sekolah yaitu SMA
Negeri 14 Bandung dan SMA Kartika Siliwangi I Bandung, dengan
pertimbangan bahwa kedua sekolah tersebut bersedia bekerjasama
dengan Kami sehingga memudahkan dalam penentuan jadwal antara
kedua belah pihak. Setelah memastikan siswa dari sekolah tersebut,
sebelum pelaksanan pengabdian kami juga mencari tahu kondisi
akademik siswa dengan cara bertanya kepada guru setempat untuk
mengetahui siswa mana yang akan berangkat. Siswa yang menjadi
objek pengabdian ini bervariasi, maksudnya untuk SMA Negeri 14
Bandung mereka mengirimkan siswa kelas X-F di mana dalam satu
kelas tersebut terdapat kemampuan akademik yang berbeda-beda.
Sedangkan untuk SMA Kartika Siliwangi I mereka mengirimkan siswa
berperingkat 5 besar dari tiap kelas.
2. Membuat surat permohonan kerjasama antara pihak Jurusan
Pendidikan Fisika, Kami sebagai pelaksana pengabdian dan pihak
sekolah.
3. Menentukan dan menyusun jadwal acara antara kami dan pihak
sekolah.
4. Menyiapkan alat dan bahan.
a. Menyiapkan ruangan tempat pelaksanaan kegiatan pengabdian.
b. Mengecek alat-alat yang akan digunakan selama pengabdian, alatalat tersebut adalah :
Komputer
1 unit
Software Astronomi
1 paket

PKMM-4-4-5

Video Dokumenter
1 paket
LCD
1 unit
OHP
1 unit
Layar
1 unit
Teleskop SC Celestron
1 unit
Helios Planetarium
1 unit
Peta langit
7 unit
Earth Revolution Demonstrator
1 unit
Model Tektonik Lempeng
1 unit
Model Pergerakan Lempeng Benua
1 unit
Batuan
1 paket
c. Menyiapkan dan membuat modul alat dan hand out
b. Kegiatan Pengabdian
Secara rinci tahapan pelaksanaan kegiatan pengabdian dapat diuraikan
sebagai berikut :
Hari Pertama
Pada proses awal siswa diberikan materi pendahuluan yang di dalamnya
berisikan materi keantariksaan (Tata Surya) menggunakan tehnik
presentasi menggunakan power point dan software Starry Night berupa
pemodelan Tata Surya, mencakup Kharakteristik Tata Surya, dan
Klasifikasi Planet.
Proses kedua siswa diorganisasikan kedalam empat kelompok untuk
seterusnya secara bergiliran melakukan semipraktikum dengan
menggunakan tiga model peraga ilmu antariksa yang telah disiapkan
seperti Helios Planetarium, Revolusi Bumi, Peta Langit, dan Teleskop.
Hari Kedua
Pada proses awal siswa diberikan materi pendahuluan yang di dalamnya
berisikan materi Kebumian menggunakan teknik presentasi menggunakan
power point dan cuplikan video yang berkenaan dengan materi, mencakup
lapisan Bumi, jenis dan akibat pergerakan lempeng tektonik dan medan
magnet Bumi.
Proses kedua siswa diorganisasikan kedalam tiga kelompok untuk
seterusnya secara bergiliran melakukan semipraktikum dengan
menggunakan tiga model peraga ilmu bumi yang telah disiapkan seperti
model Tektonik Lempeng, model Pergeseran Lempeng Benua, dan
Identifikasi batuan.
Hari Ketiga
Pada hari ketiga ini dilaksanakan pada malam hari. Siswa dari kedua
sekolah mendapatkan kesempatan untuk melakukan praktikum secara
langsung, yaitu peneropongan benda langit dengan menggunakan
Teleskop SC Celestron. Benda langit yang menjadi objek peneropongan
pada saat itu adalah planet Jupiter dengan empat satelit terbesarnya.
Menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan merupakan salah
satu cara untuk menumbuhkan minat dan motivasi belajar. Proses
pembelajaran harus dibuat sedemikian rupa sehingga siswa merasa enjoy
untuk mengikuti pembelajaran. Agar pembelajaran yang kita lakukan

PKMM-4-4-6

bermakna, maka setiap materi yang disampaikan harus disisipkan nilai-nilai


moral dan religius. Pembelajaran yang baik bukan hanya membuat bagaimana
siswa mejadi tahu (learning to know), tapi juga harus membuat siswa mampu
melakukan (learning to do).
3. Instrumen Pelaksanaan
Instrumen digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Yang dijadikan instrumen dalam pelaksanaan PKM Pengabdian
pada Masyarakat ini adalah Angket dan Wawancara. Kami memberikan
angket dan melakukan wawancara pada siswa setelah pembelajaran selesai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Angket
PETUNJUK : Isilah salah satu pilihan yang menurut anda paling sesuai dengan
cara memberikan tanda cheklist ( ) pada kolom Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS)
Tabel 1. Hasil Angket SMA N 14 Bandung
No Pernyataan
SS
S
TS
STS
1 Pembelajaran IPBA yang baru Saya ikuti
26,67% 73,33%
0%
0%
sangat menarik dan menyenangkan.
2 Pembelajaran seperti ini sesuai dengan
16,67%
80%
3,33%
0%
pembelajaran yang Saya inginkan.
3 Selama pembelajaran Saya lebih berani
mengungkapkan pertanyaan dan
13,33% 76,67%
10%
0%
pendapat untuk menguatkan konsep
IPBA yang Saya miliki.
4 Melalui pembelajaran seperti ini, Saya
menjadi lebih percaya diri dalam
6,67% 73,33%
20%
0%
menjawab soal.
5
Melalui pembelajaran yang telah diikuti,
Saya merasa terbantu dalam memahami
26,67%
70%
3,33%
0%
konsep IPBA.
6 Saya memiliki cara pandang yang lebih
rasional dalam menyikapi fenomena alam 16,67% 76,67%
0%
0%
semesta.
7 Pembelajaran seperti ini menuntut Saya
untuk menggunakan kemampuan berfikir
20%
73,33% 3,33%
0%
kritis dan logis dalam memahami materi
pelajaran.
8 Penyampaian materi yang disampaikan
6,67% 57,14% 26,67% 3,33%
oleh pemateri mudah dipahami.
9 Waktu yang digunakan dalam
33,33% 46,67% 13,33% 6,67%
penyampaian materi terlalu singkat.
10 Saya menjadi lebih yakin akan
keagungan ciptaan Tuhan Yang Maha
76,67%
20%
3,33%
0%
Esa.

PKMM-4-4-7

No
1

9
10

Tabel 2. Hasil Angket SMA Kartika Siliwangi I Bandung


Pernyataan
SS
S
TS
STS
Pembelajaran IPBA yang baru Saya
ikuti
sangat
menarik
dan 57,14% 42,85%
0%
0%
menyenangkan.
Pembelajaran seperti ini sesuai
dengan pembelajaran yang Saya 25,71% 74,43%
0%
0%
inginkan.
Selama pembelajaran Saya lebih
berani mengungkapkan pertanyaan
8,57% 65,71% 22,86% 2,86%
dan pendapat untuk menguatkan
konsep IPBA yang Saya miliki.
Melalui pembelajaran seperti ini,
Saya menjadi lebih percaya diri 17,14% 57,14% 25,71%
0%
dalam menjawab soal.
Melalui pembelajaran yang telah
diikuti, Saya merasa terbantu dalam 22,86% 77,14%
0%
0%
memahami konsep IPBA.
Saya memiliki cara pandang yang
lebih rasional dalam menyikapi 22,86% 65,57% 11,43%
0%
fenomena alam semesta.
Pembelajaran seperti ini menuntut
Saya
untuk
menggunakan
25,71% 71,43% 2,86%
0%
kemampuan berfikir kritis dan logis
dalam memahami materi pelajaran.
Penyampaian
materi
yang
disampaikan oleh pemateri mudah 17,14% 68,57% 11,437%
0%
dipahami.
Waktu yang digunakan dalam
37,14% 51,43% 14,28%
0%
penyampaian materi terlalu singkat.
Saya menjadi lebih yakin akan
keagungan ciptaan Tuhan Yang 85,71% 14,29%
0%
0%
Maha Esa.

Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan dengan judul Pengembangan


Model Pembelajaran IPBA melalui Kegiatan Layanan Laboratorium Bagi Siswa
SMA, pada dasarnya membuat suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan
minat siswa dalam mengikuti dan melaksanakan suatu pembelajaran di kelas. Dari
angket yang siswa isi setelah proses pembelajaran dilaksanakan ternyata respon
siswa sangat baik, artinya pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan apa yang
diharapkan baik siswa maupun guru dari sebuah pembelajaran. Dari angket dapat
dilihat bahwa pembelajaran yang dikembangkan sangat menarik dan
menyenangkan sehingga siswa berperan aktif dimana lebih berani menyampaikan
pertanyaan dan pendapat untuk memperkuat konsep awal yang mereka miliki.
Namun dari angket dapat dilihat bahwa waktu pelaksanaan pembelajaran sangat
kurang dan sebagian besar siswa merasa waktu pelaksanaan pembelajaran perlu

PKMM-4-4-8

ditambah. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa sangat antusias dalam mengikuti
pembelajaran.
Selain minat siswa meningkat dalam mengikuti pembelajaran, perubahan
sikap dan perkembangan kedewasaan pola pikir adalah satu hal yang diharapkan
muncul setelah mengikuti pembelajaran. Dari angket dapat disimpulkan bahwa
ada perubahan sikap dan kedewasaan pola pikir seperti apa yang diharapkan.
Setelah mengikuti pembelajaran sebagian besar siswa menjadi memiliki
kepercayaan diri yang tinggi, seperti untuk mengisi dan menjawab soal latihan
yang diberikan pengajar. Hal ini sangat menggembirakan ditengah-tengah
munculnya suatu sikap yang hampir membudaya pada diri siswa yaitu penurunan
kepercayaan diri dalam menjawab soal sehingga muncul wabah kebiasaan
menyontek ketika menjawab soal seperti saat ujian.
Selain kepercayaan diri yang tinggi muncul juga kedewasaan pola pikir
siswa. Dari angket dapat dilihat bahwa siswa lebih mengedepankan daya nalar
logis dan realistis dengan menggunakan pendekatan ilmiah dalam menyikapi
fenomena-fenomena alam. Hal ini sangat menggembirakan di tengah munculnya
gejala pada masyarakat kita pada masa modern ini masih banyak orang yang
menyikapi fenomena-fenomana alam dengan pendekatan irasioanal dan berbau
mistis, seperti yang terjadi baru-baru ini masyarakat masih banyak yang
menghubung-hubungkan fenomena gempa bumi dan gunung meletus seperti di
Yogyakarta sebagai fenomena yang erat kaitannya dengan dunia gaib dan mistik.
Dari perubahan sikap dan pendewasaan pola pikir tersebut diharapkan juga
muncul peningkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Dari angket dapat dilihat bahwa setelah mengikuti pembelajaran siswa menjadi
lebih meyakini akan keagungan penciptaan Tuhan yang Maha Esa.
Setelah minat siswa meningkat dan terjadi perubahan afektif siswa
diharapkan pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep
yang disampaikan. Dari angket dapat dilihat bahwa pembelajaran yang telah
dilakukan sangat membantu siswa dalam memahami konsep IPBA.
Hasil Wawancara
Untuk memperkuat hasil angket, kami melakukan wawancara langsung
terhadap siswa. Dan untuk memperkuatnya juga kami lakukan wawancara
terhadap guru yang meninjau secara langsung proses pembelajaran dan kepala
sekolah untuk meminta tanggapan serta pendapatnya terhadap kegiatan
pengabdian yang telah dilakukan. Hasilnya kami uraikan sebagai berikut :
Siswa
1. Apakah dengan menggunakan pembelajaran seperti ini, pembelajaran
IPBA semakin menarik dan pemahaman konsep fisika anda tentang IPBA
semakin baik ?
Jawaban :
Keseluruhan siswa yang mengikuti kegiatan Pengabdian mengatakan
bahwa kegiatan yang mereka ikuti sangat menarik, dan pemahaman
konsep IPBAnya bertambah. Semua itu terjadi karena materi yang
disampaikan dengan penggunaan multimedia dan alat peraga serta cara
penyampaian yang tidak terlalu serius dan menyenangkan membuat
materi IPBA lebih mudah dipahami.

PKMM-4-4-9

2. Melalui pembelajaran IPBA yang telah anda ikuti, apakah minat anda
terhadap IPBA semakin bertambah ?
Jawaban :
Sebagian besar minat siswa terhadap sains khususnya IPBA meningkat,
baik dari yang awalnya tidak berminat menjadi berminat maupun yang
sudah punya minat jadi lebih bertambah lagi.
3. Bagaimana menurut anda tentang pemateri, apakah mereka menyampaikan
materinya sesuai dengan yang anda harapkan ?
Jawaban :
Respon yang diberikan siswa sebagian besar merasa pemateri sudah
dapat menyampaikan materi dengan baik dan sesuai dengan yang mereka
harapkan, meskipun ada sebagiam kecil yang mengatakan penyampaian
materi yang diberikan oleh pemateri masih kurang.
4. Apakah Pembelajaran seperti ini sesuai dengan pembelajaran yang anda
inginkan ?
Jawaban :
Respon siswa terhadap terhadap proses pembelajaran sangat positif,
artinya mereka sangat menginginkan pembelajaran fisika (IPBA) seperti
ini. Pembelajaran sains bukan hanya menekankan pada transfer informasi
saja tetapi harus melibakan peran aktif siswa pada pembelajaran. Hampir
semua siswa mengatakan pembelajaran seperti inilah yang mereka
inginkan.
5. Apakah waktu yang digunakan cukup, kurang atau lebih ?
Jawaban :
Sebagian besar siswa mengatakan bahwa waktu yang diberikan masih
kurang. Hal ini mengindikasikan tingginya antusiasme siswa terhadap
kegiatan pembelajaran.
6. Bagaimana kalau pembelajaran seperti ini diterapkan pada materi fisika
lainnya ?
Jawaban :
Ketertarikan siswa terhadap proses pembelajran yang sudah diberikan
sangat tinggi. Mereka menginginkan pembelajaran seperti ini diterapakan
pada meteri yang lain, bukan hanya IPBA. Apalagi fisika harus lebih
mengedepankan aspek pemahaman dibanding hafalan. Dari jawabanjawaban siswa terhadap pertanyaan yang diajukan, jelas terlihat bahwa
peran aktif siswa sangat perlu untuk dilibatkan secara langsung dalam
proses pembelajaran.
7. Apa saran anda terhadap pembelajaran yang telah didapatkan agar lebih
baik?
Jawaban :
Saran yang diberikan sangat beragam, namun pada umumnya dapat
dirangkum ke dalam beberapa point, yaitu :
- Pembelajaran seperti ini diterapkan pada materi lainnya, khususnya
fisika
- Waktu pembelajaran ditambah
- Siswa lebih banyak diberi kesempatan untuk bertanya
Saran ini berfungsi untuk perbaikan terhadap pelaksanaan program.
8. Kesannya ?

PKMM-4-4-10

Jawaban :
Semua siswa mengatakan kegiatan seperti ini sangat berkesan,menarik,
bagus, seru dan terutama bermanfaat untuk menambah pengetahuan.
Kesan kegembiraan mereka dalam mengikuti pembelajaran terlihat
dari keaktifan sebagian besar siswa ketika proses pembelajaran
berlangsung.
Guru
1. Apakah Pembelajaran yang telah dilakukan sesuai dengan harapan dan
keinginan bapak sebagai pendidik dan pengajar?
Jawaban :
Pembelajaran
yang dilakukan, telah sesuai dengan apa yang
diharapkan.
2. Apakah pembelajaran yang telah dilakukan sesuai dengan kurikulum
berbasis kompetensi?
Jawaban :
Sudah tepat, karena dalam pembelajaran siswa dibentuk kedalam
kelompok kecil, sehingga keterlibatan siswa terlihat secara langsung.
Diskusi dan keberanian mengemukakan pendapat menjadi ciri aktivitas
siswa. Keterlibatan siswa secara langsung dalam pembelajaran
merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran sains,
khususnya fisika.
3. Kira-kira apa kekurangan dan kelebihan dari pembelajaran yang telah
dilakukan?
Jawaban :
Kelebihannya adalah interaksi siswa dan guru terlihat jelas, peran aktif
siswa sangat nampak dan guru tidak terlalu mendominasi pembelajaran.
Kekurangannya adalah waktu yang tersedia masih kurang jadi perlu
ditambah agar siswa bisa memahami materi lebih lengkap dan mantap.
4. Adakah perubahan yang terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan
pengabdian yang kami lakukan?
Jawaban :
Ada suasana lain setelah mengikuti kegiatan kemarin, semangat belajar
mereka menjadi meningkat. Siswa baru menyadari bahwa belajar bukan
hanya dari buku saja tetapi adanya interaksi antara siswa,pengajar dan
sumber belajar. Model pembelajaran dengan kegiatan laboratoium ini
ternyata salah satu cara memancing siswa menemukan minatnya.
5. Apakah saran bapak terhadap pembelajaran IPBA yang telah dilakukan
agar lebih bermanfaat dan bermakna?
Jawaban :
Alangkah baiknya para calon guru dibekali kemampuan dalam
pembelajaran IPBA, dan untuk guru yang sudah terjun kelapangan dan
belum mendapatkan materi IPBA ketika kuliah sebaiknya diadakan
transfer (up grade) berupa pelatihan.
Kepala Sekolah
1. Apakah kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan program sekolah
atau setidaknya membantu salah satu program sekolah?
Jawaban :

PKMM-4-4-11

Kegiatan yang telah dilakukan merupakan salah satu solusi yang dapat
membantu sekolah ketika suatu proses pembelajaran terhambat oleh
keterbatasan alat dan waktu.
2. Apakah kegiatan yang telah dilakukan mengganggu kegiatan belajar
mengajar disekolah?
Jawaban :
Ketika materi IPBA tidak dapat diberikan karena keterbatasan alat atau
waktu merupakan suatu kendala yang harus dipecahkan, dan hadirnya
kegiatan pengabdian ini merupakan solusi terbaik. Apalagi waktu
pelaksanaannya memang diluar jam pelajaran. Jadi jelas kegiatan
seperti ini tidak mengganggu proses kegiatan belajar mengajar
melainkan sangat membantu proses pembelajaran.
3. Apakah bentuk kerjasama yang sekolah harapkan dari LPTK khususnya
tentang pembelajaran IPBA sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini?
Jawaban :
Hendaknya terjalin komunikasi yang berkelanjutan antara LPTK,
khususnya UPI, dengan pihak sekolah dalam hal ini guru. Jangan
sampai ketika para calon guru lulus pihak LPTK membiarkannya
begitu saja tanpa ada komunikasi yang berkesinambungan. Alangkah
lebih baiknya jika dalam waktu yang berkala diadakan up grade
pengetahauan guru-guru, khususunya guru sains, khususunya untuk
materi IPBA yang selalu berkembang terus. Apalagi untuk IPBA banyak
sekali guru fisika yang tidak mendapatkannya ketika menempuh
pendidikan keguruan di LPTK.
4. Apa saran bapak terhadap kegiatan ini agar lebih bermakna / berkesan?
Jawaban :
Hendaknya kegiatan seperti ini ada kelanjutannya dan lebih luas lagi,
artinya kegiatan seperti ini tidak dilakukan terbatas hanya pada sekolah
tertentu, tapi lebih menjangkau pada banyak sekolah.
Jurusan Pendidikan Fisika
1. Apakah pembelajaran IPBA yang telah dilakukan sudah sesuai dengan
harapan dari LPTK khususnya Jurusan Pendidikan Fisika terhadap
tenaga pendidik (guru) ?
Jawaban :
Sesuai, penggunaan multimedia dan alat peraga oleh guru dikelas akan
membuat pembelajaran IPBA lebih memberikan dampak yang
mendalam terhadap pemahaman konsep siswa. Karena dengan hal
tersebut penyajian gejala fisis yang sulit sekalipun bisa dioptimalkan
sehingga membantu siswa dalam memahami suatu konsep yang
diberikan.
2. Kontribusi apakah yang akan diberikan Jurusan Pendidikan Fisika untuk
mengatasi beberapa kendala dalam pembelajaran IPBA disekolah,
terutama keterbatasan sarana penunjang?
Jawaban :
Jurusan Pendidikan Fisika akan lebih mengintensifkan layanan
laboratorium bagi sekolah, konsultasi atau pelatihan guru-guru sekolah
terutama yang tidak mendapatkan meteri IPBA selama perkuliahan

PKMM-4-4-12

dulu, membuka peluang bagi sekolah-sekolah yang ingin mengundang


untuk mengisi kegiatan praktikum dan demonstrasi disekolah.
3. Apa saran bapak terhadap kegiatan ini khususnya pembelajaran IPBA
agar lebih bermakna / berkesan?
Jawaban :
Melihat besarnya animo masyarakat (sekolah) maka kegiatan seperti ini
perlu lebih ditingkatkan, baik dari segi pelayanan, pendalaman materi,
maupun dari segi waktu. Kegiatan seperti ini sangat positif dan perlu
dilaksanakan secara berkesinambungan. Karena kegiatan seperti ini
bisa dijadikan sarana pengembangan keterampilan mahasiswa sebagai
calon tenaga pendidik yang handal dan profesional. Selain itu dampak
atau kebermanfaatan dari kegiatan seperti ini dapat dirasakan secara
langsung oleh sekolah.
Hampir semua pihak yang kami wawancarai respek dan memberikan respon
positif terhadap proses pembelajaran yang telah kami lakukan.
KESIMPULAN
1. Model pembelajaran IPBA melalui kegiatan layanan laboratorium bagi siswa
SMA dapat meningkatkan minat siswa terhadap materi IPBA. Peningkatan
minat terhadap materi IPBA terlihat dari antusiasme dan peran aktif siswa
selama pembelajaran berlangsung. Dapat juga dilihat pada pengolahan hasil
wawancara dan angket.
2. Terbinanya hubungan kerjasama antara LPTK dan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Liliawati, Winny. 2005. Analisis dan Usulan Perbaikan Materi Astronomi Dalam
Kurikulum 2004 Untuk Sekolah Menengah (SMP dan SMA) serta
Penyusunan Materi Pengajaran Astronomi. Tesis. Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional. 2003. Pelayanan Profesional Kurikulum 2004 Kegiatan Belajar
Mengajar Yang Efektif, - Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.
Ramalis, Taufik Ramlan. 2000. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa. Bandung :
Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia
Wijaya, Agus Fany Chandra. 2004. Penerapan Model Pembelajaran e-Learning
Sebagai Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep dalam Sub Pokok
Bahasan Karakteristik Tata Surya. Skripsi. Bandung : Universitas
Pendidikan Indonesia.

PKMM-4-5-1

HEALTH BEHAVIOR TRAINING FOR COPING ENDEMIC


MENINGKATKAN PERILAKU COPING ENDEMIS MALARIA PADA
DAERAH KOKAP KULONPROGO YOGYAKARTA
M Sulkhan Rokhiem1, Ayuk Rahadhian Subekti1, Devi Martfiana S.1, Leila
Fatmasari1, Eka Susila Puji Raharja2
1
Fakultas Psikologi / 2Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRAK
Malaria masih menjadi salah satu penyakit endemis dengan insidensi dan
prevalensi tertinggi. Tercatat 70 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah
endemis malaria. Salah satu daerah yang paling parah adalah Kulon Progo, yang
pernah menjadi daerah endemis malaria tertinggi pada tahun 2001. Program ini
disusun secara bottom up berdasarkan karakteristik khas komponen masyarakat
yang dijadikan sasaran program, yaitu anak, orang tua, dan tokoh masyarakat.
Pendekatan ini disebut sebagai community development. Konsep program disusun
secara komprehensif melibatkan ketiga komponen perubahan perilaku, yaitu
aspek kognitif, afektif, dan perilaku. Integrasi dari keduanya menghasilkan
program: action plan, FGD, pemutaran film tentang malaria, self awareness
training, dan fun health learning. Program dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan kognitif kelompok sasaran yang dituju. Kelompok sasaran program
ini adalah 108 orang tua, 28 remaja, 41 anak-anak, dan 16 tokoh masyarakat.
Program ini akan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya endemi
malaria yang muncul melalui interaksi pada masing-masing anggotanya dengan
memberikan pengetahuan dan contoh perilaku pencegahan malaria. Program
dilaksanakan menggunakan metode alternatif non-eksperimental yaitu perpaduan
metode antara ex post facto dan pre-test post test control group design. Hasil dari
program ini berupa output: meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai
perilaku pencegahan malaria dan adanya kesadaran untuk mencegah malaria.
Outcome dari hal itu adalah masyarakat menerapkan perilaku pencegahan
malaria. Produk lain dari program ini (modul, stiker, dan leaflet) dapat
digunakan sebagai guideline bagi pihak lain yang akan melakukan program
serupa. Selain itu juga terdapat hasil analisis kuantitatif sebagai penguat data
kualitatif.
Kata kunci: Pengetahuan, sikap, dan Perilaku Pencegahan Malaria, community
development
PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit yang menjadi ancaman masyarakat di daerah
tropis dan sub tropis. Di seluruh dunia setiap tahunnya ditemukan 500 juta kasus
malaria yang mengakibatkan 1 juta orang meninggal dunia. Salah satu wilayah
yang termasuk dalam KLB (Kejadian Luar Biasa) pada tahun 1998 adalah
Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Insidensi
tertinggi di kabupaten tersebut berlokasi di Kecamatan Kokap. Kecamatan Kokap
merupakan daerah dengan kondisi geografis unik sehingga menuntut upaya
kesehatan yang berbeda dengan kecamatan lain di sekitarnya. Kondisi geografis

PKMM-4-5-2

Kulon Progo memang memungkinkan daerah ini menjadi sangat rentan terhadap
serangan penyakit, terutama penyakit wabah (disentri) dan penyakit tropis
(malaria dan demam berdarah dengue). Kokap memiliki keadaan geografis berupa
pegunungan dengan ketinggian 300 600 meter yang sebagian wilayahnya
(bagian selatan) merupakan tepian waduk Sermo. Di sepanjang sungai
memungkinkan tempat breeding place vektor nyamuk malaria terutama pada
kondisi curah hujan rendah (data Puskesmas Kokap II, 2005).
PKMM tidak dilaksanakan di seluruh Kecamatan Kokap, tetapi
dipersempit di Desa Hargotirto. Desa ini mendapatkan predikat HCI (High Case
Incidence) selama tahun 2000-2004. Data statistik acuan penelitian ini adalah data
dari Puskesmas Kokap II yang wilayah kerjanya Desa Hargotirto dan Desa
Hargowilis. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, Desa Hargotirto API
terendah pada tahun 2004 (API = 10.8 ) dan pada tahun 2001 menmcapai 827.8
. Di desa Hargowilis API terendah pada tahun 2004 ( API = 4.56 ) API
tertinggi pada tahun 2001 yaitu 271.32 . Di desa Hargotirto dari bulan Januari
2005 sampai dengan bulan Mei selalu ada kasus malaria rata rata 3 kasus
perbulan, dan mengalami kenaikan tertinggi di bulan Juni (18 kasus malaria ) 55
% Kasus malaria tropika. Grafik pada gambar 1.2 dapat menjelaskan
perkembangan malaria di Desa Hargotirto .
Menurut kepala Puskesmas Kokap II, wilayahnya yang bergunung-gunung
mempunyai suhu optimal untuk perkembangbiakan nyamuk malaria. Kokap juga
mempunyai hutan berkanopi sehingga daerah berhutan menjadi lembab, ini
merupakan tempat bertelur nyamuk malaria. Daerah Kokap mengalami
penyusutan debit air pada musim kering sehingga aliran air sungai menjadi tidak
lancar. Selama musim kering, sungai menggenang, dan menjadi sarang nyamuk
malaria menyebabkan daerah Kokap menjadi daerah endemis hampir sepanjang
tahun. Spesies yang berkembang di sana adalah Anopheles Balabacencies dan
Anopheles Maculatus. Nyamuk anopheles tersebut memiliki kareakteristik unik,
yaitu bila menggigit tidak menimbulkan rasa gatal seperti layaknya nyamuknyamuk lainnya.
Secara demografis-sosial-ekonomi, prosentase masyarakat bermata
pencaharian sebagai petani penderes (pengambil getah aren) adalah 89%.
Penderes mengambil getah aren pada jam aktif nyamuk anopheles betina yaitu
pukul 6 sore sampai dengan pukul 6 pagi dengan mengenakan celana pendek.
Perilaku ini memperbesar resiko tertular malaria. Semua kegiatan dilakukan tanpa
menggunakan lotion anti nyamuk sehingga kemungkinan digigit nyamuk sangat
besar.
Survei dilakukan tim PKMM bersama K3M (Kuliah Kerja Kesehatan
Masyarakat) Fakultas Kedokteran UGM pada tanggal 13-15 Juli 2005 di empat
RT Dusun Menguri menghasilkan sebanyak 37% responden malas minum obat
malaria. Penyebab utamanya adalah rasa obat yang pahit. Rata-rata responden
sudah lebih dari 3 kali terkena malaria, bahkan ada yang 13 kali. Padahal setiap
minum minimal 5 obat selama seminggu berturut-turut.
Secara umum data hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa
masyarakat sudah terbiasa dengan malaria. Masyarakat Kokap tidak menganggap
malaria sebagai suatu ancaman hidup. Mereka tidak asing dengan malaria, namun
kurang kesadaran untuk mencegah malaria itu sendiri. Mereka banyak
mengandalkan bantuan pemerintah dalam penanganan malaria, seperti pemberian

PKMM-4-5-3

obat gratis, pencicikan, kelambunisasi, dan fogging. Masyarakat mengetahui


bahwa terserang malaria identik dengan rasa sakit, obat yang pahit dan banyak,
serta tidak bisa bekerja, namun masyarakat tetap enggan melakukan pencegahan
malaria dengan berbagai alasan.
Fenomena yang terjadi di masyarakat tersebut memerlukan adanya
treatment psikologis, karena ada inkonsistensi antara pengetahuan, ketersediaan
sarana, dan perilaku. Maka dalam mengubah masyarakat, diperlukan rencana
pembangunan kesehatan yang bukan sekedar kegiatan perbaikan/pembangunan
sarana kesehatan secara fisik, melainkan integrasi dari upaya pengembangan
masyarakat (community development) (Murphy, 2005).
Upaya penanggulangan masalah kesehatan di daerah endemis di
Yogyakarta harus bertujuan untuk menumbuhkan kemandirian masyarakat untuk
mengelola (merencanakan, melaksanakan, evaluasi, melanjutkan) programprogram pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengertian mandiri
bukan berarti menolak atau tidak lagi memerlukan bantuan/dukungan pihak luar,
tetapi memiliki sikap dan kemampuan untuk menilai (voice and choice) setiap
bantuan/dukungan yang ditawarkan pihak luar (bapelkes, 2005).
Tim PKMM membuat program perencanaan penanggulangan malaria yang
dikemas dalam Health Behavior Training for Coping Endemic. Tujuan utama
program ini adalah untuk menumbuhkan kesadaran individu dalam upaya
pencegahan penularan penyakit malaria dengan cara memberdayakan masyarakat
dari struktur terkecil yaitu keluarga.
Strategi perubahan perilaku diterapkan dengan menyesuaikan kultur
masyarakat setempat. Perubahan perilaku dicapai dengan memberikan informasi
tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, dan cara
menghindari penyakit malaria. Pengetahuan tersebut diharapkan menimbulkan
kesadaran lalu mengarahkan seseorang berperilaku sesuai dengan pengetahuan
yang dimilikinya. Hasil perubahan perilaku yang dicapai dengan cara community
development akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri
(Notoatmodjo, 2003).
Program ini dilakukan dengan memanfaatkan hubungan keluarga sebagai
hubungan afektif. Efektifitas yang tinggi dipercaya karena dapat menyentuh aspek
afeksi yang membentuk perilaku. Diharapkan dengan adanya faktor afeksi, akan
ada motor penggerak selain kognitif. Selain kaitannya dengan sinergi, afeksi juga
akan membuat perilaku agar tetap ajeg, sekaligus juga menjaga kualitas perilaku.
Program community development, dilakukan secara partisipatori. Tim
PKMM tinggal di lokasi selama dua bulan, sejak 1 Juli sampai dengan 31 Agustus
2005. Metode partisipatori cocok digunakan untuk menggerakkan masyarakat,
karena tim PKMM tinggal di lokasi untuk memahami karakteristik komunitas
sehingga mampu menyesuaikan secara fleksibel untuk mencapai tujuan komunitas.
Tujuannya untuk mempengaruhi perubahan pada komunitas dan untuk
membangun kepercayaan masyarakat. Pendekatan partisipatori banyak digunakan
dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif, tetapi pendekatan partisipatori juga
dapat digunakan untuk program promosi kesehatan dengan meningkatkan
resiliencies pada masyarakat.
Tujuan PKMM ini untuk mengembangkan masyarakat daerah Kokap,
Kulon Progo agar bersikap mandiri dalam penanggulangan wabah malaria dengan
metode cara meningkatkan pengetahuan, training, dan FGD. Keluaran yang

PKMM-4-5-4

diharapkan adalah meningkatnya pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat


tentang pemberantasan Malaria.
METODE PENDEKATAN
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) Health
Behavior Training for Coping Endemic Meningkatkan Perilaku Coping Endemis
Malaria pada Daerah Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta ini dilaksanakan sejak
1Juli 2005 sampai dengan 31 Agustus 2005, di desa Hargotirto, Kokap, Kulon
Progo, Yogyakarta. Selama dua bulan tim PKMM tinggal di lokasi. Hal ini
dilakukan agar program dapat dilakukan secara intens dan mempermudah kontrol
terhadap perkembangan masyarakat.
Program ini diawali dengan pengumpulan data PKMM dilakukan dengan
memberi skala sikap terhadap malaria dan perilaku penanggulangan malaria, FGD
untuk orangtua, remaja, dan tokoh masyarakat, dan kuesioner. Pengumppulan data
menggunakan metode alternatif noneksperimental yaitu perpaduan metode antara
ex post facto dan pre-test post test control group design. Metode
noneksperimental ini memanfaatkan kejadian yang telah terjadi dan tidak bisa
dikontrol eksperimenter (Cambel et al, 1972; Creswell, 1994), yaitu mewabahnya
penyakit malaria yang secara kebetulan sewaktu penulis terjun sedang terjadi
kejadian KLB. Desain eksperimen pre test post test control group design
digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan yang dihasilkan dari
treatment pelatihan.
KE

KK

01

02

01

02

Keterangan:
KK: Kel Eksperimen
KK: Kel Kontrol
X : Perlakuan
01: Pre Test
02 : Post test
- : Tanpa perlakuan

Sasaran program Health Behavior Training for Coping Endemic ini


dibedakan menjadi tiga kelompok sasaran yaitu anak-anak (41 siswa TK), remaja
(26 orang), orang tua, dan tokoh masyarakat (108 orang).
Diagram 2.1 menjelaskan interaksi antarkomponen dalam masyarakat.
Program Health Behavior Training for Coping Endemic ini menjangkau seluruh
tahap perkembangan agar terjadi proses imitasi dari setiap tahap terhadap tahap
perkembangan selanjutnya. Program ini ditujukan kepada masyarakat Dusun
Menguri yang mengalami KLB pada bulan Juni 2005. Sedangkan untuk kelompok
sasaran yang dijadikan kelompok kontrol menggunakan dusun Nganti yang tidak
mengalami KLB. Dari dua kelompok tersebut, dibagi menjadi tiga kelompok
berbeda berdasarkan umur yaitu orang tua, anak-anak, dan remaja. Untuk menjaga
sustainability, maka dilibatkan pula tokoh masyarakat sebagai kontrol masyarakat.

PKMM-4-5-5



Intervensi

  Sistem sosial yang berkesinambungan


        Intervensi pelatihan
      Sinergi antara kelompok sasaran


Tokoh
Masyarakat

Orang Tua

Anak-anak & Remaja


Gambar 2.1 Metode Pendekatan

Dari diagram di atas dapat dilihat interaksi antar subjek dalam masyarakat.
Program Health Behavior Training for Coping Endemic ini menjangkau seluruh
tahap perkembangan agar terjadi proses imitasi dari setiap tahap terhadap tahap
perkembangan selanjutnya. Setiap kelompok diberikan perlakuan yang berbeda
sesuai dengan pamahaman dan ketersedian waktu subjek. Orang tua diberikan
FGD sebanyak tiga sesi selama tiga minggu, remaja diberikan training sebanyak
tiga sesi selama tiga hari berturut-turut, anak-anak diberikan outbond berupa Fun
Health Learning selama satu hari, dan untuk tokoh diberikan training action plan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Untuk mengetahui perbandingan dari program PKMM dilakukan analisis
hasil menggunakan pretes dan postes pada dua kelompok sasaran (orang tua).
Analisis hasil menggunakan SPSS 10.0 for Windows melaui uji Independent
sample t-test. Hasil analisis pretes menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap
pemberantasan malaria pada kedua kelompok sasaran menunjukkan nilai t sebesar
0, 252 dengan nilai p=0,801. Tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05),
sedangkan hasil postes sikap dan pengetahuan setelah perlakuan menunjukkan
nilai t sebesar 8,971 dengan nilai p=0,000. Ada perbedaan yang signifikan (p<0,0)
pada subjek kelompok sasaran dalam peningkatan pengetahuan dan sikap setelah
mengalami perlakuan dibandingkan dengan kelompok lain.
Pada remaja, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai sikap awal (pretes)
terhadap pemberantasan malaria pada kedua kelompok menunjukkan nilai t= 0,524 dengan nilai p=0,601. Sedangkan sikap dan pengetahuan remaja setelah
perlakuan (postes) menunjukkan nilai t sebesar 6,103 dengan nilai p=0,000
(p<0,01). Angka ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaaan yang signifikan pada
kedua kelompok remaja.
Data program yang diberikan untuk anak-anak dievaluasi secara kualitatif.
Data menunjukkan bahwa semua peserta (orang tua dan guru) menilai program
FHL baik dan bermanfaat baik bagi anak-anak maupun bagi orang tua. Hal
tersebut menunjukkan program FHL dibutuhkan oleh peserta. Hasil monitoring
pada bulan Juli 2006 juga menunjukkan bahwa anak-anak dan orang tua masih
menerapkan pengetahuan dan perilaku pencegahan malaria yang diberikan
melalui program PKMM.
Pendapat positif tentang pelaksanaan program FHL terlihat dari
pernyataan orang tua dan guru berikut ini :

PKMM-4-5-6

Acara itu (FHL) baik, untuk melatih kemandirian anak dan menambah
pengalaman anak tentang kesehatan (guru TK ABA Menguri)
Menurut saya ini sudah cukup baik, karena bisa memberikan wawasan orang
tua sekaligus anak mengenai penyakit malaria secara lebih mendalam, terutama
dengan diberikan lembaran brosurnya (orang tua siswa TK ABA Segajih)
Orang tua dan anak menjadi tahu tentang penyebab, pencegahan, serta
akibat dari penyakit malaria.
Sangat baik, untuk melatih anak mandiri, mengenal lingkungan alam sekitarnya
dan mengetahui penyebab , pencegahan serta akibat apabila orang terserang
penyakit malaria (orang tua siswa TK ABA Segajih)
Menurut saya acara itu baik sekali, sebab bisa memberi pengertian/penjelasan
tentang bahaya malaria (orang tua siswa TK ABA Menguri)
Selain mencapai tujuan utama yaitu mengenalkan penyakit malaria dan
perilaku pencegahan malaria, FHL juga melatih keberanian dan kemandirian
siswa.
Cukup bagus, karena bisa menambah pengetahuan bagi anak-anak bagaimana
cara menjaga kesehatan. Bisa melatih keberanian anak (guru TK ABA Segajih)
Menurut kami sangat bagus, karena dapat mendidik anak-anak tentang
kesehatan, juga dapat mendidik anak untuk mandiri dan mengenal lingkungan
(orang tua siswa TK ABA Menguri)
Pembahasan
Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap
pengetahuan dan sikap terhadap malaria dari dua kelompok sasaran. Hal ini
menunjukkan pelatihan health behavior yang diberikan kepada remaja berhasil.
Perubahan pengetahuan dan sikap yang dihasilkan akan lebih mudah mengubah
perilaku, karena perilaku yang dihasilkan mempunyai alasan yang kuat. Hasil
studi ini didukung oleh pendapat Notoatmodjo (1997), yang menyatakan bahwa
salah satu faktor yang menentukan perilaku kesehatan seseorang adalah
pengetahuan.
Hasil PKMM sejalan dengan pendapat Azwar (2005), yaitu bahwa sikap
adalah suatu kecenderungan untuk memberikan respon terhadap suatu objek
dalam bentuk perasaan memihak atau tidak memihak melalui proses interaksi
komponen-komponen sikap yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan) dan
konatif (kecenderungan bertindak). Anggapan-anggapan yang negatif terhadap
atau kepercayaan-kepercayaan yang keliru terhadap pencegahan malaria
cenderung untuk berkebiasaan yang kurang tepat dalam mencegah malaria.
Sesuai dengan teori tindakan beralasan (theory of reasoned action) dari
Fishben dan Ajzen (dalam Azwar, 2005). Dengan mencoba melihat anteseden
penyebab perilaku volisional (perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri),
teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia umumnya melakukan
sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal, bahwa manusia mempertimbangkan
semua informasi yang ada, dan bahwa secara eksplisit dan implisit manusia
memperhitungkan implikasi tindakan mereka.
Variabel pengetahuan dan sikap berhubungan dengan perilaku pencegahan
malaria, tetapi bukan faktor penentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar dan
Notoatmodjo yang menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap tidak berhubungan
secara langsung dengan perilaku kesehatan, tetapi masih ada faktor lain yang

PKMM-4-5-7

mempengaruhi perilaku kesehatan, antara lain sistem kepribadian, pengalaman,


dan adat istiadat yang dipegang oleh individu tersebut, serta adanya faktor
pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Dalam konteks budaya Hargotirto,
maka yang termasuk paling berpengaruh adalah adat-istiadat, misalnya pekerjaan
sebagai penderes dengan tidak berbaju, tahlilan malam hari tidak menggunakan
lengan panjang, tidur tidak mau menggunakan kelambu, malas minum obat, dan
sebagainya.
Di antara berbagai keyakinan yang akhirnya akan menentukan intensi dan
perilaku tertentu adalah keyakinan akan tersedia tidaknya kesempatan dan sumber
yang diperlukan (Ajzen, 1998, dalam Azwar, 2005). Keyakinan ini dapat berasal
dari pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan di masa lalu, dapat juga
dipengaruhi oleh informasi tak langsung mengenai perilaku itu, misalnya dengan
melihat pengalaman orang lain yang pernah melakukannya, dan dapat juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mengurangi atau menambah kesan
kesukaran untuk melakukan perbuatan yang bersangkutan.
Pemberian informasi tentang cara-cara pencegahan malaria akan
menimbulkan kesadaran masyarakat dan menyebabkan perilaku berubah sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara
ini memerlukan keberlanjutan dalam waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai
akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran masyarakat sendiri (bukan
paksaan).
Pelatihan yang didesain untuk memancing partisipasi, menyebabkan
peserta ikut aktif dalam berpartisipasi dalam diskusi-diskusi tentang informasi
yang diterimanya (Nur, 1994; Krueger, 1994; Karmiyati, 1998). Dengan fasilitator
yang telah memahami secara mendalam tentang malaria dan diskusi kelompok,
pengetahuan sebagai dasar-dasar perilaku diperoleh secara mantap. Dasar yang
mantap akan lebih mudah mengubah perilaku.
Masyarakat mempunyai persepsi bahwa mahasiswa adalah orang yang
kompeten terhadap masalah ini. Kepercayaan terhadap fasilitator tersebut
meningkatkan kepercayaan terhadap informasi yang disampaikan. Semakin
percaya individu terhadap informasi, maka semakin tinggi pula intensi individu
untuk mengubah perilakunya. Teknik persuasi seperti ini lebih banyak
menggunakan bahasa nonverbal, seperti penampilan, tingkat pendidikan, gaya
bicara, dan lain-lain. Kehadiran tim PKMM sekaligus sebagai mahasiswa KKN
Tematik, membuat kepercayaan pada peneliti semakin meninggi.
Dukungan dari pimpinan/tokoh-tokoh masyarakat sangat berguna untuk
menambah motivasi masyarakat untuk melakukan perilaku pencegahan. Selain
sebagai model awal perilaku, tokoh masyarakat diharapkan meneruskan program
yang dirintis peneliti untuk berusaha secara berkelanjutan menyelesaikan
masalahnya dengan warganya sendiri karena faktor "the local leaders"
mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
Tujuan pokok dengan pendekatan terhadap tokoh masyarakat dan tokoh
agama dari pendekatan edukatif ini ialah untuk (1) mengembangkan kemandirian
masyarakat di bidang kesehatan dan (2) memecahkan masalah kesehatan
masyarakat setempat. Jelas bahwa untuk mencapai tujuan ini anggota masyarakat
perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap,
dan ketrampilan mereka dalam mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan dan

PKMM-4-5-8

memecahkan masalah-masalah tersebut dengan menggunakan secara optimal


sumber-sumber yang diperoleh di tempat itu (Sarwono, 1993).
Hal ini sesuai dengan tujuan pemberdayaan masyarakat yaitu untuk
meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang
lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya.
Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan
formal dan nonformal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat
bertujuan "mendidik masyarakat agar mampu mendidik diri mereka sendiri" atau
"membantu masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri".
Hasil atau perubahan perilaku dengan cara memberikan pengetahuan
memakan waktu yang lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng
karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005). Membangun
kerja sama dengan key person (tokoh masyarakat dan tokoh agama) sebagai model
perilaku sehat sangat penting dilakukan. Upaya promosi kesehatan yang ditujukan
kepada sasaran sekunder ini sejalan dengan strategi dukungan sosial (social
support). Kegiatan yang ditujukan kepada tokoh masyarakat, baik formal (guru,
lurah, camat, dukuh, ketua RT, ketua RW, dan sebagainya) maupun informal
(tokoh agama, tokoh pemuda, dan sebagainya) yang mempunyai pengaruh di
masyarakat. Tujuan kegiatan ini adalah kegiatan atau program kesehatan
memperoleh dukungan dari para tokoh masyarakat dan tokoh agama. Pada
masyarakat yang masih paternalistik seperti di Indonesia ini, tokoh masyarakat
dan tokoh agama merupakan panutan yang sangat signifikan. Apabila tokoh
masyarakat dan tokoh agama sudah mempunyai perilaku sehat, akan mudah ditiru
anggota masyarakat yang lain (Notoatmodjo, 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Program health behavior training for coping endemic adalah pemicu
berputarnya circle networking anti malaria antara tokoh masyarakat, orang tua,
dan anak dalam hubungan yang saling menguatkan. Program health behavior
training for coping endemic mudah diterima oleh masyarakat Dusun Menguri.
Tingkat penerimaan informasi yang tinggi dihubungkan dengan konsep program
yang memperhatikan karakteristik khas masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat
tampak dalam angka keikutsertaan program yang mencapai lebih dari 90%
kelompok sasaran.
Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pentingnya peran keluarga
dalam peningkatan status kesehatan. Berdasarkan pengamatan dari tim PKMM,
belum banyak kegiatan promosi kesehatan yang mengikutsertakan seluruh
komponen keluarga secara komprehensif. Mengoptimalkan peran keluarga
mampu menjadi kekuatan sendiri dalam pembangunan kesehatan.
Merujuk pada efektivitas program di Dusun Menguri, kegiatan serupa
dapat dilakukan di daerah lain. Produk yang dihasilkan oleh PKMM dapat
dijadikan sebagai guideline.

PKMM-4-5-9

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S., 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Bapelkes., 2005. Kumpulan Materi Pelatihan P2 Malaria. Solo: Pusat
Pemberdayaan dan Analisis Sosial
Cambel. D.T. Stanley.J.C., Experimental and Quasi Experimental Designs for
Research, Rand Mc nally and Company, 1972
Creswell, J. W., 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.
California: Sage Publication, Inc.
Gochman, D. S. 198. Health Behavior: Emerging Research Perspecties. Plenum
Press
Karmiyati, Diah. 1998. Meningkatkan Perilaku Sehat Lansia Melalui Diskusi
Kelompok, thesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada
Krueger, R. A., 1994. Focus Groups: A Practical Guide for Applied Research.
California: Sage Publications, Inc.
Murphy, E. M., 2005. Promoting Healthy Behavior. Washington: International
Program Population Reference Bureau
Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Nur, E. 1996. Efektivitas Diskusi Kelompok dan Buku Saku terhadap Peningkatan
Frekuensi Pola Makan Sehat Mahasiswa, thesis (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Sarwono, S,. 1992. Sosiologi Kesehatan. Jakarta:
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo

PKMM-4-6-1

ALAT PEMBASMI HAMA MULTIFUNGSI


DENGAN PEMANFAATAN FREKUENSI
Endra Dwi P, Edy Novianto, Ratna Sari, Marsono
Program Studi Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta

ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya petani yang ingin meningkatkan
hasil pertanian dengan mengusir hama pertanian mereka melalui bermacam
cara yang masih konvensional seperti mengusir tikus dengan mencari tikus
sampai membongkar rumah tikus, dan juga menggunakan racun untuk
membunuhnya, selain itu juga adanya pengunaan insectisida untuk membunuh
serangga-serangga pengganggu tanpa memperhitungkan akibat yang akan
ditimbulkan setelah pemakaian insectisida tersebut bagi generasi sekarang dan
yang akan datang, dengan cara-cara yang demikian itu dianggap sangat kurang
efektif dan effisien sehingga perlu adanya alat yang bisa digunakan untuk
mengganti kekurangan dari sistem sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membuat alat pembasmi hama multifungsi dengan pemanfaatan frekuensi
yang bisa digunakan oleh petani untuk meningkatkan hasil pertanian mereka.
Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
rancang bangun, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Observasi kebutuhan,
gambaran masalah, syarat perancangan, informasi pemenuhan kebutuhan
perancangan, perancangan, pembahasan perbagian, pembuatan, pengujian,
evaluasi, cocok, selesai. Yang menjadi populasi sekaligus sampel adalah hasil
rancangan dan pembuatan yang berupa alat pembasmi hama multifungsi.
Pengambilan data dilakukan dengan pengujian alat yakni dengan uji fungsional,
uji kerja dan uji pelayanan. Analisis data yang digunakan adalah analisis data
deskriptif.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ; (1) Alat yang dibuat dapat menghasilkan
frekuensi ultrasonk dengan range frekuensi 15 100 KHz yang mampu
berpindah-pindah secara otomatis, (2) Respon hama terhadap pancaran frekuensi
yang telah dihasilkan tidak berlangsung secara spontan, (3) Alat mampu
dijalankan dengan tegangan arus sebesar 12 volt, baik itu menggunakan
acumulator/aki maupun dengan adaptor, sehingga dapat digunakan baik itu di
tempat terbuka maupun di dalam rumah.
Kata Kunci : Alat pembasmi hama, Frekuensi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada era globalisasi sekarang ini perkembangan teknologi sangat pesat, dan
hal itu telah banyak mengubah kondisi masyarakat khususnya di Negara kita.
Dengan teknologi yang telah ada masyarakat semakin mudah untuk melakukan
segala aktivitasnya. Semakin tinggi teknologi yang dimiliki oleh suatu bangsa
maka akan semakin tinggi pula tingkat masyarakatnya. Oleh karena itu

PKMM-4-6-2

masyarakat kita sekarang ini berlomba-lomba untuk memakai teknologi yang


terbaru, karena banyak hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan
teknologi. Teknologi yang adapun haruslah dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
masyarakat. Penerapan teknologi harus sesuai dengan kemajuan kondisi
masyarakat yang menggunakannya dan teknologi yang ada haruslah ramah
terhadap lingkungan.
Di Negara kita masyarakatnya sebagian besar bermata pencaharian atau
bekerja sebagai petani karena Negara kita termasuk Negara agraris yang
kebanyakan tanahnya subur. Dengan makin bertambahnya waktu maka makin
bertambah pula anggota keluarga mereka dan hal itu memberikan mereka
pemikiran untuk meningkatkan taraf hidup mereka supaya tidak kekurangan
dalam mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari dan juga untuk kebutuhan yang
akan datang. Dengan alasan tersebut maka kebanyakan dari para petani saling
berlomba-lomba untuk meningkatkan hasil pertanian mereka.
Dengan meningkatnya teknologi maka tidak sedikit pula para pengusaha
yang mendirikan industri untuk membuat bahan-bahan pestisida maupun
insectisida dan juga obat-obatan lain yang banyak dibutuhkan oleh petani.
Meskipun sudah banyak obat-obatan untuk membasmi hama tersebut masih saja
bisa kita lihat bahwa hama tersebut masih saja ada dan bahkan mereka makin
kebal dengan adanya obat yang telah ada, jadi hal tersebut adalah penyebab
mengapa petani meninggikan dosis pada saat mereka melakukan penyemprotan
pada tanaman tanpa memperhatikan efek yang akan timbul sesudahnya bagi
lingkungan, yang mereka inginkan ialah saat ini bagaimana caranya untuk
mendapatkan hasil yang melimpah.
Selain hama serangga masih ada lagi hama yang cukup mengkhawatirkan
bagi para petani yaitu serangan tikus. Bagi petani tikus ialah binatang yang sangat
berbahaya karena dalam serangan semalam saja bisa menghabiskan lebih dari satu
hektar lahan pertanian, dan umumnya kalau tikus menyerang selalu berpindahpindah dan semua tanaman yang ada pasti mereka habiskan tanpa terkecuali,
sehingga hal ini dianggap sebagai faktor terbesar gagal panen setelah bencana
alam. Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh petani untuk menanggulangi
serangan tikus tersebut, mulai dari memberikan racun tikus di sekitar lahan
pertanian mereka sampai memberantas rumah-rumah tikus. Tapi usaha yang
dilakukan oleh petani ini kelihatannya terlalu banyak membuang waktu, tenaga
dan biaya mereka, sehingga hasil yang didapatkan mereka pun kurang memuaskan
dan malahan tikus yang merasa terganggu mengamuk dengan membabi buta
menyerang tanaman mereka.
Disamping serangga dan tikus masih ada hama lagi yang cukup mengganggu
petani yaitu burung pipit. Burung pipit biasanya datang pada saat tanaman padi
mulai keluar buahnya dan pada saat datang burung pipit mula-mula sedikit, tetapi
dalam selang waktu yang tidak begitu lama mereka akan membentuk koloni
dalam jumlah yang sangat banyak bahkan mencapai ribuan jumlahnya. Sehingga
saat mereka mulai menyerang tanaman padi dalam jangka waktu singkat dapat
dipastikan tanaman padi tadi buahnya sudah pasti habis tinggal batang dan
daunnya saja. Sebenarnya para petani sudah mencoba untuk mengusir burungburung tersebut, tapi kelihatannya usaha mereka kurang begitu memuaskan dan
juga malahan banyak membuang tenaga, karena mereka harus memutari lahan
mereka sambil berteriak-teriak untuk mengusir burung tersebut, bahkan petani

PKMM-4-6-3

juga dibuat jengkel karena setelah ditinggal sebentar burung-burung tersebut


bahkan tidak kapok-kapoknya datang lagi.
Dengan kondisi-kondisi yang demikian itu maka perlu ditemukanya suatu
cara untuk meningkatkan hasil pertanian dengan tidak merusak lingkungan
dengan hasil yang memuaskan dan tidak banyak membuang waktu, tenaga dan
biaya, lebih efektif dan efisien. Untuk itu kami mencoba merencanakan suatu alat
yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang sering di alami
para petani yaitu hama serangga, hama tikus, maupun hama burung. Alat tersebut
kami beri nama NBIP (NO BIRD, INSECT & PEST), dengan arti anti burung,
serangga dan tikus. Pada alat ini akan dihasilkan suatu frekuensi untuk
menghasilkan suara ultrasonic yang hanya bisa didengar oleh burung, serangga
maupun tikus, dan suara yang dihasilkan tadi akan dapat menyebabkan mereka
lari bahkan bisa menyebabkan sistem pendengaran mereka rusak. Dapat
dicontohkan seperti apabila kita mendengar suara yang melengking dengan
frekuensi yang amat tinggi, maka tidak mungkin kita akan mendekati sumber
suara tadi, tetapi kita pasti akan lari untuk menghindari suara tadi. Saat alat ini
dinyalakan di lahan pertanian kita maka alat ini akan menghasilkan suara
ultrasonic yang dapat mengusir hama pada tanaman, sehingga hasil dari pertanian
akan melimpah tanpa harus berteriak-teriak untuk mengusir burung ataupun harus
berlari-lari waktu mengejar tikus.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah sebagaimana yang telah dipaparkan diatas maka
dapat ditarik rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana merancang dan membuat alat No Bird, Insect and Pest (NBIP) ?
2. Bagaimana kinerja alat yang telah dibuat ?
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Merancang dan membuat Alat NBIP.
2. Mengetahui kinerja alat NBIP.
Manfaat
Di dalam penelitian diusahakan agar hasil karya dapat bermanfaat baik bagi
penyusun maupun bagi pengguna. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari
pembuatan karya teknologi ini adalah :
1. Bagi Mahasiswa
a. Menambah wawasan tentang pentingnya kreatifitas dalam mengikuti
perkembangan karya teknologi.
b. Mampu secara individu maupun kelompok dalam menciptakan suatu
karya teknologi sesuai kebutuhan di masyarakat.
2. Bagi masyarakat kususnya petani
a. Dengan adanya alat ini maka tanaman mereka menjadi lebih aman dari
serangan hama burung, serangga dan tikus.
b. Akan lebih menghemat tenaga, waktu dan biaya untuk mengusir hama
tanaman mereka.
c. Hasil pertanian akan lebih melimpah dibanding sebelumnya.

PKMM-4-6-4

METODE PENELITIAN

Observasi

Perancangan (Design)

Pengumpulan bahan

Proses Pengerjaan

ERROR

Uji Coba

O.K
Evaluasi

Penyempurnaan

Penggunaan/ aplikasi

Gambar 1. Diagram Alir Rancangan Pelaksanaan Program.


Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Waktu : Mei - Oktober 2005.
Tempat :
a. Laboraturium Elektronika FT Universitas Negeri Yogyakarta (FT UNY)
b. Desa Combongan, Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah.

PKMM-4-6-5

Bahan dan Alat yang Digunakan


Adapun bahan dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Bahan dan Alat yang Digunakan
No
1

Bahan/Alat
IC

Tripod

Transistor

Kapasitor

5
6
7
8
9
10
11
12
13

PCB
Solder
Tenol
Osiloskop
Multitester
Pelarut
speaker
kabel
Led indikator

Keterangan
HEF 4013 BP
HEF 4017 BP
NE 556 N
100 K
50 K
BD 140
BD 139
470 F
1 F
331
103
ferriklorid
20 watt
-

Jumlah
1 buah
1 buah
1 buah
10 buah
1 buah
4 buah
4 buah
1 buah
1 buah
1 buah
2 buah
Secukupnya
1 buah
Secukupnya

2 buah
Secukupnya
Secukupnya

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
1. Proses Perancangan
Pada proses perancangan alat, peneliti mendesain suatu alat yang dapat
membangkitkan frekuensi yang diperkirakan dapat mengusir serangga yaitu
berkisar 20 kHz s/d 200 kHz
2. Proses Pembuatan
Peneliti mencoba membuat 3 model alat dengan frekuensi yang berbeda Hal ini
di lakukan untuk mengetahui model mana yang efektif dan efisien untuk mengusir
hama.
a.
Model I dengan range frekuensi 15 244 KHz dengan komponen
utama IC NE 555 dan IC CD 4013, komponen lainnya merupakan
komponen pasif yang berupa resistor, kapasitor dan dioda.
b.
Model II dengan frekuensi 33 58 KHz dengan komponen utama IC
NE 555 dan IC CD 4013, komponen lainnya merupakan komponen
pasif yang berupa resistor, kapasitor dan dioda.
c.
Model III dengan frekuensi 15 -100 KHz dengan komponen utama IC
timer NE 556 dan IC D flip-flop 4013 dan 4017, dan transistor BD
139 dan BD 140. komponen lainnya merupakan komponen pasif yang
berupa resistor, kapasitor dan dioda.
3. Hasil Pembuatan
Dari proses pembuatan maka dihasilkan suatu 3 model alat dengan frekuensi yang
berbeda.

PKMM-4-6-6

a.
b.
c.

Model I dengan range frekuensi 15 244 KHz dengan pengatur


frekuensi secara manual.
Model II dengan frekuensi 33 58 KHz dengan pengaturan frekuensi
secara manual
Model III dengan frekuensi 15 -100 KHz dengan pengaturan frekuensi
secara otomatis.

Gambar 2. Rangkaian Elektronika Alat Pembasmi Hama.


4. Pengujian
Dalam pengujian mempunyai tahapan yang sama untuk ketiga model alat yaitu
a.
Uji Fungsional dilakukan dengan mengetes komponen elektronika
dengan multitester dan semua dalam kondis baik.
b.
Uji unjuk kerja dengan bantuan osiloskop untuk mengetahui besar
frekuensi tersebut.
c.
Uji lapangan meliputi beberapa tahapan yaitu :

Menyiapkan alat uji dan hama uji.

Serangga yang di uji terdiri dari belalang, walang sangit, kepik


dan tikus.

Meletakkan hama uji dalam tempat ( kotak yang berstrimin dan


berlubang-lubang.

Mendekatkan alat uji ke hama uji dengan jarak 3-15 cm dengan


mengarahkan pancaran ultarsonik ke hama uji yang di maksud

Mengaktifkan alat uji.

Mengamati perubahan tingkah laku hama uji akibat pancaran


ultrasonik.

PKMM-4-6-7

Pengujian ini dilakukan dengan meletakkan sensor ultrasonik


berjarak 5- 10 cm.

Waktu uji untuk masing-masing tingkat frekuensi adalah 2-4


menit.

Melakukan pengamatan tambahan perilaku hama uji terhadap


berbagai tingkatan frekuensi.

Mencatat hasil pengamatan.


5. Hasil pengujian.
Dari pengamatan respon hama uji terhadap frekuensi ultarsonik dari alat uji ,
diketahui bahwa hama uji belum merespon secara nyata dan cepat terhadap
frekuensi yang diberikan kepadanya dan hama uji tidak mengalami perubahan
perilaku.
Pembahasan
1. Proses Pembuatan
a.
Proses Pembuatan.
Pada proses pembuatan peneliti telah mencoba beberapa rangkaian
pembangkit frekuensi. Setidaknya ada 3 alat pembangkit frekuensi
yang di buat.

Model I dengan range frekuensi 15 244 KHz dengan pengatur


frekuensi secara manual.

Model II dengan frekuensi 33 58 KHz dengan pengaturan


frekuensi secara manual

Model III dengan frekuensi 15 -100 KHz dengan pengaturan


frekuensi secara otomatis.
b.
Pembahasan Pengujian.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan
osciloskop bisa diketahui bahwa alat yang dihasilkan telah bisa
menghasilkan frekuensi ultrasonik sesuai dengan yang dibutuhkan
yaitu antar 15 100 KHz, sedangkan pengujian yang dilakukan pada
tikus efek instannya belum terlihat dengan jelas, tetapi memerlukan
waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan peneliti ingin secepatnya
efek instan dari pengujian tersebut padahal untuk alat pengusir tikus
untuk rumah tinggal memerkukan waktu kurang lebih 5- 6 minggu.
2. Kinerja Alat
Alat sudah bekerja baik dengan menghasilkan frekuensi seperti yang
direncanakan. Alat juga dapat bekerja dengan menggunakan tenaga listrik
dari aki 12 volt hal ini dimaksudkan agar alat tetap memancarkan frekuensi
elektronik tanpa tergantung sumber listrik dari PLN sehingga mampu
bekerja dengan jangka waktu yang lama.
3. Kelebihan Alat
Peneliti ingin memaksimalkan kinerja alat model III sebagai produk akhir
program ini karena mempunyai kelebihan :
a.
Alat ini mampu mengahasilkan frekuensi ultrasonik bermacammacam.
b.
Alat ini mampu menggeser besar frekuensi secara otomatis berbeda
dengan model I atau model ke II yang masih manual.
c.
Mempunyai rang frekuensi 15 -100 KHz.

PKMM-4-6-8

d.
e.
f.

Mudah dioperasikan.
Mudah dipindah tempat.
Dapat dioperasikan siapa
pendidikannya.

saja

tanpa

memandang

tingkat

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Alat yang dihasilkan telah mampu menghasilkan frekuensi ultrasonic dengan
rang frekuensi 15 100 KHz.
2. Respon hama terhadap pancaran frekuensi ultrasonik tidak berlangsung
secara spontan.
DAFTAR PUSTAKA
Eugene Ackerman, Eynda B.M Elliy, Lawrence Williams. 1998. Ilmu Biofisika.
Airlangga University Press.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
www.Liputan6.COM
www.mamud.com/
www.basicsphp.com
www.tokobagus.com/toko/elektronik/konsumen.
www.microchip.com/downloads/device/osilator/
www.forumallabourtscircuits.com/
www.unej.ac.id/fakultasmipa pse.litbang.deptan.go.id/
www.pustakabogor.net
www.litbang.deptan.go.id.
www.libraryusu.ac.id./

PKMM-4-7-1

SOSIALISASI MITIGASI DAERAH RAWAN LONGSOR


DI DESA KEMUNING LOR, KECAMATAN ARIASA,
KABUPATEN JEMBER-JAWA TIMUR
Hanis Setiyawati dkk
Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batu pada arah gerak
tegak, mendatar atau miring dari kedudukannya semula (Purbohadiwidjojo, 1965).
Perpindahan massa tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain aktivitas
tektonik yang berasosiasi dengan aktivitas kondisi struktur geologi lokal maupun
regional dan perubahan beban yang diterima oleh tanah.
Tanah longsor merupakan salah satu gerakan tanah yang terjadi karena
adanya perpindahan massa tanah dan batuan pada suatu bidang longsor dari
kedudukan semula akibat adanya ketidakstabilan gravitasi pada massa tersebut.
Perubahan nilai kestabilan massa tanah dapat dipicu oleh beberapa faktor
gangguan, misalnya gerakan tanah, pembebanan pada tanah dan menurunnya daya
dukung tegangan ikatan antar partikel penyusun lapisan tanah akibat penambahan
air dalam pori yang dapat terjadi dengan adanya curah hujan yang cukup tinggi
atau kenaikan muka air tanah. .
Sebenarnya, di Indonesia sendiri bencana tanah longsor bukanlah hal yang
langka. Apalagi pada saat musim hujan, sering terdapat pemberitaan tentang
tanah longsor di berbagai daerah. Secara fisis, peristiwa kelongsoran karena air
hujan bermula dari resapan air hujan yang menambah beban massa tanah. Air ini
tertahan dalam tanah dan akan memperlemah daya dukung massa tanah karena air
akan meningkatkan tegangan permukaan dalam pori tanah yang kemudian
memperlemah ikatan antar butir penyusun lapisan tanah dan sekaligus mengurangi
kuat geser lapisan tanah.
Ketika terdapat suatu daerah dimana beban dan massa tanah telah
mendekati atau bahkan sama dengan daya dukung massa tanah, maka daerah
tersebut merupakan daerah rawan longsor. Apabila kondisi tersebut telah terjadi
maka bencana longsor tinggal menunggu waktu saja.
Keadaan seperti inilah yang tengah terjadi di suatu daerah Kemuninglor,
Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember. Dimana kondisi longsoran tanahnya cukup
memprihatinkan, karena ketinggian longsorannya mencapai 50 meter. Ditambah
lagi daerah longsoran yang relatif dekat dengan areal pertanian dan pemukiman
penduduk. Apabila longsoran ini terus terjadi, maka kondisi ini akan
membahayakan keselamatan penduduk di sekitarnya. Untuk itu perlu adanya
tindakan pecegahan (mitigasi) sedini mungkin terhadap bahaya longsor ini
Kegagalan tindakan pencegahan tanah longsor yang terjadi biasanya
disebabkan oleh tindakan perencanaan yang kurang memahami kondisi geologi
daerah tersebut. Analisa stabilitas lereng yang dilakukan tidak melibatkan
beberapa faktor seperti kondisi geologi, hidrologi dan lapisan tanah lapuk sering
kali merupakan kondisi awal dari kejadian tanah longsor.
Keadaan yang ada di lokasi longsor di desa Kemuninglor Kecamatan
Arjasa kab. Jember merupakan daerah perbukitan yang dipergunakan sebagai
lahan pertanian/persawahan dan pemukiman. Dari daerah yang berbukit tersebut
menyebabkan lahan pertanian yang ada menggunakan sistem bertingkat (seperti
anak tangga). Kurangnya vegetasi besar yang biasanya berfungsi sebagai penahan

PKMM-4-7-2

air, menyebabkan daerah persawahan yang memiliki kandungan air yang tinggi
tidak ada penahannya sehingga jika terdapat tambahan kandungan air baik dari air
hujan maupun dari resapan air tanah itu sendiri menyebabkan tingkat resapan
fluida dalam formasi batuan ini tinggi karena memiliki tingkat porositas yang
besar.
Untuk meneliti keadaan struktur bawah permukaan daerah longsoran ini,
telah dilakukan akuisisi data di Desa Kemuninglor kec Arjasa Kab Jember yang
merupakan daerah longsor yang diakibatkan ketidakmampuan lapisan tanah
menahan resapan air, baik air hujan maupun air tanah yang ada. Terjadinya
longsoran juga ditunjang dengan sedikitnya vegetasi tanaman yang berfungsi
sebagai penahan air. Selain itu juga karena keadaan geologi tanah dimana daerah
longsoran merupakan daerah perbukitan yang digunakan sebagai persawahan
sehingga pada lapisan tanahnya cenderung memiliki kandungan air yang tinggi.
Dengan menggunakan metode VLF yang memanfaatkan komponen magnetik dari
medan elektromagnet pemancar radio yang berfrekuensi rendah (15-30 kHz)
didapatkan gambaran bawah permukaan tanah dari rapat arus yang menunjukkan
adanya fluktuasi rapat arus. Nilai fluktuasi rapat arus dapat dilihat dari gambaran
pseudhosection dari setiap lintasan. Akuisisi data dilakukan pada tanggal 25-27
Juni 2005 dengan kondisi cuaca mendung.
Metode VLF merupakan salah satu metode dalam geofisika yang
memanfaatkan komponen magnetik dari medan elektromagnet yang ditimbulkan
oleh pemancar radio yang menggunakan frekuensi sangat rendah (15-30 kHz).
Medan magnet primer yang ditimbulkan frekuensi radio, dapat menginduksi
konduktor yang berada di bawah permukaan, sehingga timbul medan magnet
sekunder. Medan primer tersebut menjalar ke dalam rongga-rangga diantara
lapisan tanah bagaian atas dan dibawahnya dan menginduksi arus dalam
konduktivitas lapisan menurut hukum-hukum induksi EM. Arus tersebut
menimbulkan medan EM sekunder, yang dapat memperkecil medan EM primer.
Secara umum, selisih medan tersebut yang akan diterima oleh alat. Perbedaan
tersebut meliputi intensitas, fase, dan arah dan menyatakan terdapatnya konduktor
di dalamnya.
Dalam proses akuisisi data, dilakukan pengambilan data VLF terbagi
dalam 3 lintasan :
Lintasan 1 mempunyai arah sejajar dengan bibir jurang. Dari hasil
pengolahan data nilai konduktivitas tanah ditunjukkan oleh citra
warna, dari citra warna tersebut dapat terlihat bahwa pada lintasan
1 mempunyai konduktivitas yang relatif tinggi, hal ini diperkuat
oleh keadaan geologi langsung yang menunjukkan tanah yang
mempunyai tingkat porositas tinggi, sehingga fluida akan dengan
mudah megisi pori dan berakibat meningkatnya konduktivitas
tanah secara keseluruhan. Dengan adanya sisipan fluida pada tanah
maka ikatan antar butir tanah semakin berkurang dan beban yang
semakin meningkat, sehingga tingkat kerawanan longsor pada
daerah ini besar.
Lintasan 2 mempunyai arah pengukuran menuju bibir jurang. Dari
kontur sebaran konduktivitas terlihat potensi bidang gelincir pada
posisi 48-55 meter dengan kedalaman 4-12 meter. Hal ini
dikarenakan tanah yang mempunyai konduktivitas tinggi (citra

PKMM-4-7-3

warna kuning) berada diatas lapisan tanah dengan konduktivitas


yang lebih rendah (citra warna biru). Konduktivitas tinggi ini
disebabkan oleh kandungan fluida dalam pori tanah, dengan
adanya fluida dalam tanah akan meningkatkan massa tanah
tersebut dan apabila massa tanah melebihi daya tampung tanah
maka akan terjadi longsor. Potensi longsor ini diperkuat dengan
tidak adanya pohon besar sebagai penahan tanah.
Pada lintasan 3 arah pengukuran sama dengan arah lintasan kedua
dengan akhir lintasan tidak mendekati bibir jurang. Dari
penampakan geologi tanah pada daerah pengukuran relatif datar
dan berupa areal persawahan. Pada kontur sebaran konduktivitas
pada umumnya daerah ini mempunyai konduktivitas yang rendah,
hal ini ditunjukkan dengan dominasi warna biru. Bidang gelincir
pada lintasan ini tidak terlihat dengan jelas, sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa pada lintasan ini potensi longsor adalah kecil
terlebih dengan kondisi tanah yang lebih datar dibandingkan
dengan dua lintasan sebelumnya.
Dari hasil akuisisi data lapangan, pengolahan data dan interpretasi yang
telah dilakukan ini telah memberikan informasi mengenai kondisi struktur bawah
permukaan daerah rawan longsor di Desa Kemuning Lor, Kecamatan Arjasa,
Kabupaten Jember. Dimana tingkat kelongsoran paling tinggi atau paling rawan
adalah daerah di tepi jurang karena akumulasi fluida yang mengakibatjkan
berkurangnya daya ikat tanah sehingga jika terdapat tambahan massa maka akan
material tanah akan terlepas dan terjadi longsoran. Kondisi ini akan semakin parah
apabila musim hujan datang, dimana akumulasi fluida dalam tanah akan semakin
bertambah..
Untuk itu perlu diadakan sosialisasi dengan masyarakat dan aparat
pemerintah setempat untuk melakukan mitigasi guna mencegah longsoran yang
semakin parah di daerah ini. Namun, sebelum mengadakan sosialisasi ini, perlu
dilakukan terlebih dahulu kajian kajian sosial ekonomi masyarakat meliputi,
mata pencaharian utama, jumlah penduduk yang bermukim di daerah rawan
bencana, tingkat penghasilan penduduk dan informasi lain yang dibutuhkan untuk
membantu menentukan kebijakan penanggulangan bencana. Berdasarkan hasil
kajian sosial-ekonomi masyarakat dan kajian geofisika, maka metode
mitigasi yang paling tepat untk dilakukan adalah dengan melakukan
penghijauan, dimana letak lokasi penghijauan ditentukan berdasarkan hasil
interpretasi data VLF yang telah didapatkan
Sosialisasi hasil penelitian telah dilaksanakan 16 Oktober 2005 di Desa
Kemuning Lor. Sosialisasi ini akan ditujukan bagi masyarakat desa setempat
beserta pejabat daerah di desa tersebut. Metode sosialisasi ini lebih bersifat ke
arah penyuluhan kepada masyarakat, dan untuk mempermudah digunakan media
poster yang akan ditempel pada tempat-tempat strategis. Dalam kegiatan ini tim
peneliti mensosialisasikan beberapa hal antara lain :
1) Pengetahuan mengenai tanah longsor, meliputi pengertian umum,
penyebab kelongsoran, dan mekanisme terjadinya tanah longsor.
2) Sosialisasi hasil penelitian kondisi struktur bawah permukaan daerah
longsoran dengan menggunakan metode VLF, menyangkut daerah/posisi
mana saja yang memiliki tingkat kerawanan longsor yang tinggi.

PKMM-4-7-4

3) Bahaya dan kerugian yang dapat ditimbulkan oleh adanya bencana


longsor.
4) Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi sekaligus
mencegah daerah rawan longsor.
5) Sosialisasi mitigasi yang paling tepat untuk mencegah bahaya longsor
bedasarkan hasil interpretasi data.
Secara keseluruhan kegiatan sosialisasi ini berjalan dengan lancar dan
sukses. Hal ini dapat terlihat dari antusiaisme penduduk setempat dalam
mendukung kegiatan ini. Dalam kesempatan ini pula, penduduk juga memberikan
masukan untuk segera melakukan penghijauan, yang dilaksanakan dengan
melibatkan pemerintah daerah Jember. Dan juga jika memungkinkan untuk
memilih bibit tanaman yang juga mempunyai nilai ekonomis bagi masyarakat
setempat.

PKMM-4-8-1

PELATIHAN GYNOGENESIS PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA


IKAN KOI (Cyprinus carpio) DALAM UPAYA PENINGKATAN
KUALITAS GENETIK IKAN KOI DI KELOMPOK PEMBUDIDAYA
IKAN KOI SUMBER HARAPAN KABUPATEN BLITAR
PROPINSI JAWA TIMUR
Sri Pratiwi Saraswati Dewi, Febrika Kusuma Lestari, Hendra Nurcahyo,
Heru Wiyoto, Dyah Muji Rahayu
Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Salah satu daerah potensial penghasil ikan Koi di Kabupaten Blitar
adalah Kecamatan Nglegok, dimana ikan Koi yang dihasilkan mencapai 45 %
dari total produksi Kabupaten Blitar, yang tersebar di beberapa desa diantaranya
Desa Kemloko. Koi Blitar, memiliki variasi warna dan kecemerlangan yang lebih
unggul daripada koi dari daerah lain di Indonesia. Pada perkembangannya,
kebanyakan petani mencoba
menyilangkan generasi berikutnya dengan
karper/ikan mas, sehingga terjadi pergeseran atau mutasi gen yang menyebabkan
penurunan kualitas koi (Dayat dan Sitanggang, 2004). Sehingga perlu sebuah
upaya untuk mendapatkan kembali ikan koi yang berkualitas unggul, salah
satunya adalah dengan teknik gynogenesis. Tujuan dari program pengabdian
masyarakat ini adalah untuk : 1. Memperkenalkan metode gynogenesis kepada
pembudidaya ikan Koi sehingga mampu menghasilkan benih ikan Koi yang
memiliki pola warna dan karakter fenotif yang terbaik dan mengetahui sifat-sifat
daya tetas telur, kelulushidupan ikan dan variasi genetik. 2. Memberikan
pelatihan dan percontohan langsung mengenai teknik gynogenesis kepada
pembudidaya ikan Koi. Metode yang digunakan dalam program PKM
Pengabdian Kepada Masyarakat adalah dengan metode Informal Group
Discussions, metode Demonstrasi Cara dan metode Demonstrasi Hasil.
Hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut dapat diketahui dari parameter utama
dan penunjang. Parameter utama tersebut sebagai berikut : 57% dari anggota
kelompok pembudidaya ikan koi Sumber Harapan ikut dalam pelatihan, 66%
peserta merespon baik dengan adanya pelatihan ini, 58% peserta pelatihan
paham terhadap materi gynogenesis yang disampaikan dan 83% peserta
pelatihan paham terhadap praktek yang telah dikenalkan. Parameter Penunjang :
dalam praktek didapatkan Hatching rate (laju penetasan telur) sebesar 11,25%
untuk perlakuan gynogenesis meiosis dan 14,25% untuk perlakuan mitosis. SR
(Survival rate/kelulushidupan) sebesar 0% untuk perlakuan meiosis dan 7,01%
untuk perlakuan mitosis. PF (Prosentase Fenotif) warna sebesar 62,5% untuk
jenis Koromo dan 37,5% untuk ghosiki. Sedangkan pola sisik, didentifikasikan
bahwa ikan bersisik penuh (scaled).
Kata kunci : Gynogenesis, Ikan Koi (Cyprinus carpio), Kelompok Pembudidaya

PKMM-4-8-2

PENDAHULUAN
Di Indonesia Ikan Koi merupakan ikan hias favorit dan banyak digemari
masyarakat luas, karena tubuhnya yang mempesona dan harganya yang relatif
tidak mahal. Ikan koi sampai saat ini masih menjadi salah satu komoditas
perdagangan yang cukup baik dalam bidang perikanan. Ikan koi merupakan raja
ikan hias air tawar, karena mempunyai ukuran tubuh cukup besar dan memiliki
warna sangat bervariasi. Dalam populasinya ikan koi menunjukkan kehidupan
secara damai, tidak beringas, mudah berdampingan dengan jenis lain bila berada
dalam satu tempat. Koi bersifat omnivor (pemakan segala makanan) dan mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan (Susanto, 2002).
Blitar merupakan salah satu sentra budidaya Koi di Indonesia. Budidaya
ikan Koi di sini sudah dimulai sejak tahun 1983, dan usahanya sangat marak dan
menjadi lahan usaha baru yang sangat menjanjikan, tidak saja bagi pembudidaya
ikan tetapi juga para investor. Lebih dari 700 petani ikan di Kabupaten Blitar
membudidayakan ikan Koi dengan luas areal 112 hektar dan tersebar di beberapa
kecamatan. Dari jumlah pembudidaya ikan yang ada di Kabupaten Blitar, setiap
tahunnya mampu memproduksi Koi ukuran 15-40 cm kurang lebih 22.031.000
ekor (Anonymous, 2001). Salah satu daerah potensial penghasil ikan Koi di
Kabupaten Blitar adalah Kecamatan Nglegok, dimana ikan Koi yang dihasilkan
mencapai 45 % dari total produksi Kabupaten Blitar (dari 7 kecamatan produsen
ikan Koi), yang tersebar di beberapa desa diantaranya Desa Kemloko.
Koi Blitar, memiliki variasi warna dan kecemerlangan yang lebih unggul
daripada koi dari daerah lain di Indonesia. Koi Blitar sebenarnya merupakan koi
impor. Pada perkembangannya, kebanyakan petani mencoba menyilangkan
generasi berikutnya dengan karper/ikan mas, sehingga terjadi pergeseran atau
mutasi gen yang menyebabkan penurunan kualitas koi (Dayat dan Sitanggang,
2004). Sehingga perlu sebuah upaya untuk mendapatkan kembali ikan koi yang
berkualitas unggunl, salah satunya adalah dengan teknik gynogenesis.
Gynogenesis merupakan salah satu teknik manipulasi genetik yang dimaksudkan
untuk menghasilkan ikan diploid yang kedua kromosomnya berasal dari induk
betina saja. Gynogenesis merupakan proses pertumbuhan embrionik dengan hanya
menyertakan maternal genom. Hal ini merupakan bentuk parthenogenesis yang
khusus dimana embrio tumbuh setelah aktivasi telur oleh sperma yang tidak
memiliki kontribusi dari genom paternal. Hasilnya adalah zygote yang haploid.
Untuk mengembalikan genom menjadi diploid atau diploidisasi dapat berlangsung
secara spontan pada gynogenesis alami atau dengan menggunakan bahan kimia
atau perlakuan kejutan suhu/tekanan termasuk kejutan dengan radiasi untuk
mengaktifasi telur (anonymous, 2001).
Gynogenesis buatan pada ikan dapat dilakukan dengan berbagai perlakuan
pada tahapan pembuahan awal dan awal perkembangan embrio. Perlakuan yang
diberikan harus meliputi dua fungsi: (1) menyebabkan meterial genetik gamet
jantan menjadi tidak aktif, (2) mengupayakan terjadinya diploidisasi untuk
menjadi zygot (Fujaya, 2002). Pada proses gynogenesis sel telur difertilisasi
dengan sperma yang secara genetik inaktif. Embrio haploid yang dihasilkan dapat
dibuat menjadi diploid dengan penghambatan pembelahan meiosis II (penahanan
peloncatan polar body atau PB II) atau pengahambatan pada pembelahan mitosis I
(endomitosis atau metode EM ). Pada anakan gynogenesis dengan menggunakan
cara pertama akan dihasilkan beberapa anakan yang heterozygot berkenaan

PKMM-4-8-3

dengan prophase meiosis sebelumnya. Pada cara kedua genom haploid pada
embrio yang diduplikasi dengan penahanan pembelahan sel yang pertama.
Anakan hasil dari metode tersebut akan 100% homozygot (komen, 1990)

Gambar 1. Prosedur kerja gynogenesis meiosis


Sifat ikan yang dihasilkan pada gynogenesis meiosis akan bergantung
pada sifat ibunya dan jumlah crossing over yang terjadi. Kalau ibunya
homozygote maka F1 akan homozygot, jika ibunya heterozygot dan tidak terjadi
crossing over maka F1 akan homozygot, jika banyak terjadi crossing over maka
F1 menjadi heterozygot dan jika terjadi sedikit crossing over maka sebagian kecil
F1 menjadi heterozygot dan sebagian besar homozygot (Komen, 1991 dalam
Rustidja, 1991). Gynogenesis mitosis merupakan cara yang dapat digunakan
untuk menghasilkan gynogen mitosis/ anakan hasil gynogenesis mitosis (semua
gen-nya berasal dari induk betina), yaitu ikan yang 100% inbred. Teknik ini
digunakan pada spesies yang memiliki system determinasi sex X-Y (untuk jantan
XY dan betina XY, hampir semua spesies aquacultur memiliki system ini)
(anonymous, 2004).

Gambar 2. Skema kerja gynogenesis mitosis

PKMM-4-8-4

Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :


1. Sosialisasi Teknik Gynogenesis kepada pembudidaya ikan Koi Sumber
Harapan di Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok kabupaten Blitar.
2. Pelatihan dengan praktek lapang Teknik Gynogenesis kepada pembudidaya
ikan koi Sumber Harapan di Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok
kabupaten Blitar.
3. Monitoring hasil sosialisasi dan pelatihan.
Program ini bertujuan untuk :
1. Memperkenalkan metode gynogenesis kepada pembudidaya ikan Koi
sehingga mampu menghasilkan benih ikan Koi yang memiliki pola warna dan
karakter fenotif yang terbaik dan mengetahui sifat-sifat daya tetas telur,
kelulushidupan ikan dan variasi genetik.
2. Memberikan pelatihan dan percontohan langsung mengenai teknik
gynogenesis kepada pembudidaya ikan Koi (Cyprinus carpio)
Dilaksanakannya Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Kepada
Masyarakat ini diharapkan berguna dalam :
a. Meningkatkan devisa negara melalui penjualan ikan koi berkualitas unggul.
b. Dapat dijadikan program kerja bagi pemerintah khususnya Dinas Perikanan
dan Kelautan, guna peningkatan sektor perikanan darat melalui penyuluhan
yang lebih intensif tentang teknik gynogenesis.
c. Memberikan alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi oleh
pembudidaya ikan Koi terutama dalam hal penyediaan benih ikan koi yang
berkualitas.
d. Dapat meningkatkan jumlah produk baik dari segi kuantitas maupun kualitas
ikan Koi.
e. Dapat lebih meningkatkan taraf hidupnya.

METODE PENDEKATAN
Kegiatan PKMM Pengabdian Kepada Masyarakat ini merupakan kegiatan
yang terintegrasi yaitu dengan menggunakan 3 metode yaitu
1. Metode Informal Group Discussions yaitu salah satu metode pendidikan
penyuluhan melalui diskusi kelompok secara informal (tidak resmi).
Metode ini digunakan untuk menggambarkan dan mengenalkan teknik
gynogenesis secara teori kepada kelompok pembudidaya. Penggunaan
metode ini berdasar dari kebiasaan masyarakat desa yang sulit untuk
dipertemukan dalam sebuah forum yang resmi. Sehingga metode ini sangat
efektif digunakan dalam pelatihan teknik gynogenesis di kelompok
pembudidaya ikan koi Sumber Harapan di desa Kemloko, Kecamatan
Nglegok Kabupaten Blitar.
2. Metode Demonstrasi Cara yaitu menunjukkan bagaimana cara teknik
gynogenesis dilakukan atau dapat dikatakan sebagai praktek lapang. Dalam
demonstrasi ini disiapkan alat serta bahan-bahan yang diperlukan dalam
pelatihan. Setelah itu demostrasi dapat dilakukan.

PKMM-4-8-5

3. Metode Demonstrasi Hasil yaitu suatu demonstrasi hasil yang dicapai


setelah pelatihan teknik gynogenesis dilakukan dengan membandingkan
antara ikan hasil gynogenesis dan ikan kontrol.
Kelompok Pembudidaya Ikan Koi Sumber Harapan di Desa Kemloko,
Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar dengan anggota kelompok sejumlah 21
pembudidaya.
Parameter Hasil
Parameter utama yang ingin diketahui adalah upaya kelompok
pembudidaya ikan koi ini dapat menguasai teknik gynogenesis dalam upaya
peningkatan kualitas genetic ikan koi. Hal ini dapat diketahui dengan keseriusan
peserta dalam pelatihan baik teori dan praktek serta ditunjang dengan keberhasilan
dalam menghasilkan benih ikan koi dari hasil gynogenesis. Parameter penunjang
adalah benih yang dihasilkan dari teknik ini yaitu pembentukan pola warna ikan
koi hasil gynogenesis meiosis dan mitosis serta perbandingannya dengan ikan
kontrol.
Kelulushidupan
1. Hatching rate atau laju penetasan telur, dihitung dengan
membandingkan larva normal dengan jumlah telur seluruhnya.
Hatching rate
=
a x 100%
A+B+C
Dimana :
a adalah jumlah larva yang menetas normal
b adalah jumlah larva yang menetas tetapi cacat.
c adalah jumlah larva yang tidak menetas.
2. Survival rate atau kelulushidupan, dihitung dengan membandingkan
jumlah larva umur 3 bulan dengan larva setelah menetas.
SR = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pelatihan x 100%
Jumlah ikan yang hidup pada awal pelatihan
Pola Warna
Dalam urutan warna dominan pada koi, warna merah dan hitam memiliki
nilai dominasi tertinggi dan sedangkan warna putih merupakan warna
paling resesif. Berikut ini adalah urutan dominasi warna pada koi
Hitam>biru>abu-abu.
Merah>orange>kuning
Rasio fenotif adalah perbandingan dari fenotif fenotif yang muncul dari
hasil hibridisasi (Crodwer, 1990 dalam Rustidja, 1996)
Presentase Fenotif warna :
PF = Jumlah ikan dengan warna tertentu x 100%
Jumlah ikan yang hidup
Pola Penampakan Sisik
Pola penutupan sisik pada ikan koi dikontrol oleh gen S dan N. gen S
mengontrol sisik dan gen N mengontrol penutupannya. Gen S dominan
terhadap gen S dan menghasilkan ikan yang bersisik penuh (scaled, Ssnn,
Ssnn), gen resesif S mengontrol berkurangnya jumlah sisik, tipe kaca
(mirror, ssnn) yaitu sisik menjadi besar, penutupannya mulai penuh
hingga tidak ada. Gen N tunggal merubah ikan sisik penuh menjadi tipe
garis (line, SSNn,SsNn) yaitu sisik hanya terdapat pada punggung dan

PKMM-4-8-6

garis rusuk dan tipe kaca menjadi tipe kulit (leather, ssNn) yaitu jumlah
sisiknya hampir tidak ada, biasanya hanya terdapat dipunggung mulai
kepala hingga ekor (tidak penuh). Homozygot N adalah gen lethal, larva
ikan mati sesaat setelah mati.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pelatihan teknik gynogenesis ini menitik tekankan pada proses pemahaman
secara teori teknik gynogenesis kepada kelompok pembudiya. Pemahaman ini
dengan menggunakan metode Informal Group Discussion. Sehingga
didapatkan sebuah parameter utama untuk melihat keberhasilan pelatihan ini
kepada kelompok pembudidaya Ikan Koi Sumber Harapan. Adapun parameter
utama adalah sebagai berikut :
Parameter utama yang ingin dicapai dalam program ini adalah para
pembudidaya ikan koi mengerti, memahami tujuan gynogenesis serta menguasai
teknik gynogenesis yang dapat diketahui dengan pemahaman para pembudidaya
ikan koi dalam sosialisasi teori gynogenesis dan praktek lapang teknik
gynogenesis. Dari 21 anggota kelompok pembudidaya ikan koi dapat dilihat
tingkat respon anggota terhadap teknik gynogenesis yang disampaikan kepada
pembudidaya ikan koi sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah keikutsertaan anggota kelompok pembudidaya koi
Keterangan
Jumlah
Posentase
Ikut Serta Dalam Pelatihan
12
57%
Tidak Ikut Pelatihan
9
43%
Total
21
100%
Dalam grafik
Grafik Jumlah Keikutsertaan
Peserta
Ikut Pelatihan

Tidak Ikut

43%
57%

Tabel 2. Respon peserta terhadap pelatihan gynogenesis


Keterangan
Baik
Kurang
Total

Jumlah
8
4
12

Prosentase
66%
34%
100%

PKMM-4-8-7

Dalam grafik

Grafik Respon Peserta


Baik

Kurang

34%
66%

Tabel 3. Pemahaman peserta terhadap materi


Keterangan
Jumlah
Baik
7
Kurang
4
Total
12
Dalam Grafik

Prosentase
58%
42%
100%

Grafik Pemahaman Terhadap


Materi
Baik

Kurang

42%
58%

Tabel 4. Pemahaman terhadap praktek gynogenesis


Keterangan
Jumlah
Prosentase
Baik
10
83%
Kurang
2
17%
Total
12
100%
Dalam Grafik
Grafik Pemahaman Terhadap
Praktek
Baik

Kurang

17%

83%

PKMM-4-8-8

Dari hasil data tersebut diketahui sebanyak 43% anggota kelompok tidak
dapat ikut pelatihan, 34% respon peserta kurang baik, 42% pemahaman terhadap
materi kurang dan sebanyak 17% pemahamn terhadap praktek kurang. Hal
tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor nyata yang mempengaruhi anggota
kelompok pembudidaya untuk dan memahami teknik gynogenesis baik secara
materi atau praktek, yaitu :
1. Tingkat pendidikan anggota pembudidaya Ikan Koi Sumber Harapan
2. Kondisi keluarga.
3. Pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
4. Faktor situasi pada saat itu yang tidak memungkinkan untuk ikut.
Untuk menunjang pelatihan teknik gynogenesis kepada kelompok
pembudidaya diperlukan pelatihan secara praktek lapang yaitu dengan
menggunakan metode Demonstrasi Cara. Dari hal ini didapatkan beberapa
parameter penunjang untuk keberhasilan pelatihan yaitu :
Kelulushidupan
Hatching rate atau laju penetasan telur, dihitung dengan membandingkan
larva normal dengan jumlah telur seluruhnya.
Hatching rate
= Jumlah telur yang menetas x 100%
Jumlah total telur
Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan
Goshiki >< Koromo
Perlakuan Jumlah Telur Hidup
Meiosis
800
90
Mitosis
800
114
Showa >< Showa
Perlakuan Jumlah Telur Hidup
-

Mati
710
686

Hatching Rate
11,25%
14,25%

Mati
-

Hatching Rate
-

Didapatkan Hatching Rate sebesar 11,25% untuk perlakuan meiosis dan


14,25% untuk mitosis pada jenis induk Koi Goshiki dan Koromo.
Sedangkan untuk jenis induk Showa tidak dilakukan perlakuan gynogenesis
karena pada waktu praktek lapang, dari jenis induk ini belum siap untuk
distripping.
Survival rate atau kelulushidupan, dihitung dengan membandingkan jumlah
larva umur 3 bulan dengan larva setelah menetas.
SR = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pelatihan x 100%
Jumlah ikan yang hidup pada awal pelatihan
Diketahui bahwa
Awal
Akhir
Perlakuan
Pelatihan Pelatihan Mati Survival Rate
Meiosis
90
0
90
0%
Mitosis
114
8
106
7,01%

PKMM-4-8-9

Didapatkan SR sebesar 0% untuk perlakuan Meiosis dan 7,01% untuk


perlakuan mitosis. Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa
kelulushidupan yang dicapai rendah.
Pola Warna
Presentase Fenotif warna :
PF = Jumlah ikan dengan warna tertentu x 100%
Jumlah ikan yang hidup
Diketahui bahwa dari hasil persilangan induk Koi jenis Goshiki dan Koromo
akan menghasilkan anakan Goshiki dan Koromo yaitu jenis yang
didominasi oleh warna putih, abu-abu dan merah sebagian kecil saja. Dari
pengamatan yang dilakukan bahwa :
Jenis Anakan
Jumlah
PF
Goshiki
3
37,5%
Koromo
5
62,5%
Sehingga menunjukkan bahwa anakan yang berhasil hidup adalah sebesar
37,5% untuk jenis Goshiki dan 62,5% untuk jenis Koromo.
Dari pola sisik yang ada di dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Ikan yang bersisik penuh (scaled, Ssnn, Ssnn)
2. Tipe kaca (mirror, ssnn) yaitu sisik menjadi besar, penutupannya mulai
penuh hingga tidak ada.
3. Tipe garis (line, SSNn,SsNn) yaitu sisik hanya terdapat pada punggung
dan garis rusuk.
4. Tipe kaca menjadi tipe kulit (leather, ssNn) yaitu jumlah sisiknya
hampir tidak ada, biasanya hanya terdapat dipunggung mulai kepala
hingga ekor (tidak penuh).
Dari hasil pengamatan dan monitoring diketahui bahwa hasil anakan yang
didapatkan semuanya bersisik penuh (scaled), karena seluruh bagian ikan terdapat
sisik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil praktek yang telah dilakukan sehingga
banyak diantara hasil gynogenesis yang mati, diantaranya adalah :
1. Kesalahan teknis yang dilakukan oleh tim pendamping maupun peserta
pelatihan yang berkenaan dengan praktek di lapang.
2. Suhu kolam yang sangat cepat berubah, sedangkan kesiapan dalam
mengatasi hal tersebut kurang.
3. Gangguan dari hewan predator lain yang banyak terdapat di kolam ikan
yang kurang diantisipasi oleh tim pendamping.
4. Karena parasit atau jamur yang menyerang anakan ikan koi yang di
gynogenesis.
Monitoring dan Pendampingan Hasil Sosialisasi dan Pelatihan
Salah satu dari rangkaian dari proses pelatihan ini adalah monitoring dan
pendampingan hasil sosialisasi. Proses ini dilakukan pasca pelatihan teori dan
praktek lapang. Dari proses tersebut pelaksana kegiatan dapat berinteraksi dan
bediskusi dengan pembudidaya mengenai hasil gynogenesis yang dilakukan baik
melalui saluran telepon maupun langsung ke tempat pelatihan di Blitar.

PKMM-4-8-10

Faktor Pendukung dan penghambat


Pendukung
Faktor-faktor pendukung dalam pelatihan gynogenesis kepada kelompok
pembudidaya ikan Koi Sumber Harapan adalah :
1. Faktor sosial masyarakat yang ramah dan kekeluargaan
2. Sarana komunikasi dan transporasi yang mudah untuk dijangkau.
3. Bahan dan peralatan tersedia di kota Malang atau di Blitar.
4. Adanya tenaga pembantu yang membantu dalam pelatihan.
Penghambat
1. Cuaca pada saat itu hujan sehingga menyulitkan dalam kegiatan.
2. Aktifitas beberapa anggota kelompok yang tidak bisa diganggu.
3. Cukup jauhnya tempat pelatihan dengan tempat domisili pelaksana
kegiatan.

KESIMPULAN
Dari pelaksanaan kegiatan pelatihan teknik gynogenesis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Proses sosialisasi atau pengenalan teknik gynogenesis terhadap
pembudidaya ikan dapat berjalan dengan lancar meskipun terdapat
perubahan metode penyampaian untuk pengenalan secara teori yaitu dari
Formal Group Discussion) ke dalam metode Informal Group
Discussion). Didapatkan hasil bahwa sebanyak 57% anggota kelompok
ikut pelatihan, 66% respon peserta terhadap pelatihan ini baik, 58%
pemahaman terhadap materi baik dan sebanyak 83% pemahaman terhadap
praktek baik. Sehingga parameter utama dapat dicapai.
2. Pelatihan praktek lapang berhasil dilaksanakan pada tanggal 1 2 April
2006 dengan didapatkan parameter penunjang keberhasilan pelatihan
yaitu : Kelulushidupan ( Hatching Rate sebesar 11,25% untuk meiosis dan
14,25% untuk mitosis) sedangkan untuk Survival Rate sebesar 0% untuk
merlakuan meiosis dan 7,01% untuk perlakuan mitosis., Pola Sisik yang
ada adalah pola sisik penuh (scaled). Prosentase Fenotif warna sebesar
62,5% untuk jenis Koromo dan 37,5% untuk jenis goshiki.
3. Monitoring dan pendampingan dilakukan pasca pelatihan dengan
mendiskusikan hasil pelatihan.
4. Faktor pendukung kegiatan diantaranya adalah sosial masyarakat yang
ramah dan kekeluargaan, saluran komunikasi dan transportasi yang mudah
serta bahan dan alat yang akan dipakai mudah untuk didapatkan.
Sedangkan faktor penghambat diantaranya adalah cuaca yan kurang
mendukung serta aktifitas pembudidaya ikan koi yang tidak bisa diganggu.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2004. Inbreeding And Broodstock Management; Chapter 6 :
Using Inbreeding To Improve Growth And Other Phenotypes.
www.fao.org/DOCREP006

PKMM-4-8-11

Dayat dan Sitanggang, 2004. Budidaya Ikan Koi.Penebar Swadaya.Jakarta


Fujaya, Yushintha. 2002. Fisiologi Ikan; Dasar Pengembangan Teknologi
Perikanan. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan
Universitas Hasanuddin. 225hal
Komen,K. 1990. WAU Dissertation no. 1369; Clones of Common Carp,
Cyprinis carpio; New Perspectives in Fish Research. www.library.wur.nl
Rustija. 1996. Pola Warna dan Genetik Ikan Nila. Fakultas Perikanan,
Universitas Brawijaya. Malang. 83hal
Susanto, H. 2002. Mengubah Lahan Kritis Menjadi Kolam Produktif.
Cetakan 1. Penebar Swadaya. Jakarta. 48 hal.

PKMM-4-9-1

UPAYA MENGAJAK MASYARAKAT DALAM GERAKAN REBOISASI


MENGGUNAKAN TUMBUHAN RAMBAI PADI (Sonneratia sp) UNTUK
MENGURANGI LAJU ABRASI SUNGAI MARTAPURA DALAM
WILAYAH KOTA BANJARMASIN
Khairunnisa, Eddy Mufian Noor, Risna Hani, Nasdianur Irawan
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
ABSTRAK
Jumlah penduduk yang makin meningkat mengakibatkan meningkat pula
kebutuhan lahan untuk mendukung kegiatan seperti perumahan, perdagangan,
industri dan sebagainya. Luas Kota Banjarmasin sangat terbatas, maka salah
satu alternatif adalah memanfaatkan sebagian badan sungai sebagai tempat
permukiman, namun tetap mempertahankan lebar sungai agar fungsi sebagai
alur transportasi air tidak terganggu (Pemko Dati II Banjarmasin, 1999).
Kebijakan ini menimbulkan masalah baru, di mana pengembangan perumahan
tidak diimbangi dengan pelestarian lingkungan perairan, karena vegetasi di tepi
sungai menjadi berkurang. Padahal vegetasi ini berperan dalam menahan abrasi
dari gelombang air sungai. Indikator kerusakan lingkungan perairan dapat
dilihat dari menurunnya kualitas air, sungai bertambah lebar tetapi makin
dangkal. Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sungai Lulut pada umumnya
bergerak di bidang pertanian, jasa, dan lain-lain. Wilayah Kelurahan Sungai
Lulut yang dijadikan kawasan perumahan sangat sempit, sehingga terkonsentrasi
di tepi sungai, hal ini juga mengakibatkan berkurangnya vegetasi di tepi sungai.
Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan, masalah pengabdian
masyarakat dirumuskan sebagai beriku: bagaimana upaya mengajak masyarakat
dalam gerakan reboisasi dengan menggunakan tumbuhan rambai padi
(Sonneratia sp.) untuk mengurangi laju abrasi Sungai Martapura dalam wilayah
Kota Banjarmasin. Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas,
secara umum pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk mengajak masyarakat
dalam gerakan reboisasi dengan menggunakan tumbuhan rambai padi
(Sonneratia sp.) untuk mengurangi laju abrasi Sungai Martapura dalam wilayah
Kota Banjarmasin. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan selama 2 hari, yaitu
tanggal 25 dan 26 April 2006 di Rt. 14 Kelurahan Sungai Lulut serta pada hari
minggu tanggal 7 Mei 2006 untuk penanaman rambai padi (Sonneratia sp.)
bersama dengan masyarakat. Hasil pengabdian ini telah dapat menyelesaikan
penanaman kembali sebanyak 600 pohon rambai padi di lingkungan perairan
Sungai Martapura, yang berlokasi di Kelurahan Sungai Lulut Kecamatan
Banjarmasin Timur Kota Banjarmasin. Kegiatan ini pada akhirnya diharapkan
dapat mengurangi laju abrasi Sungai Martapura dalam wilayah Kota
Banjarmasin, serta timbulnya kesadaran akan pentingnya memelihara tumbuhan
yang terdapat di pinggiran sungai.
Kata kunci: reboisasi tepi sungai, rambai padi (Sonneratia sp.)

PKMM-4-9-2

PENDAHULUAN
Lingkungan perairan di Kota Banjarmasin ditandai oleh banyaknya anak
sungai, sehingga kota ini mendapat predikat Kota Seribu Sungai. Sejak dahulu
masyarakat Banjar telah terbiasa dengan kehidupan air, perkampungan penduduk
dibangun di sungai, baik berupa rumah panggung di sungai maupun rumah
lanting. Julukan kota seribu sungai pada tahun 2004 saat ini sulit dipertahankan.
Sungai sebagai prasarana transportasi untuk mengurangi kepadatan lalu lintas di
darat menjadi dangkal, sempit, dan bahkan banyak yang tidak berfungsi
(http://www.geocities.com/Tokyo/Palace/5830/rencana.htm), seperti Gambar 1.

Gambar 1. Sungai Martapura yang Telah Mengalami Abrasi


Sumber: Survei lapangan

Jumlah penduduk makin meningkat, berarti meningkat pula kebutuhan


lahan untuk mendukung kegiatan seperti perumahan, perdagangan, industri dan
sebagainya. Sementara luas Kota Banjarmasin sangat terbatas, maka salah satu
alternatif adalah mengembangkan secara horizontal bangunan di Kota
Banjarmasin yakni dengan menjadikan beberapa sungai sebagai tempat
permukiman, tetapi tetap mempertahankan lebar sungai agar fungsi sebagai alur
transfortasi air tidak terganggu (Pemko Dati II Banjarmasin, 1999). Kebijakan ini
ternyata menimbulkan masalah baru, di mana pengembangan perumahan tidak
diimbangi dengan pelestarian lingkungan perairan, yang mengakibatkan vegetasi
di tepi sungai menjadi berkurang, padahal vegetasi ini berperan dalam menahan
abrasi dari gelombang air sungai seperti pada Gambar 2.

PKMM-4-9-3

Gambar 2. Vegetasi pada Tepi Sungai Martapura yang Hanya Didominasi Jenis Herba
Sumber: Survei lapangan

Indikator kerusakan lingkungan perairan dapat dilihat dari menurunnya


kualitas air, sungai bertambah lebar tetapi makin dangkal, bahkan makam yang
seharusnya ada di darat ternyata kini berada di tengah sungai seperti pada Gambar
3. Sungai-sungai kecil sebagai prasarana transportasi juga banyak yang tidak
berfungsi lagi karena dipenuhi oleh rumah liar (http://www. geocities.com/Tokyo/
Palace/5830/ rencana.htm). Penurunan kondisi lingkungan perairan seperti
pendang-kalan, akumulasi bahan pencemar, dan abrasi tepi sungai makin cepat,
sementara usaha perbaikan lingkungan ini belum jelas terlihat. Oleh karena itu,
perlu dilakukan intervensi melalui pengabdian, di mana hasil yang diperoleh
diharapkan dapat menghentikan atau setidak-tidaknya mengurangi abrasi tepi
sungai.

Gambar 3. Makam pada Latar Depan yang Seharusnya Berada di Daratan


Sumber: Survei lapangan

PKMM-4-9-4

Gambaran Umum Kelurahan Sungai Lulut


Kelurahan Sungai Lulut termasuk dalam wilayah Kecamatan Banjarmasin Timur
Kota Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan dengan luas wilayah 74 Ha.
Batas wilayah Kelurahan Sungai Lulut Kecamatan Banjarmasin Timur:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Alalak Kabupaten Batola.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sungai Tabuk.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Banjarmasin Timur.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banjarmasin Tengah.
Jumlah penduduk Kelurahan Sungai Lulut sampai dengan tahun 2000
berjumlah 11.710 jiwa dan jumlah kepala keluarga berjumlah 2511. Kepala
keluarga yang tinggal di pinggir sungai berjumlah 169 dan jumlah rumah yang
berjualan sebanyak 34 buah. Apabila dilihat dari mata pencaharian penduduk
kelurahan Sungai Lulut pada umumnya bergerak di bidang pertanian, jasa, dan
lain-lain. Wilayah Kelurahan Sungai Lulut yang dijadikan kawasan perumahan
sangat sempit, sehingga terkonsentrasi di tepi sungai. Hal ini juga menjadi salah
satu sebab berkurangnya vegetasi di tepi sungai.
Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan terdahulu, dirumuskan
masalah pengabdian masyarakat sebagai berikut: bagaimana upaya mengajak
masyarakat dalam gerakan reboisasi dengan menggunakan tumbuhan rambai padi
(Sonneratia sp.) untuk mengurangi laju abrasi Sungai Martapura dalam wilayah
Kkota Banjarmasin.
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, secara umum
pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk mengajak masyarakat dalam gerakan
reboisasi dengan menggunakan tumbuhan rambai padi (Sonneratia sp.) untuk
mengurangi laju abrasi Sungai Martapura dalam wilayah Kota Banjarmasin. Hasil
pengabdian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat lingkungan
perairan Kota Banjarmasin, yakni terwujudnya kesadaran masyarakat untuk
melakukan gerakan reboisasi dengan menggunakan tumbuhan Rambai Padi
(Sonneratia sp.). Kesadaran masyarakat yang muncul diharapkan dapat
mengurangi laju abrasi Sungai Martapura khususnya di kawasan Kelurahan
Sungai Lulut.
METODE KEGIATAN
Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan terlebih dahulu berupa
survei lapangan, dilanjutkan dengan kegiatan penyuluhan dan pemberian
bimbingan. Kegiatan utama adalah menanam rambai padi (Sonneratia sp.) secara
gotong royong (gawi sabumi) di Kelurahan Sungai Lulut RT. 14. Kecamatan
Banjarmasin Timur Kota Banjarmasin.
Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan Kegiatan pengabdian masyarakat dibagi dalam 3 tahap yaitu
tahap observasi, tahap penyuluhan, dan tahap melaksanakan tindakan.
Pada tahap observasi, tim pengabdian masyarakat mengadakan survei
untuk mengamati langsung keadaan lingkungan Kelurahan Sungai Lulut dan
mengadakan wawancara dengan masyarakat setempat. Berdasarkan hasil survei
lingkungan, hampir seluruh pinggir sungai dijadikan sebagai daerah pemukiman
penduduk, sebaliknya vegetasi hampir tidak dijumpai. Bahkan beberapa tempat

PKMM-4-9-5

terjadi abrasi yang cukup parah, seperti adanya beberapa makam yang terdapat di
tengah sungai dan daratan yang semakin sempit akibat meluasnya lebar sungai.
Pada tahap penyuluhan, tim pengabdian melaksanakan curah pendapat
dengan masyarakat setempat mengenai usaha reboisasi menggunakan tumbuhan
rambai padi (Sonneratia sp.) untuk mengurangi laju abrasi sungai.
Pada tahap melakukan tindakan, Tim pengabdian masyarakat bersamasama dengan masyarakat setempat melakukan penanaman dengan menggunakan
bibit rambai padi (Sonneratia sp). Langkah-langkah dalam tindakan ini adalah:
a. Membeli bibit-bibit tumbuhan rambai padi (Sonneratia sp.) dari pihak
pengumpul.
b. Menanam bibit-bibit tumbuhan rambai padi (Sonneratia sp.) bersama-sama
dengan masyrakat secara gotong royong.
c. Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap tumbuhan rambai padi
(Sonneratia sp.) yang telah ditanam, sekurang-kurang selama 3 bulan sampai
tumbuhan tersebut dapat tumbuh dengan baik.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penyuluhan dilaksanakan pada tanggal 25 April 2006 di RT.14 Kelurahan
Sungai Lulut. Penanaman Rambai Padi di Kelurahan Sungai Lulut RT.14
dilakukan pada hari Minggu tanggal 7 Mei 2006.
HASIL PROGRAM DAN PEMBAHASAN
Kegiatan observasi merupakan langkah awal untuk mengetahui lingkungan
perairan disekitar kawasan Sungai Martapura, hal ini dimaksudkan untuk melihat
kondisi Sungai Martapura yang mengalami abrasi cukup parah. Dari hasil survei
terlihat bahwa daerah Sungai Lulut mengalami abrasi yang cukup parah, vegetasi
didaerah tersebut telah hilang dan bertambah lebar tetapi makin dangkal.
Berkurangnya vegetasi dan semakin meningkatnya abrasi di kawasan
Sungai Lulut tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat yang menebang vegetasi
didaerah pinggiran sungai untuk mendirikan perumahan. Mereka tidak menyadari
akibat yang dapat ditimbulkan dari menebang atau memusnahkan vegetasi
tumbuhan rambai padi di daerah pinggiran sungai. Berdasarkan alasan ini,
kegiatan penyuluhan sangat diperlukan dalam mengubah pola pikir masyarakat
tentang perlunya memelihara tumbuhan yang dapat menahan laju abrasi sungai.
Penyuluhan dilakukan selama 2 kali pertemuan. Hasil pertemuan
menunjukan Respon dan antusias warga sangat baik, hal ini dapat dilihat dari
kuantitas warga yang hadir pada saat penyuluhan dan respon mereka terhadap halhal yang berkaitan dengan abrasi dan akibat yang ditimbulkan apabila mereka
tetap menghilangkan vegtesi didaerah pinggiran sungai seperti terlihat pada
Gambar 4
Setelah penyuluhan, tim pengabdian melakukan tindakan penanaman
rambai padi (Sonneratia sp.), hal tersebut dilakukan untuk mengubah sebuah pola
hidup yang cukup kuat mengakar tidak cukup hanya dengan menanamkan sebuah
konsep atau sebatas transfer ilmu pengetahuan, kegiatan ini dilakukan oleh tim
PKM

PKMM-4-9-6

Gambar 4. Tim Pengabdian Masyarakat Bersama Masyarakat Sungai Lulut dalam


Musyawarah Awal Kegiatan Reboisasi

Gambar 5. Tumbuhan Rambai Padi Sedang Ditanam Oleh Tim Pengabdi Bersama
Masyarakat

Tim pengabdi bersama-sama dengan masyarakat secara sukarela


melaksanakan kegiatan yang telah dirancang seperti pada gambar 5. Bibit rambai
padi tersebut ditanaman di sepanjang kawasan pinggiran Sungai Lulut RT. 14
sepanjang 450 meter. Tanaman rambai padi ditanam dengan jarak antar
tanaman 1 meter, hasil dari penanaman seperti pada Gambar 6.

PKMM-4-9-7

Gambar 6. Rambai Padi telah Selesai Ditanam

Alasan digunakannya rambai padi (Sonneratia sp.) dalam kegiatan ini


adalah karena tanaman ini sangat banyak manfaatnya, diantaranya akar dari
tanaman ini sangat kuat menahan tanah sehingga dapat menahan abrasi yang
berlebihan selain itu juga dapat dijadikan sebagai bahan baku bonggol shuttle
cook dan gabus penutup botol kecap. Buahnya merupakan makanan bagi
Bekantan selain itu tanaman rambai padi (Sonneratia sp.) pun merupakan tempat
yang cocok bagi sarang udang seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Akar Nafas pada Rambai Padi (Sonneratia sp.)

PKMM-4-9-8

Tumbuhan rambai padi memiliki perakaran yang padat di sekitar pohon


dan memiliki kanopi yang luas, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman
peneduh bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sungai seperti pada Gambar 8.
Kegiatan ini dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat RT. 14
sehingga dalam jiwa mereka tumbuh rasa memiliki terhadap tanaman tersebut,
karena kegiatan ini selanjutnya akan diserahkan kepada masyarakat dalam hal
pengelolaan dan pemeliharaan. Hal tersebut dimaksudkan agar mereka dapat
memahami pentingnya suatu vegetasi dalam hal menahan laju abrasi sungai.
Diharapkan kemudian, mereka dapat meneruskan pemeliharaan terhadap
tanaman tersebut sampai menjadi tanaman dewasa dan mereka juga dapat
mentransfer ilmu yang mereka ketahui tentang pentingnya menjaga vegetasi di
kawasan pinggiran sungai ke daerah pemukiman pinggiran sungai yang lain.
Sehingga, abrasi sungai dapat teratasi.

Gambar 8. Rambai Padi (Sonneratia sp.)

KESIMPULAN
Upaya mengajak masyarakat dalam gerakan reboisasi menggunakan
tumbuhan rambai padi (Sonneratia sp.) untuk mengurangi laju abrasi Sungai
Martapura dalam Wilayah Kota Banjarmasin dilakukan dengan cara menanamkan
kesadaran akan pentingnya memelihara tumbuhan yang terdapat di daerah
pinggiran sungai. Upaya ini dilakukan dengan cara penyuluhan dan melakukan
kegiatan nyata bersama-sama masyarakat dengan cara menanam pohon Rambai
Padi (Sonneratia sp.) disepanjang Rt. 14 Kelurahan Sungai Lulut.

PKMM-4-9-9

DAFTAR PUSTAKA
Bismark, M., 1997. Pengelolaan Habitat Dan populasi Bekantan (Nasalis
larvatus) Di Cagar Alam Pulau Kaget, Kalimantan Selatan. Makalah
Utama disampaikan pada Diskusi Hasil-hasil Penelitian PenerapanHasil
Litbang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) untuk mendukung
Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Bogor, 20-21
Maret.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan. 2000. Laporan
Pemeliharaan Tanaman dan Anakan Alam Rambai (Sonneratia
caseolaris) di Cagar Alam Pulau Kaget Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
Deparhutbun. Kalimantan Selatan.
Soendjoto, dkk., 1997. Peranggasan Rambai (Sonneratian caseolaris) dan Pembinaan Cagar Alam Pulau Kaget, Kalimantan Selatan. Kerjasama Kanwil.
Dephutbun Kalimantan Selatan dengan Fakultas Kehutanan UNLAM
Banjarbaru.

PKMM-4-10-1

PELATIHAN KETERAMPILAN MEMBUAT KURSI GANDENG


MEJA BELAJAR ANAK-ANAK SISTIM LIPAT DARI SERPIHAN
KAYU BAGI ANAK PANTI ASUHAN MARIO
Sahabuddin, Muhyddin, Laode Aliyah
Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, Makassar
ABSTRAK
Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat
(PKMM) ini adalah: (1) Terciptanya anak panti Asuhan Mario mempunyai
pengetahuan tentang pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat
dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi, (2)
Terciptanya anak panti Asuhan Mario mempunyai keterampilan tentang
pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan
serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi. Khalayak sasaran dalam program ini
adalah anak panti Asuhan Mario Kabupaten Soppeng. Metode yang digunakan
dalam penyampaian materi penyuluhan adalah metode ceramah, diskusi dan
tanya jawab, untuk pelatihan digunakan metode demonstrasi. Hasil yang dicapai
adalah: (1) Anak panti Asuhan Mario memiliki pengetahuan tentang pembuatan
kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu
yang dapat bernilai ekonomi, (2) Anak panti Asuhan Mario memiliki keterampilan
tentang pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan
memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi.
Kata Kunci: kursi dan meja anak-anak, sistim lipat, serpihan kayu.
PENDAHULUAN
Pantai asuhan Mario yang berlokasi di Batu-Batu Kecamatan Marioriawa
Kabupaten Soppeng memiliki anak asuh sebantyak 53 orang, yang terdiri dari 37
laki-laki dan perempuan 16 orang. Dari 37 orang laki-laki tersebut, 7 orang yang
sekolah di SMU, 21 orang di SMP, dan 9 orang yang sekolah di SD (kelas 5 dan
kelas 6). Perempuannya, 4 orang yang sekolah di SMU, 10 orang sekolah di SMP,
dan 2 orang sekolah di SD, (Sumber Data: Panti Asuhan Mario, Mei 2005).
Menurut pimpinan panti asuhan Dra. Hj.Syarifah Hasnah, kemungkinan
besar anak asuh yang didiknya tidak dapat melanjutkan studinya ke perguruan
tinggi, mengingat biaya yang dibutuhkan cukup tinggi. Oleh karena itu harapan
saya sebagai pimpinan Panti Asuhan Mario, kiranya anak asuhnya dapat memiliki
pengetahuan dan keterampilan, apakah kerja kayu, kerja mesin, kerja batu dan
sebagainya. Dengan keterampilan anak yang saya asuh ini, yang dimilikinya itu
memungkinkan anak-anak yang asuh ini kelak nantinya mandiri dan dapat
membantu mengembangkan panti asuhan (Wawancara tgl. 5 Mei 2005, di Panti
Asuhan Mario).
Melihat kurikulum SMU dan SMP yang ada sekarang terutama muatan
lokal tidak banyak menyajikan keterampilan terutama keterampilan kayu dalam
hal membuat kursi dan meja belajar sistim lipat. Padahal jika seorang siswa yang
tidak dapat meneruskan pendidikannya lagi, dan memiliki keterampilan kayu,
maka besar kemungkinannya untuk mengembangkan diri untuk berusaha
keterampilan kayu.

PKMM-4-10-2

Lanjutan wawancara dengan Pimpinan Panti Asuhan Mario, saya sebagai


Mahasiswa Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas teknik Universitas Negeri
Makassar, bertanya Apakah Anak panti telah diberikan keterampilan kayu
misalnya: membuat kursi dan meja belajar untuk anak-anak sistim lipat ? ,
jawaban dari pimpinan panti mengatakan tidak pernah. Hal itu disebabkan tidak
ada orang yang bersedia dan terampil untuk melatih mereka dalam hal mengasah
alat-alat kerja kayu bermesin dan tidak bermesin dan mempraktekkan
penggunaaanya, serta membuat kursi dan meja belajar sistim lipat seperti disebut
di atas. Selanjutnya saya mengatakan Apakah Ibu bersedia menerima tim kami
melakukan pelatihan membuat kursi dan meja belajar sistim lipat dengan
memanfaatkan serpihan kayu buangan penggergajian kayu ? . Spontanitas
Pimpinan Panti Asuhan Mario Dra. Hj. Syarifah Hasnah, saya sangat bersedia dan
mengucapkan banyak terima kasih.
Di sisi lain, disekitar panti asuhan banyak pengegergajian kayu yang
membuang serpihan-serpihan kayu yang masih dapat dimanfaatkan atau diproses
menjadi kursi dan meja belajar untuk anak-anak sistim lipat. Oleh karena itu
sangat tepat untuk memanfaatkan kayu buangan tersebut untuk melatih anak panti
membuat kursi dan meja belajar untuk anak-anak sistim lipat dari serpihan kayu.
Melihat kenyataan di lapangan dan sebagai mahasiswa Teknik Sipil dan
Perencanaan yang berkecimpun di Worshop kayu Teknik Sipil dan Perencanaan
Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, merasa terpanggil untuk
melakukan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni pada Panti
Asuhan Mario. Adanya pelatihan ini akan sangat memungkinkan anak asuh Panti
Asuhan Mario memiliki keterampilan mengasah dan menggunakan alat kerja kayu
bermesin dan tidak bermesin dengan baik dan benar, serta memiliki keterampilan
membuat kursi dan meja belajar untuk anak-anak sistim lipat dari serpihanserpiahan kayu. Adanya keterampilan membuat kursi dan meja belajar untuk
anak-anak sistim lipat tersebut memungkinkan anak panti dapat berwirausaha,
dan dapat mengembangkan panti Asuhan Mario.
Oleh karena itu masalah Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Anak panti Asuhan Mario
tidak memiliki pengetahuan keterampilan mengasah alat-alat kerja kayu, dan
menggunakan alat-alat keraja kayu yang bermesin dan tidak bermesin dengan baik
dan benar, (2) Anak panti Asuhan Mario tidak memiliki wawasan atau
pengetahuan tentang pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat
dengan memanfaatkan serpihan kayu, (3) Adanya permintaan dari pimpinan panti
asuhan Mario untuk dilatihkan anak panti membuat kursi dan meja untuk anakanak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu, (4) Anak panti Asuhan
Mario tidak memiki keterampilan mendesain kursi dan meja untuk anak-anak
sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu, (5) Anak panti Asuhan Mario
tidak terampil membuat dan merakit kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat
dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi, (6) Anak panti
Asuhan Mario tidak terampil pekerjaan finishing kursi dan meja untuk anak-anak
sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi, (7)
Serpihan-serpihan kayu yang ada disekitar panti hanya dijadikan kayu bakar dan
tidak dimanfaatkan untuk diproses menjadi kursi dan meja untuk anak-anak sistim
lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu.

PKMM-4-10-3

Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM)


ini adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan pengetahuan keterampilan anak asuh
panti asuhan Mario mengasah alat-alat kerja kayu, dan menggunakan alat-alat
keraja kayu yang bermesin dan tidak bermesin dengan baik dan benar, (2)
Meningkatkan pengetahuan atau wawasan Anak Panti Asuhan Mario mengenal
kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu,
(3) Meningkatkan keterampilan mendesain Anak panti Asuhan Mario dalam hal
mendesain kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan
serpihan kayu, (4) Meningkatkan keterampilan Anak panti Asuhan Mario
membuat dan merakit kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan
memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi, (5) Meningkatkan
keterampilan Anak panti Asuhan Mario tentang pekerjaan finishing kursi dan
meja untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang
dapat bernilai ekonomi, (6) Menambah pengetahuan Anak panti Asuhan Mario
memanfaatkan serpihan-serihan kayu buangan penggergajian kayu yang ada
disekitar panti menjadi kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat yang bernilai
ekonomi.
1. Kegunaan kayu
Kayu dapat digunakan untuk berbagai macam keguaan seperti: konstruksi
rumah, furniture, dan cenramata atau souvenir (Sumadi, 1981). Selanjutnya kayu
untuk bahan cendramata atau souvenir biasanya dipilih kayu-kayu yang tidak
difungsikan lagi, potongan-potongan kayu, atau serpiha-serpihan kayu (Janto
1979).
Keterampilan kerja kayu dapat didesain dan dimodel atau dibuat sesuai
dengan keinginan orang atau pembuatnya. Sangat tergantung pada sudut mana
orang melihatnya sebagai suatu karya seni. Jenis kursi dan meja belajar untuk
anak-anak yaitu sistim lipat dengan memanfaatkan setrpihan-serpihan kayu.
2. Nilai Ekonominya
Keterampilan kerja kayu khususnya pembuatan kursi dan meja untuk
anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu ini, dapat
meningkatkan pendapatan tukang meubel dan bersaing dipasaran sehingga dapat
meningkatkan pendapatan tukang-tukang mebel dan pengusaha mebel.
Atas dasar uraian tersebut diatas maka anak asuh pada Panti Asuhan Mario
perlu diberikan pelatihan membuat kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat
dengan memanfaatkan serpihan kayu. Jika mereka terampil membuat kursi dan
meja untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu, maka
mereka akan menjual ke pasar, dan toko-toko mebel sehingga mendapatkan nilai
tambah dan meningkatkan kehidupannya, bahkan bisa menjadi pengusahan
meubel dari kayu.
3. Alat yang Digunakan dalam Keterampilan Kerja Kayu.
Alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan kayu yaitu: (1) Alat-alat bermesin
seperti: ketam listrik, bor listrik, mesin roter, (2) Alat-alat tanpa mesin (alat-alat
tangan) seperti: ketam biasa, gergaji belah dan potong, gergaji punggung, bor
tangan, siku, klem, meter dan lain-lain (Janto 1979). Selanjutnya dikatakan bahwa
alat-alat ini juga digunakan sebagai alat membuat kursi dan meja untuk anak-anak
sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu, dan sangat tergantung jenis
dan model dan bentuk mebel yang yang akan dibuat.

PKMM-4-10-4

Berdasarkan uraian tersebut diatas, untuk memberikan keterampilan membuat


kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu
pada anak asuh pada Panti Asuhan Mario terlebih dahulu memperkenalkan alatalat yang cocok digunakan, dan mempraktekkan cara mengoperasikan alat-alat
tersebut untuk pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan
memanfaatkan serpihan kayu.
METODE PENDEKATAN
Khalayak sasaran dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah Anak panti Asuhan Mario Kabupaten Soppeng
(khalayak sasaran dilatih langsung)
Metode utama yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah: (1) Pada saat
pemberian materi penyuluhan pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim
lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi dan
desainnya metode yang digunakan adalah; metode ceramah, diskusi, tanya jawab,
dan simulasi, (2) Pada saat pelatihan membuat kursi dan meja untuk anak-anak
sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi,
metode yang digunakan adala: metode demonstrasi, dan tanya jawab.
Metode demonstrasi digunakan untuk mendemonstrasikan membuat kursi
dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang
dapat bernilai ekonomi, diterangkan dahulu cara memilik bahan, langkah kerja,
dimensi, bahan dan alat yang digunakan. Disini khalayak sasaran ikut langsung
melakukan, mengerjakan setiap jenis pekerjaan bersama dengan mahasiswa. Pada
saat itu juga terjadi diskusi, terutama sekali yang menyangkut sistimatika
pekerjaan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang dicapai adalah: (1) Anak panti Asuhan Mario memiliki
pengetahuan tentang pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat
dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi, yaitu: (a)
Memiliki pengetahuan tentang pemilihan bahan untuk rangka kursi dan meja
untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat
bernilai ekonomi, (b) Memiliki pengetahuan tentang pembuatan kursi dan meja
untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat
bernilai ekonomi artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi yaitu: mendesain
dan gambar kerja, membuat rangka dan merakit rangka kursi dan meja untuk
anak-anak sistim lipat, pekerjaan finishing, (2) Anak panti Asuhan Mario
memiliki keterampilan tentang pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim
lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi, yaitu: (a)
Memiliki keterampilan tentang pemilihan bahan untuk rangka kursi dan meja
untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat
bernilai ekonomi, (b) Memiliki keterampilan tentang pembuatan kursi dan meja
untuk anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat
bernilai ekonomi artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi yaitu: mendesain
dan gambar kerja, membuat rangka dan merakit rangka kursi dan meja untuk
anak-anak sistim lipat, pekerjaan finishing. Selain itu motivasi khalayak sasaran
bersama anggota tim PKMM cukup tinggi mengikuti penyuluhan dan pelatihan
dari awal sampai selesai.

PKMM-4-10-5

Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini


dianggap juga berhasil karena: (1) Khalayak sasaran tidak menemukan kesulitan
dalam memahami materi penyuluhan dan pelatihan yang diberikan, (2) Khalayak
sasaran berkeinginan menerapkan membuat kursi dan meja untuk anak-anak
sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi
pada rumahnya masing-masing, (3) Khalayak sasaran berkeinginan untuk
menyampaikan penerapan membuat kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat
dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi kepada
khalayak sasaran yang lain (yang tidak sempat ikut penyuluhan dan pelatihan).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penyuluhan dan pelatihan dilapangan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: (1) Anak panti Asuhan Mario memiliki pengetahuan
tentang pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak sistim lipat dengan
memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi, (2) Anak panti Asuhan
Mario memiliki keterampilan tentang pembuatan kursi dan meja untuk anak-anak
sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai ekonomi.
Hal ini didukung oleh adanya masukan-masukan dan diskusi dari mahasiswa dan
dosen pendamping.
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan bahwa program PKMM
seperti ini hendaknya dilanjutkan sehingga menciptakan anak panti Asuhan Mario
dapat: (1) Memiliki pengetahuan tentang pembuatan kursi dan meja untuk anakanak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai
ekonomi, (2) Memiliki keterampilan tentang pembuatan kursi dan meja untuk
anak-anak sistim lipat dengan memanfaatkan serpihan kayu yang dapat bernilai
ekonomi
DAFTAR PUSTAKA
________. 1978. Norma-norma Kerja Fisik. Hasil Lokakarya Penyusunan
Norma-norma Ergonomi di Tempat Kerja. Kerjasama Hiperkes. Jakarta
:UNDIP dan WHO.
Dalih S.A, Sutiarna. 1978. Petunjuk Mengerjakan Kayu 1. Jakarta: Proyek
Pengadaan Buku/Diktat Pendidikan Menengah Teknologi Depdikbud.
Gunawan. 1986. Mebel Kayu Lapis. Rancangan Disain, Bahan-bahan yang
Dipakai, dan Tahap Pelaksanaan. Jakarta: PT. Gramedia
Janto J.B, 1979, Pengetahuan Alat-alat Kayu, Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Soedjana Abo, Rusdi R.K. 1978. Petunjuk Kerja Bangku 1. Jakarta: Proyek
Pengadaan Buku/Diktat Pendidikan Menengah Teknologi Depdikbud.
Sampurno, Edi. 1978. Beberapa Rancangan Mebel Kayu Lapis. Jakarta: PT.
Gramedia
Sumadi. 1981, Konstruksi Kayu. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Supriadi . et.al. 1991. Profil Teknologi Padat Karya. Jakarta: Pengembangan
Sumber daya Manusia
Subarkah, I. 1988. Konstruksi Bangunan Gedung. Bandung : Idea Dharma
Bandung.
Wilkening, F. 1987. Tata Ruang. Pendidikan Industri Kayu. Semarang :
Kanisius.

PKMM-4-11-1

PEMANFAATAN SERAT TANAMAN SANSEVIERA SEBAGAI ALAT


ALTERNATIF BAHAN BAKU BENANG TENUN
Siti Khalimah Sa'diyah, Albert Rizal, Arief Munandar
Institut Seni Indonesia, Yogyakarta
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-4-12-1

SIMULASI KOORDINASI TRAFFIC LIGHTS PERSIMPANGAN JALAN


DENGAN JALUR LINTASAN KERETA API, BERBASIS PLC
Endang Darwati
Teknik elektro/Teknik Listrik, Politeknik Negeri Bandung, Bandung

ABSTRAK
Salah satu permasalahan yang sering dialami oleh masyarakat, khususnya di
kota-kota besar adalah kemacetan lalu lintas. Kemacetan ini sering terjadi di
ruas jalan yang memiliki persimpangan yang jaraknya berdekatan, terutama yang
dekat dengan pintu perlintasan kereta api. Kemacetan ini bukan dikarenakan
persimpangan jalan tidak dilengkapi dengan traffic lights atau tidak berfungsinya
traffic lights tersebut. Tetapi karena tidak adanya koordinasi antar traffic lights di
setiap persimpangan, terutama dengan jalur lintasan kereta api. Banyak usaha
yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya
program ATCS (Area Traffic Control System). System ini telah banyak berhasil
mengatasi kemacetan di persimpangan jalan. Hanya saja system ini menjadi tidak
efektif ketika persimpangannya berada di dekat jalur lintasan kereta api. Hal ini
dikarenakan oleh tidak adanya koordinasi antara traffic light persimpangan jalan
dengan jalur lintasan kereta api. Mengingat kelancaran lalu lintas merupakan
salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat, perlu dicarikan solusi
alternative untuk memecahkan permasalahan tersebut, salah satunya system
koordinasi yang menggunakan PLC Siemens LOGO sebagai controller utamanya.
Sistem ini dilengkapi dengan sensor yang akan memberikan sinyal kepada PLC.
Biaya pemasangannya murah, selain itu, rangkaiannya sederhana sehingga
mudah dalam perawatan dan perbaikannya. Berdasarkan hal tersebut, penulis
berusaha untuk membuat simulator untuk memberikan gambaran tentang cara
kerja dari rangkaian kontrolnya. Dalam simulator ini, ada beberapa komponen
yang diganti dengan komponen lain yang memiliki fungsi yang sama.
Kata kunci: traffic lights, kereta api
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, banyak sekali penemuanpenemuan baru untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. Inovasi-inovasi yang
berkaitan dengan pengaturan traffic light pun semakin banyak bermunculan.
Beberapa kota besar di Indonesia pun telah banyak menerapkan system yang
canggih untuk pengaturan lalu lintasnya seperti ATCS (Area Traffic Control
System) [1], Pengontrol Lampu Lalu Lintas via SMS [2], Lampu Lalu Lintas
Tenaga Surya [3], dll. Hanya saja sistem ini belum bisa mengatasi kemacetan lalu
lintas di persimpangan jalan yang dekat dengan lintasan kereta Api. Fokus dari
setiap penelitian lebih banyak dititikberatkan pada pembenahan traffic light di
persimpangan jalan saja. Jarang sekali dijumpai penelitian-penelitian yang focus
pembahasannya menitikberatkan pada pembahasan koordinasi traffic light
persimpangan jalan dengan traffic light perlintasan kereta api. Padahal koordinasi

PKMM-4-12-2

ini penting sekali untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di persimpangan jalan
yang jaraknya dekat dengan pintu perlintasan kereta api.
Pada saat kereta api melintas, traffic light yang terletak di persimpangan
jalan tetap berjalan normal. Jalur yang menuju ke pintu perlintasan kereta api pun
tetap bekerja normal, sehingga terjadi penumpukan di jalur tersebut. Pada saat
kondisi lalu lintas normal, hal itu tidak menjadi masalah. Hanya saja ketika terjadi
peningkatan kapasitas pengguna jalan, biasanya pada jam- jam tertentu atau harihari libur, maka hal ini akan berpengaruh besar sekali. Penumpukan yang tadinya
hanya terjadi di depan pintu perlintasan saja, pada saat seperti itu akan menumpuk
sampai persimpangan jalan saja. Hal ini akan menggangu arus lalu lintas di jalur
yang lain.
Mengingat kelancaran lalu lintas merupakan salah satu kebutuhan yang
sangat vital bagi masyarakat, perlu dicarikan solusi alternative untuk memecahkan
permasalahan tersebut. Salah satu solusinya adalah system koordinasi yang
menggunakan PLC sebagai controller utamanya. Sistem ini dilengkapi dengan
sensor yang akan memberikan sinyal kepada PLC.
Programmable Logic Controller (PLC)
PLC memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan controller lainnya
[4]. Diantaranya yaitu:
Waktu implementasi proyek lebih singkat,
Modifikasi lebih mudah dilakukan,
Pelatihan penguasaan teknik lebih cepat,
Perancangan dengan mudah diubah dengan perangkat lunak,
Pengubahan dan penambahan dapat dilakukan pada perangkat lunak,
Pengguanaan control yang lebih luas,
Pemeliharaan relative mudah,
Keandalan tinggi,
Perangkat kontroler standard,
Dapat menerima kondisi lingkungan industri yang berat.
PLC memiliki 3 fungsi utama yaitu sebagai control sekual, control cerdas
dan control pengawasan. Sebagai control sekual, PLC berfungsi sebagai :
Pengganti control logic konvensional,
Pewaktu / pencacah,
Pengganti control card (PCB),
Kontrol mesin auto / semi dari berbagai proses di industri.
Sebagai control cerdas, PLC berfungsi sebagai:
Operasi aritmatik,
Penanganan informasi,
Kontrol analog (suhu, tekanan, aliran, dll),
PID (Proporsional Integrated Devirative),
Fuzzy logic,
Kontrol motor servo.
Sebagai control pengawasan, PLC berfungsi sebagai :
Proses monitor dan alarm,
Monitor dan diagnose kesalahan,
Interface dengan computer,
Interface dengan printer,

PKMM-4-12-3

Jaringan kerja otomatis proses industri,


Local area network,
Wide area network.
Metode pemograman yang biasa digunakan untuk PLC diantaranya dalah
Ladder diagram (LD), Function Block Diagram (FBD), dan Instruction List (IL)
atau bisa juga gabungan dari ketiga metoda tersebut.
PLC Siemens Logo 230 RCL [5]
PLC yang digunakan dalam proyek pembuatan program simulasi koordinasi
traffic light persimpangan jalan dengan jalur lintasan kereta api adalah PLC
Siemens Logo. PLC ini memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan
PLC lain yaitu harganya relative murah, pembuatan software bisa dilakukan di
modul maupun di dalam PC, perawatannya mudah dan murah, pelacakan
gangguan pun lebih mudah untuk dilakukan.
PLC Siemens LOGO memiliki beberapa fungsi yaitu :
Sebagai fungsi control,
Unit operasi dan display,
Sebagai interface untuk modul program dan sebuah kabel PC,
Saklar waktu,
Dan fungsi lain, sebagaimana fungsi PLC lain.
Dengan menggunakan PLC Siemens Logo ini, diharapkan penelitian yang
dilakukan ini dapat memberikan hasil yang optimal agar bisa membantu
masyarakat untuk mengatasi kemacetan lalu lintas terutama yang sering terjadi di
persimpangan jalan yang dekat dengan pintu lintasan kereta api.
METODE PENELITIAN
Dalam pelaksanaan penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Studi Literatur
Pada tahap ini, penulis mencoba mencari literatur yang terkait dengan PLC,
sensor yang akan digunakan dan perhitungan-perhitungan parameter
kontrolnya. Berdasarkan itu, penulis mencoba menentukan data yang perlu
dikumpulkan.
Teknik Pengumpulan data
(a) Pendekatan masalah
Dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan pada saat studi
dilaksanakan.
(b) Sumber data
Proses pengumpulan data penulis menggunakan beberapa sumber, yaitu ;
1.
Untuk data-data studi lapangan penulis mendapat sumber dari
pembimbing dan praktisi yang terkait langsung yang berada di DLLAJR.
2.
Untuk data-data studi kepustakaan didapat dari sumber buku yang terkait
dengan topik penulisan.
Teknik Analisa dan Evaluasi Data
(a) Evaluasi data
Tahap ini diperlukan untuk mengevaluasi data yang diperoleh selama
studi lapangan. Pada tahap ini penulis akan mambuat list data yang
berkaitan dengan pengaturan lalu lintas dan data tentang waktu-waktu

PKMM-4-12-4

yang biasanya sering terjadi kemacetan serta evaluasi dari data-data


tersebut.
(b) Teknis Perhitungan Parameter Kontrol Sistem
Pada tahap ini penulis akan melakukan perhitungan terhadap parameterparameter yang dibutuhkan untuk pembuatan software kontrolnya nanti.
(c) Teknis Pembuatan Software Kontrol
Pada tahap ini akan dilakukan pembuatan software untuk mengatur
koordinasi antar traffic lights di setiap persimpangan dan koordinasi
dengan kereta yang akan melintasi jalur yang memotong lajur lalu lintas.
Pengujian Software
Pengujian software merupakan bagian terpenting dari suatu perancangan. Pada
tahap ini penulis akan melakukan pengujian software dengan membuat
simulator system yang nantinya akan diterapkan di lapangan. Pada tahap
pengujian tersebut juga dilakukan perbaikan dan penyempurnaan apabila
software tadi dirasakan tidak atau kurang tepat.
Analisa
Setelah melakukan pengujian software, maka akan diperoleh data hasil
pengujian. Data tersebut akan dianalisa, apakah sesuai dengan algoritma yang
disusun ataukah tidak. Setelah diperoleh analisa, barulah penulis akan
menyimpulkan hasil pengujian dan analisa tersebut.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tempat Pelaksanaan : 1. Jl. Laswi Bandung
2. Laboratorium Otomasi Kelistrikan Politeknik Negeri
Bandung
Waktu Pelaksanaan : April Desember 2005
Alat dan Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan : 1. Kamera digital
1 bh
2. Stopwatch
1 bh
3. Obeng Plus
1 bh
4. Obeng minus
1 bh
5. Tang lancip
1 bh
6. Tang kombinasi
1 bh
7. Mesin Bor tangan
1 set
8. AVO meter
1 bh
9. Cutter
1 bh
10. Mesin Bor besar
1 bh
11. Personal Computer
1 set
Bahan yang digunakan: 1. PLC Siemens LOGO 230 RCL 1 bh
2. LED
21 bh
3. Papan simulator
1 set
4. Switch 2 pin
5 bh
5. Relay 220 V
2 bh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Software
Diagram Alir Proses Kerja System

PKMM-4-12-5

Keterangan: TL: Traffic Light


KA: Kereta Api

Start

Power ON

TL bekerja
Normal

Apakah
ada KA
lewat

Tidak

Ya
Setting TL
berubah

Apakah KA
sudah lewat

Tidak

Ya
TL kembali
normal

End

Tabel Input / Output PLC Siemens LOGO 230 RCL


Input
Simbol
Deskripsi
Keterangan
Simbol
I1
Tombol Power
Push Botton
Q1
I2
Bantalan 1
Push Botton
Q2
I3
Bantalan 2
Push Botton
Q3
I4
Bantalan 3
Push Botton
Q4
I5
Bantalan 4
Push Botton
Q5
Q6
Q7
Q8
Q9

Output
Deskripsi
TLHijau B
TL kuning B
TL Merah B
TL Merah C
TL Hijau C
TL Kuning C
TL Merah A
TL Hijau A
TL Kuning A

Keterangan
Output PLC
Output PLC
Output PLC
Output PLC
Output PLC
Output PLC
Output PLC
Output PLC
Relay tambahan

PKMM-4-12-6

Cara Membuat Program


Untuk membuat program (software) dari simulator ini, dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu:
1. Membuat program pada software PLC menggunakan PC, kemudian
ditransfer ke dalam hardwarenya dengan menggunakan kabel RS 232.
2. Membuat program langsung pada modul PLC. Modul PLC Siemens
LOGO dilengkapi dengan keypad untuk membuat programnya, kemudian
dilengkapi juga dengan display untuk melihat running program.
(Hasil program tidak disertakan di sini dikarenakan banyak sekali)
Pengujian Sofware

Table Hasil Pengujian


MA
KA
1
0
1
0
1
0
I1
1
0
0
0
0
1
I2 ON
1
0
I2 Off
0
1
I3 ON
1
0
I3 Off
0
0
I4 ON
0
1
I4 Of
1
0
I5 ON
0
1
I5 Of
1
0

HA
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0

MB
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1

KB
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

HB
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0

MC
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0

KC
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

HC
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1

Analisa
Dari program di atas dapat dianalisa bahwa :
1. Sistem akan bekerja apabila I1 telah dihidupkan,
2. Traffic light bekerja secara normal, dimana urutan kerjanya adalah hijau B
yang pertama bekerja kemudian dilanjutkan dengan traffic light bagian C,
lalu yang terakhir bagian A. Proses ini terus berlangsung selama tidaka ada
kererta api lewat.
3. Pada saat ada kereta api melintas, program secara otomatis akan berubah.
4. Pada saat bantalan di salah satu arah rel kereta api terinjak, pintu
perlintasan kereta api akan menutup, alarm akan menyala dan program
pada PLC akan berubah. Traffic light hijau C akan bekerja, sedangkan
yang menuju ke pintu perlintasan semuanya berwarna merah.
5. Setelah bantalan yang ada dia arah rel sebaliknya terinjak, pintu
perlintasan akan membuka, alarm berbunyi dan traffic light akan bekerja
normal kembali, dimana hijau A akan menyala dan yang lainnya merah
yang akan menyala.
6. Bila ada salah satu komponen yang rusak dari control otomatisnya,
tombol-tombol manual yang selama ini sudah ada bisa digunakan terus.
Otomasi ini tidaklah dimaksudkan untuk merubah seluruh rangkaian yang
sudah ada dan diganti dengan rangkaian yang baru. Akan tetapi, program
otomasi ini digunakan pada rangkaian yang sudah ada, hanya
menambahkan kontroler otomatis untuk memudahkan pengaturan saja.

PKMM-4-12-7

KESIMPULAN
Dari hasil analisa dan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Simulator pengontrolan traffic light di persimpangan dengan jalur lintasan
kereta api ini dapat bekerja dengan baik sesuai dengan perancangan dan
program yang telah dibuat.
2. Dengan pengontrolan traffic light persimpangan dengan jalur lintasan kereta
api yang terkoordinasi dengan baik, kemacetan di depan pintu perlintasan
dan di tengahtengah persimpangan jalan dapat diminimalisir.
3. Proses kerja dari seluruh system dapat dikontrol dari display modul PLCnya, sehingga apabila terjadi gangguan bisa dideteksi dengan cepat.
4.
Program control dapat dimodifikasi dengan mudah tanpa harus merubah
input dan outputnya.
Penelitian ini beberapa kekurangan sehingga perlu banyak pengembangan yang
harus dilakukan, diantaranya :
1.
Pembuatan program untuk persimpangan yang memiliki 4 jalur lintasan,
2.
Program yang dibuat hanya mengkoordinasi 1 persimpangan dengan jalur
lintasan kereta api saja. Akan lebih bagus lagi apabila program ditujukan
untuk beberapa persimpangan yang berdekatan dengan persimpangan jalan
yang berdekatan dengan jalur lintasan kereta api,
3.
Program akan lebih tapat jika dilengkapi dengan program pengontrolan
secara langsung (interface) sehingga pelacakan gangguan lebih mudah lagi
untuk dilakukan.
4.
Program digabungkan dengan penemuan-penemuan baru yang sudah
ditemukan saat ini, seperti pengontrolan lampu lalu lintas via sms,
penggunaan tenaga surya untuk supply tenaganya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]

www.apeksi.or.id
www.x-phone.com
www.gatra.com
Yusuf Sofian, Diktat Pelatihan PLC, Politeknik Negeri Bandung, 2001
Siemens, LOGO! Manual, 1998

PKMM-4-13-1

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI TEKNIK


BERMAIN UNTUK GURU-GURU SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN
SUMEDANG
Cecep Sunarya, Ade Nurdawati, Agus Hermanto, Yani Suryani, Yuli KH
Sekolah Tinggi Bahasa Asing, Sebelas April, Sumedang
ABSTRAK
Latar Belakang
Perlunya usaha pembaharuan dan peningkatan mutu pemelajaran bahasa
ingris di sekolah dasar sebagai muatan lokal
Diperlukan upaya menyiapkan guru-guru sd yang siap pakai dalam
penyelenggaraan muatan lokal bahasa inggris
Diperlukan kiat pembelajaran yang bukan saja bisa dipahami, namun juga
menarik untuk siswa
Tujuan Program
Membantu memahamkan guru tentang pembelajaran bahasa inggris yang
menarik melalui bermain di sekolah dasar
Membantu guru merencanakan pembelajaran bahasa inggris yang menarik
melalui bermain di sekolah dasar
Membantu guru mempraktikan perencanaan pembelajaran bahasa Inggris
yang menarik melalui bermain di sekolah dasar
Metode Pelaksanaan Program
Ceramah
memberikan penerangan tentang berbagai teknik cara pengajaran melalui
bermain kepada para guru
Diskusi
menggali tanggapan, respon dan kesulitan guru dalam menerapkan teknik
pembelajaran melalui bermain
Simulasi
Mempraktekan hasil ceramah dan diskusi untuk memperlancar pelaksanaan
di sekolah.
Hasil
Menambah pengetahuan guru tentang strategi pembelajaran Bahasa Inggris
melalui teknik permaian
Dapat mempraktekan teknik pembelajaran tersebut di sekolah sehingga
mampu meningkatkan variasi serta ketertarikan siswa akan pelajaran Bahasa
Inggris
Kesimpulan
Diharapkan dari hasil kegiatan ini dapat meningkatkan hasil pengajaran
Bahasa inggris secara lebih efektif sehingga tercipta situasi yang kondusif
bagi anak-anak untuk mencintai dan menyenangi pelajaran Bahas Inggris.
Menumbuh kembangkan kreativitas guru beserta siswa dalam pelajaran
Bahasa Ingris
Kata Kunci: Belajar, bermain, kreatif, efektif, menyenangkan

PKM STBA Sebelas April Sumedang

PKMM-4-13-2

PENDAHULUAN
Penguasaan Bahasa Inggris adalah merupakan suatu keharusan bagi seluruh
siswa sebagai tulang punggung bangsa di masa yang akan datang. Persiapan
secara dini yang dimulai dari tingkat sekolah dasar merupakan langkah yang tepat
dan dipandang sangat mendesak mengingat era globalisasi yang kiat mendekat.
Seperti telah diketahui pada masa dulu pendidikan Bahsa Ingris dimulai pada
jenjang SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama)
Di Kabupaten Sumedang Sekolah Dasar sudah mulai mengambil pelajaran
Bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Selain kesadaran mereka akan pentingnya
Bahasa Inggris juga merupakan tuntutan untuk mulai mengenalkan Bahasa Inggris
untuk siswa sekolah dasar.
Dari pengamatan di lapangan selama menjadi guru Bahasa Inggris di
Sekolah Dasar banyak keengganan di kalangan siswa-siswa tatkala mereka harus
berhadapan dengan pelajaran Bahasa Inggris. Ide pengembangan strategi
pembelajaran yang menyenangkan melalui strategi permainan dipandang akan
dapat menhilangkan keenggananan siswa untuk mempelajari Bahasa Inggris.
Dari perbincangan sesama guru yang kebetulan adalah rekan mahasiswa di
Sekolah tinggi Bahasa Asing Sebelas April Sumedang, kami mencoba
menawarkan soliusi dengan mengembangkan dan menggabungkan beberapa ide
permaianan agar bisa diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah
masing-masing.
Selain mendapatkan ide dari buku-buku pelajaran Bahasa Inggris untuk
Sekolah Dasar, kami juga menggunakan teknik dan strategi permaianan yang
biasa diterapkan di sekolah. Setelah materi tekumpul kami mencoba untuk
mengumpulkan rekan-rekan guru Bahasa Inggris di berbagai Sekolah Dasar di
sumedang untuk menerapkan strategi pembelajaran Bahasa Inggris ini di sekolah
masing-masing.
Tujuan yang diharapkan dari hasil kegiatan ini adalah meningkatkan hasil
pengajaran Bahasa inggris secara lebih efektif sehingga tercipta situasi yang
kondusif bagi anak-anak untuk mencintai dan menyenangi pelajaran Bahas
Inggris
Diharapkan apabila siswa sudah bisa menyenangi dan mencintai Bahasa
Inggris tidak ada lagi rasa enggan bahkan takut untuk mempelajari Bahasa Inggris
baik itu di sekolah dasar ataupun di sekolah lanjutan hingga perguruan tinggi.
METODE PENELITIAN
Berdasar pengalaman para pelaksana selama mengajar Bahasa Inggris di
Sekolah Dasar, dirasakan perlu rangsangan bagi siswa untuk mengikuti pelajaran
Bahasa Inggris dengan baik. Setelah dicoba dengan pendekatan strategi
permaianan yang diterapkan kepada siswa yang dilakukan menjelang jam
pelajaran selesai, mendapatkan respon yang baik dari para siswa.
Dari tahapan tersebut dilakukan langkah persiapan yang meliputi :
1. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan
2. Menyusun jenis-jenis permainan yang akan diberikan kepada guru
3. Mempersiapkan alat-alat peraga yang diperlukan

PKM STBA Sebelas April Sumedang

PKMM-4-13-3

4. Mengundang guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar untuk pelaksaan


kegiatan
Setelah persiapan, pelaksanaan kegiatan dilaksanakan pada tanggal 19
september 2005 yang bertempat di Kampus Sekolah Tinggi Bahasa Asing Sebelas
April Sumedang. Peserta yang hadir adalah sebanyak 17 orang, yang terdiri dari
guru-guru sekolah dasar yang semuanya berstatus Sukwan atau honorer yang
diperbantukan untuk mengajar Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Kegiatan dimulai
dari pukul 09.00 sampai dengan 19.00
Dalam pelaksanaan tersebut metode yang digunakan adalah :
Ceramah
memberikan penerangan tentang berbagai teknik cara pengajaran melalui
bermain kepada para guru
Diskusi
menggali tanggapan, respon dan kesulitan guru dalam menerapkan teknik
pembelajaran melalui bermain
Simulasi
Mempraktekan hasil ceramah dan diskusi untuk memperlancar pelaksanaan di
sekolah.
Alat Bantu yang digunakan dalam permainan diusahakan benda yang mudah
ditemukan dan murah sehingga guru-guru dapat menyediakan sendiri. Alat Bantu
yang dimaksud diantaranya :
1. Buku pelajaran Bahasa Inggris bagi Sekolah Dasar yang sudah
menyediakan berbagai permainan. Tinggal bagaimana mengoptomalkan
penggunaannnya
2. Buku-buku dan kertas bergambar
3. Pensil gambar
4. Kertas alphabet dan angka
5. Buku panduan lagu dan cerita sederhana
6. Alat tulis kantor yang lain seperti gunting, lem, kertas kosong, sterofoam,
scotlite, dan lain-lain
Proses evaluasi dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 25 Februari 2006 di Kampus
Sekolah Tinggi Bahasa Asing Sebelas April Sumedang yang bertujuan untuk
melihat keberhasilan dan perkembangan dari hasil pertemuan pertama. Juga untuk
mengevaluasi kekurangan dan memperbaiki kekurangan-kekurangan selama
pelaksanaan pengajaran Bahasa Inggris di sekolah masing-masing.
Pendekatan analisa yang dilakukan menggunakan Analisa SWOT yang meliputi :
1. Kekuatan (Strenght)
2. Threat (Tantangan)
3. Kelemahan (Weakness)
4. Peluang (Opportunity)
Didasarkan pada logika yang dapat memaksimalakan kekuatan (strenght) dan
peluang (opportunities), namaun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).

PKM STBA Sebelas April Sumedang

PKMM-4-13-4

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil dari kegiatan yang diterapkan dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Contoh diambil dari SDN Rancamulya, salah satu sekolah yang ada di Kabupaten
Sumedang.
Kegiatan permainan yang dilakukan sebagai perangsang siswa agar lebih
berminat mengikuti pelajaran Bahasa Inggris dilakukan pada saat 10 menit
terakhir pada setiap jam pelajaran.
Tabel 1. Data Keikutsertaan siswa dalam pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah
Dasar Negeri Rancamulya.
KELAS

Sebelum Kegiatan

Setelah Kegiatan

3
4
5
6

46
57
42
44

50
60
49
46

Prosentase
Peningkatan
8,7%
5,2%
16,6 %
4,5%
8,75%

Sumber : Guru Bahasa Inggris SDN Rancamulya

Dari tabel 1 tersebut di atas dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan sebesar
8,75 % dari minat belajar Bahasa Inggris di SDN Rancamulya.
Tabel 2. Data Nilai Bahasa Inggris di Sekolah Dasar Negeri Rancamulya
KELAS

Sebelum Kegiatan

3
4
5
6

7
8
7
7,5

Setelah Kegiatan
8
9
7,5
8

Prosentase
Peningkatan
14%
12,5%
7,1%
6,7%
10,1%

Sumber : Guru Bahasa Inggris SDN Rancamulya

Dari tabel 2 tersebut di atas dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan sebesar
10,1 % dari nilai Bahasa Inggris .
Dari tabel di atas terlihat ada peningkatan baik dri minat siswa maupun kenaikan
rata-rata nilai siswa dalam pelajaran Bahasa Inggris.
Pendekatan analisa yang kami gunakan berupa analisa SWOT, yaitu :
1. Kekuatan (Strenght)
- Minat siswa sekolah dasar yang tinggi untuk bermain
- Pelajaran Bahasa Inggris relatif baru dikenal oleh sebagian siswa yang
merupakan peluang untuk dimanfaatkan
- Sumber pembelajaran yang mudah dan murah di dapat

PKM STBA Sebelas April Sumedang

PKMM-4-13-5

2. Treat (Tantangan)
- Menjadikan keengganan belajar bahasa Inggris yang oleh sebagian siswa
dianggap sulit menjadi pelajaran yang disenangi
- Meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran Bahasa Inggris
3. Kelemahan (Weakness)
- Jumlah siswa yang terlalu banyak di dalam satu kelas
- Pengetahuan siswa terhadap bahasa Inggris yang tidak sama
- Jam pelajaran bahsa Inggris yang minimum
4. Peluang (Opportunity)
- Daya tangkap siswa sekolah dasar yang masih kuat
- Pelajaran Bahasa Inggris yang pertama diperkenalkan dianggap masih
menarik
- Meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris yang bisa dibawa hingga
sekolah tingkat lanjutan atas
Grafik perkembangan siswa dilihat dari kehadiran dan nilai dalam pelajaran
Bahasa Inggris
Perkembangan Siswa Setelah Pelatihan
70
60

Nilai

50
40
30
20
10
0
1

Kelas
Minat Sebelum

PKM STBA Sebelas April Sumedang

Minat Sesudah

Nilai Sebelum

Nilai Sesudah

PKMM-4-13-6

KESIMPULAN
Dari kegiatan yang dilaksanakan diharpkan guru guru dapat :
1. Memahami tentang pembelajaran Bahasa Inggris yang menarik melalui teknik
bermain di sekolah dasar
2. Merencanakan pembelajaran Bahasa Inggris yang menarik melalui teknik
bermain di sekolah dasar
3. Mempraktkan perencanaan pembelajaran Bahasa Inggris yang menarik
melalui bermain di sekolah dasar
Sedangkan dari siswa diharapkan dapat :
1. Meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran Bahasa Inggris
2. Meningkatkan kemampuan siswa untuk menggunakan Bahasa Inggris
DAFTAR PUSTAKA
Fredi Rangkuti. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta :
Gramedia Pustaka Umum.
Mikdam Mustofa et al. 2004. Bahasa Inggris dengan Dasar Komunikatif kelas 3,
4, 5. Bandung: PT Saranan Pancakarya.
Tim Bina Karya Guru. 2004. Get Ready for Beginners 4, 5, 6. Bandung: Erlangga.
Kasihani. 2004. Learning by Doing 3, 4, 5, 6.. Bandung : PT. Grafindo Media
Pratama.
H. Dadi Permadi et al. 2004. Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar 2, 3, 4, 5, 6.
Bandung: PT Sarana Panca Karya.

PKM STBA Sebelas April Sumedang

PKMM-4-14-1

PELATIHAN BAHASA JEPANG BAGI PEMANDU WISATA LOKAL DI


DAERAH TUJUAN WISATA KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
Yuni Susanto, Macra E. J.U, Cahya Ning M, Titis Kunthi M.S, Eka Y.S.
Jurusan Bahasa Jepang Akademi Bahasa Asing YIPK Yogyakarta
ABSTRAK
Daerah tujuan wisata Krebet, Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan,
Kabupaten Bantul, Yogyakarta merupakan desa yang terkenal dengan kerajinan
Batik Kayu. Mata pencaharian penduduknya mayoritas adalah pengrajin Batik
Kayu. Dengan demikian mereka bisa berprofesi ganda sebagai pemandu wisata
lokal apabila ada wisatawan yang datang. Upaya untuk meningkatkan daya tarik
bagi wisatawan asing adalah meningkatkan kualitas pelayanan terhadap mereka.
Kenyataan yang terjadi selama ini, meningkatnya wisatawan asing yang
berkunjung ke Kabupaten Bantul tersebut belum ditunjang oleh adanya pemandu
wisata lokal yang mampu berbahasa asing, sehingga pelayanan terhadap
wisatawan asing kurang memuaskan. Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk
membekali para pemandu wisata lokal dengan bahasa Jepang sederhana agar
mereka dapat meningkatkan kualitas pelayanan mereka terhadap wisatawan
Jepang. Sasaran utama kegiatan ini adalah para pengrajin Batik Kayu yang
berprofesi ganda sebagai pemandu wisata lokal. Metode yang digunakan adalah
metode Tata Bahasa/Terjemahan, yaitu dengan menggunakan modul pelatihan
dalam memberikan pelatihan bahasa Jepang kepada para pemandu wisata lokal.
Pelatihan ini dilaksanakan mulai 6 Maret s.d. 15 Mei 2006, setiap hari Senin dan
Jumat pukul 18.30 WIB 20.00 WIB. Waktu tersebut dipilih mengingat pada
siang hari mereka tetap bekerja sebagai pengrajin Batik Kayu. Hasil yang
diperoleh selama pelaksanaan kegiatan dan tes akhir menunjukkan bahwa 75%
peserta pelatihan menguasai materi pelatihan bahasa Jepang dengan baik dan
dapat bercakap-cakap dalam bahasa Jepang sederhana, serta dapat
mempromosikan Kerajinan Batik Kayu dalam bahasa Jepang secara sederhana
pula.
Kata Kunci : Bahasa Jepang, Pemandu Wisata Lokal, Batik Kayu
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada dasawarsa terakhir ini, pariwisata merupakan produk jasa yang
semakin banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Melalui data statistik
diperoleh informasi bahwa arus wisatawan asing yang datang ke Indonesia
meningkat sebesar 132%. Oleh karena itu, upaya keras pun dilakukan pemerintah
untuk mengembangkan pariwisata, mengingat kekayaan Indonesia akan objek
wisata alam, sejarah, budaya, maupun entertainment yang begitu beragam.
Peningkatan pembangunan di bidang pariwisata juga dilakukan di
Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan sekaligus kota wisata kedua setelah Bali.
Selain Malioboro, Prambanan, dan Borobudur, Kabupaten Bantul juga menjadi
salah satu daerah tujuan wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan asing
(Otto Soemarwoto, 2005: 26). Daya tarik Kabupaten Bantul terutama terletak di
daerah tujuan wisata seperti Kasongan dengan kerajinan keramiknya, Pucung

PKMM-4-14-2

dengan kerajinan kulit dan wayang kulitnya, Parangtritis dan Samas dengan
keindahan pantainya, Imogiri dengan makam raja-rajanya, di samping daerah
wisata lain. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan daya tarik
wisatawan asing adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap
mereka. Kenyataan yang terjadi selama ini, meningkatnya wisatawan asing yang
berkunjung ke Kabupaten Bantul tersebut belum ditunjang oleh adanya pemandu
wisata lokal yang mampu berbahasa asing, sehingga pelayanan terhadap
wisatawan asing kurang memuaskan.
Dalam upaya turut meningkatkan pembangunan bidang pariwisata di
Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Bantul, kami mahasiswa jurusan Bahasa
Jepang Akademi Bahasa Asing YIPK Yogyakarta merasa terpanggil untuk
membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat Kabupaten Bantul
tersebut. Bantuan yang kami sampaikan berupa Pelatihan Bahasa Jepang Bagi
Para Pemandu Wisata Lokal di Daerah Tujuan Wisatanya, mengingat akhir-akhir
ini banyak wisatawan Jepang yang tertarik pada karya seni dan wisata alam.
Identifikasi Masalah
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Bila komunikasi tidak
terjalin dengan baik, pesan yang ingin disampaikan juga tidak dapat diterima
dengan baik. Adanya keluhan dari para wisatawan, khususnya para wisatawan
Jepang tentang sedikitnya orang yang bisa berbahasa Jepang selama mereka
berwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di kabupaten Bantul
membuat mereka kecewa karena kurangnya informasi yang mereka peroleh.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, melalui PKMM dari DIKTI ini
kami mencoba mengatasinya dengan mengadakan pelatihan bahasa Jepang bagi
pemandu wisata lokal di Kabupaten Bantul. Melalui program ini diharapkan
masyarakat di wilayah Bantul dapat melayani wisatawan Jepang yang datang dan
memberikan kepuasan bagi mereka agar tidak kecewa setelah berkunjung ke
daerah tujuan wisata. Dengan membekali para pemandu wisata lokal dengan
bahasa Jepang sederhana mereka akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan
mereka terhadap wisatawan Jepang. Dengan demikian berarti juga dapat
meningkatkan daya tarik objek wisata kerajinan bagi wisatawan asing, khususnya
wisatawan dari Jepang.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana membekali para pemandu wisata lokal dengan bahasa Jepang
sederhana agar mereka dapat meningkatkan kualitas pelayanan mereka
terhadap wisatawan Jepang?
2. Bagaimana membantu meningkatkan daya tarik objek wisata kerajinan bagi
wisatawan asing, khususnya wisatawan dari Jepang?
Program ini bertujuan untuk:
1. Membekali para pemandu wisata lokal dengan kemampuan berbahasa Jepang
secara sederhana agar mereka dapat berkomunikasi dengan wisatawan Jepang.
2. Membantu meningkatkan daya tarik objek wisata bagi wisatawan asing,
terutama wisatawan dari Jepang di Kabupaten Bantul.
Program ini akan bermanfaat bagi:
1. Wisatawan Jepang

PKMM-4-14-3

Kebutuhan wisatawan Jepang akan pemandu wisata berbahasa Jepang dapat


terpenuhi oleh pemandu wisata lokal sehingga tidak perlu lagi membawa
pemandu wisata dari luar.
2. Daerah tujuan wisata
Memiliki kualitas pelayanan wisata yang lebih baik, sehingga menambah daya
tarik objek wisata yang ada.
3. Masyarakat sekitar
Lebih berfungsinya pemandu wisata lokal dapat mengurangi angka
pengangguran dan dapat menambah income.
4. Pemandu wisata lokal
Mereka dapat berkomunikasi langsung dengan wisatawan sehingga tidak lagi
hanya berfungsi sebagai penonton saja.
METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang kami lakukan adalah dengan mencari pasar
yang berpotensi besar dalam dunia pariwisata yang mampu menarik wisatawan
asing, khususnya wisatawan Jepang. Dalam mencari tempat pelatihan di
Kabupaten Bantul kami berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul
pada tanggal 20 Februari 2006. Dari koordinasi tersebut, diputuskanlah bahwa
tempat pelaksanaannya adalah Desa Wisata Krebet yang terkenal dengan Batik
Kayunya. Wisatawan Jepang pun sering berkunjung ke tempat itu.

Gambar 1. Kesibukan para pengrajin Batik Kayu


Selama akhir Februari, mulai tanggal 21 Februari 2006, setelah
berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, kami langsung
meninjau lokasi ke Dusun Krebet, Bantul. Setelah membuat kesepakatan tentang
Pelaksanaan PKMM Pelatihan Bahasa Jepang antara warga Dusun Krebet dengan
ABA YIPK, kami menyusun modul pelatihan sebagai bahan pelatihan mulai
tanggal 21 Februari 2006 s.d. 26 Februari 2006.
Sebagai pembekalan, kami mengikuti pelatihan metode pengajaran bahasa
asing oleh Dra. Hj. Sudilah, M.Sc.Ed. tanggal 3 Maret 2006 yang dilanjutkan
dengan Pelatihan Metode Mengajar Bahasa Jepang pada tanggal 4 Maret 2006
oleh Dra. Dini Widhyani.

PKMM-4-14-4

Dalam mempelajari bahasa asing ada 5 metode yang dipakai, yaitu :


1. Metode Langsung (Direct Method)
2. Metode Tata Bahasa/Terjemahan
3. Metode Audiolingual (Audio Lingual Method)
4. Metode Respons Psikomotorik Menyeluruh (Total Physical Response Method)
5. Metode Belajar Secara Berkelompok (Community Language Learning)
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan PKMM ini adalah Metode
Tata Bahasa/Terjemahan. Metode ini menekankan pada kemampuan peserta
pelatihan untuk mengetahui secara ringkas arti dari bahasa Jepang yang
dipelajarinya. Para tutor Pelatihan Bahasa Jepang mengajarkan pola kalimat
bahasa Jepang, memberi daftar kosakata untuk dihafalkan, dan memberi pekerjaan
rumah. Selain menggunakan metode di atas, kami juga menggunakan metode
Belajar Secara Berkelompok yang memungkinkan peserta pelatihan dapat
berkomunikasi antar sesama pelatihan dengan bebas, sehingga mereka menghayati
pembelajaran secara menyeluruh, yakni melalui pikiran (kognitif) dan
perasaannya (afektif). Kami menggunakan modul pelatihan dalam pelaksanaan
kegiatan tersebut. Dalam kegiatan tersebut, kami juga menggunakan alat bantu
ajar.

Gambar 2. Suasana kelas saat Pelatihan Bahasa Jepang berlangsung


Tutor Pelatihan bahasa Jepang ini diambil dari mahasiswa/mahasiswi
semester VI sejumlah empat orang yang dianggap mampu mengajarkan bahasa
Jepang. Selama mengajar, tutor didampingi oleh asisten tutor, yaitu
mahasiswa/mahasiswi dari semester II, IV dan VI yang bertugas sesuai jadwal
yang ditentukan sebelumnya.

PKMM-4-14-5

Tabel 1. Jadwal Tutor dan Asisten Tutor Pelatihan Bahasa Jepang


Pertemuan

Tanggal

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

6 Maret 2006
10 Maret 2006
13 Maret 2006
17 Maret 2006
20 Maret 2006
24 Maret 2006
27 Maret 2006
31 Maret 2006
3 April 2006
7 April 2006
10 April 2006
14 April 2006
21 April 2006
24 April 2006
28 April 2006
1 Mei 2006
3 Mei 2006
8 Mei 2006
12 Mei 2006
15 Mei 2006

Tutor

Mita,Yuni, Belia dan Eko


Mita dan Yuni
Mita dan Yuni
Mita dan Yuni
Mita dan Yuni
Mita dan Yuni
Mita dan Yuni
Mita dan Yuni
Mita dan Yuni
Mita dan Yuni
Belia dan Eko
Belia dan Eko
Belia dan Eko
Belia dan Eko
Belia dan Eko
Belia dan Eko
Belia dan Eko
Belia dan Eko
Belia dan Eko
Belia, Eko, Mita dan Yuni

Asisten

Zita dan Adhya


Eni dan Tyas
Nanda dan Sukma
Iwan dan Rosita
Yeti dan Purwanto
Astuti dan Niken
Ita dan Yuda
Nanda dan Kharisma
Kiki dan Lutfi
Priyo dan Fauzi
Astuti dan Dani
Zita dan Sukma
Eni dan Rosita
Kharisma dan Ita
Nurma dan Dani
Purwanto dan Yeti
Niken dan Tyas
Iwan dan Fauzi
Kiki dan Yuda
Adhya dan Priyo

Tim Pelaksana selalu mendampingi di setiap pertemuan Pelatihan Bahasa


Jepang di Dusun Krebet.
Pelatihan ini dilaksanakan selama tiga bulan dimulai tanggal 6 Maret s.d.
15 Mei 2006 setiap hari Senin dan Jumat pukul 18.30-20.00 WIB, dengan
memakai ruang kelas SMP Negeri 3 Pajangan. Mengingat siang harinya mereka
bekerja di sentra-sentra industri, pelatihan dilaksanakan pada malam hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah para pemandu wisata lokal mengikuti PKMM Pelatihan Bahasa
Jepang ini, daya tarik Dusun Krebet tidak hanya berupa kerajinan Batik Kayu
saja, tetapi juga kemampuan pemandu wisata lokal yang dapat melayani
wisatawan Jepang dalam bahasa Jepang. Mereka dapat berkomunikasi dan
mempromosikan potensi desanya pada wisatawan Jepang dengan lebih baik.
Berdasarkan hasil test tertulis dan latihan percakapan yang telah mereka
lakukan selama mengikuti kegiatan, dapat disimpulkan bahwa 75% peserta
pelatihan menguasai materi pelatihan bahasa Jepang dengan baik dan dapat
bercakap-cakap dalam bahasa Jepang sederhana, serta dapat mempromosikan
Kerajinan Batik Kayu dalam bahasa Jepang.
Berdasarkan pengalaman kami sebagai pengurus HMBJ (Himpunan
Mahasiswa Bahasa Jepang) ketika mengadakan pelatihan bahasa Jepang di satu
SMA dan dua SMK di Yogyakarta pada bulan November s.d. Desember 2005
dalam program yang kami beri nama Nihongo Wa Tanoshii Desu Yo (Bahasa
Jepang Menyenangkan lho!), ternyata sangat
membantu kami dalam
melaksanakan PKMM ini.

PKMM-4-14-6

Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Pelatihan Bahasa Jepang


Pertemuan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Tanggal

6 Maret 2006
10 Maret 2006
13 Maret 2006
17 Maret 2006
20 Maret 2006
24 Maret 2006
27 Maret 2006
31 Maret 2006
3 April 2006
7 April 2006
10 April 2006
14 April 2006
21 April 2006
24 April 2006
28 April 2006
1 Mei 2006
3 Mei 2006

Materi

Pengenalan Bahasa Jepang


Memperkenalkan diri
Salam
Kata-kata penting
Kata ganti orang
Kata ganti benda (kono, sono, ano)
Kata ganti benda (kore, sore, are)
Kata ganti benda (ulang)
Kata ganti tempat
Keberadaan
Sebutan
Bilangan (numeralia Bhs. Jepang)
Bilangan (numeralia Bhs. Cina)
Waktu (jam, menit)
Waktu (hari, minggu)
Waktu (bulan, tahun)
Kata Kerja

Keterangan

Tinjauan
DIKTI

8 Mei 2006 Kata Sifat


12 Mei 2006 Makanan dan minuman
15 Mei 2006 Test

Perbandingan Pelatihan Bahasa Jepang di SMA/SMK dengan Pelatihan


Bahasa Jepang di Dusun Krebet adalah:
Pelatihan Bahasa Jepang di SMA/SMK:
1. Para peserta pelatihan adalah siswa sekolah. Mereka lebih cepat menangkap
teori pelatihan yang diajarkan.
2. Waktu pelatihan di siang hari sehingga membuat kami lebih nyaman.
3. Para siswa sulit mempraktekkan teori yang diajarkan karena jarang bertemu
dengan orang Jepang.
4. Transportasi mudah karena lokasi SMA/ SMK di dalam kota.
Pelatihan bahasa Jepang di Krebet :
1. Peserta lebih beragam dari remaja hingga orang tua dengan berbagai tingkat
pendidikan, sehingga daya tangkap peserta pun berlainan.
2. Waktu pelatihan di malam hari, karena menyesuaikan dengan kesibukan
mereka, sehingga membuat kami harus menyiapkan tenaga ekstra.
3. Para peserta mudah mempraktekan teori yang diajarakan kapan saja karena
mereka sering berhadapan dengan konsumen dari Jepang.
4. Transportasi sulit karena lokasi Pelatihan Bahasa Jepang terletak di daerah
pedesaan yang berjarak jauh dan medan tempuh cukup sulit.

PKMM-4-14-7

Gambar 3. Kegiatan pelatihan bahasa Jepang di SMK 4 Yogyakarta

Gambar 4. Suasana Kelas saat pelatihan bahasa Jepang di SMA 5 Yogyakarta.

PKMM-4-14-8

Pada awalnya, peserta pelatihan sangat antusias mengikuti program


pelatihan ini. Namun seiring dengan berjalannya waktu pelatihan, beberapa
peserta pelatihan tidak dapat intensif mengikuti pelatihan karena kesibukan
lainnya yang berhubungan dengan kegiatan masyarakat di dusun tersebut.
Kendala yang dihadapi selama pelatihan ini antara lain:
1. Beberapa pertemuan hanya dihadiri oleh beberapa peserta. Hal ini dikarenakan
waktunya bersamaan dengan kegiatan masyarakat yang ada di Dusun Krebet.
2. Materi pelatihan sering diulang karena ada beberapa peserta yang tidak hadir
pada pertemuan sebelumnya.
3. Tempat pelatihan yang berada di lingkungan pedesaan menimbulkan beberapa
masalah teknis seperti kurangnya penerangan dan kurangnya fasilitas belajar.
Namun kendala tersebut tidak begitu mempengaruhi jalannya kegiatan dan
menjadi bahan pelajaran bagi tim pelaksana untuk melaksanakan kegiatan
selanjutnya dengan lebih baik.
Pelatihan bahasa Jepang ini tenyata sangat bermanfaat bagi para peserta
pelatihan untuk:
1. Menambah keterampilan bahasa asing yaitu bahasa Jepang.
2. Menambah referensi ilmu pengetahuan tentang budaya Jepang yang ternyata
sangat mempengaruhi etos kerja para peseta pelatihan.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap wisatawan asing khususnya
wisatawan Jepang.
4. Menambah daya tarik Desa Wisata Krebet.
Selain itu, PKMM Pelatihan Bahasa Jepang ini juga membantu
mahasiswa/mahasiswi Akademi Bahasa Asing YIPK Yogyakarta Jurusan Bahasa
Jepang dalam mengabdikan ilmu kepada masyarakat untuk mentransformasikan
ilmu pengetahuan dari sivitas akademika pada masyarakat luas demi praktisnya
sebuah disiplin ilmu.
Setelah program Pelatihan Bahasa Jepang ini selesai, kami berencana
untuk menindak lanjuti kegiatan tersebut, antara lain dengan cara :
1. Pemutaran film Jepang
3. Mengenalkan Desa Wisata Krebet pada tamu Jepang.
4. Mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Krebet.
5. Pemberian pelatihan bahasa Jepang tambahan dalam bentuk kursus singkat.
KESIMPULAN
Dari kegiatan yang telah kami lakukan, dapat kami simpulkan :
1. Bahasa Jepang sangat diperlukan untuk memajukan dunia pariwisata
kabupaten Bantul, karena wisatawan Jepang pun tertarik untuk berkunjung ke
objek wisata yang ada di Kabupaten Bantul.
2. Agar tercipta komunikasi yang baik antara pemandu wisata lokal dengan
wisatawan Jepang, pemandu wisata lokal perlu dibekali ilmu agar dapat
berkomunikasi dalam bahasa Jepang.
3. Pelatihan ini sangat berguna bagi pemandu wisata lokal, karena dengan
pelatihan ini pemandu wisata lokal dapat memandu dan membantu wisatawan
Jepang.
4. Para peserta pelatihan sudah dapat menguasai materi pelatihan bahasa Jepang
dengan baik.

PKMM-4-14-9

5. Pelatihan bahasa asing (seperti bahasa Jepang) sangat dibutuhkan terutama


dalam sektor pariwisata khususnya di Yogyakarta seperti Kotagede ( kerajinan
perak ) dan Kulon Progo ( kerajinan Bambu ).
DAFTAR PUSTAKA
Dahidi Ahmad, Sudjianto. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:
Kesaint Blanc.
De Mente, Boye. 2002. Bahasa Jepang Sehari-hari.Jakarta: Kesaint Blanc.
__________. 2002. Minna no Nihongo I. Surabaya: PT Pustaka Lintas Budaya.
__________. 2002. Minna no Nihongo II. Surabaya: PT Pustaka Lintas Budaya.
__________. 1990. Shin Nihongo no Kiso I. Tokyo: AOTS.
__________. 1990. Shin Nihongo no Kiso II. Tokyo: AOTS.
Simanjutak, Herpinus. 2002. Percakapan dan Tata Bahasa Jepang. Jakarta:
Kesaint Blanc.
Soemarwoto, Otto. 2005. Menuju Jogja Propinsi Ramah Lingkungan Hidup.
Yogyakarta: Pemerintah Propinsi DIY.
Sudilah. 2006. Bagaimana Mengajarkan Bahasa Asing. Yogyakarta: Makalah
Pembekalan Pelatihan Bahasa Jepang Bagi Pemandu Wisata Lokal di
Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Tim Kashiko. 1999. Kamus Lengkap Indonesia-Jepang. Surabaya: Kashiko.
Tim Kashiko. 1999. Kamus Lengkap Jepang-Indonesia. Surabaya: Kashiko.

PKMM-4-15-1

PENGEMBALIAN AIR IRIGASI KASUS PADA KELOMPOK TANI IKAN


" RUKUN AGAWE SANTOSO"
Yudha Sumantri, Widarwis, Lastio D. Gultom
Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-4-16-1

PENINGKATAN HASIL PERTANIAN MELALUI SARANA PERBAIKAN


SALURAN IRIGASI DENGAN SISTEM SENDERAN
Ronald Setio Hudaja, Indra Pramuditya, Elisabeth Noveniano N, Trias Palupi
Universitas Katholik Soegijapranata, Semarang
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-4-17-1

PENGEMBANGAN DAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN ASOSIASI


UNTUK PENINGKATAN KINERJA USAHA PRODUSEN TERASI DI
DESA SIRNOBOYO KABUPATEN PACITAN JAWA TIMUR
Atta Beby Artgarani, Ratih Krisnawati Rahayu, Haris Setyawan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Surabaya
ABSTRAK
Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) dengan judul
Pengembangan dan Optimalisasi pemanfaatan Asosiasi Uuntuk Peningkatan
Kinerja Usaha Produsen Terasi di Desa Sirnoboyo Kabupaten Pacitan Jawa
Timur merupakan kegiatan pelatihan yang diberikan kepada para produsen terasi
di sentra usaha terasi Kabupaten Pacitan. Tujuan umum program ini adalah
untuk membantu terwujudnya asosiasi usaha yang nantinya dapat dijadikan
sebagai proyek percontohan bagi usaha sejenis. Sedangkan tujuan khususnya
adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya membentuk asosiasi
yang nantinya dapat dijadikan sebagai perwakilan distribusi terasi sehingga
mempermudah perolehan bahan baku dan sumber dana.
Kegiatan ini
dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 25 maret 2006, bertempat di Balai desa
Sirnoboyo Kabupaten Pacitan Jawa Timur dan dihadiri oleh 45 peserta
(produsen terasi yang ada di desa sirnoboyo). Kegiatan ini mendapat dukungan
penuh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), Kepala Desa Sirnoboyo, Kecamatan Pacitan, dan PPPM STIE
Perbanas Surabaya Sebagai Pemateri Kepala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan ESDM yang menjelaskan tentang Peranan Pemerintah Daerah
Dalam Pengembangan Sentra Industri Kecil, Dr. Dra. Psi. Tatik Suryani, MM
dengan materi Pentingnya Pemasaran, dan Drs.EcAbdul Mongid, MA
mengenai Pengembangan Asosiasi. Selain pelatihan juga dilakukan tinjauan
lapangan dan konsultasi. Evaluasi yang dilakukan melalui kuisioner
memperlihatkan pentingnya kelanjutan program ini. Peserta sangat puas, dan
dari sisi peserta memenuhi target yang ditentukan (90%) Dari aspek waktu, dana
kegiatan dan seluruh acara dapat dijalankan dengan maksimal. Optimalisasi
Pemanfaatan Asosiasi Produsen Terasi.
Kata kunci : asosiasi, optimalisasi, Produsen terasi
PENDAHULUAN
Berkembangnya sektor ekonomi di daerah tidak terlepas dari keberhasilan
kegiatan perdagangan dan perkembangan industri, termasuk industri dalam skala
kecil seperti industri rumah tangga. Industri ini, meskipun asetnya rendah namun
karena jumlah dan sifat kegiatannya yang bersifat padat karya mempunyai peran
penting dalam penyerapan tenaga kerja.
Salah satu industri rumah tangga yang mempunyai potensi berkembang
dengan baik dan belum banyak disentuh oleh program pembinaan di Kabupaten
Pacitan adalah industri terasi. Usaha terasi mempunyai potensi luar biasa karena
selain bahan bakunya mudah didapat juga dinilai mempunyai nilai jual yang

PKMM-4-17-2

tinggi.Usaha terasi ini banyak dilakukan oleh masyarakat di desa Sirnoboyo yang
merupakan salah satu desa yang terletak di kawasan pesisir pantai Selatan
Kabupaten Pacitan.Di desa ini terdapat 31 rumah tanga yang memproduksi terasi
dalam jumlah besar sedangkan usaha rumah tangga produksi yang lain masih
sedang berkembang dan jumlah produksinya masih relative kecil. Kabupaten
Pacitan yang berada di pesisir pantai selatan tepatnya di ujung selatan paling barat
Propinsi Jawa Timur ini mempunyai potensi yang tinggi untuk menjadi tempat
suksesnya industri terasi,hal ini bisa dilihat dari dekatnya lokasi industri dengan
tempat bahan baku selain itu harga bahan baku yakni rebon juga relative murah.
Hingga saat ini, pemasaran terasi masih terbatas diperdagangkan secara
langsung di daerah lokasi dan sekitarnya.Penhusaha belum mampu mangakses ke
luar daerah karena terlalu mahal untuk menjangkau daerah lain dan terbatasnya
pemahaman tentang pemasaran dan pentingnya persatuan (asosiasi) untuk
pengembangan usaha kea rah yang lebih baik.Kondisi ini dimanfaatkan oleh
pengusaha dari luar kota yang mulai membeli dalam jumlah banyak untuk dijual
kembali.Tidak adanya organisasi yang terorganisisr menjadikan posisi daya tawar
pembeli dari luar menjadi tinggi.Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan
merugikan para pengusaha terasi itu sendiri. Selain itu, pemerintah juga dirugikan
karena disinyalir produk ini telah sampai di kota lain diganti kemasan dengan
nama merk dan kota bukan Pacitan.
Minimnya jumlah pekerja yang mereka miliki juga mendukung kurang
lancarnya dalam pemasaran produk terasi.Dalam hal ini sangat diperlukan adanya
suatu asosiasi di antaar produsen terasi yang nantinya akan dapat dijadikan wadah
dalam pengelolaan usaha,sehingga akan dapat meningkatkan kinerja usahanya.
Adanya asosiasi akan lebih memudahkan dalam pendistribusian produk
terasi bahkan akan diperoleh harga jual produk yang lebih tinggi jika
dibandingkan apabila produk tersebut dijual secara perorangan maupun apabila
produk dibeli (dikuasai) oleh distributor dari daerah lain yang hanya membeli
(tidak terlibat dalam kegiatan produksi). Melalui asosiasi diharapkan akan
mempermudah produsen terasi dalam mendapatkan pinjaman/kredit dari
bank.Selain itu, dengan adanya asosiasi produsen terasi akan dapat membeli
bahan baku dengan harga yang relative lebih murah (dengan dikoordinir dalam
jumlah yang cukup besar) jika dibandingkan apabila mereka membeli secara
perorangan sehingga akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah
pedesaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut dan adanya dukungan dari t Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Pacitan,
maka kami bermaksud mengadakan pelatihan yang terfokus pada peran asosiasi
dan pengembangan desain asosiasi dengan pengelolaan yang tepat yang
diharapkan dapat menumbuhkan semangat masyarakat produsen terasi untuk
mengembangkan usahanya.Sehingga betul-betul akan mewujudkan suatu industri
baru yang maju walaupun berasal dari industri pedesaan yang sederhana,dimana
hal tersebut sebenarnya juga merupakan salah satu program yang akan dijalankan
oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral
Kabupaten Pacitan yang hingga saat ini belum terealisasi.
Diharapkan jika program ini terealisasi akan dapat membantu
perkembangan perekonomian di Kabupaten Pacitan, khususnya untuk usaha terasi

PKMM-4-17-3

sekaligus dapat menjadi model pengembanngan jenis usaha rumah tangga lain
yang berada di Kabupaten Pacitan.
Adapun permasalahan-permasalahan yang akan dipecahkan dalam
kegiatan ini adalah :
a) Bagaimana meningkatkan kesadaran dan komitmen produsen terasi terhadap
pentingnya pembentukan asosiasi pengusaha terasi di Desa Sirnoboyo
Kabupaten Pacitan guna meningkatkan efisiensi/kemampuan produsen terasi
untuk ke akses pemasok, akses pemasaran (distribusi) dan ke akses sumber
dana melalui pelatihan?
b) Bagaimana desain model asosiasi pengusaha terasi yang tepat dan cocok untuk
produsen terasi di Desa Sirnoboyo Kabupaten Pacitan sebagai upaya untuk
meningkatkan kinerja usaha?
c) Bagaimana model sosialisasi desain-desain asosiasi yang sudah disepakati
bagi pengusaha terasi yang ada di Desa Sirnoboyo Kabupaten Pacitan?
Kegiatan ini dilaksanakan dengan berorientasi pada dua jenis tujuan yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan Umum dimaksudkan untuk membantu dalam mewujudkan asosiasi usaha
yang nantinya dapat dijadikan sebagai proyek percontohan bagi usaha sejenis.
Tujuan umum secara terperinci dapat dijabarkan sebagai berikut :
a) Membantu pemerintah dalam meningkatkan peran Sentra Industri Kecil
khususnya industri rumah tangga sebagai salah satu pelaku ekonomi di daerah
Kabupaten Pacitan.
b) Membantu meningkatkan pendapatan pengusaha dan masyarakat di sekitar
sentra usaha terasi.
c) Mengangkat nama daerah yaitu dengan mendayagunakan terasi sebagai salah
satu produk unggulan khas Pacitan.Hal tersebut akan didukung pula dengan
dikenalnya Pacitan sebagai Kota Pariwisata sehingga akan mendatangkan
daya tarik tersensiri bagi wisatawan.
Tujuan Khusus
a) Meningkatkan pengetahuan tentang arti pentingnya membentuk asosiasi
diantara produsen terasi yang nantinya dapat dijadikan sebagai suatu
perwakilan distribusi terasi (pemasaran),dan wadah yang akan memper mudah
pengusaha terasi ke akses bahan baku dan akses sumber dana.
b) Memberikan alternative usulan desain model asosiasi yang dapat diterapkan
sehingga usaha bisnisnya akan berkembang.
Pelaksanaan dari program imi nantinya diharapkan akan memberikan manfaat
bagi beberapa pihak,antara lain :
a) Bagi Tim Program Kreativitas Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang pengembangan usaha dan
kewirausahaan,khususnya untuk jenis usaha terasi pada daerah terpencil dan
dapat dijadikan sebagai objek dalam penerapan ilmu,khususnya Pengantar
Ilmu Mnanajemen.
b) Bagi Kelompok Industri Kecil (sasaran utama kegiatan)
Adanya alternative desain model asosiasi yang tepat dan pengelolannya untuk
diterapkan oleh produsen terasi di Desa Sirnoboyo Kabupaten Pacitan yang

PKMM-4-17-4

dapat mempernudah akses pemasaran, bahan baku,dan sumber dana serta


terciptanya suatu perencanaan bisnis yang lebih jelas dan terorganisir.
c) Bagi Masyarakat
Dapat
menciptakan
pendapatan
masyarakat
setempat
dan
termanfaatkannya udang kecil (rebon) sebagai salah satu hasil tangkapan
nelayan yang kurang laku apabila dijual untuk dikonsumsi secara langsung.
d) Bagi Pemerintah
Membantu pemerintah dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan dan membantu dalammelestarikan dan
mengembangkan produk terasi melalui asosiasi sebagai produk unggulan khas
Pacitan yang nantinya diharapkan dapat menunjang kemajuan di bidang
pariwisata.

METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan
adalah berupa j survey, pelatihan, kunjungan lapangan (konsultasi)
Survey
Survey awal
Survey dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran serta
merupakan penjajakan kemungkinan dijalankannya kegiatan penyluhan
ini.Disamping itu,survey juga dijadikan sebagai indicator untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman produsen terasi tentang artinya membangun asosiasi
dan perluasan jaringan pemasaran produk terasi.
Survey akhir
Dilakukan dengan mendatangi peserta yang hadir dalam penyuluhan untuk
mendapatkan gambaran apakah peserta penyuluhan telah menerapkan materi
yang akan disampaikan.
Evaluasi hasil survey
Evaluasi hasil survey dilakukan agar pelaksana program lebih siap dalam
pelaksanaan programnya sehingga masyarakat benar-benar memperoleh
informasi yang actual untuk mengembangkan usahanya pada waktu
mendatang.
Penyuluhan dan Pelatihan
Pelatihan
Para peserta diberi materi tentang pentingnya pembentukan asosiasi
pengusaha terasi di Desa Sirnoboyo Kabupaten Pacitan guna meningkatkan
efisiensi/kemampuan produsen terasi untuk ke akses pemasok, akses
pemasaran dan akses sumber dana serta model asosiasi pengusaha terasi yang
tepat dan cocok untuk produsen terasi di Desa Sirnoboyo Kabupaten Pacitan.
Dalam pelatihan ini peserta diberi penjelasan dan tuntunan tentang desain
model asosiasi yang cocok,bagaimana cara menyusun asosiasi diantara
mereka serta bagaimana cara pengelolaan/manajemennya yang tepat.

PKMM-4-17-5

Kunjungan Lapangan
Setelah pelatihan dilaksanakan kunjungan lapangan. Hal tersebut dimaksudkan
agar dapat lebih mendalami dan memahami kondisi usaha mereka yang
sebenarnya. Selain itu pada kesempatan ini juga dilakukan konsultasi atas
masalah-masalah yang dihadapi pengusaha.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh setelah melakukan observasi di Desa Sirnoboyo
Kabupaten Pacitan, antara lain :
a) Usaha terasi mempunyai potensi yang luar biasa karena selain bahan
bakunya mudah didapat juga dinilai mempunyai nilai jual yang relative
tinggi. Hal ini terutama berhubungan dengan lokasi industri yang dekat
dengan lokasi bahan baku. Dari survey yang dilakukan juga dapat
diketahui bahwa industri ini mempunyai potensi untuk berkembang lebih
baik namun belum tersentuh oleh program pembinaan padahal industri ini
dapat memberikan sumbangan besar bagi pendapatan daerah.
b) Bahwa pengusaha measih mengalami kesilitan untuk memanfaatkan
asosiasi sebagai saranan untuk meningkatkan kinerja pemasaran. Dalam
kenyatannya.produsen terasi di desa Sirnoboyo masih memasarkan terasi
secara sederhana yakni secara perorangan dan belum terkoordinir.
Kalaupun ada asosiasi masih belum dapat dimanfaatkan dengan optimal
dengan peranan yang dirasa masih kurang berpengaruh bagi usaha itu
sendiri.
Terdapat kendala dalam pengembangan usaha menyangkut keterbatasan dana
dan sumber daya manusia. Hal ini menyangkut sulitnya para produsen terasi
dalam mendapatkan pinjaman dana karena belum adanya asosiasi atau wadah
produsen terasi yang dinilai bank layak untuk diberi pinjaman/kredit,mengingat
pinjaman akan lebih mudah jika melalui wadah yang terorganisisr.Selain
itu.kurangnya pekerja yang mereka miliki juga mendukung kurang lancarnya
dalam pemasaran produk terasi.
KESIMPULAN
Secara umum, kegiatan ini telah terlaksana dengan baik. Hal ini dapat
terlihat dari meningkatnya pengetahuan para produsen terasi tentang arti
pentingnya membentuk asosiasi, selain itu mereka juga telah memulai untuk
membentuk asosiasi yang dirasa cocok bagi usaha mereka. Disisi lain, dengan
adanya kegiatan ini telah membantu meningkatkan peran serta industri terasi
dalam perekonomian daerah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan dari program ini telah
tercapai meskipun berdasarkan hasil survey lanjutan diketahui bahwa masih
terdapat hambatan-hambatan kecil dalam pelaksanaan/ pengaplikasian materi
yang disampaikan dalam penyuluhan dan pelatihan.

PKMM-4-17-6

DAFTAR RUJUKAN
1. Firdaus, C.M. 1997. Kondisi Dan Kendali Daya Saing Industri Kecil,
RUT, Jakarta: LIPI.
2. Kotler, P. 2004. Marketing Management : Analysis, Planning,
Implementation and Control, Englewood Cliffs, NJ. : Prentice-Hall
International.
3. Pelham. A.M.2000.Market Orientation And Other Potential Influences
On Performance In Small and Medium-Sized Manufacturing
Firms,Journal Of Small Business Management,January, Pp. 49-66.
4. Raymond W&Y.Kao.2000. An Enterpreneurial With Approach to
Corporate Management,Singapore:.Simon&Schuter Company.
5. Sirat,A.H., 2002. Pengaruh Kemampuan Produksi, Kemampuan
Pemasaran, Karakteristik Bisnis Terhadap Produktivitas, Modal Kerja Dan
Kinerja Keuangan Pada Industri Kecil Manufaktur Di TDI Jawa Timur,
Disertasi.Surabaya:Universutas Airlangga.

PKMM-4-18-1

PEMBUATAN ALAT PERAGA SEDERHANA PADA POKOK


BAHASAN GELOMBANG BERDASARKAN PADA SUMBER
GELOMBANG MIKRO UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
Anthony Wijaya, WY Delima, GD Hantoro, Agus Priyono, Wheny K Mandasari
FKIP Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya

ABSTRAK
Fisika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit dan tidak menarik
sehingga kurang diminati oleh siswa. Hal ini karena pada mata pelajaran Fisika
banyak hal-hal yang susah dimengerti karena terlalu abstrak. Salah satu bagian
dari mata pelajaran Fisika yang sangat abstrak adalah materi gelombang.
Banyak peristiwa pada materi gelombang yang memerlukan penjelasan yang
panjang lebar sehingga menjadi membosankan bagi siswa. Guru sebagai
pengajar diharapkan mampu membuat suatu media pembelajaran yang dapat
menjelaskan teori-teori Fisika secara deskriptif dan menarik.Oleh karena itu
diperlukan media yang dapat menunjukkan sifat-sifat gelombang. Salah satu
materi gelombang yang sangat menarik, yang tidak diminati oleh siswa sekolah
menengah atas adalah mengenai Hukum Bragg. Salah satu alat yang dapat
digunakan menjelaskan Hukum Bragg dengan baik dan menarik adalah Alat
Peraga Lenturan Bragg. Dengan pembuatan alat peraga Lenturan Bragg yang
sederhana ini diharapkan, guru-guru yang ada di sekolah-sekolah yang kurang
mampu untuk membeli alat, dapat membuatnya sendiri. Dengan demikian siswa
dapat mengerti dan mengetahui sifat-sifat gelombang yang ada secara grafis dan
analitis dengan benar serta mengajak siswa untuk berpikir kritis dalam
menanggapi kejadian sehari-hari di sekitarnya. Telah dilakukan pelatihan dan
peragaan alat Lenturan Bragg tersebut pada tanggal 18 November 2005 di SMA
YPPI I Surabaya. Alat Lenturan Bragg ini dapat digunakan di kelas , di
laboratorium, (sebagai media untuk penanaman konsep gelombang) dan melatih
siswa dalam hal praktikal.
Kata kunci: gelombang, media, lenturan Bragg
PENDAHULUAN
Pelajaran fisika pada sekolah menengah, pokok bahasan gelombang bersifat
sangat abstrak. Dewasa ini guru dalam mengajarkan konsep gelombang
diharapkan menggunakan metode demonstrasi dengan tujuan agar konsep fisika
pada materi tersebut dapat dipahami oleh siswa dengan jelas. Salah satu media
yang dapat digunakan untuk penanaman konsep gelombang adalah alat peraga
yang disebut Lenturan Bragg. Lenturan Bragg dapat menjelaskan dengan baik
gejala gelombang secara grafis dan analitis terutama dalam menjelaskan materi
Hukum Bragg pada sekolah menengah atas.
Pada saat ini alat peraga Lenturan Bragg belum tersedia secara nyata di
laboratorium sekolah menengah atas. Selain karena belum terdistribusi secara
umum, disinyalir bahwa harganya pun cukup mahal sehingga banyak sekolah
menengah yang tidak dapat memilikinya. Di lain pihak, sesungguhnya alat peraga

PKMM-4-18-2

Lenturan Bragg dapat dibuat sendiri dengan biaya yang relatif murah dan hanya
membutuhkan perawatan yang sederhana.
Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu untuk melakukan pengabdian
masyarakat yang intinya memberi pelatihan cara pembuatan alat peraga Lenturan
Bragg sederhana ke sekolah menengah atas.
Banyak sekolah menengah yang tidak mempunyai alat peraga yang dapat
menjelaskan Hukum Bragg dengan baik karena harganya yang tidak murah dan
belum terdistribusi secara umum. Masalah yang timbul adalah: apakah sekolah
dapat memanfaatkan pelatihan pembuatan Lenturan Bragg sederhana.
Program pengabdian ini bertujuan melatih guru sekolah menengah dalam
membuat alat peraga Lenturan Bragg dengan memanfaatkan sumber gelombang
mikro untuk digunakan sebagai alat peraga dalam menyampaikan materi dan
menjelaskan konsep gelombang kepada siswa.
Dapat digunakan sebagai alat praktikum di laboratorium maupun alat
peraga di kelas pada Sekolah Menengah Atas
METODE PENELITIAN
Sinar x adalah sebuah gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang kira kira 1 Ao. Gelombang mikro merupakan sebuah gelombang
elektromagnetik pula dengan panjang gelombang 3,55 cm. Secara analog,
gelombang mikro dapat digunakan untuk mempelajari lenturan kisi tiga dimensi
sekaligus untuk mengetahui struktur atom kristal kubus sederhana. Sebagai
kristalnya harus dipakai logam dan jarak antara atom-atomnya harus seorde
dengan panjang gelombang dari gelombang mikro (1,2). Dalam percobaan ini
atom di ganti dengan gotri dan jarak antara gotri-gotri ini adalah 5 cm (3).
Sebuah kristal yang sederhana terdiri dari susunan periodik gotri-gotrinya
dan digolongkan menurut susunan geometrisnya. Dalam bagian ini hanya dibahas
mengenai lenturan gelombang mikro pada struktur kristal kubus sederhana, yang
terdiri dari kubus-kubus kecil dan pada setiap sudutnya diletakkan gotri-gotrinya.
Kubus-kubus kecil ini disebut unit sel (Gambar 1 )(1,2,4,5).Jika gelombang mikro
sejajar dijatuhkan pada gotri-gotri yang terletak pada deretan permukaan dalam
kubus sederhana maka setiap gotri pada bidang pertama tersebut akan menjadi
sebuah sumber radiasi hamburan gelombang mikro yang baru (6,7,8).

Gambar 1 Struktur kubus sederhana

PKMM-4-18-3

Gambar 2. Konstruksi beda jalan gelombang mikro yang dihamburkan bidang pertama.

Hamburan gelombang mikro dari seluruh gotri dalam kristal kubus


sederhana akan berinterferensi destruktif bila hamburan hamburan gelombang
mikro saling meniadakan atau tidak sefasa, dan akan berinterferensi konstruktif
jika hamburan hamburan gelombang mikro saling memperkuat atau sefasa. Pada
gambar 2, a menunjukkan jarak antara dua gotri yang berdekatan, adalah sudut
antara gelombang mikro yang datang dengan sederetan gotri pada permukaan
sebuah bidang dan adalah sudut antara berkas hamburan gelombang mikro
dengan permukaan gotri. Untuk mendapatkan beda jarak antara berkas berkas
gelombang mikro dari gotri gotri yang berdekatan, disusun garis ac dan
be tegak lurus pada berkas gelombang mikro yang datang dan dihamburkan. Beda
jarak adalah ae cb (1,5). Jika terjadi penguatan, maka perbedaan panjang itu
pasti kelipatan bulat panjang gelombang dari gelombang mikro atu m, sehingga :
ae cb = m
H
a cos a cos = m .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .(1)
ubu
ngan lain yang harus diperhatikan untuk penguatan maksimum adalah berkas
berkas hamburan dari bidang bidang gotri berturut turut yang harus bertemu
sefase. Pada gambar 3, d adalah jarak antara bidang bidang gotri itu. Akibat
hamburan dari bidang bidang gotri kedua, berkas gelombang mikro menempuh
jarak yang lebih panjang dari pada hamburan oleh bidang gotri pertama. Jika
berkas berkas hamburan gelombang mikro dari bidang bidang gotri berturut
turut saling memperkuat satu dengan yang lainnya, maka perbedaan jarak akan
sama dengan kelipatan bulat panjang gelombang dari gelombang mikro atau atau
n. Garis ea tegak lurus gelombang datang, dan garis ec tegak lurus bidang
hamburan. Jadi beda lintasan berkas gelombang mikro dari bidang gotri ke dua
dari terhadap berkas dari bidang gotri pertama adalah penjumlahan jarak ab dan
bc , sehingga berkas dari kedua bidang ini akan berinterferensi konstruktif, bila :

d sin + d sin = n .................................................................................(2)

PKMM-4-18-4

Gambar 3 Gelombang sejajar datang pada permukaan gotri, bila ( 2d sin = n )


hamburan gelombang mikro dari bidang gotri yang berbeda akan sefase.

Pada keadaan khusus, jika = , maka persamaan (1) akan sama dengan
nol, dan persamaan (2) menjadi(1,2,4,5,6,7,8,9) :
2d sin = n .............................................................................................(3)
Dimana:
n adalah 1,2.
d adalah jarak antara bidang-bidang gotri
adalah sudut srempetan, yaitu sudut antara berkas gelombang mikro yang datang
dengan permukaan bidang gotri
Ketika = , keadaan ini sama seperti syarat pemantulan cahaya. Karena hal
inilah maka Hamburan Bragg sering disebut pula dengan Pemantulan Bragg
yang merupakan suatu kesalahan sebut (1,6). Bidang-bidang gotri dalam kristal
kubus sederhana yang memantulkan berkas gelombang mikro disebut bidangbidang Bragg. Syarat yang harus dipenuhi bagi interferensi konstruktif dari
hamburan gelombang mikro dari bidang-bidang Bragg adalah :
Sudut berkas gelombang mikro yang datang terhadap bidang-bidang gotri
a.
harus sama dengan berkas gelombang mikro yang dipantulkan
( = ).
Pantulan dari beberapa bidang-bidang Bragg harus bertemu sefase dan
b.
memenuhi persamaan (3)
Sebuah bidang kisi (gotri) yang memotong sumbu-sumbu kristal pada jarakjarak satuan dinamakan bidang referensi. Seandainya sebuah bidang kisi
memotong sumbu-sumbu kristal pada jarak a, b, dan c, maka perbandingan
potongan-potongan sumbu-sumbu itu dengan potongan-potongan sumbu oleh
bidang referensi yang sesuai merupakan perbandingan :
(a/a) : (b/b) : (c/c) = h : k : l ...... ...................................(4)

PKMM-4-18-5

Gambar 4

Bidang kisi dalam sebuah kristal Orthorhombis

Bilangan-bilangan bulat terkecil h, k, dan l disebut indeks Miller. Potonganpotongan sumbu yang dibuat oleh suatu bidang kisi a, b, dan c dinamakan
parameter-parameter bidang tersebut. Jadi parameter bidang referensi adalah a, b,
dan c. Sebagai contoh, sebuah bidang kisi memotong ketiga sumbu kristal pada
1,2 dan 3 satuan. Indeks dari bidang ini adalah 1/1, 1/2, dan 1/3, bila penyebut
disamakan dengan kelipatan terkecil, yaitu 6, didapatkan (632) yang merupakan
indeks Millernya(1,2,3,4,5).
Pada gambar 4 adalah gambar kristal Orthorhombis yang akan digunakan
untuk mencari jarak antara bidan-bidang pemantul Bragg (d). Titik A, B, dan C
adalah titik potong kristal Orthorhombis dengan ketiga salib sumbu x, y, dan z.
Jarak OA = a/h, OB = b/k, dan OC = c/l, sedangkan ON adalah panjang normal
dari titik O ke bidang kristal Orthorhombis, yang sama dengan d. Bila a, b, dan
c adalah sudut-sudut antara ON dengan sumbu x, y dan z, maka cos a = ON /OA,
cos b = ON/OB dan cos c = ON/OC. Dari rumus :
cos2 a + cos2 b + cos2 c = 1
Maka :
2

d d d

+
+
=1
a/h b/k c/l
atau :
d=

(h

/ a2 + k 2 / b2 + l 2 / c2

1
2

....................................(5)

Jika kristal othorhomis itu diganti dengan kubus, maka parameter bidang
referensinya adalah sama, yaitu a = b = c
Sehingga :
a2
2
d = 2
(h + k 2 + l 2 ) ......................................................(6)
Jumlah kuadrat indeks Miller selalu bulat(1,2,4,5). Umumnya jarak-jarak
satuan pada sumbu-sumbu kristal merupakan jarak-jarak terpendek antara gotrigotri yang terdekat dalam kristal itu. Jika sinar x yang jatuh pada kristal sodium,
maka pola lenturannya seperti pada gambar 5 di bawah ini (1,5):

PKMM-4-18-6

Gambar 5 Pola lenturan yang dihasilkan oleh kristal sodium

Gambar 6 Alat Peraga Lenturan Bragg

Sesuai dengan gambar 7, letak sumber gelombang mikro (pemancar S)


sejauh 33 cm dari lensa plankonveks L1, yang terbuat dari parafin. Lensa ini
berguna untuk mendapatkan berkas sejajar dari gelombang mikro. Kristal kubus
sederhana diletakkan di atas tripleks busur derajat dan membentuk sudut
terhadap garis AOB. Bila gelombang mikro datang secara sejajar ke kristal kubus
sederhana akan dipantulkan, pantulan gelombang mikro diterima oleh lensa
plankonveks L2 dan difokuskan ke detektor D. Letak detektor D ke lensa
plankonveks L2 sejauh f = 33 cm. Kedudukan detektor D dipindah tiap 5o kearah
samping, sehingga lintasan detektor D membentuk lingkaran. Catat besar signal
amplitudo yang diterima detektor D pada penampil elektronik tester Sanwa EM
1000. Sebelum memulai percobaan ini perlu diperhatikan letak pemancar S dan
detektor D harus segaris serta tombol di c.w. pada pemancar S.

Gambar 7 Skema susunan percobaan lenturan Bragg

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam melakukan percobaan ini adalah :


a. Jejak/lintasan detektor D, yang melingkar mengelilingi kristal kubus
sederhana, dapat mempunyai kesalahan sistematik pada saat menggeser

PKMM-4-18-7

kedudukan detektor D tiap 5 derajat, bila tidak diukur secara teliti jarak
antara lensa plankonveks L2 dengan detektor D. Untuk mengatasi hal ini
sebaiknya dibuatkan jalan lintasan detektor D.
b. Kedudukan kristal kubus sederhana terhadap lensa plankonveks L1
maupun L2 cukup dekat, sehingga mengurangi gangguan yang disebabkan
oleh pantulan meja percobaan maupun medan magnet / listrik disekitarnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kegiatan pelatihan alat peraga Lenturan Bragg diadakan pada tanggal 17
November 2004 mulai pukul 09.00 11.30 WIB di SMA YPPI I Surabaya.
Adapun kegiatan ini bertujuan agar guru dan siswa dapat lebih memahami konsep
gelombang melalui alat peraga Lenturan Bragg dan guru dapat menggandakan alat
peraga Lenturan Bragg. Sebab selama ini guru selalu mengalami kesulitan dalam
menyampaikan materi gelombang dan Hukum Bragg kepada siswa, karena itu
diperlukan suatu alat peraga yang dapat membantu mempermudah penyampaian
materi kepada siswa.
Dalam usaha untuk membantu kesulitan yang dihadapi para guru saat
menyampaikan materi gelombang dengan cara membuat alat peraga Lenturan
Bragg, digunakan media gelombang micro sebagai sumber gelombangnya, juga
digunakan dua lensa dari lilin dan styrofoam serta busur derajat yang dapat
menyebabkan terjadikan lenturan bragg.
Setelah diadakan pelatihan alat peraga Lenturan Bragg, ternyata guru dan
siswa menjadi lebih dapat memahami konsep gelombang terutama mengenai
Hukum Difraksi Bragg serta dapat menggambarkan grafik hubungan antara dan
arus ( I ). Kondisi ini tampak dengan banyaknya pertanyaan yang timbul dari
siswa mengenai alat peraga ini dan terjadinya diskusi yang menarik.
Bersama ini dilampirkan contoh Lembar Kerja Siswa yang diharapkan dapat
menjadi acuan dalam melakukan percobaan.

LEMBAR KERJA SISWA

LENTURAN BRAGG

TUJUAN
1. Memahami Hukum Difraksi Bragg
2. Menentukan Sudut difraksi Bragg untuk struktur kubus sederhana
3. Menggambarkan grafik hubungan antara sudut difraksi Bragg ( ) dengan
Arus ( I )

TEORI
Sinar x adalah sebuah gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang kira kira 1 Ao. Gelombang mikro merupakan sebuah gelombang
elektromagnetik pula dengan panjang gelombang 3,55 cm. Secara analog,

PKMM-4-18-8

gelombang mikro dapat digunakan untuk mempelajari lenturan kisi tiga dimensi
sekaligus untuk mengetahui struktur atom kristal kubus sederhana.
Gelombang mikro sejajar datang pada gotri-gotri yang terletak pada
deretan permukaan dalam kubus sederhana. Bila hamburan gelombang mikro dari
bidang gotri yang berbeda maka keluarnya akan sejajar sehingga terjadi
interferensi maksimum.

Gambar. 1

Gelombang sejajar datang pada permukaan gotri, bila ( 2d sin = n ) hamburan


gelombang mikro dari bidang gotri yang berbeda akan sefase.
Pada keadaan khusus, jika = , maka akan berlaku persamaan :
2d sin = n .............................................(1)
Dimana n adalah 1,2.
d adalah jarak antara bidang-bidang gotri
adalah sudut srempetan, yaitu sudut antara berkas gelombang mikro
yang datang dengan permukaan bidang gotri
Ketika = , keadaan ini sama seperti syarat pemantulan cahaya. Karena hal
inilah maka Hamburan Bragg sering disebut pula dengan Pemantulan Bragg
yang merupakan suatu kesalahan sebut.
PELAKSANAAN PERCOBAAN
1. Siapkan alat alat yang akan digunakan dalam percobaan ini.
2. Rangkailah alat alat seperti pada Gambar. 2
3. Aturlah posisi alat sehingga sejajar. Kemudian geser penerima gelombang
(detektor) sebesar .
4. Catat arus yang dihasilkan setiap perubahan .
5. Ulangi percobaan no. 3 dan 4 sebanyak 5 kali dengan yang berbeda.

PKMM-4-18-9

Gambar. 2

No

I (A)

6. Catatlah pada saat arusnya maksimum (I maksimum)


Gambarlah grafik hubungan antara dengan I dari hasil data yang
telah
I diperoleh.

Tentukan jarak antara bidang bidang gotri (d), menggunakan


persamaan (1) dengan nilai pada saat arusnya mencapai maksimum.
d = .........................................
KESIMPULAN

1. Alat peraga Lenturan Bragg dibuat sedemikian rupa dengan model yang
unik dan praktis, dapat dibawa dengan mudah karena didesign dengan
sistem bongkar pasang. Oleh karena itu alat peraga Lenturan Bragg dapat

PKMM-4-18-10

digunakan pula di kelas. Maka dari itu alat peraga ini mempunyai arti
ganda, yaitu :
a. sebagai alat praktikum di Laboratorium
b. sebagai alat peraga di kelas.
Dengan demikian alat peraga Lenturan Bragg ini sudah cukup sempurna
untuk media belajar pembelajaran di kelas sekaligus sebagai alat
praktikum di laboratorium.
2. Berdasarkan pelatihan pembuatan alat dan praktek langsung yang
dilakukan oleh siswa maupun guru di SMA YPPI I Surabaya, ternyata alat
peraga Lenturan Bragg ini dapat memudahkan siswa dalam memahami
teori gelombang khususnya Hukum Bragg.
DAFTAR PUSTAKA
Enge,H.A, Wehr, M.R, Richards, J.A 1978, Introduction to Atomic Physics.
Reading Massachuachsetts: Addison-Wesley Publishing. Company
Beiser, A., 1992, Konsep Fisika Modern (terjemahan The houw Liong) Edisi ke-4,
Jakarta:Penerbit Erlangga.
Oemar, Hamalik Drs., 1982 . Media Pendidikan. Bandung: Penerbit Alumni.
Krane, S. Kenneth., 1992. FISIKA MODERN, terjemahan Hans J. Wospakrik,
Jakarta: penerbit Universitas Indonesia.
Kittel, Charles. 1996. Introduction to Solid State Physics. Singapore: John Wiley
& Sons Inc.
Young, D. Hugh dan Roger A. Freedman., 2004. University Physics with Modern
Physics, 11th Edition London: Addison Wesley.
Thomson, T. William. 1995. Teori Getaran Dengan Penerapan, alih bahasa Dra.
Lea Prasetio M.Sc, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tipler, A. Paul., 2001. FISIKA UNTUK SAINS DAN TEKNIK Jilid 2, alih
bahasa Dr. Bambang Soegijono, edisi ketiga, Jakarta: penerbit Erlangga.
Surya Yohanes, P. Ananta, FISIKA 3B, edisi ketiga, Klaten: penerbit PT. Intan
Pariwara.

PKMM-5-1-1

PEMANFAATAN ALIRAN SUNGAI BAH BOLON SEBAGAI DAERAH


TUJUAN WISATA DI KECAMATAN DOLOK MERAWAN, SERDANG
BEDAGAI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT
DAN DAERAH SEKITAR DALAM ERA OTONOMI DAERAH
Syahfitra Harahap, Yatman Sukri, Mhd Herwin, Mhd Tazli
Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Universitas Negeri Medan, Medan
ABSTRAK
Sungai bahbolon adalah sebuah sungai yang mengalir di sepanjang Kabupaten
Serdang Bedagai. Sungai ini juga urat nadi kehidupan bagi yang berada di
sekitarnya. Airnya yang jernih dan bebatuan yang besar-besar merupakan daya
tarik yang dapat dijual untuk meningkatkan pendapatan daerah dan warga
sekitar yang masih kurang dikelola untuk pariwisata. Selain itu aksessibilitas
Sungai Bah Bolon dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Program yang mengembangkan aliran sungai Bah Bolon sebagai daerah tujuan
wisata diharapkan dapat membantu warga sekitar aliran sungai ini mempunyai
penghasilan dari bidang pariwisata. Sekaligus menjaga kelestarian lingkungan
aliran sungai Bah Bolon tersebut. Metode yang digunakan dalam melaksanakan
kegiatan ini adalah metode dengan pendekatan kepada masyarakat di sekitar
aliran sungai Bah Bolon dengan bersama-sama mencari jalan keluar terhadap
permasalahan yang timbul. Sehingga didapatlah sebuah keputusan untuk
mengembangkan camping ground yang bernama Ancol Camping Ground.
Areal ini merupakan areal yang diperuntukan untuk rekreasi perkemahan di
aliran sungai Bah Bolon. Dimana sangat mendukung kegiatan kemah/ camping
karena banyak persyaratan untuk areal camping yang telah terpenuhi seprti air,
letak tenda/ cam dan hutan. Untuk mengembangkan camping ground ini
dibutuhkan promosi yang gencar baik promosi menggunakan media elektronik
maupun media cetak. Dan promosi yang baik adalah promosi yang dapat menarik
minat orang untuk melakukan apa yang kita inginkan.
Kata kunci : Aksessibilitas, camping ground, promosi, iklan
PENDAHULUAN
Sungai Bah Bolon adalah sebuah sungai yang mengalir di sepanjang
Kabupaten Serdang Bedagai. Sungai tersebut merupakan salah satu sungai yang
masih terjaga kelestariannya. Sungai ini berada + 30 km dari Ibukota kabupaten
Serdang Bedagai dan + 20 km dari T. Tinggi. Di bagian hulu dari sungai ini
airnya masih jernih, dan karena sungai ini terbentuk dari mata air yang berada di
daerah pegunungan maka sepanjang daerah aliran sungainya terdapat batu-batu
besar yang berasal dari lahar gunung yang membeku. Hal ini tentu menambah
keindahan panorama sungai tersebut.
Selain itu sungai bah Bolon juga urat nadi kehidupan bagi yang berada di
sekitarnya. Banyak warga sekitar yang bermata pencaharian sebagai penggali/
penambang (mengambil dari sungai) pasir, memecah batu lalu dijual untuk bahan
bangunan. Selain itu sungai ini juga tumpuan bagi beberapa spesies hewan seperti
monyet dan beberapa jenis burung liar yang mengais kehidupan dari sungai ini.
Sehingga sungai ini menjadi sumber kehidupan bagi beberapa orang.

PKMM-5-1-2

Airnya yang jernih dan bebatuan yang besar-besar merupakan daya tarik
yang dapat dijual untuk meningkatkan pendapatan daerah dan warga sekitar.
Selain sebagai sarana wisata tamasya, aliran sungai bah Bolon juga dapat
dijadikan saerah wisata perkemahan. Hal ini dapat dilihat dari letaknya strategis
yang dekat dari ibukota kotamadya tebing tinggi. Sehingga dapat diperkirakan
akan banyak siswa yang tertarik untuk datang berkemah di aliran sungai Bah
Bolon.
Selain airnya yang jernih dan satwa liarnya yang bebas, sungai bah Bolon
juga memiliki hutan yang masih asri di sekitarnya. Hutan tersebut memang tidak
begitu luas, namun hutan tersebut dapat menambah keasrian aliran sungai bah
Bolon yang berkontribusi sangat besar dalam memberikan udara yang segar (fresh
air) dan kesejukan dari terik matahari.
Aliran sungai Bah Bolon yang merupakan sumber daya alam yang dapat
digunakan sebagai mata pencaharian bagi warga yang berada di sekitar aliran
sungai tersebut. Aliran sungai tersebut dan sumber daya yang terkandung di
dalamnya belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat sekitar aliran sungai
Bah Bolon. Oleh karena itu diperlukan sebuah penanganan yang lebih serius
dalam pemanfaatan aliran sungai Bah Bolon guna menunjang pendapatan warga
sekitar dan pendapatan daerah sebagai distribusi kas daerah yang dapat digunakan
untuk membangun daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengelola objek
wisata pemandian aliran sungai Bah Bolon atau wisata perkemahan.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa aliran sungi bah Bolon
merupakan tempat yang sangat potensial untuk dijadikan daerah wisata. Oleh
karena itu permasalahan yang dihadapi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagimana mengelola atau mendirikan/ membangun objek wisata di daerah
aliran sungai bah Bolon sehingga menambah mata pencaharian warga dan
menambah pendapatan Pemda dalam era otonomi daerah?
Program ini bertujuan untuk mengembangkan daerah wisata di aliran sungai
Bah Bolon yang terletak di Kec. Dolok Merawan Kab. Serdang Bedagai. Secara
khusus Program Kreativitas Mahasiswa ini bertujuan untuk Memanfaatkan
kekayaan (sumber daya) alam yang terdapat di aliran sungai bah Bolon,
Mendorong warga sekitar untuk berperan aktif dalam mengelola objek wisata
dengan sebaik-baiknya.Terciptanya lingkungan yang baik dan terawat karena
penjagaan cagar alam oleh warga sekitar, Terbukanya lapangan kerja dalam
bidang pariwisata, Bertambahnya pendapatan bagi daerah terutama bagi warga
sekitar daerah aliran sungai bah Bolon.
Luaran yang diharapkan dari program kreativitas mahasiswa ini adalah
dimanfaatkannya aliran sungai Bah Bolon sebagai daerah tujuan wisata di
Kecamatan Dolok Merawan, Serdang Bedagai. dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat dan daerah sekitar dalam era otonomi daerah.
Kegunaan dari program kreativitas mahasiswa ini adalah sebagai berikut (1)
Dengan memperoleh pengetahuan tentang pemanfaatan sumber daya alam, aliran
sungai Bah Bolon dapat dimanfaatkan dalam menambah penghasilan warga
sekitar. (2) Dengan memperoleh pengetahuan tentang pengelolaan daerah aliran
sungai menjadi objek tujuan wisata, warga dapat memiliki penghasilan tambahan.
(3) Dengan menerapkan pengetahuan tentang pengelolaan daerah tujuan wisata
yang baik, diharapkan dapat menambah pendapatan daerah yang berkontribusi
dalam pembangunan daerah. (4) Dengan memperoleh pengetahuan manfaat

PKMM-5-1-3

sumber daya alam warga sekitar aliran sungai bah Bolon akan menjaga kelestarian
hutan dari kerusakan yang dapat merugikan. (5) Dengan pemberian pengetahuan
tentang pemanfaatan sumber daya alam bagi warga sekitar, dapat menjadikan
warga semakin kreatif dalam membuat sesuatu yang menggunakan sumber daya
alam sebagai mata pencaharian. (6) Dengan dimanfaatkannya sumber daya alam
sebagai objek wisata, diharapkan dapat menarik tenaga kerja yang masih
menganggur untuk mengelola usaha bidang wisata. (7) Dengan dimanfaatkannya
aliran sungai Bah Bolon ini sebagai objek wisata, akan menjadikan daerah ini
dikenal oleh pengunjung lokal, nasional bahkan diusahakan dikenal oleh
pengunjung manca negara. (8) Dengan dikembangkannya ilmu dan teknologi
tentang pemanfaatan sumber daya alam diharapkan ilmu tersebut berkembang di
masyarakat sehingga berguna bagi masyarakat. Dan dengan dikembangkannya
Sungai Bah Bolon sebagai tempat wisata, maka dapat pula dengan sendirinya
mengembangkan usaha-usaha di bidang angkutan wisata, biro perjalanan,
perhotelan, kerajinan dan sebagainya.
Program Krativitas Mahasiswa ini termasuk usaha untuk memperkenalkan
tempat pariwisata yaitu sungai Bah Bolon. Daerah ini memiliki potensi sungai
yang sangat baik. Sungai berasal dari pegunungan tersebut selain airnya yang
bersih dan jernih juga memiliki varietas ikan air tawar yang cukup banyak.
Terutama jenis ikan yang hidup di air deras. dengan potensi yang cukup besar
dalam bidang pariwisata tersebut maka perlu dikembangkan ke sebuah bentuk
wisata yang nantinya menjadikan daerah sungai Bah Bolon ini menjadi terkenal
dan dikunjungi oleh banyak orang. Selama ini masyarakat pariwisata yang
memanfaatkan aliran sungai bahbolon hanya mendapat keuntungan dari menjual
makanan pada pengunjung. Dan tidak satupun sumber daya manusia yang
menguasai hal-hal tentang kepariwisataan.
Dengan dibukanya areal aliran sungai bah bolon sebagai lokasi wisata maka hal
ini tentu saja memberikan dampak positif bagi masyarakat seperti, menjadikan
sektor lain semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pariwisata ini,
memberikan peluang bagi masyarakat sekitar untuk membuka usaha di tempat
pariwisata tersebut baik usaha berjualan, dagang, hiburan, pelayanan jasa, dan
sebagainya dan pemeliharaan lingkungan semakin meningkat karena sebenarnya
pembinaan dan pemeliharaan lingkungan beriringan dengan perkembangan
pariwisata yang justru merupakan syarat mutlak yang saling membantu.
Bagaimana cara mengelola tempat pariwisata dan sumber daya manusianya
sehinga mampu menciptakan kepariwisataan yang handal. Salah satu faktor yang
menyebabkan tempat pariwisata banyak dikunjungi oleh pengunjung adalah
karena keindahan alam tempat pariwisata tersebut. Selain itu disebabkan juga
karena ciri khas kebudayaan daerah tersebut, dan juga kerajinan tangan para
penduduk yang bagus-bagus.
Pengelolaan pariwisata dilakukan dengan cara : (1) berusaha sejauh
mungkin untuk memelihara kebudayaan serta tata lingkungan yang indah. (2)
mengarahkan perbaikan-perbaikan terutama pada Upgrading dan rehabilitasi
berdasarkan skala perioritas yang telah ditentukan baik dari objek-objek wisata
maupun prasarana dan sarana yang menunjang sektor kepariwisatan di daerah
tertentu. (3) menyelenggarakan suatu pemasaran kepariwisataan (promosi) yang
terkoordinasi dan sistematis serta terarah secara terus-menerus. (4) mengadakan
bimbingan, pembinaan serta pengawasan pengadaan tenaga kerja yang terdidik

PKMM-5-1-4

dan terlatih dalam bidang pariwisata. (5) menyelenggarakan usaha bidang


penelitian dan pengembangan terutama dalam bidang Applied research sehingga
dapat mewujudkan suatu mekanisme yang dapat menampung, mengolah dan
menganalisis kepariwisataan. (6) mengadakan pembinaan pengaturan dan
kelembagaan baik sektor swasta maupun sektor pemerintah guna menunjang
pembangunan pariwisata nasional. Dan dengan kegiatan program kreativitas
mahasiswa ini pengelolaan tempat wisata ini dapat dilakukan dengan membuka
sebuah lokasi kamping/ berkemah bagi pengunjung tempat wisata tersebut.
Mempromosikan tempat pariwisata sama dengan pemasaran industri
pariwisata. Cara yang dilakukan dalam promosi tempat pariwisata adalah dengan
menyebarkan informasi tentang tempat pariwisata tersebut kepada khalayak
ramai. Atau dengan cara melakukan sebuah acara (misalnya : pertunjukan band)
di tempat pariwisata tersebut, kemudian memperkenalkannya kepada khalayak
ramai. Seiring dengan berjalannya waktu, jika tempat pariwista tersebut memang
dapar memuaskan pengunjung, maka lambat laun tempat pariwisata tersebut akan
dikenal orang melalui mulut ke mulut.
Unsur-unsur industri wisata sudah banyak sekali mengelurkan uang untuk
menciptakan citra tempat tujuan pariwisata. Misalnya bermacam-macam citra
yang diciptakan media tentang pulau-pulau di kepulauan Barrier Reef seperti
Lizard, Hamilton dan sebagainya. Pada tahun-tahun terakhir ini perhatian kepada
pembangunan citra lebih banyak dilakukan, misalnya Hunt dalam Glenn F. Ross
(1998:114) mengatakan bahwa citra tempat tujuan mungkin lebih banyak
kaitannya dengan apa citra yang ada dalam benak wisatawan mengenai suatu
tempat tujuan daripada dengan fasilitas-fasilitas nyata yang tersedia di suatu
tempat rekreasi.
Tujuan pengembangan pariwisata adalah untuk memperkenalkan
kebudayaan, keindahan alam dan kepribadian daerah pariwisata sekaligus
membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dalam konteks PKM ini
masyarakat diajak untuk berpikir kreatif dan inovatif. Dan setelah survey
dilakukan oleh tim maka dapat disimpulkan bahwa camping ground adalah pilihan
yang cocok untuk pengembangan daerah sungai Bah Bolon ini.
METODE PENDEKATAN
Program Kerativitas Mahasiswa yang dilaksanakan ini menyangkut
tentang kegiatan dalam penerapan ilmu pengetahuan umum sebagai upaya
membantu mesyarakat sekitar daerah aliran sungai Bah Bolon di Kec. Sipispis dan
Dolok
Merawan. Beberapa metode diberikan untuk membantu dalam
peningkatan pendapatan masyarakat sekitar sungai, diantaranya mengadakan
pertemuan untuk membahas tentang pemecahan masalah yang dialami yaitu
bagaimana memanfaatkan aliran sungai bah bolon untuk daerah tujuan wisata
yang handal. Serta menjelaskan bahwa pentingnya segi promosi dalam menarik
pendatang ke tempat sungai bah bolon ini. Dalam rangka menuju peningkatkan
pendapatan ke arah yang lebih maju, mengatasi kendala-kendala yang dihadapi
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya peningkatan kunjungan
wisata. Melalui program kreativitas mahasiswa pengabdian kepada masyarakat
menerapkan pengetahuan yang didapat di dalam lingkungan sivitas akedemika
dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar aliran sungai bah
bolon.

PKMM-5-1-5

Wisata yang cocok untuk dikembangkan dan dikelola di tempat ini adalah
arena/ lokasi perkemahan. Karena syarat utama dari perkemahan adalah daerah
yang memiliki sungai dan hutan. Daerah ini memiliki keduanya dan kelebihan
aliran sungai yang jernih dan bersih. Camping ground yang dibentuk nantinya
akan mengakomodir pendatang dari sekitar daerah aliran sungai Bah Bolon ini.
Selain faktor alam yang baik, faktor kedekatan dari daerah ramai juga
sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai arena refreshing remaja. Camping yang
syarat akan remaja ini, merupakan potensi yang sangat baik untuk dikembangkan.
Selain karena camping dapat membantu mental remaja dalam menghadapi
masalah juga dapat memberikan relaksasi terhadap kepenatan / stress yang selama
ini dialami baik secara langsung dan tidak langsung.
Di Serdang Bedagai bisa dikatakan belum ada daerah yang dijadikan
andalan sebagai tempat berkemah. Oleh sebab itu hal ini merupakan peluang yang
sangat baik untuk digunakan oleh masyarakat sekitar untuk melakukan
pembenahan di semua sisi. Dan dengan Program Kreativitas Mahasiswa ini,
diberikan sebuah bantuan solusi berupa iklan/ promosi di media elektronik dan
cetak.
Berdasarkan uraian di atas, ditawarkan pemecahan masalah dengan
malakukan pemanfaatan aliran sungai Bah Bolon sebagai daerah objek wisata
sehingga pendapatan masyarakat sekitar sungai meningkat sehingga mampu
mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut: (1) memberikan penjelasan tentang manfaat pengelolaan aliran
sungai Bah Bolon sebagai objek pariwisata, upaya meningkatkan pendapatan
masyarkat sekitar khususnya masyarakat penjual, perajin dan pemberi jasa,
memberikan gambaran ke depan tentang bagaimana mengembangkan dan
melestarikan aliran sungai Bah Bolon sebagai salah satu objek wisata. (2)
merencanakan promosi dan publikasi Sungai Bah Bolon sebagai objek wisata
yang tidak kalah indah dan menarik dari objek wisata lainnya. (3) merancang alat
publikasi dan cara mempromosikan Bah Bolon. (4) mengadakan penyuluhan
kepada masyarakat sekitar tentang cara melestarikan objek wisata. Meskipun
sebenarnya tidak mendapatkan bantuan dana dari pemerintah. (5) membuat Plank
Merk, Penunjuk arah dan spanduk di gerbang pintu masuk daerah wisata sungai
Bah Bolon. (6) melakukan pemantauan apakan pada hari-hari libur, pengunjung
sungai Bah Bolon bertambah banyak. Dan melakukan promosi ulang jika
dirasakan promosi pertama kurang berhasil.
Lokasi kegiatan dalam Program Kreativitas Mahasiswa ini adalah di
Kabupaten Serdang Bedagai, tempat sungai Bah Bolon mengalir dengan
jernihnya. Yaitu di Kec. Dolok Merawan dan Kec. Sipispis (dua kecamatan ini
dipisah oleh aliran sungai Bah Bolon) tepatnya di desa Buluh Duri. Pada awalnya
mitra yang akan dipilih adalah masyarakat sekitar sungai Bah Bolon, terutama
masyarakat penjual dan perajin. Namun setelah dilakukan survey tidak banyak
masyarakat yang memiliki keterampilan untuk membuat cindera mata khas daerah
tersebut. Maka mitra yang dipilih adalah seorang yang dapat bertanggung jawab
dalam mengawasi lokasi camping ground.
Kegiatan PKM ini direncanakan selama 6 bulan. Namun karena alasan
teknis PKM ini dipercepat menjadi berlangsung selama 5 (lima) bulan yaitu dari
bulan Pebruari 2006 sampai dengan Juni 2007.Secara umum tahapan pembuatan

PKMM-5-1-6

Penataan Lokasi Perkemahan/ Camping Ground dalam memanfaatkan aliran


sungai Bah Bolon dimulai dengan persiapan, penataan lokasi dan promosi.
Persiapan dilakukan dengan mempersiapkan alat-alat yang akan
digunakan untuk melakukan survay lokasi dalam menentukan lahan yang paling
baik dan strategis untuk ditata menjadi areal perkemahan/ camping ground.
Persiapan juga dilakukan dengan mencari referensi bentuk-bentuk iklan cetak
maupun elektronik yang akan digunakan nantinya.
Penataan camping ground ini dilakukan setelah didapat dua lokasi yang
berada saling berjauhan. Kedua lokasi ini memiliki keunikan dan kelebihan
tersendiri. Lokasi yang satu cocok untuk camping yang bersifat rekreasi
sedangkan lokasi lainnya sangat cocok untuk camping
yang
bersifat
petualangan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dataran tanahnya dan
pohon di sekitarnya. Dua lokasi ini telah dibahas dengan warga sekitar dan
kesediaan dari mereka untuk memberikan keamanan dan kenyamanan kepada
para pengunjung camping ground nantinya dalam bentuk komitmen bersama.
Sarana promosi yang digunakan adalah cetak dan elektronik. Promosi
cetak yang digunakan berupa plang merek, plang penunjuk arah lokasi, stiker full
color dan spanduk. Sedangkan sarana elektronik yang dilakukan adalah dengan
menggunakan jasa radio. Tetapi menggunakan radio sangat terbatas karena harga
promosi yang sangat mahal. Oleh sebab itu iklan di radio sangat terbatas karena
harga promosinya (perspot) tersebut.
Untuk pembuatan iklan di radio tim melakukan rekaman di sebuah studio
untuk mendapatkan iklan terbaik yang dibuat. Iklan ini merupakan iklan yang
cukup kreatif. Hal ini dapat didengar dari ide dan bentuk iklan radionya.
Sedangkan stiker yang dibuat dengan menggunakan jasa percetakan yang
memiliki kualitas yang sangat baik. Tetapi spanduk dibuat sendiri dengan pilihan
kata-kata yang telah ditentukan oleh tim.
Segala kegiatan yang dilakukan diukur/ diambil nilai keberhasilannya
dengan membuat datar ekspedisi kunjungan ke areal camping ground tersebut.
Hal ini dilakukan setelah dan sebelum promosi yang dijalankan berjalan selama 1
(satu) bulan. Sehingga bisa dibandingkan kunjungan yang datang setelah promosi
dibuat. Karena promosi yang dilakukan selama 1 (satu) bulan (media elektronik)
hal ini disebabkan harga yang cukup mahal untuk menggunakan iklan di media
ini. Maka dilakukan pendataan terhadap pengunjung yang datang untuk
berkemah/ camping di areal ini. Atau dengan membandingkan data yang ada yaitu
apakah pendatang bertambah sebelum dan setelah promosi dilakukan. Setelah
diketahui apakah metode ini berhasil maka dilanjutkan dengan membuat iklan
atau membuat promosi yang bersifat hiburan di lokasi tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Program Kreativitas Mahasiswa ini merupakan luaran yang
diharapkan dari Program Kreativitas Mahasiswa ini yaitu dimanfaatkannya aliran
sungai Bah Bolon sebagai daerah tujuan wisata di Kec. Sipipis dan Kec. Dolok
Merawan, Serdang Bedagai dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan
daerah sekitar dalam era otonomi daerah. Dapat dilihat potensi yang cukup tinggi
pada daerah aliran sungai Bah Bolon ini untuk dijadikan objek wisata camping
ground telah dimanfaatkan oleh warga sekitar dalam menambah penghasilan
keluarganya dengan berjualan ataupun memberikan jasa tempat (sewa tempat).

PKMM-5-1-7

Namun upaya yang dilakukan masih sangat belum berarti, karena


pengembangan daerah ini untuk menjadi areal camping dimulai dari nol. Sehingga
tidak semua yang diharapkan dapat tercapai dengan dana yang sangat terbatas.
Dan untuk mencapainya diperlukan dana yang lebih besar. Untuk itu diperlukan
campur tangan seorang pemodal/ investor untuk mengembangkan usaha ini agara
layak dijadikan mata pencaharian utama bagi warga sekitar aliran sungai Bah
Bolon.
Namun dalam perencanaan pengembangan areal camping ini tim
mendapatkan sebuah pengalaman yang sangat berarti yaitu mempersiapkan
segalanya sebelum berangkat ke lokasi areal camping yang akan dikembangkan.
Selain itu untuk memperkenalkan suatu daerah yang baru diperlukan
promosi yang cukup menarik dan gencar. Atau dengan kata lain promosi sangat
berperan dalam membuat orang tertarik untuk berkemah/ camping di aliran sungai
bah bolon yang dikembangkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa ini.
Sehingga jika akan dilakukan pengembangan lanjutan maka hal yang perlu
diperhatikan adalah di segi promosi.
Setelah program ini dijalankan ternyata tidak begitu banyak orang yang
datang berkamping ke Ancol Camping Ground. Tetapi kunjungan wisatawan yang
hanya datang beberapa jam semakin tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan rasa
penasaran dari warga yang mendengar iklan di Radio dan sticker yang ditempel.
Dari hasil yang didapat bahwa promosi sangat penting dalam
mengembangkan daerah ini menjadi areal perkemahan yang ramai dikunjungi
orang. Oleh sebab itu, promosi seyogyanya harus dilakukan dengan baik dan
sempurna mungkin. Tetapi tidak mengenyampingkan penambahan/ pembangunan
fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dalam areal perkemahan/ camping. Sehingga
para pengunjung dapat nyaman tinggal di kawasan perkemahan tersebut.
Kita ketahui untuk mengembangkan suatu wilayah untuk menjadi sebuah
objek wisata yang handal diperlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu dana
dari Program Kreativitas ini bukanlah dana yang digunakan untuk membangun
fasilitas di kawasan tersebut, melainkan suatu cara untuk merangsang masyarakat
untuk berfikir lebih kreatif dalam mendapatkan nafkah dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada di sekitarnya. Setelah ada cikal bakal daerah yang akan
dikembangkan nantinya, masyarakat hanya tinggal meneruskan dan
mengembangkannya. Pengembangan yang dilakukan nantinya merupakan upaya
yang menjadikan daerah ini memiliki keunikan tersendiri dan daya tarik yang
tinggi untuk dikunjungi.
Camping ground yang dikembangkan ini merupakan hasil dari analisis
yang dilakukan terhadap wilayah sungai bah bolon. Daerah ini tidak jauh dari kota
Tebing Tinggi. Sedangkan kota Tebing Tinggi memiliki siswa sekolah terbesar di
kawasan tersebut (Serdang Bedagai). Dan belum ada areal camping yang terdekat
ke kota tebing tinggi. Sehingga hal ini sangat potensial untuk dijadikan areal
camping. Berbeda halnya jika areal inin hanya dikembangkan untuk rekreasi
keluarga, karena sudah terlalu banyak saingan wilayah serupa di Kabupaten
Serdang Bedagai yang merupakan areal rekreasi keluarga.
Namun walau demikian program ini membantu warga sekitar yang
usahanya memanfaatkan pengunjung di kawasan ini. Pengunjung yang
berkamping belum seperti apa yang diharapkan namun pengunjung yang datang
tidak untuk berkamping semakin banyak. Salah satu fkator yang mempengaruhi

PKMM-5-1-8

trend pengunjung ini adalah iklan yang dibuat radio dan stiker juga plang
penunjuk arah. Kebanyakan pengunjung yang datang merasa penasaran akan
camping ground yang dibuat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari kegiatan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa camping
ground sangat cocok untuk dikembangkan di daerah ini. Karena syarat-syarat
yang diperlukan untuk menjadikan camping ground terdapat di aliran sungai Bah
Bolon ini. Hal ini dapat dilihat seperti adanya sungai yang tidak tercemar untuk
sumber air minum dan memasak, adanya pepohonan sebagai pelindung terhadap
terik matahari dan adanya lokasi untuk mendirikan tenda.
Dan untuk mendapatkan perhatian calon pengunjung diperlukan promosi
yang baik dan efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan imajinasi
dengan kreativitas sehingga dihasilkan sebuah karya dalam bentuk iklan yang
menarik dan tidak membosankan. Untuk pengembangan promosi ini diperlukan
pengalaman dan waktu yang cukup lama. Tetapi jika promosi yang dilakukan
telah dilaksanakan dengan baik maka akan didapat hasil berupa pengunjung
camping ground yang banyak/ ramai.
Dan untuk pengembangan areal ini menjadi areal Ancol camping ground
membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh sebab itu diperlukan seorang investor
yang mau menanamkan modalnya untuk pengembangan areal camping ground ini.
Dari kegiatan ini tim menyarankan agar warga sekitar dapat menjaga
kelestarian lingkungan aliran sungai Bah Bolon agar tidak tercemar. Sehingga
airnya dapat digunakan oleh pengunjung dalam memenuhi kebutuhan akan air
pada saat berkemah/ camping di Ancol Camping Ground ini. Dan kepada
pemerintah daerah agar konsisten untuk melanjutkan prakarsa yang telah
ditempuh oleh tim PKM. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari investor yang
bersedia untuk menanamkan modalnya di bisnis pariwisata ini. Tentu saja dengan
diberikan kemudahan perizinan dan pelayanan.
Dan tim PKM pemanfaatan aliran sungai bahbolon bersedia jika dijadikan mitra
dalam pengembangan objek wisata ini. Karena Tim merasa memiliki kemampuan
dan ide-ide kreatif dalam pengembangan objek wisata ini nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Dwipriyanti, B. Prihatin. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi
Kepribadian. PT. Gramedia: Jakarta.
I Gst. Ketut Gede Arsama, Dkk. Si Luh Swarsi (Ed) 1996. Kesadaran Budaya
Tentang Tata Ruang. Depdikbud: Jakarta.
Koendjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Anthropologi. Rineka Cipta: Jakarta.
Ross, Glenn F. 1998. Psikologi Pariwisata. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
Spillane, James J. 1990. Ekonomi Pariwisata (Sejarah dan Prospeknya).
Kanisius: Yogyakarta.

PKMM-5-2-1

PEMBINAAN PERANAN WANITA SEBAGAI PENDIDIK DAN


PENDAMPING SUAMI DALAM MEMBANTU MENAMBAH
PENDAPATAN KELUARGANYA DI DAERAH
TANJUNG MERAWA PADANG
Zahratul Azizah, Susi Andriani, Hidayati
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Padang, Padang
ABSTRAK
Kegiatan PKMM ini dilatarbelakangi dengan masih banyaknya wanita (ibu-ibu
rumah tangga) di daerah Tanjung Merawa Padang yang belum mampu
memainkan peranannya dengan baik yakni sebagai pendidik bagi anak-anaknya
dan sebagai pendamping suami dalam membantu menambah pendapatan
keluarganya. Sehubungan dengan hal tersebut, kegiatan ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada wanita tentang peranannya
sebagai pendidik maupun sebagai pendamping suami dalam keluarga, serta
memberikan suatu keterampilan tambahan yang bersifat fungsional yakni
pengolahan air kelapa menjadi minuman segar nata de coco yang dapat
membantu menambah pendapatan keluarganya. Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data kegiatan ini adalah metode survey yakni melalui observasi
atau pengamatan dan wawancara. Untuk observasi alat yang digunakan adalah
pedoman umum observasi, dan untuk wawancara, alat yang digunakan adalah
pedoman umum wawancara. Dalam pelaksanaan pemberian materi pembinaan
digunakan metode ceramah, tanya jawab dan demonstrasi. Hasil kegiatan dan
kesimpulan: pembinaan yang diberikan kepada sasaran program yakni wanita
dapat memberikan manfaat yang berguna bagi mereka khususnya dalam hal
peranan mereka sebagai pendidik anak dan pendamping suami dalam membantu
menambah pendapatan keluarga khususnya di Daerah Tanjung Merawa Padang.
Kata kunci : Pembinaan peran wanita, Pendidik, dan Pendamping suami

PENDAHULUAN
Otonomi daerah yang sudah bergulir sejak Januari 2001 akan terus
berproses menuju kemantapan dan kemapanan yang diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tentunya dalam hal ini memerlukan
keberadaan SDM yang mampu untuk mengali, mengolah dan memanfaatkan SDA
yang ada di lingkungannya. SDA yang kaya raya itu tidak akan berarti tanpa di
dukung manusia yang berkemampuan dan berkemauan. Hal ini berarti bahwa
apabila kita menginginkan pelaksanaan otonomi daerah bermakna, maka salah
satu kunci utama adalah peningkatan kualitas SDM yakni melalui pendidikan.
Bertitik tolak dari peningkatan SDM melalui pendidikan, maka kita sangat
menyadari betapa pentingnya pendidikan untuk wanita. Hal ini bukan karena
adanya istilah kesetaraan gender, namun karena kesadaran akan pentingnya peran
wanita dalam keluarganya.

PKMM-5-2-2

Dalam sebuah keluarga wanita memiliki berbagai peranan (multi-peranan)


diantaranya adalah berperan sebagai pendidik bagi anaknya dan berperan sebagai
pendamping suami.
Peranan wanita sebagai pendidik bagi anaknya mengandung arti bahwa
wanita membimbing, mendidik, dan membina anak menjadi anak yang berbakti
kepada orang tuanya, berguna bagi nusa dan bangsa, serta berakhlak mulia baik
itu di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Sedangkan
perannya sebagai pendamping suami dalam membantu menambah pendapatan
keluarga berarti dia berusaha untuk mencari nafkah sendiri dalam mencukupi
kebutuhan hidup rumah tangga atau istilahnya tidak tergantung kepada
penghasilan suami saja.
Tanjung Merawa merupakan salah satu daerah miskin yang berada di kota
Padang atau tepatnya berada di Kelurahan Kurao Pagang Kecamatan Nanggalo
Padang. Kemiskinan itu bisa dilihat dari kondisi ekonomi mereka yang tergolong
rendah. Hal ini dapat dilihat dari jenis pekerjaan mereka yang pada umumnya
bekerja sebagai penambang pasir di sungai, kuli bangunan, dan jualan kaki lima,
dimana penghasilan yang di peroleh hanya dapat mencukupi kebutuhan minimal
mereka saja seperti makan dengan lauk pauk yang apa adanya. Kemudian dilihat
dari kondisi tempat pemukiman atau rumah, mereka tinggal di tempat yang dapat
dikatakan terpinggirkan dari fasilitas yang ada di kota Padang, seperti fasilitas
listrik (PLN). Sebagai penerang di malam hari mereka mengunakan dissel dari
salah seorang penduduk dengan membayar sebesar Rp. 7500,-/bulan untuk 10
watt dan itupun hanya bisa digunakan pada jam 18.00 sampai 24.00 wib.
Masyarakat Tanjung Merawa terdiri dari 85 kepala keluarga, dimana
masing-masing keluarga memiliki beberapa anak yang masih butuh untuk dididik.
Dari pengamatan penulis terlihat bahwa 80 persen dari wanita (ibu-ibu rumah
tangga) di daerah tersebut masih belum mampu memainkan peranannya dengan
baik yakni sebagai pendidik bagi anak-anaknya, maupun sebagai pendamping
suami dalam membantu menambah pendapatan keluarganya.
Hal ini dapat dilihat dari sikap dan perlakuan ibu-ibu tersebut kepada
anaknya, seperti menghardik anak hanya karena si anak salah dalam melakukan
perintah ibunya, kemudian berkata kasar atau yang tidak mendidik kepada
anaknya, sikap acuh terhadap tingkah laku anak yang kurang baik, menyuruh
anaknya untuk meminta-minta di jalanan dan masih banyak yang lainnya.
Semuanya bila dibiarkan akan berpengaruh buruk terhadap masa depan anak
nantinya, apalagi anak masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang
butuh untuk dibina dan dididik secara baik.
Kemudian bila dilihat dari perannya sebagai pendamping suami dalam
membantu menambah pendapatan keluarganya, mereka tampaknya tidak begitu
peduli untuk membantu suaminya mencari nafkah keluarga, sedangkan mereka
tahu bahwa penghasilan yang diperoleh suaminya dari pekerjaan yang umumnya
penambang pasir di sungai atau kuli bangunan tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Kebanyakan mereka hanya berdiam diri rumah saja
tanpa ada aktivitas yang bermanfaat yang dapat membantu kehidupannya atau
yang menghasilkan. Padahal apabila mereka mau dan mampu, mereka dapat
memanfaatkan potensi alam yang ada disekitarnya, salah satunya adalah potensi
dari buah kelapa yakni air kelapa. Air kelapa dapat diolah menjadi suatu minuman

PKMM-5-2-3

segar nata de coco yang sangat disukai oleh banyak orang dan bernilai ekonomi
yang cukup tinggi.
Dari fenomena-fenomena diatas, maka penulis merasa perlu untuk
melakukan usaha-usaha pembelajaran pada wanita melalui berbagai program,
salah satu diantaranya adalah program pembinaan peranan wanita sebagai
pendidik dan pendamping suami dalam membantu menambah pendapatan
keluarganya di daerah Tanjung Merawa Padang.
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut : bagaimanakah pembinaan peranan wanita
sebagai pendidik dalam keluarga di daerah Tanjung Merawa Padang,
bagaimanakah pembinaan peranan wanita sebagai pendamping suami dalam
membantu menambah pendapatan keluarganya di daerah Tanjung Merawa Padang
dan keterampilan apakah yang dapat diberikan pada wanita di daerah Tanjung
Merawa Padang untuk dapat membantu suaminya dalam hal ekonomi.
Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat ini
bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada wanita tentang
peranannya sebagai pendidik bagi anaknya dan sebagai pendamping suami dalam
keluarga. serta memberikan suatu keterampilan tambahan yang bersifat fungsional
yakni pengolahan air kelapa menjadi minuman segar nata de coco yang dapat
membantu menambah penghasilan suaminya dalam keluarga.
Dari program kegiatan ini, diharapkan memberikan manfaat bagi wanita
sebagai peserta program PKMM ini yakni memiliki pemahaman dan pengetahuan
yang baik akan peranannya sebagai pendidik bagi anaknya dan sebagai
pendamping suami di dalam keluarga, serta keterampilan tambahan dalam
mengolah air kelapa menjadi minuman segar nata de coco yang dapat diperoleh
dari potensi alam yang dimiliki di lingkungan sekitarnya.
METODE PENDEKATAN
Metode yang digunakan dalam kegiatan PKMM ini disesuaikan dengan
tahap-tahap kegiatan. Untuk tahap pengumpulan data maka metode yang
digunakan adalah metode survey. Suhartono (2004) mengatakan bahwa metode
survey dilakukan untuk memperoleh data yang ada pada saat penelitian dilakukan.
Data dikumpulkan melalui beberapa teknik yaitu teknik observasi atau
pengamatan dan teknik wawancara. Observasi dilakukan lebih kurang tiga minggu
yakni mulai dari minggu kedua sampai minggu ke empat bulan Maret 2006 yang
bertempat di daerah Tanjung Merawa Padang.
Bahan dan alat yang digunakan dalam melakukan observasi dan
wawancara diantaranya adalah pedoman umum observasi dan pedoman umum
wawancara yang berisi tentang kosep-konsep yang diamati dan diwawancarai.
Selain itu tim pelaksana juga mengunakan alat dokumentasi berupa kamera untuk
memperoleh gambar wilayah tempat kegiatan PKMM dilakukan.
Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul baik melalui
observasi atau pengamatan maupun wawancara. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam menganalisis data adalah sebagai berikut : (1) mengumpulan
semua data yang diperoleh; (2) mengklasifikasikan atau mengelompokkan datadata; (3) menganalisis hasil data yang diperoleh, baik melalui observasi maupun
wawancara.; (4) membuat kesimpulan

PKMM-5-2-4

Untuk tahap pelaksanaan kegiatan PKMM, maka metode yang digunakan


dalam pemberian materi pembinaan adalah dengan mengunakan metode ceramah,
demonstrasi dan tanya jawab. Metode ceramah digunakan pada saat pemberian
materi yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman oleh narasumber.
Metode demonstrasi digunakan pada saat pemberian materi keterampilan yakni
pengolahan air kelapa menjadi minuman segar nata de coco. Di sini narasumber
memperagakan bagaimana langkah-langkah atau cara-cara, alat dan bahan yang
dibutuhkan dalam pengolahan air kelapa menjadi minuman segar nata de coco.
Untuk metode tanya jawab digunakan pada saat pemberian materi yang berkaitan
dengan pengetahuan dan pemahaman serta keterampilan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kegiatan PKMM ini dilakukan melalui beberapa tahap pelaksanaan
diantaranya adalah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan evaluasi.
Pada tahap perencanaan, tim pelaksana melakukan survey ke lapangan,
(Daerah Tanjung Merawa Padang) di mana melihat atau mengamati kebutuhan
masyarakat, kondisi wilayah (potensi alam), sosial budaya dan tingkat pendapatan
masyarakat. Kegiatan ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 05 dan 12 Maret
2006 yang bertempat di daerah Tanjung Merawa Padang. Setelah melakukan
survey ke lapangan, tim pelaksana mulai melakukan identifikasi yang mana
tujuannya adalah untuk mencari/menemukan : (1) key person (orang kunci) yang
nantinya akan memberikan banyak informasi dalam pelaksanaan kegiatan ini;
(2) sasaran dari program kegiatan PKMM ini yakni masyarakat yang akan terlibat
dalam pelaksanaan program, yang dalam hal ini adalah wanita yang telah
berkeluarga dan memiliki anak; (3) materi pembinaan yang diberikan berupa
materi tentang peranan wanita sebagai pendidik dan pendamping suami di lihat
dari segi agama dan segi pendidikan secara umum, menumbuhkan jiwa
wiraswasta dan keterampilan pengolahan air kelapa menjadi minuman segar nata
de coco; (4) mencari narasumber atau orang yang akan memberikan materi
pembinaan.
Setelah identifikasi, tim pelaksana kemudian mempersiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan PKMM di daerah Tanjung
Merawa Padang seperti persiapan tempat kegiatan, ATK yang dibutuhkan,
konsumsi, alat-alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pemberian keterampilan
pengolahan air kelapa menjadi nata de coco.
Selanjutnya dilakukan sosialisasi program kepada masyarakat setempat
(Tanjung Merawa Padang) pada hari Minggu tanggal 16 sampai 26 April 2006, di
mana pada waktu itu tim pelaksana melakukan kunjungan ke rumah warga
masyarakat sambil memberikan informasi tentang kegiatan PKMM ini.
Pada tahap pelaksanaan, yang dilakukan tim pelaksana diantaranya adalah
melakukan temu ramah dengan tokoh masyarakat khususnya dari kalangan
wanita. Kegiatan ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 30 April 2006 pukul
14.00 16.30 wib yang bertempat di Mesjid Baitul Makmur. Di sini tim
pelaksana menjelaskan secara panjang lebar tentang program yang akan
dilaksanakan di daerah tersebut, siapa yang menjadi sasaran, tujuan program dan
sampai pengrekrutan peserta serta penetapan jadwal kegiatan yaitu setiap hari
minggu di bulan Mei 2006 dan setiap pukul 14.00 wib. Hasil yang diperoleh dari

PKMM-5-2-5

pertemuan tersebut diantaranya adalah (1) masyarakat telah jelas tentang


gambaran program yang akan dilaksanakan, (2) pengrekrutan sasaran atau peserta
yakni wanita yang telah berumah tangga dan memiliki anak, (3) penetapan hari,
waktu dan tempat belajar berdasarkan kesepakatan calon peserta dengan tim
pelaksana PKMM yakni setiap hari minggu, pukul 14.00 wib sampai selesai, dan
bertempat di Mesjid Baitul Makmur Malvinas.
Setelah kegiatan temu ramah, maka untuk minggu selanjutnya
dilakukanlah pembinaan-pembinaan kepada wanita sebagai sasaran dari program
ini. Untuk pertemuan pertama dilakukan pada hari Minggu tanggal 07 Mei 2006
pukul 14.00 17.00 wib. Pada kesempatan ini diberi materi pembinan tentang
peranan wanita sebagai pendidik dan pendamping suami di lihat dari segi agama
yang disampaikan oleh narasumber yang bernama Dra. Miswati Ibrahim.
Kemudian dilanjutkan dengan materi pembinaan tentang peranan wanita sebagai
pendidik dan pendamping suami dilihat dari segi pendidikan secara umum oleh
Dra. Setiawati, M.Si. Pada minggu selanjutnya yaitu 14 Mei 2006 diberikan
materi keterampilan pengolahan air kelapa menjadi minuman segar nata de coco
oleh Zahratul Azizah dan Hidayati. Pada Minggu 21 Mei 2006 diberikan materi
pembinaan tentang menumbuhkan jiwa wiraswasta oleh Zahratul Azizah.
Untuk tahap terakhir, pelaksana melakukan evaluasi atau penilaian.
Penilaian dilakukan setiap kegiatan pembinaan berlangsung. Tim pelaksana
menilai sejauh mana keseriusan peserta (wanita) dalam mengikuti kegiatan ini,
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembinaan tersebut dan antusias mereka.
Pembahasan
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan tim pelaksana ke lapangan,
(Daerah Tanjung Merawa Padang) diketahuilah kebutuhan masyarakat, di mana
masyarakat tersebut khususnya wanita (ibu rumah tangga) membutuhkan
pembinaan-pembinaan dalam hal menjalankan peranannya sebagai pendidik bagi
anaknya dan perannya sebagai istri dalam keluarga. Kebanyakan wanita-wanita
kurang mengetahui peranannya tersebut. Mereka (wanita) tidak mengetahui
bahwa begitu pentingnya pendidikan yang diberikan kepada anak sejak dini dalam
keluarga. Perlakuan-perlakuan yang mereka lakukan kepada anak seperti
menghardik anaknya, memperlakukan anak secara tidak wajar, berkata kasar atau
yang tidak mendidik kepada anaknya, sikap acuh terhadap tingkah laku anak yang
kurang baik, menyuruh anaknya untuk meminta-minta di jalanan akan
memberikan pengaruh yang buruk terhadap masa depan anak nantinya, apalagi
anak masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang butuh untuk dibina
dan dididik secara baik. Soelaiman (1994) mengatakan bahwa pendidikan itu pada
dasarnya merupakan upaya orang tua dalam membimbing anak agar meningkat
atau menjadi lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan. Tentunya dalam hal ini
orang tua sewajarnyalah memberikan pendidikan keluarga kepada anak-anaknya
baik pendidikan moral, pendidikan sopan santun, pendidikan agama, sosial dan
sebagainya. Kemudian dilihat dari peranannya sebagai pendamping suami di
dalam rumah tangga tampak bahwa mereka belum menjalankan peranannya
sebagai istri atau pendamping suami dalam hal ekonomi. Memang pada dasarnya
suamilah yang bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarga termasuk pencarian
nafkah keluarga, namun ini tidak berarti istri lepas tangan dalam berupaya
mencari sumber penghasilan. Sang wanita sebagai pendamping suami berupaya

PKMM-5-2-6

untuk membantu suaminya dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.


Sehingga dengan demikian suami dan istri sama-sama menjalankan fungsi
ekonomis di dalam keluarga.
Di lihat dari kondisi wilayah di daerah tersebut, daerah Tanjung Merawa
termasuk daerah yang memiliki potensi alam (SDA) yang bisa dimanfaatkan oleh
manusia seperti buah kelapa. Kita mengetahui bahwa semua yang terdapat pada
kelapa mulai dari buahnya, batangnya sampai daun serta pelepahnya bisa
dimanfaatkan. Untuk buah kelapa ternyata masyarakat tersebut hanya
memanfaatkannya untuk kebutuhan memasak saja yaitu mengambil santan,
sedangkan air yang terdapat pada buah kelapa tidak dimanfaatkan artinya
terbuang percuma.
Kemudian dilihat dari tingkat pendapatan atau sumber penghasilan
masyarakat daerah Tanjung Merawa tergolong masih rendah. Hal ini dapat dilihat
dari jenis pekerjaan mereka yang pada umumnya bekerja sebagai penambang
pasir di sungai, kuli bangunan, dan jualan kaki lima, tentunya penghasilan yang di
peroleh hanya dapat mencukupi kebutuhan minimal mereka saja.
Jadi dari hasil observasi atau pengamatan di lapangan tersebut tim
pelaksana memunculkan suatu program pembinaan yang ditujukan khusus untuk
wanita yang berperan sebagai pendidik dan pendamping suami.
Setelah dilakukan observasi atau pengamatan, tim pelaksana melakukan
identifikasi. Identifikasi mengandung arti suatu kegiatan mencari, menemukan
dan mencari data yang belum diketahui mengenai sasaran. Identifikasi yang
dilakukan berguna untuk mencari atau menemukan key person (orang kunci).
Orang kunci artinya disini adalah orang yang mempunyai banyak informasi yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Dalam hal ini orang kunci tersebut
adalah tokoh-tokoh masyarakat di daerah setempat seperti ketua pemuda,
kemudian orang-orang yang disegani masyarakat. Selanjutnya tim pelaksana
melakukan identifikasi sasaran dari program kegiatan PKMM ini yakni
masyarakat yang akan terlibat dalam pelaksanaan program. Sesuai dengan
permasalahan yang diperoleh dari hasil observasi di lapangan (daerah Tanjung
Merawa Padang) diketahui bahwa masyarakat yang membutuhkan suatu
pembinaan tersebut adalah wanita-wanita yang telah berkeluarga dan memiliki
anak dimana mereka ini mempunyai peranan sebagai pendidik anak dan
pendamping suami di dalam keluarga.
Setelah
mengidentifikasi
sasaran,
tim
pelaksana
kemudian
mengidentifikasi materi-materi pembelajaran atau pembinaan yang akan diberikan
kepada sasaran program (wanita). Sudjana (1993) mengatakan bahwa materi
merupakan bagian yang integral dalam proses pembelajaran karena materi
mempertimbangkan tujuan belajar. Tentunya materi yang akan disajikan kepada
sasaran hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan pengalamanya, sehingga materi
yang disajikan akan lebih berarti dan tercapainya. Materi yang diperoleh
seseorang pada suatu kegiatan pembelajaran atau pembinan nantinya akan
mendukung keberhasilannya dalam karir atau pekerjaannya kelak. Semakin orang
mendalami materi yang diikutinya maka semakin berhasillah dia dalam
melakukan pekerjaannya/kariernya. Adapun materi pembinaan yang diberikan
berupa materi tentang peranan wanita sebagai pendidik dan pendamping suami
dilihat dari segi agama dan segi pendidikan secara umum, menumbuhkan jiwa

PKMM-5-2-7

wiraswasta dan keterampilan pengolahan air kelapa menjadi minuman segar nata
de coco.
Identifikasi yang dilakukan selanjutnya adalah mencari narasumber atau
orang yang akan memberikan pembinaan, yang dalam istilah pendidikan luar
sekolah disebut sumber belajar. Menurut Syamsu Mappa (1994) sumber belajar
adalah seseorang yang memiliki pkb, (p = pengetahuan, pengalaman dan
pengertian, k = keterampilan dan kemahiran, dan b = budi pekerti, budi bahasa
dan budi akal). Jadi, sumber belajar adalah segala apa yang bisa mendatangkan
manfaat atau mendukung dan menunjang individu untuk berubah ke arah yang
lebih positif, dinamis atau menuju perkembangan. Dengan peran sumber belajar,
memungkinkan individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dan dari tidak trampil menjadi trampil.
Di dalam pelaksanan kegiatan pembinaan yang dilakukan tim pelaksana
diantaranya adalah melakukan temu ramah dengan tokoh masyarakat khususnya
dari kalangan wanita. Kegiatan ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 30 April
2006 yang bertempat di Mesjid Baitul Makmur. Di sini tim pelaksana
menjelaskan secara panjang lebar tentang program yang akan dilaksanakan di
daerah tersebut, siapa yang menjadi sasaran, tujuan program dan sampai
pengrekrutan peserta serta penetapan jadwal kegiatan yaitu setiap hari Minggu di
bulan Mei 2006 dan setiap pukul 14.00 wib. Hasil yang diperoleh dari pertemuan
tersebut diantaranya adalah (1) masyarakat telah jelas tentang gambaran program
yang akan dilaksanakan, (2) pengrekrutan sasaran atau peserta yakni wanita yang
telah beruah tangga dan memiliki anak, (3) penetapan hari, waktu dan tempat
belajar berdasarkan kesepakatan calon peserta dengan tim pelaksana PKMM
yakni setiap hari minggu, pukul 14.00 wib sampai selesai, dan bertempat di
Mesjid Baitul Makmur Malvinas.
Setelah kegiatan temu ramah, maka untuk minggu selanjutnya
dilakukanlah pembinaan-pembinaan kepada wanita sebagai sasaran dari program
ini. Untuk pertemuan pertama dilakukan pada hari minggu tanggal 07 Mei 2006
pukul 14.00 17.00 wib. Pada kesempatan ini diberi materi pembinan tentang
peranan wanita sebagai pendidik dan pendamping suami di lihat dari segi agama
yang disampaikan oleh narasumber yang bernama Dra. Miswati Ibrahim. Isi dari
materi ini secara garis besar lebih mengarah kepada bagaimana wanita membina
keluarganya menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah (dalam arti
keluarga yang bahagia lahir bathin) yang tentunya disini dilihat dari perannya
sebagai pendidik dan sebagai pendamping suami dalam keluarga.
Kemudian dilanjutkan dengan materi pembinaan tentang peranan wanita
sebagai pendidik dan pendamping suami dilihat dari segi pendidikan secara umum
oleh Dra. Setiawati, M.Si. Isi materi ini lebih mengarah tentang bagaimana wanita
yang berperan sebagai pendidik memberikan pendidikan sejak dini kepada anakanaknya, bagaimana orang tua mengetahui tugas dan perkembangan anak. Selain
itu wanita juga diberi materi pembinaan tentang perannya sebagai pendamping
suami yang turut membantu dalam memenuhi atau mencukupi kebutuhan hidup
keluarganya.
Untuk minggu selanjutnya yaitu 14 Mei 2006 diberikan materi
keterampilan pengolahan air kelapa menjadi minuman segar nata de coco oleh
Zahratul Azizah dan Hidayati. Dalam hal ini digunakanlah metode demonstrasi
atau peragaan bagaimana cara pengolahan air kelapa tersebut dan metode tanya

PKMM-5-2-8

jawab. Wanita-wanita yang menjadi sasaran program ini sebelumnya


dikelompokkan menjadi 4 kelompok belajar. Menurut Sihombing, Umberto
(2001) kelompok belajar adalah sejumlah warga belajar yang terdiri dari 5-10
orang yang berkumpul dalam satu kelompok, memiliki tujuan dan kebutuhan
belajar yang sama dan bersepakatan untuk saling membelajarkan. Jadi dengan
demikian pembentukan kelompok belajar memudahkan tim pelaksana untuk
memantau dan menilai keseriusan dan tanggung jawab dari mereka. Setelah
memperagakan cara pengolahan atau pembuatan nata de coco, mereka diberi
tugas kelompok untuk mengolah di rumah salah satu anggota kelompok dan
memperlihatkannya pada minggu selanjutnya.
Pada Minggu 21 Mei 2006 diberikan materi pembinaan tentang
menumbuhkan jiwa wiraswasta oleh Zahratul Azizah dan sekaligus pada waktu
masing-masing kelompok memperlihatkan hasil jadi atau produk yang telah
diberikan. Dari sini tim penilai bisa melakukan penilaian mana kelompok yang
berhasil dan mana yang tidak berhasil. Dari percobaan pertama ternyata semua
kelompok mengalami kegagalan dalam membuat nata de coco dari air kelapa, hal
ini disebabkan karena kondisi alam (gempa) sehingga biang nata tidak menjadi
nata de coco. Kemudian tim pelaksana memberi kesempatan kepada kelompok
untuk mencoba kembali dan ternyata hasilnya cukup memuaskan yakni dari empat
kelompok tenyata satu kelompok yang gagal.
Pada tahap terakhir, tim pelaksana melakukan evaluasi atau penilaian
Evaluasi adalah suatu proses sistematis untuk menentukan sampai seberapa jauh
tujuan instruksional (pembelajaran) dicapai oleh peserta didik (Sihombing : 2001).
Untuk mengetahui kemajuan dan keberhasilan peserta dalam mengikuti kegiatan
pembinaan ini perlu dilakukan evaluasi yang dilakukan setiap pemberian materi
baik diawal kegiatan maupun diakhir kegiatan. Untuk diawal kegiatan, tim
menilai keseriusan, antusias dan partisipasi aktif dari peserta mengikuti kegiatan
pembinaan, (penilaian proses) dan untuk penilaian akhir (penilaian hasil) tim
menilai sejauh mana perubahan yang tampak setelah mengikuti kegiatan
pembinaan ini, yakni perubahan dalam mendidik anak yang sesuai dengan tugas
dan perkembangan anak dan perubahan dalam membantu suami dalam memenuhi
kebutuhan keluarga yakni dengan memanfaatkan keterampilan yang telah
diperoleh.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa program
kegiatan PKMM yakni pembinaan yang diberikan kepada sasaran program
(wanita) dapat memberikan manfaat yang berguna bagi mereka khususnya dalam
hal peranan mereka (wanita) sebagai pendidik anak dalam keluarga, dimana
diperoleh pengetahuan dan pemahaman yang benar dalam mendidik anak dan
sebagai pendamping suami yang bisa membantu menambah pendapatan
keluarganya khususnya dengan pemberian materi keterampilan pengolahan air
kelapa menjadi minuman segar nata de coco.

PKMM-5-2-9

DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, R. 1992. Perencanaan Mengajar. Jakarta : Depdikbud Dikti
Mappa, Syamsu. 1994. Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta : Depdikbud
Sihombing, Umberto. 2001. Pendidikan Luar Sekolah : Masalah, Tantangan dan
Peluang. Jakarta : Wirakarsa
Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Soelaiman, M.I. 1994. Pendidikan dalam Keluarga. Bandung : Alfabeta
Sudjana, HD. 1993. Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah.
Bandung : Nusantra Pers

PKMM-5-3-1

IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN ZAT


SEBAGAI PENGABSORBSI RESIDU LOGAM BERAT MERKURI
PADA KERANG HIJAU DI INDUSTRI PENGOLAHAN KERANG
CILINCING, JAKARTA UTARA
Mundakir, Yanne Neviana, Nur Rimadianti, Delly Santoso, Ikhwan Dimas
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, bOGOR

ABSTRAK
Kerang hijau merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki potensi
yang besar, karena kerang hijau murah harganya, diminati orang, mudah dalam
pembudidayaannya serta kandungan gizinya cukup baik. Keberadaan kerang
sebagai makanan yang lezat telah lama dikenal, salah satu area
pembudidayaannya adalah Kecamatan Cilincing Kotamadya Jakarta Utara yang
telah menjadi sentra industri pengolahan kerang. Bersamaan dengan hal itu,
perkembangan industri lain yang berkembang di Jakarta Utara ternyata juga
memberikan dampak negatif, dengan adanya pabrik-pabrik dan industri besar
yang tidak memiliki instalasi pengolahan limbah dan dialirkan ke sungai yang
bermuara ke teluk Jakarta Utara. Hal tersebut mengakibatkan area
pembudidayaan kerang hijau tercemar limbah diantaranya logam berat terutama
Hg, Cd, dan Pb yang dapat terakumulasi didalam tubuh kerang hijau karena sifat
kerang hijau filter feeder. Keberadaan karapas udang yang diketahui
mengandung konstituen utama khitin yang dapat digunakan sebagai media
pereduksi logam berat yang terkandung pada kerang hijau, sehingga hal ini
diharapkan mampu menjadi solusi terhadap masalah yang dihadapi para
pengelola kerang hijau di Cilincing, Jakarta Utara. Kegiatan pengabdian
masyarakat ini dilaksanakan di daerah pembudidayaan kerang hijau, kecamatan
Cilincing Jakarta Utara pada bulan Juni hingga November 2005. Berbagai
kegiatan yang dilaksanakan diantaranya pengamatan langsung ke industri dan
tempat budidaya kerang hijau di daerah Cilincing Jakarta Utara, pemanfaatan
khitosan pada proses penjernihan air, aplikasi khitosan di daerah industri kerang
hijau Cilincing Jakarta Utara, pemanfaatan teknik depurasi. Dan kegiatan PKM
Pengabdian Masyarakat yang dilakukan telah memberikan pemahaman tentang
pentingnya teknik depurasi dengan penambahan zat pengabsorbsi yaitu khitosan
untuk membersihkan kerang hijau dari logam berat sebelum dipasarkan dan
dikonsumsi masyarakat.
Kata kunci: kerang hijau, limbah, Hg, khitosan, depurasi
PENDAHULUAN
Di Indonesia, keberadaan kerang hijau sebagai sumber makanan masyarakat
memiliki potensi tinggi. Hal ini dikarenakan kerang hijau murah harganya,
diminati orang, mudah dalam pembudidayaannya serta kandungan gizinya cukup
baik. Dan salah satu wilayah yang telah berkembang menjadi sentra industri
pengolahan kerang adalah Cilincing. Saat ini budidaya kerang hijau menjadi
primadona masyarakat Kali Baru. Darja mengatakan, pendapatan dari usaha

PKMM-5-3-2

kerang hijau bisa mencapai 122 ton per bulan. Menurut Ilham (53 tahun), peternak
kerang hijau di Kamal Muara, Jakarta Utara, ternak kerang mulai diperkenalkan
kepada nelayan di pesisir utara Jakarta sekitar tahun 1987.
Masyarakat Cilincing mendapatkan penghasilan dengan membudidayakan
kerang hijau di perairan sekitar Cilincing, karena kerang hijau memiliki ketahanan
yang tinggi. Namun dibalik kelezatan kerang hijau tersebut mengandung bahaya
yang cukup potensial, yaitu adanya kandungan logam berat terutama Hg, Cd, dan
Pb yang terakumulasi didalam tubuh kerang hijau. Logam berat tersebut berasal
dari industri-industri yang ada di wilayah Jabotabek (Hutabarat 2003).
Secara umum teknologi pengolahan kerang hijau yang ada di Cilincing
sangat sederhana, yaitu dengan melakukan proses penanganan berupa teknik
pembersihan dan pencucian. Teknik ini juga dilakukan dengan cara tradisional,
yaitu dengan melibatkan banyak tenaga kerja, sedangkan untuk pengunaan
berbagai mesin pengolah modern masih belum banyak dilakukan. Melihat
permasalahan tersebut perlu adanya suatu upaya yang dapat memecahkannya,
terutama menurunkan kandungan logam berat yang terdapat pada kerang hijau.
Berbagai upaya telah dilakukan, seperti penataan wilayah Teluk Jakarta misalnya.
Selain perkembangan kota yang demikian pesat, pengembangan perikanan
di Cilincing juga cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari adanya pabrik
pengolahan udang PT Centra Pertiwi Bahari (PT S & D Food) yang berdiri sejak
tahun 2003. Keberadaan industri ini juga memberikan dampak negatif pada
kehidupan masyarakat disekitarnya. Selain makin meningkatnya tenaga kerja yang
ada, usaha pengolahan udang juga memberikan limbah kepala udang yang cukup
besar. Suptijah et al. (1992) menyatakan bahwa limbah udang dikategorikan
menjadi tiga jenis berdasarkan jenis pengolahannya, yaitu : kepala udang, kulit
udang, dan campuran keduanya.
Meningkatnya jumlah limbah udang selama ini belum termanfaatkan secara
optimal. Limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang terdiri dari
protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lain-lain (Anonim 1994).
Melalui reaksi pengikatan (chelating), khitosan ini mampu menarik atau
menyerap limbah beracun dari logam berat seperti Merkuri, Plumbum, dan logam
berat lainnya. Hal ini dimungkinkan antara lain dengan adanya gugus CH2OH dan
NHCOCH3 yang merupakan tangan (gugus) yang dapat mengikat racun logam
berat tersebut (Hirano 1986). Khitosan mudah mengalami degradasi secara
biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air, asam anorganik encer, dan asamasam organic tetapi larut dalam larutan dimetil asetamida dan lithium klorida.
Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitosan serta tersedianya bahan
baku yang banyak dan mudah didapatkan maka perlu pengkajian dan
pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap terhadap logam-logam
berat diperairan.
METODE PENDEKATAN
Waktu dan Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai November 2005 di
Industri Pengolahan kerang hijau Cilincing, Jakarta utara dan Laboratorium
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.

PKMM-5-3-3

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain: alat-alat yang
digunakan dalam proses pembuatan khitosan, akuarium bersekat, aerator, selang
air, dan galon air dengan kapasitas 20 liter.
Bahan yang digunakan yaitu Khitosan yang terbuat dari karapas udang, air
laut, filter dan kerang hijau (Perna viridis) yang diperoleh dari perairan Cilincing
di Teluk Jakarta.
Prosedur Kerja
Pembuatan Zat (Khitosan dari Kulit Udang). Isolasi khitosan dari
limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap demineralisasi,
kemudian proses pemisahan protein (deproteinasi) sehingga dihasilkan khitin.
Untuk menjadi khitosan perlu dilakukan proses diasetilasi kemudian dilakukan
pencucian dan pengeringan.
Pengujian Penghilangan Logam Berat dengan Teknik Depurasi. Teknik
depurasi dilakukan dengan menggunakan akuarium bersekat tiga dilengkapi
aerator, selang, dan filter. Akuarium disekat menjadi tiga dan diberi ruang sebagai
tempat aliran air. Pada tiap sekat diberi filter yang berupa serpihan karang mati,
kerikil, sabut kelapa, dan filter sintetis. Depurasi yang dilakukan dengan
menggunakan air laut yang kurang jernih sehingga setelah dilakukan filterisasi air
tersebut menjadi lebih bersih (dapat dilihat pada akuarium bersekat 3).
Pengenalan Khitosan dan Teknik Depurasi pada Nelayan Budidaya
Kerang di Wilayah Perairan Kecamatan Cilincing. Khitosan dikenalkan pada
nelayan budidaya kerang hijau di wilayah perairan kecamatan Cilincing dengan
menggunakan teknik pengabsorbsian pada zat warna (salah satu merk minuman
bersoda) dan dilakukan selama 30 menit. Setelah itu diperkenalkan pula teknik
depurasi pada para nelayan dengan penyampaian sedikit materi serta ulasan
tentang manfaat yang akan di hasilkan dari teknik depurasi tersebut.

Gambar1. Akuarium Bersekat 3

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan survey awal ke daerah industri
kerang hijau di Cilincing Jakarta Utara, kemudian diikuti kegiatan selanjutnya
yaitu :
1. Kegiatan pertama dilaksanakan pada awal bulan Agustus 2005 yaitu
pengamatan langsung ke industri kerang hijau di daerah Cilincing Jakarta Utara
dan menggali informasi tentang kerang hijau, metode penanganan, distribusi
dan kadar pencemaran perairan di sekitar Cilincing.

PKMM-5-3-4

Tabel 1. Hasil pencapaian akhir dari program PKMM .


Kegiatan
1

Bulan
Juli
Agustus
Sept
Oktober
Nov
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

1. Persiapan survei ke
Cilincing
2. Survei industri kerang hijau
Cilincing
3. Pembuatan Khitosan dari
kulit udang
4. Penerapan khitosan pada
kerang hijau
5. Sosialisasi mengenai teknik
depurasi 1
6. Sosialisasi mengenai
khitosan
7. Sosialisasi mengenai
teknik depurasi dan
pemanfaatan khitosan
8. Rekomendasi kepada pihak
terkait
9. Pembuatan laporan akhir

2. Kegiatan kedua dilaksanakan pada pertengahan bulan Agustus 2005 yaitu


proses pembuatan khitosan dari limbah kulit udang di laboratorium dan
aplikasinya dalam mengabsorbsi logam berat pada kerang hijau yang dilakukan
dengan menggunakan larutan zat warna (salah satu merk minuman bersoda
yang berwarna merah) sehingga minuman tersebut berwarna bening,
Berdasarkan pengujian tersebut diperoleh hasil bahwa zat warna dapat
terabsorpsi oleh khitosan.
3. Kegiatan ketiga dilaksanakan pada bulan September 2005 yaitu kunjungan
kedua ke daerah industri kerang di Cilincing, Jakarta Utara. Kegiatan yang
dilaksanakan adalah melihat secara langsung daerah pembudidayaan kerang
hijau, pengambilan sampel kerang hijau dan air laut sebagai habitat hidupnya.
Selain itu juga kami mencoba mendemonstrasikan dan menerangkan teknik
pengabsorpsian khitosan terhadap zat warna serta teknik depurasi kepada salah
satu pemilik industri kerang hijau di Cilincing Jakarta Utara.
4. Kegiatan keempat dilaksanakan pada awal bulan November 2005 yaitu
kunjungan ketiga ke daerah industri kerang di Cilincing, Jakarta Utara.
Kegiatan yang dilaksanakan adalah mendemonstrasikan dan menerangkan
teknik pengabsorpsian khitosan terhadap zat warna serta teknik depurasi
kepada para nelayan secara langsung kepada para pelaku industri kerang hijau
di Cilincing, Jakarta Utara.
5. kegiatan kelima dilaksanakan dalam kunjungan ketiga ke daerah industri
kerang di Cilincing, Jakarta Utara yaitu pada awal bulan November 2005
adalah menbemonstrasikan dan menerangkan teknik depurasi dengan
menggunakan akuarium yang bersekat 3 dan diberi air laut dengan filtrate dan
aerator. Teknik depurasi ini dilakukan langsung pada kerang hijau. Pada
kunjungan ketiga diperkenalkan khitosan dan teknik depurasi dengan
memberikan liflet pada masyarakat yang ada di sekitar Cilincing, Jakarta Utara.

PKMM-5-3-5

6. Perekomendasi dengan memberikan surat rekomendasi pada pihak yang


terkait dalam hal ini Departemen Kelautan.

Pemberangkatan kapal

Proses pemanenan

Pelepasan dari tali

Dijual langsung
Pendaratan di lapak

Proses pemisahan

Penjualan

Penempatan dalam karung

Penempatan di palka

Proses pengumpulan

Proses sortasi

Pengupasan

Perebusan

Gambar 2. Rantai Distribusi Kerang Hijau di Cilincing

PKMM-5-3-6

Gambar 3. Foto-Foto Kegiatan Selama Kunjungan dan Penyuluhan Ke Wilayah Perairan


Kecamatan Cilincing Lokasi Budidaya, Proses Pemanenan dan Proses
Distribusi pada Kerang Hijau (Perna viridis)

PKMM-5-3-7

KESIMPULAN
Kerang hijau merupakan salah satu sumber protein dan keberadaannya
sangat melimpah terutama di sekitar Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian,
daerah teluk Jakarta telah mengalami pencemaran, khususnya pencemaran logam
berat. Kerang hijau mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam
mengakumulasi logam berat. Unsur logam berat dalam jumlah yang berlebihan
dapat bersifat racun dalam tubuh manusia. Maka jika mengkonsumsi kerang hijau
yang tercemar logam berat dapat menjadi toksik dalam tubuh. Karenanya sebelum
dikonsumsi perlu dilakukan pembersihan logam berat dari tubuh kerang hijau.
Kegiatan PKM Pengabdian Masyarakat yang dilakukan telah memberikan
pemahaman tentang pentingnya teknik depurasi dengan penambahan zat
pengabsorbsi yaitu khitosan untuk membersihkan kerang hijau dari logam berat
sebelum dipasarkan dan dikonsumsi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil Perairan Seri I.
Jakarta: . Dirjen Perikanan.
Hirano S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmanns Encyclopedia of Industrial
Chemistry. Republicka of Germany. 5th . ed. A 6: 231 232
Hutabarat B. 2003. Kepulauan Seribu sebagai Kawasan Wisata. Kompas 10
Maret 2003
Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992.
Pengaruh Berbagai Metode Isolasi Khitin Kulit Udang Terhadap Mutunya.
[Laporan Penelitian]. Bogor: . Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan.
Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

PKMM-5-4-1

PROTOTIPE PERCOBAAN RUTHERFORD MEMECAH KEBUNTUAN


SISWA SMA DALAM MEMAHAMI MODEL ATOM RUTHERFORD
Ani Rosiyanti, Amin Purnomo, Khamdan Kurniawan, Siti Mariatul Kiptiyah,
Oti Marginingsih
Jurusan Kimia, Universitas Negeri Semarang, Semarang

ABSTRAK
Sebagian besar siswa SMA masih sulit memahami model atom Rutherford yang
didasarkan pada eksperimen Ernest Rutherford pada tahun 1911. Hal ini
dikarenakan siswa tidak melakukan eksperimen secara langsung. Oleh karena itu
diperlukan alat peraga yang dapat membantu mengatasi kesulitan siswa tersebut
yaitu dengan Prototipe Percobaan Rutherford. Prototipe Percobaan Rutherford
merupakan hasil utama pada pelaksanaan Program kreativitas ini. Prototipe ini
berukuran panjang 120 cm, lebar 80 cm dan tinggi 28 cm. Setelah pembuatan
Prototype Percobaan Rutherford selesai dilakukan, maka tim pelaksana
melakukan uji coba di beberapa SMA di kota Semarang dan kota Kendal Jawa
Tengah. Berdasarkan hail uji coba ternyata Prototipe percobaan Rutherford
dapat memberikan pemahaman siswa pada model atom Rutherford, hal ini
dibuktikan hasil belajar siswa yaitu 70% siswa mendapat nilai di atas 65.
Prototipe percobaan Rutherford juga memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjelaskan model atom rutherford, hal ini dibuktikan 100% guru yang menjadi
responden tidak mengalami kesulitan apapun dalam menggunakan Prototipe
Percobaan Rutherford ini.
Kata Kunci: Prototipe, Model Atom, Pembelajaran, Hasil Belajar.
PENDAHULUAN
Selama ini ada suatu kesan pada sebagian besar siswa SMA terhadap
pelajaran kimia pada materi pokok struktur atom, khususnya tentang model atom
Rutherford yang merupakan materi pokok yang sangat sulit dan menjemukan.
Hal ini dikarenakan antara lain: masih sulitnya sebagian besar siswa SMA berpikir
atom yang bersifat abstrak, masih sedikitnya media pembelajaran tentang struktur
atom yang dipakai selama ini, metode penyampaian materi oleh pendidik (guru)
yang monoton dan kurang menarik serta tidak dikaitkan dengan kemajuan
teknologi yang ada atau tidak dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari membuat
siswa bosan dan jemu, Belum optimalnya keterlibatan siswa dalam proses belajar
mengajar atau masih sedikitnya penciptaan pengalaman belajar (learning
experience) dalam pembelajaran materi pokok struktur atom. Hal ini berakibat
rendahnya nilai mata pelajaran kimia materi pokok struktur atom pada sebagian
siswa. Padahal materi pelajaran tentang atom khususnya tentang model atom
Rutherford merupakan pijakan atau dasar bagi siswa untuk mempelajari tentang
struktur atom, spektrum, konfigurasi elektron, dan lain-lain.

PKMM-5-4-2

Model atom Rutherford dikemukakan oleh Ernest Rutherford pada tahun


1911. Namun sebelumnya Rutherford bersama dua asistennya melakukan
eksperimen yang dapat dijelaskan melalui gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Eksperimen Rutherford (Sumber: Johari dan Rahmawati, 2004).


Pada eksperimen Rutherford berkas partikel ditembakkan ke lapisan emas
yang tipis melalui celah pelat timbal. Pengamatan terhadap perilaku partikel
yang menembus partikel emas dilakukan dengan memasang lempeng berlapis
seng sulfida. Lempeng ini akan berpendar jika partikel mengenainya sehingga
dapat diamati secara visual. Pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar
partikel menembus lapisan emas tanpa mengalami pembelokan atau hambatan
(A), sebagian kecil dibelokkan (B) dan sedikit sekali yang dipantulkan kembali
(C). Berdasarkan eksperimen tersebut Rutherford menyimpulkan bahwa sebagian
besar dari atom merupakan ruang hampa, sehingga model atomnya digambarkan
pada gambar 2.

Gambar 2. Model Atom Rutherford (Sumber: Johari dan Rahmawati 2004).

PKMM-5-4-3

Pada model atom Rutherfrod, atom tersusun dari inti yang bermuatan positif
dikelilingi oleh elektron-elektron yang bermuatan negatif. Massa atom terpusat
pada inti dan sebagian besar volume atom merupakan ruang hampa. Sebagian
besar siswa SMA masih sulit memahami eksperimen tersebut hingga diperoleh
model atom Rutherford seperti pada gambar 2. Berdasarkan survey yang telah
kami lakukan di beberapa SMA di kota Semarang ternyata hanya 10 % siswa yang
mampu memahami model atom Rutherford yang juga berarti lebih dari 70 %
siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami model atom Rutherford. Hal
ini terlihat dari hasil survey yaitu lebih dari 70 % siswa mendapat nilai di bawah
tujuh. Survey yang kami lakukan yaitu dengan memberikan pertanyaanpertanyaan mengenai model atom Rutherford. Menurut Depdiknas (2003) konsep
materi mengenai model atom Rutherford merupakan bagian dari materi pokok
struktur atom kelas X SMA.
Apabila keadaan ini tidak segera diatasi dikhawatirkan konsep dasar
mengenai atom yang merupakan materi dasar ilmu kimia tidak dikuasai dengan
matang oleh siswa sehingga berdampak sulitnya siswa mengikuti pelajaran kimia
selanjutnya misalnya konfigurasi elektron, struktur atom, radioaktivitas, dan lainlain. Dampak yang lebih parah adalah menurunnya minat belajar terhadap mata
pelajaran kimia sehingga hasil belajar menjadi rendah.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar siswa dapat memahami konsep
model atom Rutherford adalah dengan menggunakan alat peraga pada saat proses
pembelajaran di kelas, salah satunya menggunakan Prototipe Percobaan
Rutherford. Prototipe Percobaan Rutherford merupakan alat peraga pembelajaran
kimia khususnya mengenai materi model atom Rutherford. Sejauh pengetahuan
penulis Prototipe Percobaan Rutherford belum pernah ada di tempat manapun.
Pembelajaran dengan menggunakan Prototipe Percobaan Rutherford diharapkan
dapat mengatasi kesulitan siswa mengenai model atom Rutherford, meningkatkan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran karena keterlibatan emosi siswa
sangat besar (learning experience) sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas hasil belajar. Selain itu dengan Prototipe Percobaan Rutherford siswa
diajak mempraktikkan percobaan yang merupakan dasar penetapan model atom
Rutherford dan menyimpulkan hasil percobaan secara mandiri di bawah arahan
guru. Dengan demikian alat peraga ini sangat bermanfaat baik bagi guru maupun
siswa.
Permasalahan yang dihadapi yaitu bagaimana cara pembuatan Prototipe
Percobaan Rutherford sebagai media pembelajaran ilmu kimia pada materi pokok
struktur atom dan bagaimana pengaruh penggunaan Prototipe Percobaan
Rutherford terhadapa pemahaman siswa SMA di Semarang dan Kendal Jawa
Tengah mengenai materi pokok struktur atom.
Tujuan dari program kreativitas mahasiswa ini yaitu melatih guru dan siswa
dalam pembuatan Prototipe Percobaan Rutheford yang sebelumnya telah
dilakukan oleh pelaksana. Kegiatan ini dapat bermanfaat dalam menambah media
pembelajaran kimia di SMA agar siswa lebih tertarik dalam mempelajari kimia
yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

PKMM-5-4-4

METODE PENELITIAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan program kreativitas
mahasiswa ini aatara lain :
1. Teknik trial and error
metode ini pelaksana gunakan pada pelaksanaan pembuatan prototipe
percobaan rutherford sehingga dihasilkan prototipe percobaan rutherford yang
benar-benar pelaksana harapkan. Pelaksana menggunakan teknik trial and
error karena prototype percobaan rutherford ini adalah prototipe pertama yang
pelaksana buat dan sejauh pengetahuan pelakasana, prototipe ini belum pernah
ada di tempat lain.
2. Metode diskusi informasi dan ceramah bermakna
metode diskusi informasi dan ceramah bermakna pelaksana gunakan pada saat
pelaksanaan uji coba prototipe percobaan rutherford di SMA. metode ini
sanagt tepat karena dapat meningkatkan keaktifan siswa sehingga suasana
belajar mengajar berlangsung menarik.
3. Pendekatan SETS
pendekatan SETS pelaksana gunakan pada uji coba prototipe percobaan
rutherford di SMA. Melalui pendekatan SETS diharapkan memiliki pemikiran
yang utuh mengenai unsur-unsur SETS yaitu Science, Environment,
Technology dan Society serta dapat mengaitkan antara ilmu pengetahuan yang
dipelajari dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat.
HASIL PROGRAM
Hasil utama Program Kreativitas Mahasiswa ini adalah satu unit Prototipe
Percobaan Rutherford dengan ukuran panjang 120 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 28
cm yang dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Prototipe Percobaan Rutherford.

PKMM-5-4-5

Pelaksanaan Ujicoba Prototipe Percobaan Rutherford berlansung di tujuh


sekolah baik di Semarang maupun di Kendal. Adapun jumlah peserta ujicoba
dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Peserta ujicoba Prototipe Percobaan Rutherford.
No.
1.

Sekolah
SMA 1 Kendal

Jumlah Guru
2 orang

2.
3.
4.
5.
6.
7.

SMA 2 Kendal
SMA 1 Semarang
SMA 5 Semarang
SMA 9 Semarang
SMA Teuku Umar Semarang
SMA IT Hidayatullah Semarang
Jumlah

2 orang
2 orang
1 orang
2 orang
1 orang
1 orang
11 orang

Kelas
XA
XB
XC
XD
XE
XF
XG
XC
XB
XA
XA
XC
XA

Jumlah Siswa
40 siswa
40 siswa
39 siswa
39 siswa
40 siswa
35 siswa
40 siswa
40 siswa
40 siswa
40 siswa
40 siswa
35 siswa
40 siswa
508 siswa

Pelaksanaan uji coba Prototipe Percobaan Rutherford di SMAN 1 Kendal


pada tanggal 16, 19 dan 20 September 2005, di SMAN 2 Kendal pada tanggal 22
September 2005, sedangkan di Semarang pada tanggal 26 30 September 2005.
Instrumen yang digunakan pada uji coba percobaan Rutherford adalah angket baik
untuk guru maupun untuk siswa, disamping itu juga soal-soal mengenai materi
model atom Rutherford. Ujicoba Prototipe Percobaan Rutherford di SMA-SMA di
Kendal dan di Semarang dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Ujicoba Prototipe Percobaan Rutherford di SMA 1 Kendal.

PKMM-5-4-6

Ganbar 5.

Ujicoba Prototipe Percobaan Rutherford di SMA SMA Teuku Umar


Semarang.

Pada tahap ujicoba ini dilakukan penyebaran angket terhadap peserta ujicoba
(siswa) untuk mengetahui tingkat penerimaan siswa mengenai prototype
Percobaan Rutherford. Hasil dari angket tersebut dapat dilihat pada tabel 2, 3, 4
dan 5.
Tabel 2. Tingkat kesulitan siswa dalam memahami model atom Rutherford.
Jawaban
Tidak sulit
Sulit
Sulit sekali
Jumlah

Jumlah siswa
86
365
57
508

% responden
16.9 %
71.9 %
11.2 %
100%

Tabel 3. Ketertarikan siswa dengan Prototipe Percobaan Rutherford.


Jawaban
Tidak tertarik
Tertarik
Tertarik sekali
Jumlah

Tabel 4.

Jumlah siswa
24
409
75
508

% responden
4.7 %
80.5 %
15.8 %
100%

Tingkat pemahaman siswa oleh Prototipe Percobaan Rutherford dalam


memahami model atom Rutherford

Jawaban
Tidak paham
Paham
Paham sekali
Jumlah

Jumlah siswa
203
202
103
508

% responden
30 %
39.8 %
20.2 %
100%

PKMM-5-4-7

Tabel 5.

Tingkat kesulitan siswa dalam menggunakan Prototipe Percobaan


Rutherford

Jawaban
Tidak kesulitan
Kesulitan
Kesulitan sekali
Jumlah

Jumlah siswa
508
0
0
508

% responden
100 %
0%
0%
100%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa sangat tertarik dan
merasa senang pada proses pembelajaran dengan menggunakan Prototipe
Percobaan Rutherford sebagai alat peraganya. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya
persentase responden yang menyatakan sangat setuju dan setuju tentang media
yang digunakan pada pembelajaran yang telah dilakukan. adapun hasil dari
ketuntasan belajar siswa mngenai materi atom Rutherford dapat dilihat pada
grafik 1.

30 %
nilai < 65
70 %
nilai > 65

Grafik 1. Ketuntasan belajar 508 responden (siswa)


Pada grafik 1 70 % siswa yang menjadi responden mendapatkan nilai lebih
dari 65 sedangkan 30 % diantaranya mendapat nilai kurang dari 65. Hal ini
membuktikan telah terjadi kenaikan sebesar 60 % karena pada saat survei hanya
10 % siswa yang mendapatkan nilai lebih dari 65.
PEMBAHASAN
Hasil utama kegiatan rancang bangun ini adalah satu unit Prototipe
Percobaan Rutherford. Prototipe Percobaan Rutherford merupakan alat peraga
pembelajaran model atom Rutherford yang sejauh pengetahuan penulis, alat
peraga ini belum pernah ada di tempat manapun. Alat peraga ini bermanfaat untuk
menjelaskan eksperimen Rutherford (Gambar 1) sehingga siswa lebih mudah
memahami model atom Rutherford (Gambar 2). Pada eksperimen Rutherford
sebagian partikel tidak mengalami pembelokan, sebagian kecil dibelokkan dan
sedikit sekali dipantulkan. Prototipe Percobaan Rutherford mampu menjelaskan
interaksi partikel dengan lempeng emas yang terjadi pada eksperimen
Rutherford tersebut.

PKMM-5-4-8

Pada Prototipe Percobaan Rutherford (Gambar 3) bola kecil berwarna


kuning menandakan partikel yang ditembakkan, sedangkan bola besar
menandakan inti atom, dan daerah di luar bola besar merupakan ruang hampa.
Pada media ini bola kecil berjumlah empat buah, hal ini menandakan bahwa pada
dasarnya partikel berjumlah banyak sekali. Apabila media ini dijalankan maka
bola kecil akan bergerak sesuai dengan lintasannya. Apabila bola kecil berjalan
lurus menabrak bola besar ternyata akan dipantulkan, namun apabila bola kecil ini
tidak menabrak bola besar maka bola kecil akan diteruskan. Prototipe Percobaan
Rutherford dapat menjelaskan eksperimen Rutherford, yaitu sebagai berikut:
Bola kecil dipantulkan karena menabrak bola besar
Ini menandakan bahwa partikel pada eksperimen Rutherford yang
ditembakkan ternyata menabrak inti atom dari lempeng emas. Inti atom ini
dimungkinkan oleh Rutherford sangat pejal dan sebagian besar massa atom
berpusat padanya.
Bola kecil diteruskan karena tidak menabrak bola besar
Ini menandakan bahwa partikel pada eksperimen Rutherford tidak
mengenai inti atom, tetapi melewati ruang hampa pada atom. Pada eksperimen
Rutherford sebagian besar partikel diteruskan. Rutherford mengungkapkan
bahwa sebagian besar ruang dalam atom adalah ruang hampa.
Bola kecil dibelokkan karena mendekati bola besar
Ini menendakan bahwa partikel pada eksperimen Rutherford mengalami gaya
tolak menolak dengan inti atom karena mempunyai muatan listrik yang sejenis
yaitu muatan listrik positif.
Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, Rutherford mengemukakan
model atomnya sebagai berikut:
Atom tersusun dari inti yang bermuatan positif dikelilingi oleh elektron-elektron
yang bermuatan negatif. Massa atom terpusat pada inti atom dan sebagian besar
volume atom merupakan ruang hampa. (Johari dan Rahmawati, 2004).
Prototipe Percobaan Rutherford mampu menjelaskan eksperimen Rutherford
sehingga dapat diperoleh simpulan mengenai model atom Rutherford, oleh karena
itu media ini sangat tepat digunakan pada proses pembelajaran di sekolah.
Prototipe Percobaan Rutherford merupakan alat peraga yang memenuhi syaratsyarat seperti yang dikemukakan oleh Mujadi (1995) antara lain: tahan lama,
bentuk dan warnanya menarik, sederhana, tidak rumit, ukurannya sesuai dengan
ukuran siswa, dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dan dapat menjelaskan konsep
materi.
Keunggulan-keunggulan Prototipe Percobaan Rutherford antara lain:
1.
Dapat membantu siswa memahami model atom Rutherford
2.
Dapat membantu guru dalam menjelaskan model atom Rutherford kepada
siswa
3.
Belum pernah ada di tempat manapun
4.
Mudah digunakan karena media ini praktis dan untuk menjalankannya
cukup dengan menggunakan energi listrik
5.
Mudah dipindahkan
6.
Tidak membutuhkan perawatan khusus.
Penggunaan Prototipe Percobaan Rutherford dalam proses pembelajaran
kimia merupakan suatu pembaruan atau terobosan baru dalam rangka

PKMM-5-4-9

meningkatkan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran kimia. Melalui


penggunaan Prototipe Percobaan Rutherford pada proses pembelajaran, siswa
dapat mempraktikkan Percobaan yang merupakan dasar penetapan model atom
Rutherford dan menyimpulkan hasil percobaan secara mandiri di bawah arahan
guru. Siswa juga dapat ikut aktif dalam proses belajar mengajar sehingga dapat
memperoleh pengalaman belajarnya sendiri. Keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran juga meningkat karena keterlibatan emosi siswa sangat besar
(learning experience) sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hasil
belajar seperti yang diungkap oleh Rawi M Caronge dalam Soekamto (1998).
Prototipe percobaan Rutherford dapat digunakan sebagi media pembelajaran yang
bertujuan membantu kelancaran proses belajar mengajar yang pada akhirnya dapat
meningkakan kualitas hasil belajar. Hal ini terbukti dari hasil ujicoba yang telah
dilakasanakan di 11 SMA di Semarang dan di Kendal bahwa 70 % siswa
mendapat nilai lebih dari 65. Ujicoba ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa SMA mengenai materi model atom Rutherford dengan
menggunakan prototipr percobaan Rutherford.
Berdasarkan hasil penyebaran angket untuk guru, hampir seluruh guru
menyatakan sangat tertarik menggunakan Prototipe Percobaan Rutherford karena
belum menjumpai alat seperti itu sebelumnya, disamping itu dengan
menggunakan Prototipe Percobaan Rutherford guru sangat terbantu dalam
menjelaskan model atom Rutherford kepada siswa. Hampir 100% guru yang
menjadi responden tidak mengalami kesulitan apapun dalam manggunakan
Prototipe Percobaan Rutherford ini. Berdasarkan hasil penyebaran angket untuk
siswa dan soal-soal mengenai materi model atom Rutherford, sebagian besar
siswa juga merasa tertarik menggunakan Prototipe Percobaan Rutherford ini
karena pemahaman siswa dapat bertambah.
Pada pelaksanaan pelatihan pembuatan Prototipe, sebagian besar guru kimia
yang menjadi peserta merasa tertarik dengan acara ini, mereka begitu antusias
mengikuti acara yang berlangsung di SMAN 1 Semarang ini. Tim pelaksana
menjelaskan kegunaan prototipe ini dalam pembelajaran dan menjelaskan cara
penggunaan serta cara pembuatan alat ini. Tim pelaksana beserta pembimbing
merasa puas karena tujuan program ini sudah dapat tercapai. Pelaksanaan
pelatihan pembuatan Prototipe Percobaan Rutherford dapat dilihat pada gambar 6.

PKMM-5-4-10

Gambar 6.

Pelaksanaan pelatihan pembuatan Prototipe Percobaan Rutherford di


SMA 1 Semarang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa prototipe percobaan Rutherford sangat


bermanfaat bagi masyarakat pengguna dalam hal ini adalah guru mata pelajaran
kimia dan siswa SMA khususnya siswa kelas X SMA
KESIMPULAN
1. Cara pembuatan prototipe percobaan Rutherford sebagai media pembelajaran
ilmu kimia pada materi pokok struktur atom yaitu dengan menggunakan
teknik trial and error mengingat alat ini belum pernah ada sebelumnya.
2. Penerapan Prototipe percobaan rutherford dapat meningkatkan pemahaman
siswa SMA di kota Semarang dan Kendal menganai materi pokok atom
Rutherford sebesar 60 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anshory, Irfan.2003. Acuan Pelajaran Kimia SMU. Jakarta : Erlangga. Hlm 21
29.
Ardianto, Leo Indra. 2004. Media Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Surabaya :
Unversitas Negeri Surabaya. Hlm 26 42.
Binadja, Achmad. 1999. Pendidikan SETS (Science, Environment, Technology
and Society) Penerapannya pada Pengajaran. Makalah ini disajikan
dalam seminar Lokakarya Pendidikan SETS, kerjasama antara SEAMEO
RESCAM dan UNNES Semarang, 14 -15 Desember 1999
Bunjali, Bunbun. 2002. Kimia Inti. Bandung : ITB press. Hlm 32 56.
Dahar, Ratna Wilis. 1997. Atom dan Kita. Jakarta : Bhatara. Hlm 4 13.
Johari dan Rahmawati, M. 2004. Kimia SMA untuk Kelas X. Jakarata : Esis. Hlm
34 - 57
Minangwati, S, dkk. 2004. Kimia SMA kelas X. Semarang : Pemkot Semarang.
Hlm 21 46.
Purba, Michael. 2004. Kimia untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlannga. Hlm 18 34
Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid I. Abndung : ITB Press. Hal 67 96.

PKMM-5-5-1

PROGRAM "THE POWER OF THE DEAF" MENUMBUHKAN KONSEP


DIRI POSITIF PADA REMAJA TUNA RUNGU
Dinna Nurdamayanti, Nawri Yulan YA, Pradani RP, Sri Rahayu, TH Pamungkas
Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRAK
Perasaan berbeda yang dialami remaja tunarungu dapat menghambat
perkembangan konsep diri yang positif. Konsep diri merupakan gambaran
seseorang terhadap dirinya yang menjadi komponen penting bagi setiap orang
untuk mengembangkan dirinya. Aspek-aspek konsep diri menurut Rogers terdiri
dari tiga dimensi, yaitu (a) dimensi pengetahuan tentang diri, (b) dimensi
harapan, dan (c) dimensi penilaian. Berdasarkan aspek-aspek tersebut,
dirancanglah program The Power of The Deaf berupa pelatihan indoor dan
outdoor untuk menumbuhkan konsep diri positif pada remaja tunarungu. Program
ini diikuti oleh 20 siswa SLB N 3 Yogyakarta setingkat SLTP. Hasil pretest
menunjukkan peserta memiliki penilaian yang negatif terhadap dirinya yaitu
merasa sedih sebagai seorang tunarungu. Setelah mengikuti program, peserta
menunjukkan perubahan konsep diri ke arah yang lebih positif yang tampak
dalam pengisian posttest. Peserta merasa bangga dengan dirinya dan yakin
bahwa tunarungu bukanlah hambatan untuk sukses.
Kata kunci: konsep diri positif, remaja tunarungu, pengetahuan diri, harapan,
penilaian
PENDAHULUAN
Salah satu persoalan fundamental yang dirasakan oleh seorang tunarungu
adalah perasaan berbeda dengan orang lain yang mendengar. Perbedaan
komunikasi dapat membuat jarak antara dunia tunarungu dengan dunia mendengar.
Sedikitnya informasi yang diperoleh juga berakibat semakin tertinggalnya
tunarungu dari orang yang mendengar. Keadaan yang demikian memungkinkan
tunarungu merasa terasing dan kurang percaya diri. Padahal kondisi psikologis
tersebut akan semakin menghambat tunarungu untuk berkembang.
Keadaan kurang percaya diri dapat menimbulkan perasaan tidak menyukai
diri sendiri atau disebut juga memiliki konsep diri yang negatif. Padahal menyukai
diri sendiri atau memiliki konsep diri yang positif merupakan komponen penting
yang perlu dimiliki oleh setiap orang untuk mengembangkan dirinya. Konsep diri
adalah gambaran seseorang mengenai dirinya (Hurlock, 1978). Gambaran ini
merupakan gabungan kepercayaan individu tersebut mengenai diri sendiri yang
meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosi, aspirasi, dan prestasiprestasinya. Konsep diri terdiri dari aspek psikologis dan fisik. Aspek fisik
terbentuk terlebih dahulu daripada aspek psikologis serta merupakan penilaian
seseorang tentang penampilan fisiknya atau body image. Sedangkan aspek
psikologis merupakan konsep mengenai karakteristik-karakteristik tertentu,
kemampuan dan ketidakmampuan yang terdiri dari kualitas-kualitas yang
mempengaruhi penyesuaiannya dalam kehidupan.
Menurut Rogers (Calhoun & Acoccela, 1995), aspek-aspek konsep diri
terdiri dari tiga dimensi sebagai berikut.

PKMM-5-5-2

1. Dimensi pengetahuan tentang diri


Dalam dimensi ini konsep diri adalah apa yang individu ketahui tentang diri
sendiri, yaitu segala pengetahuan atau informasi seperti usia, jenis kelamin,
suku, pekerjaan, kebangsaan, dan sebagainya.
2. Dimensi harapan
Pada saat individu mempunyai satu set pandangan tentang dirinya, individu
juga mempunyai satu set pandangan lain tentang kemungkinan individu
menjadi apa di masa mendatang, atau dimensi harapan ini merupakan
gambaran tentang diri ideal.
3. Dimensi penilaian
Penilaian individu tentang gambaran siapa dia dan seharusnya, atau menjadi
apa dia. Bila kenyataannya diri individu (apa yang memang benar-benar
dirinya) dan diri ideal individu (apa yang ia rasakan sebagai seharusnya) sangat
berbeda sekali, sangat mungkin akan merasa tidak bahagia dengan dirinya
sendiri.
Seseorang yang memiliki konsep diri positif memiliki pandangan yang
positif pula dalam tiga dimensi yang dinyatakan Rogers tersebut. Remaja yang
sedang menghadapi masa puber seringkali mengalami kesulitan dalam
mempertahankan konsep diri positif (Felker, 1974). Perkembangan fisik yang
cepat membuat remaja hanya mempunyai sedikit waktu untuk mengintegrasikan
konsep diri fisiknya secara konsisten. Bagi remaja tunarungu memliki konsep diri
yang konsisten menjadi jauh lebih sulit karena mereka juga memperoleh
gambaran yang buruk tentang kadaan fisiknya.
Sesuai dengan uraian tersebut, Widyastuti (1995) menjelaskan bahwa
karakteristik kepribadian remaja tunarungu antara lain emosi yang tidak stabil,
sangat sensitif, ragu-ragu, dan mudah merasa cemas. Keterbatasan perkembangan
bahasa, perlakuan lingkungan yang tidak wajar, kesulitan berkomunikasi dan
melakukan hubungan sosial menyebabkan kebanyakan remaja tunarungu memiliki
konsep diri yang negatif.
Program The Power of the Deaf merupakan sebuah bentuk pengabdian
mahasiswa terhadap masyarakat terutama bagi remaja tunarungu. Program ini
bertujuan menerapkan ilmu-ilmu psikologi untuk membantu remaja tunarungu
menerima keadaan dirinya dan mengenali potensi dirinya sehingga mereka
memiliki konsep diri yang positif. Dengan memiliki konsep diri yang positif
diharapkan mereka dapat mengaktualisasikan diri dengan cara yang positif pula
dan memberikan manfaat baik bagi dirinya maupun lingkungan sekitarnya.
Manfaat program The Power of the Deaf dapat diambil oleh berbagai
pihak. Bagi remaja tunarungu, program ini dapat membantu menumbuhkan
konsep diri yang positif sehingga dapat mengasah potensinya dan
mengembangkan dirinya. Bagi orang tua dan guru, program ini dapat menjadi
masukan akan kebutuhan psikologis serta potensi remaja tunarungu sehingga
dapat merencanakan bimbingan yang sesuai. Bagi masyarakat, program ini dapat
menjadi referensi bahwa remaja tunarungu memiliki potensi untuk menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas sehingga masyarakat dapat membuka
kesempatan yang sama pada remaja tunarungu sebagaimana orang yang
mendengar. Sedangkan bagi mahasiswa pelaksana, program ini dapat menjadi

PKMM-5-5-3

ajang menerapkan ilmu, menumbuhkan kreativitas dan kepekaan sosial, serta


memperoleh pengalaman yang berharga.
METODE PENDEKATAN
Mahasiswa pelaksana melakukan persiapan sebelum melaksanakan program
The Power of the Deaf,. Persiapan tersebut sekaligus menjadi bagian yang
mendukung kelancaran dan keberlanjutan program.
1. Survey
Berdasarkan hasil survey terhadap beberapa SLB di Yogyakarta, mahasiswa
pelaksana memilih SLB N 3 Yogyakarta yang memiliki jumlah siswa
tunarungu usia remaja (12-21 tahun) sesuai dengan target pelaksanaan program
yaitu 20 orang.
2. Belajar bahasa isyarat
Mahasiswa pelaksana dan panitia belajar bahasa isyarat secara rutin dengan
komunitas tunarungu Matahariku Social Voluntary Group untuk memperlancar
komunikasi dengan peserta.
3. Penyusunan Modul
Modul yang disusun dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan komunitas
tunarungu supaya sesuai dengan sasaran program. Pengadaan alat dilakukan
dengan bekerjasama.
4. Sosialisasi
Program The Power of The Deaf disosialisasikan pada orangtua dan guru
agar orangtua dan guru memperoleh pemahaman tentang maksud dan tujuan
program tersebut dan bekerjasama dengan mahasiswa pelaksana.
5. Simulasi
Simulasi dilakukan untuk menguji kelayakan modul serta sebagai latihan bagi
trainer, fasilitator, co-fasilitator, dan panitia.
Metode yang digunakan dalam program The Power of The Deaf adalah
experiential learning berupa pelatihan selama tiga hari dua malam. Materi
pelatihan diberikan dalam tiga tahapan. Tahapan yang ada dibuat berdasarkan
aspek-aspek konsep diri yang diungkapkan oleh Rogers.
1. Tahap Pengenalan Diri
Peserta diajak untuk menerima keadaan dirinya dan mengenali potensipotensi yang ada di dirinya. Operasionalisasi program:
Peserta diminta menuliskan pandangannya terhadap dirinya sendiri (who am
I) dan diajak untuk menerima keadaan dirinya.
Peserta diajak untuk mengenali potensi-potensi dirinya sehingga ia memiliki
hal-hal positif untuk dikembangkan.
2. Tahap Membangun Harapan
Setelah mampu menerima dan mengenali potensi dirinya, peserta diajak
untuk melihat bahwa tunarungu mampu untuk mencapai cita-citanya. Dengan
demikian diharapkan peserta memiliki motivasi untuk mewujudkan citacitanya. Operasionalisasi program:
Peserta diberikan cerita tentang keberhasilan orang-orang tunarungu dalam
mewujudkan cita-citanya.
Peserta dipertemukan dan diajak berdiskusi dengan tokoh tunarungu yang
telah berhasil.

PKMM-5-5-4

Peserta diminta untuk menentukan harapan-harapan yang ingin dicapai dan


membuat rencana untuk mewujudkan harapan tersebut.
3. Tahap Hadapi Tantangan
Untuk memberikan perkuatan terhadap pemahaman para peserta bahwa
mereka dapat mewujudkan cita-citanya, pada tahap ini peserta diajak untuk
melakukan outbound yang di dalamnya terdapat simulasi-simulasi tantangan
dalam kehidupan yang sebenarnya. Simulasi tersebut dimaknai oleh peserta
dengan dipandu oleh trainer dan fasilitator hingga peserta mencapai
pemahaman bahwa mereka mampu mewujudkan cita-citanya.
Pelatihan tersebut menggunakan berbagai teknik, seperti ceramah, diskusi
kelompok, menulis dan permainan untuk memberikan suasana pembelajaran yang
nyaman dan menyenangkan. Materi diberikan dengan menggunakan bahasa
isyarat untuk membuat peserta mudah memahami materi dan merasa nyaman
dalam menyampaikan pendapat, bertanya, atau berkomunikasi dengan pelaksana
program. Panduan lengkap mengenai pelaksanaan program telah
didokumentasikan dalam modul The Power of The Deaf.
Data mengenai konsep diri peserta diperoleh melalui pretest, posttest, dan
observasi. Pretest diberikan 6 hari sebelum pelaksanaan pelatihan. Sedangkan
posttest diberikan pada hari terakhir pelatihan. Pretest dan posttest adalah soalsoal yang berbentuk melengkapi kalimat untuk mengetahui bagaimana konsep diri
peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Selain itu, pretest dan posttest juga dapat
digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pada konsep diri peserta.
Sedangkan observasi digunakan untuk melihat kondisi peserta selama mengikuti
pelatihan. Observasi dilakukan oleh fasilitator terhadap masing-masing peserta
dalam kelompoknya.
Rangkaian penutup dari program The Power of The Deaf adalah diskusi
hasil pelatihan dengan orangtua dan guru. Diskusi dilakukan 13 hari setelah
pelatihan. Hasil pelatihan dipresentasikan kemudian didiskusikan bersama oleh
mahasiswa pelaksana, trainer, orangtua, guru, dan dihadiri oleh dosen
pembimbing. Dalam diskusi tersebut, orangtua dan guru sebagai lingkungan
terdekat dari para peserta yang menentukan langkah apa yang harus diambil untuk
menindaklanjuti hasil pelatihan. Diharapkan dengan adanya tindak lanjut dari
guru dan orangtua akan semakin meningkatkan konsep diri positif remaja
tunarungu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil posttest, para peserta menunjukkan perubahan pandangan
terhadap kenyataan hidup mereka sebagai seorang tunarungu. Perubahan ini
bergerak ke arah yang positif. Jawaban soal pretest yang berbunyi Sebagai
tunarungu aku merasa........ cukup bervariasi. Dari 20 peserta, 9 orang menjawab
sedih, malu, menangis; 2 orang menjawab sabar, sisanya menjawab dengan halhal yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sedangkan untuk soal yang sama
dalam posttest, 14 anak menjawab bangga, senang, tidak apa-apa. Sisanya
menjawab senang mengikuti pelatihan. Contoh perbandingan hasil pretest dan
posttest dapat dilihat dari tabel berikut ini.

PKMM-5-5-5

Tabel 1. Contoh hasil pretest dan posttest


Pertanyaan: Sebagai
tunarungu aku
merasa...
Saminten
Linda

Pretest
Sedih dengan tidak ada
teman-temannya
Menangis

Posttest
Merasa bangga
bangga

Pertanyaan tersebut berusaha mengungkap perasaan peserta sebagai seorang


tunarungu. Dalam pretest, peserta menunjukkan rendahnya konsep diri mereka
yaitu merasa rendah diri sebagai tunarungu. Sedangkan dalam posttest, peserta
menunjukkan perasaan bangga sebagai tunarungu karena mereka tidak lagi
menganggapnya sebagai suatu hambatan.
Hasil observasi secara umum menunjukkan antusiasme peserta dalam
mengikuti pelatihan. Mereka cukup serius dan bersemangat dalam mengikuti sesi.
Sedangkan berdasarkan pernyataan beberapa anggota keluarga peserta, diperoleh
petunjuk bahwa terjadi peningkatan konsep diri yang positif pada diri peserta.
Ayah dari Lia Nur Rochma menyatakan bahwa semangat putrinya meningkat
setelah mengikuti pelatihan. Sedangkan kakak dari Rizky Purna Adi menceritakan
bahwa Rizky mengalami perubahan dalam memandang ketuliannya. Dahulu,
Rizky pernah bertanya kepada ibunya mengapa ia tidak bisa mendengar. Ibunya
menjawab bahwa hal itu terjadi karena ibunya sakit ketika sedang mengandung
Rizky. Rizky pun merasa marah kepada ibunya. Namun, setelah pulang dari
pelatihan, Rizky berkata kepada ibunya, Bu, aku tuli tidak apa-apa. Aku bisa
buat sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa Rizky telah mengalami insight
sebagaimana yang diharapkan.
Perubahan yang terjadi adalah perubahan yang bersifat kognitif atau
perubahan paradigma terhadap ketunarunguan mereka. Perubahan ini masih
bersifat potensial sehingga perlu adanya stimulasi dari lingkungan sosial yang
terdekat dengan mereka. Hurlock (1979) menyebutkan keluarga sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Lane dkk (dalam Sukmara,
2005) mendukung pendapat Hurlock dengan menyebutkan bahwa aspek-aspek
penting yang mempengaruhi proses pembentukan konsep diri pada individu
tunarungu adalah keluarga, jenis komunikasi, identitas diri, kehidupan sosial, dan
pendidikan. Oleh karena itu, program The Power of The Deaf dilengkapi
dengan diskusi mengenai hasil pelatihan bersama orangtua dan guru sebagai
pihak-pihak yang paling berpengaruh dalam pembentukan konsep diri remaja
tunarungu. Dalam diskusi tersebut, diperlihatkan hasil pelatihan yang
menunjukkan potensi-potensi peserta pelatihan. Diharapkan guru dan orangtua
dapat memberikan motivasi dan stimulasi yang mendukung peningkatan konsep
diri positif pada remaja tunarungu.
Guru dan orangtua menanggapi program ini dengan positif. Mereka
berpendapat bahwa program ini sangat bermanfaat bagi remaja tunarungu. Baik
guru maupun orangtua mendukung pelaksanaan pelatihan ini secara rutin,
misalnya setahun sekali. Para guru membagi pengalamannya mengajar siswa
tunarungu dan memiliki kemauan untuk memberi dukungan dalam pengembangan
konsep diri siswa-siswinya. Namun, para guru juga menyatakan bahwa mereka
tetap harus mengacu pada kurikulum yang ada. Mereka membutuhkan dukungan

PKMM-5-5-6

dan izin dari pemerintah jika ingin melakukan perubahan dalam kegiatan belajar
mengajar. Berikut kutipan hasil diskusi bersama orangtua dan guru.
Setuju bahwa anak-anak tidak dapat mengikuti kurikulum yang sama
(dengan anak normal). Taraf materi sangat berat. Total communication belum
digunakan di sekolah ini, mohon diperjuangkan.. Bapak Sukardal-notulensi
diskusi
...Sekolah tidak boleh membuat kurikulum sendiri. Kekurangan fasilitas
dan alat peraga sehingga sulit mengembangkan kemampuan anak-anak. Bapak
Tri Surata-notulensi diskusi
Hasil diskusi mengarah pada diperlukannya suatu kurikulum yang lebih
sesuai untuk siswa tunarungu. Selain itu guru juga mengharapkan adanya
keleluasaan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar serta kemudahan
memperoleh fasilitas yang lebih memadai untuk pendidikan remaja tunarungu.
Komunikasi total juga mendapat perhatian untuk lebih dikembangkan, yaitu suatu
bentuk komunikasi yang menggabungkan bahasa isyarat dan bahasa lisan. Remaja
tunarungu dapat memahami materi dengan lebih mudah jika menggunakan bahasa
isyarat. Hal ini tampak dari hasil posttest yang menunjukkan pemahaman terhadap
materi yang disampaikan, seperti bangga pada diri sendiri atau yakin bahwa
dirinya bisa sukses.
Hal lain yang ditemukan dalam program The Power of The Deaf adalah
hambatan bahasa tulisan remaja tunarungu. Menurut Fuhrman (dalam
Widyastuti,1995), perkembangan bahasa tunarungu memang mengalami
hambatan. Susunan kalimat peserta terbalik-balik dan kosakatanya sangat sedikit.
Contoh tulisannya adalah sebagai berikut.
Senang, kalau berani sendiri, besok tapi harus bekerja semangat kuat
tetapi bapak ibu sungguh beritahu aku sungguh bekerja dapat untung. Syenapretest.
Tulisan tersebut merupakan jawaban pertanyaan posttest yang disajikan
dalam
bentuk
melengkapi
kalimat
Sebagai
tunarungu
aku
merasa ............................. Terdapat kesalahan tata bahasa dan tata kalimat dalam
tulisan tersebut seperti penggunaan kata sambung tapi dan peletakan kata
sungguh yang berulang-ulang. Dalam kalimat tersebut juga tidak memberi
informasi yang jelas bagi pembaca, khususnya pembaca mendengar, karena tidak
sesuai kaidah tata bahasa Indonesia, dimana terdapat struktur kalimat seperti
subjek, predikat, objek, dan sebagainya. Hambatan bahasa tulisan ini dapat
menjadi perhatian bagi perancang program selanjutnya mengingat kemampuan
berbahasa merupakan kemampuan yang sangat penting untuk mempelajari
kemampuan lainnya.
KESIMPULAN
Program The Power of The Deaf telah membantu remaja tunarungu untuk
memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya dengan melihat adanya potensi
dan cita-cita dalam diri remaja tunarungu. Peserta program memang menunjukkan
adanya perubahan konsep diri ke arah yang positif. Akan tetapi perubahan ini baru
berada pada taraf kognitif. Untuk mengimplementasikan dalam perilaku,

PKMM-5-5-7

dibutuhkan perhatian dari lingkungan yang terdekat dengan peserta, yaitu


keluarga dan sekolah. Hal-hal yang dapat dilakukan khususnya oleh orangtua dan
guru adalah sebagai berikut.
1. Memberikan dukungan terhadap hal-hal positif yang disukai oleh remaja
tunarungu. Dukungan dapat berupa penyediaan fasilitas, pujian ketika mampu
berprestasi, memberitahu yang benar ketika ia melakukan kesalahan, dan
memberi motivasi untuk terus berusaha.
2. Memberikan kesempatan pada remaja tunarungu untuk menunjukkan
kemampuan dirinya. Orangtua dan guru dapat mengadakan kegiatan yang
melibatkan remaja tunarungu. Misalnya lomba-lomba, kegiatan kesenian,
bhakti sosial atau latihan ketrampilan. Guru juga dapat melibatkan remaja
tunarungu dalam kegiatan belajar mengajar, seperti menceritakan pengalaman
atau pendapat di depan kelas.
3. Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis. Komunikasi yang akrab
akan sangat membantu untuk menjalin hubungan yang baik antara remaja
tunarungu, orangtua, dan guru. Kesediaan orangtua dan guru untuk memahami
maksud remaja tunarungu dengan bahasa isyarat, tidak terlalu menuntutnya
untuk bisa bicara seperti orang mendengar, dapat memberikan perasaan
nyaman pada remaja tunarungu. Ia akan lebih dapat merasakan kasih sayang
yang diberikan dan akan lebih terbuka terhadap orangtua dan guru. Ia juga
akan merasa diterima dengan segala keadaannya sehingga merasa lebih
percaya diri.
4. Membantu remaja tunarungu meningkatkan kemampuan membaca dan menulis.
Guru dapat memberikan latihan rutin dengan metode yang bervariasi sehingga
kegiatan belajar membaca dan menulis menjadi kegiatan yang lebih menarik.
Orangtua dapat mendukung dengan mengoreksi jika ada kesalahan dalam
menyusun kalimat, mendengarkan apabila ia berusaha bicara, melakukan
permainan yang mendukung kemampuan menulis remaja tunarungu. Keluarga
juga dapat menyediakan bacaan yang disukai remaja tunarungu dan membuat
kegiatan menulis dengan cara yang menyenangkan, misalnya menulis surat,
memo atau menulis SMS kepada saudara dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Calhoun, J.F. & Acoccela. 1995. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan (terjemahan Satmoko). Edisi Ketiga. IKIP: Semarang Press
Felker, D.W. 1974. Helping Children to Like Themselves. Burgess Pub. Co.
Minneapolis: Minnesota
Hurlock, E.B. 1978. Child Development 6th edition. Int Student. Mc Graw Hill
Kogakusha Ltd: Tokyo
Hurlock, E.B. 1979. Personality Development. Mc Graw Hill Kogakusha Ltd:
New York
Sukmara, Galuh. 2005. Fenomena Kehidupan Individu Tuli dan Konsep Dirinya.
Dalam Komunitas Tuli yang Menggunakan Bahasa Isyarat di Yogyakarta.
Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta
Widiyastuti, C.E. 1995. Perbedaan Konsep Diri Remaja Tuna Rungu yang
Tinggal di Dalam Asrama Sekolah Dengan yang Tinggal di Dalam
Keluarga. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta

PKMM-5-6-1

BUDIDAYA TANAMAN AKAR WANGI SEBAGAI UPAYA


KONSERVASI TANAH LONGSOR (LANDSLIDE) DI KECAMATAN
GEDANGSARI GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA
Surastri, Siti Murtinah, Sri Asih, Suyitno, Iskandar
PS Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sering terjadinya bencana alam tanah
longsor (landslide) di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul
Yogyakarta. Sedangkan upaya konservasi alam untuk mencegah tanah longsor
melalui pembudidayaan tanaman akar wangi belum ada. Tujuan penelitian ini
adalah : 1). Mewujudkan perbaikan untuk menjamin keseimbangan lingkungan
dalam upaya penanggulangan bencana tanah longsor serta memberikan manfaat
yang nyata bagi masyarakat Gedangsari, dan 2). Menerapkan pembudidayaan
tanaman akar wangi di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul.
Pelaksanaan program dilaksanakan dari bulan Maret 2006 sampai bulan Mei
2006. Tempat pelaksanaan di Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari Kabupaten
Gunungkidul DIY. Pelaksanaan program secara umum terdiri dari 3 tahap
yaitu: 1). Persiapan program, 2). Pelaksanaan Program 3). Tahap Program
lanjutan. Tahap persiapan program terdiri dari observasi, wawancara,
dokumentasi serta kerjasama dinas pertanian Gunungkidul. Tahap pelaksanaan
program terdiri dari 3 tindakan yakni; 1). Pembibitan, 2). Sosialisasi atau
penyuluhan dan 3).Tindakan evaluasi. Instrumen pelaksanaan program terdiri
dari: pedoman wawancara, pedoman observasi dan alat dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kondisi kecamatan Gedangsari yang sebagian
besar berpenduduk mayoritas petani, memiliki kondisi lahan di daerah perbukitan
terutama Desa Mertelu memiliki kemiringan yang cukup signifikan dengan ratarata kemiringan mencapai 45o. Kemiringan lereng perbukitan yang cukup tinggi
memiliki potensi erosi dan tanah longsor. Desa Mertelu sebagai salah satu dari
10 desa yang ada di kecamatan Gedangsari terdiri dari 10 dusun diantaranya
Dusun Krinjing, Baturturu, Guyangan Lor, Guyangan kidul, Suko, Piji, Gandu,
Mertelu Wetan, Mertelu Kulon, dan dusun Mertelu, di daerah tersebut memang
sering terjadi bencana tanah longsor hampir setiap tahun. Terdapat 2 dusun yang
baru-baru ini telah terjadi tanah longsor yakni Dusun Krinjing dan Dusun
Baturturu. Pemerintah pernah mengadakan pembinaan kepada masyarakat agar
berupaya menanggulangi tanah longsor dengan cara menanami lahan dengan
penanaman pohon Jati. Namun, hal ini belum dapat mengatasi terjadinya tanah
longsor karena pertumbuhan pohon Jati memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga, sebelum akar pohon Jati itu berfungsi sudah terjadi tanah longsor
susulan. Tanaman akar wangi memiliki beberapa kelebihan diantaranya;
pertumbuhan cepat, memiliki akar serabut dengan panjang akar 3 m, dapat
hidup pada tanah berlereng curam, tahan terhadap serangan hama dan penyakit,
dapat mengendalikan erosi tanah sehingga menjaga kestabilan tanah. Serta
tanaman akar wangi mudah dalam perawatan. Selain itu tanaman akar wangi
yang sudah produktif dapat dijadikan sebagai bahan kerajinan dan bahan
kosmetika salah satunya adalah khasiat minyak atsiri. Sehingga dapat

PKMM-5-6-2

disimpulkan bahwa budidaya tanaman akar wangi adalah salah satu langkah
yang tepat sebagai upaya konservasi tanah longsor di kecamatan Gedangsari
Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.
Kata Kunci : Tanaman Akar Wangi, Konservasi Tanah longsor, Gedangsari
PENDAHULUAN
Latar belakang dalam pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini
adalah sering terjadinya bencana tanah longsor (landslide) di Indonesia dengan
membawa kerugian baik secara materiil, moril, dan seringkali disertai banyak
korban jiwa. Kecamatan Gedangsari, yang terletak di Kabupaten Gunungkidul
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang rawan terjadinya
bencana tanah longsor.
Menurut data statistik hasil penelitian yang dilakukan tim Pusat Kajian
Hutan Rakyat (PKHR), Kecamatan Gedangsari pada tahun 1998 terjadi bencana
longsor 15 kali, 1999 terjadi 7 kali, 2000 sebanyak 20 kali, 2002 terjadi longsor
16 kali, dan tahun 2003 terjadi 11 kali. Sedangkan untuk tahun 2006 ini juga
sudah beberapa kali terjadi seperti yang dialami oleh 2 warga Desa Tegalrejo. Dua
rumah penduduk milik Sunardi (48) warga Dusun Trembono dan rumah milik
Anggono (40) warga Hargosari, Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari ambruk
karena tertimbun longsoran tanah dan batu, Rabu (1/3). Tidak ada korban jiwa,
namun kerugian ditaksir mencapai Rp 7 Juta. Menurut Ketua RT 02/10 Dusun
Trembono Triyono dan Dukuh Trembono Wantoro ketika ditemui KR Kamis
(2/3) disela-sela gotong royong memperbaiki rumah Sunardi yang terkena tanah
longsor, mengatakan bahwa sejak beberapa hari terakhir ini hujan deras terus
mengguyur wilayah ini. Penduduk sudah mengkhawatirkan akan terjadi tanah
longsor, karena beberapa rumah penduduk berada di daerah rawan. (Kedaulatan
Rakyat. 3 Maret 2006)
Secara administratif Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul,
Propinsi DIY ini terbagi menjadi 7 desa yaitu Ngalang, Hargomulyo, Mertelu,
Tegalrejo, Watugajah, Sampang, dan Serut. Secara morfologi daerah ini
merupakan perbukitan yang berlereng cukup curam. Batuan yang menyusun
daerah ini terdiri atas batu pasir tufaan, batu lempung, dan breksi volkanik.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Hutan Rakyat
(PKHR) yang dipaparkan oleh Wahyu Wilopo dalam seminar Komuniti
Forestry: Alternatif Yang Menjanjikan Masa Depan Pengelolaan Hutan
Indonesia. yang digelar oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada,
batuan tersebut telah mengalami struktur geologi yang cukup kompleks seperti
retakan maupun kekar dan juga ditemui adanya pergeseran batuan. Selain itu
curah hujan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya longsoran di daerah
ini.
Dari data statistik tahun 1995-2005 menunjukkan curah hujan lebih dari
250 mm/bulan dijumpai pada bulan Januari, Februari, Maret, dan Desember,
sehingga pada bulan-bulan ini rawan terhadap terjadinya tanah longsor.
Berdasarkan atas pemetaan zona kerentanan, gerakan tanah di daerah ini yang
dilakukan awal 2005 menunjukkan daerah Gedangsari dapat dibedakan menjadi 4
zona kerentanan gerakan tanah. Antara lain zona kerentanan rendah, sedang,
tinggi, dan zona kerentanan sangat tinggi.

PKMM-5-6-3

Zona kerentanan rendah dapat diartikan berada dalam keadaan stabil,


sehingga kemungkinan terjadi gerakan tanah kecil terletak di Desa Ngalang dan
sebagian Desa Mertelu. Kerentanan sedang terletak di sebagian Desa Serut,
Sampang sebelah barat, Watugajah sebelah utara, sebagian Tegalrejo dan
Ngalang. Tingkat kerentanan sedang masih berpotensi terjadi gerakan tanah. Zona
kerentanan tinggi di sebagian Serut, Sampang, Mertelu, Tegalrejo, Hargomulyo,
dan keseluruhan wilayah Watugajah. (Kedaulatan Rakyat, 5 Juli 2005)
Gejala tanah longsor sebetulnya dapat diketahui dengan adanya tandatanda seperti adanya keretakan tanah yang terjadi di wilayah rawan longsor.
Namun sebaiknya, upaya pencegahan lebih awal sangat diperlukan, salah satunya
adalah dengan melakukan penanaman tanaman akar wangi.
Tanaman akar wangi dapat tumbuh ditanah yang berpasir atau pada tanah
abu vukanik dilereng-lereng bukit dengan ketinggian 300-2000 m diatas
permukaan laut. Tanaman ini mempunyai kelebatan akar mencapai 50 cm. Akar
vetiver menyebar luas di dalam tanah dengan panjang akar dapat mencapai 3 m.
Hal ini sangat membantu menstabilkan tanah serta dapat menyerap air hujan yang
pada akhirnya dapat mencegah terjadinya tanah longsor. Vetiver sebagai tanaman
konservasi tanah dan reklamasi tanah bekas tambang pertama kali diperkenalkan
oleh Bank Dunia pada tahun 1988.
Tabel.1. Pengaruh strip vetiver terhadap erosi dan aliran permukaan.
Jenis
Lereng
Erosi
Lokasi
Perlakuan
Sumber
Tanah
(%)
(ton/ha/th)
Citayam
V-4/2
7,3
Ai Dariah et al.
Oxisols
14
(Bogor)
(1991)
V-0
10,8
V-10/2
1,4
Erfandi et al.
Senamat
Ultisols
12
(1991)
V-0
6,3
V-4/2
1,0
UACP-FSR
Ungaran
Inceptisols
15
(1991)
V-0
106,5
Tanjung
Bekas
V-2/2
3,2
Puslittanak
8
Enim
tambang
(1993)
V-0
146,7
(Sumber://www.soil-climate .or.id/konservasi.htm)
Keterangan: V-0 = tanpa strip; V-2/2, 4/2, 10/2 = jarak antar strip 2,4, dan
10 m tiap strip 2 baris vetiver.
Untuk jangka waktu yang lama tanaman akar wangi yang sudah produktif
dapat dimanfaatkan juga sebagai bahan kerajinan, sebagai bahan pewangi serta
khasiat minyak atsiri dapat dijadikan obat-obatan.
Oleh karena itu, berdasarkan latarbelakang dan potensi tanaman akar
wangi maka dibutuhkan sebuah solusi konstruktif dengan melakukan
pembudidayaan tanaman akar wangi sebagai salah satu upaya konservasi tanah
longsor.
Dari latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam
program ini adalah: 1) Bagaimana upaya mengatasi tanah longsor yang sering
terjadi di Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul?, 2) Bagaimana cara
pembudidayaan tanaman akar wangi di Kecamatan Gedangsari, Kabupaten
Gunungkidul?.

PKMM-5-6-4

Tujuan dari program ini adalah: 1) Mewujudkan perbaikan lingkungan


dalam upaya penanggulangan bencana tanah longsor untuk menjamin
keseimbangan lingkungan serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat
Gedangsari. 2) Menerapkan pembudidayaan tanaman akar wangi di Kecamatan
Gedangsari Kabupaten Gunungkidul sebagai solusi konstruktif upaya konservasi
tanah longsor.
Manfaat program ini adalah dapat mengatasi terjadinya tanah longsor
(landslide) dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pemberdayaan potensi tanaman akar wangi sebagai bahan baku produk kerajinan,
obat-obatan dan lain-lain.
METODE PENDEKATAN
Program Pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan pada bulan
Maret sampai dengan bulan Mei 2006 di Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari
Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Program penelitian ini dilakukan melalui
beberapa tahap pelaksanaan program, diantaranya seperti dalam skema dibawah
ini :
Observasi + Wawancara
Kerjasama:
- Dinas Pertanian GK
- Perangkat Desa Mertelu

Pembibitan
Tanaman Akar
Wangi
Sosialisasi/Penyuluhan
- Potensi Akar Wangi
- Pola Pembibitan
- Pola Penanaman

Penanaman
Tanaman Akar Wangi

Evaluasi Program
Gambar.1. Skema pelaksanaan Program

Pelaksanaan program secara umum terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1) Tahap


persiapan program, 2) Tahap pelaksanaan, dan 3) Tahap program lanjutan.
Instrumen pelaksanaan program terdiri dari: 1) Observasi untuk mengetahui
pengamatan secara langsung tentang keadaan geografis dan daerah longsoran
yang terjadi di kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul. 2) Wawancara
untuk mengetahui beberapa informasi mengenai terjadinya tanah longsor di

PKMM-5-6-5

daerah tersebut dan menawarkan solusi pencegahan melalui budidaya tanaman


akar wangi. 3) Dokumentasi, yang berupa pengumpulan data-data dari kantor
kepala desa, kantor kecamatan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Gunungkidul
serta foto-foto lokasi rawan longsor.
Tahap persiapan program terdiri dari observasi, wawancara, pengambilan
dokumentasi lokasi sasaran, kerjasama dengan dinas kehutanan setempat, dan
beberapa perangkat Desa Mertelu.
Tahap pelaksanaan program dilakukan dengan 4 tindakan yaitu: 1)
Tindakan Pembibitan. Pada umumnya cara perbanyakan tanaman akar wangi
dilakukan secara vegetatif, yaitu menggunakan bonggol-bonggol akarnya.
Bonggol tersebut didapatkan dari tanaman dalam rumpun yang tidak berbunga,
lalu dipecah-pecah sehingga setiap pecahan bonggol memiliki mata tunas.
Kemudian bonggol dapat langsung ditanam. Namun jika bonggol tersebut
diperkirakan belum siap melakukan adaptasi dengan lingkungan yang baru, maka
sebaiknya bonggol akar wangi itu disesuaikan terlebih dahulu dengan bedengan
persemaian. Setelah 3-4 minggu kemudian, tunas dan akar sudah tumbuh merata
dan siap ditanam. Kebutuhan bonggol bibit untuk lahan satu hektar sekitar 2 ton
dengan jarak tanam antara 0,75 x 0,75 meter atau 1 x 1 meter tergantung tingkat
kesuburan tanah. Untuk satu lubang tanam dibutuhkan 2-3 bonggol bibit. 2)
Tindakan Sosialisasi dan penyuluhan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
mengadakan kerjasama dengan Dinas Kehutanan kecamatan Gedangsari untuk
memberikan penyuluhan tentang cara pembudidayaan tanaman akar wangi dan
dengan mengundang pengusaha kerajinan yang telah sukses mengembangkan
potensi akar wangi menjadi barang kerajinan dengan nilai jual cukup tinggi,
selanjutnya dilakukan pengumpulan peserta, sosialisasi atau penyuluhan,
penyerahan bantuan bibit tanaman akar wangi kepada masyarakat, dan langkah
terakhir evaluasi penyuluhan. 3) Penanaman, pada tahap penanaman akar wangi
ini proses penanaman diserahkan kepada masyarakat Desa Mertelu kecamatan
Gedangsari kabupaten Gunungkidul. Adapun proses penanaman yang
disosialisasikan berdasarkan teori budidaya tanaman akar wangi terdapat dua
proses. Pertama yaitu persiapan lahan meliputi pengolahan lahan dengan
pencangkulan yang sebaiknya dilakukan 1,5-2,5 bulan sebelum penanaman,
kemudian mempersiapkan lubang-lubang tanam dengan ukuran: panjang 30 cm,
lebar 30 cm, dan kedalaman 10 cm. Sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum tanam,
tanah cangkulan diberi pupuk kandang. Kedua yaitu proses penanaman.
Penanaman bibit akar wangi dilakukan dengan cara memasukkan bonggol siap
tanam ke dalam lubang tanam yang telah dibuat, lalu ditutup kembali dan tanah di
sekitarnya agak dipadatkan. Jarak tanam bagi tanah subur adalah 1 x 1 meter,
sedangkan pada penanaman akar wangi yang miring perlu dibuat terasering. 4)
Evaluasi. Langkah yang diambil setelah penanaman yaitu peninjauan kembali ke
lokasi secara langsung tanaman akar wangi yang sudah ditanam oleh masyarakat.
Peninjauan ini dilakukan setelah penanaman selama kurang lebih 1,5 bulan. Hal
penting yang dilakukan dalam peninjauan adalah tentang pertumbuhan akar wangi
dan pengaruh struktur tanah terhadap tanaman akar wangi.
Tahap program lanjutan yang dilakukan untuk jangka panjang yaitu
tanaman akar wangi dapat dijadikan produk kerajinan, maupun obat-obatan oleh
masyarakat kecamatan Gedangsari kabupaten Gunungkidul.

PKMM-5-6-6

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada tahap awal pelaksanaan program dilakukan observasi, dokumentasi
serta wawancara untuk mengetahui kondisi secara langsung daerah yang terkena
bencana dan sekaligus melakukan pendekatan kepada masyarakat sasaran untuk
mendapatkan informasi yang seluas-luasnya mengenai upaya pencegahan
terjadinya tanah longsor yang pernah dilakukan oleh masyarakat. Adapaun
ilustrasi kegiatan observasi di sajikan seperti pada gambar berikut:

Gambar.1. Perjalanan tim PKMM


menuju lokasi

Gambar.2. Kondisi rumah warga


dibawah bukit yang rawan tanah
longsor

Gambar.3. Data-data monografi Desa Gambar.4. Salah satu rumah warga


Mertelu Gedangsari
Desa Mertelu kecamatan Gedangsari
Gunungkidul

Gambar.2. Hasil Dokumentasi Kegiatan Observasi


Dari data yang didapatkan, Desa Mertelu merupakan ibukota Kecamatan
Gedangsari yang terletak di bagian utara, berbatasan dengan Kabupaten Klaten.
Jarak dari kota Wonosari kurang lebih 15 km, dan dari kota Yogyakarta kurang
lebih 45 km. Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari merupakan desa yang
memiliki karakteristik sebagai desa swadaya atau desa tradisional. Menurut data
monografi desa dan kelurahan dengan dasar hukum INMENDAGRI Nomor : 23
tahun 1989, batas Desa Mertelu berdasarkan letak geografisnya yaitu, sebelah
utara dibatasi oleh Desa Watugajah, sebelah selatan dibatasi oleh Desa
Kedungpoh, sebelah barat dibatasi oleh Desa Hargomulyo, dan sebelah timur
dibatasi oleh Desa Tegalrejo dan Desa Pilangrejo. Luas Desa Mertelu adalah
13.738.115 Ha. dengan tanah pemukiman 2.577.550. Desa Mertelu memiliki

PKMM-5-6-7

tofografi dataran tinggi berupa perbukitan. Daerah tersebut berada pada


ketinggian 475 m dari permukaan laut.
Kondisi penduduk Desa Mertelu yaitu, jumlah penduduk 4.416 orang,
dengan jumlah laki- laki 2.129 orang dan jumlah perempuan 2.287 orang.
Berdasarkan data monografi menunjukkan bahwa 1.405 orang lulusan Sekolah
Dasar, 499 orang lulusan SLTP, 220 lulusan SLTA, dan 1 orang lulusan Akademi
atau D1- D3. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, selain
itu sebanyak 13 orang sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan 8 orang sebagai
pedagang atau wiraswasta. Hasil pertanian yang dihasilkan antara lain, padi
dengan lahan seluas 3.591.150 Ha, jagung seluas 3.965.000 Ha, ketela pohon
seluas 4.872.250 Ha, kedelai seluas 5.000 Ha, dan kacang panjang seluas 398.000
Ha. Sedangkan hasil perkebunan yang dihasilkan paling banyak yaitu, kelapa
dengan lahan seluas 2.745.000 Ha dan cengkeh dengan lahan seluas 20.080 Ha.
Untuk jenis buah- buahan yang dihasilkan paling banyak berupa pisang dengan
lahan seluas 2.805.000, jambu seluas 5.712.200 Ha, dan mangga seluas 1.585.700
Ha.
Ternak yang dipelihara adalah ternak ayam dengan jumlah 7.962 ekor,
ternak kambing dengan jumlah 310 ekor, ternak sapi dengan jumlah 880 ekor,
ternak itik dengan jumlah 14 ekor, dan ternak domba dengan jumlah 18 ekor.
Kondisi fisik rumah sebagian besar non permanen. Kondisi lahan di daerah
perbukitan Desa Mertelu memiliki kemiringan yang cukup besar dengan rata- rata
kemiringan sebesar 45o. Kemiringan lereng perbukitan yang cukup tinggi
memiliki potensi erosi dan tanah longsor. Hal tersebut juga didukung oleh curah
hujan yang cukup tinggi sehingga di sekitar perbukitan sering terjadi tanah
longsor. Keadaan tanah pertanian di Desa Mertelu relatif subur karena dapat
diolah dengan model sawah meskipun sawah tadah hujan.
Peneliti mengadakan tanya jawab dengan beberapa warga Kecamatan
Gedangsari untuk mengetahui beberapa informasi mengenai terjadinya tanah
longsor di daerah tersebut. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa Desa
Mertelu memang sering terjadi bencana tanah longsor setiap tahun, ada 2 dusun
yang baru-baru ini telah terjadi tanah longsor yakni Dusun Krinjing dan Dusun
Baturturu. Untuk menanggulangi tanah longsor di daerah tersebut, pemerintah
pernah mengadakan pembinaan kepada masyarakat agar menanggulangi tanah
longsor dengan cara menanami lahan dengan penanaman pohon jati. Namun, hal
ini belum dapat mengatasi terjadinya tanah longsor karena pertumbuhan pohon
jati memerlukan waktu yang cukup lama sehingga, sebelum akar pohon jati itu
berfungsi sudah terjadi tanah longsor susulan.
Terjadinya tanah longsor di Desa Mertelu tidak terjadi di satu tempat saja,
tetapi di berbagai tempat secara bergantian. Selama ini tindakan yang dilakukan
oleh masyarakat adalah dengan cara melaporkan kejadian tersebut kepada
pemerintah daerah setempat untuk memberikan bantuan kepada masyarakat.
Disamping itu masyarakat sangat antusias bergotong royong guna memperbaiki
tanah longsor dengan cara membuat terasering dan menanami kembali tanah
dengan tanaman- tanaman seperti ubi kayu, ketela rambat dan lain-lain. Adapun
dokumentasi hasil wawancara akan ilustrasikan seperti pada gambar yang diambil
pada hari Minggu, tanggal 12 Maret 2006 dibawah ini:

PKMM-5-6-8

Gambar.3. Wawancara dengan salah satu masyarakat

Setelah didapat berbagai informasi mengenai tanah longsor di daerah


tersebut maka sesuai dengan tujuan tim, kami menawarkan penanggulangan tanah
longsor dengan cara menanami lahan dengan tanaman akar wangi, mengingat
tanaman akar wangi mempunyai akar yang panjang dan lebat sehingga, mampu
menahan tanah dari erosi dan lebih cepat tumbuh bila dibandingkan dengan
tanaman yang lain, seperti pohon jati.
Dokumentasi yang didapat berupa data-data dari kantor kepala desa,
kantor kecamatan dan dinas kehutanan Kabupaten Gunungkidul serta foto-foto
lokasi rawan terjadinya tanah longsor.
Dalam tahap pelaksanaan program yang pertama, pembibitan dilakukan
dengan perbanyakan tanaman akar wangi dilakukan secara vegetatif, yaitu
menggunakan bonggol-bonggol akarnya. Bonggol tersebut didapatkan dari
tanaman dalam rumpun yang tidak berbunga, lalu dipecah-pecah sehingga setiap
pecahan bonggol memiliki mata tunas. Kebutuhan bonggol bibit untuk lahan satu
hektar sekitar 2 ton dengan jarak tanam antara 0,75 x 0,75 meter atau 1 x 1 meter
tergantung tingkat kesuburan tanah. Untuk satu lubang tanam dibutuhkan 2-3
bonggol bibit. Adapun bibit akar wangi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar.4. Bibit Akar Wangi

Kedua, langkah-langkah Sosialisasi dan Penyuluhan yaitu: 1) Bekerjasama


dengan Dinas Kehutanan Gunungkidul. Kerjasama ini dilakukan dengan tujuan

PKMM-5-6-9

untuk memperkuat teori dan meyakinkan kepada masyarakat. Kami mengundang


dinas kehutanan yang diwakili oleh Bapak Bandi untuk memberikan prolog
menyangkut potensi akar wangi, pola pembibitan, dan pola penanaman. 2)
Pengumpulan Peserta Sosialisasi atau Penyuluhan. Sebelum hari pelaksanaan,
kami memberikan undangan kepada masyarakat dan memberikan undangan
langsung ke Kepala Desa Mertelu untuk menghadiri acara sosialisasi dan
penyerahan bantuan berupa bibit tanaman akar wangi. 3) Sosialisasi atau
Penyuluhan. Sosialisasi yang kami laksanakan bertempat di Balai Desa Mertelu
tepatnya hari Kamis tanggal 30 Maret 2006, pukul 08.30- 11.00 WIB. Acara
sosialisasi yang dilakukan terdiri dari registrasi, pembukaan, presentasi
pengarahan program,sambutan kepala desa, sosialisasi materi budidaya tanaman
akar wangi, sosialisasi pengembangan potensi tanaman akar wangi, tanya jawab,
dan diakhir acara sosialisasi Tim PKMM menyerahkan bantuan bibit akar wangi
sebanyak 5 bonggol dimana setiap bonggol terdiri dari tunas 100 batang tunas
akar wangi Untuk pembagian, Tim menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat.
Setelah acara sosialisasi selesai masyarakat membawa bibit akar wangi untuk
dibawa ke lokasi penanaman yang telah dipersiapkan oleh masyarakat.
Ketiga, dari hasil evaluasi pemerintah dari dinas kehutanan menyambut baik
pelaksanaan program ini karena program ini telah banyak membantu pemerintah
daerah sebagai salah satu program untuk mengatasi sering terjadinya tanah
longsor, khusunya masyarakat Desa Mertelu. Untuk mengetahui tercapainya
tujuan sosialisasi, tim Pengabdian Kepada Masyarakat menggunakan metode
tanya jawab dan diskusi. Kesempatan untuk bertanya kepada narasumber
diberikan seluas-luasnya sehingga masyarakat benar-benar dapat memahaminya.
Ternyata masyarakatpun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Berbagai
pertanyaan yang berkaitan dengan topik bermunculan dari masyarakat, yang
selanjutnya dijawab oleh pihak dinas kehutanan maupun pengusaha kerajinan akar
wangi. Keberhasilan pelaksanaan sosialisasi juga tercermin dari tanggapan
masyarakat bahwa kegiatan tersebut sangat bermanfaat serta memohon agar
diberikan bimbingan atau pengarahan lagi untuk memanfaatkan dan
mengembangkan potensi akar wangi untuk jangka panjang. Namun karena
terbatasnya waktu, dana, serta tenaga tim PKMM belum menyanggupinya, tetapi
masyarakat secara terbuka dapat menanyakan atau berhubungan langsung kepada
bapak Daryanto yang berasal dari Kecamatan Semin Gunungkidul yang sudah
berhasil membudidayakan dan mengelola potensi akar wangi sebagai bahan
kerajinan. Adapun ilustrasi hasil sosialisasi disajikan dalam gambar dibawah ini:
Keempat, dilakukan penanaman, yang sebelumnya diadakan penyuluhan
terlebih dahulu kepada warga desa Mertelu sebagai langkah sosialisasi dan
pembekalan mengenai pembudidayaan tanaman akar wangi seperti yang telah
diuraikan diatas. Sebelum dilakukan penanaman, petani telah mempersiapkan
lubang-lubang tanam dengan ukuran: panjang 30 cm, lebar 30 cm, dan kedalaman
10 cm. Proses penanaman bibit akar wangi dilakukan dengan cara memasukkan
bonggol siap tanam ke dalam lubang tanam yang telah dibuat, lalu ditutup
kembali dan tanah di sekitarnya agak dipadatkan. Jarak tanam bagi tanah subur
adalah 1 x 1 meter, sedangkan penanaman akar wangi pada tanah miring perlu
dibuat terasering.

PKMM-5-6-10

Gambar.5. Balai Desa Mertelu sebagai


tempat sosialisasi dan penyuluhan

Gambar.6. Warga mendengarkan


pengarahan dari Pengusaha kerajinan
akar wangi dan Dinas Pertanian
Gunungkidul.

Gambar.7. Pembagian bibit akar wangi


kepada warga desa mertelu

Gambar.8. Penyerahan bibit akar wangi


kepada warga desa Mertelu Oleh Ketua
tim PKMM

Tahap program lanjutan untuk jangka pendek tahap yaitu diadakan


evaluasi keberhasilan pelaksanaan pembudidayaan tanaman akar wangi yang telah
dilakukan dengan melibatkan dinas kehutanan/instansi terkait di daerah
Gunungkidul. Sedangkan untuk jangka panjang tanaman akar wangi yang sudah
produktif dapat dijadikan berbagai macam produk kerajinan sehingga, dapat
meningkatkan kesejahteraan warga melalui produksi kerajinan akar wangi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kondisi kecamatan Gedangsari yang sebagian besar berpenduduk mayoritas
petani, memiliki kondisi lahan di daerah perbukitan terutama Desa Mertelu
memiliki kemiringan yang cukup signifikan dengan rata- rata kemiringan
mencapai 45o. Kemiringan lereng perbukitan yang cukup tinggi memiliki
potensi erosi dan tanah longsor. Terdapat 2 dusun yang ada di Desa Mertelu
baru-baru ini telah terjadi tanah longsor yakni Dusun Krinjing dan Dusun
Baturturu. Berdasarkan anjuran pemerintah masyarakat dalam menanggulangi
tanah longsor dengan cara menanami lahan dengan penanaman pohon jati.
Namun, hal ini belum dapat mengatasi terjadinya tanah longsor karena
pertumbuhan pohon jati memerlukan waktu yang cukup lama sehingga,
sebelum akar pohon jati itu berfungsi sudah terjadi tanah longsor susulan.

PKMM-5-6-11

Tanaman akar wangi memiliki beberapa kelebihan diantaranya; pertumbuhan


cepat, memiliki akar serabut dengan panjang akar 3 m, dapat hidup pada
tanah berlereng curam, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dapat
mengendalikan erosi tanah sehingga menjaga kestabilan tanah. Dengan
beberapa potensi dari akar wangi diharapkan dapat menjamin keseimbangan
lingkungan dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Selain itu,
tanaman akar wangi yang sudah produktif dapat dijadikan sebagai bahan
kerajinan dan bahan kosmetika salah satunya adalah khasiat minyak atsiri.
Sehingga budidaya tanaman akar wangi adalah salah satu langkah yang tepat
sebagai upaya konservasi tanah longsor di kecamatan Gedangsari Kabupaten
Gunungkidul Yogyakarta.
2. Pembudidayaan tanaman akar yang dilakukan pada masyarakat desa Mertelu
kecamatan Gedangsari melalui kegiatan sosialisasi dan penyuluhan yang
terdiri dari beberapa tahapan. Pelaksanaan kegiatan terlebih dahulu dilakukan
proses pembibitan, dimana bibit tanaman akar wangi telah dipersiapkan
sebelumnya. Bibit tesebut diserahkan pada masyarakat diakhir acara
sosialisasi dan penyuluhan. Kemudian masyarakat langsung melakukan
penanaman di lokasi sasaran sesuai dengan pola penanaman yang telah
dijelaskan oleh dinas pertanian kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.
Berdasarkan pelaksanaan program yang kami lakukan maka kami menyarankan:
1. Tim PKMM yakin bahwa adanya sosialisasi dan penyuluhan untuk budidaya
tanaman akar wangi maka masyarakat Desa Mertelu dapat menerapkan
pembudidayaan tanaman akar wangi untuk mengatasi tanah longsor. Selain
itu harapannya budidaya tanaman akar wangi ini dapat dikembangkan oleh
desa-desa yang lainnya terutama yang kondisi lahannya berlereng curam.
2. Masyarakat Gunungkidul dapat menerapkan pembudidayaan tanaman akar
wangi untuk meningkatkan kesejahteraan dengan memanfaatkan potensi akar
wangi sebagai barang kerajinan atau sebagai bahan pembuatan minyak atsiri.
3. Perlu peningkatan anggaran sehingga kuantitas permintaan masyarakat untuk
pemberian bantuan bibit tanaman akar wangi dapat lebih banyak.
4. Perlu adanya koordinasi yang berkelanjutan antara masyarakat dengan tim
PKMM.
5. Program ini perlu dilanjutkan lagi untuk tahun yang akan datang kalau perlu
dengan jumlah bibit akar wangi yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Hieronymus,BS.1993. Akar Wangi Bertanam Dan Penyulingan.Yogyakarta:
Kanisius.
Tatang M. Amirin, 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta : Rajawali.
Sukir, dkk. 1996. Pemanfaatan Tenaga Listrik Untuk Usaha Wiraswasta Bagi
Warga Dusun Nyamplung Kidul. Bale Catur Gamping Sleman. Laporan
Kegiatan Pengabdian Masyarakat. IKIP.Yogyakarta.
Lampiran Keputusan Menko Kesra/Ketua, 3 Oktober 2003.
Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, 5 Juli 2005, Yogyakarta.
Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, 3 Maret 2006, Yogyakarta.
http://www.soil-climate .or.id/konservasi.htm

PKMP-5-7-1

PENGADAAN AIR BERSIH WARGA STREN KALI JAGIR DENGAN


PEMANFATAN BIJI KELOR DAN KARBON AKTIF
Tri Sandi A. Utami, Prita Prasetya, Luluk Prasetyawati
Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan air bersih melalui proses penjernihan
air kali Jagir menjadi air yang layak untuk dikonsumsi dengan harga yang
terjangkau bagi warga stren kali Jagir. Mengingat kebutuhan yang meningkat
dan sangat sulit untuk diperoleh terutama di daerah-daerah yang padat
penduduknya, kami berusaha mencari alternative untuk mengatasi masalah
tersebut. Pengadaan air bersih bagi warga kota saat ini berasal dari suplai
PDAM, untuk memperolehnya masyarakat harus mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Untuk mengatasi krisis air bersih bagi warga stren kali Jagir, kami
berupaya untuk memanfaatkan air sungai menjadi air yang layak untuk
dikonsumsi dengan biaya yang terjangkau. Air sungai yang masih mengandung
limbah akan mengalami suatu proses penjernihan sehingga akan dihasilkan air
bersih. Proses penjernihan ini menggunakan bahan alami berupa biji kelor,
selain itu juga digunakan karbon aktif. Alasan digunakannya biji kelor sebagai
bahan penjernih karena biji kelor mudah didapat, ekonomis, sebagai koagulan
yang efektif, anti bakteri dan pengolahannya tidak rumit. Terdapat proses
absorpsi dalam cara kerja bahan. Absorpsi merupakan suatu proses dimana
suatu partikel terperangkap kedalam struktur suatu media dan seolah-olah
menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Proses ini dijumpai terutama
dalam media karbon aktif. Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak
dengan ukuran tertentu. Pori pori ini dapat menangkap partikel-partikel yang
sangat halus (molekul) dan menjebak didalamnya. Dengan berjalannya waktu,
pori-pori ini pada akhirnya akan jenuh dengan partikel-partikel sangat halus
sehingga tidak akan berfungsi lagi. Secara umum karbon/arang aktif biasanya
dibuat dari arang tempurung dengan pemanasan pada pada tekanan tinggi. Pada
kondisi ini akan terbentuk rekahan-rekahan (rongga) sangat halus dengan jumlah
yang sangat banyah sehingga luas permukaan arang tersebut menjadi besar. Satu
gram karbon aktif sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat
halus. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan menyerap apa saja yang kontak
dengan karbon tersebut, baik dari air maupun di udara. Dalam waktu 60 jam
biasanya karbon aktif tersebut menjadi jenuh dan tidak aktif lagi oleh karena itu
biasarrya arang aktif dikemas dalam kemasan yang kedap udara. Kendala yang
dihadapi adalah bagaimana mendapatkan biji kelor secara berkesinambungan.
Selain itu air dari penjernihan ini tidak dapat bertahan lama dan harus segera
digunakan. Karena biji kelor bersifat organik
Kata kunci: biji kelor, karbon akn'f, absorbsi.

PKMP-5-7-2

PENDAHULUAN
Air merupakan sumber utama kehidupan manusia, untuk itu kebutuhan akan
air bersih sangat penting. Air bersih di daerah perkotaan sangat sulit diperoleh,
terutama di daerah-daerah yang padat penduduknya. Hal ini disebabkan air yang
tersedia sudah tercemar oleh limbah pabrik maupun limbah rumah tangga.
Pengadaan air bersih bagi warga kota saat ini berasal dari suplai PDAM, untuk
memperolehnya masyarakat harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Air
bersih hanya dapat dinikmati oleh sebagian warga saja, sedangkan bagi penduduk
yang menempati stren kali, memperoleh air bersih merupakan hal yang sulit. Hal
ini disebabkan tingkat ekonomi mereka yang masih rendah.Warga stren kali Jagir
biasanya memanfaatkan sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Untuk mengatasi krisis air bersih bagi warga stren kali Jagir, kami berupaya
untuk memanfaatkan air sungai menjadi air yang layak untuk dikonsumsi, tentu
saja dengan biaya yang terjangkau. Air sungai yang masih mengandung limbah
akan mengalami suatu proses penjernihan sehingga akan dihasilkan air yang
bersih. Proses penjernihan ini menggunakan bahan alami berupa biji kelor, selain
itu juga digunakan karbon aktif. Biji kelor digunakan sebagai penjernih karena
mudah didapat, ekonomis, sebagai koagulan yang efektif, anti bakteri dan
pengolahannya tidak rumit.
Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sebuah keluarga akan membutuhakan
puluhan liter air bersih per hari untuk minum, mencuci, memasak dan kebutuhan
lainnya. Dalam sebulan akan dibutuhkan beribu-ribu air bersih untuk keperluan
tersebut. Untuk wilayah kota besar seperti Surabaya, pada musim kemarau curah
hujan sangat sedikit sehingga sulit sekali untuk mendapatkan air bersih. Pada
musim kemarau sungai menjadi kering, aliran sungai besar menjadi kecil dengan
air yang keruh, mengakibatkan timbulnya penyakit yang menuntut banyak koban.
Masalah kebutuhan air bersih ini dapat ditanggulangi dengan memanfaatakan
sumber air lain ( Asril 1981 ).
Tanaman kelor memiliki nama latin Moringa oleifera, berasal dari Sudan.
Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tripis. Strukturnya kecil, mudah tumbuh,
tinggi pohonnya 5-12 meter, diameter daunnya 1-2 cm, bunganya berwarna putih
atau krem, dalam satu tahun Moringa oleifera dapat memproduksi 50-70 kg biji,
bila lingkungannya sesuai. Dengan system penyaringan sederhana, ditambah
dengan bahan pengendap air sungai dapat diolah sehingga layak digunakan
dengan cara yang ramah lingkungan. Biji kelor berperan sebagai pengendap atau
koagulan dan berhasiat pula sebagai anti bakteri ( Soetjipto 1998 ).
Proses penjernihan air dengan biji kelor ini tidak rumit, bias meliputi fisik (
pengadukan dan penyaringan ) dan biologis ( penggumpalan atau proses
pengendapan ), bahkan juga proses penyerapan. Dari segi biaya, pengolahan cair
dengan bioflokulan berupa larutan biji kelor jelas ekonomis dan efisien, lebih
ramah lingkungan dan aman dibandingkan pemakaian bahan kimia ( Republika,20
April 2006 )
Keuntungan menggunakan biji kelor antara lain :
a.
Murah dan metodenya mudah untuk negara berkembang ( khususnya
pada tingkat
rumah tangga )
b.
Efisiensi biji kelor tidak bergantung pada pH air
c.
Prosesnya tidak mengubuh air

PKMP-5-7-3

d.

Pada level rendah , endapan berfungsi sebagai biodegradasi dan


teknologi ramah lingkungan.
Kerugian menggunakan biji kelor yaitu :
a.
Memungkinkan peningkatan bekteri setelah koagulasi air dilakukan
b.
Koagulan tidak didapatkan dalam bentuk murni (harus disiapkan
terlebih dahulu)
c.
Treatment ini membuat air bersih tetap pemurniannya dapat
menimbulkan bakteri pathogen (Soetjipto 1981)
Karbon aktif dikenal sebagai adsorben. Karbon aktif ini merupakan suatu
karbon amorf yang mempunyai daya serap besar. Karbon aktif dapat dibuat dari
bahan-bahan seperti : tempurung kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, batu bara
dan sebagainya. Meskipun sifat kimia dari permukaan sangat menentukan
terjadinya proses absorpsi, namun peranan surface area dan struktur pori absorben
jenuh lebih besar (Gusmailina 1990).
Proses adsorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel menempel
pada suatu permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah di antara kedua
benda (Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu lapisan tipis
partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Permukaan karbon yang mampu
menarik molekul-molekul organic misalnya, merupakan salah satu contoh
mekanisme serapan, begitu juga yang terjadi pada antar muka air udara, yaitu
mekanisme yang terjadi pada suatu protein skimmer. Molekul organik bersifat
polar, sehingga salah satu ujungnya akan cenderung tertarik pada air ( disebut
sebagai hidrofilik ) sedangkan ujung yang lain bersifat hidrofobik. Permukaan
aktif seperti ini akan tertarik pada antar muka air gas pada permukaan gelembung
udara. Sehingga molekul-molekul tersebut akan membentuk lapisan tipis dan
membentuk buih atau busa. Dalam suatu protein skimmer, ketika gelembung
udara meninggalkan air menuju tampungan busa, gelembung udara tersebut akan
hilang sehingga akhirnya bahan-bahan organik akan tertinggal pada tampungan
busa yang bersangkutan (Solomon 1990).
Karbon aktif dapat dibuat dengan pemanasan pada suhu dan tekanan tinggi.
Pada kondisi ini akan terbentuk rongga yang sangat halus dengan jumlah yang
sangat banyak, sehingga luas permukannya menjadi besar. Karbon aktif bersifat
sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut baik
di air maupun di udara. Karbon aktif akan menjadi jenuh dan tidak aktif lagi
dalam waktu 60 jam ( Hartoyo, 1978 ).
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari program Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali
Jagir dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif, adalah :
1.
Bagaimana mengupayakan air bersih di stren Kali Jagir.
2.
Apakah biji kelor dan karbon aktif dapat digunakan untuk menjernihkan air
sungai di stren Kali Jagir.
3.
Apakah proses penjernihan dengan menggunakan biji kelor dan karbon aktif
mempunyai nilai ekonomi.
4.
Bagaimana cara merawat alat penjernih air dengan menggunakan biji kelor
dan karbon aktif.

PKMP-5-7-4

Tujuan Program
Tujuan dari program Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali Jagir dengan
Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif, adalah :
1.
Untuk menyediakan air bersih di stren Kali Jagir.
2.
Untuk mengetahui keefektifan biji kelor dan karbon aktif dalam proses
penjernihan air sungai stren Kali jagir.
3.
Untuk mengetahui nilai ekonomi penggunaan biji kelor dan karbon aktif
dalam proses penjernihan air.
4.
Untuk mengetahui cara merawat alat penjernih air dengan menggunakan biji
kelor dan karbon aktif.
Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari program Pengadaan Air Bersih Warga Stren
Kali Jagir dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif, adalah penyajian
teknologi tepat guna melalui pemanfaatan biji kelor dan karbon aktif.
Kegunaan Program
Kegunaan dari program Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali Jagir
dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif, adalah masyarakat dapat
memanfaatkan dan merawat alat penjernih sesuai dengan kebutuhan.
METODE PENELITIAN
1.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Pengabdian
Masyarakat ( PKMM ) dengan judul Pengadaan Air Bersih Warga Stren
Kali Jagir dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif ini dilaksanakan
mulai bulan Desember 2005 hingga Maret 2006. Tempat pelaksanaan
program ini adalah di stren kali Jagir, Wonokromo, Kotamadya Surabaya,
Jawa Timur.
2.
Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan program ini dimulai dari bulan Desember sampai
Maret 2005, secara lengkap terdapat pada tabel 4.
3.
Mekanisme Pelaksanaan Program
Mekanisme pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan studi literatur meliputi :
2.
Pengumpulan data.
3.
Analisa bahan
a.
Uji Biological Oxigen Demand ( BOD )
b.
Analisa Kekeruhan ( Turbiditas )
Jar Tes
Turbidimetri
Mekanisme pelaksanaan program secara lengkap pada lampiran 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kali Jagir berada di daerah Wonokromo yang bermuara pada Pantai
Kenjeran. Kali Jagir ini juga merupakan sumber air PDAM. Di sepanjang stren

PKMP-5-7-5

kali tersebut terdapat warga ekonomi menengah ke bawah. Air stren Kali Jagir
mempunyai tingkat pencemaran sedang dimana airnya berwarna kuning
kecoklatan.Pencemaran ini disebabkan oleh :
1.
Limbah rumah tangga
Yaitu berasal dari warga stren Kali Jagir yang sebagian besar berprofesi
sebagai pedagang.
2.
Limbah industri
Yaitu limbah yang berasal dari industri-industri yang mengalirkan buangan /
limbahnya di sepanjang aliran Kali Jagir.
Proses penjernihan air dengan biji kelor ini tidak rumit, bias meliputi fisik (
pengadukan dan penyaringan ) dan biologis ( penggumpalan atau proses
pengendapan ), bahkan juga proses penyerapan. Dari segi biaya, pengolahan cair
dengan bioflokulan berupa larutan biji kelor jelas ekonomis dan efisien, lebih
ramah lingkungan dan aman dibandingkan pemakaian bahan kimia ( Soetjipto
1981 )
Biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan alami ( primer ) dalam sistem
penjernihan air. Biji kelor mengandung sejumlah protein yang mempunyai muatan
positif ketika serbuk biji kelor ditambahkan dalam air maka protein akan
menghasilkan muatan yang berprilaku seperti magnet dan mengikat partikelparikel bermuatan ( seperti bakteri, clay, silk, dan partikel beracun dalam air).
Floks ini mudah untuk disingkirkan dengan filtrasi. Material yang dapat
dijernihkan tidak hanya pada turbiditas tinggi tetapi juga air dengan turbiditas
sedang dan rendah. Tingkat turbiditas mempengaruhi waktu flokulasi. Serbuk biji
kelor mampu membersihkan 90 persen dari total bakteri E.Coli dalam seliter air
sungai dalam waktu 20 menit. Biji kelor bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bioflokulan (koagulan) sewaktu mengolah limbah cair pabrik tekstil. Hasilnya
terjadi degradasi warna hingga 98 persen, prnurunan BOD 62 persen, dan
kandungan lumpur 70 ml per liter. Di Surabaya sulit mendapatkan biji kelor
sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pelaksanaan program.
Biji kelor dibuat larutan dengan cara menghaluskan 5 gram biji kelor tanpa
kulit dalam 100 mL air. Untuk menentukan dosis larutan biji kelor maka
digunakan jar test, dosis koagulan ini diperlukan untuk menghasilkan tingkat
removal kekeruhan yang optimal yang biasa disebut sebagai dosis optimal.
Konsentrasi kekeruhan yang berbeda dalam air baku akan menghasilkan dosis
optimal yang berbeda pula. Berdasarkan pada hal inilah, maka pada pelaksanaan
jar test dilakukan pada konsentrasi kekeruhan yang berbeda.

Gambar 1. Tanaman Kelor.

Pada percobaan ini dibuat dosis yang berbeda yaitu dalam masing-masing
sampel ditambah larutan biji kelor masing-masing 0,5 mL ; 0,4 ml, 0,3 ml dan

PKMP-5-7-6

0,2 ml. Kemudian diaduk dengan menggunakan jar test. Pengadukan dilakukan
dengan kecepatan berbeda-beda, yaitu untuk pengadukan cepat dilakukan selama
1 menit dengan kecepatan 100 rpm, pengadukan lambat dilakukan 15 menit
dengan kecepatan 40 rpm. Setelah itu dilakukan proses sedimentasi yaitu larutan
didiamkan selama 1 jam. Dalam proses ini serbuk biji berperan sebagai koagulan
yang efektif. Bisa begitu karena adanya zat aktif 4-alfa- 4 rhamnosyloxy- benzylisothiocyanate yang terkandung dalam biji kelor. Zat aktif itu berfungsi
mengabsorbsi sekaligus menetralkan tegangan permukaan dari partikel-partikel air
limbah.
Kemudian masing-masing larutan diukur kekeruhannya dengan
turbidimeter. Berdasarkan data percobaan dapat dilihat bahwa turbiditas air
sampel berkurang dengan penambahan larutan biji kelor. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa dosis yang tepat untuk 500 ml sampel adalah 0,4 ml larutan biji
kelor dalam 500 ml air sampel. Pengukuran kekeruhan ini dilakuakn dengan
variasi konsentrasi dari larutan biji kelor. Pengukuran ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penambahan biji kelor terhadap pengurangan tingkat
kekeruhan air sungai. Alat yang digunakan adalah turbidimeter. Dengan alat ini
dapat diperoleh angka kekeruhan air sungai.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat
air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem-sistem
pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik
adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh zat organis bakteri
dapat menghabiskan oksigen yang terlarut dalam air selama proses oksidasi
tersebut sehingga dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan
menjadi anaerobik serta menimbulkan bau busuk pada air.
Karbon aktif berperan sebagai adsorben. Istilah karbon aktif digunakan
untuk suatu karbon amorf setelah diolah secara khusus untuk memperbesar daya
serapnya. Proses aktivasi tersebut akan memperluas permukaan dari karbon amorf
dan membentuk struktur semacam jaringan yang sangat halus sehingga karbon
aktif tersebut mempunyai kemampuan untuk menyerap zat-zat terlarut dalam
liquid maupun gas yang lebih besar. Karbon aktif dapat dibuat dari bahan-bahan
seperti tempurung kelapa, seruk gergaji, sekam padi, batu bara dan sebagainya.

Gambar 2. Serbuk Karbon Aktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pori-pori pada karbon aktif


dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan ukurannya yaitu:
a.
Mikrophore
Yaitu pori-pori pada karbon aktif yang mempunyai ukuran 10-1000 A.
b.
Makrophore

PKMP-5-7-7

Yaitu pori-pori pada karbon aktif yang mempunyai ukuran lebih besar dari
1000 A.
Karbon aktif yang merupakan karbon amorf akan membentuk struktur
semacam jaringan yang sangat halus sehingga karbon aktif tersebut mempunyai
kemampuan untuk menyerap zat-zat terlarut dalam liquid maupun gas yang lebih
besar ( Hartoyo 1978 ).
Cara kerja dari alat penjernih air adalah sebagai berikut, air yang berasal
dari sungai dipompa dalam tong ( mempunyai kapasitas 1000 L ) kemudian
dimasukkan larutan biji kelor yaitu 0,4 mL tiap 500 mL ( 800 ml ) kemudian
pengaduk dinyalakan. Pengadukan ini dilakukan selama 1 menit untuk
pengadukan cepat dan 15 menit untuk pengadukan lambat. Setelah itu dilakukan
proses sedimentasi yaitu larutan didiamkan selama 1 jam. Setelah satu jam air
tersebut dialirkan melalui pipa dimana dalam pipa tersebut terdapat karbon aktif.
Air yang berada dalam pipa siap untuk digunakan tetapi karena kelor merupakan
bahan organik sehingga mudah jenuh maka air ini hanya untuk satu kali
pemakaian ( begitu selesai dijernihkan langsung dipakai). Batas kejenuhan air
adalah 2 jam setelah penjernihan. Kelemahan dari proses penjernihan air ini, air
tidak dapat bertahan lama karena menjadi bau yang berasal dari biji kelor. Selain
itu, dalam penjernihan air ini tidak dilakukan analisa kandungan- kandungan
logam dari air sampel.

Gambar 3. Desain Alat Penjernih dan Prosesnya.

Air dalam tong ( kapasitas 1000 mL ) dapat digunakan untuk 3 keluarga


dengan asumsi tiap keluarga terdari dari 4 orang dan memerlukan 350 L air tiap
hari. Peralatan tersebut memerlukan biaya sebesar Rp.655.000,00 sehingga tiap
kepala keluarga diasumsikan mengeluarkan biaya Rp.220.000,00 per tahun.Biaya
operasional alat per keluarga sebesar Rp.102.000,00 per tahun. Jadi total biaya
yang diperlukan sebesar Rp.322.000,00 per tahun per keluarga. Berdasarkan data
di atas, maka tiap keluarga mengeluarkan biaya sebesar Rp.900,00 per hari. Pada
tahun berikutnya, biaya pemeliharaan alat yang harus dikeluarkan tiap kepala
keluarga sebesar Rp.200,00 per hari. Bila dibandingkan dengan air PDAM tiap
keluarga memerlukan biaya Rp.1500,00-Rp.2000,00 per hari. Maka dengan
penggunaan bii kelor, dapat menghemat biaya bagi keluarga stren Kali Jagir untuk
mendapatkan air bersih layak pakai.
Alat penjernih air ini mempunyai daya tahan selama 1 tahun. Perawatan alat
ini relatif mudah antara lain :

PKMP-5-7-8

a.
b.
c.
d.

Endapan biji kelor dialirkan lewat kran pembuangan setiap selesai


pemakaian.
Tong dibersihkan setiap 1 minggu sekali.
Motor listrik diberi pelumas setiap 2 minggu sekali agar tidak cepat aus.
Karbon aktif harus diganti setiap 2 hari sekali.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari program ini, antara lain :
1.
Penyediaan air bersih bagi warga stren Kali Jagir dapat diupayakan dengan
memanfaatkan biji kelor dan karbon aktif.
2. Biji kelor berfungsi sebagai koagulan dengan dosis yang tepat adalah 0,4 mL
larutan biji kelor untuk 500 mL air sampel.
3. Penggunaan biji kelor dan karbon aktif dalam penjernihan air sungai lebih
mudah dibandingkan air PDAM.
4.
Perawatan alat penjernih air relative mudah.
SARAN
1.
2.

Di Surabaya sulit di dapatkan biji kelor sehingga perlu pembudidayaan


pohon kelor untuk membantu program ini.
Perlu dilakukan pengujian kandungan logam yang terdapat dalam air sampel
sebelum dan sesudah penambahan biji kelor dan karbon aktif.

DAFTAR PUSTAKA
Asril, Lutan. 1981. Penjernihan Air Menggunakan Arang Sekam Padi Skala
Keluarga untuk Daerah Pedesaan. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan.
Hartoyo, Ando, J dan H. Roliadi. 1978. Pembuatan Briket Arang. No. 103.
Jakarta: Pusat Penelitian Hasil Hutan.
PDII-LIPI. 1991. Buku Panduan Air dan Sanitasi. Jakarta: Pusat Informasi Wanita
dalam Pembangunan.
Republika. 20 April 2006. Biji Kelor Untuk Penjernih Air.
Soetjipto, TH. 1998. Pengolahan Air Bersih dengan Biji Kelor. Universitas
Negeri Malang.
Solomon. 1990. Organic Chemistry. Third Eddtion. Singapore: John Willey and
Son.

PKMP-5-7-9

LAMPIRAN 1

Tabel 1. Analisa Kandungan Biji Kelor


Contoh
Biji Kelor
Bukan
Biji Kelor

N(%)
6,1
5

C(%)
54,8
53,3

H(%)
8,5
7,7

Tabel 2. Prosentase dari Protein, Lipid, Gula dalam Biji Kelor


Contoh
Shelled
- serbuk
- larutan
- padatan
Non
Shelled
- serbuk
- larutan
- padatan

N(%)

C(%)

H(%)

36,7
0,9
29,3

34,6
0,8
50,3

5,0
7,7

27,1
0,3
26,4

21,1
0,4
27,3

5,5
-

Tabel 3. Dosis Koagulan Biji Kelor

PKMP-5-7-10

Turbiditas Air Sampel ( NTU )


< 50
50 150
> 50

Range Dosis mg / Liter


10 - 50
30 100
50 200

LAMPIRAN 2
1. Tahapan Pelaksanaan
Tabel 4. Pelaksanaan Program
Bulan
o

Progr
am

Desem
ber

Studi
Literatur
Surv
ei awal
Uji
sample
Anali
sa bahan
Pem
buatan alat
Uji
alat
Penu
lisan
laporan

2. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian

Januar
i

Febru
ari

Maret

PKMP-5-7-11

Mekanisme pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :


1.
Melakukan studi literatur meliputi :
Studi literatur dalam hal ini adalah mempelajari dan memahami
teori-teori dasar tentang pola atau kriteria air bersih dan proses
penjernihannya dengan menggunakan biji kelor dan karbon aktif.
2.

Pengumpulan data.
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
a. data air sample ( air kali Jagir )
b. data penduduk stren kali Jagir
c.
kebutuhan air bersih warga stren kali Jagir
d.
data geografi stren kali Jagir
Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan kunjungan dan
pengamatan langsung di stren kali Jagir, selain itu dilakukan juga
wawancara secara langsung kepada warga di sepanjang stren kali.
3. Analisa bahan
Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap bahan-bahan yang akan
digunakan dengan cara menguji efektifitas bahan. Tahapan ini dilakukan
di Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia ITS dan Laboratorium
Teknik Lingkungan ITS, di bawah bimbingan dan pengawasan dosen
pembimbing.
a.
Uji Biological Oxigen Demand ( BOD )
Alat dan Bahan :
- Alat : 1. Labu takar 500mL
2. Botol Winkler 300mL dan 100mL
3. Erlenmeyer 250mL
- Bahan : 1. Air sample
2. Mangan Sulfat
3. Larutan pereaksi oksigen
4. Asam sulfat pekat
5. Natrium tiosulfat 0,0125 N
- Prosedur kerja
Disiapkan satu buah labu takar 500mL, sample dituangkan
dan ditambahkan air pengencer sampai batas. Air dalam labu takar
dituangkan dalam botol Winkler sampai tumpah. Air pengencer
dituangkan ke dalam botol Winkler yang lain sebagai blanko sampai
tumpah, dimasukkan dalam incubator selama lima hari. Air dalam
botol dianalisa dengan cara ditambahkan 1 mL larutan mangan
sulfat, ditambahkan 1 mL larutan pereaksi oksigen, botol ditutup
dengan hati-hati agar tidak ada gelembung udara, gumpalan
dibiarkan mengendap selama 5-10 menit. Kemudian ditambahkan 1
mL asam sulfat pekat, ditutup dan dibalik-balikkan, dituangkan
sebanyak 100 mL dalam Erlenmeyer 250 mL dan dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat 0,0125 sampai warna menjadi merah muda,

PKMP-5-7-12

ditambahkan 3-4 tetes indicator aniline dan dititrasi dengan natrium


tiosulfat sampai warna biru hilang. Setelah lima hari, kedua larutan
dalam botol Winkler dianalisa dalam oksigen terlarut. Dihitung
oksigen terlarut dan BOD.
b.
Analisa Kekeruhan ( Turbiditas )
Dilakukan dengan analisa jar tes dan pengukuran dengan
menggunakan turbidimeter.
1. Jar Tes
Alat dan Bahan
- Alat : 1. Satu set alat Jar Tes
2. Beker glass
- Bahan : 1. Pasta biji kelor
2. Air sampel
- Prosedur Kerja :
Pasta biji kelor dibuat dari biji kelor kering yang telah
dikupas kulitnya, ditimbang massanya kurang lebih 0,5 gram dan
ditumbuk halus. Kemudian dilarutkan dalam 500 mL aquqdes,
dibuat variasi konsentrasi larutan, yaitu : 0,5 M; 0,4M; 0,3M;
0,2M dalam 500 mL air sample. Dimasukkan dalam gelas beker
dan diaduk menggunakan alat Jar Tes. Untuk pengadukan cepat,
dilakukan pada kecepatan 100 rpm selama satu menit. Untuk
pengadukan lambat dilakukan pada kecepatan 30 rpm selama 15
menit. Dilakukan sedimentasi selama satu jam.

2. Turbidimetri
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan biji kelor terhadap pengurangan tingkat kekeruhan
air sungai.
Alat dan Bahan
- Alat : 1. Satu set alat turbidimetri
2. Beker glass 100mL ( 4 buah )
3. Pengaduk
- Bahan : 1. Biji kelor
2. Aquades
3. Air sungai
- Prosedur Kerja
Biji kelor yang telah kering dikupas kulitnya,
ditimbang massanya kurang lebih 0,5 gram. Biji kelor
ditumbuk halus, dilarutkan dalam 500 mL aquades. Dibuat
variasi konsentrasi 0,5M; 0,4M; 0,3M; 0,2M dalam 500 mL air
sungai, dimasukkan dalam kuvet kemudian diukur nilai
turbiditasnya.

PKMP-5-7-13

LAMPIRAN 3
1.Analisa Biological Oksigen Demand (BOD)

No
1
2
3

No
1
2

Tabel 1. Jumlah Volume Tiosulfat untuk Larutan


Sampel
Larutan
Volume Tiosulfat ( mL )
0 hari
5 hari
Sampel I
6,2
2,8
Sampel II
6,5
3,3
Blanko
6,8
6,2

Tabel 2.Jumlah Volume Tiosulfat untuk Larutan


Sampel + Larutan Biji Kelor
Larutan
Volume Tiosulfat ( mL )
0 hari
5 hari
Sampel I
6
2
Sampel II
7
6
2. Perhitungan BOD Sampel

PKMP-5-7-14

BOD = { ( X awal X n hari ) ( B awal B n hari ) X (


1-P ) }
P

= mL sampel /

P
Volume hasil pengenceran ( 500

mL )

a. Sampel I BOD
} X ( 1 0,5 ) }

= { (6,2 2,8) ( 6,8 6,2 )


0,5

= 2,8
b. Sampel II BOD
} X ( 1 0,5 ) }

= { (6,5 3,3) ( 6,8 6,2 )


0,5

= 2,6
P

250 mL
500 mL
= 0,5

3.

Analisa Turbiditas ( Kekeruhan )


Tabel 4.Hasil Analisa Turbiditas Sebelum dan Sesudah
Penambahan
Sebelum

o
13,3
13,8mL
13,7mL
41,0mL

Sesudah Penambahan Larutan Biji Kelor


0,2
0,3
0,4
0,5
mL
mL
mL
mL
2,6
2
2
2,6
2,5
1,9
2
2,4
2,5
1,8
2
2,5
2,5
1,7
2
2,5

LAMPIRAN 4
Tabel 3.1. Biaya Pengeluaran untuk Tahun Pertama ( 1 Alat untuk 3
keluarga )
Keterangan
Biaya ( Rp )
1.
Alat Penjernih
- Tong
200.000
- Kayu Penyangga
100.000
- Pipa Paaralon
a.
Pipa
50.000
besar, d = 15 m dan t
2.000
=1m
5.000
b.
Pipa
300.000
kecil, d = 3 m
- Kassa saringan
- Pompa Air + motor

PKMP-5-7-15

listrik

Sub Total
2. Biaya Operasional Alat
- Listrik
Total

655.000
306.000
961.000

Tabel 3.2. Biaya Pengeluaran untuk Tahun Berikutnya


Keterangan
Biaya ( Rp )
1. Biaya Pemeliharaan alat
100.000
2. Listrik
102.000
Total
202.000
Keterangan :
1.
Untuk tahun pertama masing
mengeluarkan biaya :
Rp. 961.000 = Rp. 320.300,00
3
Rp. 320.000 = Rp. 900,00 / hari
365
2.
Untuk tahun berikutnya :
Rp. 202.000 = Rp. 67.300,00
3
Rp. 67.000
= Rp. 200,00 / hari
365

masing

keluarga

PKMP-5-7-16

LAMPIRAN 5
FOTO FOTO

Gambar 1. Peta Lokasi Kali Jagir

Gambar 2. Perbedaan Air Sebelum dan Setelah Penjernihan.

PKMM-5-8-1

PELATIHAN KETRAMPILAN MENJAHIT LENAN RUMAH TANGGA


DENGAN TEKNIK PATCHWORK BAGI MASYARAKAT PENERIMA
BANTUAN MESIN JAHIT DI KELURAHAN ARJOSARI
Nur Cholip, Fitriasih P Atmaningrum, Sofanita S Dewi, Emma R Furi, Mufidah
Jurusan Teknologi Industri, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang, Malang
ABSTRAK
Kelurahan Arjosari berada di wilayah kecamatan Blimbing kota Malang yang
berada 6 km dari ibukota. Di daerah tersebut banyak usaha kecil skala rumah
tangga yaitu menjahit, sehingga menghasilkan limbah perca yang tidak
dimanfaatkan. Pada Desember 2004 Kelurahan Arjosari ini mendapat bantuan 10
buah mesin jahit yang dibagikan pada warga. Namun kenyataannya, bantuan
tersebut belum dimanfaatkan dengan maksimal. Selain hal itu, tidak adanya daya
dukung untuk memanfaatkan mesin jahit
Dari latar belakang tersebut,
mahasiswa prodi tata busana tergerak untuk memberikan Pelatihan Keterampilan
Menjahit Lenan Rumah Tangga dengan Teknik Patchwork kepada masyarakat
penerima bantuan mesin jahit. Pelatihan ini memanfaatkan limbah yang selama
ini belum dimanfaatkan. Metode pelatihan meliputi : metode ceramah untuk
menyampaikan materi teori, metode demonstrasi untuk menjelaskan materi
praktik, metode latihan kerja untuk memberikan kesempatan peserta membuat
lenan rumah tangga dan metode tanya jawab untuk memberi kesempatan peserta
menyampaikan hal-hal yang belum jelas terkait dengan materi yang disampaikan.
Program dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut di Aula kantor Kelurahan
Arjosari dan di rumah warga. Tahap pelaksanaan program kegiatan dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu: tahap pra pelaksanaan untuk mempersiapkan segala
sesuatu terkait dengan pelaksanaan, tahap pelaksanaan adalah pemberian
pelatihan dan tahap pasca pelaksanaan untuk evaluasi dan penulisan laporan.
Hasil kegiatan berupa lima macam produk, yaitu: sarung bantal kursi, alas dan
tutup gelas berkaki, alas telepun, tudung saji dan bed cover. Peserta berjumlah
10 orang yang datang lengkap dari awal sampai selesai. Antusias peserta sangat
tinggi terlihat pada kesan pesan peserta yang 100 % masih mengharapkan tindak
lanjut.
Kata Kunci: pelatihan, ketrampilan menjahit lenan, patchwork, dan bantuan
mesin jahit.
PENDAHULUAN
Kelurahan Arjosari berada di wilayah kecamatan Blimbing kota Malang
yang berada 6 km dari ibukota. Batas wilayah sebelah utara Kelurahan Bale
Arjosari, selatan Kelurahan Polowijen, barat Kelurahan Polowijen dan timur Desa
Tirtamoyo.
Untuk membantu korban PHK dan mengangkat status keluarga pra
sejahtera, Dinas Sosial memberikan bantuan mesin jahit dan uang pengembangan
kepada Diknas kota Malang sebesar 200 unit. Dana tersebut langsung dikirim dari
Pemerintahan pusat melalui Depsos, lalu dibagikan pada masyarakat. Salah satu
nya di Kecamatan Blimbing telah menerima bantuan tersebut dan sudah disebar
dibeberapa Kelurahan seperti Kelurahan Purwodadi, Kelurahan Arjosari dan

PKMM-5-8-2

Kelurahan Purwodadi. Pada Kelurahan Arjosari mendapat bantuan 10 unit mesin


jahit dan uang pengembangan sebesar Rp 375.000. Bantuan tersebut diterima pada
tanggal 22 Desember 2004 dan langsung dibagikan pada 10 orang penerima
bantuan mesin jahit.
Dari ketiga Kelurahan yang diberi bantuan, didapati pada Kelurahan
Arjosari masih belum memanfaatkan bantuan tersebut secara optimal. Sebab
bantuan tersebut masih didominasi oleh ibu-ibu yang menerima mesin sedang
yang lainya tidak bisa ikut memanfaatkan bantuan tersebut. Sehingga tujuan awal
dari bantuan tersebut tidak tercapai yaitu: untuk mengangkat status ekonomi
keluarga korban PHK dan pra sejahtera.
Melihat permasalahan di atas sebagai tim PKMM mahasiswa Fakultas
Teknik Jurusan Teknologi Industri Progam Studi Tata Busana, berkewajiban
membantu masyarakat, sebagai wujud pengabdian pada masyarakat. Pada
kesempatan ini, tim PKMM akan memberikan penyuluhan tentang bagaimana
memanfaatkan mesin jahit tersebut secara optimal, yaitu mengajarkan teknik
menjahit lenan rumah tangga dengan teknik patchwork yang nantinya dapat
menambah kreatifitas dan penghasilan masyarakat. Beth & Ghutcheori (tanpa
tahun) menyatakan bahwa Patchwork adalah teknik membuat sehelai kain lebar
dengan menjahit potongan-potongan kecil menjadi satu, dan hasilnya sering
menjadi barang yang mahal. Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa
manfaat yang akan diperoleh selain untuk mengisi waktu luang para penerima
bantuan agar lebih bermanfaat juga bertujuan untuk membina jiwa wirausaha
demi menambah penghasilan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut: belum dimanfaatkannya bantuan mesin jahit di Kelurahan Arjosari
dengan maksimal, tidak adanya daya dukung untuk memanfaatkan mesin jahit
seperti: kursus atau praktik yang terkait dengan pemanfaatannya, rendahnya SDM
khususnya penerima bantuan mesin jahit, serta bagaimana membantu mening
katkan ekonomi masyarakat.
Adapun tujuan diadakannya pelatihan ini adalah agar bantuan mesin jahit
di Kelurahan Arjosari dapat bermanfaat secara maksimal, memberikan dukungan
berupa pelatihan pada masyarakat yang menerima bantuan mesin agar dapat
memanfaatkan bantuan mesin dengan baik, meningkatkan sumber daya manusia
khususnya masyarakat penerima bantuan mesin jahit sehingga dapat membantu
meningkatkan penghasilan tambahan keluarga.
Selain itu, pelatihan ini diharapkan dapat menghasilkan luaran yang
bermanfaat baik jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Adapun luaran
yang diharapkan untuk jangka pendek berupa tercapainya keberhasilan
penyuluhan di Kelurahan Arjosari sehingga dapat memudahkan masyarakat
penerima bantuan dalam memanfaatkan fasilitas mesin jahit tersebut. Maka untuk
jangka panjangnya, diharapkan pelatihan ini dapat menumbuhkan jiwa wirausaha
menjahit lenan rumah tangga, sehingga dapat dijadikan sebagai lapangan kerja
baru yang potensial demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
METODE PENDEKATAN
Pelaksanaan program dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut, yaitu
tanggal 14, 15, dan 16 April 2006 mulai jam 09.00 WIB sampai dengan jam 16.00
WIB. Tempat pelaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu: Aula kantor Kelurahan

PKMM-5-8-3

Arjosari sebagai tempat pembukaan dan penutupan pelatihan dan rumah salah
seorang warga sebagai tempat pelatihan. Dipilihnya rumah warga untuk
mempermudah peserta pelatihan dalam menggunakan fasilitas mesin jahit karena
keberadaan mesin jahit berada dimasing-masing rumah warga penerima bantuan..
Tahapan pelaksanaan program kegiatan penyuluhan di Kelurahan Arjosari
ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: tahap pra pelaksanaan, tahap pelaksanaan dan
tahap pasca pelaksanaan.
Tahap pra pelaksanaan dimulai dengan survey langsung kelokasi sasaran
dan pelaksanaan negosiasi dengan pihak terkait. Setelah itu, dilaksanakan
pembuatan disain produk pelatihan, lalu melakukan persiapan alat dan bahan
( untuk pembuatan media pelatihan dan peserta pelatihan). Alat dan bahan
tersebut, yaitu:
1. Alat yang dibutuhkan, antara lain: pensil, spidol/pensil warna, penghapus,
gunting kertas, gunting kain, jarum pentul, jarum jahit, penggaris siku/pola,
pendedel.
2. Bahan yang dibutuhkan, antra lain: kertas pola, karbon jahit, benang jahit,
jarum jahit, limbah kain perca, kapur jahit dan bahan utama (kain belacu).
3. Bahan tambahan (disesuaikan dengan kebutuhan), antara lain: busa angin,
renda, kain keras dan viselin.
Tahap selanjutnya yaitu pembuatan media sebagai alat peraga pada waktu
penyuluhan, lalu dilaksanakn pembuatan modul untuk acuan peserta pelatihan.
Pada modul berisi keterangan tentang disain, ukuran, alat dan bahan yang
dibutuhkan dan langkah kerja pembuatan. Berikut ini langkah kerja secara umum
pembuatan lenan rumah tangga dengan teknik patchwork:
1. Menetapkan jenis lenan yang akan dibuat.
2. Membuat disain produk lenan dengan motif patchwork.
3. Membuat disain motif patchwork pada kertas pola seukurtan benda jadi.
4. Menggambar motif patchwork.
5. Memberi tanda pada motif pola sesuai motif bahan.
6. Memotong pola patchwork.
7. Memotongkan potongan pola pada kain sesuai tanda.
8. Menggunting bahn sesuai motif dan merader.
9. Menyambung motif dengan bantuan tusuk jelujur.
10. Menyetrika.
11. Melekatkan busa angin dengan cara ditindas pada sambungan patchwork.
12. Penyelesaian.
Setelah keseluruhan tahap pra pelaksanaan selesai, tiba pada tahap
pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan ini, dilakukan beberapa kegiatan yang dapat
dituliskan secara urut, sebagai berikut:
1. Acara pembukaan oleh Lurah Arjosari.
2. Pemberian materi teori dan praktik I meliputi pembuatan alas dan tutup gelas
berkaki dan sarung bantal kursi.
3. Pemberian materi praktik II yaitu pembuatan alas telepun, tudung saji dan bed
cover.
4. Pemberian materi praktik III finishing.
5. Penutupan.
Tahapan pelaksanaan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

PKMM-5-8-4

Tabel 1. Pelaksanaan Kegiatan


Hari / Tgl
Tempat
Kegiatan
Jumat
Aula Kantor Pembukaan
14 April 2006 Kelurahan
Arjosari

Sabtu
15 April 2006

Minggu
16 April 2006

Uraian Kegiatan
Pembacaan susunan acara
Sambutan Lurah Arjosari
Sambutan Dosen Pembimbing
Sambutan Ketua Pelaksana
Acara pembukaan pelatihan
Materi teori patchwork
Materi praktik:
Pembuatan alas dan tutup gelas
Pembuatan sarung bantal kursi

Rumah
ketua
penerima
mesin
Rumah
ketua
penerima
mesin

Materi I

Materi II

Materi praktik:
Pembuatan tudung saji
Pembuatan alas telepun
Pembuatan bed cover

Rumah
ketua
penerima
mesin

Materi III

Penyelesaian bed cover


Penutupan

Tahap pasca pelaksanaan merupakan tahap akhir dari pelaksanaan


kegiatan pelatihan. Pada tahap ini, dilaksanakan proses pembuatan laporan akhir
kegiatan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Adapun kelengkapan yang
dikerjakan adalah laporan kegiatan dan penyusunan arsip dokumentasi kegiatan.
Pada pelaksanaan kegiatan ini digunakan beberapa instrumen penting
terkait dengan pelaksanaan pelatihan, antara lain: media peraga produk jadi untuk
mempermudah tim pelaksana dalam menyampaikan materi, modul yang berisi
langkah kerja pembuatan patchwork untuk acuan peserta sehingga mempermudah
dalam penerimaan penjelasan materi, daftar presensi kegiatan sebagai bukti
kehadiran peserta pelatihan, blangko kesan dan saran untuk peserta sebagai bahan
evaluasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan kegiatan ini dihasilkan 5 macam produk, yaitu: tudung
saji, alas dan tutup gelas berkaki, bed cover, sarung bantal kursi dan alas telepun.
Kelima macam produk tersebut dapat terselesaikan tepat waktu sebab minat dan
motivasi peserta sangat tinggi dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Apalagi, bagi
peserta pelatihan materi pelatihan yang diberikan tergolong pengetahuan baru.
Peserta pelatihan 10 orang penerima bantuan mesin jahit. Akan tetapi, satu
orang anggota penerima bantuan sakit, sehingga kekosongan ini dimanfaatkan
oleh Ketua Tim Penggerak PKK Arjosari untuk menitipkan satu orang kader PKK
sebagai peserta pelatihan tambahan. Jadi, peserta pelatihan tetap berjumlah 10
orang. Adapun data-data peserta pelatihan dapat dilihat pada Tabel 2.

PKMM-5-8-5

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Tabel 2. Data Nama Peserta Pelatihan


Nama
Keterangan
Ny. Endah
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Ny. Sukartiana
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Ny. Sri Murwati
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Ny. Surya
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Ny. Bawon
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Bpk. Sih Soegeng P
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Ny. Iin
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Ny. Saidatul K
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Ny. Jamilah
Penerima Bantuan Mesin Jahit
Ny. Susi Jaka
Kader Titipan Tim Penggerak PKK

Lima macam produk yang dibuat, dihasilkan dari pekerjaan individu


maupun pekerjaan kelompok peserta pelatihan. Jumlah produk yang dihasilkan
dalam pelatihan dapat dijabarkan dalam Tabel 3. Keseluruhan hasil produk lenan
rumah tangga yang dibuat dengan teknik patchwork dapat dilihat pada Gambar 1
dan Gambar 2.

No
1
2
3
4
5

Tabel 3. Jumlah Produk Pelatihan


Nama Produk
Jumlah Produk
Tudung saji
2 set
Alas dan tutup gelas 60 buah
berkaki
1 buah
Bed cover
Sarung bantal kursi
10 buah
Alas telepun
2 buah

SEMUA PRODUK

Keterangan
Hasil kelompok
Hasil individu
Hasil kelompok
Hasil Individu
Hasil kelompok

PKMM-5-8-6

TUDUNG SAJI

SARUNG BANTAL KURSI

ALAS & TUTUP GELAS

ALAS TELEPUN

BED COVER

Gambar 1. Lima Macam Produk Patchwork Hasil Pelatihan

PKMM-5-8-7

Gambar 2. Produk yang Sudah Diterapkan pada Benda Sesungguhnya

Perhitungan biaya yang diperlukan dalam pembuatan produk-produk


tersebut dapat dijelaskan secara rinci seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Biaya Pembuatan Produk
Nama Produk
Rincian Biaya
Tudung Saji
29.750
Alas dan tutup Gela
16.250
Bed cover
98.250
Sarung Bantal Kursi
24.250
Alas telepun
5.700

PKMM-5-8-8

Peserta pelatihan yang berjumlah 10 orang ternyata ada 2 orang yang tidak
dapat menjalankan mesin jahit, namun tidak mengganggu jalannya pelatihan.
Minat peserta sangat tinggi, hal ini ditengarai dengan absensi kehadiran peserta
serta terselesaikannya tugas yang diberikan. Semua materi pelatihan dikerjakan
dengan benar dan tepat waktu.
Bentuk produk yang merupakan luaran dari hasil penyuluhan adalah
tudung saji, alas dan tutup gelas berkaki, bed cover, sarung bantal kursi dan alas
telepun. Produk ini dipilih karena memiliki tingkat kesulitan mulai yang paling
mudah sampai dengan yang paling sulit dikerjakan dan unsur produk ini banyak
dibutuhkan oleh masyarakat. Variasi penggunaan bahan bantu selain perca juga
dimaksudkan untuk memenuhi unsur seni dan keindahan. Sehingga produk yang
dibuat meskipun menggunakan perca atau limbah tetap memiliki nilai jual dan
daya tarik bagi konsumen.
Untuk mengarahkan masyarakat penerima bantuan mesin jahit ke arah
wirausaha tampaknya masih ada kendala, yaitu belum diberikan materi packing
serta pemasaran. Dari kendala ini, tim mencoba memberikan sedikit wawasan
tentang bagaimana dan kepada siapa produk ini harus dijual. Solusi sasaran
adalah: ibu rumah tangga di lingkungan sekitar, seperti kelompok dasa wisma,
kelompok RT atau RW. Sedangkan metode pemasarannya dengan cara
mengadakan bazar setiap ada acara atau kegiatan di Kelurahan.
Persepsi masyarakat sebelum dan setelah dilaksanakan pelatihan dapat
dijabarkan sebagai berikut: sebelumnya peserta belum mengenal pemanfaatan
limbah perca, setelah dilaksanakan pelatihan peserta memperoleh wawasan baru;
peserta telah memiliki ketrampilan menjahit, namun setelah pelatihan lebih
mengenal ketrampilan yang baru yaitu memanfaatkan limbah perca; motivasi
peserta setelah melihat hasil karyanya tertarik untuk melanjutkannya; ada upaya
untuk berwirausaha setelah mengetahui bahwa produknya layak jual.
Dari hasil pelatihan yang telah dilaksanakan, diharapkan peserta pelatihan
mampu mengembangkan kreatifitasnya untuk menciptakan karya seni patchwork
yang lebih baik. Sebab menurut Komairawati (2003) pada saat ini seni dan pecinta
seni yang ingin mewujudkan ciri khas dari cita rasa masing-masing dalam bentuk
karya seni perca semakin berkembang, maka daya daya kreatifitas pun semakin
berkembang, sehingga yang semula seni perca tidak terstruktur dengan baik
misalnya dari bentuk, ukuran serta warna maka dibuatlah pola atau acuan agar
hasil lebih maksimal.
Seni patchwork berpotensi untuk merambah pasar yang luas. Mc. Kie
(1975) menerangkan bahwa masyarakat Amerika Utara sendiri sangat senang
dengan karya seni tersebut sampai akhirnya menjadi kerajinan dan ketrampilan
rakyat. Bentuk yang diterapkan semula hanyalah berupa potongan-potongan kain
yang dijahit sehingga membentuk lembaran yang lebar dan bersifat rambang,
karena bentuk, warna dan ukurannya belum terpola. Sehingga, apabila lenan
rumah tangga yang dibuat dapat menjadi produk yang bernilai seni tinggi. Maka,
tidaklah sulit untuk memasarkan produk tersebut.
KESIMPULAN
Setelah pelaksanaan program kegiatan ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: semangat dan motivasi peserta dalam mengikuti pelatihan sangat
tinggi; pelatihan ini memberi nilai tambah pada limbah yang tidak dimanfaatkan;

PKMM-5-8-9

lima macam produk yang direncanakan selesai dikerjakan tepat waktu; produk
yang diajarkan layak jual, terbukti adanya masyarakat yang berani menawar
produk bed cover dengan harga Rp. 150.000, padahal modal hanya Rp. 98.250;
peserta merasa waktu pelatihan terlalu singkat, karena peserta masih
mengharapkan diberi pengetahuan yang mendukung, seperti packing dan
pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Komairawati, Siti. 2003. Teknik Hias Patchwork pada Busana Pria
dengan Motif Alam. Malang: Universita Negeri Malang.

PKMM-5-9-1

SOSIALISASI PENYELESAIAN SENGKETA KEPERDATAAN


MELALUI JALUR NON LITIGASI SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF
DI KOTA PARE-PARE
Rahmatullah, Holid Alamsyah, Muh. Sabil Bakti, Amaliyah, Muh.Syukri Hasyim
PS Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makassar

ABSTRAK
Sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Non Litigasi sangat
penting dilakukan dalam upaya mencari solusi atas berbagai permasalahan
hukum demi penegakan hukum yang efisien dan efektif di Indonesia. Arti penting
sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur non litigasi dititik
beratkan pada pemikiran upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat
bahwa masih ada alternatif penyelesaian sengketa keperdataan yang lain selain
melalui jalur pengadilan. Kota Pare-Pare sebagai kota Niaga memiliki mobilitas
yang tinggi khususnya bidang bisnis dan perdagangan .hal ini dibuktukan dari
pendapatan asli daerah (PAD) kota pare-pare yang berasal dari perniagaan dan
jasa. Disatu sisi memberikan dampak posisitf bagi perkembangan daerah namun
disisi lain menimbulkan kekhawatiran terjadinya konflik / pertentangan ataupun
sengketa dibidang keperdataan sebagai akibat dari dampak hubungan bisnis yang
tidak sehat. Atas pertimbangan tersebut, maka sosialisasi penyelesaian sengketa
keperdataan melalui jalur Non Litigasi sebagai solusi alternatif dirasa perlu
dilakukan yang bertujuan memberikan informasi kepada masyarakat tentang
adanya jalur penyelesaian sengketa Non Litigasi. Pada akhirnya diharapakan
dapat memberikan solusi atas keluhan masyarakat yang menginginkan proses
penyelesaian sengketa dengan murah, cepat, kedua belah pihak tidak saling
bermusuhan dan menempatkan kedua belah pihak sebagai pemenang yang selama
ini tidak didapatkan pada proses penyelesaian sengketa keperdataan melalui
jalur Litigasi.
Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa Perdata Jalur Non Litigasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Secara umum ada dua model masyarakat jika dilihat dari sudut kultur
hukumnya, Pertama adalah masyarakat yang Litigasi, yaitu masyarakat yang
memiliki kecenderungan menyelesaikan masalahnya melalui jalur formal
pengadilan sebagai fasilitas yang disediakan oleh negara. Dan model masyarakat
kedua adalah masyarakat Anti Litigasi atau Non Litigasi yang memiliki
kecenderungan menyelesaikan masalahnya secara non formal. Tentu saja model
hukum ini sangat dipengaruhi oleh kultur masyarakatnya. Model Litigasi
biasanya ditemukan pada negara-negara barat seperti negara-negara Eropa dan
Amerika. Dan sebaliknya model Anti Litigasi dapat ditemukan pada negaranegara timur seperti Jepang. Pertanyaannya kemudian, Indonesia berada pada
kecenderungan dan model hukum seperti apa ? Pertanyaan ini kemudian dijawab
oleh Prof. Sutjipto Rahardjo dengan mengatakan bahwa Indonesia berada
diantara dua
alam. yaitu memiliki kecenderungan Litigasi namun tidak
didukung oleh kultur masyarakatnya, yaitu masih memegang teguh prinsip

PKMM-5-9-2

ketimuran (hukum adat) yang tentunya Anti Litigatif karena sifat khasnya yang
kekeluargaan. Penyebab dari ketidakjelasan model dan kiblat hukum masyarakat
Indonesia adalah secara historis Indonesia pada mulanya adalah masyarakat
hukum adat dan mengalami perubahan setelah masuknya Agama Islam yang
membawa sumber-sumber hukum Islam dan pada periode berikutnya, Indonesia
mengalami serangan budaya akibat penjajahan Belanda selama 350 tahun yang
menimbulkan pluralisme Hukum yaitu bertemunya Hukum Barat, Adat dan
Hukum Islam.
Manfaat lain yang diperoleh dengan penyelesaian sengketa dengan jalur
Non Litigasi agar kita tidak kehilangan identitas budaya. Sebab jalur Non
Litigasi ini akan memberikan peran yang besar pada tokoh-tokoh masyarakat
dan pemangku adat daerah setempat serta lembaga hukum Non Litigasi yang lain.
Hal lain yang dapat diperoleh adalah tatanan masyarakat yang lebih baik, karena
jalur Non Litigasi juga memungkinkan semakin eratnya hubungan sosial.
Kesadaran akan kekurangan penyelesaian sengketa Litigasi pun diakui
oleh mereka yang bersalah di masyarakat litigatif, seperti pernyataan Abraham
Lincoln perkecillah peran pengadilan, bujuklah para tetangga anda untuk
berkompromi sepanjang yang anda dapat lakukan. Tunjukkan pada mereka
orangorang yang hanya namanya saja yang jadi pemenang, tapi sering dalam
kenyataannya lebih merupakan pihak yang nyata-nyata kalah, yaitu kalah dalam
biaya, pembayaran dan pemborosan waktu . Mengapa demikian ? hal ini
disebabkan sistem hukum kita didesain lebih untuk menyelesaikan kasus berat
dan abstrak.
Mungkin kita dapat bercermin kepada Negara tetangga kita yaitu
Singapura yang dalam sistem peradilannya mengatur apabila ada sebuah kasus
perdata ataukah sesuatu masalah di dalam keluarga, pihak yang bersengketa
terlebih dahulu diajak untuk berdamai demi menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan lebih lanjut dalam putusan pengadilan nantinya. Nah hal inilah yang
lebih lanjut diatur oleh lembaga Arbitrase sebagai lembaga pendamai. Nanti
setelah kedua belah pihak yang bersengketa sudah tidak bisa berdamai lagi,
barulah perkara yang dipermasalahkan diajukan di pengadilan.
Melihat fenomena akan kekurangan penyelesaian sengketa secara Litigasi
dan kebutuhan akan informasi penyelesaian sengketa Non Litigasi, maka kami
berinisiatif mengadakan sosialisasi kepada masyarakat khususnya masyarakat
kota Pare-Pare. Alasan dipilihnya daerah tersebut, sebab kota Pare-Pare
merupakan daerah yang memiiliki mobilitas tinggi di Sul-Sel setelah Makassar
ditambah lagi pendapatan asli daerah kota Pare-Pare (PAD) bersumber dari
perniagaan dan hasil bisnis sehingga interaksi dalam masyarakat tergolong padat.
Hal ini menyebabkan semakin banyaknya peluang terjadi konflik, khususnya
masalah keperdataan. Penyelesaian sengketa Non Litigasi yang akan
disosialisasikan adalah jenis tahapan dan manfaat yang diperoleh. Sosialisasi
yang kami rencanakan pun tidak terbatas pada golongan masyarakat tertentu saja
melainkan pada semua lapisan masyarakat, khususnya para pelajar yang dari
awal haruslah telah mengenal sistem ini. Agar dampak program ini kemudian
dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama.

PKMM-5-9-3

Perumusan Masalah
Penyelesaian
sengketa
melalui jalur Litigasi memiliki
banyak
kekurangan dan tidak sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia. Sehingga
Ada beberapa rumusan masalah yang ditemukan :
1. Bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya
jalur penyelesaian sengketa Non Litigasi
2. Bagaimana formulasi konkrit penyelesaian masalah melalui jalur Non
Litigasi
3. Bagaimana proses dan tahapan penyelesaian sengketa melalui jalur Non
Litigasi
4. Bagaimana hasil yang diharapkan dari penyelesaian masalah melalui
jalur Non Litigasi.
Tujuan Program
Tujuan yang diharapkan dari program ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang adanya
penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi.
2. Menguraikan Formulasi hukum yang tepat guna dari penyelesaian
sengketa memulai jalur Non Litigasi
3. Memberikan gambaran yang jelas tentang jenis, tahapan dalam
penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi
4. Memberikan informasi tentang hasil yang akan diperoleh jika
menggunakan jalur penyelesaian sengketa Non Litigasi
5. Masyarakat mengetahui arti penting dari penyelesaian sengketa
melalui jalur Non Litigasi sehingga sebelum memperkarakan kasus
ke pengadilan terlebih dulu diproses melalui jalur damai seperti
Arbitrase, Mediasi, Konsiliasi dan lain-lain
Luaran yang diharapkan
1. Terbinanya masyarakat yang mau menyelesaikan kasus perdata yang
dihadapi dengan bantuan jalur Non Litigasi (Lembaga Arbitrase,Mediasi )
2. Mengenalkan lebih jauh bahwa ada lembaga selain pengadilan yang
mampu menyelesaikan kasus keperdataan selain lembaga pengadilan.
3. Merangsang tumbuhnya lembaga-lembaga Non Litigasi (Arbitrase,
Mediasi) yang dapat berperan aktif membantu masyarakat dalam
menyelesaikan kasus keperdataannya.
4. Memaksimalkan peran siswa daerah dalam proses pengenalan, dan
sosialisasi penyelesaian sengketa jalur Non Litigasi.
5. Adanya solusi alternatif penyelesaian sengketa yang lebih murah, cepat,
memuaskan dan kasus yang dipersengketakan tidak diketahui oleh
khalayak banyak.
6. Terjadinya kesatuan yang sinergis antara Lembaga Arbitrase, lembaga
hukum, masyarakat dengan mahasiswa.

Kegunaan Program
1. Diharapkan memberi solusi atas keluhan masyarakat yang selama ini
cenderung menyelesaikan masalahnya secara Litigatif

PKMM-5-9-4

2. Diharapkan program ini terus digalakkan oleh pemerintah dalam


membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya.
3. Memberikan solusi yang efektif dalam hal penyelesaian sengketa yang
berdasarkan kekeluargaan
4. Masyarakat diharapkan mengetahui bahwa ada lembaga yang dapat
menangani masalah perdata selain pengadilan yaitu lembaga Non
Litigasi

METODE PENDEKATAN
Melalui sosialisasi penyelesaian sengketa Non Litigasi, observasi yang kami
lakukan dengan langsung turun ke lapangan dengan menjadikan kota Pare-Pare
sebagai tempat dilaksanakannya observasi yaitu menempatkan masyarakat kota
Pare-Pare sebagai objek dari observasi yang kami lakukan.. Bahan dan alat yang
kami lakukan dalam observasi adalah dengan meggunakan alat kuesioner
(Questionnaire), dan Pengamatan atau Observasi. Metode yang kami lakukan
untuk memperoleh data/informasi adalah dengan tiga cara. Yang pertama melalui
Telaah Pustaka (Library Research) yaitu dengan cara membaca berbagai buku
ataupun jurnal dan sumber bacaan lain yang menjelaskan mengenai penyelesaian
sengketa jalur Non Litigasi. Yang kedua dengan cara Penganmatan tak Terlibat
(Nonparticipant Observation) yaitu dengan langsung turun kelapangan dengan
mengunjungi kantor Pengadilan Negeri, Dinas Perindag, kantor usaha kecil dan
menengah. sehingga kami dapat
melihat kebutuhan masyarakat dengan
menjadikan tim bukan merupakan bagian dari masyarakat. setelah mendapatkan
data/informasi yang kami butuhkan, kami mengolah dan menganalisis data
melalui Content Analysis yaitu dengan menarik kesimpulan yang sahih dan
raplikatif dari dari sebuah buku atau dokumen. menemukan karakteristik pesan,
dan dilakukan secara objektif dan sistematis. selain melalui content Analysis,
Teknik pengolahan data yang kami lakukan adalah melalui Kuesioner
(Questionnaire) untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat mengenai
proses penyelesaian sengketa Non Litigasi. nah dari hasil yang kami peroleh
kemudian kami mengklasifikasikan masyarakat dengan membedakan latar
belakang pendidikan, jenis kelamin, umur dan pekerjaan sehingga dapat kami
simpulkan bahwa latar belakang pendidikan, umur dan pekerjaan berpengaruh
terhadap pengetahuan mengenai proses penyelesaian sengketa melalui jalur Non
Litigasi sedangkan Jenis kelamin tidak memberikan pengaruh yang berarti..
Rentang waktu yag kami lakukan dalam melakukan kegiatan ini berjalan selama
tiga bulan, yaitu dimulai dari akhir bulan Februari, dan berakhir pada bulan Mei
2006. Pelaksanaan sosiaslisasasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur
Non Litigasi sebagai solusi alternatif di kota Pare-Pare kami lakukan dengan
membagi dua tahapan garis besar. Yaitu sosialisasi dengan mengunjungi sekolah
(SMA NEGERI 1) Pare-Pare, dan seminar yang kami lakukan di hotel Delimasari
dengan menghadirkan pemateri yang berkompeten
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari kegiatan sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur
Non Litigasi sebagai solusi Alternatif, dengan mengunjungi Pengadilan negeri
Pare-Pare dan membuat Database kasus yang terjadi pada kurun dua tahun

PKMM-5-9-5

terakhir (2004-2005), kami mengklasifikasikan kasus perdata yang terjadi di


pengadilan negeri Pare-Pare adalah yang terbanyak terjadi yaitu : 50 % mengenai
Tanah, 30 % sengketa bisnis, 10 Perceraian dan selebihnya mengenai kasus
warisan, penipuan, dll. mengapa yang terjadi justru kasus persengketaan tanah
yang terbanyak ? ini terjadi seiring pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota ParePare. dimana sering terjadi perebutan lahan yang strategis guna diversifikasi lahan
bisnis, ataupun tuntutan pembangunan prasarana umum oleh pemerintah yang
kadang berbenturan dengan pembebasan lahan yang kadang merugikan sang
pemilik tanah. Setelah melakukan observasi dilapangan kami menemukan bahwa
masalah yang timbul bagi para pelaku usaha perdagangan adalah keluhan atas
pengiriman barang yang telah dilakukan pembayaran sebelumnya (cash) namun
ternyata sangat merugikan pada akhirnya yaitu kadang para konsumen dalam hal
ini distributor ataupun konsumen murni yang biasanya membeli produk dengan
parti besar menemukan bahwa produk yang mereka beli ternyata hampir 20 %
sudah kadaluarsa. Ini merupakan pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah
daerah dan penegak hukum karena sangat merugikan para konsumen yang sangat
kebingungan dimana mereka mengeluhkan atas kerugian yang mereka derita .
Karean disatu sisi aturan hukum yang ada belum akomodatif yang kadang malah
menempatkan para pihak yang merasa dirugikan sebagai pihak yang kalah dan
diperparah dengan belum terbentuknya Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK)
yang tidak dapat lagi dinafikan berdirinya lembaga tersebut di kota Pare-Pare
sebagai daerah dengan mobilitas perekonomian yang sangat besar. selain
melakukan pengamatan dengan metode Nonpartcsipant Observation, kami
melaksanakan kegiatan dengan dua kegiatan besar Yaitu : Seminar di Hotel
Delimasari dan Sosialisasi di SMA 1 Pare-Pare. Dalam seminr ini kami memberi
judul Seminar Hukum Penyelesaian Sengketa Keperdataan Melalui Jalur Non
Litigasi Sebagai Solusi Alternatif dimulai dari jam 08.00 12.00. yang
menghadirkan narasumber yang berkompeten dalam kasus keperdataan yaitu
Bapak H. Mustafa Bola, S.H., M.H. dan Seorang narasumber konsultan hukum
penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Alternatif sekaligus pakar hukum
bisnis yaitu DR. Juajir Sumardi, S.H.,M.H. dengan moderator Siking Suryadi yaitu
ketua BEM Fakultas hukum Unhas dengan didampingi oleh bapak Muh. Ashri
S.H., M.H. selaku dosen pembimbing, dan dibuka secara resmi oleh Ketua
Pengadilan Negeri Pare-pare. Dalam seminar ini, dihadiri sebanyak Kurang lebih
60 0rang, diantaranya para pelaku bisnis, mahasiswa, KP2LN Pare-pare, Dinas
Kesbang, Dinas Perhubungan, lembaga kursus, dan masyarakat umum lainnya.
Seminar tersebut berbentuk diskusi panel, dengan memberikan kopian dari
pemateri kepada peserta seminar. Setelah penyampaian materi, dilaksanakan sesi
Tanya jawab oleh para peserta seminar dengan panduan dari moderator. bahkan
ada dari peserta yang menanyakan no telepon daripemateri sebagai tindak lanjut
dari keingingan dan antusiasme yang tinggi pesrta seminar menyelsaikan
sengketnya melalui jalur Non litigasi.
Dalam sosialisasi Ke SMA, kami bekerjasama dengan OSIS
SMU setempat mengadakan dikusi lepas dan dengan bantuan dan izin dari wakil
kepala sekolah bidang kesiswaan. Dalam sosialisasi ini kami memperkenalkan apa
yang dimaksud penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi dan bagaimana
proses penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi. Sehingga Diharapkan
pengenalan cara-cara penyelesaian melalui jalur Non litigasi dapat ditumbuh

PKMM-5-9-6

kembangkan sejak dini, serta pemberdayaan tenaga pelajar potensial untuk


berperan serta di dalam proses ini dapat memberikan sumbangsih yang cukup
besar. Dari kedua kegiatan teresebut, kami mengetahui perlunya upaya yang lebih
besar bagi pemerintah Pusat umumnya, dan pemerintah daerah khususnya untuk
melakukan kegiatan pemahaman kepada masyarakat mengenai sosialisasi
penyelesaian sengketa Non Litigasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan Tujuan program penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur
Non Litigasi, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Setelah diadakannya sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan
melalui jalur Non Litigasi, masyarakat kota Pare-Pare telah mengetahui
banyak mengenai penyelesaian sengketa Non Litigasi, dengan
menunjukkan antusiasme dan apresiasi yang tinggi terhadap
penyelesaian sengketa Non Litigasi.
2. Penyelesaian sengketa perdata melalui jalur Non Litigasi merupakan
bentuk penyelesaian sengketa yang murah, efisien, dan efektif.
Sehingga sangat tepat dalam menyelesaiakn sengketa perdata yang
terjadi pada masyarakat kota Pare-Pare yang dikenal sebagai kota
perdagangan
3. Dengan melihat keuntungan dari proses penyelesaian sengketa Non
Litigasi, masyarakat kota Pare-Pare menginginkan terbentuknya
lembaga Penyelesaian sengketa Alternatif dalam hal ini Lembaga
mediasi ataupun Lembaga Arbitrase Ad-Hoc.
4. Masyarakat yang ingin menyelesaiakan sengketa perdata melalui jalur
Non Litigasi, tidak perlu merasa khawatir akan kepastian hukum kasus
yang telah terselesaiakan melalui jalur Non Litigasi. sebab setelah
diputuskan oleh lembaga penyelesaian sengketa alternatif, putusan
yang didapatkan tersebut
.
5. Dengan adnya seminar penyelesaian sengketa keperdataan melalui
jalur Non Litigasi, masyarakat Pare- pare mengerti keuntungan yang
diperoleh sehingga kedepannya dapat menciptakan masyarakat yang
lebih baik dan taat hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Asikin Z. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
Rajawali Pers. hlm 65-93
Fuady, Munir. 2000. Arbitrase Nasional. Bandung: citra Aditya Bakti
Ichsan, Akhmad. 1992. Kompendium Tentang Arbitrase Perdagangan
Internasional Cetakan 1. Jakarta: Anem Kosong Anem. hlm 9-12
Lalu, Husni. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui
Pengadilan & Di Luar pengadilan. Mataram: Rajawali Pers. hlm 39-70
Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi Lain dari Hukum di Indonesia.. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas. hlm 104-109
Subekti, R. 1989. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Binacipta. hlm 194198

PKMM-5-9-7

Subekti. 2002. Pokok-Pokok Hukum Perdata Cetakan XXX. Jakarta: Intermasa.


hlm 144-151
Sudikno, Mertokusumo. 1998. Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ke V.
Yogyakarta: Liberty. hlm 225-237
Toar, Agnes M.dkk.. 1995. Arbitrase di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Widjaja G,Yani A. 2001. Seri Hukum Bisnis Hukum Arbitrase. Jakarta: Rajawali
Pers.
Widjaja, Gunawan. 2001. Lisensi. Jakarta: Rajawali Pers. hlm 121-138
Makalah & Jurnal Ilmu Hukum
Sitorus, Winner. Judicial Control Of Arbitral Awards Under The New York
Convention.: Jakarta: Hafara; 2004. hlm 329-338
Sumardi, Juajir. Out Line Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Jalur Non
Litigasi. Makalah. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2006
Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Hubungan Industrial
di Luar Pengadilan.

PKMM-5-9-8

LAMPIRAN
Tabel 1. Ruang Lingkup Penyelesaian Sengketa Perdata
PENYELESAIAN
SENGKETA PERDATA
PROSES
ADJUDIKASI

PROSES
KONSENSUS

PENYELESAIAN
LITIGASI

PENYELESAIAN
NON-LITIGASI

MELALUI
PENGADILAN NEGERI

ARBITRASE

DI LUAR
PENGADILAN NEGERI

NEGOSIASI

MEDIASI

KONSILIASI

Tabel 2. Jangka Waktu Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Negosiasi


PASAL
A 6 (2)

URAIAN
NEGOSIASI
Pertemun
Langsung

POINTER

JUMLAH HARI

14

Tabel 3. Jangka Waktu Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Mediasi


Pasal
B 6 (4)
C 6 (5)

D 6 (6)

E 6 (7)

F 6 (8)

Uraian
Mediasi
Melalui Mediator
independen
Penunjukan
Mediator Oleh
Lembaga Arbtrase
Melalui Mediator
yang ditunjuk oleh
lembaga arbitrase
Pendaftaran
kesepakatan di PN
Pelaksanaan
Kesepakatan

Pointer

Jumlah hari

A + 14

14

B+7

C + 30

30

A/B/D+30

30

F + 30

30

PKMM-5-9-9

Tabel 4. Jangka Waktu Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Arbitrase


Pasal

Uraian
Arbitrase

Pointer

JANGKA WAKTU
PENYELESAIAN
SENGKETA MELALUI
LEMBAGA ALTERNATIF
PENYELESAIAN
SENGKETA DAN
PELAKSANAAN
PUTUSAN ARBITRASE
ARBITRASE
G

H 14 (3)

I 15 (3)
J 15(4)

K 15 (2)
L 24 (3) & 24(4)
M 38

N 39
O 41 & 40(2)

P 44(2)

Q 44(2)

R 48 (1)

Persetujuan untuk
melaksanakan
penyelesaian sengketa
melalui arbitrase dan
penunjukan arbiter
Pengangkatan Arbiter
Tunggal
Pengangkatan arbiter
dalam majelis arbitrase
Pengangkatan arbiter
ketiga dalam majelis
arbitrase
Peneerimaan atau
penolakan oleh arbiter
Tuntutan Ingkar terhadap
arbiter
Pemasukan surat
permohonan gugatan
jawaban oleh termohon
arbitrase
Jawaban Oleh Termohon
Arbitrase
Panggilan untuk
menghadap di depan
sidang arbitrase
Panggilan ke-2 untuk
mengahadap di depan
sidang arbitrase
Pemeriksaan Sidang
tanpa kehadiran termohon
arbitrase
JANGKA WAKTU
PENYELESAIAN
SENGKETA MELALUI
ARBITRASE

Jumlah Hari

125

G + 14

14

G+30

30

I + 14

14

H/J + 14

14

H/I + 14

14

M+14

14

N + 14

14

P + 10

10

180

PKMM-5-9-10

S 57
T 58
U 59 (1)
V 62 (1)

Putusan Diucapkan
Koreksi putusan
Pendaftaran di PN
Eksekusi Oleh PN

R + 30
S + 14
S + 30
U + 30

PELAKSANAAN
PUTUSAN ARBITRASE
W 71
X 72 (3)

Y 72 (4)
Z 72 (5)

AA 74 (2)
AB 75 (2)
JANGKA
WAKTU
TAMBAHAN
TOTAL
JANGKA
WAKTU YANG
DIPERLUKAN

Permohonan pembatalan
putusan
Putusan permohonan
pembatalan putusan
arbitrase oleh MA
Pengajuan Banding ke
MA
Putusan oleh MA atas
banding putusan
pembatalan
Penundaan tugas Arbiter
(48)
Pengangkatan Arbiter
pengganti

30
14
30
30
270

U+30

30

W+30

30

W+30

30

Y+30

30

R+60

60

R+30

30
150

455

PKMM-5-10-1

PELATIHAN MEMBUAT HIASAN DENGAN


MEMANFAATKAN KULIT JAGUNG PADA REMAJA PUTRI
DI DESA KULO KABUPATEN SIDRAP
Itje Novita, Ita Sri Fatmawati, Khairil Anwar, Misbahuddin
Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, Makassar
ABSTRAK
Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
adalah: (1) Terciptanya remaja putri mempunyai pengetahuan pembuatan rangka
hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (2) Terciptanya
remaja putrid yang terampil membuat rangka hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk dari kulit jagung Khalayak sasaran dalam program ini adalah
remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap. Metode yang digunakan dalam
penyampaian materi penyuluhan adalah metode ceramah, diskusi dan tanya
jawab, untuk pelatihan digunakan metode demonstrasi. Hasil yang dicapai
adalah: (1) Remaja putri memiliki pengetahuan tentang pembuatan rangka
hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (2) Remaja
putri memiliki keterampilan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk dari kulit jagung
Kata Kunci: hiasan, vas kembang, kulit jagung.
PENDAHULUAN
Desa Kulo Kabupaten Sidarap adalah 50 % daerah prkebunan, dan 50 %
daerah persawahan dengan tadah hujan. Survey yang kami lakukan pada bulan
Pebruari 2003 di Desa Kulo ternyata hanya 1 kali dalam satu tahun mengolah
sawah, disebabkan karena persawahannya tidak mempunyai pengairan, hanya
bergantung pada air hujan, sehingga pada saat musim kemarau petani menanami
sawahnya dengan tanaman jagung.
Rata-rata petani penggarap sawah tersebut apabila di panen jagungnya
langsung diangkut kerumahnya dalam keadaan masih ada kulitnya. Jagung yang
masih dengan kulitnya dijemur 2 3 hari baru dikeluarkan kulitnya. Kulit-kulit
jagung tersebut dibuang begitu saja pada pinggiran-pinggiran sawah, dan ada juga
yang membuang disekitar rumahnya, dan kalau sudah banyak bertumpuk
langsung saja dibakar pada pinggiran sawah atau halaman rumahnya. Padahal
kulit-kulit jagung tersebut masih memungkinkan diolah dan dimanfaatkan
menjadi barang yang bernilai ekonomi, yaitu dibuat hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan.
Tidak dimanfaatkannya limbah kulit jagung untuk menjadi komoditas
bernilai ekonomi seperti halnya hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk
untuk berbagai kepentingan ruangan, disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan
dan keterampilan masyarakat terutama remaja putrid dalam hal kerajinan hiasan
vas kembang berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan
(survey Tim PKMM, bulan Pebruari 2005). Informasi tokoh masyarakat di Desa
Kulo Kabupaten Sidrap menyatakan kulit jagung di lokasi menjadi limbah dan
akhirnya dibakar dan bahkan akan lapuk begitu saja di lokasi. Masyarakat kurang

PKMM-5-10-2

memiliki pengetahuan dan keterampilan membuat rangka hiasan vas kembang


berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan. Tidak adanya
orang yang ingin melatih masyarakat terutama remaja putri memanfaatkan kulit
jagung untuk menjadi barang bernilai ekonomi, seperti halnya hiasan vas
kembang berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan. Hal ini
merupakan pentingnya untuk dilakukan Program Kreativitas Mahasiswa
Pengabdian Masyarakat (PKMM) dalam memberdayakan masyarakat di wilayah
tersebut.
Adanya kelompok remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap yang
datang meminta untuk dilatih memanfaatkan kulit jagung menjadi kerajinan apa
saja yang bisa bernilai ekonomi, seperti halnya hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan dengan memanfaatkan
limbah kulit jagung.
Melihat kenyataan di lapangan dan permintaan masyarakat remaja putri,
sebagai mahasiswa yang sementara mengikuti Kuliah pada Jurusan Teknik
Arsitektur Fakultas teknik Universitas negeri Makassar dimana telah kami
mendapatkan mata kuliah rupa dasar dan mirmana ruang/datar (tekstur dan hiasan
dinding), disini kami mendapatkan pengalaman-pengalaman membuat berbagai
macam hiasan-hiasan yaitu membuat pohon-pohon dan kembang berbagai ukuran
dan skala dengan memanfaatkan tekstur alam sehingga tidak menyulitkan bagi
kami untuk mendesain dan mengerjakan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang
berbagai model dan bentuk.
Pengalaman kuliah berikutnya mata kuliah merencana ruang dalam
(interior) yaitu mahasiswa dituntu bisa berkreasi dalam memanfaatkana barang
yang tidak berguna, menjadi barang atau hiasan yang bisa menjadi suatu karya
seni yang dipandang artistic. Begitupun mata kuliah kerja maket, mahasiswa
membuat gambar fisik karya arsitektur, dan dituntu membuat maket karya tersebut
dengan skala kecil, dan membuat pohon-pohon dan kembang skala kecil untuk
melengkapi maket tersebut. Dengan adanya pengalaman tersebut kami
berkeinginan untuk memanfaatkan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang
berbagai model dan bentuk dan bernilai seni untuk berbagai peruntukan.
Dan pengalaman kami dari jurusan Teknik Arsitektur (Teknik Sipil dan
Perencanaan) Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar yaitu mata kuliah
Interior dengan merangkai bunga dan kembang untuk ruangan yaitu mahasiswa
dituntut untuk membuat kembang pada acara-acara resmi maupun tidak resmi
sehingga kami tidak ada kesulitan untuk membuat vas kembang berbagai model
dan bentuk dan artistik dengan memanfaatkan kulit jagung untuk melatih remaja
putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap.
Waktu kami survey ternyata masyarakat menginginkan didesainkan dan
diajarkan memanfaatkan kulit jagung yang terbuang percuma tersebut menjadi
hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dan bernilai seni untuk berbagai
peruntukan. Kami dari mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur dan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar mempunyai pengalaman yakni
mempraktekkan di laboratorium dan Studio kerja Maket tentang pemanfaatan
tekstur alam dan melihat berbagai macam bentuk hiasan vas kembang dari plastik
pada toko-toko souvenir. Dari sinilah lahir pemikiran bahwa mungkin ada baiknya
kulit-kulit jagung yang terbuang percuma dapat diolah dan dibentuk menjadi

PKMM-5-10-3

hiasan vas kembang yang berbentuk artistik dan bernilai seni dan bisa bernilai
ekonomi untuk peruntukan berbagai kebutuhan ruang.
Oleh karena itu masalah Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Kulit jagung dibuang ke
lingkungan lalu dibakar tidak dimanfaatkan oleh masyarakat, (2) Kulit jagung
ternyata tidak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk manjadi barang yang berharga
atau bernilai ekonomi seperti halnya dibuat menjadi hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk dan berbilai seni untuk berbagai peruntukan, (3) Adanya
pengalaman mata kuliah rupa dasar dan nirmana ruang telah kami alami yaitu
membuat pohon-pohon dan kembang berbagai ukuran danskala dengan
memanfaatkan tekstur alam sehingga tidak menyulitkan bagi kami untuk
mendesai dan membuat hiasan vas kembang dengan memanfaatkan kulit jagung
berbgai model dan bentuk, (4) Adanya pengalaman mata kuliah merencana ruang
dalam (interior), dan kerja maket sehingga kami berkeinginan untuk
memanfaatkan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang berbagai model dan
bentuk dan berbilai seni untuk peruntukan ruang, (5) Adanya pengalaman mata
kuliah merangkai bunga dan kami sudah praktekkan berbagai macam model
kembang dari tekstur alam sehingga tidak ada kesulitan untuk membuat hiasan vas
kembang dengan memanfaatkan kulit jagung, (6) Remaja putri di Desa Kulo
Kabupaten Sidrap tidak memiliki pengetahuan tentang pemanfaatan kulit jagung
untuk dijadikan hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk yang bernilai
ekonomi, (7) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki
keterampilan mendesain hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit
jagung, (8) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki
keterampilan membuat hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit
jagung, (9) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki
keterampilan merakit hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit
jagung, (10) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki
keterampilan pekerjaan finishing hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk
dari kulit jagung.
Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM)
ini adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan pengetahuan remaja putri di Desa
Kulo Kabupaten Sidrap memanfaatkan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang
berbgai model dan bentuk yang berbilai ekonomi, (2) Meningkatkan keterampilan
remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap memanfaatkan kulit jagung menjadi
hiasan vas kembang berbgai model dan bentuk yang berbilai ekonomi, (3)
Meningkatkan keterampilan remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap
mendesain hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk yang berbilai ekonomi
untuk berbagai peruntukan ruang, (4) Meningkatkan keterampilan remaja putri di
Desa Kulo Kabupaten Sidrap membuat hiasan vas kembang berbagai model dan
bentuk yang berbilai ekonomi untuk berbagai peruntukan ruang, (5)
Meningkatkan keterampilan remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap merakit
hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk yang berbilai ekonomi untuk
berbagai peruntukan ruang, (6) Meningkatkan keterampilan remaja putri di Desa
Kulo Kabupaten Sidrap tentang pekerjaan finishing hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk yang berbilai ekonomi untuk berbagai peruntukan ruang.
Kulit jagung ternyata menjadi masalah lingkungan. Tongkol jagung yang
dibuka kulitnya dibuang kelingkungan dan menjadi sampah yang mengotori

PKMM-5-10-4

lingkungan Kulit jagung tergolong limbah sampah domestic, Soemarwoto (1985),


dan Soerjani (1987) menyatakan bahwa sampah domestik perlu dikelolah
sehingga tidak menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan. Winarno
(1986) menyatakan sampah domestic masih dapat diproses sehingga menjadi
produk yang berguna, bernilai seni, dan bernilai ekonomi.
Perilaku manusia mengelolah sampah (limbah domestic) hanya sebatas
membuang ke lingkungan. Perilaku ini ternyata berdampak negative terhadap
lingkungan (Sarwono, 1992). Perilaku manusia yang diharapkan dalam
pengelolaan sampah adalah adanya pemanfaatan limbah (Kualitas Lingkungan
di Indonesia 1990). Lebih lanjut dikatakan pemanfaatan limbah sampah dapat
menciptakan lapangan kerja, menimbulkan pertumbuhan ekonomi, dan ikut
melestarikan lingkungan.
Memanfaatan limbah adalah dapat
menimbulkan nilai ekonomi
masyarakat (Winarno, 1986). Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Winarno tadi. Mentri Negara KLH (1982) menyatakan bahwa alternative yang
baik dalam pemanfaatan limbah sampah adalah memanfaatkan menjadi barang
yang bernilai ekonomi sehingga menimbulkan nilai tambah bagi masyarakat.
Hasil pengabdian kepada masyarakat Srikandi (2004) yaitu pelatihan
merangkai daun jagung untuk pembuatan hiasan berbagai bentuk pada Ibu-ibu
Dasa Wisma di Kecamatan Pangkajene Kapupaten Pangkep. Hasil menunjukkan
bahwa limbah kulit jagung sangat cocok dibuat sebagai hiasan berbagai bentuk
dan artistik dengan memanfaatkan kulit jagung yaitu; vas kembang, hiasan
dinding, dan lain-lain. Karena limbah kulit jagung apabila dibentuk menjadi
hiasan ( vas kembang atau hiasan dinding, dan lain-lain) dapat bernilai seni dan
bernilai ekonomi untuk kebutuhan rumah tangga, hotel, penginapan, restaurant,
dan ruangan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Limbah
kulit jagung merupakan sampah domestic yang perlu dikelolah sehingga tidak
mencemari dan mengotori lingkungan, (2) Limbah kulit jagung merupakan
sampah yang dapat dirangkai menjadi hiasan ( vas kembang atau hiasan dinding,
dan lain-lain) dapat bernilai seni dan bernilai ekonomi, (3) Pemanfaatan sampah
limbah kulit jagung menjadi hiasan ( vas kembang atau hiasan dinding, dan lainlain) dapat bernilai seni dan bernilai ekonomi untuk kebutuhan ruangan, dapat
menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat terutama ibu-ibu istri petani,
dan pekerjaan tersebut termasuk melestarikan lingkungan.
Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa limbah kulit jagung
yang terbuang percuma dapat dimanfaatkan menjadi suatu karya seni yang artistik
dan bernilai ekonomi yang tinggi yaitu: hiasan (vas kembang atau hiasan dinding,
dan lain-lain) dapat bernilai seni dan bernilai ekonomi untuk berbagai kebutuhan
ruang. Untuk memberikan keterampilan merangkai vas kembang dari lapisan kulit
jagung berbagai model untuk kebutuhan ruang pada manyarakat terutama remaja
putri di desa Kulo Kabupaten Sidrap.
METODE PENDEKATAN
Khalayak sasaran dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat (PKMM) ini adalah: remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap
(khlayak sasaran yang dilatih langsung).

PKMM-5-10-5

Metode utama yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah: (1) Pada saat
pemberian materi penyuluhan pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk dari kulit jagung dan desainnya metode yang digunakan adalah;
metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan simulasi, (2) Pada saat pelatihan
membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit
jagung, metode yang digunakan adala: metode demonstrasi, dan tanya jawab.
Metode demonstrasi digunakan untuk mendemonstrasikan membuat
rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung,
diterangkan dahulu cara memilik bahan, langkah kerja, dimensi, bahan dan alat
yang digunakan. Disini khalayak sasaran ikut langsung melakukan, mengerjakan
setiap jenis pekerjaan bersama dengan mahasiswa. Pada saat itu juga terjadi
diskusi, terutama sekali yang menyangkut sistimatika pekerjaan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang dicapai adalah: (1) Kelompok remaja putri putus sekolah memiliki
pengetahuan dalam hal pembutan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan
bentuk dari kulit jagung, yaitu: (a) Memiliki pengetahuan tentang pemilihan
bahan untuk rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit
jagung, (b) Memiliki pengetahuan tentang pembuatan rangka hiasan vas kembang
berbagai model dan bentuk dari kulit jagung yaitu: mendesain dan gambar kerja,
membuat hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung,
merakit hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung,
pekerjaan finishing hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit
jagung, (2) Kelompok remaja putri putus sekolah memiliki keterampilan membuat
rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, yaitu:
(a) Memiliki keterampilan pemilihan bahan untuk rangka hiasan vas kembang
berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (b) Memiliki keterampilan
pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit
jagung yaitu: mendesain dan gambar kerja, membuat hiasan vas kembang
berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, merakit hiasan vas kembang
berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, pekerjaan finishing hiasan vas
kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung. Selain itu motivasi
khalayak sasaran bersama anggota tim PKMM cukup tinggi mengikuti
penyuluhan dan pelatihan dari awal sampai selesai.
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini
dianggap juga berhasil karena: (1) Khalayak sasaran tidak menemukan kesulitan
dalam memahami materi penyuluhan dan pelatihan yang diberikan, (2) Khalayak
sasaran berkeinginan menerapkan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk dari kulit jagung pada rumahnya masing-masing, (3) Khalayak
sasaran berkeinginan untuk menyampaikan penerapan membuat rangka hiasan vas
kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung kepada khalayak sasaran
yang lain (yang tidak sempat ikut penyuluhan dan pelatihan).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penyuluhan dan pelatihan dilapangan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: (1) Remaja putri memiliki pengetahuan tentang
pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit
jagung, (2) Remaja putri memiliki keterampilan membuat rangka hiasan vas

PKMM-5-10-6

kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung. Hal ini didukung oleh
adanya masukan-masukan dan diskusi dari mahasiswa dan dosen pendamping
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan bahwa program PKMM
seperti ini hendaknya dilanjutkan sehingga menciptakan remaja putri dapat: (1)
Memiliki pengetahuan tentang pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai
model dan bentuk dari kulit jagung, (2) Memiliki keterampilan membuat rangka
hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung
DAFTAR PUSTAKA
Menteri Negara KLH. (1992). Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia.. Jakarta:
Menteri Negara KLH
Sastra Wijaya, A.T. (1991) Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta
Soejani dkk, (1991). Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan, Jakarta: Universitas Indonesia
Soemarwoto(1985) Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Jambatan
Srikandi (2004), Pelatihan Merangkai Daun Jagung untuk Pembuatan Hiasan
Berbagai Bentuk pada Ibu-ibu Dasa Wisma di Kecamatan Pangkajene
Kapupaten Pangkep, Makassar, Laporan PPM LPM UNM
Supriadi . et.al. 1991. Profil Teknologi Padat Karya. Jakarta: Pengembangan
Sumber daya Manusia
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (1993). Bumi Wahana. Jakarta: PT.
Garamedia Putama.
Wilkening, F. 1987. Tata Ruang. Pendidikan Industri Kayu. Semarang : Kanisius

PKMM-5-11-1

PELATIHAN PENGGUNAAN CAMPURAN SEMEN KERAMIK DAN


CAT TEMBOK UNTUK MELINDUNGI BANGUNAN GAPURA
HASIL KERAJINAN MASYARAKAT DESA KAPAL, KECAMATAN
MENGWI, KABUPATEN BADUNG-BALI
I Wayan Tastra, I Ketut Putra Yasa, I Wayan Japa Gunawan, I Ketut Wijaya
Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Mipa,
Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, Singaraja
ABSTRAK
PKM bidang Pengabdian Masyarakat ini dilatarbelakangi oleh permasalahan
yang dialami masyarakat pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, yaitu
gapura yang diproduksi mudah ditumbuhi lumut atau jamur (faktor biologis),
terkikis oleh angin serta cepat berubah warna (faktor non biologis) apabila tidak
dilindungi dengan pelapis tertentu. Selain itu, konsumen banyak yang
memerlukan bangunan gapura yang awet dan menarik. Alternatif yang ditempuh
adalah melapisi permukaan bangunan gapura dengan menggunakan campuran
semen keramik, cat tembok, dan air. Namun cara dan sarana tersebut, belum
banyak diketahui oleh masyarakat pengerajin bengunan gapura di desa Kapal,
sehingga perlu dilaksanakan pelatihan penggunaan campuran tersebut untuk
melindungi permukaan bangunan gapura sekaligus menambah nilai artistik
bangunan dengan menggunakan variasi warna tertentu. PKMM ini bertujuan
untuk: (1) menjelaskan kepada masyarakat/pengerajin bangunan gapura tentang
perbandingan dosis antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat agar
efektif untuk melindungi permukaan bangunan gapura dari kerusakan akibat
faktor biologis dan non biologis, (2) melatih masyarakat/pengerajin tentang cara
menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi
permukaan bangunan gapura dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor
biologis dan non biologis. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode
ceramah, diskusi/tanya jawab, demonstrasi, dan praktik. Pelatihan ini diikuti oleh
40 orang pengerajin yang ada di lingkungan desa Kapal. Dari pelatihan,
masyarakat mengetahui dan terampil dalam hal: (1) menentukan perbandingan
dosis antara campuran semen keramik, cat tembok, dan air dengan perbandingan
1 : 1 : 3 (1 kg semen keramik, 1 kg cat tembok, dan 3 liter air), (2) melapisi
bagian bangunan gapura dengan menggunakan campuran tersebut.
Kata Kunci: Pelatihan, Campuran, Semen keramik, Cat tembok, Gapura.
PENDAHULUAN
Bali merupakan salah satu kawasan wisata dunia yang memiliki berbagai
keunikan. Keunikan-keunikan tersebut antara lain: Bali yang kecil memiliki alam
yang indah, tarian Bali yang khas dan bangunan (style) Bali yang terkesan indah
dan rumit.
Seiring dengan perkembangan jaman, bangunan-bangunan di Bali seperti
gapura, pagar rumah dan bangunan suci (sanggah) disusun dari bagian-bagian
yang sudah dicetak dengan bentuk tertentu dengan bahan baku dari campuran
semen dan pasir. Misalnya untuk satu unit gapura bisa terdiri dari 20-25 bagian.
Pembuatan secara parsial ini bertujuan untuk mempermudah produksi dalam

PKMM-5-11-2

jumlah yang besar dan mempermudah proses distribusi dengan tetap


mempertahankan kesan arsitektur bangunan Bali.
Salah satu desa di Bali yang merupakan sentra produksi bangunan Bali
dengan sistem cetak per bagian adalah desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten
Badung-Bali. Di desa ini terdapat sekitar 100 pengerajin. Kerajinan ini merupakan
sumber pendapatan utama dari masyarakat desa Kapal. Harga dari satu unit
gapura rumah dengan tinggi 2 meter, panjang 2 meter dan lebar dasar 50 cm
mencapai Rp. 500.000,-. Dari hasil survei pendahuluan didapatkan bahwa hasil
kerajinan bangunan gapura ini banyak diminati dan telah dipakai oleh konsumen
dengan pertimbangan lebih praktis, efesien, dan dari segi nilai ekonomis tergolong
murah tanpa mengurangi nilai artistik corak khas ukiran Bali.
Selama ini yang menentukan harga jual dari bagian-bagian bangunan ini
adalah ukuran dan bentuk relief (ukiran) pada bagian-bagian tersebut, semakin
besar dan semakin rumit ukirannya harganyapun semakin mahal, sedangkan dari
segi keindahan warna serta keadaan permukaan bagian tersebut kurang
diperhatikan. Padahal, dengan merawat keadaan permukaan bagian-bagian
tersebut dan menambah keindahan artistik warnanya, akan meningkatkan harga
jual dan menarik minat para calon pembeli untuk membelinya.
Kendala utama yang sering muncul yaitu bagian-bagian bangunan tersebut
biasanya cepat ditumbuhi oleh lumut atau jamur khususnya di daerah lembab atau
bagian yang menyentuh tanah sehingga mudah mengalami pelapukan. Selain itu,
bagian-bagian bangunan ini juga mudah terkikis oleh angin (eflasi) serta cepat
berubah warna. Bagian-bagian bangunan tersebut biasanya dibuat dalam jumlah
besar, sehingga bagian-bagian tersebut akan tetap berada ditempat penyimpanan
yang biasanya dijejer di pinggir jalan dalam waktu yang lama, hal ini dapat
menyebabkan bagian-bagian bangunan ini menjadi rusak (ditumbuhi lumut/jamur,
melapuk dan terkikis) sebelum terjual ke konsumen. Kerusakan tersebut
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kerugian bagi para pengerajin.
Biasanya bagian bangunan yang sudah rusak tidak akan diminati lagi oleh
konsumen, sehingga harus dibuang. Oleh karena itu, perlu diupayakan cara atau
sarana untuk melindungi permukaan bangunan tersebut dari kerusakan akibat
faktor biologis seperti lumut dan jamur serta pengaruh cuaca dan hujan sekaligus
dapat menambah nilai jualnya. Salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan
adalah dengan melapisi permukaan bagian-bagian bangunan tersebut dengan
menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air.
Kelebihan penggunaan semen keramik sebagai pencampur pelapis
bangunan tersebut, yaitu semen tersebut dapat larut dalam cat tembok dengan
baik, sehingga dihasilkan pelapis yang mempunyai daya rekat yang tinggi yang
dapat menutupi pori-pori bagian bangunan secara merata, sehingga bangunan sulit
untuk ditumbuhi lumut dan tahan terhadap pengikisan maupun pelapukan oleh
pengaruh perubahan cuaca dan hujan. Selain itu, semen keramik ini tersedia dalam
berbagai macam warna yang dapat bertahan lama (awet) sehingga bila dicampur
dengan cat tembok, akan diperoleh perpaduan warna yang lebih artistik (cerah).
Solusi alternatif ini belum diketahui oleh masyarakat Bali, khususnya
masyarakat pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi,
kabupaten Badung-Bali. Sehingga perlu dilakukan pelatihan penggunaan
campuran semen keramik, cat tembok, dan air ini kepada masyarakat/pengerajin
di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali.

PKMM-5-11-3

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka


permasalahan yang dapat dirumuskan adalah masyarakat/pengerajin bangunan
gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali belum
mengetahui: 1) bagaimanakah perbandingan dosis antara semen keramik, cat
tembok, dan air yang tepat agar efektif untuk melindungi permukaan bangunan
yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh
faktor biologis dan non biologis? 2) bagaimanakah cara menggunakan campuran
semen keramik dan cat tembok untuk melindungi bagian-bagian bangunan yang
dibuat dengan campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh
faktor biologis dan non biologis?
Adapun tujuan dari Program Kerativitas Mahasiswa Pengabdian
Masyarakat ini, yaitu: 1) untuk menjelaskan kepada masyarakat/pengerajin
bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali
tentang perbandingan dosis antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat
agar efektif untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran
semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non
biologis, dan 2) untuk melatih masyarakat/pengerajin bangunan gapura di desa
Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali tentang cara menggunakan
campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi permukaan
bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang
diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis.
Dengan diselenggarakannya program ini, masyarakat pengerajin bangunan
gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali menjadi tahu
sarana yang dapat digunakan dan prosedur menggunakan campuran semen
keramik, cat tembok dan air untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat
dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor
biologis dan non biologis.
Dengan demikian, bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir
yang diproduksi oleh masyarakat/pengerajin bangunan gapura di desa Kapal,
kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali akan bertambah lama (awet) serta
memiliki kualitas dan nilai artistik yang lebih tinggi. Dengan demikian diharapkan
dapat menambah pendapatan masyarakat/pengerajin bangunan gapura di desa
Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali serta mengurangi kerugian
akibat kerusakan yang terjadi pada barang sebelum terjual.
METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam pelatihan ini terdiri dari metode
ceramah, metode diskusi dan tanya-jawab, metode demonstrasi, dan praktik.
Metode ceramah digunakan dalam menyampaikan materi pelatihan oleh
pelaksana PKMM kepada peserta pelatihan. Materi yang disampaikan tersebut,
sebelumnya telah dikonsultasikan dengan beberapa pemilik industri dan pedagang
bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali.
Kegiatan ini dilakukan dengan harapan para pengerajin mengetahui tujuan
pelaksanaan PKMM dan produk yang diharapkan dihasilkan dari program
tersebut. Dari kegiatan ini diharapkan nantinya para pemilik industri dapat
melakukan tindak lanjut tekait dengan bangunan gapura hasil kerajinan yang
layak untuk dipromosikan sebagai hasil pelaksanaan program. Materi yang
disampaikan dalam pelatihan meliputi hal-hal adalah: 1) perbandingan dosis

PKMM-5-11-4

antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat agar efektif untuk
melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir
dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis. Adapun
dosis campuran yang digunakan yaitu 1 : 3 : 1, artinya satu kilogram semen
kermik, dicampur dengan tiga liter air, dan satu kilogram cat tembok. Pemilihan
warna pelapis dapat divariasikan dengan memvariasikan warna cat tembok sesuai
dengan warna semen keramik, dan 2) cara menggunakan campuran semen
keramik dan cat tembok untuk melindungi bagian-bagian bangunan yang dibuat
dengan campuran semen keramik dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh
faktor biologis dan non biologis. Adapun cara menggunakan campuran tersebut
adalah dengan menggunakan kuas sebanyak dua kali pelapisan.
Metode diskusi dan tanya jawab digunakan untuk mendapatkan balikan
dari peserta pelatihan mengenai materi yang disampaikan. Dengan metode ini,
diharapkan peserta termotivasi untuk memikirkan peluang kendala yang dihadapi
ketika pelaksanaan kegiatan dilaksanakan (praktik langsung). Pelaksana kegiatan
PKMM juga mendapat masukan lebih awal terkait dengan kendala dan hambatan
yang dihadapi oleh peserta pelatihan maupun peluang yang cocok ketika produk
kegiatan telah dilaksanakan, khususnya dalam pemasaran produk bangunan
gapura tersebut. Hasil diskusi dan tanya jawab tersebut diharapkan dapat semakin
menyempurnakan pelaksanaan pelatihan.
Metode demonstrasi yang dilakukan yaitu demonstrasi yang dilakukan
oleh pelaksana PKMM mengenai cara mencampur semen keramik dan cat
tembok, sekaligus menginformasikan alat yang diperlukan. Selain itu juga
didemonstrasikan cara melakukan pelapisan campuran pada bangunan gapura
seperti yang telah disampaikan secara lisan pada tahap ceramah. Kegiatan
demonstrasi dilakukan dengan tujuan agar peserta pelatihan mendapat
pengalaman awal sebelum mereka mencoba sendiri, sehingga pada tahap praktik,
peserta pelatihan dapat melakukan kegiatan pencampuran dan pelapisan dengan
lebih sempurna.
Metode praktik dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan
kepada peserta pelatihan agar dapat lebih memahami teknik dan prosedur
penggunaan campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi
bangunan gapura dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non
biologis. Dalam hal ini dilakukan pelatihan atau praktik langsung oleh peserta
pelatihan dengan bimbingan pelaksana PKMM. Praktik yang dilakukan oleh
seluruh peserta pelatihan dimulai dari menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan, melakukan kegiatan pencampuran dengan dosis yang tepat, sampai
pada praktik melakukan kegiatan pelapisan campuran yang telah dibuat pada
bangunan gapura. Dengan praktek tersebut, masyarakat mendapatkan pengalaman
langsung dalam melaksanakan kegiatan pelapisan campuran semen keramik dan
cat tembok pada bangunan gapura, baik mengenai alat dan bahan yang diperlukan,
dosis campiran serta teknik pelapisan yang terbaik untuk mendapatkan hasil yang
terbaik pula.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pelatihan penggunaan campuran semen keramik dan cat tembok
untuk melindungi bangunan gapura hasil kerajinan masyarakat desa Kapal,
kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali ini diawali dengan persiapan berupa

PKMM-5-11-5

permohonan surat pengantar dari lembaga IKIP Negeri Singaraja yang kemudian
dibawa ke Kepala desa Kapal sekaligus minta ijin melaksanakan kegiatan dan
mohon kerja sama dalam kegiatan pelatihan. Selanjutnya pelaksana PKMM
mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan juga mempersiapkan peserta
pelatihan. Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pelatihan diawali dengan sambutan
oleh staf desa Kapal, dilanjutkan oleh pemilik UD Sudana tempat dilakukannya
pelatihan. kegiatan selanjutnya yaitu presentasi dan demonstrasi oleh pelaksana
PKMM mengenai tujuan dan manfaat pelatihan, alat dan bahan yang diperlukan,
teknik dan dosis pencampuran serta teknik pelapisan campuran pada bangunan
gapura. Selanjutnya dilakukan diskusi dan tanya jawab terkait materi pelatihan,
yang kemudian dilanjutkan dengan praktik langsung yang dilakukan oleh seluruh
peserta pelatihan. Pada tahap evaluasi, dilakukan evaluasi mengenai antusias
peserta mengikuti pelatihan dan kualitas hasil pelapisan yang dilakukan oleh
peserta pelatihan.
Peserta pelatihan berjumlah 40 orang yang berasal dari kelompokkelompok pengerajin yangada di lingkungan desa Kapal. Nama dan asal peserta
terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data Peserta Pelatihan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Nama Peserta
Made Sudana
Ketut Wage
Kawi Jaya
Nyoman Gelgel
Ketut Cipta
Wayan Konten
Darmawan
Sudarma
Darmika
Wayan Sari
Ni Nengah Minten
Anggreni
Suartini
Ni Ketut Ari
Kusumayanti
Luh Ayu
Toni
Nyoman Pasek
Luh Darsini
Nyoman Catrini
Ni Ketut Sudiati
Komang Wardani
Nanik Selyati
Luh Sarmini
Desak Made
Komang Lodri
Gusti Alit

Alamat
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka

PKMM-5-11-6

28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Gede Lecir
Wayan Kuat
Made Cingak
Ketut Lipur
Wayan Mona
Made Pageh
Made Deden
Putu Winasta
Ari Sudani
Sumini
Nengah Sulastri
Ni Ketut Siring
Nyoman Koti

Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka
Br. Cepaka

Dari pelatihan ini, pengerajin gapura di desa Kapal mengetahui


perbandingan dosis campuran semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat
untuk melindungi/melapisi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari
campuran semen dan pasir dari gangguan faktor biologis (ditumbuhi oleh lumut)
dan faktor non biologis (pengikisan oleh angin). Perbandingan dosis yang tepat
antara semen keramik, cat tembok dan air adalah 1:1:3 (1 kg semen keramik : 1 kg
cat tembok : 3 liter air). Selain itu, dari pelatihan ini, pengerajin gapura di desa
Kapal juga mengetahui sekaligus mempraktekkan cara menggunakan campuran
semen keramik, cat tembok, dan air dengan tepat untuk dapat melindungi/melapisi
permukaan bangunan gapura yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari
gangguan faktor biologis (ditumbuhi oleh lumut) dan faktor non biologis
(pengikisan oleh angin). Caranya yaitu dengan melapisi bangunan gapura tersebut
sebanyak dua kali pelapisan secara merata di seluruh permukaan bangunan
gapura.
Dari pelaksanaan pelatihan ini, masyarakat menjadi tahu dan terampil
dalam hal: 1) menentukan perbandingan dosis antara campuran semen keramik,
cat tembok, dan air dengan perbandingan 1 : 1 : 3, dan 2) melapisi bagian
bangunan gapura dengan menggunakan campuran semen keramik, cat tembok,
dan air dengan teknik pelapisan sebanyak dua kali pelapisan.
Evaluasi produk menunjukkan bahwa jumlah dan antusiasme peserta yang
mengikuti pelatihan ini sangat tinggi. Pelatihan ini diikuti oleh 40 orang peserta
yang merupakan masyarakat pengerajin bangunan gapura di desa Kapal,
kecamatan Mengwi, kabupaten Badung- Bali.
Evaluasi hasil menunjukkan sebanyak 90% peserta pelatihan terampil
menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air dengan tepat untuk
dapat melindungi/melapisi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari
campuran semen dan pasir dari gangguan faktor biologis (ditumbuhi oleh lumut)
dan faktor non biologis (pengikisan oleh angin).
Perbandingan dosis yang tepat antara semen keramik, cat tembok, dan air
adalah 1 : 1 : 3 (1 kg semen keramik : 1 kg cat tembok : 3 liter air). Jika
menggunakan perbadingan dosis yang berbeda, misalnya 1 : 1 : 2 (airnya lebih
sedikit) dapat juga digunakan, namun hasil campuran akan lebih kental. Sehingga
bahan yang dihabiskan untuk melapisi bangunan gapura akan lebih banyak.

PKMM-5-11-7

Sedangkan jika menggunakan perbandingan 1 : 2 : 3 (cat temboknya lebih


banyak) akan mengakibatkan daya rekat bahan pelapis menjadi berkurang,
sehingga daya tahan pelapis untuk melindungi bangunan gapura dari faktor non
biologis (pengikisan oleh angin) akan berkurang pula. Demikian juga jika
menggunakan perbandingan dosis 2 : 1 : 3 akan mengakibatkan bahan pelapis
terlalu halus sehingga menutupi tekstur bangunan gapura.
Cara menggunakan campuran semen keramik, cat tembok dan air dapat
dapat dipaparkan menjadi beberapa langkah, yaitu: 1) mempersiapkan alat dan
bahan, 2) mencampurkan semen keramik dengan air, dengan perbandingan dosis
yang tepat yaitu 1 : 3, yaitu 1 kg semen keramik dicampur dengan 3 liter air.
Kemudian campuran tersebut ditambahkan dengan 1 kg cat tembok lalu diaduk
sampai merata. Untuk memperoleh campuran yang baik, air dicampur sedikit
demi sedikit dengan semen keramik. Hasil campuran tersebut kemudian dicampur
sedikit demi sedikit dengan cat tembok sambil diaduk secara perlahan sampai
tercapur dengan merata, 3) setelah campuran tercampur secara merata, maka
campuran tersebut siap digunakan untuk melapisi permukaan bangunan gapura.
Cara menggunakan yang baik adalah dengan cara memoleskan campuran tersebut
ke permukaan bangunan gapura dengan menggunakan kuas. Sebelum bangunan
gapura dilapisi dengan campuran, terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran atau
debu. Teknik pemolesan/ pelapisan dengan campuran dilakukan dengan dua kali
pelapisan. Pelapisan kedua dilakukan setelah hasil pelapisan pertama kering. Jika
hanya dilakukan satu kali pelapisan, warna bangunan gapura masih pudar karena
pelapis yang digunakan diserap oleh pori-pori bangunan gapura, sedangkan jika
dilakukan pelapisan lebih dari dua kali, dari segi warna bangunan akan lebih
terang, namun akan memerlukan kuantitas campuran yang lebih banyak.
Evaluasi produk menunjukkan atusiasme masyarakat terhadap pelatihan
sangat tinggi. Dari 40 peserta yang diundang, semuanya hadir dan bahkan ada
anggota masyarakat lain yang tidak bekerja sebagai pengerajin juga turut
menonton pelatihan dan mereka sangat tertarik untuk mencoba sendiri di rumah
mereka. Para peserta aktif terlibat mengikuti proses pelatihan terutama pada tahap
praktek pelapisan.
Setelah dilakukan evaluasi hasil, diketahui bahwa peserta pelatihan setelah
mengikuti pelatihan terampil menggunakan campuran semen keramik, cat
tembok, dan air untuk melindungi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari
campuran semen dan pasir. Setelah mencoba di tempat pelatihan sudah ada
masyarakat yang menggunkan campuran semen keramik, cat tembok, dan air
untuk melindungi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari campuran semen
dan pasir. Bahkan ditemukan bangunan lain yang terbuat dari campuran semen
dan pasir menggunakan pelapis dari campuran semen keramik, cat tembok, dan air
untuk melindungi permukaan bangunan tersebut.

KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan pelatihan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan,
yaitu: 1) perbandingan dosis antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat
agar efektif untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran
semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non
biologis adalah adalah 1 : 1 : 3 (1 kg semen keramik : 1 kg cat tembok : 3 liter

PKMM-5-11-8

air), dan 2) cara menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air
untuk melindungi bagian-bagian bangunan yang dibuat dengan campuran semen
dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis
yaitu dengan memoleskan campuran semen keramik, cat tembok, dan air
sebanyak dua kali pelapisan.

PKMM-5-12-1

PERANCANGAN DAN SIMULASI


SISTEM SIRKULASI UDARA BERSIH DI PUSKESMAS
UNTUK MEMINIMALISASI PENULARAN PENYAKIT
MELALUI UDARA
Cucu Marlia, Irmayanti, Tanti Resminawati, Riki Rinaldi Idham
Teknik Refrigerasi dan Tata Udara / Teknik Pendingin dan Tata Udara
Politeknik Negeri Bandung, Bandung
ABSTRAK
Puskesmas merupakan salah satu fasilitas pendukung pemerintah yang
memerlukan pengendalian kualitas udara. Kondisi dari sistem sirkulasi udara
dalam suatu ruangan, khususnya ruang tunggu dan ruang periksa Puskesmas
memegang peranan sangat penting dalam proses pemeriksaan. Untuk itu
diperlukan suatu ruang yang memiliki sistem sirkulasi udara yang baik.
Penataan sistem sirkulasi udara sangat berperan penting untuk meminimalisasi
penularan penyakit melalui udara. Selain itu, pengaturan udara (pola dan
kecepatan aliran), pergantian udara, serta kehigienisan udara di dalam ruangan
harus dapat terpenuhi khususnya untuk balai-balai pengobatan seperti rumah
sakit, puskesmas, dan tempat-tempat praktek dokter lainnya.
Filter udara
berfungsi menyaring udara yang akan disirkulasikan terhadap ruangan. Pada
perancangan ini digunakan dua jenis filter yaitu pre filter yang diletakkan pada
masukan udara luar yaitu inlet fan suplai dengan efisiensi 30 % dan medium filter
yang diletakkan pada masukan udara ruangan dengan efisiensi 85 %. Sedangkan
untuk menarik udara dari luar ruangan digunakan fan supply jenis sentrifugal,
dan untuk mengeluarkan udara kotor dari dalam ruangan digunakan fan exhaust
jenis fan axial. Konstruksi ceiling plenum air supply dirancang miring dan
terdapat lubang-lubang agar aliran udaranya laminar vertical ke bawah.
Konstruksi lantai terbuat dari dua bahan yang berbeda yaitu plat yang dilubangi
dan keramik secara selang seling. Rongga atau saluran udara bawah tanah
dibuat dengan cara menggali bagian bawah lantai untuk mengalirkan udara
kotor ke ducting exhaust. Ducting exhaust dibuat berdiri melebihi tinggi
bangunan karena dikhawatirkan udara dari dalam ruangan mengandung banyak
kuman penyakit. Mengingat kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang
sangat vital bagi masyarakat, perlu dicarikan solusi alternative untuk
memecahkan permasalahan tersebut, salah satunya dengan penataan sistem
sirkulasi udaranya. Sistem ini dilengkapi dengan fan supply sebagai inlet dan fan
axial sebagai outlet, serta filter udara. Berdasarkan hal tersebut, penulis
berusaha untuk membuat simulator untuk memberikan gambaran tentang cara
kerja dari sistem sirkulasi udara khususnya pola aliran udara di dalam ruang
tunggu Puskesmas. Dalam simulator ini, ada beberapa komponen yang diganti
dengan komponen lain yang memiliki fungsi yang sama.
Kata kunci

: puskesmas, penyakit menular, udara bersih, laminar vertical

PENDAHULUAN
Peran Puskesmas di Indonesia berada di urutan pertama dalam upaya
pemerintah untuk menjamin kesehatan seluruh masyarakat bagi semua golongan.
Secara umum wilayah kerja Puskesmas meliputi kecamatan padat penduduk,

PKMM-5-12-2

kelurahan, dan desa. Menurut data direktorat jendral kesehatan masyarakat,


Depkes, pada tahun 2003 terdapat 7452 Puskesmas yang tersebar di seluruh
Indonesia, dan untuk wilayah Jawa Barat terdapat 972 Puskesmas. Puskesmas
berperan sebagai pihak utama yang menyediakan perawatan kesehatan bagi
masyarakat, khususnya masyarakat miskin, maka penting untuk memastikan
bahwa Puskesmas dapat terus menyediakan fasilitas pelayanan yang memadai
khususnya untuk sistem sirkulasi udara yang baik.
Penataan sistem sirkulasi udara sangat berperan penting untuk
meminimalisasi penularan penyakit melalui udara. Selain itu, pengaturan udara
(pola dan kecepatan aliran), pergantian udara, serta kehigienisan udara di dalam
ruangan harus dapat terpenuhi khususnya untuk balai-balai pengobatan seperti
rumah sakit, puskesmas, dan tempat-tempat praktek dokter lainnya. Penggunaan
masker yang selama ini dilakukan dinilai belum cukup mengurangi penularan
penyakit. Ini terbukti dengan semakin meluasnya penyakit-penyakit pernafasan.
Dengan menempatkan sistem sirkulasi yang baik, diharapkan dapat mengurangi
penularan penyakit.
Penyebaran penyakit melalui udara seperti penyakit-penyakit pernafasan
SAR, Influenza, TBC, Flu Burung sangat sulit ditangani. Selain virus yang tidak
dapat dilihat oleh mata telanjang, juga kebutuhan untuk bernafas yang tidak dapat
di tunda. Penderita penyakit pernafasan rata-rata dari golongan ekonomi
menengah ke bawah. Sehingga sasaran utama tempat berobat/ pengobatan
penyakit adalah Puskesmas. Apalagi di pedesaan yang belum terdapat rumah sakit
ataupun dokter praktek. Mengamati pentingnya peran Puskesmas untuk
masyarakat, alangkah lebih baiknya jika Puskesmas di seluruh Indonesia memiliki
sistem tata udara yang baik.
Mengingat kesehatan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan
manusia maka diharapkan permasalahan ini bisa segera diatasi, salah satunya
dengan penataan sistem sirkulasi udara yang baik pada ruang tunggu dan ruang
pemeriksaan di Puskesmas.
Sistem Tata Udara Bersih Secara Umum
Rumah sakit atau tempat tempat pengobatan umum merupakan jenis
bangunan yang berbeda, dimana lingkungan sekitarnya harus dijaga agar tetap
bersih untuk menjaga penyebaran dan berkembangnya bakteri patogenik. Oleh
karena itu, ruangan yang tersedia hendaknya dibagi menjadi beberapa daerah,
sehingga tidak terjadi pencampuran udara yang mengandung kuman penyakit.
Perbedaan dasar antara sistem tata udara untuk fasilitas kesehatan
dengan bangunan lainnya adalah :
Aliran udara yang terbatas antara ruang yang satu dengan yang
lainnya.
Syarat khusus bagi ventilasi dan infiltrasi, untuk membersihkan
kontaminasi seperti mikroorganisme yang hidup di udara, virus,
radioaktif dan zat- zat kimia yang berbahaya.
Dibutuhkan temperatur dan kelembaban tertentu untuk ruanganruangan tertentu.
Dibutuhkan perancangan yang akurat untuk pengontrolan kondisi
lingkungan.

PKMM-5-12-3

Kualitas Udara
Kriteria udara yang baik dalam suatu ruangan diantaranya adalah:
Udara harus bebas dari debu, kotoran, bau, dan polutan (zat pengotor)
kimia dan radioaktif.
Udara masuk dari luar (outside air intakes) harus ditempatkan jauh
dari cerobong asap tempat pembakaran, keluaran pembuangan
ventilasi, tempat parkir atau gas beracun lainnya
Exhaust Outlets, pemasangan lokasi exhaust minimum 3 meter di atas
permukaan tanah dan jauh dari pintu, lokasi kerja, dan jendela yang
terbuka.
Pemasangan filter udara :
9 HEPA filter yang memiliki efisiensi tinggi digunkan untuk
ruang - ruang yang sensitive terhadap infeksi, leukemia, luka
baker, transplant organ, dll
9 Filter harus dipasang secara benar untuk mencegah terjadinya
kebocoran
9 Manometer dipasang pada sistem filter untuk mengetahui drop
tekanan keluaran filter
9 Aliran udara untuk ruang operasi dan ruang ruang yang
sensitive terhadap infeksi adalah aliran udara laminar searah.
Fungsi utama sistem tata udara bersih di Puskesmas adalah mengatur
aliran/ pola udara di dalam ruangan untuk meminimalisasi penularan penyakit.
Untuk mengatasi hal ini, pada sistem perlu ditambahkan komponen-komponen
penapis udara. Dari sudut pandang sistem tata udara, faktor yang paling
menentukan adalah efisiensi penapis dan frekuensi pertukaran udara. Untuk
perancangan, filter yang digunakan adalah jenis low efficiency air filter dan
middle efficiency air filter dengan efisiensi 50-60 % dan 80-90 %.
Pengaturan Tekanan Udara Di Puskesmas
Puskesmas khususnya ruang tunggu dan ruang pemeriksaan kesehatan,
memerlukan udara yang bersih, oleh karena itu harus diberi tekanan yang relatif
positif terhadap kamar yang berdampingan dan lingkungan sekitarnya. Tekanan
positif berfungsi untuk menghambat udara dari luar ruangan masuk, contohnya
pada saat buka-tutup pintu.
Tekanan positif diperoleh dengan pengaliran udara yang lebih banyak ke
dalam ruangan dibanding dengan udara yang dikeluarkan dari ruangan tersebut.
Perbedaan tekanan dapat dijaga hanya dengan ruangan yang benar-benar tertutup.
Pola Aliran Udara Dan Pergantian Aliran Udara Ruangan
Aliran udara laminar di dalam ruangan didefinisikan sebagai aliran udara
sejajar ke satu arah jika tidak diberi penghalang. Pola aliran udara laminar ini
biasanya dicapai pada kecepatan 90 fpm 20 fpm atau 0.46 m/s 0.1 m/s
(ASHRAE Hand Book. 1987).

PKMM-5-12-4

Gambar 1. Aliran Udara Laminar Untuk Ruang Pemeriksaan


Pengaturan aliran udara ruang pemeriksaan dan ruang tunggu di
Puskesmas berfungsi untuk meminimumkan kontaminasi antara pasien dan dari
pasien ke tim medis. Di dalam ruang dengan pola aliran udara yang tidak terarah,
sangat mungkin sekali seorang pasien tertular oleh pasien lainnya (khususnya
untuk ruang tunggu), dan seorang medis tertular penyakit dari pasien yang sedang
memeriksakan kesehatannya. Seorang pasien dapat bertindak sebagai penerima
kuman penyakit (reseptor) ataupun menjadi penular (sumber kuman). Dengan
demikian, pengaturan pola aliran udara laminar vertikal sangat penting untuk
meminimalisasi penularan penyakit melalui udara.
METODE PENDEKATAN
Dalam pelaksanaan penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Studi Literatur
Pada tahap ini, penulis mencari dan memahami literatur yang terkait
dengan sistem tata udara khususnya yang berkaitan dengan sistem sirkulasi
udara di dalam ruangan, pola aliran udara yang akan digunakan dan
perhitungan-perhitungan perancangan sistem. Berdasarkan itu, penulis
mencoba menentukan data yang perlu dikumpulkan.
Teknik Pengumpulan data
(a) Pendekatan masalah
Dilakukan dengan cara pengamatan langsung di Puskesmas pada saat
studi dilaksanakan.
(b) Sumber data
Proses pengumpulan data penulis menggunakan beberapa sumber,
yaitu :
1. Untuk data-data studi lapangan penulis mendapat sumber dari
pembimbing dan paramedis yang terkait langsung di Puskesmas.
2. Untuk data-data studi kepustakaan didapat dari sumber buku yang
terkait dengan topik penulisan

PKMM-5-12-5

Teknik Analisa dan Evaluasi Data


a. Evaluasi data
Tahap ini diperlukan untuk mengevaluasi data yang diperoleh
selama studi lapangan. Pada tahap ini penulis akan mambuat
list data yang berkaitan dengan Puskesmas dan
pengunjungnya serta data tentang faktor-faktor penyebab
terjadinya penularan penyakit melalui udara serta evaluasi
dari data-data tersebut.
b. Teknis Perhitungan Perancangan Sistem
Pada tahap ini penulis akan melakukan perhitungan
kapasistas fan dan penentuan jenis fan supply dan fan
exhaust yang akan disimulasikan.
c. Teknis Pembuatan Simulator Sistem Sirkulasi Udara Bersih
Pada tahap ini akan dilakukan pembuatan simulator sistem
sirkulasi udara bersih di Puskesmas sebagai simulasi pola
aliran udara di ruang tunggu Puskesmas Sukarasa.
Pengujian Sistem
Pengujian sistem merupakan bagian terpenting dari suatu
perancangan. Pada tahap ini penulis akan melakukan beberapa pengujian
pada proses pembuatan simulator sistem. Kemudian, pada tahap pengujian
tersebut juga dilakukan perbaikan dan penyempurnaan apabila sistem tadi
dirasakan tidak atau kurang tepat..
Analisa
Setelah melakukan pengujian pada sistem yang telah direalisasikan, maka
akan diperoleh data hasil pengujian. Data tersebut akan dianalisa, apabila telah
sesuai maka penulis akan menyimpulkan hasil pengujian dan analisa tersebut.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Tempat Pelaksanaan : 1.Puskesmas Sukarasa Bandung
2.Bengkel Mekanik Sistem Tata Udara,
Teknik Refrigerasi dan Tata Udara POLBAN
3.Ciwaruga
Waktu Pelaksanaan : Januari 2006 Juli 2006
Alat dan Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan : 1. Kamera digital
2. Meteran
3. Obeng Plus
4. Obeng minus
5. Mesin Bor tangan
6. Gergaji Besi
7. Tool Box
8. Gunting Plat
9. Cutter
10. Gunting

1 bh
1 bh
1 bh
1 bh
1 set
1 bh
1 set
1 bh
1 bh
1 bh

Bahan yang digunakan: 1. Acrilic 2mX1m


2. Fan Sentrifugal

2 lbr
1 bh

PKMM-5-12-6

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Fan Axial
Penyiku Stainless 3/8
Penyiku Stainless U
Penyiku Besi 4cm
Penyiku 1inc
Lem Acrilic
Lem Penyiku
Cat Putih
Plat Bolong
Penyiku Stainless

1 bh
30 m
6m
18 m
1m
5 btl
10 btl
600 ml
1 Set
3m

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pendekatan Geografis Wilayah Kerja Puskesmas Sukarasa
Puskesmas Sukarasa merupakan salah satu aset pemerintah dalam
pelayanan kesehatan yang terletak di Kelurahan Sukarasa RT/ RW 01/06,
Kecamatan Sukasari dengan luas tanah 585,40 m2 dan luas bangunan 214,43 m2 .
Wilayah kerja Puskesmas Sukarasa adalah Keluarahan Gegerkalong dan
Kelurahan Sukarasa berada di wilayah utara Kota Bandung dengan ketinggian
lebih dari 1000m di atas permukan laut. Kondisi iklim setempat berupa iklim
pegunungan sejuk, dingin, dan lembab.
Tabel 1. Situasi Geografis Puskesmas Sukarasa Tahun 2005
N
o

1
2

Nama
Keluara
han
Gegerka
long
Sukaras
a

Luas
Wilayah
KM2
167,766
ha
128,021
ha

Jumla
h
RW/
RT

Pembagian Luas
Wilayah

08/56

Dataran
165,50
ha

07/38

127 ha

Perbu
kitan
2,266
ha
1,02
ha

Jarak
Terjauh
ke
Puskes
mas
5 KM
4 KM

Rata-rata Waktu Tempuh ke


Puskesmas
Roda
2
15
mnt
10
mnt

Roda
4
20
mnt
15
mnt

Gambar 2. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Sukarasa

Jalan kaki
1 jam
50 mnt

PKMM-5-12-7

Kelurahan Gegerkalong dan Kelurahan Sukarasa berada pada daerah


dataran tinggi dengan kondisi tanah yang stabil. Beberapa kasus penyakit yang
sering menyerang wilayah ini adalah demam berdarah dan diare. Pada tahun 2004,
di kelurahan Gegerkalong terjadi peningkatan jumlah kasus demam berdarah,
sedangkan untuk kasus Endemik saluran pernafasan TB paru penderitanya banyak
berasal dari wilayah kelurahan Sukarasa.
Padatnya lokasi perumahan dengan tanpa memperhatikan aspek
kesehatan di wilayah Kelurahan Gegerkalong dan Kelurahan Sukarasa,
mengakibatkan penularan penyakit terjadi begitu cepat.
Keadaan Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Sukarasa
Pada tahun 2005, jumlah keseluruhan kematian yang terjadi di wilayah
kerja Puskesmas Sukarasa adalah 70 jiwa. Kebanyakan kasus kematian ini
diakibatkan oleh penyakit degeneratif atau penyakit penurunan fungsi tubuh.
Seperti terlihat pada Tabel Jumlah Kematian Penduduk Puskesmas Sukarasa
Berdasarkan Penyebab Kematiannya.
Tabel 2. Jumlah Kematian Penduduk Puskesmas Sukarasa Berdasarkan
Penyebab Kematiannya.
No

Penyebab
Kematian

Jenis
Kelamin

Kelompok Umur

< 1 th

1 - 4 th

Jumlah
5 -15 th

15 - 45 th

46 - 64 th

> 65 th

Kelurahan Gegerkalong
1

Hipertensi

Asma

Gastritis Kronik

Jantung

DM

Stroke

Leukimia

10

15

Hipertensi

10

12

18

Jantung

11

Ginjal

Hepatitis

Asma

Ca

BPH

Stroke

11

DM

Jumlah

30

25

20

32

55

Total

40

30

28

38

70

Jumlah
Kelurahan Sukarasa
1

b) Data Bangunan
Dimensi

PKMM-5-12-8

Gambar 3. Dimensi Ruang Tunggu dan Ruang Periksa


Puskesmas Sukarasa

Konstruksi bangunan

Gambar 4. Konstruksi Bangunan Puskesmas


c) Rencana Perancangan Sistem Sirkulasi Udara
Perencanaan Ducting
Dalam perencanaan, ducting yang digunakan terbuat dari plat seng,
sedangkan untuk simulator bahan ducting yang digunakan adalah
acrilic. Ducting exhaust dibuat berdiri melebihi tinggi bangunan
karena dikhawatirkan udara dari dalam ruangan mengandung banyak
kuman penyakit
Perencanaan Atap
Konstruksi ceiling plenum air supply dirancang miring dan terdapat
lubang-lubang agar aliran udaranya laminar vertical ke bawah.
Perencanaan Lantai
Konstruksi lantai terbuat dari dua bahan yang berbeda yaitu plat yang
dilubangi dan keramik secara selang seling. Rongga atau saluran udara
bawah tanah dibuat dengan cara menggali bagian bawah lantai untuk
mengalirkan udara kotor ke ducting exhaust..
Perencanaan Fan Supply dan Exhaust
Peletakan fan supply di bagian belakang Puskesmas dengan
pertimbangan kondisi udara lebih bersih, karena terdapat tumbuhtumbuhan serta tidak terkontaminasi langsung dari polutan kendaraan
bermotor. Fan exhaust diletakan pada keluaran ducting exhaust untuk
menarik udara kotor dari ruangan ke luar ruangan.
Perencanaan Pemasangan Filter Udara

PKMM-5-12-9

Pada perancangan ini digunakan dua jenis filter yaitu pre filter yang
diletakkan pada masukan udara luar yaitu inlet fan suplai dengan
efisiensi 30 % dan medium filter yang diletakkan pada masukan udara
ruangan dengan efisiensi 85 %.
d) Perhitungan
Perhitungan yang dilakukan meliputi perhitungan ducting, perhitungan
atap, perhitungan lantai, perhitungan fan supply dan exhaust, perhitungan
pemasangan filter udara.
e) Penentuan Bahan
Ducting pada simulator terbuat dari Acrylic 2mm dengan
pertimbangan agar terlihatnya arah aliran/ pola aliran udara serta
untuk memudahkan dalam proses pengujian.
Plafon pada simulator terbuat dari plat besi bolong dengan lebar
39cm dan panjang 67cm.
Lantai
Sebagian lantai terbuat dari bahan acrylic, dan sisanya terbuat dari
plat besi bolong. Penggunaan plat besi berongga untuk
memudahkan proses pengeluaran udara dari ruangan ke luar.
Fan Supply dan Exhaust
Fan supply yang digunakan dalam pembuatan simulator ini adalah
jenis fan sentrifugal, dengan spesifikasi sebagai berikut :
Merk : Chuan Chyi Machine
Jenis : Motor Induksi 3 Fasa
Model : HFED 01
Daya : Hp
Tegangan
: 220 V / 380 V
Frekuensi
: 50 Hz / 60 Hz
Putaran
: 2850 rpm / 3450 rpm
Fan exhaust yang digunakan dalam pembuatan simulator
ini adalah jenis fan axial, dengan spesifikasi sebagai berikut
:
Merk : San Ace
Jenis : Motor Induksi 1 Fasa
Model : 109S025
Daya : 14 watt / 12 watt
Tegangan
: 230 V
: 50 Hz / 60 Hz
Frekuensi
Arus : 0.08 A / 0.07 A
Produksi
: Sanyo Denki
Pemasangan Filter Udara
Filter Udara yang digunakan dalam pembuatan simulator ini
terdiri dari 2 tingkatan yaitu :
a. Pre Filter
Pre filter yang digunakan tersebut diletakkan pada masukan udara
luar yaitu inlet fan suplai dengan spesifikasi sebagai berikut :
Merk
: ACS
Type
: T-10/250
Konstruksi Rangk : Karton 4 mm

PKMM-5-12-10

Diameter (mm) : 17
Kelas
: Pre Filter
Warna
: Putih
Tebal
: 8 mm
Effisiensi
: 30 %
P
: 10 Pa
b. Medium Filter
Medium filter yang digunakan tersebut diletakkan pada masukan
udara ruangan dengan spesifikasi sebagai berikut :
Merk
: ACS
Type
: T-15/350
Konstruksi Rangka: Karton 4 mm
Ukuran (mm)
: 200 x 86
Kelas
: Medium Filter
Warna
: Putih
Tebal
: 20 mm
Effisiensi
: 85 %
P
: 25 Pa
Sistem Kelistrikan

f)

ANALISIS
KURVA KEMAJUAN PELAKSANAAN PROGRAM
120

Persentase (%)

100

100
85,2

80
74,2
60
52,2
40
33,2
20

44,8

40,6

14,8
11

22,2
17

49,5

53,2

38,5
31,1

28,1

24,4

49,5

Proses Pengerjaan Yang Telah Dilakukan

Pengujian
Simulator
Sistem

Pembuatan
Laporan

Jenis Kegiatan

Pembuatan
Simulator
Sistem

Perancangan
Simulator
Sistem

Evaluasi

Analisa Data

Perancangan
Sistem
Sirkulasi

Pengumpulan
Data

Studi
Literatur

Proses Pengerjaan Yang Harus Diakukan

Proses pengerjaan hingga pembuatan laporan ini, kami tengah melakukan


pengujian pada filter untuk proses perancangan di Puskesmas Sukarasa.
Ketidaksesuaian antara proses pengerjaan yang harus dilakukan (sesuai jadwal)
dan proses pengerjaan yang telah dilakukan dikarenakan berbagai kendala.
Hampir pada setiap pekerjaan mempunyai kendala
tersendiri dalam
pengerjaannya. Perancangan dan pembuatan simulator telah mengalami proses
pengerjaan 50 %. Adapun kendala - kendala yang kami hadapi dan solusi

PKMM-5-12-11

solusi yang kami lakukan untuk mengatasi kendala tersebut selama proses
pengerjaan kegiatan ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Kendala Yang Dihadapi Selama Proses Kegiatan Berlangsung
No

Kegiatan

Studi Literatur

Kendala

Terbatasnya referensi
yang berkaitan dengan
Sistem Sirkulasi Udara
Bersih di Puskesmas

Solusi
Menggunakan standar yang telah ada
dengan pertimbangan kesamaan dalam
fungsi
Mencari referensi dengan browsing ke
Internet dan ke Perpustakaan
Konsultasi dengan Arsitek mengenai
standar bangunan di Indonesia

2
Pengumpulan
Data

Jam kerja Puskesmas


sama dengan jadwal
kuliah sehingga proses
pengambnilan data
terhambat

Menggunakan jam kuliah

Menggunakan standar yang telah ada


dengan pertimbangan kesamaan dalam
fungsi
Mencari referensi dengan browsing ke
Internet dan ke Perpustakaan
Konsultasi dengan Arsitek mengenai
standar bangunan di Indonesia

Perancangan
Sistem Sirkulasi
Udara

Terbatasnya referensi
yang berkaitan dengan
Sistem Sirkulasi Udara
Bersih di Puskesmas
sehingga proses
perancangan terhambat

Perancangan
pembuatan
Simulator Sistem
Sirkulasi Udara
Bersih

Kurang efektifnya
mengunakan sarana
dan prasarana yang
tersedia

Melaksanakan pembuatan alat di kost-an


dengan fasilitas tool box seadanya

Kesulitan utama yang dihadapi dalam pembuatan alat ini adalah:


- Kurang efektifnya menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia
- Kurangnya referensi yang berhubungan dengan pengkondisian udara di
Puskesmas.
KESIMPULAN
Dari hasil analisa dan observasi yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Proses pengerjaan simulator yang telah kami lakukan adalah sekitar
50 %
2.
Pembuatan simulator sistem sirkulasi udara di ruang tunggu
Puskesmas bertujuan untuk memperlihatkan pola aliran udara dari
hasil rancangan sistem sirkulasi udara yang kami rancang.
3.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan simulator ini adalah
acrylic, bahan tersebut dipilih agar aliran udara pada ruangan dapat
terlihat jika diberikan asap pada ruangan.
4.
Dalam tahap perancangan saat ini belum mencapai tahap
pembuatan rangkaian kontrol kelistrikan.
5.
Tahap pembuatan simulator ini juga belum mencapai tahap
pemasangan fan supply dan fan exhaust
6.
Tahap pembuatan simulator ini juga belum mencapai tahap
pemasangan filter. Jenis filter yang digunakan yaitu pre filter yang
diletakkan pada masukan udara luar yaitu inlet fan suplai dengan
efisiensi 30 % dan medium filter yang diletakkan pada masukan
udara ruangan dengan efisiensi 85 %.

PKMM-5-12-12

Program yang kami laksanakan memiliki beberapa kekurangan sehingga


perlu banyak pengembangan yang harus dilakukan, diantaranya :
1.
Pengontrolan kecepatan fan dengan menggunakan inverter.
2.
Penambahan sinar ultraviolet pada fan exhaust untuk membunuh
bakteri dan kuman penyakit
DAFTAR PUSTAKA
1. ASHRAE HANDBOOK. HVAC Sistem and Application. 1987. Chapter 23
dan 32. [2]
2. Arismunandar, Wiranto. 1991. Penyegaran Udara. Jakarta : PT.Pradnya
Paramita. G. Pita, Edward. Air Conditioning Principle. 1981. Kanada: Willey
ns, inc.
3. Murad, Edmond. Analisa Sistem Tata Udara Ruang Bedah Pada Instalasi
Bedah Sentral Di RSUP Semarang. 1996. Semarang.
4. Stoecker, W. F dan W. Jones. 1987. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

PKMM-5-13-1

PEMANTAUAN GIZI BURUK DI PUSKESMAS RANCABUNGUR DESA


SUKARINDIK INDIHIANG, KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2005
Heni Wahyuni, Hevi Husnul Khotimah, Inan Nuraeni
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Respati, Tasikmalaya
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-5-14-1

PEMBINAAN PENGOLAHAN JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA) BAGI


ANGGOTA KOPERASI "RAM" BANTUL YOGYAKARTA
Surini, Wiwik Purwanti, Fakhrotun Nisa
Akademi Pariwisata Buana Wisata, Yogyakarta
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-5-15-1

PELATIHAN OLAH QALBU (HATI) UNTUK MENINGKATKAN


KOMITMEN TERHADAP ORGANISASI PADA PEGAWAI BADAN
KEPEGAWAIAN NEGARA (BKN) PUSAT
Ferdinan Eka Lasmana, Danang Argo Sujiwo, Sadiyaturrohmah
Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta
ABSTRAK
Komitmen anggota-anggota di dalam organisasi dibutuhkan untuk
keberlangsungan hidup organisasi. Salah satu upaya dalam mewujudkan
komitmen yang kuat terhadap organisasi adalah melalui Pelatihan Olah Qalbu
(hati). Rendahnya komitmen memberikan kerugian tidak hanya kepada
organisasi, tetapi juga kerugian kepada diri individu. Pegawai dapat memperoleh
imbalan berdasarkan pada sejauhmana ia mampu melaksanakan tugas dan
kewajibannya dengan baik dan benar. Pengukuran tingkat komitmen terhadap
organisasi dilakukan kepada 10 orang pegawai Badan Kepegawaian Negara
(BKN) Pusat pada saat sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan tingkat komitmen pegawai terhadap
organisasi pada sebelum dengan sesudah Pelatihan Olah Qalbu (hati) (p=0,009,
t=-2,601).
Kata kunci : Pelatihan Olah Qalbu, Komitmen Organisasi
PENDAHULUAN
Tantangan perkembangan jaman seperti globalisasi, persaingan industri,
tingginya jumlah pengangguran, dan kelangkaan calon karyawan yang terampil
mendorong para eksekutif dalam suatu perusahaan atau organisasi untuk bertindak
inovatif dan kreatif. Tindakan tersebut dapat terlihat melalui penciptaan peluang
atau kesempatan dari setiap tantangan yang ada menjadi faktor pendukung dalam
perkembangan perusahaan atau organisasi. Selaku eksekutif diharapkan mampu
menemukan loncatan-loncatan strategi organisasi dalam menghadapi persaingan
yang semakin pesat.
Sumber daya manusia merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam
upaya pencapaian tujuan dan pengembangan organisasi. Menurut Lado dkk.
(dalam Vitasari, 2002), sumber daya manusia memiliki kemampuan untuk
merumuskan visi dan strategi organisasi, serta kemampuan untuk memperoleh dan
mengarahkan sumber daya lain dalam rangka mewujudkan visi dan menerapkan
strategi organisasi. Tujuan organisasi berfungsi sebagai sumber motivasi dan
identifikasi karyawan terhadap nilai-nilai organisasi, sehingga dapat
menumbuhkan komitmen terhadap organisasi.
Herschovitch dan Meyer (2002) menyatakan bahwa komitmen sebagai
sebuah kekuatan pikiran (mindset) yang mengikat seseorang pada sebuah jalan
tingkah laku yang relevan untuk satu tujuan atau lebih.
Menurut Welsch dan La Van (dalam Oktorita, dkk., 2001), komitmen
terhadap organisasi adalah sebuah dimensi perilaku yang penting dan dapat
digunakan untuk menilai keterikatan karyawan pada organisasi. Perilaku
karyawan yang memiliki komitmen organisasi tinggi terlihat melalui keinginan

PKMM-5-15-2

untuk melanjutkan partisipasinya secara aktif dan mengidentifikasikan diri pada


organisasi.
Karyawan yang telah lama berada di organisasi tetap mempertahankan
keanggotannya agar tidak kehilangan investasi yang telah diberikan dari
organisasi seperti dalam bentuk waktu (masa karir), uang, status, ketrampilan,
maupun fasilitas. Karyawan yang memiliki alasan tersebut dalam dirinya
mempunyai keinginan untuk mengadakan identifikasi dengan tujuan dan nilai
organisasi, serta memperkuat keinginan untuk tetap berpartisipasi secara aktif dan
tetap menjadi anggota organisasi yang merupakan bentuk komitmen perilaku
terhadap organisasi (dalam Steers dan Porter, 1983).
Perusahaan atau organisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan yang
diharapkan oleh karyawan dapat mengakibatkan karyawan tersebut melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau aturan yang telah ditetapkan dalam
organisasi. Perilaku yang menyimpang dari aturan tersebut antara lain dengan
melakukan tindakan korupsi terhadap perusahaan atau organisasi. Korupsi adalah
tingkah laku individu yang berwujud penggunaan wewenang jabatan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dan merugikan kepentingan umum (dalam
Indiyah, 2000).
Menurut temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) (2004) selama
bulan Mei-Agustus 2004, pelaku yang melakukan korupsi ada dalam segala
lapisan yaitu dari karyawan tingkat rendah sampai pejabat tinggi. Temuan tersebut
menjelaskan sejumlah pelaku korupsi yaitu anggota KPUD sebanyak 1%, aparat
hukum 1%, aparat Pemda 14%, Direktur BUMD 2%, Direktur BUMN 4%,
Direktur Jendral 2%, Camat 2%, Direktur RSUD 1%, Eksekutif pemerintah 11%,
kader parpol 4%, Kepala Dinas atau Badan 11%, Ketua Koperasi 1%, Ketua
Lembaga Swasta 1%, Legislatif pemerintah 36%, pejabat desa 2%, perusahaan
swasta 2%, dan pimpinan proyek 8%.
Persentase jumlah pelaku korupsi banyak di lembaga-lembaga
pemerintahan seperti lembaga Eksekutif Kepresidenan, Dinas atau Badan
Pemerintah Daerah maupun Pusat, Lembaga Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat
(dalam ICW, 2004). Perbuatan korupsi antara lain berupa penggelapan,
penyogokan, penyuapan, manipulasi administrasi, pemerasan, barter kekuasaan
politik dengan sejumlah uang, dan penyalahgunaan wewenang untuk
mendapatkan komisi.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) merupakan instansi pemerintah
Republik Indonesia yang memiliki kewenangan dalam mengeluarkan dan
mensahkan Surat Keputusan Pengangkatan Golongan dan Pensiun Pegawai
Negeri Sipil, serta bertugas melakukan penerimaan dan pendataan Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) untuk seluruh wilayah di Indonesia. Fungsi dan tugas BKN
tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974, Undang-Undang
Nomor 43 tahun 1999, dan Peraturan Pemerintah Nomor 11, 12, 13 tahun 2000.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat sebagai instansi pemerintah
yang bertugas dalam administrasi dan pendataan pegawai negeri sipil yang berada
di seluruh wilayah Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa tindakan korupsi
dapat terjadi pada badan milik pemerintah tersebut. Berdasarkan kuesioner yang
tersebar 13 Juni 2005 pada sebagian karyawan yang bekerja di BKN Pusat
menunjukkan bahwa keyakinan karyawan tentang nilai-nilai tanggung jawab
terhadap pekerjaan masih tergolong rendah. Sebagian besar responden mengakui

PKMM-5-15-3

adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Badan Kepegawaian Negara


(BKN) Pusat. Bentuk penyimpangan tersebut antara lain manipulasi nilai kuitansi
pembelanjaan instansi atau mark up anggaran yang tidak semestinya. Di sisi lain,
karyawan BKN Pusat memiliki rasa kebanggaan menjadi anggota organisasi dan
merasakan suatu kerugian apabila keluar dari organisasi tersebut.
Menurut Mowday dkk. (dalam Oktorita, dkk., 2001), komitmen karyawan
pada organisasi merupakan hubungan antara karyawan dengan organisasi.
Hubungan tersebut merupakan orientasi karyawan pada organisasi, sehingga
karyawan bersedia menyumbangkan energinya dan mengikatkan diri melalui
aktivitas dan keterlibatan dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Hubungan karyawan dengan organisasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat
bentuk komitmen secara sikap dan perilaku dari karyawan terhadap organisasi.
Steers dan Porter (dalam Oktorita, dkk., 2001) menyatakan bahwa
komitmen secara sikap mencakup identifikasi dengan organisasi, keterlibatan
sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan, dan kehangatan atau kedekatan
emosional, sedangkan komitmen secara perilaku meliputi kesediaan untuk
menampilkan usaha, dan keinginan untuk tetap berada dalam organisasi.
Karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi memiliki kemampuan
untuk mengidentifikasi organisasi, terlibat secara penuh dalam kegiatan
organisasi, tumbuhnya loyalitas, dan afeksi positif terhadap organisasi berupa
kedekatan secara emosional. Komitmen karyawan pada organisasi secara perilaku
dapat terlihat melalui keinginannya untuk tetap bergabung dengan organisasi
dalam jangka waktu yang lama.
Meyer dan Allen (dalam Herscovitch, 2002) membagi komitmen
organisasi ke dalam tiga komponen, yaitu komponen afektif yang berkaitan
dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan di dalam organisasi;
komponen normatif yang berkaitan dengan perasaan-perasaan karyawan tentang
kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi; komponen continuance
(berkelanjutan) yang berkaitan dengan persepsi karyawan tentang kerugian yang
akan dihadapi, jika meninggalkan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen
terhadap organisasi ditandai dengan kesediaan karyawan untuk terlibat secara
langsung dalam organisasi, bekerja dan berupaya untuk kemajuan organisasi,
memberikan tenaga, pikiran atau ide, waktu untuk pengembangan dan kemajuan
organisasi, serta berusaha untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
Komitmen terhadap organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
karakteristik personal yang meliputi usia, masa jabatan, motif berprestasi, jenis
kelamin, ras, dan faktor kepribadian; karakteristik pekerjaan yang meliputi
kejelasan dan keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi,
kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan; karakteristik struktural yang
meliputi derajat formalisasi, ketergantungan fungsional, desentralisasi, tingkat
partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol dalam organisasi;
serta pengalaman kerja atau masa kerja di organisasi (dalam Oktorita, dkk., 2001).
Kepribadian merupakan salah satu determinan yang bersifat internal
dalam diri individu terhadap munculnya komitmen (dalam Armansyah, 2004).
Menurut Allport (dalam Hall dan Lindzey, 1993), kepribadian adalah organisasi
dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan
penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya. Kepribadian sebagai
suatu unsur dalam individu yang selalu berkembang dan berubah antara badan dan

PKMM-5-15-4

jiwa yang menjadi kesatuan pribadi, sehingga mampu menentukan tingkah laku
individu. Karyawan yang memiliki kepribadian qurani (berpedoman Al-quran)
mampu menunjukkan sikap kerja dan perilaku kerja dalam menghasilkan sesuatu
secara sungguh-sungguh dan tidak mengerjakan sesuatu dengan setengah hati,
sehingga dalam mengekspresikan sesuatu berdasarkan semangat untuk menuju
perbaikan (improvement) dan berusaha untuk menghindari kerusakan (dalam
Tasmara, 2002).
Semangat yang dimiliki karyawan dalam menunaikan setiap tugas dan
kewajiban dapat muncul dengan adanya suatu harapan yang lebih baik. Karyawan
berusaha meraih harapan dengan menggunakan segala kekuatan dan potensi yang
ada pada dirinya tanpa pantang menyerah, sehingga mampu mengasah mata
pikiran (head), melatih ketabahan dan ketajaman intuisi (heart), serta
membuktikan dengan ketrampilan (hand) (dalam Tasmara, 2002).
Semaraknya persaingan yang terjadi menuntut setiap karyawan untuk
melakukan upaya peningkatan dan pengembangan kualitas diri. Menurut Tasmara
(2002), peran pendidikan dan pelatihan yang terus menerus merupakan cara
organisasi untuk menanamkan investasi sumber daya manusia berkualitas yang
mampu memperkuat kualitas organisasi tersebut. Suatu organisasi yang
berkualitas memperhatikan dengan seksama perkembangan performansi kerja dari
setiap karyawan, sehingga terdapat suatu keseimbangan antara kualitas diri
karyawan yang bersifat pengetahuan, emosional atau hati, spiritual, dan
ketrampilan yang sejalan dengan kemajuan teknologi yang semakin bersaing
dalam kualitas.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (dalam Poerwodarminto, 1976),
pelatihan adalah pelajaran untuk membiasakan atau memperoleh suatu kecakapan.
Jewell dan Siegall (dalam Wahyono, 2001) menjelaskan pelatihan sebagai
pengalaman belajar yang terstruktur dengan tujuan untuk mengembangkan
kemampuan (fisik dan mental), ketrampilan khusus, dan pengetahuan atau sikap
tertentu. Bernardin dan Russel (dalam Wahyono, 2001) menyatakan bahwa untuk
meningkatkan kualitas diri perlu pelatihan yang terpadu dan efektif sebagai
pengalaman belajar, serta pelatihan yang dirancang sebagai aktivitas organisasi
untuk merespon kebutuhan organisasi.
Tasmara (2002) menyatakan bahwa kualitas diri merupakan gambaran
dari proses yang secara terus menerus melalui jalan yang terarah dilandasi oleh
panggilan qalbu (hati). Kualitas qalbu (afeksi) melahirkan sikap konsisten dan
teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju arah
kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik.
Qalbu (hati) yang memiliki kualitas cahaya keimanan perlu dikelola
dengan baik agar tetap terjaga dan sehat. Upaya untuk mengelola dan
mengembangkan potensi qalbu, yaitu potensi fuad, potensi shadr, dan potensi
hawaa, sehingga mampu menghasilkan seseorang yang dapat memunculkan
performansi yang semakin baik dalam menjalankan setiap tanggung jawab
pekerjaannya dinamakan Olah Qalbu (hati).
Qalbu senantiasa secara kontinu atau berkelanjutan dan konsisten dilatih
dengan baik, sebagaimana sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari
(dalam Az-Zabidi, 2002) bahwa Amal yang paling utama adalah perbuatan yang
dawam (berkelanjutan) walaupun sedikit. Qalbu dilatih agar memiliki kesadaran
ke-Tuhan-an (Illahiyah). Pelatihan tersebut membutuhkan ketekunan,

PKMM-5-15-5

kesinambungan, dan perasaan cinta yang mendalam kepada Illahi, sehingga


memiliki kualitas diri dalam menjalankan setiap tanggung jawabnya.
Pelatihan yang bertujuan untuk melatih kemampuan mengelola dan
mengembangkan potensi qalbu (hati) untuk menghasilkan seseorang yang
memiliki kualitas diri yang terbaik disebut dengan Pelatihan Olah Qalbu (hati).
Potensi qalbu yang perlu dikembangkan yaitu potensi fuad, potensi shadr, dan
potensi hawaa (dalam Tasmara, 2002). Pelatihan tersebut untuk memberikan
pengalaman belajar dalam pengelolaan kemampuan qalbu, sehingga dapat
memunculkan performansi yang semakin baik dalam menjalankan setiap
tanggung jawab pekerjaan.
Ketiga potensi tersebut pada hakikatnya saling bekerja sama dan saling
melengkapi. Perilaku seseorang yang tampak dipengaruhi oleh potensi qalbu
(hati) yang lebih dominan dalam dirinya, sehingga mampu mewarnai struktur
kepribadian. Menurut Tasmara (2002), struktur kepribadian yang ideal bersifat
tiga dimensi yaitu kepribadian manusia yang memanfaatkan ketiga potensi qalbu
tersebut dengan memberikan kontribusi yang seimbang dalam merespon
lingkungan sekitarnya.
Pelatihan Olah Qalbu (hati) berfungsi untuk mengoptimalkan potensipotensi qalbu secara proporsional dan seimbang, sehingga dapat membentuk jiwa
dan perilaku seseorang menjadi dinamis, penuh semangat, memiliki motivasi,
bertanggung jawab, konsisten, dan memiliki komitmen menjalankan berbagai
kewajiban dan tugas yang diberikan kepadanya.
Qalbu (hati) merupakan lokus atau tempat di dalam jiwa manusia yang
menjadi titik sentral dan mampu menggerakkan perilaku manusia pada
kecenderungan kebaikan dan keburukan. Qalbu menerima suara hati (conscience)
dari ruh yang memberikan arah pada manusia untuk bertindak dan bersikap
berdasarkan keyakinan atau prinsip yang dimilikinya.
Tasmara (2002) mengemukakan bahwa setiap manusia memiliki unsur
rasa qalbiyah yang memiliki penghayatan kualitatif psychical spiritual (ruhiyah)
seperti cinta, benci, bahagia, dan derita. Ruhiyah sebagai potensi ber-Tuhan yang
memiliki kedudukan di dalam ruh berfungsi untuk mengajak pada kebenaran
Illahiyah, sehingga segala tindakannya dibimbing oleh ilmu Illahiyah yang
mengantarkan seseorang kepada marifatullah atau mengenal Allah SWT.
Seseorang yang mengenal Allah SWT memiliki kemampuan untuk
merasakan dan menyadari kehadiran Allah SWT senantiasa bersama dan
memperhatikan setiap perbuatannya. Kesadaran tersebut mampu membawa
seseorang untuk tidak mengkhianati hati nuraninya dengan melakukan perbuatan
kejahatan, sehingga tetap terpelihara melalui ketakwaan (dalam Prayitno, 2003).
Takwa merupakan bentuk rasa tanggung jawab yang dilaksanakan dengan
rasa cinta dan menunjukkan amal prestatif dengan semangat pengharapan ridha
Allah SWT (dalam Tasmara, 2002). Bertakwa berarti melakukan usaha dengan
sungguh-sungguh untuk melaksanakan kewajiban (amanah) yang dibebankan
pada dirinya, sehingga menghasilkan komitmen dan kinerja yang baik.
Sikap tanggung jawab merupakan hasil dari pencerahan qalbu yang
menjadikan seseorang mampu memahami dan bertindak mengikuti kebenaran.
Penjagaan nilai atau prinsip tanggung jawab dilakukan dengan cara mendidik dan
membersihkan qalbu (tarbiyah dan tadzkiyah) (dalam Tasmara, 2002). Qalbu
yang senantiasa diasah dan mendengarkan suara ruhani mampu memberikan

PKMM-5-15-6

bekas yang mendalam, sehingga pada dirinya terdapat perasaan ruhaniah yang
menyerukan pada hal kebenaran.
Pada karyawan yang mampu mengelola potensi qalbu secara proporsional
dapat terlihat melalui cara dalam pengambilan keputusan yang berdasarkan pada
informasi yang diterima dilandasi oleh nilai kebenaran dan objektivitas. Setiap
pengambilan keputusan memiliki konsekuensi atau akibat yang dapat timbul di
kemudian hari, baik berupa kegagalan maupun keberhasilan. Karyawan yang
mengalami kegagalan atau keberhasilan akibat dari keputusannya menjadi sebuah
perenungan diri (muhasabah) untuk perubahan dan peningkatan kualitas diri,
sehingga dalam diri karyawan memiliki sikap optimis dalam meraih tujuannya.
Sikap optimis yang dibangun tersebut mampu mengarahkan karyawan untuk
melakukan berbagai tindakan secara dinamis (jihad) dan sungguh-sungguh
(mujahadah) dalam melaksanakan pekerjaan.
Karyawan yang memiliki kesungguhan dan rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaan mampu mendorong karyawan untuk memberikan kontribusi atau
partisipasi secara aktif dan secara suka rela terlibat dalam kegiatan organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi. Keterlibatan, tanggung jawab terhadap
pekerjaan, dan merasa menjadi bagian dari organisasi yang ada pada diri
karyawan menandakan bahwa karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi
(dalam Meyer dan Allen, 1991).
Meyer dkk. (dalam Luthans, 1995) menyatakan bahwa tingginya
komitmen karyawan pada organisasi dipengaruhi oleh komponen normatif yaitu
kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan, dan komponen
afektif yaitu kehangatan dan hubungan secara emosional di dalam organisasi,
identifikasi terhadap nilai-nilai organisasi, dan keterlibatan di dalam organisasi.
Kesadaran tanggung jawab terhadap pekerjaan yang kuat tertanam di dalam hati
nurani (qalbu) mampu menghalangi seseorang untuk melakukan penyimpangan
secara moral dan menambah kualitas komitmen terhadap pekerjaan (dalam
Tasmara, 2002).
Berdasarkan hal tersebut, karyawan yang melaksanakan Pelatihan Olah
Qalbu (hati) secara konsisten atau terus menerus mampu menghasilkan
peningkatan kualitas diri, terutama karyawan memiliki komitmen yang kuat
terhadap tanggung jawab pekerjaan di organisasi. Pentingnya meningkatkan
komitmen karyawan pada organisasi mendorong upaya pelaksanaan Pelatihan
Olah Qalbu (hati) untuk meningkatkan komitmen terhadap organisasi pada
pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat.
Pelatihan Olah Qalbu (hati) bertujuan untuk mengoptimalisasikan kinerja
karyawan pada instansi, sehingga dalam menjalankan setiap tugas dan
kewajibannya berlandaskan pada tanggung jawab. Pelatihan tersebut diharapkan
mampu memberikan manfaat dari sisi ekonomi yaitu berkurangnya tindakan
korupsi melalui kesadaran bahwa penyimpangan terhadap tugas dan kewajiban
dapat merugikan jalannya kegiatan organisasi, serta mampu meningkatkan
kualitas moral pada aparatur negara dalam menjalakan setiap tugasnya, sehingga
dapat menjadi panutan bagi masyarakat luas.
METODE PENDEKATAN
Kegiatan dilakukan menggunakan pendekatan instrumentasi atau
perlakuan terhadap subjek dalam bentuk Pelatihan Olah Qalbu (hati) sebagai

PKMM-5-15-7

variabel independen (bebas), sehingga menghasilkan suatu peningkatan pada


variabel dependen (tergantung) yaitu komitmen terhadap organisasi karyawan
yang meningkat akibat dari perlakuan tersebut.
1. Komitmen terhadap organisasi
Komitmen terhadap organisasi adalah keyakinan kuat karyawan yang
mengikat secara intelektual dan emosional terhadap organisasi, sehingga mampu
mengarahkan karyawan untuk menyumbangkan energi atau tenaga, keinginan
untuk terlibat secara aktif, dan mengidentifikasikan diri pada organisasi.
Komitmen pada organisasi terdiri dari aspek komitmen secara afektif (affective
commitment) yang meliputi ikatan emosional, keterlibatan, dan identifikasi;
komitmen secara normatif (normative commitment) meliputi kesadaran dan
perasaan terhadap tanggung jawab dan kewajiban; serta komitmen berkelanjutan
(continuance commitment) meliputi persepsi karyawan terhadap kerugian yang
dapat dialami, jika keluar dari organisasi (dalam Meyer dan Allen, 1991).
Komitmen pada organisasi diukur melalui alat ukur psikologis berupa
Skala Komitmen terhadap organisasi. Semakin tinggi skor pada Skala Komitmen
terhadap organisasi menandakan bahwa karyawan memiliki komitmen terhadap
organisasi. Alat ukur yang terdiri dari 45 aitem diuji cobakan pada tanggal 14-15
April 2006 dengan jumlah responden 58 orang pegawai Badan Kepegawaian
Negaran (BKN) Pusat menunjukkan bahwa terdapat 32 aitem yang lulus seleksi
aitem. Hasil dari uji coba menunjukkan nilai koefisien korelasi aitem terhadap
skor total setelah dikoreksi (corrected item-total correlation) bergerak dari yang
0,337 sampai 0,637. Koefisien reliabilitas pada Skala Komitmen terhadap
organisasi menunjukkan nilai Alpha ( ) sebesar 0,904. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pengukuran yang dilakukan memiliki taraf kepercayaan sebesar 90,4 %
dan 9,6 % merupakan kesalahan. Analisis pengukuran dilakukan dengan
menggunakan program SPSS versi 10.0 atau sejenisnya.
Skala Komitmen terhadap organisasi yang telah diuji coba selanjutnya
digunakan sebagai alat untuk menseleksi subjek/responden yang akan diikut
sertakan dalam pelatihan. Proses seleksi atau pretest dilakukan pada tanggal 21
April 2006 kepada 86 orang pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 7 orang memiliki komitmen terhadap
organisasi yang tinggi, 67 orang memiliki komitmen terhadap organisasi yang
sedang, dan 12 orang memiliki komitmen terhadap organisasi yang rendah.
Subjek/responden yang memiliki hak sebagai peserta dalam pelatihan sejumlah 10
orang dengan kriteria skor komitmen terhadap organisasi yang rendah dan sedang.
Pemilihan peserta pelatihan dilakukan secara acak atau random assignment.
Pengukuran selanjutnya dilakukan kepada 10 orang peserta pelatihan pada
tanggal 5 Mei 2006 dengan tujuan untuk melihat perubahan yang terjadi pada diri
peserta setelah mengikuti pelatihan. Pengukuran tersebut menggunakan Skala
Komitmen terhadap organisasi yang telah diacak urutan aitemnya, sehingga
meminimalkan ancaman yang berkaitan dengan instrumentasi.
2. Pelatihan Olah Qalbu (hati)
Pelatihan Olah Qalbu (hati) merupakan sebuah usaha yang dirancang dan
disusun secara sistematis untuk meningkatkan ketrampilan seseorang dalam

PKMM-5-15-8

melakukan pengelolaan dan pengembangan potensi-potensi qalbu (hati). Pelatihan


tersebut dirancang berdasarkan asumsi bahwa setiap individu mempunyai potensipotensi qalbu (hati) yang bersifat Illahiyah dan mampu dikelola, serta
dikembangkan dengan baik, sehingga menghasilkan individu yang memiliki
kepribadian muslim. Kepribadian muslim yang tercermin dalam amal-amal
prestatif, salah satunya berupa memiliki komitmen pada organisasi yang tinggi.
Pelatihan Olah Qalbu (hati) terdiri dari enam sesi yaitu sesi Ice Breaker,
sesi Kenali Penciptamu (Marifatullah), sesi Kenali Dirimu (Marifatulinsan), sesi
Touch Your Heart, sesi Pengendalian Hati, dan sesi Perenungan Hati
(Muhasabah). Pelatihan tersebut dilaksanakan selama satu hari dengan
menggunakan pendekatan audio visual dalam penyampaiannya di sebuah ruangan
yang disiapkan untuk melakukan pelatihan. Kegiatan pelatihan didukung dengan
sarana ruangan yang ber-AC, kursi, papan tulis/white board, LCD, portable
computer/laptop, dan sarana pendukung lainnya. Pelatihan Olah Qalbu (hati)
selengkapnya dijabarkan dalam bentuk Modul Pelatihan Olah Qalbu (hati). Waktu
pelaksanaan kegiatan pelatihan pada tanggal 28 April 2006 di ruang Formasi
Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat, selengkapnya dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 1
Waktu
30 menit

45 menit

40 menit
45 menit

50 menit

40 menit

Kegiatan
Sesi Ice Breaker

tujuan
Memberikan kesan pertama yang
menyenangkan kepada peserta
untuk
kenyamanan
dan
memberikan informasi tentang
tujuan dari pelatihan.
Sesi
Kenali
Pencitamu Memberikan pemahaman tentang
(Marifatullah)
pentingnya mengenal Allah Swt.
Secara baik dan benar berdasarkna
ayat-ayat kauniyah dan qauliyah.
Sesi
Kenali
Dirimu Memberikan pengetahuan dan
(Marifatulinsan)
pemahaman
tentang
hakikat
penciptaan manusia.
Sesi Touch Your Heart
Memberikan pemahaman tentang
kandungan qalbu manusia dan
berusaha menyentuh sisi terdalam
dari qalbu (hati) peserta.
Sesi Pengendalian Hati
Memberikan
pemahaman
dan
ketrampilan dalam melakukan
pengendalian qalbu dari berbagai
penyakitnya.
Sesi Perenungan Hati
Agar peserta dapat memaknai
secara mendalam setiap sesi
pelatihan yang telah dilalui
bersama.

PKMM-5-15-9

HASIL DAN PEMBAHASAN


Teknik pengukuran yang dilakukan adalah dengan membandingkan skor
Skala Komitmen terhadap organisasi pada sebelum/pretest dengan setelah/posttest
Pelatihan Olah Qalbu (hati) kepada 10 orang peserta pelatihan. Teknik analisis
yang digunakan adalah Non-parametric Test pada program SPSS dengan hasil
sebagai berikut :
Tabel 2
Pengukuran

N Subjek Rerata

Standar Min.
Deviasi

Maks.

Sebelum/Pretest

10

135,70

16,44

107

160

Setelah/Posttest

10

165,20

23,75

121

203

29,50

7,31

14

43

Selisih

Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik


Wilcoxon Signed Ranks Test pada Non-parametric Test menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum/pretest dengan setelah/posttest
pelatihan dengan taraf signifikansi (p) sebesar 0,009 (p<0,05) dan nilai koefisien
perbedaan (t) sebesar -2,601. Hal tersebut juga didukung dengan adanya
perbedaan yang besar pada rerata dari setiap pengukuran tersebut yaitu 29,50.
Pelatihan Olah Qalbu (hati) merupakan suatu sarana pengembangan
kemampuan dalam mengelola potensi-potensi qalbu secara seimbang dan
proporsional, sehingga dapat membentuk jiwa dan perilaku seseorang menjadi
dinamis, penuh semangat, motivasi yang tinggi, memiliki tanggung jawab,
konsisten, dan memiliki komitmen menjalankan berbagai kewajiban dan tugas
yang telah diberikan kepadanya. Pelatihan tersebut menjadi sebuah pengalaman
belajar terhadap perubahan sikap dan perilaku pegawai dalam menjalankan setiap
tugas dan tanggung jawabnya (dalam Muchinsky, 1987).
Potensi-potensi qalbu yang meliputi potensi fuad, potensi shadr, dan
potensi hawaa perlu dilatih agar ketiga potensi tersebut memiliki keseimbangan
dan saling melengkapi, sehingga dapat menghasilkan kepribadian yang sehat dan
dinamis (dalam Tasmara, 2002). Potensi fuad merupakan potensi yang digunakan
untuk mengolah, memilih, dan menetapkan segala informasi yang dibawa oleh
hasil penangkapan indera. Potensi shadr merupakan potensi yang berperan untuk
merasakan dan menghayati, serta mempunyai fungsi emosi. Hawaa berperan
sebagai penggerak dari kemauan atau keinginan. Menurut Maslow (dalam
Schultz, 1991), seseorang yang memiliki kepribadian yang sehat tercermin
melalui kemampuannya dalam memahami dan menerima diri dan orang lain,
kewajaran dan spontanitas, memiliki perhatian dan perasaan belas kasih, toleransi
terhadap orang lain, serta memiliki kemampuan untuk melawan pengaruhpengaruh sosial.
Fromm (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa manusia yang memiliki
kepribadian yang sehat yaitu manusia yang memiliki orientasi produktif. Sikap
dalam berbagai sudut pandang dalam menggunakan seluruh tenaga dan potensi,

PKMM-5-15-10

sehingga dapat bermanfaat sepenuhnya, mengaktualisasikan diri, mencintai,


keterbukaan, dan mengalami sesuatu merupakan bentuk orientasi produktif.
Kepribadian yang sehat menurut model Fromm terlihat pada seseorang
yang memiliki orientasi produktif yang meliputi aspek cinta yang produktif,
pikiran yang produktif, kebahagiaan, dan suara hati (conscience) (dalam Schultz,
1991). Pikiran yang produktif meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas
yang selaras dengan fungsi potensi fuad, yaitu berkaitan dengan penangkapan
inderawi dan pengolahan informasi dengan akal secara objektif. Cinta yang
produktif, kebahagiaan, dan suara hati (conscience) merupakan aspek yang
terdapat dalam unsur afeksi atau qalbu (hati) dan memiliki kesamaan dengan
fungsi potensi shadr, yaitu berkaitan dengan fungsi-fungsi emosi (dalam Tasmara,
2002).
Kecintaan yang dimiliki manusia meliputi kecintaan terhadap
persaudaraan sesama manusia, seperti seorang ibu kepada anak-anaknya. Rasa
cinta (hubb) yang dapat disalurkan dengan baik mampu menghasilkan suatu
kebahagiaan yaitu perasaan atau keadaan yang menyenangkan, kondisi yang
menambah makna hidup, dapat meningkatkan kesehatan fisik, dan hasil dari
pengaktualisasian atau pemenuhan potensi-potensi diri (dalam Schultz, 1991).
Kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh setiap manusia berasal dari dalam
diri individu yang bertingkah laku sesuai dengan suara hatinya (conscience).
Kesetiaan terhadap suara hati dan pengetahuan tentang nilai-nilai, tata susila dan
adat istiadat mampu menghasilkan keputusan baik dan buruk, benar dan salah
secara objektif, serta perilaku yang berlandaskan atas rasa tanggung jawab secara
moral. Bentuk moral dan nilai-nilai etika tersebut merupakan fungsi yang dimiliki
oleh qalbu (hati) (dalam Tasmara, 2002).
Suatu keyakinan yang mampu mengikat dengan kuat, sehingga
membelenggu seluruh hati nuraninya dan mampu menggerakkan perilaku ke arah
tertentu yang diyakininya disebut dengan komitmen (dalam Tasmara, 2002).
Karyawan yang memiliki komitmen tidak hanya sebatas pengakuan melalui
pernyataan sikap dalam kontrak kerja, namun mampu dinyatakan melalui kinerja
yang baik maupun performansi yang optimal.
Steers dan Porter (dalam Oktorita dkk., 2001) menyatakan bahwa
komitmen karyawan terhadap organisasi terbagi melalui dua pendekatan utama,
yaitu attitudinal commitment yang memandang komitmen secara sikap, dan
behavioral commitment yang memandang komitmen secara perilaku. Komitmen
secara sikap memfokuskan pada pemahaman tentang proses pemikiran individu
tentang hubungan karyawan dengan organisasi, yaitu dalam hal kesamaan
orientasi antara nilai, norma, dan tujuan karyawan dengan pendiri organisasi.
Kesamaan pemahaman yang dihasilkan antara karyawan terhadap organisasi
mampu mendorong karyawan untuk berperilaku sesuai dengan orientasi yang
diyakininya secara konsisten.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada kegiatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
komitmen terhadap organisasi yang tersimpan di setiap individu terutama pada
pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat mampu ditingkatkan dengan
sebuah metode pelatihan yaitu melalui Pelatihan Olah Qalbu (hati). Pelatihan
tersebut senantiasa perlu terus menerus dilakukan agar tingkat kepekaan terhadap

PKMM-5-15-11

qalbu (hati) semakin kuat, sehingga dapat membantu dalam mengoptimalisasikan


potensi diri dalam setiap menjalankan tugas dan kewajibannya.
DAFTAR PUSTAKA
Armansyah.
2004.
Komitmen
Organisasi,
Imbalan
Finasial.
www.manbisnis.tripod.com
Herscovitch L. 2002. Commitment to Organizational Change: Extension of a
Three-Component Model. Journal of Applied Psychology. Vol. X, No.3,
474-487.
Herscovitch L, Meyer JP. 2002. Commitment to Organizational Change:
Extention of a Three-Component Model. Journal of Applied Psychology.
Vol X No 3.
Indiyah. 2000. Modul Patologi dan Rehabilitasi Sosial. Yogyakarta : Universitas
Wangsa Manggala (tidak diterbitkan).
Indonesia Corruption Watch. 2004. 2,7 Triliun Masuk Kantong Koruptor (catatan
8 bulan pertama 2004 Korupsi di Indonesia). www.antikorupsi.org
Luthans F. 1995. Organizational Behavior. Seven Edition. McGraw-Hill, Inc.
Meyer JP, Allen NJ. 1991. A Three Component Conceptualization of
Organizational Commitment. Human Resource Management Review, 6189.
Muchinsky. 1987. Psychology Applied to Work. Illionis : Dorsey Press.
Oktorita Y, Rosyid HF, Lestari A. 2001. Hubungan Antara Sikap Terhadap
Program K3 dengan Komitmen Karyawan Pada Perusahaan. Jurnal
Psikologi No.2, 116-132.
Poerwodarminto WJS. 1976. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.Prayitno, Irwan. 2003. Kepribadian Muslim. Bekasi : Pustaka
Tarbiatuna.
Schultz D. 1991. Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat.
Yogyakarta : Kanisius.
Streers RM, Porter LW. 1983. Motivation and Work Behavior. New York:
McGraw Hill Book Co.
Tasmara T. 2002a. Kecerdasan Ruhaniah Trancendental Intelligence. Jakarta :
Gema Insani Press.
Tasmara T. 2002b. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani
Press.
Vitasari. 2002. Komitmen dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. www.mssfeui.cjb.net
Wahyono T. 2001. Modul Psikologi Industri dan Organisasi. Yogyakarta :
Universitas Wangsa Manggala (tidak diterbitkan).

PKMM-5-16-1

PENINGKATAN PRODUCT APPEREANCE KUE SEMPRONG


IBU NDARI DI UNGARAN
Galuh Asri P, Donny AL, V.F. Kris David, Imelda VW, Nova Rosiana
Universitas Katholik Soegijapranata, Semarang
ABSTRAK
Kata kunci:

PKMM-5-17-1

PERCEPATAN SOSIALISASI JAJAR LEGOWO PADA


BUDIDAYA PADI SAWAH
Hadi P Wicaksono, Fitri Noviasari, Umi S Munawaroh, Nani Windarti, Yudiono
Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember, Jember
ABSTRAK
Upaya peningkatan produksi pangan, terutama beras, merupakan tindakan
strategis karena dapat memperkuat ketahanan pangan nasional di satu sisi dan di
sisi lain dapat meningkatkan pendapatan petani. Berbagai paket teknologi terus
dikembangkan guna mendukung upaya tersebut, salah satunya adalah teknologi
pengaturan jarak tanam jajar legowo. Jajar legowo adalah pengaturan jarak
tanam dengan jarak 15 cm dalam barisan, 20 cm antar barisan dan 40 cm
antar baris ganda. Program Kreativitas Mahasiswa dilaksanakn dalam bentuk
Pengabdian Masyarakat berupa penyuluhan dan demonstrasi plot, dalam upaya
percepatan penyebaran informasi teknologi tepat guna peningkatan produktivitas
lahan tanaman padi. Disamping jajar legowo dilakukan pula penyuluhan lain
yang mendukung upaya peningkatan produktivitas yaitu pemupukan organik
(pupuk kandang) dan pemupukan berimbang. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa
tidak mudah menyebarluaskan teknologi baru dan merubah tingkah laku/perilaku
petani. Hal ini terlihat dari pelaksanaan program percepatan sosialisasi Jajar
Legowo di Desa Ajung belum sepenuhnya mencapai target sasaran, terbukti dari:
(a) hanya 60% areal tanam yang terpenuhi,(b) hanya 66,66% petani yang
mematuhi jarak tanam anjuran,(c) hanya 50% petani yang menggunakan pupuk
kandang sisa pertanaman tembakau,(d) hanya 50% petani yang menggunakan
dosisi urea sesuai anjuran dan,(e) tidak satupun petani yang menggunakan pupuk
TSP dan KCl. sebagai penerapan pemupukan berimbang. Penerapan teknologi
jarak tanam jajar legowo pada pertanaman padi sawah dapat meningkatkan
produktivitas lahan di Desa Ajung sebesar 20% per ha dan peningkatan
pendapatan sebesar Rp 878 .000,00 atau 17,21% .
Kata kunci: jajar legowo, jarak tanam
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan produksi pangan, terutama beras, merupakan tindakan
strategis karena dapat memperkuat ketahanan pangan nasional disatu sisi dan
disisi lain dapat meningkatkan pendapatan petani. Berbagai paket teknologi terus
dikembangkan guna mendukung upaya tersebut, salah satunya adalah teknologi
pengaturan jarak tanam jajar legowo.
Jajar legowo adalah teknologi pengaturan jarak tanam pada tanaman padi
secara optimal. Prinsip teknologi ini adalah memperbanyak populasi tanaman
sehingga diharapkan produksi juga lebih tinggi. Jarak tanam jajar legowo adalah
jarak tanam dengan ukuran 15 cm dalam barisan, 20 cm antar barisan dan 40 cm
antar baris ganda, dengan pengaturan seperti diagram berikut:

PKMM-5-17-2

UTARA

*20 cm *
*
*
*15 cm *
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

40 cm

*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

SELATAN
Keuntungan dari penggunaan teknologi jarak tanam jajar legowo dibanding
jarak biasa adalah:
1. Peningkatan jumlah rumpun sebesar 50.000 hingga 100.000 per ha.
2. Pemanfaatan sinar matahari secara optimal oleh barisan tanaman tanpa
tertutup oleh kanopi tanaman lain sejak pagi hingga sore hari.
3. Terbentuknya iklim mikro yang lebih baik disekitar tanaman.
4. Memudahkan perawatan tanaman.
Dengan kelebihan tersebut teknologi ini layak terus disosialisasikan kepada
petani karena secara teknis mudah dilakukan, tidak merusak ling-kungan, dapat
meningkatkan produksi dan secara ekonomis menguntungkan. Penelitian
Prayuginingsih (2002), di Desa Klathakan menunjukkan bahwa produktivitas
lahan padi jajar legowo per ha sebesar 9,304 ton sedangkan dengan jarak tanam
biasa sebesar 6,717 ton.
Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Jember terus menganjurkan jajar legowo
sebagai teknologi alternatif guna meningkatkan produksi padi. Kenyataan di
lapang menunjukkan tingkat penerapan jajar legowo di kalangan masih rendah.
Beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab adalah:
1. Enggan merubah kebiasaan lama dalam mengatur jarak tanam/larikan.
2. Takut menambah biaya pemupukan sebagai konsekuensi dari lebih banyak
populasi yang ditanam.
3. Kurang banyaknya contoh konkrit tentang penerapan dan hasil jajar legowo.
Penyuluhan oleh PPL sudah banyak dilakukan, namun demikian agar
sosialisasi, penyebaran informasi dan contoh penerapan teknologi jarak tanam
jajar legowo lebih luas dan cepat maka mahasiswa bekerjasama dengan PPL
setempat turut berperan serta melalui program kreativitas mahasiswa.
Adapun tujuan dari program ini adalah:
1. Menyebarluaskan dan mencontohkan teknologi tepat guna, jajar legowo pada
petani.
2. Meningkatkan penggunaan pupuk berimbang.
3. Meningkatkan produktivitas lahan petani melalui teknologi jajar legowo.
4. Melatih mahasiswa untuk berpartisipasi dalam pembangunan pertanian,
melalui usaha peningkatan produksi padi.

Dari kegiatan ini diharapkan akan diperoleh luaran berupa:


1. Terbentuknya kerjasama antara masyarakat kampus dengan masyarakat
petani dan instansi terkait melalui praktek mahasiswa di lapang.

PKMM-5-17-3

2. Cara untuk mempermudah penyebaran informasi dan pelaksanaan teknologi


yang berguna bagi masyarakat, khususnya masyarakat petani.
3. Pengalaman dan pemantapan pengetahuan mahasiswa melalui pengenalan
dunia luar kampus.
Sedangkan Kegunaan Program adalah:
1. Menumbuhkan sikap tanggap mahasiswa atas persoalan-persolan pertanian.
2. Mengembangkan kemandirian dan semangat kerjasama tim bagi mahasiswa.
3. Merangsang perkembangan dan kreativitas mahasiswa.
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan Kegiatan
1. Menjalin kerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Kebun Percobaan
Wirolegi. Dengan kerjasama ini diharapkan mahasiswa memperoleh
pengalaman di lapang dalam menghadapai petani, serta dapat membantu
percepatan sosialisasi jajar legowo.
2.
Melakukan penyuluhan di wilayah UPTD Kebun Percobaan Wirolegi yang
belum mengenal jajar legowo.
3. Mengajak dan menentukan kelompok tani sebagai tempat pelaksanaan
demonstrasi plot.
4. Menerapkan jajar legowo dengan cara memberi contoh langsung di lahan
petani.
5. Memantau perkembangan tanaman sejak tanam hingga panen pada seluruh
petani yang mengikuti program (18 orang petani).
Jadwal Kegiatan Progam
No

Jenis Kegiatan

Persiapan

2
3
4
5
6

Penyuluhan
Penanaman jajar legowo
Pengamatan tanaman
Pengamatan panen
Penyusunan laporan

Bulan ke
1
2
X

X
X
X
X

Target Kegiatan
1. Penerapan Teknologi Jajar Legowo
2. Penerapan pupuk Urea sesuai anjuran
3. Penerapan pemupukan berimbang
4. Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang) pada pertanaman padi
5. Peningkatan produktivitas tanaman padi sawah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potret, Profil dan Kondisi Kalayak Sasaran
Sasaran kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah para petani padi di
wilayah Unit Pelaksana Teknis Daerah Pertanian Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember. Pemilihan daerah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa:

PKMM-5-17-4

1.
2.

50% wilayah Kecamatan Sumbersari merupakan lahan sawah.


Pengaturan jarak tanam/larikan masih menjadi masalah teknis utama di
wilayah ini disamping pemupukan berimbang.
3. Petani memerlukan contoh konkrit tentang penerapan dan hasil penerapan
teknologi baru jajar legowo.
Dengan kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat membantu petugas lapang
dalam meningkatkan frekuensi penyuluhan dan menambah jumlah lahan
percontohan jajar legowo sehingga diharapkan lebih banyak petani yang
menerapkannya.
Kondisi dan Potensi Wilayah
Wilayah Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Kecamatan Sumbersari secara
administratif meliputi 7 kelurahan. Padi merupakan tanaman pangan utama dan
dominan di wilayah ini (dengan luas tanam 2.981 ha) disusul jagung (364 ha) dan
kedelai (50 ha). Dengan demikian penyuluhan yang terus menerus sebagai upaya
peningkatan produksi padi di wilayah ini masih diperlukan.
Dalam Progama Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sumbersari tahun
anggaran 2004 disebutkan bahwa masalah teknis utama dalam budidaya padi di
wilayah ini adalah:
1. Jarak tanam/larikan yang masih belum semuanya teratur.
2. Pemupukan berimbang.
Juga disebutkan bahwa untuk mencapai produksi pertanian sesuai harapan dan
potensi daerah yang ada perlu ditunjang dengan:
1. Sarana penyuluhan pertanian
2. Kelembagaan lain yang terkait dengan penyuluhan pertanian serta.
3. Fasilitas usahatani yang memadai/khususnya permodalan.
Percepatan Sosialisasi Jajar Legowo
Sosialisasi jajar legowo mulai sudah diperkenalkan di wilayah ini sejak 2
tahun yang lalu dan sudah pernah pula dilakukan demonstrasi plot. Namun
teknologi tersebut tidak dilaksanakan secara berkelanjutan oleh para petani,
padahal dari penelitian di Desa Klathakan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember,
teknologi tersebut secara nyata dapat meningkatkan
produktivitas lahan
(Prayuginingsih, 2002).
Berdasarkan kondisi tersebut maka teknologi tersebut kembali
disosialisasikan dengan sasaran terpilih, yaitu kelompok tani Makmur Jaya
(Kategori mandiri) yang berada di Desa Ajung dengan hasil sebagai berikut:
Hasil Kegiatan
Kegiatan untuk mengajak petani mencoba teknologi baru ternyata bukan hal
yang mudah. Hal ini terlihat dari tidak terpenuhinya 5 target kegiatan, yang
meliputi luas tanam, jarak tanam anjuram, penggunaan pupuk kandang,
penggunaan urea sesuai anjuran dan penggunaan pupuk berimbang. Pencapaian
target kegiatan beserta penyebab tidak terpenuhinya target terlihat pada Tabel 1
berikut:

PKMM-5-17-5

Tabel 1. Target, Pencapaian dan Kendala Sosialisasi Jajar Legowo


Target
1. Luas tanam : 10 ha

Pencapaian
60 %

Kendala/ Alasan petani


- Tidak banyak TK penanaman yang mau
mengerjakan dengan cara jajar legowo
(merepotkan)
- Kondisi air yang tidak memungkinkan
- Waktu tanam yang tidak serentak, sehingga
dalam kurun waktu 5 bulan luas tanam yang
ditargetkan belum juga terpenuhi

2.Jarak tanam anjuran

66.66 %

- Petani hanya mau mengikuti anjuran jarak


dalam barisan 20 cm karena jarak anjuran 15 cm
dianggap terlalu rapat, karena jarak tanam yang
biasa digunakan 25 x 25 x 25 cm
- Jarak antar barisan (20 cm) sepenuhnya diikuti
- Jarak antar barisan ganda 40 cm sepenuhnya
diikuti

3. Pupuk kandang/
organik

50 %

- Sebagian menganggap kandungan pupuk


tersebut masih cukup, sisa dari pertanaman
tembakau
- Hanya tembakau yang pantas menerima
perlakuan pupuk kandang

4. Penggunaan Pupuk
kimia (Urea) yang
sesuai anjuran

50%

- Petani sudah menggunakan pupuk Urea, tetapi


dosisnya berlebihan
- Dosis urea di daerah tersebut 200kg/ha, tetapi
rata-rata pemberian pupuk oleh petani adalah 300
kg/Ha

5. Penggunaan pupuk
berimbang

0%

- Merasa cukup dengan urea saja


- Kekurangan dana
- Kebiasaan

Apabila dirinci, beberapa tingkah laku petani yang menyebabkan tidak


tercapainya target kegiatan adalah:
1. Tidak bersedianya petani pekerja merubah tingkah laku dan kebiasaan,
khususnya dalam menerapkan jarak tanam jajar legowo karena dianggap
merepotkan dan memerlukan waktu lebih lama dalam penanaman.
2. Tidak dipakainya pemupukan berimbang disebabkan oleh kurangnya modal
usahatani.
3. Pupuk yang diperlukan kadang tidak tersedia di dekat lokasi usahatani.
4. Penggunaan pupuk urea melebihi dosis anjuran, menurut petani adalah
sebagai kompensasi tidak digunakannya pupuk KCl dan TSP.
Satu-satunya target kegiatan yang tercapai adalah peningkatan produktivitas
lahan, seperti ditunjukkan oleh Tabel 2 :

PKMM-5-17-6

Tabel 2.

Rata- rata Perubahan per ha yang Terjadi Dari Penerapan Jajar Legowo
Perubahan

Uraian

1. Hasil panen
2. Penggunaan bibit
3. Penggunaan urea
4.Upah Tenaga kerja

Mula-mula

3.000 kg
Rp 240.000,00
300 kg/ha
Rp 510.000,00

Jajar Legowo

3.600 kg
Rp 280.000,00
300 kg/ha
Rp 612.000,00

Unit

600 kg
Rp 40.000,00
0
Rp102.000,00

20,00
16,66
0,00
20,00

Penambahan Penerimaan
600 kg @ Rp 1700 = Rp 1.020.000,00
Penambahan Biaya
Rp 142.000,00
Penambahan Pendapatan dengan jajar legowo :
1. dalam Rp sebesar Rp 878.000
2. dalam % sebesar 17,21%

Pembahasan
Dari hasil pengamatan terhadap petani yang mengikuti program, terlihat
bahwa terjadi peningkatan produktivitas lahan sebesar 20% dan kenaikan
pendapatan rata-rata sebesar Rp 878.000,00 atau 17,21% per hektar. Kenaikan
produksi ini masih lebih rendah dari peningkatan yang terjadi di Desa Klathakan
pada tahun 2002 (Prayuginingsih, 2002), yang kemungkinan disebabkan oleh
tidak digunakannya pupuk organik (pupuk kandang) serta tidak adanya
pemupukan berimbang. Namun demikian hasil ini cukup menggembirakan bagi
petani, mengingat tidak banyak biaya tambahan yang harus dikeluarkan petani,
praktis petani hanya membeli bibit yang lebih banyak, yang disesuaikan dengan
jarak tanam yang dipilih. Obat-obatan yang digunakan relatif tidak berubah.
Demikian juga dengan biaya pajak dan pengairan.
Meskipun terjadi kenaikan biaya tenaga kerja, tetapi biaya ini tidak
dikeluarkan secara langsung. Hal ini terkait dengan kebiasaan petani setempat,
biasanya sawah seorang petani sejak tanam hingga panen, dikerjakan oleh
sekelompok pekerja yang akan dibayarkan upahnya setelah panen sebesar 1/10
hasil panen. Dengan demikian kenaikan biaya tenaga kerja tidak terlalu menjadi
beban bagi petani.
Apabila dibandingkan dengan rata-rata produktivitas di Kabupaten Jember,
yaitu sebesar 6,13 ton/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jember,
2003) maka hasil yang dicapai petani di Desa Ajung masih jauh di bawah rata-rata
produktivitas lahan tanaman padi di Kabupaten Jember. Beberapa hal yang
mungkin menjadi penyebab rendahnya produktivitas di Desa Ajung adalah:
1. Pemakaian pupuk Urea yang tidak sesuai anjuran.
2. Tidak dipakainya pupuk KCI dan TSP sebagai penyeimbang.
3. Tidak dipakainya pupuk kandang dalam pertanaman padi.
Dengan adanya contoh konkrit tentang pengaruh jajar legowo yang dapat
meningkatkan produktivitas lahan, diharapkan semakin banyak petani yang mau
menggunakan teknologi ini untuk meningkatkan pendapatan usahatani padinya.

PKMM-5-17-7

KESIMPULAN

Tidak mudah menyebarluaskan teknologi baru dan merubah tingkah


laku/perilaku petani. Hal ini terlihat dari pelaksanaan program percepatan
sosialisasi Jajar Legowo di desa Ajung belum sepenuhnya mencapai target
sasaran, terbukti dari: (a) hanya 60% areal tanam yang terpenuhi,(b) hanya
66,66% petani yang mematuhi jarak tanam anjuran,(c) hanya 50% petani yang
menggunakan pupuk kandang sisa pertanaman tembakau,(d) hanya 50% petani
yang menggunakan dosis urea sesuai anjuran dan,(e) tidak satupun petani yang
menggunakan pupuk TSP dan KCl sebagai penerapan pemupukan berimbang.
Penerapan teknologi jarak tanam jajar legowo pada pertanaman padi sawah
dapat meningkatkan produktivitas lahan di Desa Ajung sebesar 20% per ha dan
peningkatan pendapatan sebesar Rp 878.000,00 atau 17,21%.
DAFTAR PUSTAKA
BALITBANGDA Kabupaten Jember dan Universiatas Muhammadiyah Jember
2001. Pengembangan Sistem Pertanian Organik Pada Tanaman Padi di
kabuapten Jember; Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jember. 2002. Laksanakan Tanam
Sistim Jajar Legowo; Brosur. Tidak dipublikasikan.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jember. 2004. Progama Penyuluhan
Pertanian Tahun Kecamatan Sumbersari Anggaran 2004. Tidak
dipublikasikan.
Prayuginingsih. 2002. Pendapatan Usahatani Padi Sawah sistem Legowo di
Desa Klathakan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Universitas
Muhammadiyah Jember. Tidak dipublikasikan.

PKMM-5-18-1

TEHNIK MEMPRODUKSI BANDENG TANPA DURI (TANDU) SEGAR


Dian Agastya, Nova Firdaus, Dedy Sukanto, Clara Wanalita, Arlina Mayasari
Akademi Perikanan Sidoarjo, Sidoarjo
ABSTRAK
Kata kunci:

Anda mungkin juga menyukai