Tanda Tangan
....................................
IDENTITAS PASIEN
Nama
Tanggal lahir/Umur
Status perkawinan
: Sudah Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: TNI AU
Pendidikan
: S1
Alamat
No RM
: 024114
Tanggal masuk RS
: 10 Oktober 2016
I.1.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 10 November 2016 pukul 10.30
di Poli Bedah Umum.
Keluhan Utama
BAB berdarah sejak 10 hari SMRS.
Keluhan Tambahan
Nyeri saat duduk dan BAB.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Bedah RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan BAB
berdarah sejak 10 hari SMRS. Darah keluar setiap kali pasien BAB. Darah yang keluar
berwarna merah segar dan menetes setelah BAB. Darah keluar menetes dari anus dan darah
tidak tercampur dengan kotoran.
Pasien juga mengeluhkan keluar benjolan dari dalam anusnya. Menurut pasien,
benjolan tersebut berukuran seperti biji kacang hijau. Benjolan tersebut dapat dimasukkan
kembali ke dalam anus dengan bantuan jari. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat duduk dan
BAB. Sebelum ke poli bedah, pasien belum pernah berobat dan hanya meminum obat nyeri
untuk menghilangkan rasa sakit.
Pasien pernah mengalami keluhan BAB berdarah pada tahun 2004. Saat itu, BAB
berdarah hanya terjadi sekitar dua kali dan pasien sudah pergi berobat. Pasien belum
merasakan adanya benjolan yang keluar dari dalam anusnya. Pasien diberi obat yang
dimasukkan dari anus dan pasien tidak ingat nama obatnya, antibiotik, dan anti nyeri.
Menurut pasien, setelah menggunakan obat tersebut, keluhan BAB berdarah berhenti. Namun
BAB berdarah sempat terjadi lagi 1 tahun setelahnya dengan frekuensi yang sangat jarang.
Namun saat ini, pasien mengalami BAB berdarah setiap kali BAB dan dirasakan
seperti ada benjolan yang keluar dari lubang anusnya.
Pasien memiliki riwayat BAB tidak lancar dan sering mengejan. Pasien BAB sekitar 2
hari sekali dan pasien juga jarang makan buah dan sayuran. Pasien juga jarang minum air
putih, hanya 3-4 gelas per hari. Pasien tidak merasakan adanya keluhan perut kembung, mual,
muntah, cepat lelah, badan terasa lemas serta penurunan berat badan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat trauma serta riwayat operasi. Pasien juga tidak
memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru. Alergi obat
dan makanan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serupa dengan pasien. Menurut
pasien, ayah pasien mengalami hipertensi.
i.
ii.
Status Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
Tinggi Badan
Berat Badan
IMT
Pemeriksaan Fisik
Kepala
: Normosefali
Rambut
: Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak
alopesia
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
diameter 3 mm, reflex cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+
Telinga: Normotia, sekret (-/-), darah (-/-), pus (-/-)
Hidung
: Deviasi septum (-), sekret (-/-)
Mulut
: sianosis (-), lidah tidak kotor, oral higiene baik
Tenggorokan : T1/T1 tenang, faring tidak hiperemis.
Leher
:
- Tekanan Vena Jugularis (JVP) : tidak dilakukan
- Kelenjar tiroid
: tidak membesar
- Kelenjar getah bening
: tidak membesar
Thorax
-
Cor
ada bagian dada yang tertinggal, tidak tampak retraksi sela iga.
Palpasi
: vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri tekan
(-), benjolan (-)
Perkusi
: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
: suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi
Palpasi
sinistra
Perkusi
Batas kanan
Batas atas
Batas kiri
linea
midclavicularis sinistra
Batas bawah
: ICS VI linea midclavicularis sinistra
3
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
lapang abdomen
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, asites (-)
Lengan
Otot
Kanan
Kiri
Tonus
Massa
Normotonus
Tidak teraba massa
Normotonus
Tidak teraba massa
Sendi
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
Normal (5555)
Normal (5555)
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Kanan
Tidak ada
Kiri
Tidak ada
Varises
Tidak ada
Tidak ada
Tonus
Massa
Normotonus
Tidak teraba massa
Normotonus
Tidak teraba massa
Sendi
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
Normal (5555)
Normal (5555)
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Refleks
Refleks tendon
Kanan
+2
Kiri
+2
Biseps
+2
+2
Triseps
+2
+2
Otot
Patella
Refleks kulit
+2
Tidak dilakukan
+2
Tidak dilakukan
Refleks patologis
Negatif
Negatif
Inspeksi
tidak tampak fisura pada anus, warna kulit sekitar anus tidak tampak merah,
tidak ada tanda peradangan.
Palpasi
adanya massa, batas tegas, simetris, permukaan rata, batas atas dapat dicapai.
Tidak tampak darah dan lendir, pada sarung tangan sedikit feses (+) tidak ada
lendir dan darah.
Terdapat
benjolan pada
arah jam 7
dengan
diameter
I.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum dilakukan pemeriksaan penunjang.
I.3
RESUME
Seorang pria berusia 43 tahun datang ke poli bedah RSAU dr. Esnawan
Antariksa dengan keluhan BAB berdarah sejak 10 hari SMRS. Darah keluar setiap
kali pasien BAB. Darah yang keluar berwarna merah segar dan menetes setelah BAB.
Darah keluar menetes dari anus dan darah tidak tercampur dengan kotoran.
Pasien juga mengeluhkan keluar benjolan dari dalam anusnya. Menurut
pasien, benjolan tersebut berukuran seperti biji kacang hijau. Benjolan tersebut dapat
dimasukkan kembali ke dalam anus dengan bantuan jari.
Pasien memiliki riwayat BAB tidak lancar dan sering mengejan. Pasien BAB
sekitar 2 hari sekali dan pasien juga jarang makan buah dan sayuran. Pasien juga
jarang minum air putih, hanya 3-4 gelas per hari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 90x/menit,
frekuensi napas 18x/menit, suhu 36,3C. Pada pemeriksaan status generalis
didapatkan dari kepala, mata, hidung dan tenggorokan tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pada
pemeriksaan thorax didapatkan pada paru dan jantung dalam batas normal.
Inspeksi
tidak tampak fisura pada anus, warna kulit sekitar anus tidak tampak merah,
tidak ada tanda peradangan.
Palpasi
adanya massa, batas tegas, simetris, permukaan rata, batas atas dapat dicapai.
Tidak tampak darah dan lendir, pada sarung tangan sedikit feses (+) tidak ada
lendir dan darah.
I.4
DIAGNOSIS KERJA
Hemoroid Interna Grade III
I.4.1
DIAGNOSIS BANDING
Prolaps Recti
Polip Recti
Karsinoma Rectum
I.5
PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan darah rutin
6
Anoskopi
I.6
PENGOBATAN
Medikamentosa:
Analgetik
Asam Traneksamat
Vitamin K
Non-Medikamentosa:
Tatalaksana operatif dan edukasi operasi
Perbanyak makan makanan berserat seperti buah-buahan serta sayuran
Menghindari makanan pedas
Banyak minum air putih
Rujuk ke dokter spesialis bedah umum
I.7
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak
merupakan kelainan patologik. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau penyulit,
diperlukan tindakan. Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu hemoroid interna dan hemoroid
eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media.
Sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior.
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35%
penduduk, baik pria maupun wanita yang biasanya berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun
keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak
nyaman. Gejala yang dirasakan, yaitu rasa gatal, terbakar, pendarahan, dan terasa sakit.
Penyakit ini biasanya hanya memerlukan perawatan ringan dan perubahan gaya hidup.
II.2 ANATOMI REKTUM
Rektum panjangnya 15 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula mula mengikuti
cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada
ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis. Akhirnya
rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Rektum mempunyai sebuah proyeksi
ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang
peritoneum dan bagian anteriornya tertutup oleh paritoneum. Fleksura perinealis berjalan
ektraperitoneal. Haustra ( kantong ) dan taenia ( pita ) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan
otot longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian
yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka imbullah perasaan
8
ingin buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap sayap ke
dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat
satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 8 cm
dari anus. Melalui kontraksi serabut serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati,
dan pada kontraksi serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi.
Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang
sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit bagian
luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis
berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Mukosa
kolon mencapai dua pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini, 6 10 lipatan
longitudinal berbentuk gulungan, kolumna analis melengkung kedalam lumen. Lipatan ini
terlontar keatas oleh simpul pembuluh dan tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak
bertanduk. Pada ujung bawahnya, kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan
lipatan transversal. Alur alur diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong dangkal
pada akhiran analnya dan tertutup selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang
panjangnya kira kira 1 cm, di sebut daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun
ke kolumna analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna.
II.3 ETIOLOGI
Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor
pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
Penuaan
Kehamilan
Hereditas
Konstipasi atau diare kronik
Penggunaan toilet yang berlama-lama
Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa.
Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi
alkohol.
II.4 FAKTOR RISIKO
1. Anatomi
Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis kurang
mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
2. Umur
Pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter
menjadi tipis dan atonis.
3. Keturunan
Dinding pembuluh darah lemah dan tipis.
4. Pekerjaan
Orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang berat
mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
5. Mekanis
Semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen,
misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan
pada waktu defekasi.
6. Endokrin
Pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi
hormone relaksin.
7. Fisiologi
Bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita sirosis hepatis.
II.5 PATOGENESIS
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari
jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari
sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang
diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar
untuk mencegah terjadinya inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan
meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus.
Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi
semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama
ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
10
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma
mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit
dkk
(2008)
menyimpulkan
bahwa
sel
mast
memiliki
peran
yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Hemoroid yang membesar
secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap
awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah
defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah
defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.
Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps
menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada
pakaian dalam merupkan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit
perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan
oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila
terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.
II.11 TATA LAKSANA
Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan
konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi
seperti kodein.
Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari
konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan
awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak
penelitian yang mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan
antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping.
Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana
mekanismenya.
Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang
tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
13
b.
c.
d.
e.
f.
prosedur
ini
menghabiskan
banyak
waktu
dan
hasil
yang
cukup
15
BAB III
ANALISIS KASUS
III.1 DASAR DIAGNOSIS
Dasar Diagnosis ditetapkan berdasarkan gejala klinis yang dikeluhkan oleh pasien,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis ini sesuai dengan tanda dan
gejala simptomatik hemoroid, yaitu ;
1.
2.
3.
4.
makanan berserat.
5. Lalu berdasarkan pemeriksaan fisik rectal toucher didapatkan benjolan
berdiameter 3 mm pada arah jam 7.
Pemeriksaan penunjang belum dilakukan namun untuk hemoroid dapat diajurkan
untuk pemeriksaan anoskopi.
III.2 ALASAN RENCANA PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan adalah terapi simptomatik berupa asam traneksamat dan
vitamin K untuk menghentikan perdarahan sementara menunggu waktu operasi serta
diberikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. Sementara untuk terapi definitif disarankan
untuk dirujuk ke dokter spesialis bedah dan memberikan edukasi agar pasien bersedia untuk
dioperasi.
III.3 KOMPLIKASI PROGNOSA
Untuk komplikasi dari hemoroid sendiri sebenarnya jarang terjadi, namun pada pasien
ini sudah terjadi BAB berdarah selama 10 hari patut diwaspadai anemia karena anemia
sendiri merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hemoroid. Namun bila hemoroid
sudah keluar dan tidak dapat dimasukkan lagi, selanjutnya dapat terjadi inkarserata sehingga
mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal:
467
2. Susan Galandiuk, MD, Louisville, KY, A Systematic Review of Stapled
Hemorrhoidectomy Invited Critique, Jama and Archives, Vol. 137 No. 12,
December, 2002, http://archsurg.ama.org/egi/content/extract. last update Desember
2009.
3. Anonim, 2004, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid galery.html. Last
update Desember 2009.
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 675.
5. Linchan W.M,1994,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta,hal 56 59
6. Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H, Ronardy,
Melfiawati, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
18