Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urin dibentuk oleh ginjal. Ginjal memiliki beberapa fungsi penting,
meliputi regulasi volume cairan ekstraselular dan tekanan darah; regulasi
osmolaritas; pengaturan keseimbangan ion; regulasi hoestasis pH; eksresi zat sisa;
dan produksi hormone.1
Dalam keaadaan normal volume urin yang dieliminasi per hari pada orang
dewasa adalah 1-2 liter (sekitar 1-2 qt). Secara fisiologis maupun patologis
volume urin dapat bervariasi. Asupan cairan, tekanan darah, osmolaritas darah,
diet, suhu tubuh, diuretic, status mental, dan kesehatan umum mempengaruhi
volume urin. Volume urin mengandung 95% air, dan sisanya terdiri atas elektrolit,
zat-zat terlarut yang berasal dari metabolism selular, dan zat-zat eksogen seperti
obat-obatan.1
Zat-zat terlarut secara normal terdapat di dalam urin meliputi elektrolitelektrolit yang telah difiltrasi dan disekresi namun tidak direabsorbsi, urea (dari
pemecahan protein), kreatinin (dari pemecahan kreatinin fosfat di serat otot),
asam urat (dari pemecahan asam nukleat), urobilinogen (dari pemecahan
hemoglobin), dan sejumlah kecil dari substansi lain seperti asam lemak, pigmen,
enzim, dan hormon. Jika terdapat penyakit sehingga mengubah metabolisme
tubuh atau fungsi ginjal, maka dalam urin terdapat substansi yang tidak normal,
atau substansi normal muncul dalam jumlah yang abnormal.1
Pada keadaan abnormal dapat ditemukan glukosa, benda keton, protein dan
berbagai senyawa lain, seperti pigmen empedu, darah dan porfirin yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit tertentu. Dalam
keadaan tertentu perlu dilakukan penetapan jumlah suatu zat dalam urin yang
dikumpulkan selama 24 jam. Pada pengumpulan urin 24 jam ini perlu digunakan
bahan pengawet seperti toluen, sebab dapat terjadi perubahan senyawa dalam urin
akibat kerja bakteri dalam urin.2 Berdasarkan paparan diatas, maka akan
dilakukan praktikum biokimia pada urin yang mencakup uji urinalisis, uji indikan,
Uji kreatinin, Uji Benedict, Uji Protein, dan Uji Benda Keton dalam urin sampel.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum adalah sebagai berikut:
1. Mengamati sifat fisik urin
2. Membuktikan adanya indikan dalam urin
3. Menetapkan kadar kreatinin urin
4. Menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif (Uji Benedict
semikuantitatif)
5. Membuktikan adanya protein dalam urin
6. Membuktikan adanya benda keton dalam urin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Sifat Fisik Urin
Volume urin yang dieliminasi per hari pada orang dewasa adalah 1-2 liter
(sekitar 1-2 qt). Asupan cairan, tekanan darah, osmolaritas darah, diet, suhu tubuh,
diuretic, status mental, dan kesehatan umum mempengaruhi volume urin. Volume
urin mengandung 95% air, dan sisanya terdiri atas elektrolit, zat-zat terlarut yang
berasal dari metabolism selular, dan zat-zat eksogen seperti obat-obatan.2
Berat jenis urin 24 jam dalam keadaan normal 1,020 dengan kisaran
1,016 sampai 1,024. Berat jenis urin bervariasi. Setelah minum sejumlah besar air,
berat jenis urin akan turun sampai 1,002 dan bila berkeringat banyak berat jenis
urin dapat mencapai 1,040. Variasi berat jenis urin normal terutama diakibatkan
oleh kandungan urea, NaCl dan fosfat. Berat jenis urin pada keaadaan patologis
akan berubah. Berat jenis urin pada penderita diabetes mellitus akan meningkat
akibat adanya glukosa dalam urin. Dengan penetapan berat jenis urin ini akan
dapat diperkirakan kandungan zat padat dalam urin. Jumlah zat padat urin
dihitung dengan cara mengalikan 2 angka terakhir berat jenis dengan 2,6
(=koefisien Long). Angka yang diperoleh menyatakan gram zat pada dalam 1 liter
urin. Untuk penetapan berat jenis urin digunakan urinometer.2
2.2 Uji Indikan (Obermeyer)
Indikan dalam urin berasal dari proses pembusukan asam amino triptofan
dalam usus, bukan berasal dari katabolisme protein dalam tubuh. Ekskresi indikan
ke dalam urin memberi gambaran proses pembusukan dalam usus. Pada keadaan
normal, dalam sehari diekskresi 10-20 mg. Variasi ekskresi terutama ditentukan
oleh jenis makanan. Makanan tinggi protein akan meningkatkan ekskresi indikan
dalam urin dan sebaliknya pada makanan tinggi karbohidrat. Bila terjadi
peningkatan proses pembusukan dalam usus atau bila ada proses stagnasi isi usus
juga akan terjadi peningkatan ekskresi indikan urin. Peningkatan indikan dalam
urin juga dapat ditemukan bila ada dekomposisi protein dalam tubuh oleh bakteri,
seperti gangren. Indikan dalam urin dapat ditetapkan dengan uji Obermeyer.2

Prinsip pengujian ini adalah pereaksi Obermeyer yang mengandung FeCl 3


dalam HCl pekat mengoksidasi gugus indoksil membentuk biru indigo yang larut
dalam kloroform.2
2.3 Uji Kreatinin Urin (Folin)
Kreatinin merupakan produk katabolisme keratin fosfat dalam otot. Dalam
keadaan normal sebesar 1-1,8 g kreatinin diekskresi dalam urin dalam 24 jam.
Bila fungsi ginjal tidak terganggu, ekskresi kreatinin dalam urin dapat dijadikan
indeks masa otot. Dari hari ke hari pada satu individu ekskresi kreatinin bersifat
konstan dan tidak tergantung pada diet, sehingga dapat dinyatakan sebagai
koefisien kreatinin.2
Koefisien kreatinin menyatakan ekskresi kreatinin dalam 24 jam (dalam
mg) dibanding dengan berat badan (dalam kg). Karena besaran koefisien kreatinin
konstan untuk satu indivdu, koefisien kreatinin dapat digunakan untuk
mengetahui apakah suatu sampel urin benar merupakan urin yang dikumpulkan
dalam 24 jam.2
Ekskresi kreatinin dalam urin berkurang pada keadaan kelaparan dan
atrofi otot dan meningkat bila terjadi peningkatan katabolisme jaringan seperti
demam. Koefisien kreatinin laki-laki : 20-26 mg/ kgBB /24jam, wanita: 14-22
mg/kgBB/24 jam.2
Prinsip dalam tes ini adalah kreatinin berekasi dengan larutan pikrat
alkalis (reaksi Jaffe) menghasilkan senyawa kompleks (tautomer kreatinin pikrat)
berwarna kuning jingga.2
2.4 Uji Benedict Semikuantitatif
Adanya glukosa dalam urin dapat dinyatakan dengan sifat glukosa yang
dapat mereduksi ion-ion tertentu dalam larutan alkalis. Uji ini tidak spesifik
terhadap glukosa, gula lain yang mempunyai sifat mereduksi dapat juga memberi
hasil yang positif.2
Prinsip pengujian ini adalah aldehil atau keton bebas gula akan mereduksi
kuprioksida dalam pereaksi Benedict menjadi kuprooksida yang berwarna.
Dengan uji ini dapat diperkirakan secara kasar (semikuantitatif) kadar gula dalam
urin.2

2.5 Uji Protein


1. Uji Heller
Uji ini dapat digunakan untuk menentukan adanya protein secara
kualitatif dan cepat. Protein akan terkoagulasi akibat adanya asam kuat atau
akibat panas. Hasil positif diketahui oleh terbentuknya cincin di atas lapisan
HNO3 pekat.2
2. Uji Koagulasi
Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan mengalami
koagulasi. Pada pH iso-elektrik, kelarutan protein sangat menurun atau
mengendap. Pada temperature > 60 C kelarutan protein akan berkurang
karena pada temperature yang tinggi energy kinetic molekul protein
meningkat sehingga terjadi jetaran yang cukup kuat untuk merusak
ikatan/struktur sekunder, tersier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi.
Apabila endapan tetap ada, maka menandakan adanya protein karena fosfat
akan larut jika terdapat dalam suasana asam. Uji protein ini dapat digunakan
untuk mengevaluasi dan memantau fungsi ginjal, mendeteksi, mendiagnosis
kerusakan ginjal. Protein yang berlebih pada urin atau yang biasa disebut
proteinuria menunjukkan kerusakan pada ginjal atau mungkin sebelum
dilakukan tes orang tersebut mengkonsumsi obat-obatan.2
2.6 Uji Benda Keton (Rothera)
Benda keton tidak ditemukan dalam urin normal. Pada penderita
diabetes mellitus, alkoholisme dan pada saat kelaparan yang berkepanjangan
terjadi gangguan metabolism karbohidrat yang disertai peningkatan metabolism
lipid. Pada keadaan ini terjadi peningkatan produksi benda keton dalam hati
yang selanjutnya akan diekskresi ke dalam urin. Benda keton terdiri dari 3
senyawa yaitu aseton, asam asetat, dan asam -hidroksibutirat yang merupakan
produk metabolisme dari lemak dan asam lemak yang berlebihan. Benda keton
diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi
yang disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat (misalnya pada
penderita diabetes mellitus), kurangnya asupan karbohidrat, gangguan absorpsi
karbohidrat, gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil asupan

asam lemak untuk dibakar. Peningkatan kadar badan keton dalam darah akan
menimbulkan asidosis dikarenakan habisnya cadangan basa (misalnya
bikarbonat, HCO3) dalam tubuh. Pada keto-asidosis diabetik, akan didapatkan
peningkatan keton pada serum hingga mencapai > 50 mg/dl. Keton memiliki
struktur kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan
kadarnya pertama kali tampak pada plasma dan serum darah, kemudian baru
terdapat pada urin. Ketonuria terjadi akibat dari ketosis. Benda keton yang
dijumpai pada urin terutama adalah aseton dan asam asetat. 2,3,4
Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak akan menyebabkan timbulnya
hasil negatif palsu pada hasil praktikum. Kemudian urin yang disimpan dalam
temperatur ruangan dalam waktu yang lama juga akan menyebabkan hasil uji
negatif palsu. Selain itu, adanya bakteri dalam urin juga dapat menyebabkan
hilangnya kandungan asam asetat dan pada anak penderita diabetes cenderung
mengalami ketonuria daripada dewasa. Uji positif pada benda keton ditunjukkan
apabila ditemui adanya cincin ungu kemerahan pada uji Rothero.2

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Uji Sifat Fisik Urin
a. Gelas ukur 100 ml
b. Reagen urin tanpa pengawet
c. Urinometer
3.1.2 Uji Indikan (Obermeyer)
a. Sampel urin
b. Pereaksi obermeyer
(Larutkan 6.7 g feri klorida (FeCl 3.6H2O) dalam asam klorida pekat
(berat jenis 1,19) dan encerkan sampai volume 1000 mL dengan asam
yang sama)
c. Kloroform
d. Tabung reaksi
e. Pipet tetes
3.1.3 Uji Kreatinin Urin (Folin)
a. Urin 24 jam
b. Larutan pikrat jenuh
c. Larutan NaOH 10%
d. Larutan standar kreatinin mengandung 1 mgl/mL
Larutan 1 g kreatinin dalam HCl 0,1 N dan encerkan sampai 1000mL
3.1.4 Uji Benedict Semikuantitatif
a. Urin normal
b. Larutan glukosa 0.3%
c. Larutan glukosa 1%
d. Larutan glukosa 5%
3.1.5 Uji Protein
a. Urin dan urin yang mengandung protein
b. Asam nitrat pekat
c. Asam asetat 2%
3.1.6 Uji Benda Keton (Rothera)
a. Urin dan urin yang mengandung benda keton
b. Kristal ammonium sulfat
c. Larutan Na nitroprusid 5%
d. Ammonium hidroksida pekat
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Uji Sifat Fisik Urin
1) Isilah gelas ukur 100 mL dengan urin (bahan pengawet harus dibuang
terlebih dahulu)
2) Letakkan urinometer didalamnya. Urinometer akan mengapung dan tidak
boleh menyetuh dinding tabung.

3) Baca angka urinometer yang bersesuaian dengan permukaan urin dalam


tabung.
4) Catat suhu urin tersebut
Tiap urinometer telah ditera untuk suhu tertentu dan tertulis pada alat. Bila
suhu urin tidak sama dengan suhu tera alat, perlu dilakukan koreksi pada
angka yang ditunjukkan oleh urinometer.
Tiap perbedaan 3 C di atas suhu tera alat berat jenis urin harus
ditambah 0.001 dan tiap perbedaan 3 C

di bawah suhu tera alat berat

jenis harus dikurangi 0.001.


3.2.2

Uji Indikan (Obermeyer)


Pipetkan ke dalam tabung reaksi
Larutan

Tabung

Urin
Pereaksi Obermeyer

8 mL
8 mL
Diamkan beberapa menit
Kloroform
3 mL
Campur dengan membalik-balik tabung kira-kira 10 kali (jangan dikocok).
Kloroform akan menekstraksi biru indigo.
3.2.3

Uji Kreatinin Urin (Folin)


Larutan
Blanko
Standar 1 Standar 2
Uji 1
Uji 2
Akuades
1 mL
Standar
1 mL
1 mL
Urin
1 mL
1 mL
Larutan asam
20 mL
20 mL
20 mL
20 mL
20 mL
pikrat jenuh
NaOH
1,5 mL
1,5 mL
1,5 mL
1,5 mL
1,5 mL
Kocok perlahan-lahan dan diamkan 25 menit. Encerkan dengan akuades
sampai volume 100 mL, campur dengan membalik-balik labu. Bacalah serapan
pada panjang gelombang 540 nm

3.2.4

Uji Benedict Semikuantitatif


Larutan
Pereaksi Benedict
Urin
Larutan glukosa 0.3 %
Larutan glukosa 1 %

Tabung 1
2,5 mL
4 tetes

Tabung 2
2,5 mL

Tabung 3
2,5 mL

4 tetes
4 tetes

Tabung 4
2,5 mL

Larutan glukosa 5 %
4 tetes
Panaskan dalam penangas air mendidih selama 5 menit atau didihkan di atas
api kecil selama 1 menit. Biarkan menjadi dingin, perlahan-lahan. Endapan
berwarna hijau, kuning atau merah menandakan reaksi positif, sedangkan
perubahan warna larutan saja tidak berarti reaksi positif.
3.2.5

Uji Protein
1. Uji Heller
Larutan
Tabung
Asam nitrat pekat
5 mL
Miringkan tabung reaksi dan tambahkan perlahan-lahan
Urin jernih (normal/patologis)
5 mL
Hasil positif ditandai oleh terbentuknya cincin di atas lapisan HNO3 pekat
2. Uji Koagulasi
Larutan
Tabung
Urin jernih (bila perlu disaring 5 mL
terlebih dahulu)
Didihkan. Endapan yang terbentuk adalah protein atau fosfat
Asam asetat 2%
5 tetes
Bila endapan tetap ada mendakan ada protein sebab fosfat akan larut
dalam suasana asam.

3.2.6

Uji Benda Keton (Rothera)


Larutan
Tabung
Urin (normal/patologis)
5 Ml
Kristal ammonium sulfat
Ditambahkan sampai jenuh
Na nitroprusid 5 %
2-3 tetes
Amonium hidroksida pekat
1-2 tetes
Campur, diamkan 30 menit. Hasil postif ditandai oleh warna ungu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tortora GJ and Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology: The
System Urinarius 12th ed. John and Wiley and Sons,Inc. 2009.
2. Tim Praktikum Kimia Klinik. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Klinik I.
Akademi Analisis Kesehatan Manggala: Yogyakarta; 2011.
3. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta; 1996.
4. Poedijadi, Anna. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press: Jakarta; 1994.
5. Pagana KD. Mosbys Manual of Diagnostic and Labarotory Tests. 5th Edition.
Elsevier: Canada; 2013.
6. Brunzel NA. Fundamentals of Urine & Body Fluid Analysis. 3rd Edition.
Elsevier: USA; 2013.

Anda mungkin juga menyukai