Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Di unit gawat darurat, sering kita menjumpai penderita dengan gambaran EKG
takikardia. Interpretasi yang baik dan benar merupakan langkah yang sangat penting dalam
pengobatan terhadap pasien tersebut. Kita harus mendiagnosa apakah takikardia tersebut
sebagai takikardia ventrikular (VT) atau supraventrikular (SVT) disebabkan oleh penanganan
diantara kelainan ini berbeda.
Perkembangan tentang mekanisme dan tatalaksana terapi takikardi akhir-akhir ini,
menuntut

seorang

dokter

untuk

secepatnya

mengambil

keputusan.

Rekaman

elektrokardiogram (EKG) 12 sandapan merupakan alat sederhana yang mampu menentukan


sebagian besar jenis takikardia. Oleh karena itu setiap pasien dengan takikardia harus
dilakukan pemeriksaan EKG 12 sandapan, kecuali bila keadaannya sangat tidak stabil
sehingga diperlukan konversi elektris. Di samping itu, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
seksama terhadap pasien terutama yang ada hubungannya dengan penyakit jantung koroner,
adanya kemungkinan gagal jantung, pemberian obat-obatan seperti digitalis dan sebagainya
mungkin diperlukan. Pemeriksaan foto toraks dan ekokardiografi diperlukan untuk
menentukan berbagai penyakit jantung yang mendasari terjadinya takikardia dengan, apakah
jantungnya normal atau kemungkinan merupakan akibat dari penyakit tertentu.

BAB II
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.K
Umur
: 72 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
1

Agama
: Budha
Alamat
: Jl.Wisata Bahari-Kawal
Pekerjaan
: Swasta
Tanggal masuk
: 31 Juli 2015
Tanggal keluar: 05 Agustus 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
: Sesak napas
Keluhan Tambahan : Nyeri dada sebelah kiri, dada berdebar-debar, mual, perut terasa tidak
enak.
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS datang ke RSAL Midiyato pada tanggal 31 Juli 2015 dengan keluhan sesak nafas
yang memberat sejak 6 jam SMRS, suara nafas tidak berbunyi. Sebelumnya OS juga sudah
kadang-kadang mengeluh sesak napas saat sehari-hari. OS juga mengeluh nyeri dada sebelah
kiri yang menjalar ke punggung, dada berdebar-debar, nyeri dada hilang timbul, keluhan juga
disertai mual dan terasa perut tidak enak. Nyeri kepala, kedua kaki bengkak (+). Os kiriman
dari RSUP dan telah mendapatkan terapi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (+)
Penyakit jantung (-) tidak diketahui
DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan seperti pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
o Kesadaran
: Compos Mentis
o Kesan Gizi : Sedang
o Tinggi badan : 172 Cm
o Berat badan : 65 Kg
o Vital Sign
:

RSUP

RSAL

TD

171/96

110/70

Respirasi

21x/menit

20x/menit

Suhu

36,5oC

36,8oC

Nadi

92x/menit

104x/menit
2

B. Pemeriksaan Khusus
o Kepala
: Normocephal, rambut warna hitam
o Mata
: Normal
Palpebra
: Tidak tampak edema
Konjungtiva
: Tidak anemis
Sklera
: Tidak tampak ikterik
Pupil
: Bulat isokor
Refleks Cahaya
: Langsung +/ + , tidak langsung +/+
o Leher
:
JVP 5+2 mmHg
Massa abnormal tidak ditemukan
Deviasi trakea tidak ditemukan
o Thoraks
Inspeksi
Dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis
Normochest, diameter ventrolateral : AP = 2 : 1
Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra
Fremitus taktil/vokal simetris, tidak ada pergerakan dinding
dada yang tertinggal

Perkusi
Terdengar redup pada lapangan paru
Perenjakan paru positif, batas jantung kanan pada ICS V linea

sternalis dextra
Batas jantung kiri pada ICS VI satu jari medial linea

midclavicularis sinistra
Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis dextra
Auskultasi
S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) Regulitas : Iregular
Murmur (-) Gallop (-)
Vesikuler di kedua hemitoraks , Rh -/- Wh -/o Abdomen
Inspeksi
Permukaan rata, simetris.
Auskultasi
Bising usus ( + ) normal
Perkusi
Timpani pada seluruh lapang abdomnen
Palpasi
Hepar, lien, dan ginjal tidak teraba adanya pembesaran
Nyeri tekan epigastrium (+)
3

o Ekstremitas
Akral hangat, perfusi baik
Edema pada kedua tungkai.
Sianosis tidak ditemukan pada keempat ekstremitas.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah
Darah lengkap
(31 Juli 2015)
Hb
: 15,1 g/dl
Ht
: 45 %
Eritrosit
: 5,0 x 106 / mm3
Leukosit
: 12.400
Trombosit
: 131.000
- Glukosa sewaktu
: 147 mg/dl
- Cholesterol
: 178 mg/dl
- HDL Cholesterol
: 57 mg/dl
- LDL Cholesterol
: 90 mg/dl
- Trigliserida
: 154 mg/dl
- Ureum
: 88 mg/dl
- Creatinin
: 4,4 mg/d
- Asam Urat
: 9,8 mg/dl
Natrium
: 143 mg/dl
Kalium
: 4,9 mg/dl
Klorida
: 109

b.EKG
31/07/2015 (14.30)

Kesan : - Ventrikel Takikardi


V.RESUME
Laki-laki 72 tahun datang ke RSAL Midiyato dengan keluhan sesak nafas yang
memberat sejak 6 jam SMRS, sesak tidak berbunyi. suara nafas tidak berbunyi. Sebelumnya
OS juga sudah kadang-kadang mengeluh sesak napas saat sehari-hari. OS juga mengeluh
nyeri dada sebelah kiri yang menjalar ke punggung, dada berdebar-debar, nyeri dada hilang
timbul, keluhan juga disertai mual dan terasa perut tidak enak. Nyeri kepala, kedua kaki
bengkak (+). Os kiriman dari RSUP dan telah mendapatkan terapi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD : 110/70, HR: 104x/mnt,

RR: 22x/mnt. Pada

pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan epigastrium (+), edema pada kedua tungkai (+). Kesan
EKG : Ventrikel Takikardi
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Ventrikel Takikardi
- CAD NStemi
6

VII. PENATALAKSANAAN
RSUP :
- Non medikamentosa :
Terapi Definitif : DC shock kardioversi 50 joule 1x
- Medikamentosa :
O2 : 3 l/mnt nasal kanul
Infus D5% + Amiodarone 150mg 20 tpm
Fargoxin 1 amp + 100cc Nacl 3 tpm
Dobutamin 250mg + Nacl 100cc 10cc/jam
Ranitidine 1 amp
Ondansentron 4 mg 1 amp
P/O :
Clopidogrel 75mg 1 tab
Aspilet 1 tab
Digoxin 0,25mg

RSAL :
-

Non medikamentosa :
Tirah baring
Diet rendah garam
Diet lunak
Medikamentosa :
O2 : 3 l/mnt nasal kanul
Infus D5% + Amiodarone 150mg 20 tpm
Fargoxin 1 amp + 100cc Nacl 3 tpm (STOP)
Dobutamin 250mg + Nacl 100cc 10cc/jam
Pantoprazole 1 amp
Fluxum 0,4mg
P/O :
Clopidogrel 75mg 1 tab
Aspilet 1 tab
Digoxin 0,25mg
Stator 20mg

VIII. PROGNOSIS
-

Quo ad vitam
Quo ad functionam

: dubia ad malam
: dubia ad malam

FOLLOW UP
Tanggal
01/08/2015
07.00

Follow up
KU: Sesak nafas (berkurang)
KT: Nyeri dada (sekali-kali), berdebar-

Terapi

O2 : 3
l/mnt
7

Vital sign:
TD: 170/80
N: 74x/mnt
R: 24
S: 36,7

02/08/2015

debar (+)
Kes: CM
Mata: CA -/- SI -/Leher: JVP 5+2 mmHg
Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/+- wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G( )
Abd: BU (+)
NT/NL/NK +/-/Asites (-)
Ekst: Edema kedua tungkai

kanul
Amiodaron 4amp dlm
100cc Nacl : 10 gtt/i

mikro
Ottozol 1x1
Fluxum 0,4mg

P/O :
Stator 1x20mg
CPG 1x1
Miozidin 1x1
Maxiflon 1x1
Proxime 1x1
Opivask 2x5mg

KU: Sesak nafas (berkurang)


Kes: CM
Mata: CA -/- SI -/Leher: JVP 5+2 mmHg
Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G( )
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema kedua tungkai

Pantoprazole 1x1
Fluxum 0,4mg
CPG 1x1
Miozidin 1x1
Maxiflon 1x1
Proxime 1x1
Opivask 2x5mg

(stop)
Tyarit (po) 1x1

03/08/2015

KU: Sesak nafas berkurang

06.00
TD: 130/70
N: 78x/mnt
R : 24

Mata: CA -/- SI -/Thorax: pulmo: VS +/+ Rh +/+ wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema kedua tungkai (berkurang)

Pantoprazole 1x1
Fluxum 0,4mg
CPG 1x1
Miozidin 1x1
Maxiflon 1x1
Proxime 1x1
Tyarit (po) 1x1
Opilac syr 3x1c

04/08/2015

KU: Sesak (-)

TD: 150/80
N: 76 x/mnt
R: 22x/mnt

Mata: CA -/- SI -/Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema minimal

Pantoprazole 1x1
Heparin 0,4mg
CPG 1x1
Miozidin 1x1
Maxiflon 1x1
Proxime 1x1
Tyarit (po) 1x1
lactulose syr 3x1c

09.00
TD: 150/100
N : 80x/mnt
R : 24x

05/08/2015

KU: Sesak (-)

TD: 150/80
N : 70 x/mnt
R : 20 x/mnt

Mata: CA -/- SI -/Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema (-)

05/08/2015

KU: (-)

TD: 150/70
N : 84 x/mnt
R : 20 x/mnt

Mata: CA -/- SI -/Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema (-)
Pasien diperbolehkan pulang atas
persetujuan dokter

Nacl 7 gtt/I
Pantoprazole 1x1
Lain-lain lanjutkan

Terapi Pulang :

Iretensa 2x300mg
Sucrafat syr 3xc1
Atrovastatin 1x 20mg
Miozodine 1x1
Maxiflon 1x1
Neulin 2x1
Clopidogrel 1x75mg
nifedipine 2x1
Lactulose 3xc1
Tyarit 1x1

EKG 2 Agustus 2015

EKG 3 Agustus 2015

10

EKG 4 Agustus 2015

11

Kesan :
Nstemi extensive anterior + inferior

BAB III
PEMBAHASAN
Definisi

12

Takikardia didefinisikan sebagai suatu keadaan aritmia dengan kecepatan kerja jantung di
atas seratus kali per menit pada orang dewasa selama tiga denyutan atau lebih.
Mekanisme
Takiaritmia merupakan akibat dari salah satu mekanisme :
1. Peningkatan automatisitas
2. Reentry
3. Aktivitas yang merangsang

Klasifikasi
Takiartimia dikategorikan menjadi supraventrikular takiaritmia dan ventrikular aritmia
berdasarkan panjangnya kompleks QRS, morfologi dan kecepatan gelombang P, hubungan
antara gelombang P dan kompleks QRS, dan respon terhadap manuever vagal.
1.

2.

Takikardia dengan kompleks QRS sempit (SVT) (QRS <0.12 detik)


1. Sinus takikardia
2. Atrial fibrilasi
3. Atrial flutter
4. AV nodal reentry
5. Accessory pathway-mediated tachycardia
6. Atrial tachicardia
7. Multifocal atrial tachycardia
8. Junctional tachycardia
Takikardia dengan kompleks QRS melebar (QRS 0.12 detik)
1. Ventrikular takikardi dan ventrikular fibrilasi
2. SVT with abberancy
3. Wolff-Parkinson-White syndrome
4. Ventricular paced rhythm

Evaluasi awal dan penatalaksanaan


Hipoksemia merupakan penyebab terbanyak pada takikardia. Evaluasi awal pasien dengan
takikardia sebaiknya fokus pada tanda peningkatan kerja napas (takipnea, retraksi interkostal,
retraksi suprasternal, pernapasan paradoks abdominal) dan saturasi oksihemoglobin. Jika
oksigenasi pada pasien kurang adekuat, berikan tambahan oksigenasi, pasang monitor,
evaluasi tekanan darah, dan pasang infus. Jika memadai, pasang EKG 12 sandapan untuk
memberikan gambaran gelombang yang lebih baik. Akan tetapi pemasangan EKG tidak boleh
menghambat kardioversi yang segera jika pasiennya tidak stabil. Pada saat penalaksanaan
awal, evaluasi keadaan klinis pasien dan identifikasi penyebab reversibel takikardia.
13

Jika tanda dan gejala masih menetap setelah pemberian suplemen oksigen, bantuan
jalan napas, dan ventilasi, lakukan pengevekan tingkat instabilitas pasien dan tentukan
apakan ketidakstabilan itu berkaitan dengan takiaritmia.

Jika pada pasien terdapat tanda-tanda perubahan status mental, nyeri dada
iskemik, gagal jantung akut, hipotensi, atau tanda lain syok berikan

kardioversi sinkronisasi.
Jika kecepatan kerja jantung < 150 x per menit tanpa adanya disfungsi

ventrikel, takikardia terajadi bukan karena instabilitas


Pada pasien kompleks QRS menyempit yang tidak mengalami hipotensi dapat

diberikan adenosin saat mempersiapkan pemberian kardioversi sinkronisasi


Jika pasien stabil (tidak ada tanda serius yang berkaitan dengan takikardia),
dapat dilakukan pemasangan EKG 12 sandapan, evaluasi ritme, konsul ke
bagian kardiologi

Kardioversi dapat diberikan segera jika keadaan pasien sangat tidak stabil. Sebaiknya
dipasang infus dan diberikan sedasi dulu sebelum diberikan kardioversi. Pemberiannya
sinkron dengan kompleks QRS. Pemberikan kardioversi pada saat komopleks QRS ini
bertujuan untuk menghindari

pemberian shock pada keadaan refractory period. Jika

diperlukan kardioversi namun tidak memungkinkan untuk mensinkronisasi berikan shock


energi tinggi yang tidak tersinkronisasi (dosis defibrilasi).
Kardioversi direkomendasikan karena shock yang diberikan dapat memutuskan
takiaritmia dengan mengganggu reentrant pathway yang merupakan penyebab dari :
1.
2.
3.
4.

Pasien dengan SVT yang tidak stabil


Pasien atrial fibrilasi yang tidak stabil
Pasien atrial flutter yang tidak stabil
Pasien monomorphic (regular) VT yang tidak stabil
Dosis kardioversi :
1. Atrial fibrilasi, energi inisial bifasik adalah 120J sampai 200J*.
2. Atrial flutter dan SVT lainnya energi inisial bifasik, dosis awal 50J sampai 100J*.
Kardioversi dengan gelombang monofasik mulai dari 200J*
3. VT, energi monomorfik, inisial 100J*.
4. Aritmia dengan polimorfik kompleks QRS (misalnya Torsades de Pointes) tidak butuh
kardioversi. Jika pasien dengan polimorfik VT, berikan penatalaksanaan seperti VF
dan berikan energi tinggi yang tidak tersinkronisasi.

* Jika dosis inisial gagal, diberikan peningkatan dosis bertahap.

14

Kepastian diagnosis Vetrikel Takikardi


Dengan melakukan pemeriksaan EKG dengan gambaran sebagai berikut;

Durasi dan morfologi kompleks QRS,


pada VT urutan aktivasi tidak mengikuti arah konduksi normal sehingga bentuk
kompleks QRS menjadi panjang (biasanya lebih dari 0,12 s). pedoman umum yang
berlaku adalah semakin lebar kompleks QRS semakin besar kemungkinannya suatu
VT, khususnya bila lebih dari 0,16 s. pengecualian adalah VT yang berasal dari fasikel
posterior berkas cabang kiri (idiophatic left ventricular tachycardia) yng memiliki
kompleks QRS <0,12 s karena padaVT jenis ini lokasi reentry dekat dengan septum
interventrikel seperti konduksi normal.
Morfologi kompleks QRS bergantung pada asal focus VT. Bila berasal dari ventrikel
kanan akan memberikan gambaran morfologi blok berkas cabang kiri (left bundle
block morphology) dan jika berasal dri ventrikel kiri akan menunjukkan gambaran
blok berkas cabang kanan (Right bundle brnch block morphology). Kalau morfologi
QRS adalah RBBB maka takikardi adalah VT jika morfologi kompleks QRS adalah
monomorfik atau bifasik. Jika morfologi QRS adalah LBBB maka akan menguatkan
diagnosis VT jika adanya takik gelombang S atau nadir S lambat >70 milidetik.

Laju dan irama,


laju VT berkisar antara 120-300 kali permenit dengan irama yang teratur atau hampir
teratur (variasi antardenyut adalah <0,04 s). jika takikardia disertai irama yang tidak
teratur maka harus dipikirkan adanya AF dengan konduksi aberan atau preeksitasi.

Aksis kompleks QRS,


aksis kompleks QRS tidak hanya penting untuk diagnosis tapi juga untuk menentukan
asal focus. Adanya perubahan ksis lebih dari 40 derajat baik ke kiri maupun ke kanan
umumnya adalah VT. Kompleks QRS pada sadapan aVR berada pada posis -210
derajat dengan kompleks QRS negative. Bila kompleks QRS menjadi positif saat
takikardia sangat menyokong adanya VT yang berasal dari apeks mengarah ke bagian
basal ventrikel. Aksis ke superior pada takikardia QRS lebar dengan morfologi RBBB
sangat menyokong ke arah VT. Adanya takikardia QRS lebar dengan aksis inferior
dan morfologi LBBB mendukung adanya VT yang berasal dari right ventricular
outflow track.
15

Disosiasi antara atrium dan ventrikel, pada VT nodus sinus terus memberikan
impuls secara bebas tanpa ada hubungan dengan aktivitas ventrikel sehingga
gelombang P yang muncul tidak berkaitan dengan kompleks QRS. Adanya disosiasi
AV sangat khas untuk VT walaupun adanya asosiasi AV belum dapat menyingkirkn
VT. Secara klinis disosiasi AV dapat dikenal dengan adanya variasi bunyi jantung satu
dan variasi TDS.

Capture beat dan fusion beat, kadang-kadang saat berlangsungnya VT, impuls dari
atrium dapat mendepolarisasi ventrikel melalui system konduksi normal sehingga
memunculkan kompleks QRSyang lebih awal dengan ukuran normal (sempit).
Keadaan ini disebut capture beat. Fusion beat terjadi bila impuls dari nodus sinus
dihantarkan ke ventrikel melalui nodus atrioventrikular dan bergabung dengan impuls
dari ventrikel.
Capture beat dan fusion beat jarang ditemukan dan sangat khas untuk VT .

Konfigurasi kompleks QRS, adanya kesesuaian dari kompleks QRS pada sadapan
dada sangat menyokong diagnosis VT. Kesesuaian positif kompleks QRS pada
sadapan dada dominan positif menunjukkan asal focus takikardi dari dinding posterior
ventrikel. Kesesuaian negative kompleks QRS pada sadapan dada negative
menunjukkan asal focus dari dinding anterior ventrikel.

Penting diingat untuk selalu membuat EKG lengkap 12 sadapan saat dan sesudah takikardia.3
Diagnosis Banding
a. Takikardia supraventrikel (SVT) dengan konduksi aberan
Pada keadaan SVT biasa maka konduksi dari atrium ke ventrikel melalui jalur
konduksinormal sehingg kompleks QRS akan normal. Namun secara fisiologis dapat
terjadi hambatan/blok pada salah satu berkas cabang(kiri atau kanan)karena adanya
perbedaan masa refrakter diantara keduanya.kedaan in disebut konduksi aberans.
Karena adanya hambatan berkas cabang maka kompleks QRS akan lebar seperti
keadaan LBBB atau RBBB biasa.
b. Takikardia supraventrikel (SVT) dengan konduksi melalui jaras tambahan
Bila terdapat jaras tambahan yang melintas jalur konduksi normal dari atrium ke
ventrikel, maka pada saat takikardi supraventrikel (SVT), vebtrikel diaktivasi tidak
melalui

jalur

konduksi

normal

sehingga

ventrikel

mengalami

aktivitas

dini(preeksitasi). Akibatnya kompleks QRS akan terlihat melebar.

16

c. Takikardia supraventrikel (SVT) pada keadaan hambatan berkas cabang yang sudah
ada
Bila pada keadaan irama sinus sudah terdapat gambaran hambatan berkas cabang
maka saat timbul SVT kompleks QRS akan terlihat lebar seperti pad keadaan sinus.
Oleh karena itu, sangat penting untuk membandingkan EKG sebelum dengan pada
saat takikardia.3
d. Fibrilasi Ventrikel (VF)
Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang ditandai
oleh kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit
dikenali. VF merupakan penyebab utama kematian mendadak.
Penyebab utama VF adalah infark miokard akut, blok AV total dengan respons
ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit (hipokalemia dan hiperkalemia), asidosis
berat, dan hipoksia. Salah satu penyebab VF primer yang sering pada orang dengan
jantung normal adalah sindrom Brugada. Pada keadaan ini terjadi kelainan genetik
pada gen yang mengatur kanal natrium (SCN5A) sehingga tercetus VF primer. Angka
kejadiannya tinggi pada populasi Asia dan kelompok laki-laki usia muda. Pada EKG
permukaan saat irama sinus ditemukan adanya gambaran RBBB inkomplit dengan
elevasi ST di sadapan V1-V3.VF akan menyebabkan tidak adanya curah jantung
sehingga pasien dapat pingsan dan mengalami henti napas dalam hitungan detik. VF
kasar (coarse VF) menunjukkan aritmia ini baru terjadi dan lebih besar peluangnya
untuk determinasi dengan defibrilasi. Sedangkan VF halus (fine VF) sulit dibedakan
dengan asistol dan biasanya sulit dideterminasi. Penanganan VF harus cepat dengan
protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku meliputi pemberian unsynchronized DC
shock mulai 200 J sampai 360 J dan obat-obatan seperti adrenalin, amiodaron, dan
magnesium sulfat.4

e.

Torsades De Pointes
17

Istilah TDP (dalam bahasa perancis berarti berputar-putar mengelilingi satu titik)
adalah suatu bentuk takikardi ventrikel yang ditandai oleh beberapa perubahan bentuk
dan arah (aksis) komplek QRS dalam satu beberapa denyutan (beat).
Penyebab tersering TDP adalah adanya pemanjangan interval QT akibat pengaruh
obat-obatan antiaritmia (misalnya amiodaron, sotalol, dan flekainid), dan penyakit
sindrom QT panjang (long QT syndrome), bradikardia berat, dan sindrom Brugada.
Tatalaksana TDP adalah pemberian magnesium sulfat, pemasangan pacu jantung
sementara (pada keadaan bradikardia), dan obat penyerta beta.4

Etiologi
Penyebab dari gangguan irama jantung secara umum adalah sebagai berikut :
-

Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, miokarditis karena infeksi. Adanya


peradangan pada jantung akan berakibat terlepasnya mediator-mediator radang dan
hal ini menyebabkan gangguan pada penghantaran impuls

Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner, spasme arteri koroner, iskemi


miokard, infark miokard). Arteri koroner merupakan pembuluh darah yang menyuplai
oksigen untuk sel otot jantung. Jika terjadi gangguan sirkulasi koroner, akan berakibat
pada iskemi bahkan nekrosis sel otot jantung sehingga terjadi gangguan penghantaran
impuls.

18

Karena intoksikasi obat misalnya digitalis, obat-obat anti aritmia. Obat-obat anti
aritmia bekerja dengan mempengaruhi proses repolarisasi sel otot jantung. Dosis yang
berlebih akan mengubah repolarisasi sel otot jantung sehingga terjadi gangguan irama
jantung.

Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia). Ion kalium menentukan


potensial istirahat dari sel otot jantung. Jika terjadi perubahan kadar elektrolit, maka
akan terjadi peningkatan atau perlambatan permeabilitas terhadap ion kalium.
Akibatnya potensial istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang dan
memicu terjadinya gangguan irama jantung.

- Gangguan pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama
jantung. Dalam hal ini aktivitas nervus vagus yang meningkat dapat memperlambat
atau menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA dengan cara meninggikan
konduktansi ion kalium.
-

Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. Peningkatan aktivitas simpatis


dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan depolarisasi spontan.

Gangguan

endokrin

(hipertiroidisme

dan

hipotirodisme).

Hormon

tiroid

mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh melalui perangsangan sistem saraf


autonom yang juga berpengaruh pada jantung.
-

Akibat gagal jantung. Gagal jantung merupakan suatu keadaan di mana jantung tidak
dapat memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh. Pada gagal jantung, fokusfokus ektopik (pemicu jantung selain nodus SA) dapat muncul dan terangsang
sehingga menimbulkan impuls tersendiri.

Akibat kardiomiopati. Jantung yang mengalami kardiomiopati akan disertai dengan


dilatasi sel otot jantung sehingga dapat merangsang fokus-fokus ektopik dan
menimbulkan gangguan irama jantung.

Karena penyakit degenerasi misalnya fibrosis sistem konduksi jantung. Sel otot
jantung akan digantikan oleh jaringan parut sehingga konduksi jantung pun
terganggu.1

Penyebab dari ventrikel takikardia adalah biasanya berasosiasi dengan kelainan pada jantung,
yang meliputi:

Penyakit jantung koroner

Kardiomiopati

Prolaps katup mitral


19

Kelainan pada katup jantung

Penyebab lain dari ventrikel takikardia adalah :

Sarcoidosis (suatu inflamasi yang mengenai kuloit dan jaringan tubuh lainnya)

Medikasi/obat-obatan seperti digitalis dan obat antiaritmia

Perubahan postur, exercise, emosional (stress) atau stimulasi vagal.4

Klasifikasi Ventrikel Takikardi


Secara umum Ventrikel Takikardi dapat dibagi menjadi :3

VT monomorfik

VT monomorfik memiliki kompleks QRS yang sama pada tiap denyutan dan menandakan
adanya depolarisasi yang berulang dari tempat yang sama. Umumya disebabkan oleh
adanya focus atau substrat aritmia yang mudah dieliminasi dengan teknik ablasi kateter.

Gambar. Monomorfik tachycardia ventrikel

VT polimorfik

VT polimorfik ditandai dengan adanya kompleks QRS yang bervariasi dan menunjukkan
adanyaurutan depolarisasi yang berubah dari beberapa tempat. Biasanya VT ini berkaitan
dengan jaringan parut (scar tissue) akibat infark miokard (ischemic VT).
Bila VT berlangsung lebih dari 30 detik disebut sustained dan sebaliknya bila kurang dari
30 detik disebut non sustained.
Berdasarkan etiologi VT dikelompokkan menjadi:
1. VT idiopatik
-

VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan: merupakan 90 % dari VT idiopatik. Pasien


umunya adalah perempuan muda. VT dapat dicetuskan oleh ketegangan , emosi dan
aktivitas fisik. Gambaran EKG menunjukkan suatu takikardia dengan kompleks QRS
lebar, morfologi kompleks QRS LBBB pada sadapan V1, dengan aksis kompleks
QRS kea rah inferior atau normal.
20

Umumnya VT jenis ini disebabkan oleh proses automatisasi, trigerred activity, dan
takikardi dengan perantaraan siklik AMP yang dirangsang oleh saraf adrenergic dan
sensitive terhadap peningkatan kalsium intrasel. Oleh karena itu dapat diberikan
pengobatan dengan calcium channel blocker seperti verapamil. Sedangkan pda VT
jenis lain, obat ini adalah kontraindikasi. Karena salah satu jenis VT ini dicetuskan
oleh latihan/exercise maka bisa juga diberika B blocker. Dapat diberikan metoprolol
sampai dosis maksimal 2/100mg/hari. Bila pasien masih bergejala maka dapat
diberikan terapi definitive dengan ablasi kateter
-

VT idiopatik ventrikel kiri: istilah lain untu kVT jenis ini adalah takikardi fasikular
karena adanya proses reentry pada fasikel anterior dan posterior sebagai penyebab
takikardi. Umunya diderita pada usia muda. Pada rekaman EKG permukaan terlihat
takikardia dengan morfologi kompleks QRS berbentuk blok RBBB, dengan aksis
superior. Kompleks QRS tidak begitu lebar karena focus takikardi dekat dengan
septum (lokasi jaringan konduksi normal). Terapi yang diberikan adalah verapamil,
adenosi, propanolol. Bila gagal dapat dilakukan eliminasi dengan ablasi kateter.

2. VT pada kardiomiopati dilatasi non iskemia


-

Bundle branch reentrant VT: VT jenis ini ditemukan sekitar 40% pada pasien
kardiomiopati dilatasi idiopatik (noniskemia) dan 6 % dri seluruh jenis VT yang
dirujuk ke lab elektrofisiologi. Secara klinis, VT jenis ini berbahaya sehingga
menyebabkan sinkop atau henti jantung. Takikardia dapat dihilangkan dengan
melakukan ablasi kateter

Arrhytmogenic right ventricular dysplasia

( ARVD): kelainan ini sangat jarang,

biasanya diderita oleh kelompok usia muda, dimana terdapat infiltrasi lemak dan
jaringan paru pada miokard ventrikel kanan. Karakteristiknya adalah kompleks QRS
dengan morfologi blok berkas. Tatalaksan jenis VT ini adalah ICD (implantable
cardioverter defibrilator) yang efektif mencegah kematian jantung mendadak.
-

VT ischemia: disebabkan oleh penyakit jantung koroner seprti infark miokard akut.
Secara prognostic VT jenis ini sangat penting karena dapat menyebabkan kemtian
jantung mendadak. VT iskemia terjadi karena adanya reentry akibat adanya jaringan
parut disekitar jaringan sehat. Secara umu, semakin luas jaringan infark semakin besar
peluang terjadi reentry. VT iskemia cenderung bersifat fatal karena dapat berdegenersi
21

menjadi FV dan kematian mendadak. Terapi VT iskemia umumnya adalah


menggunakan obat-obatan.3
Patofisiologi
Ada beberapa mekanisme terjadinya aritmia ventrikel, yaitu:

Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari potensial aksi
jantung. Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya tercetus pada
keadaan infark miokrd akut, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa
dan tonus adrenergic yang tinggi

Reentry merupakan mekanisme aritmia ventrikel tersering dan biasanya disebabkan


oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati dilatasi. Jaringan
parut yang terbentuk akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat
menjadi keadaan yang ideal untuk terbentuknya sirkui reentry. Bila sirkui ini sudah
terbentuk maka eritmia ventrikel reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan
kematian mendadak.

Triggered activity memiliki gambaran capuran dari kedua mekanisme diatas. Mekanismenya
adalah adanya kebocoran ion positif ked lam sel sehingga terjadi lonjakan potensial
pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari potensial aksi jantung.3

Takikardia dengan kompleks QRS memendek yang regular


I.

Sinus takikardia
Sinus takikardi merupakan akibat yang sering dan biasa muncul pada stimulus
fisiologis, seperti demam, hipoksemia, hipertiroidism, anemia atau hipotensi/syok.
Mekanisme terjadinya karena peningkatan stimulus simpatetik dan atau
menurunnya tonus vagal. Sinus takikardia didefinisikan sebagai denyut jantung >
100 x per menit dengan gelombang P dan kompleks QRS yang normal. Batas atas
denyut jantung pada sinus takikardi adalah 220-usia (dalam tahun). Pasien dengan
sinus takiakrdia tidak membutuhkan obat-obatan spesifik, terapi ditujukan untuk
mengobati penyakit yang mendasari. Jika fungsi kardia buruk, kardiak output

22

bergantung pada denyut jantung yang cepat. Sinus takikardia menunjukkan tingkat
keparahan penyakit yang mendasari.
II.

Supraventrikular takikardia (Reentry SVT)


Sebagian besar SVT merupakan takiakrdi yang regular, yang disebabkan oleh
adanya reentry (ritme abnormal yang memungkinkan depolarisasi berlangsung
berulang ulang pada siklus di jaringan jantung). Ritme ini berasal dari
supraventrikular jika kompleks QRS memendek (<120ms) atau jika kompleks
QRS memanjang dengan bundle branch block atau rate dependent abberancy.
Reentry circuit dapat terjadi pada miokardim atrium, sehingga mengakibatkan
SVT (atrial fibrilasi, atrial flutter, dan beberapa jenis atrial takikardia). Reentrant
sirkuit dapat berlangsung pada AV node sendiri (AV nodal reentry),
mengakibatkan AV nodal reentry tachycardia (AVNRT) jika kedua tangan reentry
circuit memasuki AV node. Jika hanya satu tangan yang memasuki AV node, akan
terjadi AV reentry tachycardia (AVRT). AVNRT dan AVRT termasuk dalam
paroxymal supraventricular tachycardia (PSVT), ciri khasnya adalah onset yang
cepat dan terminasi yang cepat dan kecepatan yang regular pada batas atas sinus
takiakardi (>150 x per menit), dan pada AVNRT tidak ditemukan gelombang P
pada EKG.
Sangat penting membedakan bentuk SVT pada atrium dan reentry
circuit atau gangguan pada AV node sendiri, karena setiap jenis kan memberikan
jenis terapi dan respon yang berbeda terhadap terapi. Reentry aritmia dapat
dihentikan dengan obat-obatan, namun atrial miokardium tidak.
Kelompok SVT lainnya adalah aumatic tachycardias. Aritmia ini
bukan karena circuit, namun excited automatic focus. Berbeda dengan reentrant
circuit, pada kelompok ini onset dan terminasi berlangsung bertahap. Kelompok
penyakit ini termasuk ectopic atrial tachycardia, MAT, dan junctional
tachycardia. Bentuk aritmia ini sulit ditangani karena tidak merespon terhadap
kardioversi dan dikontrol dengan obat-obatan yang melemahkan konduksi melalui
AV node sehingga diharapkan dapat menurunkan kecepatan ventrikel.
Penatalaksanaan takikardia dengan kompleks QRS memendek
1. Vagal manuever
Merupakan terapi inisial yang sering dipilih untuk menghentikan PSVT yang
stabil. Vagal manuever sendiri (valsava manuver/ pemijatan sinus karotid)
dapat menghentikan 25% PSVT. Untuk SVT lainnya, vagal manuever dapat
23

menurunkan sementara kecepatan ventrikel dan membantu mendiagnosis


ritme namun tidak menghentikan aritmia.
2. Adenosine
Jika PSVT tidak merepon vagal manuever, berikan 6mg Adenosin berikan
infus tetesan cepat melalui pembuluh vena yang besar (antecubital) kemudian
berikan saline 20mL infus tetesan cepat. Jika dalam 1-2 menit ritme tidak
membaik, berikan 12mg Adenosin dengan cara yang sama. Karena ada risiko
terjadinya atrial fibrilasi dengan pemberian Adenosin, harus tersedia
defibrilator di sekitar pasien. Sama dengan vagal manuever, Adenosine dapat
menurunkan sementara kecepatan ventrikel ritme namun tidak menghentikan
aritmia. Adenosin aman untuk ibu hamil. Pada pasien yang mengonsumsi
dipyridamole, carbamazepin, transplantasi jantung, pemberian per vena sentral
dosis awalnya adalah 3mg. kontra indikasinya adalah pasien dengan asma.
Efek samping yang sering muncul adalah, kemerahan, sesak napas, nyeri dada.
Setelah pemberian Adenosin dan vagal manuever harus dilakukan
monitoring, jika pasien mengalami bentuk lain SVT, misalnya atrial fibrilasi,
berikan long act AV node blocker.

3. Calcium channel blocker dan blocker


Jika Adenosine atau vagal manuever gagal untuk mengonversi PSVT, atau jika
PSVT rekuren setelah pemberian terapi, atau terbentuk gelombang SVT baru
(atrial fibrilasi atau flutter), dapat digunakan AV nodal blocking agent seperti
nondihydropyridine ca channel blocke yang bergantung pada konduksi melalui
AV node atau untuk melambatkan respon ventrikel terhadap SVT lainnya
dengan

memblokir

konduksi

melalui

AV

node.

Hasilnya

akan

mempertahankan PSVT yang sudah berhenti dan mengontrol SVT lainnya.


Verapamil dapat diberikal 2.5mg-5mg IV bolus dalam 2 menit (pada
pasien usia tua 3 menit). Jika tidak berespon, ulangi dengan dosis 5mg-10mg
per 15-30 menit sampai total dosis 20mg. Sebagai alternatif dapat diberikan
5mg bolus setiap 15 menit sampai total dosis 30mg. verapamil hanya
diberikan pada pasien dengan kompleks reentry yang memendek atau aritmia
dengan penyebabnya jelas SVT. Kontraindikasi pada pasien takiaritmia
dengan QRS memanjang dan gangguan fungsi ventrikel karena gagal jantung.
24

Diltiazem berikan dosis 15-20mg(0.25mg/kg) Iv selama 2 menit, jika


perlu dalam 15 menit berikan tambahan dosis IV 20-25mg (0.35mg/kg). dosis
rumatan 5mg / jam sampai 15 mg/ jam.
blocker iv sangat variatif untuk penatalaksanaan SVT, seperti,
metoprolol, atenolol, propanolol, amolol, labetolol. Mekanisme adalah dengan
bekerja sebagai antagonis tonus simpatetik pada jaringan nodal, sehingga
terjadi perlambatan konduksi. Seperti ca channel blocker, blocker juga
mempunyai efek inotropik dan mengurangi cardiac output pada pasien gagal
jantung. Efek sampingnya adalah bradikardi, keterlambatan konduksi AV, dan
hipotensi.
Takikardia dengan kompleks QRS memanjang
Langkah awal pada pasien dengan QRS memanjang adalah menentukan apakah
kondisi pasien stabil atau tidak. Jika pasien tidak stabil, diasumsikan mempunyai VT dan
perlu dilakukan kardioversi segera. Pada pasien yang stabil, pasang EKG dengan 12 sandapan
untuk mengevaluasi ritme, jika kondisi pasien menjadi tidak stabil, berikan kardioversi
segera.
Takikardi dengan kompleks QRS memanjang paling sering bermanifestasi sebagai VT
atau VF, SVT dengan abberancy, Preexcited takikardia, dan ventricular paced rhytm.
Takikardia kompleks QRS lebar didefinisikan sebagai takikardia dengan durasi QRS yang
lebih dari 120 milidetik yang disebabkan oleh berbagai mekanisme. Sumber takikardia bisa
berasal dari ventrikel atau supraventrikel. Takikardia supraventrikel terjadi akibat adanya
konduksi aberrant, pre-existing bundle branch block atau accessory pathway (preeksitasi).
Pemahaman terhadap mekanisme dan jenis takikardia akan membantu untuk membuat
diagnosis dan terapi akurat.
Mekanisme Takikardia dengan Kompleks QRS Lebar
Ada beberapa mekanisme takikardia dengan QRS lebar:
1.

Takikardia ventrikel

2.

Takikardia supraventrikular dengan preexisting bundle branch block

3.

Takikardia supraventrikular dengan konduksi abberant

4.

Takikardia supraventrikular dengan konduksi AV melalui accessory pathway

25

A. Takikardia Ventrikel ( Ventricular tachycardia VT )


Definisi takikardia ventrikel adalah tiga atau lebih ventrikel ekstra sistole berturutturut dengan irama lebih dari 120 kali permenit. Mekanisme terjadinya suatu VT adalah
reentry dan enhanced automaticity. Dari kedua mekanisme tersebut, yang menjadi penyebab
paling sering adalah reentry yang terjadi akibat iskemia atau fibrosis. Karena fokus yang
terjadi bukan dari jalur konduksi, maka dibutuhkan waktu konduksi yang lebih lama sehingga
terjadi ventricular activation time yang lebih panjang (kompleks QRS lebar). VT dapat
timbul dari ventrikel kiri atau kanan yang masing-masing akan memberikan morfologi QRS
yang berbeda.
Secara klinis VT diklasifikasikan :
1. Berdasarkan morfologi QRS:
a.

VT monomorfik

b.

VT polimorfik

2. Berdasarkan penyakit yang mendasari:


a.

VT iskemik (berhubungan dengan penyakit jantung iskemik atau infark


miokardium)

b.

VT idiopatik (struktur jaringan normal)


Ada 2 jenis: idiopathic right ventricular outflow tract

(RVOT) VT dan

idiopathic left ventricular tachycardia (ILVT). VT jenis ini mempunyai


prognosis baik dan dapat dihilangkan dengan ablasi.
c.

Bundle Branch Reentrant VT pada cardiomiopati dilatasi.

Diagnosa untuk menentukan adanya suatu takikardi ventrikel adalah step up yang digunakan
oleh Brugada. Algoritme ini mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
menentukan adanya takikardi ventrikel (Gambar 1).

26

Langkah terakhir dari step Brugada ini adalah menentukan morfologi kompleks
QRS apakah suatu RBBB atau LBBB. Pada morfologi RBBB (lead VI), morfologi
qR dan R morphology (monofasik) mengarah pada VT. Bila polanya trifasik (RSR),
sumber yang lebih mungkin adalah supraventrikel. Pada morfologi RBBB, bila R/S
rasio di lead V6 < 1, maka VT lebih mungkin. Pada morfologi LBBB, dicurigai VT
bila durasi inisial QRS yang positif > 0,03 detik, adanya notching dari gelombang S
dan interval antara awal kompleks QRS dan nadir gelombang S > 0,10 detik
(gambar 2). Lead precordial dapat muncul sebagai positive concordance (semua
positif) atau negative concordance (semua negatif) yang lebih mengarah pada VT.

27

Disosiasi AV
Pada VT, sinus node terus memberikan impuls untuk menginisiasi aktivitas atrium dengan
irama yang lebih lambat dan tidak tergantung aktivitas ventrikel (disosiasi AV). Adanya
disosiasi AV adalah tanda paling penting adanya VT (gambar 3).

28

Capture dan fusion beat


Capture atau fusion beat merupakan bukti langsung adanya aktivitas atrium saat
terjadinya VT. Selama VT, terutama dengan irama lambat, impuls atrium mungkin
dapat melewati sistem AV node-bundle branch normal dan mengaktivasi ventrikel
sebelum depolarisasi selanjutnya yang berasal dari fokus ventrikel sehingga
menghasilkan capture beat. Capture beat mempunyai durasi QRS normal dan
morfologi seperti pada irama sinus. Fusion beat disebabkan oleh mekanisme yang
sama, namun impuls atrium yang mengaktivasi ventrikel berlangsung lebih lambat
sehingga menghasilkan aktivasi yang simultan dengan ventrikel oleh kedua impuls
atrium dan ventrikel. Kompleks QRS dari fusion beat sedikit lebih sempit dibanding
kompleks QRS dari VT (gambar 4)

B. Takikardia Supraventrikel dengan Aberrant Conduction


Aberrant conduction merupakan suatu kelainan irama jantung yang terjadi karena
rate-dependent bundle branch block. Hal ini berarti

bahwa salah satu bundle branch

mempunyai waktu refrakter yang lebih lama dibanding bundle branch yang lain. Sehingga
pada saat impuls yang timbul berikutnya, fase refrakter belum pulih sempurna, maka impuls
tidak dapat diteruskan, dan EKG akan menunjukkan morfologi bundle block morphology.

29

Sangat penting untuk membandingkan gambaran EKG saat takikardia dan pada saat irama
sinus.

C. Takikardia Supraventrikel dengan Pre-existing Bundle Branch Block


Bila bundle branch block telah ada saat irama sinus, maka semua SVT akan
memperlihatkan gambaran morfologi QRS yang lebar karena dikonduksikan dengan waktu
yang lebih lama. Jadi, sangatlah penting untuk mempunyai kedua rekaman EKG saat
takikardia dan irama sinus.

D. Takikardia Supraventrikel dengan AV Conduction Over an Accessory Pathway


Suatu accessory AV pathway adalah bagian dari miokardium yang berada antara
atrium dan ventrikel groove dan mampu melakukan konduksi listrik baik secara antegrade
atau retrograde. Saat irama sinus, konduksi antegrade dapat terjadi melalui AV node dan AP
yang telah mengeksitasi ventrikel sebagian sehingga menghasilkan fusi dari kompleks QRS.
Karakteristiknya adalah interval PR yang pendek dan slurred upstroke dari kompleks QRS
(delta wave).

30

Pada keadaan takikardia supraventrikel dimana konduksi antegrade melalui AP


(antidromic atrioventricular reentrant tachycardia), maka akan terjadi takikardia yang
reguler dengan kompleks QRS lebar. Takikardia tipe ini dicurigai bila tanda preeksitasi (PR
interval pendek dengan delta wave) ditemukan saat irama sinus. Kondisi ini sering terlihat
pada atrial fibrilasi, dimana konduksi impuls melalui AP yang mengakibatkan takikardia
QRS lebar yang sangat cepat dan ireguler. Hal ini juga disebut pre-excited atrial fibrilasi.
Terapi yang tepat pada takikardia jenis ini sangat penting karena dapat berubah menjadi
fibrilasi ventrikel yang fatal.
Untuk mempermudah membedakan berbagai jenis takikardia QRS lebar,
gambar berikut memberikan penjelasan langkah demi langkah:

Terapi
31

Penderita takikardi dengan komplek QRS lebar sering memperlihatkan kondisi


hemodinamik yang tidak stabil, sehingga diperlukan terapi kardioversi listrik. Pada penderita
dengan takikardia komplek QRS lebar dengan hemodinamik yang stabil, perlu dipastikan
bahwa penderita menderita takikardi ventrikel sampai terbukti bahwa kelainan EKGnya
bukan dari ventrikel. Jadi perlu digaris bawahi bahwa hemodinamik yang stabil tidak
mengesampingkan takikardia ventrikel.
Pada penderita dengan takikardia supraventrikuler, obat-obatan yang menghambat AV
node (Beta bloker, Digoksin, Ca antagonis) bisa dipertimbangkan, tetapi harus dipastikan
bahwa tidak terdapat accessory pathway, karena bila ada aliran impuls akan melewati jalur
accessory

pathway sehingga terjadi irama jantung yang cepat.

Obat anti aritmia

procainamide dan amiodaron merupakan pilihan untuk terapi VT maupun SVT, walaupun
amiodaron sendiri merupakan pilihan kurang baik karena half life yang lama sehingga studi
elektrofisiologi terhambat.
Pada preexcited atrial fibrillation procainamide merupakan pilihan yang paling baik
karena akan merusak konduksi antegrade accessory pathway. Bila kondisi tidak membaik
dengan pengobatan obat, maka kardioversi perlu dilakukan. Pada pengobatan non
farmakologi dengan kelainan VT yang kronik perlu dipertimbangkan ablasi kateter dan
pemasangan implantable cardioverter defibrillator untuk mencegah sudden cardiac death.
Adenosin dapat diberikan dengan dosis yang sama dengan pasien PSVT. 6mg
Adenosin berikan infus tetesan cepat melalui pembuluh vena yang besar (antecubital)
kemudian berikan saline 20mL infus tetesan cepat. Jika dalam 1-2 menit ritme tidak
membaik, berikan 12mg Adenosin dengan cara yang sama.
Procainamide (10mg/kg) kemudian berikan Lidocaine (1.5mg/kg) untuk menterminasi
kondisi monomorfik VT yang stabil, dapat diberikan20-50mg/menit sampai aritmia dapat
ditekan, hipotensi dihentikan, durasi QRS meningkat.50%, dosis maksimum 17mg/kg. dosis
rumatan 1-4mg/min.
Amiodarone efektif untuk mencegah rekurensi monomorfik VT pada pasien dengan
CAD. Dosisnya 150mg iv diberikan selama 10 menit dan dapat diulang sampai mencapai
dosis maksimal 2.2gr iv per 24 jam

32

33

Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, terapi bertujuan untuk :
a. Mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control)
b Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control)
c Mencegah terbentuknya bekuan darah.1
Penatalaksanaan pada keadaan akut
Bila keadaan hemodinamik stabil, terminasi VT dilakukan dengan pemberian obat-obatan
secara intravena seperti amiodaron, lidokain, dan prokaiamid. Dua obat yang pertama tersedia
di Indonesia. Amiodaron dan prokainamid lebih unggul daripada lidokain.
Amiodaron dapat diberikan dengan dosis pembebanan (loading dose) 15 mg/menit diberikan
dalam 10 menit dan diikuti dengan infuse kontinu 1 mg/menit selama 6 jam, dan dosis
pemeliharaan 0,5 mg/menit dalam 18 jam berikutnya.
Bila gagal dengan obat, dilakukan kardioversi elektrik yang dapat dimulai dengan energy
rendah (10 J dan 50 J).
Dalam tatalaksana akut perlu dicari factor penyebab yang dapat dikoreksi seperti iskemia,
gangguan elektrolit, hkpotensi dan asidosis.
Bila keadaan hemodinamik tidak stabil (hipotensi, syok angina, gagal jantung, dn gejala
hipoperfusi otak) maka pilihan pertama dalah kardioversi elektrik.3,5

Penatalaksanaan Jangka panjang


Tujuan terapi jangka panjang adalah mencegah kematian mendadak. Pada pasien dengan VT
non sustained dan bergejala dapat diberikan B blocker. Bila tidak efektiv dapt diberikan
sotalol dan amiodaron.
Pada pasien dengan riwayat infark miokard akut dan penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi,35 %), terdapat VT yang dapat dicetuskan dan tidak dapat dihilangkan dengan
menggunkan obat-obatan, maka ICD lebih unggul dalam menurunkan mortalitas.
Untuk penceghan sekunder kematian mendadak (pasien yang berhasil diselamatkan dari
aritmia fatal) pada pasien pasca IMA dengan penurunan fungsi ventrikel kiri, ICD telah
terbukti lebih unggul daripada amiodaron.3,5

34

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Tujuan dari penatalaksanaan bradikardi atau takikardi adalah untuk mengidentifikasi
dengan cepat dan memberikan terapi pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil atau
menggunakan simtomatik karena aritmia. Obat-obatan dan kardioversi listrik dapat
digunakan untuk mengontrol takikardia simptomatik atau takikardia yang tidak stabil.

Saran
Takikardia

adalah

suatu

keadaan

gawat

darurat

sehingga

membutuhkan

penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan pelatihan berkala
mengenai penatalaksanaan takiakrdia. Selaian itu, sebaiknya terus dilakukan riset mengenai
penatalaksanaan takikardia agar dapat lebih mengoptimalkan penatalaksanaan.

35

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Neumar, Robert W; Otto, Charles W; dkk. Part 8 : Adult Advanced Cardiovasdular Life
Support:

2010 American

Heart Association

Guidelines

for

Cardiopulmonary

Ressucitation and Emergency Cardiovascular Care. S729-S767. American Heart


Association.2010.
2. Lily, Leonard S. Pathophysiology of Heart Disease. Edisi keempat.Boston:Lippincot
Williams and Wilkins.2007.
3. Reksodiputro, Harryanto; Madjid; dkk. Bab Kadiovaskular dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Hal 1602-1629.edisi 5. Jakarta:Interna Publishing.2009
4. Marchlinski, Francis. Tachyarrhytmia. Dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine,
Edisi 17, Volume II: 1425-1443. New York: McGraw Hill, 2008.

36

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
. i
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. PRESENTASI KASUS . 2
BAB III PEMBAHASAN . 13
3.1 Ventrikel Takikardi
.. 12
3.1.1 Definisi ... 12
3.1.2 Klasifikasi ... 13
3.1.3 Diagnosis Banding 16
3.1.4 Etiologi .. 18
3.2.1 Klasifikasi ... 19
3.2.2 Patofisiologi
.. 21
3.2.3 Terapi
... 32
3.2.4 Penatalaksanaan .. 34
BAB IV PENUTUP . 35
DAFTAR PUSTAKA
ii

37

Anda mungkin juga menyukai