Anda di halaman 1dari 10

SEPSIS

A. Definisi
Sepsis

adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory

response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti
klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38 0C atau <360 0C) takikardi; asidosis
metaboli biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu;
dan peningkatan atau
penurunan jumlah sel darah putih.
Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan
septikemia. Septikemia (nama lain untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi dari
darah, sedangkan

sepsis tidak

hanya

terbatas

pada

darah,

tapi dapat

mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ.


B. Etiologi
Organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia Coli dan streptokok
grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 70 %), Stapylococcus aureus, enterokok,
Klebsiella-Enterobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria monositogenes
dan organisme yang anaerob.
Berikut adalah daftar sebagian yang singkat dari keduanya yaitu organisme dan istilah-istilah
sistim organ (dan yang berhubungan dengan organ) yang terlihat di keduanya literatur awam
dan medis:
MRSA sepsis: sepsis yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang
resisten terhadap methicillin
VRE sepsis: sepsis yang disebabkan oleh jenis bakteri Enterococcus yang resisten
terhadap vancomycin
urosepsis: sepsis yang berasal dari infeksi saluran kencing
wound sepsis: sepsis yang berasal dari infeksi luka.

C. Patofisiologi
Sepsis merupakan hasil interaksi yang kompleks antara organisme patogen dan tubuh
manusia sebagai pejamu. Tinjauan mengenai sepsis berhubungan dengan patofisiologi yang
kompleks untuk mengilustrasikan gambaran klinis akan suatu hipotensi yang berat dan
aliran darah yang terbendung akibat terbentuknya mikrotrombus di dalam sistem kapiler. Hal

ini dapat menyebabkan disfungsi organ yang kemudian dapat berkembang menjadi disfungsi
dari beberapa organ dan akhirnya kematian.
Proses molekuler dan seluler dari pejamu sebagai respon terhadap sepsis adalah
berbeda-beda tergantung dari jenis organisme yang menginvasi (organisme Gram-positif,
organisme Gram-negatif, jamur, atau virus). Respon pejamu terhadap organisme Gramnegatif dimulai dengan dikeluarkannya lipopolisakarida, yakni endotoksin dari dalam
dinding sel bakteri Gram-negatif, yang dikeluarkan saat proses lisis. Organisme Grampositif, jamur dan virus memulai respon pejamu dengan mengeluarkan eksotoksin dan
komponen-komponen antigen seluler. Kedua substansi tadi memicu terjadinya kaskade
sepsis yakni dimulai dengan pengeluaran mediator-mediator inflamasi .Mediator-mediator
inflamasi adalah substansi yang dikeluarkan dari sel sebagai hasil dari aktivasi makrofag.
Hasilnya adalah aktifnya sistem koagulasi dan sistem komplemen. Kerusakan utama akibat
aktivasi ini terjadi pada endotel dan menyebabkan migrasi leukosit serta pembentukan
mikrotrombus. Akibat aktivasi endotelium, terjadi peningkatan jumlah reseptor trombin
pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada lesi tersebut. Lesi pada endotel
berhubungan dengan proses fibrinolisis yang terganggu. Hal ini disebabkan karena
berkurangnya jumlah reseptor pada permukaan sel yang diperlukan untuk sintesis dan
pemunculan molekul antitrombotik.

Pathway
Infasi Kuman,bakteri dan virus
Pelepasan Indotoksin

Disfungsi dan kerusakan endotel dan disfungsi organ multipel


SEPSIS
Perubahan
fungsi miokarium

Perubahan ambilan

Terhambatnya

Terganggunya

dan penyerapan O2

fungsi

sistem pencernaan

mitokondria
Kontraksi jantung

Suplai 02 terganggu

menurun
Curah jantung

menurun
Sesak

turun
Reduksi darah
terganggu

Kerja sel

Gangguan
pemenuhan O2

Reflek ingin
muntah

Penurunan

Nafsu makan

sistem imun

menurun

Resiko infeksi

Gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi

Gangguan
perfusi jaringan

D. Manisfestasi Klinis
Tanda dan simptom sepsis awal cukup bervariasi dan termasuk demam, menggigil, dan
perubahan status mental dengan lethargy (kondisi sangat mengantuk dan tidak responsif) dan
malaise (merasa sangat lelah dan lemah yang tidak bisa dijelaskan). Hipotermi bisa terjadi,
juga takipnea (bernafas sangat cepat) dan takikardi. Hitung sel darah putih biasanya naik,
dan juga gula darah. Kondisi pasien bisa hipoxic.
Memburuknya sepsis menyebabkan disfungsi organ, yang bisa termasuk oliguria,
ketidakstabilan hemodinamik dengan hipotensi atau syok, asidosis laktat, hiperglisemia atau
hipoglisemia, kemungkinan leukopenia, DIC, trombositopeni, ARDS, hemorrhage saluran
cerna, atau koma.
E. Pemerisaan Penunjang
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi
penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab

sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.


SDP: Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan
leukositosis (1500-30000) d4engan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang

mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.


Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
Trombosit: penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
PT/PTT: mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yangdiasosiasikan
dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
Glukosa Serum: hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan
glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam
metabolism
BUN/Kreatinin:

peningkatan

kadar

diasosiasikan

dengan

dehidrasi,

ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.


GDA: Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap
lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena
kegagalan mekanisme kompensasi
EKG: dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai
infark miokard.

F. Penatalaksanaan
Diagnosis dan identifikasi patogen dengan cepat:
o Identifikasi dengan cepat sumber infeksi
o Memulai terapi antimikroba yang agresif
o Penyediaan sokongan untuk kardiovaskular dan pulmonal
o Pertimbangan terapi metabolik dan terapi pendukung lainnya.
1. Terapi Antimikroba
a. Terapi antimikroba agresif dan diberikan secepatnya sangat penting pada
b. Jika dicurigai adanya sepsis yang serius, ,penggunaan kombinasi antimikroba
biasanya dianjurkan untuk memberikan efek sinergis atau aditif, untuk memperluas
cakupan, dan mengurangi kemungkinan resistensi. Antibiotik yang bisa digunakan
c.

untuk perawatan empirik sepsis


Jika dicurigai adanya P. aeruginosa, regimen ganda dengan penicillin
antipseudomonal

atau

cephalosporin

generasi

ketiga

atau

keempat

dan

aminoglikosida dianjurkan penggunaannya.


d. Jika aminoglikosida digunakan, dosis harian tunggal lebih disukai untuk mencapai
konsentrasi puncak lebih awal pada perawatan. Pemberian dosis tunggal harian
sebaiknya tidak diberikan pada pasien anak, pasien luka bakar, pasien hamil, pasien
dengan disfungsi renal, atau pasien yang membutuhkan aminoglikosida untuk efek
sinergis terhadap patogen gram positif.
e. Vancomycin sebaiknya ditambahkan ketika resiko adanya staphylococci yang
resisten-methicillin signifikan.
2. Sokongan hemodinamik
a. Oksigenasi jaringan yang cukup dan penjagaannya penting dalam penanganan sepsis
b.

dan tergantung pada perfusi yang cukup serta oksigenasi darah yang cukup.
Resusitasi cairan dengan cepat sangat penting untuk mengatasi hipotensi pada sepsis.
Targetnya adalah mengembalikan perfusi jaringan dengan memaksimalkan curah

jantung dengan peningkatan preload ventrikular kiri.


c. Pemberian cairan sebaiknya dititrasi sampai ke titik akhir klinik seperti denyut
jantung, volume urin, dan tekanan darah. Ada kontroversi menganai tipe cairan yang
digunakan (kristaloid vs koloid). Kristaloid isotoni, seperti 0,9% NaCl atau lactated
Ringer, umum digunakan.
d. Larutan koloid iso-oncotic (plasma dan fraksi protein plasma), seperti albumin 5%
dan hetastarch 6%, memberikan keuntungan yaitu pemulihan volume intrvaskular
lebih cepat dengan lebih sedikit volume yang diinfuskan, tapi tidak ada kelebihan
klinik yang signifikan.

3. Dukungan obat inotrope dan vasoaktif


a. Jika resusitasi cairan tidak cukup untuk menjaga perfusi jaringan, penggunaan obat
inotrope dan vasoaktif diperlukan. Pemilihan dan dosis berdasar pada sifat
farmakologi berbagai katekolamin dan bagaimana pengaruhnya ke parameter
hemodinamik.Protokol Penggunaan Obat Inotrope dan Vasoaktif yang Dianjurkan
b. Dopamine banyak digunakan dalam dosis rendah (1-5 g/kg per menit) untuk
meningkatkan perfusi renal dan mesenteric. Dopamine dosis sedang (10-20g/kg per
menit) bisa digunakan untuk menyokong tekanan darah.
c. Dobutamine (dosis 2-20 g/kg per menit) adalah agen inotropi adrenergik yang
penggunaannya disukai untuk meningkatkan curah jantung dan penyaluran oksigen.
Dobutamine bisa dipertimbangkan penggunaannya pada pasien sepsis parah dengan
tekanan pengisian dan tekanan darah yang cukup tapi cardiac index rendah.
d. Norepinephrine adalah agen adrenergik poten (0,01-3 g/kg per menit) yang
berguna pada syok septik untuk vasokontriksi perifer. Phenylephrine juga bisa
e.

berguna pada pasien dengan hipotensi yang bertahan.


Epinephrine 0,1-0,5 g/kg per menit, meningkatkan curah jantung dan menyebabkan
vasokontriksi perifer. Penggunaannya disimpan untuk pasien yang gagal merespon

terapi standar.
f. Sebelum pemberian agen vasoaktif, sebaiknya dilakukan resusitasi cairan agresif.
Agen vasoaktif sebaiknya tidak digunakan untuk alternatif resusitasi volume.
4. Terapi Tambahan
a. Glukokortikoid bisa berguna untuk pasien dengan ARDS dan penyakti
fibrotic ketika digunakan 5-7 hari setelah onset ARDS. Penggunaan rutin
glukokortikoid pada pasien dengan sepsis atau syok tidak dianjurkan.
b. Heparinisasi untuk penanganan DIC telah dianjurkan karena perdarahan
paradoksikal disebabkan oleh kondisi hiperkoagulasi; tetapi, hanya ada
sedikit bukti klinik yang menyebutkan heparin bisa meningkatkan
keselamatan pasien.
c. Nutrisi enteral sebaiknya diberikan secepatnya pada pasien dengan sepsis
parah atau syok sepsis.

d.

Pendekatan terkini dimana diberikan protein C aktif (drotrecogin) untuk


memacu fibrinolisis dan dihubungkan dengan mekanisme anti inflamasi.
Agen ini menurunkan mortalitas pada sepsis parah.

G. Pengkajian
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
a. Airway
-

yakinkan kepatenan jalan napas

berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)

jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi


dan bawa segera mungkin ke ICU

b. Breathing
-

kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan

kaji saturasi oksigen


periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis

berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask

auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada

c. Circulation
-

kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
monitoring tekanan darah, tekanan darah
periksa waktu pengisian kapiler
pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
berikan cairan koloid gelofusin atau haemaccel

pasang kateter

lakukan pemeriksaan darah lengkap

siapkan untuk pemeriksaan kultur


catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature
kurang dari 36 0C

siapkan pemeriksaan urin dan sputum

berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan
kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap
kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai
berikut:
-

Penurunan fungsi ginjal

Penurunan fungsi jantung

Hyposia

Asidosis

Gangguan pembekuan

Acute respiratory distress syndrome (ards) tanda cardinal oedema

pulmonal.
H. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola pernafasan yang berhubungan dengan apnea..
Intervensi Keperawatan :
1.

Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan


cuping hidung, gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea
yang lebih dari 10 detik.

2.

Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui


takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah.

3.

Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2


yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas.

4.

Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik

5.

Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati

6.

Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas
darah sesuai kebutuhan

Japardi,

Iskandar.

2002.

Manifestasi

Neurologik

library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf.

Shock

Sepsis.

Anda mungkin juga menyukai