Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Diabetes insipidus adalah gangguan kelenjar hipofisis posterior yang ditandai dengan
kekurangan hormon antidiuretik (ADH), atau vasopresin. Haus yang sangat (polidipsia)
dan volume urin besar merupakan ciri gangguan ADH. Mungkin karena sebab sekunder
sekunder seperti trauma kepala, tumor otak, atau bedah ablasi atau iradiasi dari kelenjar
pituitari. Hal ini juga dapat terjadi karena infeksi sistem saraf pusat (meningitis,
ensefalitis, tuberkulosis) atau tumor (misalnya, penyakit metastatik, limfoma dari
payudara atau paru-paru). Penyebab lain diabetes insipidus adalah kegagalan
tubulus ginjal untuk menanggapi ADH, bentuk nephrogenik mungkin berhubungan deng
an hipokalemia,

hiperkalsemia,

dan

berbagai

obat-obatan

misalnya,

lithium,

demeclocycline (Declomycin) (Smeltzer et al, 2004).


Diabetes insipidus dapat terjadi pada setiap usia sesudah bayi, diabetes insipidus
nephrogenic warisan biasanya terjadi segera setelah lahir . Warisan diabetes insipidus
nephrogenic adalah terpaut pada kromosom x, karena itu pada laki-laki hanya
terpengaruh secara klinis, sedangkan perempuan adalah pembawa. Warisan central
diabetes insipidus sangat langka dan dapat menunjukkan pola negatif atau resesif
dominan. Prevalensi diabetes insipidus ini terdapat 1 kasus per 25.000 penduduk,
presentasi antara laki-laki dan wanita sama (Bardesono, 2011).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Definisi Diabetes insipidus
2. Etiologi Diabetes insipidus
3. Patofisiologi Diabetes insipidus
4. Pathway Diabetes insipidus
5. Manisfestasi klinis Diabetes insipidus
6. Komplikasi Diabetes insipidus

7. Pemeriksaan penunjang
8. Penatalaksanaan Diabetes insipidus
9. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes insipidus

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes insipidus
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi Diabetes insipidus
b. Mengetahui etiologi Diabetes insipidus
c. Mengetahui manifestasi klinis Diabetes insipidus
d. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada klien dengan Diabetes insipidus
e. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes insipidus

BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria polidipsi
yang disebabkan oleh defisiensi ADH. (Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Fransisca B. Batticaca. 2008)
Merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi, sekresi atau fungsi ADH.
(Buku Saku Patofisiologi, Elizabeth J. Cormin. 2007)
Merupakan keadaan patologis dimana terjadi pengeluaran urine yang sangat banyak dan
encer dengan plasma dalam keadaan terkonsentrasi. (Medicine at a Glance, Patrick
Davey. 2006)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini
diakibatkan

oleh

berbagai

penyebab

yang

dapat

mengganggu

mekanisme

neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam


mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus yang
idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis
kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009)
Diabetes insipidus diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu
mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh
dalam mengkonversi air. Diabetes insipidus terbagi 2 macam, yaitu diabetes insipidus
sentral (CDI) dan diabetes insipidus nefrogenik (NDI). (Smeltzer et al, 2004).
B. Etiologi

Berdasarkan etiologinya, diabetes mellitus insipidus dibagi menjadi 2 yaitu (Batticaca,


2008) :
1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.
a) Bentuk idiopatik (bentuk nonfamiliar dan familiar)
b) Pasca hipofisektomi
c) Trauma (fraktur dasar tulang tengkorak)
d) Tumor ( Karsinoma metastasis, kraniofaringioma, kista suprasellar, pinealoma)
e) Granuloma (sarkoid, TB, sifilis)
f)

Infeksi (meningitis, ensefalitis, sindrom Lemdry-Guillain-Barre's

g) Vaskular (trombosis atau perdarahan serebral, aneurisma serebral, nekrosis


postpartum atau sindrom Sheehenis
h) Mistiositosis (granuloma cosinofilis, penyakit Sebuler-Christiem)
2. Diabetes insipidus Nephrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terusmenerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer.Pada diabetes insipidus
lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus
Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a) Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis,
obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.
b) Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia.
c) Obat-obatan:

litium,

demoksiklin,

propoksifen.
d) Penyakit sickle cell
4

asetoheksamid,

tolazamid,

glikurid,

e) Gangguan diet (intake air yang berlebihan, penurunan intake NaCl, penurunan
intake protein)
C. Patofisiologi
Suatu keadaan yang ditandai dengan berkemih berlebihan (poliuria) akibat
ketidakmampuan ginjal menyerap air dengan benar dari urine, disebabkan oleh defisiensi
ADH (Anti Deuretik Hormon). Keadaan ini terjadi oleh beberapa proses, termasuk
trauma kepala, tumor, penyakit peradangan hipotalamus dan hipofisis serta tindakan
bedah yang mengenai hipotalamus dan hipofisis. Penyakit ini juga dapat timbul spontan
tanpa penyakit yang mendasari (Kumar, 2010:1187).
Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi dua jenis, yaiu diabetes insipidus
sentral dan diabetes insipidus nefrogenik (Sjaifoellah Noer, 1996:816).

1.

Diabetes insipidus sentral


Diabates tipe ini disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara fisiologi
dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Secara antomis, kelainan ini
terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikuer dan filiformishipotalamus
yang menyintesis ADH. Selain itu, DIS (Diabetes Insipidus Sentral) juga timbul
karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptikohipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu
dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanay sintesis ADH, atau sintesis ADH
yang tidak memenuhi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi bukan merupakan ADH
yang dapat berfungsi sebagaimana ADH normal.
Diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang etrdapat pada
hipotalamus anterior dan disebut Verneys osmoreceptor cells yang berada di luar
sawar darah otak, juga termasuk dalam DIS. (Sjaifoellah Noer, 1996:816)
5

2. Diabetes insipidus nefrogenik


Pada diabetes insipidus yang tidak respon terhadap ADH eksogen digunakan istilah
Diabetes Insipidus Nefrogenik. (DIN) (Sjaifoellah Noer, 1996:817) Secara fisiologis,
DIN dapat disebabkan oleh:
a) kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik dalam medula
renalis.
b) kegagalan utilisasi gradient pada keadaan saat ADH berada dalam jumlah yang
cukup dan berfungsi norma. (Sjaifoellah Noer, 1996:817)
Secara normal, permeabilitas tubulus distal dan collecting duct terhadap air akan
ditingkatkan oleh ADH yang kemudian dapat berdifusi secara pasif akibat adanya
perbedaan konsentrasi. Maka jika terdapat ADH dalam sirkulasi, bisa terjadi difusi
pasif yang kemudian air keluar dari tubulus distal sehinggaterjadi keseimbangan
osmotik antara isi tubulus dan korteks yang isotonis. Sejumlah kecil urin yang
isotonis memasuki collecting duct dan melewati medula yang hipertonis karena ADH
juga mengakibatkan keseimbangan osmotik antara collecting duct dan jaringan
interstisial medula, maka air secara progresif akan direabsorbsi kembali sehingga
terbentuk urin yang terkonsentrasi. (Sjaifoellah Noer, 1996:818)
Pada kegagalan sekresi ADH, struktur tubulus distal tidak permeabel terhadap air,
sehingga saat urin yang hipotonis melewati tubulus distal, ion natrium akan lebih
banyak dikeluarkan yang berakibat penurunan osmolalitas atau kekentalan urin.
Kemudian, urin yang sangat hipotonis memasuki collecting duct yang juga relatif
tidak permeabel (karena ADH menurun) sehingga memungkinkan ekskresi sejumlah
besar urin. (Sjaifoellah Noer, 1996:818)
Gambaran klinis kedua penyakit ini serupa yang menyebabkan ekskresi sejumlah
besar urin encer dengan berat jenis rendah. Natrium dan osmolalitas serum meningkat
akibat hilangnya air bebas dalam jumlah besar melalui ginjal, sehingga pasien merasa
haus dan mengalami polidipsia. Pasien yang dapat minum biasanya dapat
mengompensasi pengeluaran urin. Pasien yang kesadarannya berkurang, tidak dapat

turun dari dari tempat tidur atau terbatas kemampuannya memperoleh air dapat
mengalami dehidrasi dan mengancam nyawa. (Kumar, 2010:1187)
D. Manifestasi Klinis / Tanda dan Gejala.
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 5
10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 1005
atau.

Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg berat badan, Peningkatan

osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak
terdapat gejala gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya
gangguan pada mekanisme neurohypophyseal renal reflex. (Sudoyo, 2006)
Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala biasanya mulai timbul segera setelah
lahir. Gejalanya berupa rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah
besar air kemih yang encer (poliuri). Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya,
sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang
disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati,
bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi
yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. (Sudoyo, et al: 2006)

E. Komplikasi
Berdasarkan Wikipedia (2013), komplikasi pada pasien diabetes insipidus antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Hypovolemia
2. Hyperosmolality
3. Cyrculatory collapse
4. Kehilangan kesadaran
5. Kerusakan sistem saraf pusat

F. Pemeriksaan Penunjang
7

Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidus, maka harus
melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis
Diabetes Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus
ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:
1.

Fluid deprivation menurut martin Goldberg:


Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kencingnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volum dan jenis atau
osmolalitas urin oertama. Pada saat ini pasien diambil sampel plasma untuk diukur
osmolallitasnya. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap
jam. Pasien ditimbang setiap jam bila dieresis lebih dari 300ml/jam atau setiap 3 jam
bila dieresis kurang dari 300ml/jam. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa
osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan
semua sampel harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disipan dalam
lemari es. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.

2.

Hickey Hare atau Carter-Robbins test:


Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan bagaimana respon
osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya (williams)
a)

Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-

b)

10 ml/menit).
Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb.

Dipertahankan selama 45 menit.


Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
3. Uji nikotin:
Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsing dirangsang oleh nikotin.
c)

Obat yang dipakai adalah Nikotin Salisilat secara intravena. Akibat sampingnya
adalah mual dan muntah.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
4.

Uji Vasopresin:
Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan respons
terhadap ADH. Obat yang dipakai adalah pitresin.
8

a)

Untuk intravena diberikan pitresin dalam akua 5 ml unit/menit dalam infus

lambat selama 1 jam.


b) Untuk pemberian intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam minyak
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis,
atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan
vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin,
dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah:
1.
2.
3.

Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat


Mengganti vasopresin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka panjang)
Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intrakranial yang mendasari.
Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda Penggantian

dengan vasopresin. Desmopresi (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopresin yang
tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna
karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dan efek samping yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini.
Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan obat ke dalam hidung
melalui pipa plastik fleksibel yang sudah dikalibrasi. Dua hingga empat kali pemberian
perhari telah dapat mengendalikan gejala diabetes insipidus. Preparat lypressin (Diapid)
merupakan preparat yang kerjanya singkat dan diabsorsi lewat mukosa nasal ke dalam
darah ; namun, kerja preparat ini mungkin terlampau singkat bagi penderita diabetes insi
pidus yang berat. Jika kita akan menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu
obat, observasi kondisi pasien untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin
tannat dalam minyak yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan.
Preparat suntikan ini diberikan tiap 24-96 jam. Botol obat suntik harus dihangatkan
dahulu atau diguncang dengan kuat sebelum obat disuntikkan. Penyuntikkan dilakukan
pada malam hari agar hasil yang optimal dicapai pada saat tidur. Kram abdomen
merupakan efek samping obat tersebut. Rotasi lokasi penyuntikkan harus dilakukan
untuk menghindari lipodistrofi.
Mempertahankan cairan. Klofibrat, merupakan preparat hipolipidemik, ternyata
memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yamg masih sedikit
9

mengalami vasopresin hipotalamik. Klorpropamin (Diabinese) dan preparat tiazida juga


digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua preparat tersebut menguatkan kerja
vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus diingatkan tentang kemungkinan
reaksi hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh gangguan
ginjal, tetapi terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam yang ringan
dan penyekatan prostaglandin (ibuprefen, indomestasin serta aspirin) digunakan untuk
mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus.
Pengobatan yang lazim di pakai untuk pasien dengan dibetes insipidus nefrogenik adalah
rendah natriun, rendah protein, dan obat diuretik (thiaside). Diet yang rendah garam
dengan obat diuretik diharapkan dapat menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan.
Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida dan
air pada tubula renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. Diuretik dapat
meningkatkan osmolalitas pada ruang intertisialmedular sehingga lebih banyak air yang
diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain untuk menangani diabetes
insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid.obat ini mencegah
produksi prostagladin oleh ginjal dan bisa menambah kemampauan ginjal untuk
mengonsentrasi urin.
Apabila pasien menunjukan tanda-tanda hipertermia disertai dengan tanda-tanda
gangguan SSP, misalnyanletargi, disorientasi, hiperteri, pasien dapat di berikan dekstros
dalam air atau minum air biasa kaalau ia bisa minum. Pengganti air yang hilang
dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan edema.

10

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Fokus Pengkajian
1. Data demografi
Nama
Umur
Jenis kelamin
Status
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Diagnosa medis
2. Riwayat penyakit sekarang : klien merasakan nyeri dada yang mendadak dan terasa
seperti dicabik cabik atau dirobek dan ekspresi wajah pasien tampak kesakitan,
pucat, berkeringat, mengalami takikardi dan cemas akan keadaan penyakitnya
11

3. Keluhan utama: nyeri dada.


4. Riwayat penyakit dahulu: Klien memiliki riwayat penyakit arterioskeloris, dan
hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik Riwayat penyakit keluarga: bapak
memiliki penyakit hipertensi
5. Riwayat psikososial
- Intrapersonal : klien merasa cemas akibat nyeri yang kronis.

12

13

B. Nursing Care Plan (Rencana Asuhan Keperawatan)


1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan I.

Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine yang


berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone
diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien sering
berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
Diagnosa Keperawatan II.
Gangguan eliminasi urine berhubungan

dengan penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri


dan nokturia.
Diagnosa Keperawatan III.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering

terbangun akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering
terbangun waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum.
2. Kriteria Hasil dan Intervensi
a. Diagnosa keperawatan
Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
keluaran cairan aktif haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes
insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin
berlebih (4-30 liter/hari), klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa
kering, penurunan berat badan.
Kriteria hasil:

TTV dalam batas normal/ not compromised (skala 5). (Nadi: 80-110 x/mnt, RR: 16-24

x/mnt; TD: 120/80 mmHg; suhu : 36-37,5C)


Intake dan output dalam 24 jam seimbang / not compromised (skala 5).
Kulit/membran mukosa klien lembab / not compromised (skala 5).
BB klien tetap/tidak terjadi penurunan berat badan (mencapai skala 5).
b. Intervensi:
Kaji tanda tanda vital.
Berikan cairan sesuai kebutuhan.
Catat intake dan output cairan.
Monitor status hidrasi (suhu tubuh, kelembaban membran mukosa, warna
kulit).
c. Rasionalisasi:
Untuk memilih intervensi yang cocok dan mengevaluasi terapi yang diberikan.
Untuk mengetahui perkembangan tanda tanda dan keadaan pasien.
14

Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan vasodilatasi.


Penanganan nyeri secara umum.
C. Evidence Base Nursing Care Pland (EBNP)
1. Diagnose 1 :
Deficient fluid volume r/t inability to conferve fluids.

2. Porpose :
Fluid balance, hydration, nutritional status food and luid intake.

3. Criteria :
a. Maintain urine output more tham 1300 ml/day (or at least 30 m;/hr)
b. Maintain normal blood presur / pulse and body temperature
c. Maintain elastic skin turgor, moist tongue and mucaus membranes and
orientation to person please and time.
d. Explain measures that can be taken to treat or prevent fluid volume loss.

4. EBNP :
a. A systematic review found capillary refill not helpful to determine hypovolemi.
(devault et al, 2008)
b. A study of healty voloonters who experienced a fluid restriction of up to 37 hours
reported, symptoms of headache , decrease alertness and in abilityto concentrate.
(shireffs et ak, 2004)
c. A systematic review derostrated hypotention and tachycardia and occasionally
fever, are clinical signs of ndehydration. (terry, 2005)

15

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes insipidus adalah gangguan kelenjar hipofisis posterior yang ditandai
dengan kekurangan hormon antidiuretik (ADH), atau vasopresin. Haus yang sangat
(polidipsia) dan volume urin besar merupakan ciri gangguan ADH. Mungkin karena
sebab

sekunder

sekunder

seperti

trauma

kepala,

tumor

otak, atau bedah ablasi atau iradiasi dari kelenjar pituitari.


Diabetes insipidus dapat terjadi pada setiap usia sesudah bayi, diabetes
insipidus nephrogenic warisan biasanya terjadi segera setelah lahir . Warisan diabetes
insipidus nephrogenic adalah terpaut pada kromosom x, karena itu pada laki-laki hanya
terpengaruh secara klinis, sedangkan perempuan adalah pembawa. Warisan central
diabetes insipidus sangat langka dan dapat menunjukkan pola negatif atau resesif
dominan. Prevalensi diabetes insipidus ini terdapat 1 kasus per 25.000 penduduk,
presentasi antara laki-laki dan wanita sama

16

DAFTAR PUSTAKA
Bardesono, Francesca. 2011, 22 Februari. Diabetes Insipidus. Diakses dari
http://flipper.diff.org/app/items/info/3360
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika
Bestpractice. 2012, 17 September. Sumber :http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/288/follow-up/prognosis.html
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
https://www.clinicalkey.com/topics/.../diabetes-insipidus.html
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2004. Brunner & Suddarths Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th edition [CDROM]. Philadelphia : Lippincott Williams
& Wilkins
Sudoyo, A.W., et al.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke-4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Wilkinson, Judith M..2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7 dengan Intervensi
NIC dan Kriteria NOC. Jakarta : EGC
Wissmann, Jeanne (Ed.) 2007. Registered Nurse Adult Medical-Surgical Review Module
Edition 7.1. USA : Assesment Technologies Institute
Wolters Kluwer Health .2006. Hand Book Medical-Surgical Nursing Fourth Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Wolters Kluwer Health. 2009. Professional Guide to Diseases Ninth Edition. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins

17

Anda mungkin juga menyukai