Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri.1 Pembesaran kelenjar tiroid
ini ada yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang
tidak mempengaruhi fungsi.1 Struma merupakan suatu penyakit yang sering
dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti,
struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis
secara tepat.
Survey epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah
pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah
pegunungan lainnya. Untuk struma toksik prevalensinya 10 kali lebih sering
pada wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000
wanita, sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria.1

BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan tiroid, perlu diingat kembali
tentang anatomi tiroid. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan
diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat
berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan.
2.1.1 Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus
sinistra dan isthmus yang terletak di bagian tengah.2 Kadang- kadang
dapat ditemukan bagian keempat yaitu lobus piramidalis yang letaknya
di atas isthmus agak ke kiri dari garis tengah.3 Lobus ini merupakan sisa
jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.1 Kelenjar tiroid
mempunyai berat sekitar 25 30 gram dan terletak antara tiroidea dan
cincin trakea keenam.1 Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu
lapisan yang disebut true capsule.2

Gambar 2.1 tiroid


Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari :1

1) A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa.


2) A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia.
3) A. Tiroidea Ima yang merupakan cabang dari Arcus Aorta.

Gambar 2.2 Vaskularisasi Kelenjar Tiroid

Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di
dorsal tiroid sebelum masuk ke laring.1

Gambar 2.3 Persarafan pada Tiroid


2.1.2. Fisiologi Tiroid
Kelenjar

tiroid

merupakan

suatu

kelenjar

endokrin

yang

mensekresikan hormon Tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan


kalsitonin. Di dalam darah sebagian besar T3 dan T4 terikat oleh protein
plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre Albumin (TBPA) dan
Thyroxin Binding Globulin (TGB).2 Sebagian kecil T3 dan T4 bebas
beredar dalam darah dan berperan dalam mengatur sekresi TSH. Hormon
tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating hormone ( TSH ) yang
dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya dipengaruhi
oleh thyrotropine-releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga
mengeluarkan calcitonin dari parafolicular cell, yang dapat menurunkan
kalsium serum berpengaruh pada tulang.3
Fungsi hormon tiroid antara lain :1
1) meningkatkan kecepatan metabolisme
2) efek kardiogenik
3) simpatogenik
4) pertumbuhan dan sistem saraf
2.2. Klasifikasi Pembesaran Tiroid

Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan


efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat
dibagi menjadi :4
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh.
Berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus,
seperti yang ditemukan pada Graves disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah
satu lobus, seperti yang ditemukan pada Plummers disease.
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis
pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi:1
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter.
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh :1
1) Hiperplasia dan Hipertrofi: Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan
mengalami kompensasi dengan cara memperbesar dan memperbanyak
jumlah selnya. Demikian juga dengan kelenjar tiroid pada saat
pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja memproduksi hormon tiroksin
sehingga lama kelamaan akan membesar, misalnya saat pubertas dan
kehamilan.
2) Inflamasi atau Infeksi: Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada
tiroiditis akut, tiroiditis subakut (de Quervain) dan tiroiditis kronis
(Hashimoto).
3) Neoplasma: Jinak dan ganas
Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon
tiroid di dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam
kadar berlebih atau biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari
normal atau biasa disebut hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah :2
1. Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan
2. Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
3. Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga
menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka
panjang dapat menjadi fibrilasi atrium.

4.
5.
6.
7.

Tremor
Diare
Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :2


1.
2.
3.
4.

Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah.


Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik.
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai

2.2.1 Struma Difusa Toksik


A. Definisi1
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Graves Disease. Penyakit
ini juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran
kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering
ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti berkeringat berlebihan,
tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap panas, penurunan berat badan,
ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea, dan
polidefekasi ( sering buang air besar ).1 Klinis sering ditemukan adanya
pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga manifestasi pada mata
berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit
Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi
yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap
peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan
absorbsi yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.1

Gambar : penderita penyakit Graves


B. Patofisiologi
Graves Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan
system imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai
Thyroid Receptor Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid
dan menstimulasinya secara berlebiham, sehingga TSH tidak dapat
menempati reseptornya dan kadar hormone tiroid dalam tubuh menjadi
meningkat. 5
C. Gejala Klinis
Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan
metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis
terlihat

jelas.3

Peningkatan

metabolisme

menyebabkan

peningkatan

kebutuhan kalori, dan seringkali asupan (intake) kalori tidak mencukupi


kebutuhan sehingga terjadi penurunan berat badan secara drastis. Peningkatan
metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk peningkatan
sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/ cardiac output
sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat. 7 Irama nadi
meningkat dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulsus celer;
penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan
rangsangan saraf autonom dapat mengakibatkan kekacauan irama jantung
berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi ventrikel. Pada saluran cerna

sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering timbul polidefekasi dan


diare. 7
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita
sulit tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami
ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang
tidak beralasan yang sangat menggangu. 7
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea
yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian
proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. 6
Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya
hipertiroidi tersebut. Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder
atau metrorhagia. Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa
ikatan antibodi terhadap reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam
rongga mata. Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik
sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi
eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan bola mata akibat keratitis.
Gangguan gerak otot akan menyebabkan strabismus.8

Gambar 2.4 Skema patogenesis penyakit Graves

D. Tatalaksana
Terapi

penyakit

Graves

ditujukan

pada

pengendalian

keadaan

tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil (


PTU ) atau karbimazol.8 Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika
pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar.
Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang permanen
meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang
minimal.8
2.2.2. Struma Nodosa Toksik
A. Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah
satu lobus yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid.6 Pembesaran
noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang
nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik.
Pertama kali dibedakan dari penyakit Graves oleh Plummer, maka
disebut juga Plummers disease.7
B. Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada
kelenjar tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun
jika tidak segera diobati, dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan
hipertiroid.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari non
toksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi
otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian
hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai
pengobatan.7

10

C. Gejala Klinis
Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Graves disease
dengan Plummers disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala
hipertiroid. Yang membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana
pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang hanya terjadi
pada salah satu lobus.7
D. Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada Plummers Disease juga sama dengan
Graves yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/
hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU )
atau karbimazol.8 Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau
tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan
terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar
tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan
yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan
komplikasi yang minimal.8
2.2.3. Struma Difusa Nontoksik
A. Definisi
Struma endemik Struma endemik adalah penyakit yang ditandai
dengan pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan
diperkirakan berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian.
Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih 5%
pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti
terbukti dari beberapa penelitian.1 Goiter endemik terjadi karena
defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di
derah pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan
ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian yodium tambahan
belum terlaksana dengan baik. 8

11

B. Patofisiologi
Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya
defisiensi intake iodin oleh tubuh.3 Selain itu, goiter juga dapat
disebabkan oleh kelainan sintesis hormon tiroid kongenital ataupun
goitrogen (agen penyebab goiter seperti intake kalsium berlebihan
maupun sayuran familiBrassica). Kurangnya iodin menyebabkan
kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu
peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam
darah sebagai efek kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan
terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga
terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik. Pembesaran ini dapat
menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik
tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada beberapa
kasus, seperti defisiensi iodin endemik, pembesaran ini tidak akan dapat
mengompensasi penyakit yang ada.1 Kondisi itulah yang dikenal
dengan goiter hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan
durasi defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang.8
2.2.4. Goiter Difus
A. Definisi
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah
pembesaran yang tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa
ditemukan dengan sifat non-toksik (fungsi tiroid normal), oleh karena itu
bentuk ini disebut juga goiter simpel. Dapat juga disebut sebagai goiter
koloid karena sel folikel yang membesar tesebut umumnya dipenuhi oleh
koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.8
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai
makanannya mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin
secara meluas di daerah teresebut. Contoh daerahnya adalah daerah
pegunungan Alps, Andes atau Himalaya. Sementara itu, goiter sporadik
muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu

12

konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau gangguan


enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.8 Pada
goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi
koloid. Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan
simetris, walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150
gram). Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel kolumner yang banyak dan
berdesakan. Akumulasi sel ini tidak sama di keseluruhan kelenjar. Apabila
setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akan
hormon tiroid menurun, terjadi involusi sel epitel folikel sehingga
terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid. Biasanya secara
makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen, sementara secara
histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel
epitelnya gepeng dan kuboid.3
B. Gejala Klinis
Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran
kelenjar tiroid.2 Sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan
eutiroid,

namun

sebagian

lagi

mengalami

keadaaan

hipotiroid.

Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anak-anak dengan defek


biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek pada transfer yodium.2
C. Tatalaksana
Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan
struma dan mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan
pemberian SoL Lugoli selama 4-6 bulan. 3Bila ada perbaikan, pengobatan
dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering off dalam 4 minggu. Bila
6 bulan sesudah pengobatan struma tidak juga mengecil maka pengobatan
medikamentosa tidak berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.8

13

2.2.5. Struma Nodosa Nontoksik


A. Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme.1 Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses,
baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran asimetris
dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada
tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma nodosa
nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus
diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.7
B. Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter
endemis terjadi 10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka
goiter sporadis terjadi pada seseorang yang tidak tinggal di daerah
endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang penting dalam
sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung
litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.7
C. Gejala Klinis
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan
karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme.7 Yang penting pada diagnosis
SNNT adalah tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan
kadar hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan adanya pembesaran
kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai membesar pada
usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun
sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke

14

depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila


pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian
mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang
berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea
dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher.
Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga
terasa berat karena terfiksasi pada trakea.8
D. Tatalaksana
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT.
Macam-macam teknik operasinya antara lain :5
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar
disisakanseberat 3 gram.
b. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh
isthmus
c. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus
kanan dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior
dilakukan untuk mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N.
Rekurens Laryngeus
2.2.6. Karsinoma Tiroid
A. Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak
terkontrol dari sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah
sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler,
anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran
kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam
kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid
bisa disembuhkan kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan
menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon

15

tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga


terjadi hipertiroidisme.8
B. Klasifikasi karsinoma tiroid 8
1. Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan
merupakan jenis paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering
terdapat pada anak dan dewasa muda dan lebih banyak pada wanita.
Terkena radiasi semasa kanak ikut menjadi sebab keganasan ini.
Pertama kali muncul berupa benjolan teraba pada kelenjar tiroid atau
sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis dapat
terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa
kasus, ke paru.
2. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan
merupakan 20-25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler
terutama menyerang pada usia di atas 40 tahun. Karsinoma folikuler
juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria.
Pemaparan terhadap sinar X semasa kanak-kanak meningkatkan
resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis
papiler.
3. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan
10% dari kanker tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada
pria. Metastasis terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan
kemudian keseluruh bagian tubuh. Pada mulanya orang yang hanya
mengeluh

tentang

adanya

tumor

didaerah

tiroid.

Dengan

menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan


sukar menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis,
biasanya hanya beberapa bulan.
4. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller
adalah unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih
banyak pada wanita daripada pria dan paling sering di atas 50 tahun.
Karsinoma ini dengan cepat bermetastasis, sering ketempat jauh
seperti paru, tulang, dan hati. Ciri khasnya adalah kemampuannya

16

mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma ini sering


dikatakan herediter.
C. Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas8
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu
dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:8
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul
dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami
degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak,
walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada
hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika
ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke
jaringan sekitar.
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang
ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai
ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tibatiba membesar progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah
bening regional atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berrys
Sign).

2.3. Langkah-langkah Penegakkan Diagnosis Struma2


2.3.1. Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa
berupa benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala

17

hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di


leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat
progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas
dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala
hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal
pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada kecendrungan ke
arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah
gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke
arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami
eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid :5,9
Gejala subjektif
Dispneu d effort
Palpitasi
Capai/lelah
Suka panas
Suka dingin
Keringat banyak
Nervous
Tangan basah
Tangan panas
Nafsu makan
Nafsu makan
BB
BB
Fibrilasi atrium
Jumlah

Angka
+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+1
-1
+3
-3
-3
+3
+3

Gejala objektif
Ada
Tiroid teraba
+3
Bruit
diatas +2
systole
Eksoftalmus
Lid retraksi
Lid lag
Hiperkinesis
Tangan panas
Nadi
<80x/m
80-90x/m
>90x/m
< 11 hipotiroid

Tidak
-3
-2

+2
+2
+1
+4
+2

-2
-2

+3

-3

11-18 eutiroid
> 19 hipertiroid

2.3.2. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang
paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris
atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak
saat menelan atau tidak. Pada palpasi sangat penting untuk menentukan

18

apakah bejolan tersebut benar adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah
bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk
menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat
menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan
pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus
dideskripsikan :
-

Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus


Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus

sternokleidomastoidea
Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak

2.3.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit
tiroid terbagi atas :
1. Pemeriksaan

untuk

mengukur

fungsi

tiroid.

Pemeriksaan

untuk

mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan teknik


radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma darah.
Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl. Kadar
normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin
dan thyroid stimulating hormone antibody.
3. Pemeriksaan radiologis
- Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis
pun sudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral
-

biasanya menjadi pilihan.


USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,
membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya

19

jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat


-

dengan scanning tiroid.


Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131 yang
didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan ukuran,
bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid
(distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam.
Dari hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold
nodule bila uptake nihil atau kurang dari normal dibandingkan
dengan daerah disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah
dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah
warm

nodule

bila

uptakenya

sama

dengan

sekitarnya,

menunjukkan fungsi yang nodul sama dengan bagian tiroid lain.


Terakhir adalah hot nodule bila uptake lebih dari normal, berarti
-

aktifitasnya berlebih dan jarang pada neoplasma.


FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu
diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya
berdasarkan hasil FNAB saja.

2.3.4. Tindakan Pembedahan


Indikasi operasi pada struma adalah :
1.
2.
3.
4.

Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa.


Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan.
Struma dengan gangguan kompresi.
Kosmetik.

Kontraindikasi pada operasi struma :


1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain
yang belum terkontrol.
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit
digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang
demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek
prognosisnya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat

20

sekaligus dilakukanreseksi trakea atau laringektomi, tetapi


perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan
eksisi yang baik. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk
menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau
suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna, maka
dibedakan apakah kasus tersebut operable atau inoperable. Bila
kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan
biopsi

insisi

untuk

keperluan

pemeriksaan

histopatologis.

Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau


kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna yang operable
atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan isthmolobektomi
atau lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi
tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus
ditentukan terlebih dahulu jenis karsinoma yang terjadi.

Komplikasi pembedahan tiroid :2


a. Perdarahan dari A. Tiroidea superior
b. Dispneu
c. Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-oto laring terjadi
kelemahan
d. Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita
menjadi lenih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi,
karena terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi M.
Krikotiroid. Kemungkinan nervus terligasi saat operasi
2.3.5. Algoritma untuk evaluasi dan tatalaksana nodul tiroid

21

Gambar 2.5 Algoritma tatalaksana nodul tiroid


2.4. Penyulit Pembedahan Struma
1. Sewaktu pembedahan :
- perdarahan
- cedera nervus rekurens uni- atau bilateral
- cedera pada trakea, esofagus, atau saraf di leher
- kolaps trakea karena malasia trakea
- terangkatnya seluruh kelenjar paratiroid
- terpotongnya duktus torasiku s di leher kanan
2. Segera pascabedah :
- perdarahan di leher
- perdarahan di mediastinum
- edema laring
- kolaps trakea
- krisis tiroid atau tirotoksikosis
3. Beberapa jam-hari pascabedahan:
- hematom
- infeksi luka
- edema laring
- paralisis nervus rekurens
- cedera nervus laringeus superior menjadi nyata
- hipokalsemia
4. Lama pascabedah :

22

hipotiroid
hipoparatiroid/hipokalsemia
paralisis nervus rekurens
cedera nervus laringeus superior
nekrosis kulit
kebocoran duktus torasikus

BAB III
Hasil Temuan
3.1. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Alamat : lr. Jaya Laksamana RT 11 RW 03 3 Ulu Palembang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk R.S : 28 Mei 2013
Tanggal Keluar RS : 3 Mei 2013
3.2. ANAMNESIS
Keluhan utama
Benjolan pada leher kiri
Riwayat penyakit sekarang
Seorang Perempuan berusia 30 tahun, datang ke poliklinik bedah RSUD
Palembang Bari dengan keluhan utama terdapat benjolan pada leher kiri yang
diketahui sekitar 8 tahun yang lalu. Sebelumnya benjolan tersebut berukuran

23

kecil seperti telur cicak dan tidak mengeluh sakit, semakin lama benjolan tersebut
semakin membesar karena diurut, kemudian pasien berobat ke poliklinik bedah
RSUD Palembang Bari dan disarankan untuk di operasi. Nyeri pada benjolan
disangkal dan benjolan teraba kenyal, ikut bersama saat pasien disuruh menelan
ludah. Keluhan tidak disertai dengan cepat lelah, lebih suka hawa dingin, sering
gugup, dan

jantung berdebar-debar. Penurunan berat badan (-), sesak saat

beraktivitas (-), berkeringat banyak (-), dan nafsu makan yang bertambah(-),
Gangguan menelan (-), suara serak (-).
Riwayat penyakit dahulu
-

Pasien belum pernah dilakukan operasi. Pasien menyangkal memiliki riwayat

sakit jantung, darah tinggi serta kencing manis.


Riwayat radiasi daerah kepala dan leher disangkal.
Riwayat mengkonsumsi obat obat tiroid dan obat-obatan jangka panjang
lain disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang serupa dengan pasien
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/ 80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/ menit
Frekuensi napas : 22 x/ menit
Suhu : 36,1oC
3.4. STATUS GENERALIS
Kepala
Mata : Konj. Anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek pupil +/+, Eksoftalmus -/Hidung : Epistaksis -/-, deviasi septum (-)
Mulut : Tidak ada kelainan

24

Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB tidak ada pembesaran,


Thoraks
Inspeksi : Hemitorak simetris kanan dan kiri
Palpasi : stemfremitus taktil simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua hemitorak
Auskultasi : Pulmo : Vesikuler kanan = kiri normal, ronki -/-, wheezing -/Cor : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : flat, simetris, massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/ lien tak teraba membesar
Perkusi : timpani diseluruh kuadran abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, sianosis -/Kulit lembab dan hangat (-)
Edema tungkai (-/-)
Status lokalis
Pada regio colli
Inspeksi : terlihat massa di leher kiri depan, warna sama dengan warna kulit
sekitar, rubor (-)
Palpasi : teraba massa soliter ukuran diameter 3 cm sinistra, konsistensi kenyal,
permukan licin, soliter, mobilitas (-), nyeri tekan (-), teraba, pembesaran kelenjar
tiroid kanan dan kiri, permukaan bernodul, nyeri tekan (-), ikut bersama saat
disuruh menelan air ludah.
Auskultasi : bruit ()
3.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah rutin
Hb : 12.4 g/dl
Leukosit : 7.700/ L

25

Trombosit : 235.000/L
KGDS : 87 mg/dl
Tes fungsi tiroid
T3 : 1,26 Nilai Normal : 0,8- 2,00 ng/ml
T4 : 7,75 Nilai Normal : 4,5-12 ug/dl
TSH : 0,73 Nilai Normal : 0,47-5,01 uIU/ml
3.6. DIAGNOSA KERJA
Struma multinodosa Non Toksik dan kista ductus thyroglossus

3.7. DIAGNOSA BANDING


Tumor Colli
3.8. ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fungsi tiroid
3.9. PENATALAKSANAAN
Inf RL 20 tts/menit
Cefoperazon 2x1
Keterolac 3x1
Asam Traneksamat 3x1
- Terapi Bedah
Rencana Operatif sub total tiroidektomi
3.10. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
3.11. TABEL FOLLOW UP
Hari / Tanggal

Hasil Pemeriksaan

26

Selasa / 28 mei 2013 (PRE OP)

S/ keluhan benjolan di reg colli sinistra, nyeri


(-), rubor (-), kenyal, permukaan bernodul,
O/ Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
Vital sign:
HR : 80x/m
RR : 20x/m
TD : 110/80 mmHg

Rabu / 29 Mei 2013

Temp : 36C
S/ keluhan benjolan di reg colli sinistra,
O/ Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
Vital sign:
HR : 100x/m
RR : 18x/m
TD : 130/90 mmHg

Kamis/ 30 Mei 2013 (POST OP)

Temp : 36,1C
S/ keluhan nyeri post op di reg colli sinistra
O/ Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Vital sign:
HR : 80x/m
RR : 20x/m
TD : 120/80 mmHg
Temp : 36,1C

Jumat / 31 Mei 2013

Drainase : darah yang keluar 20cc


S/ keluhan tenggorokan terasa banyak lendir
O/ Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
Vital sign:
HR : 100x/m, RR : 22x/m
TD : 120/80 mmHg

27

Temp : 36,2C
Sabtu / 1 Juni 2013

Drainase darah yang keluar < 50 cc


S/ keluhan (-)
O/ Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
Vital sign:
HR : 88x/m
RR : 18x/m
TD : 110/80 mmHg
Temp : 36,1C

28

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan benjolan dileher sebelah kiri sejak 8
tahun yang lalu. Benjolan awalnya dirasakan sebesar telur cicak tetapi os
mengurut benjolan tersebut dan ternyata benjolan membesar hingga sekarang
benjolan berdiameter 3 cm. Os tidak mengeluh benjolan terasa sakit, mudah
lelah (-), mudah gugup (-), gemetar (-), jantung berdebar (-), lebih suka udara
dingin (-), berkeringat yg berlebihan (-), penurunan berat badan (-), nafsu makan
seperti biasa, suara serak (-), sesak nafas saat aktifitas (-), nyeri menelan (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, pemeriksaan
fisik kepala dalam batas normal. Leher teraba benjolan di regio colli sinistra
konsistensi kenyal, soliter, nyeri tekan (-), warna di benjolan sama seperti warna
kulit, ukuran dengan diameter 3cm, immobile, permukan licin, bruit(-). Pada leher
juga teraba pembesaran kelenjar tyroid sebelah kanan dan kiri, konsistensi kenyal,
permukaan teraba bernodul, nyeri(-), ikut bersama saat disuruh menelan air liur,
bruit (-).

Thorak dan abdomen

(Dalam batas normal), pada genitalia tidak

diperiksa. Ektermitas tidak di temukan tremor, telapak tangan lembab, sianosis.


Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan nilai fungsi tiroid (T3,T4,
TSH) dalam batas normal (eutiroid).
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium dapat di
tegakkan diagnosis pada pasien ini menderita Struma multinodusa non toksik di
sertai kista ductus thyroglosus. Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang
terbentuk dari duktus tiroglosus yang menetap sepanjang alur penurunan kelenjar
tiroid, yaitu dari foramen sekum sampai kelenjar tiroid bagian superior di depan
trakea. Kista ini merupakan 70% dari kasus kista yang ada di leher.

29

Pada pasien ini pada tanggal 29 mei 2013 di lakukan exsisi kista ductus
thyroglosus dan sub total tiroidektomi. Subtotal tiroidektomi adalah Tiroidektomi
subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan dan sebagian kiri, sisa
jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk mencegah kerusakan pada
kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus, dengan indikasi Indikasinya
adalah Graves disease, struma multinodosa toksik dan nontoksik bilateral,
tiroiditis Hashimoto.

30

BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan pasien menderita struma multinodusa non toksik disertai dengan kista
ductus thyroglosus. Pada pasien ini tidak ada gejala yang menunjukan hipertiroid.
Pertama dilakukan pemasangan IV Line untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien
dan

dilakukan

tindakan

operatif

berupa

subtotal

tiroidektomi.

Terapi

medikamentosa yang diberikan pasca oprasi kepada pasien berupa Cefoperazon


2x1 IV, Keterolac 3x1 IV, Asam Traneksamat 3x1 IV.
Dari hasil observasi pre dan post op , prognosis penderita dubia ad bonam,
dikarenakan keadaan pasien selama dirawat dalam keadaan baik, tidak disertai
dengan komplikasi pasca operatif.

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidrajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004
2. Hermus AR, Huysmans DA. Clinical manifestations and treatment of
nontoxic diffuse and nodular goiter. In : Braverman LE, Utiger RD,
editors. The Thyroid. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 2000.
p. 866-70.
3. Lee S. Goiter, nontoxic. Available at :http//: www.emedicine.com.
4. Hegedu LL, Bonnema SJ, Bennedbaek FN. Management of simple
nodular goiter : current status and future prespectives. USA : Endocrine
reviews 24(1): 102 132, 2003. Available at : http//:www.edrvendojournals.org/pdf
5. Wheeler MH. The technique of thyroidectomy. J R Soc Med 1998;91:
(Suppl. 33)12-16. Available at : http//: www.pubmedcentral.nih.gov.
6. American Thyroid Association. Thyroid disease and pregnancy. Available
at: http//:www.thyroid.org.
7. Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik &
Hipertiroidisme : Buku Ajar Ilmu Pneyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit
FKUI, Jakarta, 1996 : 757- 778.
8. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi
Keempat, Buku Dua, EGC, Jakarta, 1995 : 1071-1078.
9. Waddell A, Saleh H, Robertson N et al. Thyroglossal duct remnants. J.
Laryngol. Otol. 2000; 114: 128-9.
10. Urben SL, Ransom ER. Fusion of the thyroid interval in a patient with a
thyroglossal duct cyst. Otolaryngol. Head and Neck Surg. 120 (5): 757-9.
11. Greinwald JH, Leichtman LG, Simko MEJ. Hereditary Thyroglossal Duct
Cyst. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1996; 122: 1094-6.

Anda mungkin juga menyukai