PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal
diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediastinum, ataupun akibat proses peradangan seperti tuberculosis dan pneumonia.
Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura
yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga
perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata
laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun
karena efusi pleura sebagian besar merupakan akibat dari penyakit lainnya yang
menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit.
Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana
namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 5060% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan
pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara
akhirnya akan mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika
tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan
semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan
yang sangat penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat
menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem
kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang
tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di
rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka
dalam makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura.
B. Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi konsep penyakit efussi pleura yang meliputi definisi,
klasifikasi,
etiologi,
patofisiologi,
manifestasi
klinis,
dan
komplikasi
serta
penatalaksanaan medis
2. Untuk mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan pada efussi pleura yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi serta evaluasi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Efusi pleural adalah Pengumpulan cairan dalam dalam ruang pleura (selaput yang
menutupi permukaan paru-paru) yang terletak di antara permukaan visceral (selaput)
dan parietal(dinding).
(Brunner and
Suddarth edisi
8
volume
1,2001)
Efusi pleura adalah adalah Cairan yang terkumpuk dalam rongga pleura .
(Sylvia A.Price,2006)
Efusi pleural adalah Terkumpulnya cairan abnormal dalam kavum pleura
yang
tertumpuk
dalam
rongga
pleura.
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit
paru, 1994, 111).
Kesimpulan
Efusi pleura adalah penumpukan cairan dalam rongga pleura yang disebakan oleh
banyak
faktor
seperti
penyakit
dan
tekanan
abnormal
dalam
paru-paru.
B. Klasifikasi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis.
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya,
infark paru,
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viceralis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah
ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus
systemic, tumor dan tuberkolosis (Arif Muttaqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn
Gangguan Sistem Pernapasan).
Pleura adalah membrane tispis yang membungkus paru. Lapisan terluar
membrane paru menempel pada dinding rongga toraks. Lapisan dalam pleura menempel
ke paru. Pada saat ekspansi rongga toraks terjadi selama inspirasi, lapisan terluar
mengembang; daya ini disalurkan ke pleura lapisan dalam, yang akan mengembangkan
paru. Di anrata lapisan dalam dan luar terdapat ruang/rongga pleura. Ruang ini terisi
beberapa milliliter cairan yang mengelilingi dan membasahi paru. Cairan pleura memiliki
tekanan negative dan melawan gaya kolaps elastic paru. Mekanisme ini membantu paru
tetap dapat mengembang (Cowrin, 2009).
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua
pleura, karena biasanya hanya terdapat 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis
serosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura
bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkkan kedua pleura. Jika terjadi, maka
kelebihan tersebut akan dipompa keluar melalui pembulu limfatik dari rongga pleura ke
mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis,
memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan
absorpsi oleh pleura viceralis. Oleh karena itu rongga pleura disebut sebagai ruang
potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang
fisik yang jelas (Guyton dan Hall, 1997).
C. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain.
Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik,
tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru
dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat
misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan
hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat
dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari
kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung
banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil
sehingga berat jenisnya rendah.
PATHWAY
Batuk
Dispnea bervariasi
Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
Pada efusi yang berarti terjadi penonjolan ruang interkosta.
Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
F. KOMPLIKASI
Fibrotoraks
Pleural effusion yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan
hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.
Pembedahan
pengupasan(dekortikasi)
perlu
dilakukan
untuk
memisahkan
G. PENATALAKSANA MEDIS
Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
untuk
membuang
cairan,
mendapatkan
spesimen
(analisis),
menghilangkan dispnea.
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 1,2 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
Antibiotika jika terdapat empiema
Operatif
Penatalaksana medis lainnya yaitu :
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk
melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada
alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan
keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin
sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah,
saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan
pneumothorak.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut.
Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur
mediastinal. Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur
mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga
pengaruh pokok :
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat
menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif sebagai
faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2.
Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi
malignancy adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic
misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya
seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh
karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula
menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali,
dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
4.
Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD
atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis
adalah :
a.
rongga plera.
b.
Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
a.
cairan pleura.
5.
b.
c.
Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan
aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya
cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum..
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EFUSSI PLEURA
A. Pengkajian
a.
Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
b.
1)
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya.
d.
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,
gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya
f.
Riwayat Psikososial
g.
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnyalemah.
i.
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.
l.
Pemeriksaan Fisik
1)
Sistem Respirasi
Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis
Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin
saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas
cairan.
3)
Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaran ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi
jantung
III
yang
merupakan
gejala
payah
jantung
serta
Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 535kali per menit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah
hepar teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5)
Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
6)
Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,
pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat
hidrasi seseorang,
B. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Nyeri dada berhubungan dengan penekanan dinding pleura oleh cairan efussi pleura
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia
C. intervensi
Dx 1 : pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
tujuan : pola nafas klien kembali efektif
kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
intervensi :
1. Berikan Health Education tentang penyebab sesak napas dan cara
pencegahannya.
2. Kaji kedalam pernapasan.
3. Observasi tanda-tanda vital (terutama nadi dan respirasi)
4. Berikan klien posisi semi fowler.
5. Ajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat obatan serta
foto thorax.
Rasional :
1. Klien dan keluarga klien mendapatkan informasi dan mengetahui
pencegahan terjadinya sesak.
2. mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3. Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
4. memaksimalkan ekspansi paru.
5. untuk memperbaiki pola napas
kembang paru.
Dx 2 : Nyeri dada berhubungan dengan penekanan dinding pleura oleh cairan efussi
pleura
Tujuan : nyeri dada berkurang
Kriteria hasil : nyeri berkurang skala (0-1), dapat melakukan aktivitas lagi, ekspresi
rileks.
Intervensi :
1.
2.
3.
4.
5.
kenyamanan.
6. Lakukan kolaborasi dengan dokter
Rasional :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rasional :
1. Klien dan kluarga klien mendapatkan pengetahuan tentang
2.
3.
4.
5.
6.
D.
Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
E. evaluasi
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US.
Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
1) Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
2) Nyeri dada berkurang dengan skala (0-1)
3) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
EGC, Jakarta.
Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku PATOFISIOLOGI.Jakarta : EGC
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia,
PA, USA: Elsevier Saunders.
Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.
Arif Muttaqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan
Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press, Surabaya ; 1995
Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
http://christianjake.blogspot.com/2013/09/asuhan-keperawatan-pada-pasiendengan_8.html