Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Dengue Hemmoragic Fever


Demam berdarah dengue (DBD) merupakanpenyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus Flavivirus. Virus ini memiliki
empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari
infeksi salah satu jenis serotipe tidak memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe
lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan
manifestasi klinis yang berat.1,2,5,8
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam
timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10
haridan selanjutnya dapat ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk
dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus
(infektif) sepanjang hidupnya.2,8
1.2 Patogenesis
Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis
infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune
enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu dan menyebabkan
kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi virus denguemengakibatkan terbentuknya
kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit (Ht),
penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan
syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-48 jam dan bila tidak ditangani secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia
yang dapat berakibat fatal.1,2
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung
bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali

virus lain kemudian membentuk

kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc

reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,2
1.3 Perjalanan Penyakit
Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan recovery
(penyembuhan) (gambar-1).5

Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5


a. Fase Febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh
sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini biasanya
akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh
tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri
tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan
penyakit lainnya secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan
parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak gawat. Oleh karena
itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning signs) dan parameter lain sangat penting
untuk mengenali progresi ke arah fase kritis.2,5,10Warning signs meliputi:5

Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan mukosa,

pembesaran hati >2 cm


Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa

(hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam, namun
dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam. Perdarahan vagina masif pada
wanita usia subur dan perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi
walau lebih jarang.2,5,10Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif,
menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2%
kasus DBD mempunyai hasil positif.2
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran
hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar
dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan
ikterus. Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan progresif
leukosit, yang dapat meningkatkan kecurigaan ke arah dengue.2,5
b. Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai
cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai
sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38 oC yang
biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan
ini berbanding lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang
signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda
kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan asites
secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Derajat
peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar
mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok
berkepanjangan, organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi
(impairment), asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini

menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan
syok hebat. 1,2,5
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan
menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis
kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.5
c. Fase Penyembuhan (Recovery)
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual cairan
ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan
kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis
normal. Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan
disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga
sering ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi
yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera setelah
demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini
perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung
kongestif.5
1.4 Manajemen Kasus DBD
Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:5
1. Penilaian:
Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat keluarga
Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental
Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue
2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan
3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan hal-hal
terkait lainnya:
Rawat jalan (kelompok A)
Rawat inap (kelompok B)
Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)
1.5 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis harus meliputi:5 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake oral, (3)
Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output
(frekuensi, volume, dan waktu terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang
mengalami DBD, riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan,

obesitas, diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun
(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks bebas
(HIV serokonversi akut).
Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5 (1) Status mental, (2) Status hidrasi, (3)
Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura, (5) Nyeri abdomen/
hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan, (7) Uji torniquet.
1.6 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar hematokrit (Ht),
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Pada
akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sel
limfosit secara relatif meningkat.1,2,10
Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/l. Pada umumnya trombosit terjadi
sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit
<100.000/l biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7. Pemeriksaan trombosit perlu diulang
sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.1,2
Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Nilai hematokrit juga
dipengaruhi oleh penggantian cairan dan perdarahan.1,2
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan
koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/
kreatinin.1,2,5
1.7 Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II) didapatkan efusi
pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto toraks sebaiknya dilakukan
dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.1
1.8 Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui


pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis
uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode
ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu),
serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah
pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.1,11
Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima setelah onset
penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan
cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi
setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer,
produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam
sirkulasi, bahkan seumur hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat
lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG
merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.11
Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virus
dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1
dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi
primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga
dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena
itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.
1.9 Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan kriteria
WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal di bawah ini
terpenuhi:1,9
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Hepatomegali (pembesaran Hati)
5. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah, serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki tdan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
6. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.


Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, dan
hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah uji torniquet.


Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin

dan lembab, tampak gelisah.


Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik

dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase
penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan
status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat.5
WHO pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi
virus dengue, yaitu probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue, seperti pada
gambar berikut ini :

Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien tinggal atau
baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam lebih dari tiga hari,
jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau trombositopenia uji torniquet positif.
1.10 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi suportif.
Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan
suplemen cairan melalui jalur intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi
klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),
membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan
penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5
Kelompok-A5
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum
secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai
warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga
melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan
diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul.
Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang

mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval

pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.


Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran
cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma
atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).

Kelompok-B5
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria
rawat pasien DBD adalah:5
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,
berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok),
neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik,
overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin


0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai

respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan
dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan
Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 510 ml/kg/jam selama 1-2 jam.

Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5
ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran
plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output

dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.


Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter
yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat
fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan,
selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL
dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau
overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk

memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.


Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume
dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan
laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-C5
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD
berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan
kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat

periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht
sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi
sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas
tidak pucat dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran
membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).
Indikasi Pulang Pasien DBD
Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5

Klinis:
o Bebas demam selama minimal 48 jam
o Terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan makan
membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada gangguan

pernapasan)
Laboratoris:
o Peningkatan jumlah trombosit
o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Gambar-2. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi

Terapi pada Syok Hipotensi

Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Hipotensi

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo,
A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.
2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan, 2004.
3. Situation update of dengue

in

the

SEA

Region,

2007

diunduh

dari

www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf
4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue.
Medicines 2009:22;1.
5. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World Health
Organization,

2009.

Diunduh

dari

http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd edition.
Geneva

World

Health

Organization.

1997.

Diunduh

dari

http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/print.html
7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small
Hospitals. 1999. diunduh dari http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guidelinedengue.pdf
8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses. In: Braunwald, et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill Companies,
2008.
9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al. (editor).
Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, 2007.p.156-7.
10. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health Organization
Sudan, 2005. Diunduh dari www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
11. World
Health
Organization.
Dengue
Fever.
Diunduh
www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf
Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2007. P.522.

dari

Anda mungkin juga menyukai

  • Panduan
    Panduan
    Dokumen20 halaman
    Panduan
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Undangan ARK 1
    Undangan ARK 1
    Dokumen1 halaman
    Undangan ARK 1
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • MMMM
    MMMM
    Dokumen8 halaman
    MMMM
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • MMMM
    MMMM
    Dokumen8 halaman
    MMMM
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Form Pemeliharaan Kenderaan.
    Form Pemeliharaan Kenderaan.
    Dokumen4 halaman
    Form Pemeliharaan Kenderaan.
    Sucidjunu
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi 3
    Imunisasi 3
    Dokumen44 halaman
    Imunisasi 3
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Berita Acara
    Berita Acara
    Dokumen1 halaman
    Berita Acara
    Winda Nurmala
    Belum ada peringkat
  • Positive and Negative Syndrome Scale
    Positive and Negative Syndrome Scale
    Dokumen2 halaman
    Positive and Negative Syndrome Scale
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen1 halaman
    Mata
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Mata
    Fisiologi Mata
    Dokumen30 halaman
    Fisiologi Mata
    Yohanes Nopriadi Pratama Simanjuntak
    Belum ada peringkat
  • To 1 151-200
    To 1 151-200
    Dokumen158 halaman
    To 1 151-200
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut 2015
    Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut 2015
    Dokumen88 halaman
    Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut 2015
    Syar'i Lalu
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen1 halaman
    Mata
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Refreshing Gangguan Afektif Bipolar
    Refreshing Gangguan Afektif Bipolar
    Dokumen14 halaman
    Refreshing Gangguan Afektif Bipolar
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Refreshing DHF
    Refreshing DHF
    Dokumen12 halaman
    Refreshing DHF
    laili
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading 1
    Journal Reading 1
    Dokumen14 halaman
    Journal Reading 1
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurnal Reading Vara
    Cover Jurnal Reading Vara
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurnal Reading Vara
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Demam Tifoid
    Demam Tifoid
    Dokumen11 halaman
    Demam Tifoid
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga
    Jadwal Jaga
    Dokumen4 halaman
    Jadwal Jaga
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Refreshing
    Refreshing
    Dokumen13 halaman
    Refreshing
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Refreshing DHF
    Refreshing DHF
    Dokumen12 halaman
    Refreshing DHF
    laili
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Paru II
    Jurnal Paru II
    Dokumen22 halaman
    Jurnal Paru II
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Hipotiroid PWR Point
    Hipotiroid PWR Point
    Dokumen17 halaman
    Hipotiroid PWR Point
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Malaria 2
    Malaria 2
    Dokumen40 halaman
    Malaria 2
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Tropik
    Penyakit Tropik
    Dokumen97 halaman
    Penyakit Tropik
    Nda Sahib
    Belum ada peringkat
  • Jurnal II Ind
    Jurnal II Ind
    Dokumen20 halaman
    Jurnal II Ind
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat
  • Cover IMA
    Cover IMA
    Dokumen2 halaman
    Cover IMA
    Shelpi Surisdiani
    Belum ada peringkat