Anda di halaman 1dari 7

Peran dan Fungsi Komite Sekolah (Antara

Seharusnya dan Kenyataan)


admin / August 5, 2014
Oleh: Drs. Andang Suhartanto, M.Si Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Gunungkidul

Penyelenggaraan otonomi daerah


harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah yang dapat
mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin
demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Salah satu wadah tersebut adalah Dewan
Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan komite sekolah di tingkat satuan pendidikan.
Dewan pendidikan dan komite sekolah merupakan amanat rakyat yang telah tertuang dalam UU
Nomor 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (Propernas 2000 2004). Amanat
rakyat ini selaras dengan kebijakan otonomi daerah, yang telah memposisikan kabupaten/kota
sebagai pemegang kewenangan dan tanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupaten/kota, melainkan
juga dalam beberapa hal telah diberikan kepada satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan
sekolah maupun luar sekolah. Dengan kata lain, keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan
tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah propinsi,
kabupaten/kota, dan pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat atau stakeholder pendidikan. Hal
ini sesuai dengan konsep partisipasi berbasis masyarakat (Community-based participation) dan
manajemen berbasis sekolah (school-based management).
Paradigma manajemen berbasis sekolah (MBS) beranggapan bahwa, satu-satunya jalan masuk
yang terdekat menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi dan
akuntalibitas pendidikan. Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan

terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai


penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi ketiga
pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan
keberhasilan pendidikan di sekolah, karena mereka adalah pembayar pendidikan melalui
pembayaran pajak, sehingga sekolah-sekolah harus bertanggungjawab terhadap masyarakat.
Namun demikian, entitas yang disebut masyarakat itu sangat komplek dan tak terbatas
(borderless) sehingga sangat sulit bagi sekolah untuk berinteraksi dengan masyarakat sebagai
stakeholder pendidikan. Untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah, konsep masyarakat itu
perlu disederhanakan (simplified) agar menjadi mudah bagi sekolah melakukan hubungan
dengan masyarakat itu. Penyederhanaan konsep masyarakat itu dilakukan melalui perwakilan
fungsi stakeholder, dengan jalan membentuk komite sekolah di tingkat satuan pendidikan.
Komite sekolah hendaknya merepresentasikan keragaman yang ada agar benar-benar dapat
mewakili masyarakat. interaksi antara masyarakat dapat diwujudkan melalui mekanisme
pengambilan keputusan antara sekolah dengan komite sekolah. Dengan demikian, komite
sekolah merupakan badan yang mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan,
baik pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Disamping itu, komite sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis,
dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab
terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.
Di beberapa negara telah berdiri lembaga seperti Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, misal:

COMPASS (Community Participation of Singapore) di negara Singapura.

PIBG (Persatuan Ibu Bapa dan Guru) di negara Malaysia.

PTA (Parent Teacher Associaton) di Amerika Serikat.

CHSC (The Committee on Home-School Cooperation) di negara Hongkong.

Ditinjau dari perspektif sejarah persekolahan pada tingkat SD, SMP/MTs, dan SMU/SMK/MA di
Indonesia, masyarakat sekolah khususnya orang tua siswa, telah memerankan sebagian fungsinya
dalam membantu penyelenggaran pendidikan.

Sebelum tahun 1974 masyarakat orang tua siswa di lingkungan masing-masing sekolah
telah membentuk persatuan orang tua dan guru (POMG).

POMG dibubarkan awal tahun 1974 dan dibentuk suatu badan yang dikenal dengan
Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Seiring dengan perkembangan
tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan
oleh sekolah dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya
peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan

tercapainya demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta


masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul
dana pendidikan dari orang tua siswa.

Dalam memasuki era MBS perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang
dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan membangun budaya baru dan
profesionalisme dalam mewujudkan masyarakat sekolah memiliki loyalitas pada
peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat sekolah yang kompak
dan sinergis, maka komite sekolah merupakan bentuk atau wujud-wujud kebersamaan
yang dibangun melalui kesepakatan (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002)

Peran dan Fungsi


Keberadaan komite sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam
meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah. Oleh karena itu,
pembentukannya harus memperhati pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada.
Adapun peran yang dijalankan komite sekolah adalah sebagai berikut:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan.
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun
tenaga dalam menyelenggarakan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi
penyelenggaran dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

dan

akuntabilitas

4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.


Untuk menjalankan perannya itu, komite sekolah memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia
industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyarakat.
4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan
mengenai:
o Kebijakan dan program pendidikan
o Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS/RKAS)

o Kriteria kinerja satuan pendidikan


o Kriteria tenaga kependidikan
o Kriteria fasilitas pendidikan, dan
o Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
5. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Berdasarkan PP nomor 17 tahun 2010 (PP nomor 66 tahun 2010) tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan, komite sekolah memiliki peran dan fungsi:
Pasal 196:
1. Komite sekolah/madrasah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,
serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
2. Komite sekolah/madrasah menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional.
3. Komite sekolah/madrasah memperhatikan dan menindaklanjuti terhadap keluhan, saran,
kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap satuan pendidikan.
4. Komite sekolah/madrasah dibentuk untuk 1 (satu) satuan pendidikan atau gabungan
satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
5. Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik kurang dari 200 (dua ratus) orang dapat
membentuk komite sekolah/madrasah gabungan dengan satuan pendidikan lain yang
sejenis.
6. Komite sekolah/madrasah berkedudukan di satuan pendidikan.
7. Pendanaan komite sekolah/madrasah dapat bersumber dari:
8. Pemerintah
9. Pemerintah daerah

10. Masyarakat
11. Bantuan pihak asing yang tidak mengikat, dan/atau
12. Sumber lain yang sah.
Pasal 197:
1. Anggota komite sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri
atas unsur:
2. Orang tua/wali peserta didik paling banyak 50% (lima puluh persen)
3. Tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen), dan
4. Pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30% (tiga puluh persen).
5. Masa jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
6. Anggota komite sekolah/madrasah dapat diberhentikan apabila:
7. Mengundurkan diri
8. Meninggal dunia, atau
9. Tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap
10. Dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
11. Susunan kepengurusan komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat orang tua/wali peserta
didik satuan pendidikan.
12. Anggota komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat orang tua/wali peserta didik satuan
pendidikan.
13. Ketua komite dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipilih dari dan oleh
anggota secara musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara.
14. Anggota, sekretaris dan ketua komite sekolah/madrasah ditetapkan oleh kapal sekolah.
Komite sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut:

Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada


stakeholder secara periodik, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam
pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.

Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa materi


(dana, barang tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran)
kepada masyarakat dan pemerintah setempat.

Implementasi di Satuan Pendidikan


Komite sekolah telah terbentuk di seluruh satuan pendidikan di kabupaten Gunungkidul, dengan
proses pembentukkan pada umumnya telah sesuai dengan prinsip dan mekanisme serta
berpedoman dengan 7 langkah sesuai buku panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah. Hingga saat ini Komite Sekolah sangat bervariasi baik dilihat dari struktur,
mekanisme, pengelolaan organisasi, dan pelaksanaan peran dan fungsinya sehingga dampaknya
terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan juga sangat bervariasi.
Dari hasil monitoring yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Gunungkidul terhadap
komite sekolah pada tahun 2007, 2008 dan 2009 dengan hasil bahwa di seluruh komite sekolah
di Gunungkidul (terkecuali madrasah) telah memiliki AD dan ART, kantor dan program kerja.
Lebih lanjut dapat kami sampaikan berikut:
1. Majlis sekolah menengah kejuruan (MSMK) di Gunungkidul mayoritas telah
melaksanakan peran dan fungsinya secara maksimal melalui berbagai kebijakan, program
dan kegiatan-kegiatan operasional yang kreatif dan inovatif. Keunggulan dari MSMK
yakni ada unsur kunci yang utama yakni kerjasama dengan perusahaan atau DUDI, yang
salah satu tugasnya adalah sebagai assessor atau penguji, atau lembaga yang akan
melaksanakan sertifikasi lulusan. Kerjasama antara MSMK dengan DUDI merupakan
keunggulannya.
2. Komite sekolah SMA dan SMP pada umumnya telah berjalan dengan baik dari proses
pembentukannya telah sesuai dengan ketentuan Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah. Pertemuan rutin terprogram dengan baik. Dalam melaksanakan
peran dan fungsinya dengan baik. Memang ada beberapa sekolah yang komite
sekolahnya tidak berjalan sama sekali (khususnya beberapa SMA dan SMP swasta).
3. Komite Sekolah Dasar (SD) prosentasenya lebih banyak yang belum berjalan
sebagaimana harapan Undang-Undang khususnya sekolah-sekolah yang serba terbatas.
Hal ini dapat dilihat dengan hasil keluaran pendidikannya, nampaknya eksistensi komite
sekolah sebanding lurus dengan output pendidikannya.
Bila dikelompokkan setidaknya ada 3 kelompok yang membedakan (ciri wancijawa) komite
sekolah di dalam memainkan peran dan fungsinya:

1. Sering disebut komite sekolah tukang stempel: pembentukan komite sekolah model ini
dapat dipastikan tidak melaksanakan Prinsip dan mekanisme pembentukan yang telah
diatur dalam Kepmendiknas 044/U/2002. Kepala sekolah hanya menetapkan pengurus
BP3 (yang dianggap sejalan dan dapat dikendalikan) diberikan SK sebagai Komite
Sekolah, komite sekolah seperti ini hanya mengekor kepala sekolah, tidak memiliki ide
dan tidak dapat melaksanakan fungsi tugasnya secara baik, program kepala sekolah itulah
yang menjadi progam komite sekolah (tahunya hanya tanda tangan dan stempel).
2. Sering disebut Komite Sekolah Eksekutor: komite sekolah model ini beranggapan bahwa
komite sekolah adalah legislatif dan kepala sekolah adalah eksekutif, kedudukan sebagai
kepala sekolah sebagai incaran, kepala sekolah tidak boleh salah. Jika kepala sekolah
diindikasi telah melakukan penyimpangan, komite sekolah tidak segan-segan
mengajukan rekomendasi kepada kepala dinas untuk mengganti kepala sekolah itu.
3. Sering disebut komite sekolah normatif: komite sekolah model ini mengerti, memahami,
dan melaksanakan fungsinya, yakni (1) memberikan pertimbangan, (2) memberikan
dukungan, (3) melakukan pengawasan, dan (4) menjadi mediator.
Tanpa bermaksud menyeragamkan terhadap seluruh komite sekolah yang ada, namun demikian
satu hal yang harus sama adalah menumbuhkan dampak positif terhadap peningkatan efisiensi
dan efektivitas pembangunan pendidikan di setiap satuan pendidikan, sesuai dengan kebijakan
pendidikan yang telah diterapkan oleh pemerintah. Dengan peran dan fungsinya komite sekolah
berpengaruh positif terhadap laju perkembangan pendidikan di satuan pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai