Pendahuluan
memiliki keterkaitan erat dalam konteks pengembangan wilayah. Lokasi strategis yang
ditunjang oleh keberadaan Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta, menjadikan Kota
Tengerang dapat menarik pengunjung baik dari domestic maupun international, termasuk
wisatawan dan para pelaku bisnis dan konferensi.
Daerah perkotaan yang sangat bervariasi dan memiliki keragaman terpusat pada
fasilitas dan atraksi serta merupakan lokasi yang menyenangkan untuk mepertemukan
wisatawan dan penduduk asli. Untuk itu, Shaw dan Williams (1994) membuat analisa
tentang elemen-elemen Pariwisata Kota Urban Heritage Tourism.
Gambar 1. Elemen-elemen Pariwisata Kota
Pembahasan
Elemen primer merupakan atraksi wisata utama yang menarik pengunjung ke
suatu kota (Shaw and Wlliams, 1994). Kota Tangerang memiliki beberapa potensi atraksi
(objek dan daya tarik wisata) utama, antara lain dengan kategori Leasure Setting seperti
Pecinan/Kawasan Pasar Lama Tangerang, Waterfront Cisadane dengan Pintu Air Sepuluh
dan Wisata Religi dengan keunggulan Kelenteng dan Masjid. Kemudian Leasure Setting
tersebut didukung dengan Activity Place seperti di Pecinan dengan mengadakan Festival
Kuliner Pasar Lama dan Musik Tradisional seperti Gambang Kromong dan Tanjidor.
Sedangkan konsep Waterfront didukung dengan Karnaval Cisadane dan Ciliwung yang
dikenal dahulu dengan perayaan Peh-Cun.
A. Leasure Setting
1. Pecinan/Kawasan Pasar Lama Tangerang
Pecinan di Indonesia terutama terbentuk dari migrasi para imigran Cina, Hongkong,
Taiwan, Asia Tenggara, yang disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan dengan orientasi
prospek ekonomi. Kawasan Pecinan yang popular di Indonesia di antaranya yaitu Semarang
dan Glodok di Jakarta. Semarang sangat terkait dengan pantai atau perdagangan dan
Arsitektur Belanda, kemudian dihuni komunitas campuran antara Tionghoa dan Arab.
Terdapat Pasar yang mampu dimaksimalkan menjadi obyek wisata. Pecinan Semarang pun
terkenal dengan 1001 klenteng. Sedangkan Glodok yang berada di Kawasan Kota Tua
Jakarta merupakan pusat perniagaan, pusat elektronik, kuliner dan cagar budaya. posisi
yang strategis dengan kawasan Beos membuat Glodok kaya akan bangunan arsitektur
Belanda dan Cina.
Istilah Pecinan pun berbeda di setiap daerah. Seperti Little Taipei di California,
Little Shanghai di New South Wales, Little Hongkong di British Columbia. Namun terdapat
karakteristik Kawasan Pecinan secara umum (Nur, 2010) yaitu:
Memiliki peran dan kedudukan yang cukup penting dalam sebuah kota
Memiliki pola permukiman dan karakter bangunan yang khas
Pemerintah setempat melakukan tindakan penataan dan peremajaan kawasan sebagai
obyek wisata (Urban Heritage Tourism).
Berkonsep jalur pejalan kaki terbuka (Open Mall, City Walk)
Terdapat landmark berupa patung, klenteng, pintu gerbang, kuil dan bangunan
arsitektural lainnya.
Adanya akulturasi budaya seperti Arab, India dan kaum pribumi.
Ukuran luasan kawasan (district) tidak menjadi tolak ukur pembentukan dan
perkembangan kawasan pecinan.
Eksistensinya sangat dipengaruhi dari ekspansi external dan proses pergolakan internal
kota setempat, misalkan perkolonialisme, intervensi negara lain, kebijakan
pemerintahan atau kerajaan, dan lain sebagainya.
Pasar Lama Tangerang adalah pasar tradisional tertua yang pernah ada dan merupakan
cikal bakal Kota Tangerang. Kawasan Pasar Lama (Jalan Ki Samaun dan sekitarnya)
yang berada di tepi sungai p u n t e r k a i t e r a t d e n g a n Sejarah etnis Tionghoa
Tangerang. kawasan Pasar Lama adalah permukiman pertama mereka dengan struktur tata
ruang yang sangat baik. Mereka tinggal di tiga gang, yang sekarang dikenal sebagai
Gang Kalipasir, Gang Tengah (Cirarab), dan Gang Gula (Cilangkap). Sayangnya,
sekarang tinggal sedikit saja bangunan yang masih berciri khas Pecinan.
Mengenai asal-usul kata China Benteng, menurut sinolog dari Universitas
Indonesia, Eddy Prabowo Witanto seperti yang dikutip Halim (2011), tidak terlepas
dari keberadaan Benteng Makassar. Benteng yang dibangun pada zaman kolonial
Belanda itu sekarang sudah rata dengan tanah dan terletak di tepi Sungai Cisadane, di
pusat Kota Tangerang. Pada saat itu, banyak orang China Tangerang yang kurang
mampu tinggal di luar Benteng Makassar. Mereka terkonsentrasi di daerah sebelah
utara, yaitu di Sewan dan Kampung Melayu. Mereka berdiam di sana sejak tahun
1700-an. Dari sanalah muncul, istilah "China Benteng".
Gambar 2. Suasana Kawasan Pasar Lama Tangerang
Sumber: myhotelmyresort.com
Pecinan sebagai salah satu unsur perkotaan dapat menjadi suatu pembentuk citra
kota dan aset yang dapat dikembangkan menjadi komoditas melalui pengembangan
kawasan wisata. Selain itu, Pecinan sebagai Pasar Tradisional khas Tionghoa pun
merupakan cermin geliat ekonomi sebuah kota dan negara. Jika Pasar swalayan menjual
barang-barang yang sama dimana pun juga, yang membuat orang tetap datang ke pasar
tradisional adalah karena tiap pasar menjual barang yang menjadi ciri khas daerah dimana
pasar tersebut berada (Wongso, 2011). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
Pemerintah Kota Tangerang dalam menerapkan Pecinan sebagai Objek Wisata Kota (Nur,
2010), namun tentu intervensi yang dilakukan Pemkot harus holistic (aspek sosial, ekonomi
dan budaya) dan berkesinambungan:
Mengaktifkan kembali kegiatan yang berbudaya Cina, sehingga wisatawan seakan-akan
berada di Cina.1
Penataan Pola Spasial (Nodes, Path, Ruang Transisi antara Bangunan dan Jalan)
Tatanan dan Bentuk Bangunan
Penanganan dengan Linkage Eksternal kawasan
Landmark (Gerbang, Perabot Jalan, dsb.)
Ruang Terbuka Publik
2. Waterfront Cisadane
Tepian Air/Sungai sering tidak dihargai sebagai salah satu komponen estetis
pembentuk Urban Heritage sebagai salah satu prasarananya. Kota Tangerang memiliki
potensi Urban Heritage Waterfront berupa Bendungan Pasar Baru Irigasi Cisadane.
Bendungan ini lebih dikenal Pintu Air Sepuluh. Sesuai namanya bendung ini memiliki 10
1 Dijelaskan pada di sub-bab Activity Place
pintu air, masing-masing selebar 10 meter. Dengan tata kelola yang baik, Pintu Air Sepuluh
akan berdampak pada peningkatan sektor ekonomi dari pariwisata Waterfront Cisadane
dengan tetap memperhatikan fungsi utamanya sebagai pencegah banjir, pemasok air bersih
Kota Tangerang dan irigasi pertanian. Untuk menganalisa potensi Urban Heritage
Waterfront Cisadane, Pemerintah Kota Tangerang dapat menggunakan variabel dan
indikator berikut:
Tabel 1. Variabel & Indikator Karakteristik Kawasan Urban Heritage Waterfront
N
o
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Indikator
Jenis dan fungsi di kawasan sekitar sungai
Batasan dengan jalan
Batasan sungai
Jenis sub kawasan
Titik pertemuan
Atraktivitas dan Aktifitas
8 elemen kawasan tepian air
Pemandangan dari dan ke kawasan waterfront
Karakteristik kawasan dan bangunan tepian
sungai
Pemerintah Belanda membangun Pintu Air Sepuluh selama enam tahun, sejak 1925
hingga 1931, dengan mendatangkan para pekerja dari Cirebon. Bendungan ini bertujuan
untuk mengatur aliran sungai Cisadane hingga membuat Tangerang menjadi kawasan
pertanian yang subur. Dari bendung ini, air didistribusikan untuk irigasi dan sumber air
baku bagi kawasan Tangerang. Sebagian besar dialirkan ke muara Sungai Cisadane di
Tanjung Burung (Teluk Naga) menuju ke Laut Jawa. Bangunan sepanjang 110 meter ini
membentang di Kali Cisadane tepatnya di daerah Pasar Baru.
Untuk mengatur turun naik seluruh pintu air yang terbuat dari besi itu, dipakai
lima mesin penggerak merek HEEMAF buatan Belanda masing-masing berkapasitas
6.000 watt. Mesin yang seumur dengan usia bendungan itu sekarang masih terawat
baik berkat tangan terampil petugas di sana. Mereka harus rajin mengganti oli mesin
setiap 500 jam dan roda giginya harus senan-tiasa dilumasi gemuk.
Gambar 3. Pintu Air Sepuluh
6
Sumber: jakarta.panduanwisata.id
3. Wisata Religi
Kelenteng
Boen San Bio
Kelenteng sudah ada di Indonesia sejak 400 tahun sang lalu. Tempat ibadah
ini merupakan tempat ibadah tiga agama etnis Tionghoa, yaitu Budha, Khonghucu,
dan Tao. Akan tetapi, dalam praktiknya tidak pernah ada fanatisme terhadap salah
satu dari tiga agama tersebut. Dengan kata lain, dalam prakteknya ketiga agama
tersebut dilakukan bersamaan. Gabungan ketiga agama tersebut dikenal dengan nama
Tridharma. Campuran ketiga agama tersebut dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan
latar belakang orang China di Asia Tenggara. Para leluhur mereka datang dari China
Selatan dimana ketiga agama itu diterima sebagai satu kepercayaan.
Gambar 4. Kelenteng Boen San Bio
Sumber: http://jakarta.panduanwisata.id
Di Jalan Pasar Baru, Kota Tangerang itulah terdapat Vihara Nimmala yang dulunya
bernama Kelenteng Boen San Bio (Kebajikan Setinggi Gunung). Selain Kelenteng Boen
San Bio, di Tangerang masih terdapat dua kelenteng tua lainnya yaitu Kelenteng Boen Tek
Bio di kawasan Pasar Lama dan Kelenteng Boen Hay Bio di Serpong, Tangerang.
Kelenteng Boen San Bio dibangun pada 1689 oleh Oey Giok Koen, seorang tuan tanah
yang pernah berkuasa di kawasan Pasar Baru. Kini vihara ini amat terkenal dengan l0 rekor
prestasi yang berhasil diraihnya dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Antara lain,
lampion terbanyak, hio terbesar seberat 4,8 ton terbuat dari batu giok dan vihara yang
memiliki 17 Kiem Sin (patung dewa-dewa) dari batu onyx.
Boen Tek Bio
Keberadaan Kelenteng Boen Tek Bio (Padumuttara) tidak terlepas dari sejarah
Kota Tangerang dan keberadaan orang Tionghoa di Tangerang. Boen Tek Bio
adalah kelenteng tertua yang dibangun pada 1684 di kawasan permukiman
China, di Pasar Lama. Kelenteng ini juga diketahui merupakan bangunan paling tua
Sumber: http://farm7.staticflickr.com
Sebagai tuan rumah kelenteng ini adalah Dewi Kwan Im. Selain Dewi Kwan
Im di sebelah kiri dan kanan kelenteng ini juga dibangun tempat untuk dewadewa lain. Berbeda dengan kebanyakan kelenteng yang ada di Indonesia maupun
yang ada di negeri Tiongkok, Kelenteng Boen Tek Bio mempunyai satu tradisi
yang sudah berlangsung selama ratusan tahun yaitu apa yang dikenal dengan nama
Gotong Toapekong. Setiap 12 tahun sekali yaitu saat tahun Naga menurut
kalendar China, di dalam Kota Tangerang berlangsung arak-arakan J oli Ka
Lam Ya, Kwan Tek Kun dan terakhir Joli Ema Kwan Im. Pesta tahun Naga ini
dimeriahkan oleh pertunjukan Barongsai dan Wayang Potehi yang berhasil
menyedot ribuan pengunjung.
Masjid
Masjid Raya Al Azhom
Bangunan Masjid Agung Tangerang mudah dikenali dengan lima buah
kubah biru azure dan empat buah minaret menjulang seperti masjid-masjid di
Turki. Masjid megah nan indah itu adalah Masjid Raya Al Azhom yang dibangun
di atas lahan seluas 2 , 2 5 hektar dengan dana pembangunan sebesar RP 2 8 , 3
miliar. Dana itu bersumber dari APBD, mobilisasi umat, bantuan dari Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Luas bangunan Masjid mencapai 5 . 775
meter persegi, terdiri dari lantai bawah 4.845,08 meter persegi dan lantai atas 9 0 9 ,
9 2 meter persegi. Masjid yang kini rnenjadi landm ark bagi Kota Tangerang ini
Sumber: http://kameradroid.com
Bentuk masjid yang universal dengan kesan representatif dan megah, dengan gaya
arsitektur Timur Tengah akan menjadi ciri baru bagi kawasan pusat-pusat kota baru di
Tangerang dan memperindah arsitektur kota. Suasana keserasian dengan alam tropis
yang dicirikan dengan atap miring pada oversteknya, sehingga kesejukan udara
nuansa alam tropis akan terasa.
Masjid Raya Kota Tangerang ini yang pertama menerapkan konsep atap
berbentuk susun (konfigurasi) lima kubah bertumpuk dan kompak untuk
bangunan masjid. Semua rancangan masjid itu bukan berarti tanpa makna-makna
filosofi. Di antaranya, lima kubah mencerminkan kewajiban sholat lima waktu,
empat unit tiang menara mencerminkan empat tiang ilmu, yaitu ilmu bahasa Arab,
syariah, sejarah dan filsafat. Sedangkan tiga bagian tinggi menara mencerminkan
Iman, Islam dan Ikhsan. Menara yang masing-masing setinggi 30 meter
mencerminkan jumlah 30 juz Al-Qur'an dan enam meter tinggi kuncup menara
mencerminkan enam rukun iman.
tanggung sendiri. Sebagai penghormatan, warga sekitar memberinya gelar Mahdi Hasan AlQudratillah Al-Muqoddam.
Pembangunan masjid ini bahkan tidak memakai gambar rancang. Sehingga disain
dasar masjid ini tidak bisa menampilkan corak arsitektur tertentu. Ada pintu-pintu gerbang
yang sangat ornamental mengikuti ciri arsitektur zaman Baroque, tetapi ada juga yang
bahkan sangat mirip dengan arsitektur Maya dan Aztec. Di antara pintu-pintu masjid
terdapat banyak lorong sempit dan gelap yang menyerupai labirin. Di ujung lorong ada
beberapa ruang berukuran sekitar 4 kali 3 meter persegi. Ruang-ruang diberi nama, antara
lain, Fathulqorib, Tanbihul-Algofilin, Safinatul-Jannah, Fatimah, dan lain-lain. Salah satu
ruang bawah tanah itu ada yang agak luas. Di sini terdapat sebuah tasbih superbesar dari
kayu. Garis tengah masing-masing butir tasbihnya sekitar 10 sentimeter. Atau sekitar
kepalan orang dewasa. Ruang ini biasa dipakai Al Faqir untuk berzikir.
Gambar 7. Masjid Pintu Seribu
Sumber: www.travelerien.com
Biasanya, pemandu sengaja mematikan lampu di ruangan itu, dan mengajak yang
hadir untuk membayangkan saat-saat di alam kubur yang begitu sempit, pengap, dan gelap.
Kemudian ia mengajak berdoa bersama dalam keheningan dan kegelapan. Semua loronglorong itu akhirnya menuju sebuah ruang terbuka yang mirip stadion sepak bola. Di tempat
inilah dilakukan shalat berjamaah.
Gambar 8. Tempat Shalat Berjamaah di Masjid Pintu Seribu
10
Sumber: http://2.bp.blogspot.com
B. Activity Place
1. Festival Musik Tradisional
Gambang Kromong
Gambang Kromong adalah orkes hasil dari pembauran antara unsur pribumi dengan
unsur China yang kemudian menjadi musik khas Betawi. Pembauran ini tampak pada alatalat musiknya. Unsur pribumi diwakilkan oleh alat seperti gambang, keromong, kemor,
kecrek, gendang, kempul, slukat, gong enam dan gong kecil, sedangkan unsur China
yakni berupa alat musik gesek seperti kongahyan, tehyan, dan skong.Pembauran juga
terjadi pada lagu-lagu yang dibawakan Gambang Kromong. Bahkan lebih tepatnya
pengadopsian. Seperti pada lagu-lagu China yang disebut pobin, seperti pobin mano
Kongjilok, Bankinhiva, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan
secara instrumental.
Gambang Kromong pertama dibentuk oleh Nie Hukong seorang pemimpin
golongan China yang hidup pada pertengahan abad ke-18 di Jakarta. Sebagai
penggemar musik ia pun memprakarsai penggabungan alat-alat musik yang biasa
terdapat dalam gamelan pelog slendro dengan yang dari Tiongkok. Pada
perkembangannya, musik Gambang Kromong yang berawal hanya dari peranakan etnis
China kemudian tumbuh subur dan digemari terutama di daerah pesisir, mulai dari
Tangerang hingga Bekasi.
Gambar 9. Gambang Kromong
11
12
Sumber: http://assets.kompas.com
2. Festival Kuliner
Wisata Kuliner Malam
Pasar Lama Culinary Night Festival yang telah diadakan oleh Pemerintah Kota
Tangerang ini memiliki potensi yang semakin melengkapi wisata Kawasan Pasar Lama
sebagai Pecinan Kota Tangerang. Acara ini diadakan sekitar pukul 16.00-24.00. Panitia
acara juga menerapkan Car Free Night dengan alasan agar para pengunjung menikmati
makanan tanpa asap kendaraan bermotor atau berdesakan di jalan dengan motor atau mobil
yang lalu lalang. Pengunjung bisa menikmati beragam aneka jajanan seperti es dawet, sate,
martabak, bubur dan lain sebagainya.
Selain jajanan dan makanan tradisional yang sudah sering ditemukan, festival
kuliner seperti ini juga dapat menjadi kesempatan memperkenalkan kepada pengunjung
kuliner khas Pecinan Kota Tangerang itu sendiri. Seperti menu-menu yang ada pada
upacara pernikahan etnis Tionghoa dahulu di antaranya Bakso Lohwa baik yang original
yang dibuat dari daging babi atau yang sudah disesuaikan dengan mayoritas masyarakat
muslim Indonesia yang dibuat dari campuran ayam, udang dan sapi. Hidangan lainnya yaitu
Capcay, Sambal Godok, Ayam Goreng Bumbu Kuning, Pare Isi Daging, Kuah Kecap,
Pindang Bandeng, Rujak Penganten, dan Bihun Goreng.
Gambar 11. Tradisi Makan 12 Mangkuk dan Suasana Kuliner Pasar Lama Tangerang
13
14
Kendati acara Peh Chun sempat dilarang oleh pemerintah setelah meletusnya
peristiwa G-30 S/PKI, Pemerintah Kota Tangerang mengangkat kembali tradisi Peh Chun
sejak tahun 2000 yang terus berlanjut hingga sekarang. Peh Chun digelar kembali melalui
Festival Cisadane. Pada festival ini digelar kegiatan lomba perahu Naga dan atraksi
kesenian khas daerah seperti tarian barongsay, liong, debus dan atraksi kesenian khas
daerah lainnya. Dalam kegiatan tersebut selain dapat menyaksikan berbagai atraksi
hiburan, pengunjung juga dapat berbelanja berbagai barang kerajinan dan suvenir yang
merupakan hasil kerajinan rakyat dan juga hasil produksi industri di Kota
Tangerang.
Penutup
Kota Tangerang jelas memiliki potensi besar dan unik sebagai tujuan wisata kota.
Pluralitas budaya, sosial serta ekonomi di dalamnya adalah keunggulan yang sudah
dibuktikan oleh sejarah. Semua syarat kota wisata telah memadai, dan akan semakin
menarik apabila dikembangkan dengan manajemen dan perencanaan pengelolaan yang
baik. Kota Tangerang yang dikenal Kota Seribu Pabrik industri-industri global sudah
selayaknya berupaya mandiri dalam penguatan ekonomi lokal (PEL), salah satunya melalui
pariwisata.
Rekomendasi alternatif lain yang mungkin dapat dicoba Pemkot dalam
meningkatkan pariwisata Kota Tangerang yaitu melalui karya sastra seperti novel dan
juga film. Walaupun dahulu bangunan bersejarah Kota Tangerang pernah juga
dijadikan lokasi film seperti pada zaman Benyamin S, namun kondisi kekinian telah
menunjukkan bukti bahwa film mampu menghipnotis emosi para penontonnya
sehingga menjadi wisatawan ke lokasi di mana film itu terjadi. Di Indonesia bisa
diambil contoh novel dan film Laskar Pelangi di Belitung, Film Senandung di Atas
Awan di Wamena, film 5 CM di Gunung Semeru dan film Pendekar Tongkat Emas di
NTT. Lokasi film yang sebelumnya kurang popular dan terisolir mendadak tenar dan
ramai dikunjungi wisatawan setelah novel atau filmnya laris. Tentu saja, Kota
Tangerang tidak akan kehabisan akan latar bersejarah yang bisa dijadikan karya seni
yang menarik.
15
Tinjauan Pustaka
Ashworth, G. J. dan Tunbridge, J. E. 1990. The Tourist-Historic City. London & New York:
Belhaven Press
Drastiani, R. 2014. Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Creative Cluster
Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Palembang. Teknik
Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada. Dimuat dalam Temu
Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 2014.
Halim, W. 2011. Ziarah Budaya Kota Tangerang Menuju Masyarakat Berperadaban
Akhlakul Karimah. Auracitra, Cetakan II
Nur. Khilda W. 2010. Revitalisasi Kawasan Pecinan Sebagai Pusaka Kota (Urban Heritage)
Makassar. Program Magister Bidang Keahlian Perancangan Kota. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Priono, Y. 2012. Identifikasi Produk Wisata Pariwisata Kota (Urban Torism) Kota
Pangkalan Bun Sebagai Urban Heritage Tourism. Arsitektur Universitas
Palangka Raya. Dimuat dalam Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7/No.2,
Desember 2012
Shaw, G dan Wiliams, Allan M. 1994. Critical Issues In Tourism. Oxford: Blackwell
Publishers
Internet:
Zuliansyah, R.A. 2014. Festival Kuliner Pasar Lama Kembali Curi Perhatian Warga
[internet].
[diunduh
2015
Mei
26].
Tersedia
pada,
http://www.tangerangnews.com/kotatangerang/read/13696/Festival-KulinerPasar-Lama-Kembali-Curi-Perhatian-Warga
Maureen, S. 2012. Jelajah Pecinan Kota Tua Tangerang [internet]. [diunduh 2015 Mei
26]. Tersedia pada, http://jejakwisata.com/your-destination/destination-andattraction/java/214-jelajah-pecinan-kota-tua-tangerang.html
Anonim. 2013. Masjid Pintu Seribu [internet]. [diunduh 2015 Mei 26]. Tersedia pada,
http://disbudpar.bantenprov.go.id/place/masjid-pintu-seribu
Nuh, M. 2008. Masjid Pintu Seribu [internet]. [diunduh 2015 Mei 26]. Tersedia pada,
http://www.eramuslim.com/hikmah/rihlah/masjid-pintu-seribu.htm#.VWSvRUqqko
Wongso, William. 2011. Pasar Lama Tangerang [internet]. [diunduh 2015 Mei 26].
Tersedia
pada,
http://wwkuliner.blogspot.com/2011/07/pasar-lamatangerang.html
Neidzar. 2015. Festival Cisadane 2015 Dimeriahkan 100 Perahu Hias [internet]. [diunduh
2015 Mei 26]. Tersedia pada, http://sharia.co.id/2015/05/22/festival-cisadane2015-dimeriahkan-100-perahu-hias/