Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

GASTROSCHISIS
DISUSUN OLEH :
YOLANDA T HUTAHAEAN

110100212

ATIKAH NAJLA RODHIAH

110100248

SAMUEL ASSAN SIRAIT

110100256

LUSIA A. TARIGAN

110100243

SAKTHY VICKNES SHANMUGAM

110100400

ANNISA HALIM SIREGAR

110100018

SITI FEMI AMALIA

110100041

YONA FANI DEBRITO LIMBONG

110100280

YEO CHEE PANG

110100481

S. GUNAWATHI

100100384

RANGGA MUSTIKA ADYA

070100138

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2016

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.2
2.1 Definisi..............................................................................................................2
2.2. Epidemiologi....................................................................................................2
2.3. Etiologi.............................................................................................................3
2.4. Faktor risiko.4
2.5. Embriologi .......................................................................................................4
2.6. Patofisiologi dan Patogenesis...........................................................................5
2.7. Genetika...........................................................................................................7
2.8. Diagnosis..........................................................................................................8
2.9. Tatalaksanaan dan Komplikasi.......................................................................10
2.10.Prognosis16
BAB 3 STATUS PASIEN.....................................................................................17
BAB 4 DISKUSI...25
BAB 5 KESIMPULAN....................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

BAB 1

PENDAHULUAN

Gastroschisis adalah defek mayor dalam penutupan dinding abdomen.


Pada gastroshcisis, visera tidak tertutup dinding abdomen dan herniasi menembus
defek pada lateral umbilikus (biasanya pada sisi kanan dimana terjadi involusi
vena umbilikal kedua) sehingga terjadi eviserasi dari isi cavum abdomen.
Gastroshisis biasanya berisi usus halus dan sama sekali tidak terdapat membran
yang menutupi.1,2,3
Di Indonesia belum jelas angka kejadian defek abdomen, baik
gastroschisis ataupun omfalokel. Beberapa penelitian mencoba mengaitkan antara
area dan etnis tertentu dengan gastroschisis, tetapi gagal untuk menemukan
hubungannya. Penelitian prevalensi gastroschisis menemukan bahwa terdapat tren
peningkatan angka kejadian sejak tahun 1970. 1,3
Defek ini dapat diketahui sebelumnya dengan menggunakan USG sebelum
terjadi kelahiran, yaitu ditemukannya lengkungan isi perut yang tergenang bebas
dalam cairan amnion. Karena defek ini terjadi lama sebelum bayi lahir, maka
rongga abdomen menjadi kecil dan dinding usus yang menonjol (keluar) menjadi
lebih tebal sebagai akibat kurangnya aliran darah balik dan iritasi dari cairan
amnion. Bayi dengan gastroschisis biasanya tidak disertai dengan defek lain yang
berat. 1,2,3
Penutupan atau reduksi secara primer akan lebih berhasil apabila
dilakukan pada bayi dengan usai muda. Adanya diagnosis prenatal dengan USG
sangat membantu dalam pengelolaan bayi dengan defek dinding abdomen. Hingga
saat ini terjadi perbaikan dan peningkatan outcome pada gastroschisis karena
perbaikan perawatan pra operasi dengan adanya USG dan pasca operasi.
Perawatan pasca operasi yang canggih termasuk semakin majunya nutrisi
parenteral dan ventilator mekanik yang didisain untuk bayi kecil.2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gastroschisis adalah defek mayor dalam penutupan dinding abdomen.
Pada gastroshcisis, visera tidak tertutup dinding abdomen dan herniasi menembus
defek pada lateral umbilikus (biasanya pada sisi kanan dimana terjadi involusi
vena umbilikal kedua) sehingga terjadi eviserasi dari isi cavum abdomen.
Gastroshisis biasanya berisi usus halus dan sama sekali tidak terdapat membran
yang menutupi.1,2,3
2.2. Epidemiologi
Di Indonesia belum jelas angka kejadian defek abdomen, baik
gastroschisis ataupun omfalokel. Beberapa penelitian mencoba mengaitkan antara
area dan etnis tertentu dengan gastroschisis, tetapi gagal untuk menemukan
hubungannya. Penelitian prevalensi gastroschisis menemukan bahwa terdapat tren
peningkatan angka kejadian sejak tahun 1970. 1,3

Tabel 1. Peningkatan Prevalensi Gastroschisis1

2.3. Etiologi
Banyak kontroversi berhubungan dengan penyebab gastroschisis. Defek
abdominal pada gastroschisis terletak di sebelah lateral dan hampir selalu pada
sebelah kanan dari umbilikus. Isi cavitas abdomen yang tereviserasi tidak tertutup
oleh kantong peritoneum yang intak. Defek tersebut sebagai hasil dari rupturnya
basis dari tali pusat dimana merupakan area yang lemah dari tempat involusi vena
umbilikalis kanan. Pada awalnya terdapat sepasang vena umbilikalis, yaitu vena
umbilikalis kanan dan kiri. Ruptur tersebut terjadi in-utero pada daerah lemah
yang sebelumnya terjadi herniasi fisiologis akibat involusi dari vena umbilikalis
kanan. Keadaan ini menerangkan mengapa gastroschisis hampir selalu terjadi di
lateral kanan dari umbiliks. Teori ini didukung oleh pemeriksaan USG secara
serial , dimana pada usia 27 minggu terjadi hernia umbilikalis dan menjadi nyata
gastroschisis pada usia 34,5 minggu. Setelah dilahirkan pada usia 35 minggu,
memang tampak gastroschisis yang nyata. 1,2
Penulis lain berpendapat bahwa gastroschicis diakibatkan pecahnya suatu
eksomphalos. Rupturnya omphalokel kecil dan transformasi menjadi gastroschisis
dapat terjadi di dalam uterus. Tetapi banyaknya kejadian anomali yang
berhubungan dengan omphalokel tidak mendukung teori ini. Teori lain untuk
etiologi

gastroschisis

adalah

terputusnya

secara

prematur

arteri

omphalomesenterik kanan, yang mengakibatkan injuri iskemik pada dinding


depan abdomen dimana herniasi menembus dan terdiri dari isi abdomen. Pada
kondisi normal, arteri ini tetap ada.2

Tabel 2. Teori gastroschisis sesuai embriologi1

2.4. Faktor Resiko1


-Hamil usia muda
-ras Hispanik
-Nuliparitas
-Pendidikan dan status sosioekonomi rendah
-Kurangnya kunjungan prenatal
-Lebih dari satu aborsi elektif
-Ibu Perokok
-Penggunaan obat-obat vasoaktif saat hamil

2.5. Embrologi
Pertumbuhan janin dan pembentukannya diatur oleh proses spesifik pada
waktu dan tempat yang tepat. Percepatan pertumbuhan yang sering diikuti oleh
perlambatan. Diferensiasi seluler, proliferasi, migrasi, dan deposisi terlibat dalam
pembentukan jaringan baru.Permulaannya, embrio sejajar rata dengan cincin
umbilicus, yang ditandai secara histology dengan hubungan epitel silinder dari
epiblast (ektoderm) dan epitel kubus epitel dari amnion. Embrio terdiri dari dua
lapis, epiblast (ektoderm) yang akan menjadi salah satu neuroektoderm atau epitel
permukaan, dan hipoblast, yang menjadi epitel dalam dari organ dalam perut.
Pembentukan dari lapisan germinal yang ketiga (mesoblast) muncul seiring
dengan perubahan bentuk dari embrio. Pemanjangan dari disk embrio dan
pelengkungan longitudinal dan lateral terbentuk silinder sehingga calon bentuk
tubuh dapat dikenali. Menurut Moore (1998), singkatnya embrio manusia
berbentuk disk yang terdiri dari dua lapisan. Ini membutuhkan lapisan sel yang
ketiga yang tumbuh diatas cincin umbilicus dan menjadi silinder dengan
memanjang dan melekuk ke dalam. Lipatan dari tubuh (cephalic, caudal, lateral)
bertemu ditengah embrio dimana amnion tertanam dalam yolk sak. Kecacatan
perkembangan pada titik ini menyebabkan berbagai macam kelainan dinding

abdomen. Pada minggu keenam, pertumbuhan yang cepat dari midgut


menyebabkan hernia fisiologis dari usus melalui cincin umblilikus. Usus akan
kembali kedalam kavum abdomen pada minggu kesepuluh, dan rotasi dan fiksasi
dari usus timbul. Proses ini tidak terjadi pada bayi dengan gastroschisis atau
omphalocele, menyebabkan peningkatan resiko volvulus midgut.1
2.6. Patofisiologi dan Patogenesis
Pada minggu ke-5 kehamilan, usus pada midgut mengalami fase elongasi
dan berkembang dalam umbilical coelom, umbilical coelom merupakan rongga
pada body stalk yang terletak pada permukaan anterior embrio. Pada minggu ke10 kehamilan, usus midgut kembali ke rongga peritoneum untuk melanjutkan
proses rotasi dan fiksasi. Jika usus mengalami kegagalan untuk kembali, maka
bayi akan lahir dengan kondisi dengan isi rongga abdomen yang menonjol keluar
dinding perut melalui umbilical ring dengan kantong yang masih utuh
membungkus organ viscera, kondisi ini dinamakan omphalocele. Akibat
kegagalan proses ini terjadi pada masa awal kehamilan, bayi dengan omphalocele
seringkali muncul dengan kelainan bawaan lain yang menyertai. Kegagalan
perkembangan cephalic fold akan menyebabkan ectopia cordis, dan kegagalan
perkembangan

caudal fold menyebabkan defek pada bladder dan cloaca

extrophy.1
Sementara pada gastroschisis, adanya organ visera diluar dinding abdomen
disebabkan oleh kegagalan umbilical coelom untuk berkembang. Sehingga terjadi
keterbatasan rongga abdomen dalam fase elongasi midgut yang kemudian
melakukan ekspansi dan keluar dinding abdomen pada sisi kanan umbilicus.
Mengapa pada sisi kanan umbilicus, hal ini disebabkan karena bagian tersebut
sebagai bagian terlemah akibat tidak terdapatnya vena umbilical kanan, yang telah
mengalami resorpsi pada minggu ke-4 kehamilan. Pada gastroschisis usus
mengalami oedem, menebal,dan terbungkus dengan fibrin-fibrin. Dahulu kondisi
ini dianggap sebagai akibat meconium pada cairan amnion. Namun kemudian
terbukti dari bahwa, sesungguhnya kondisi usus pada gastroschisis masih normal
hingga 20 menit pertama pasca kelahiran. Setelah itu terjadi perubahan akibat

paparan udara pada usus, dan terjadi oklusi dari vena mesentrica pada level defek,
yang menyebabkan terjadinya edema dan transudasi cairan yang mengandung
protein.2
Banyak kontroversi berhubungan dengan penyebab gastroschisis. Defek
abdominal pada gastroschisis terletak di sebelah lateral dan hampir selalu pada
sebelah kanan dari umbilikus. Isi cavitas abdomen yang tereviserasi tidak tertutup
oleh kantong peritoneum yang intak. Defek tersebut sebagai hasil dari rupturnya
basis dari tali pusat dimana merupakan area yang lemah dari tempat involusi vena
umbilikalis kanan. Pada awalnya terdapat sepasang vena umbilikalis, yaitu vena
umbilikalis kanan dan kiri. Ruptur tersebut terjadi in-utero pada daerah lemah
yang sebelumnya terjadi herniasi fisiologis akibat involusi dari vena umbilikalis
kanan. Keadaan ini menerangkan mengapa gastroschisis hampir selalu terjadi di
lateral kanan dari umbiliks. Teori ini didukung oleh pemeriksaan USG secara
serial , dimana pada usia 27 minggu terjadi hernia umbilikalis dan menjadi nyata
gastroschisis pada usia 34,5 minggu. Setelah dilahirkan pada usia 35 minggu,
memang tampak gastroschisis yang nyata 3,. Penulis lain berpendapat bahwa
gastroschicis diakibatkan pecahnya suatu eksomphalos. Rupturnya omphalokel
kecil dan transformasi menjadi gastroschisis dapat terjadi di dalam uterus. Tetapi
banyaknya kejadian anomali yang berhubungan dengan omphalokel tidak
mendukung teori ini2. Pada gastroschisis jarang terjadi anomali, tetapi sering lahir
prematur (22%)3,Teori lain untuk etiologi gastroschisis adalah terputusnya secara
prematur arteri omphalomesenterik kanan, yang mengakibatkan injuri iskemik
pada dinding depan abdomen dimana herniasi menembus dan terdiri dari isi
abdomen. Pada kondisi normal, arteri ini tetap ada3.

Teori Gastroshizis 4

2.7. Genetika
Gastroschisis mempunyai data empiris yang rendah 3,5% tentang kemungkinan
timbulnya kejadian berulang pada saudara kandung. Sampai sekarang tercatat
tujuh kasus yang dipublikasikan adanya kejadian berulang pada suatu keluarga.
Pada keluarga ini muncul pada saudara kandung, saudara satu orang tua, sepupu
pertama, sepupu kedua, paman dan keponakannya. Dalam keluarga ini semua
yang terlibat berhubungan darah dari ibu. Ada juga keluarga yang mengalami
kelainan oleh saudara kandung dan satu kasus lagi yang dialami dua saudara yang
satu ayah. Dari pengalaman mereka ini merupakan kasus pertama yang muncul
pada saudara kandung seayah. Setelah semua kasus yang dilaporkan tersebut
melalui jalur maternal, satu melalui paternal yang menyebabkan ahli berspekulasi
adanya jejak genetik yang berperan dalam penyakit ini. Tetapi obsevasi yang
dilakukan tidak menunjukan hal yang sama.1
Dari kasus-kasus tersebut kita menegakan diagnosis dengan USG, dan

membedakan antara gastroschisis dengan omphalocele melalui letak masuknya


tali pusat, adanya lapisan penutup, dan organ apa yang keluar melalui defek.
Dengan keakuratan mendekati 100%. Pembedaan ini sangat penting pada
kehamilan dini karena seringnya ditemukan kelainan lainnya dan kelainan
kromosom pada omphalocele Jadi dari penelitian Maness dkk (1994) ini, dapat
disimpulkan adanya kemungkinan kejadian dalam keluarga yang rendah 3,5%,
jalur transmisi penyakit ini secara signifikan dapat terjadi melalui kedua jalur baik
maternal maupun paternal. Pemeriksaan USG pada keluarga penderita
diindikasikan sebagai diagnosis dini.1
2.8. Diagnosis

Pemeriksaan Antenatal

Ultrasonografi. Saat ini pemeriksaan antenatal dapat memastikan diagnosis dini


dari omphalocele dan gastroschisis. Keduanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan ultrasonografi dengan ada tidaknya kantong, hernia umbilical, dan
adanya hepar pada defek. Omphalocele dapat terdeteksi pada usia kehamilan 1824 minggu dan gastroschisis pada usia kehamilan 20-27 minggu. Dengan USG
juga dapat ditemukan adanya atresia intestinal yang menyertai gastroschisis atau
kelainan jantung yang menyertai omphalocele.2

USG Gastroschisis

Pada gambaran USG gastroschisis tampak kontur luar yang tidak rata, tak
tampak gambaran ekhoik yang mengelilingi usus dan terdapat jarak dari
umbilikus. Sedangkan pada omfalokel tampak kontur luar yang rata atau halus,
terdapat gambaran ekhoik yang menyelimuti sakus, dan tampak muncul dari
umbilikus.3
Cairan Amnion dan Serum. Peningkatan kadar alpha fetoprotein baik serum
maupun cairan amnion dan peningkatan acetylcholinesterase berkaitan dengan
adanya defek dinding abdomen jika tidak ditemukan myelomeningocele.2

Keadaan klinis

Pasien biasanya lahir dalam kondisi prematur. Defek biasanya terjadi di sisi kanan
umbilical cord. Defek biasanya berukuran rata-rata < 4 cm. Dalam 20 menit
pertama setelah lahir, usus biasanya masih dalam kondisi normal, kemudian
dinding usus yang keluar akan menebal dan disertai eksudat fibrin sehingga loop
usus menjadi sulit untuk dipisahkan. Karena itu dibutuhkan reduksi dan
penutupan secepatnya pasca kelahiran. Umumnya bayi yang telah terdeteksi
melalui pemeriksaan antenatal, dapat langsung dipersiapkan untuk penutupan
defek segera setelah kelahiran. Kelainan bawaan lain cukup jarang terjadi, dan
biasanya berkaitan dengan midgut, atresia intestinal terjadi pada 15% kasus. Bayi
harus ditangani dengan hati-hati untuk menghindari trauma pada usus dan
kehilangan cairan. Hati- hati terjadinya volvulus.1,2
Adanya inflamasi yang luas dari usus yang menjadikan pembengkakan usus
dan kekakuan sangat mengganggu masuknya usus dan penutupan dinding
abdomen. Inflamasi juga mengubah bentuk dari usus yang menjadikan kesulitan
dalam menentukan apakah ada atresia dari usus.
Bila usus bisa masuk ke cavum abdomen, inflamasi akan menurun, usus melunak,
dan bentuk kembali ke normal. Koreksi untuk atresia usus sampai saat ini masih
lebih baik dengan penundaan, biasanya 3 minggu setelah operasi pertama.
Kelainan fungsi dari usus membutuhkan waktu lama sampai normal, dari 6
minggu sampai beberapa bulan. 1,2

Liver hampir tidak pernah berada diluar abdomen hanya lambung, usus halus,
dan usus besar yang biasanya diluar. Usus mungkin terjadi perforasi pada 5%
penderita. Biasanya ovarium dan tuba falopii pada perempuan dan undescesus
testis pada laki-laki berada diluar. Ruangan cavum abdomen biasanya kecil.
Kedua jenis kelamin terkena secara sama. Ibu yang umur belasan sekitar 25%.
Sekitar 40% mereka prematur atau kecil untuk masa kehamilan. Menurut Stovroff
dan Teague, (2003) juga menyatakan bayi dengan gastroschisis biasanya
mempunyai malrotasi dan kira-kira 23%mempunyai atresia usus atau stenosis.
Berdasarkan BMS (2004), begitu dilahirkan bayi dengan gastroschisis akan
mengalami problem yang sangat serius karena usus yang terpapar. Suhu yang
menurun, kehilangan cairan, dan infeksi merupakan masalah utama yang mesti
dihindar. Biasanya digunakan plastik steril untuk memasukan usus.1,2
Perbedaan Gastroschizis dan Omphalocele, 4

2.9. Tatalaksana dan Komplikasi


2.9.1. Tatalaksana Prenatal
Janin dengan defek dinding abdomen merupakan suatu kehamilan dengan
resiko tinggi . Untuk kasus gastroskisis, terdapat peningkatan resiko retardasi
pertumbuhan

intrauterin/Intrauterine

growth retardation

(IUGR), kematian

janin dan kelahiran prematur, sehingga pengkajian obstetrik dengan serial USG
dan tes lainnya menjadi sangat penting untuk dilakukan. Penyebab kegagalan
pertumbuhan janin pada gastroskisis belum diketahui tetapi diperkirakan oleh

karena peningkatan kehilangan protein dari visera yang terpapar, walaupun


tidak adekuatnya suplai nutrien janin merupakan hipotesis alternatif. Usus
yang terpapar mudah untuk mengalami perlukaan. Perlukaan yang terjadi
bervariasi mulai dari volvulus dan hilangnya keseluruhan midgut hingga ke
atresia intestinal lokal dan stenosis serta inflamasi yang menyebar atau
serositis yang dapat membuat lingkaran usus tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Inflamasi tersebut berkembang setelah minggu ke-30 kehamilan dan
diperkirakan terjadi karena terpaparnya usus dengan cairan amnion atau karena
obstruksi limfatik intestinal. Oligohidramion juga sering ditemukan pada
gastroskisis, sekitar 25% kasus. Penyebabnya belum diketahui dan biasanya
memiliki derajat sedang dan berhubungan dengan IUGR, distress janin dan
asfiksia lahir.1
Pada kasus gastroskisis terdapat beberapa kontroversi mengenai waktu
dan jenis kelahiran. Dikatakan bila usus atau organ intra abdomen terletak diluar
abdomen, maka akan meningkatkan resiko kerusakan bila melewati kelahiran
normal sehingga banyak ahli menganjurkan dilakukan seksio sesaria untuk semua
kasus gastroschisis.

Namun tidak ada bukti yang menunjukkan adanya

keuntungan dengan seksio sesaria. Atas dasar alasan tersebut beberapa ahli
merekomendasikan persalinan normal. Kecuali ada alasan dari bagian obstetrik
untuk dilakukan seksio sesaria.1,2
2.9.2 Tatalaksana Postnatal
Manajemen awal bayi yang baru lahir dengan defek dinding abdomen
diawali dengan resusitasi ABC dan setelah dinilai dan distabilisasi, perhatian
diarahkan ke defek dinding abdomennya. Masalah yang penting yaitu
kehilangan panas, sehingga pada perawatan harus dipertahankan suhu lingkungan
tetap hangat selagi melakukan proteksi terhadap visera yang terpapar. Kelahiran
prematur umumnya berhubungan dengan kondisi gastroskisis. Prematuritas
berhubungan dengan hipoplasia paru atau defek jantung signifikan yang
mungkin memerlukan intubasi awal dan ventilasi mekanik. Dekompresi

lambung

penting

untuk

mencegah

distensi

traktus gastrointestinal

dan

kemungkinan aspirasi. Akses vaskular diperoleh untuk memberikan cairan


intravena dan antibiotik spektrum luas untuk profilaksis. Bayi dengan gastroskisis
mengalami kehilangan cairan yang cukup tinggi dari penguapan dan mungkin
membutuhkan pemberian cairan dua kali volume untuk menjaga volume
intravascular tetap adekuat. Kateter urin berguna untuk memonitor keluaran urin
secara ketat dan sebagai panduan resusitasi.1,2
Setelah resusitasi berhasil dilakukan, defek dinding abdomen dapat dinilai
dan diobati. Pada gastroskisis dilihat keadaan visera yang terpapar dan
dihindari agar jangan sampai terjadi puntiran pedikulus vascular mesenterika. Jika
terjadi gangguan vascular karena pembukaan dinding abdomen yang terlalu
kecil, sesegera mungkin dilakukan pembesaran melalui

operasi.

terpapar

dan

harus

diproteksi

dan

kehilangan

panas

Usus yang

cairan

harus

diminimalisasi. Metode paling mudah yaitu menempatkan visera yang


terpapar dan setengah bagian bawah tubuh bayi pada kantong plastic usus
transparan. Cara ini cepat, tidak membutukan keterampilan khusus atau
pengalaman khusus dan dapat memudahkan penilaian perfusi usus. Cara lain,
hanya usus yang ditutupi dengan plastic bening, namun membutuhkan teknik
yang lebih sulit. Cara terakhir, bahan kain yang lembab ditutupi pada usus
dengan

dilapisi

plastic

bening

tetapi

membutuhkan

penilaian

tentang

bagaimana ketat atau kuatnya untuk menutupi dan agar tampak dilihat. Bahan
kain lembab sendiri seharusnya dihindari karena meningkatkan kehilangan
panas melalui penguapan. Setelah usus tadi ditutupi, seluruh masa distabilisasi
dengan menempatkan bayi dengan posisi miring kanan untuk mengurangi
penekanan pada pembuluh mesenterika.1,3
2.9.3. Pre Operatif
Terapi cairan segera diberikan secara intravena. Luasnya daerah usus yang
terpapar menyebabkan kehilangan cairan dan panas yang cepat yang dapat
menyebabkan syok hipovolemik dan hipotermi. Kebanyakan bayi telah

mengalami banyak kerusakan iskemi jaringan pada organ tubuhnya karena defisit
perfusi. Janin mungkin membutuhkan 90-200 ml/kgBB/hari. Asidosis mengkin
dijumpai akibat hipovolum. Bolus cairan menggunakan albumin 5% mungkin
berguna karena kebanyakan janin juga mengalami hipoproteinemia.2
Usus yang terpapar harus dilindungi dengan kasa lembut mengandung
NaCl dengan sedikit larutan antiseptik. Kemudian usus harus dijaga agar usus
tidak melipat diatas tepi defek sehingga arteri mesenterika tidak terjepit. Bila
defek kecil dan arteri mesenterika terjepit maka dilebarkan sampai di tengah 1-2
cm untuk melebarkan defek dan membebaskan jepitan. Usus harus dibungkus
dalam kantung kedap air untuk mengurangi kehilangan evaporasi dan menjaga
hemostasis suhu.2,3
Operasi pada gastroschisis bertujuan untuk memperbaiki defek kongenital
dimana sebagian atau seluruh usus beserta organ intra abdomen berada di luar
abdomen. Mengembalikan organ-organ tersebut ke dalam cavum abdomen
melalui defek, menutup defek bila mungkin atau membuat kantong steril untuk
melindungi usus pada saat mereka perlahan masuk ke cavum abdomen. Pada
tahun 1969, Allen and Wrenn melakukan modifikasi pada tehnik Schusters.

2.9.4. Operative
1. Primary Closure
Tujuan utama pembedahan pada gastroschisis adalah mengembalikan
visera ke rongga abdomen dan meminimalkan resiko kerusakan organ karena
trauma langsung atau karena peningkatan tekanan intra abdomen. Pilihannya
mencakup pemasangan silo, reduksi serial, dan penundaan penutupan dinding
abdomen, reduksi primer dengan penutupan secara operatif dan reduksi primer
atau reduksi tertunda dengan penutupan umbilical cord.

Dahulu penutupan primer gastroschisis dianjurkan disemua kasus. Metode


ini dilakukan pada kondisi dimana seluruh visera yang herniasi memungkinkan
untuk direduksi. Metode ini dilakukan di kamar operasi, namun akhir-akhir ini
beberapa penulis menganjurkan penutupan primer di ruangan tanpa anestesi
umum. Banyak metode yang digunakan pada keadaan dimana penutupan primer
fasia tidak dapat dilakukan. Setelah penutupan fasia selesai, flap kulit dapat
dimobilisasi untuk melapisi penutupan dinding abdomen. Selain itu dapat
ditinggalkan defek kulit dan diharapkan penyembuhan secara sekunder.
Kebanyakan ahli bedah akan membuang umbilikus saat melakukan repair
gastroschisis. Namun, pada beberapa kasus tetap dipertahankan untuk
memberikan hasil kosmetik yang baik. Pilihan lainnya pada beberapa kasus adalah
mengurangi usus dan menempatkan sebuah lapisan silastik di bawah dinding
abdomen untuk mencegah eviserasi. Teknik ini berguna pada bayi-bayi di saat
dokter bedah mempertimbangkan tentang perburukan dari fungsi paru dengan
dilakukannya penutupan fasia dan kulit. Lembaran silastik ini di lepaskan pada 45 hari, dan dinding abdomen dan kulit ditutup. Peningkatan tekanan intraabdomen
diukur melalui tekanan intravesika menggunakan kateter. Tekanan intravesika
lebih dari 10-15 mmHg menunjukkan adanya peningkatan tekanan intraabdomen
dan berkaitan dengan menurunnya perfusi ginjal dan usus. Tekanan intravesika
diatas 20 mmHg mengakibatkan gagal ginjal dan iskemik usus.4

2. Staged Closure
Konsep reduksi bertahap pertama kali dikemukakan pada tahun 1967
dimana Teflon menggunakan selembar silastic yang digunakan seperti sekarang
yang dikenal dengan silo. Penggunaan silo pertama kali oleh Shermeta tahun
1970-an tapi gagal menarik perhatian hingga tahun 1995. Silo telah digunakan
untuk reduksi bertahap sejak awal tahun 1990. Metode ini untuk menghindari
anestesi umum dan pembedahan pada awal-awal kelahiran dan dapat mengontrol

reduksi dari visera. Reduksi bertahap meminimalkan resiko peningkatan tekanan


intraabdomen.
Kidd dkk tahun 2003 dalam penelitiannya membandingkan staged closure
dengan primary closure pada gastroschisis melaporkan terjadinya komplikasi
(NEC, sepsis dan 9 persiapan operasi) yang rendah pada pasien yang
menggunakan staged closure. Namun, mortalitas dan waktu dimulainya
pemberian makan tidak menunjukkan perbedaan. Masalah yang timbul dengan
staged closure yaitu defek abdomen akan bertambah besar karena peregangan, hal
ini akan menyulitkan pada saat penutupan defek sehingga memerlukan prostetik
tambahan. Penelitian Lansdale dkk mengamati bahwa penggunaan silo yang lebih
dari 4 hari, akan menyulitkan penutupan defek dan ada resiko untuk menyisakan
defek pada fasia. Lebih dari 2 dekade terakhir, penggunaan rutin dari pemasangan
silo dengan penutupan bertahap dari dinding abdomen telah meningkat, dengan
teori untuk menghindari tekanan tinggi intraabdomen akan menghindari
kerusakan iskemik dari organ visera dan menyebabkan ekstubasi menjadi lebih
cepat. Mula-mula, penutupan bertahap berupa penempatan usus ke dalam silo
yang terbuat dari lembar silastic yang dijahitkan bersama ke dinding abdomen.
Belakangan dikenalkan silo yang dibuat dengan pegas sirkular yang dapat
ditempatkan pada bagian fasia yang terbuka, tanpa perlu dijahit dengan anestesi
umum, memungkinkan untuk pemasangan silo di ruang persalinan atau di ruangan
pada unit neonatal. Pada kasus yang sama, usus direduksi sekali atau dua kali
sehari ke dalam rongga abdomen dimana silo akan memendek dengan ligasi yang
berkelanjutan. Saat isi eviserasi telah seluruhnya tereduksi, penutupan definitif
dapat dilakukan. Proses ini biasanya berlangsung antara 1 hingga 14 hari,
tergantung dari kondisi usus dan bayinya. 2,4
2.9.5. Post Operative
Ketika abdomen telah ditutup, beberapa masalah dapat timbul. Pada janin
dapat terjadi edema, terutama pada ekstremitas bawah. Ini mungkin karena
peningkatan tekanan abdomen dan secara umum akan membaik seiring

berjalannya waktu. Abdomen akan terlihat eritem. Penutupan yang ketat dapat
menyebabkan eritem namun adanya iskemi usus atau infeksi harus diperhatikan.
Pasien biasanya

membutuhkan ventilator mekanik untuk beberapa hari post

operatif. Selama waktu itu, edema usus dan dinding abdomen akan mereda dan
tekanan intra abdomen akan turun.
Kebutuhan cairan akan meningkat pada janin dengan gastroskisis. Cairan
diberikan 140-150 ml/kgBB/hari. NGT dipasang untuk membantu dekompresi.
Pemberian makanan dapat dimulai saat produksi NGT sudah tidak lagi hijau,
produksinya minimal dan usus mulai bergerak. Sebaiknya feeding diberikan
dalam jumlah yang bertahap. Parenteral nutrisi sebaiknya diberikan mengingat
lamanya waktu sampai tercapai full enteral feeding. Sekitar 10% pasien dengan
gastroschisis mengalami hipomotilitas usus sehingga memerlukan parenteral
nutrisi yang lebih lama. Penulis menganjurkan untuk diberi stimulasi oral lebih
dini karena refleks menghisap dan menelan dapat hilang selama menunggu fungsi
usus. Antibiotik diberikan selama 48 jam post operatif kecuali terdapat tandatanda luka infeksi maka antibiotik dilanjutkan.3,4
Gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal atau perforasi dapat
berakhir dengan short bowel syndrome. Komplikasi post operasi lainnya antara
lain kolestasis, infeksi luka operasi, sepsis, hernia ventralis, perforasi usus, gagal
ginjal, pneumonia aspirasi, NEC, dan komplikasi lainnya akibat peningkatan
tekanan intraabdomen (respiratory distress, gastroesofageal refluks dan hernia
inguinal).4

2.10.

Prognosis
Prognosis pasien dengan gastrosksis tergantung pada kondisi usus. Secara

keseluruhan, pasien dengan gastroskusis memiliki prognosis baik. Harapan


hidup sedikitnya 9095%. Pasien dengan atresia dan sindrom usus pendek
mungkin akhirnya membaik walaupun perawatan selama di rumah sakit cukup
lama dan panjang. Bahkan bayi dengan traktus intestinal intak mungkin

memerlukan perawatan di rumah sakit selama beberapa minggu hingga bulan


karena toleransi yang rendah pada pemberian makanan enterik. Sebuah bentuk
enterokolitis nekrosis dapat bermanifestasi sebagai pneumatosis intestinal pada
pemeriksaan radiologi abdomen, yang merupakan bentuk unik dari perlukaan
intestinal yang terjadi selama periode post-operasi setelah perbaikan gastroskisis.
Pemberian makanan sering berkomplikasi sebagai refluks gastroesofagus yang
dapat memberat. Fungsi gastrointestinal jangka panjang biasanya bagus,
walaupun terdapat resiko obstruksi adesif 510%.1

BAB 3
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama

: By DS

Gender

: Perempuan

Umur

: 3 hari

MR

: 67.19.39

Alamat

: Desa Nao Merik Dusun II Naga, Deli Serdang

Pekerjaan

:-

Suku

: Batak Karo

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Usus diluar rongga abdomen

Telaah

: Hal ini dialami pasien sejak lahir, Pasien lahir ditolong

oleh
bidan 2 jam SMRS, lahir spontan, langsung menangis.
Pasien merupakan anak kedua dengan BB lahir 2350
gram,
PB lahir 46 cm. Riwayat muntah (-).
Riwayat Kehamilan

: Usia ibu saat hamil usia 23 tahun dan kontrol teratur ke


bidan. Ibu sebelumnya pernah mengalami abortus tiga

kali
dan pasien merupakan anak kedua. Anak pertama sehat.
Riwayat sakit selama hamil disangkal, demam(-), riwayat
hipertensi (-), DM (-), minum obat-obatan (-), jamu (-).
Riwayat Kelahiran

: Pasien lahir ditolong oleh bidan 2 jam SMRS, lahir


spontan, langsung menangis. Biru (-), Inj. Vit. K (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens
Sensorium
: Compos Mentis
Heart Rate
: 150 kali/menit.
Respiratory Rate
: 52 kali/menit
Suhu
: 36,9 C
a. Kepala

: Ubun-ubun besar terbuka rata. Ubun-ubun kecil terbuka

rata.
b. Mata

: konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil
c. Telinga
d. Hidung
e. Mulut

isokor, refleks cahaya (+/+)


: dalam batas normal
: terpasang nasal cannula
: dalam batas normal

f. Thorax

: simetris fusiformis, retraksi (-). Heart Rate: 150

kali/menit,
reguler, desah (-). Respiratory Rate: 52 kali/menit, reguler,

g. Abdomen

ronchi (-).
: soepel, peristaltik sulit dinilai, usus berada diluar rongga
abdomen, berwarna kemerahan, tali pusat diklem dan

h. Ekstremitas

dirawat dengan kasa steril. Hepar/Lien: sulit dinilai


: Pulse: 150 kali/menit, reguler, Tekanan/Volume: cukup,

i. Anogenital

akral hangat. CRT < 2 detik.


: Perempuan, anus (+)

Hasil pemeriksaan DL (22/3/2016)


Hb
: 14,9 g/dL
Eritrosit
: 4,22 x 106/mm3
Leukosit
: 34,4 x 103/mm3
Hematokrit : 45%
Trombosit
: 442 x 103/mm3
Elektrolit
Na
: 128 mEq/L
K
: 4,7 mEq/L
Cl
: 104 mEq/L
Renal Function Test
Blood Urea Nitrogen : 9 mg/dL
Ureum
: 19 mg/dL
Creatinine
: 0,63 mg/dL
Albumin
KGD

: 1,9 g/dL
: 335 mg/dL

FAAL HEMOSTASIS
PT
: 68,5 (14) detik
INR : 4,38
aPTT : 53,5 (33,6) detik
TT
: 13.0 (17.2) detik

Hasil Babygram: Sesuai gambaran gastroschizis


DIAGNOSIS
Gastroschizis
PENATALAKSANAAN
Rawat inkubator dengan target suhu 30,5-31,5 C
Kebutuhan total cairan: 80 cc/kgBB/hari = 188 cc/hari
Parenteral: 188 cc/hari = IVFD D10% 8cc/jam
Enteral: Sementara puasa
Inj. Ceftazidin 120 mg/12 jam
Inj. Gentamycin 12 mg/36 jam
Inj. Metronidazole LD 36 mg, 12 jam berikutnya HD 18
mg/12 jam
Inj. Vit. K 1 mg per IM
Koreksi Albumin (3-1,9) x 0,8 x 2,35 = 2 gram
Albumin 20%: 2/20 x 100 = 10 cc
Albumin 25%: 2/25 x 100 = 8 cc

Transfusi FFP 10 cc/kgBB = 24 cc

FOLLOW UP
TGL
7/4/2016

S
Usus

O
A
diluar Sens: CM
Gastroschizis
HR: 140 x/i. RR: 46 x/i. Suhu: 36,6 C
rongga
Kepala : Ubun-ubun besar terbuka
abdomen.
rata. Ubun-ubun kecil terbuka rata.
Mata : konjungtiva palpebra
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor, refleks cahaya (+/+)


Telinga : dalam batas normal
Hidung : terpasang nasal cannula
Mulut : dalam batas normal
Thorax : simetris fusiformis,
retraksi
kali/menit,

(-). Heart Rate: 150


reguler,

desah

(-).

Respiratory Rate: 52 kali/menit,

P
Rawat inkubator dengan target
suhu 30,5-31,5 C
Kebutuhan total

cairan:

80

cc/kgBB/hari = 188 cc/hari


Parenteral: 188 cc/hari = IVFD

D10% 8cc/jam
Enteral: Sementara puasa
Inj. Ceftazidin 120 mg/12 jam
Inj. Gentamycin 12 mg/36 jam
Inj. Metronidazole LD 36 mg,
12 jam berikutnya HD 18 mg/12

jam
Inj. Vit. K 1 mg per IM
Koreksi Albumin (3-1,9) x
0,8 x 2,35 = 2

reguler, ronchi (-).


Abdomen : soepel, peristaltik sulit

Albumin 20%: 2/20 x 100 = 10 cc

dinilai, usus berada diluar rongga

Albumin 25%: 2/25 x 100 = 8 cc

abdomen, berwarna kemerahan,

Transfusi FFP 10 cc/kgBB = 24

tali pusat diklem dan dirawat


dengan kasa steril. Hepar/Lien:

cc

sulit dinilai
Ekstremitas

kali/menit,

reguler,

Pulse:

150

Tekanan

/Volume: cukup, akral hangat. CRT

8/4/2016

< 2 detik.
Anogenital: Perempuan, anus (+)
Usus diluar Sens: CM
Gastroschizis
HR: 138 x/i. RR: 42 x/i. Suhu: 36,8 C
rongga
Kepala : Ubun-ubun besar terbuka
abdomen.
rata. Ubun-ubun kecil terbuka rata.
Mata : konjungtiva palpebra
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor, refleks cahaya (+/+)


Telinga : dalam batas normal
Hidung : terpasang nasal cannula
Mulut : dalam batas normal
Thorax : simetris fusiformis,
retraksi
kali/menit,

(-). Heart Rate: 150


reguler,

desah

(-).

Respiratory Rate: 52 kali/menit,

Rawat inkubator dengan target


suhu 30,5-31,5 C
Kebutuhan total

cairan:

80

cc/kgBB/hari = 188 cc/hari


Parenteral: 188 cc/hari = IVFD

D10% 8cc/jam
Enteral: Sementara puasa
Inj. Ceftazidin 120 mg/12 jam
Inj. Gentamycin 12 mg/36 jam
Inj. Metronidazole LD 36 mg,
12 jam berikutnya HD 18 mg/12

jam
Inj. Vit. K 1 mg per IM
Koreksi Albumin (3-1,9) x
0,8 x 2,35 = 2

reguler, ronchi (-).


Abdomen : soepel, peristaltik sulit

Albumin 20%: 2/20 x 100 = 10 cc

dinilai, usus berada diluar rongga

Albumin 25%: 2/25 x 100 = 8 cc

abdomen, berwarna kemerahan,


tali pusat diklem dan dirawat
dengan kasa steril. Hepar/Lien:

sulit dinilai
Ekstremitas

kali/menit,

reguler,

Pulse:

150

Tekanan

/Volume: cukup, akral hangat. CRT


< 2 detik.
Anogenital
: Perempuan, anus (+)
Hasil pemeriksaan DL (8/4/2016)
Hb : 13,6 g/dL
Eritrosit : 3,89 x 106/mm3
Leukosit : 6,76 x 103/mm3
Hematokrit : 38%
Trombosit : 290 x 103/mm3

Transfusi FFP 10 cc/kgBB = 24


cc

BAB 4
DISKUSI

Anda mungkin juga menyukai