Anda di halaman 1dari 6

Mukositis

Mukositis adalah komplikasi oral yang paling mudah terlihat dan paling
sering terjadi pada tahap ini dan dapat bervariasi mulai dari eritem dan atrofi
mukosa ringan sampai sedang, sampai kerusakan mukosa ulseratif yang parah.
Tingkat keparahan mukositis oral berhubungan dengan toksisitas rejimen terhadap
mukosa, meskipun beberapa faktor-faktor tambahan lain juga dapat meningkatkan
keparahan kerusakan mukosa.31,37 Rejimen pendingin yang memanfaatkan
penyinaran tubuh total (Total Body Irradiation/TBI) secara konsisten akan
menghasilkan mucositis yang lebih parah; 1000 cGY rejimen dosis tunggal
bersifat sangat toksik. Dengan fraksinasi radiasi, terutama pada dosis tunggal
harian, tingkat keparahan mukositis menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
rejimen yang tidak difraksinasi, meskipun jumlah radiasi mungkin lebih tinggi
(yaitu, 1200-1325 cGy untuk yang difraksinasi dan 1000 cGy untuk rejimen dosis
tunggal; M.M. Schubert, data tidak dipublikasikan). Keuntungan ini menjadi
kurang nyata saat menggunakan rejimen fraksinasi beberapa kali perhari (2-3
fraksi perhari).
Rejimen yang hanya mengandung siklofosfamid jelas tidak menyebabkan
mukosistis yang signifikan. Protokol kemoterapi yang menggunakan beberapa zat
(terutama yang mengandung beberapa zat alkylating) akan menyebabkan
mukosistis yang lebih buruk dibandingkan yang hanya menggunakan obat tunggal
(M.M. Schulbert, data tidak dipublikasikan). Sebagai perbandingan, kami telah
mencatat bahwa pada pasien berusia dibawah enam tahun : (a) terdapat
kecenderungan mukositis yang terjadi lebih ringan dibandingkan pada pasien
yang lebih tua (7-55 tahun) dan (b) mukositis juga cenderung sembuh lebih cepat
(M.M. Schubert, data tidak dipublikasikan). Mukositis tidak hanya dapat
menghalangi asupan oral makanan dan minuman, namun dapat juga menyebabkan
masalah pada orofaring akibat terjadinya pembengkakan, perdarahan, dan
berkurangnya kemampuan proteksi jalan nafas akibat berkurangnya refleks
muntah. Pasien menjadi sangat beresiko mengalami gangguan jalan nafas dan
pneumonia aspirasi. Mukositis terbukti secara klinis terjadi beberapa hari setelah

transplantasi, umumnya memuncak 6-12 hari setelah transplantasi. Mukositis


yang tidak lengkap biasanya membaik dalam 16-21 hari setelah transplantasi.11,29
Tatalaksana mukositis berfokus terutama pada (a) pengurangan faktorfaktor yang akan meningkatkan kerusakan dan mengiritasi mukosa mulut dan (b)
penatalaksanaan gejala nyeri pada mulut dengan pembilasan, anestesi topical, obat
kumur antiinflamasi (seperti ibuprofen, ketoprofen, benzydamine HCl atau
nimesulide) atau bahan pelapis mukosa. Uji klinis yang baru terjadi di Amerika
Utara menunjukkan benzydamine untuk mengurangi keparahan mukositis akibat
radiasi, namun masih diperlukan penelitian tambahan untuk menentukan
efikasinya pada pasien-pasien HCT. Penatalaksanaan xerostomia dan strategi
untuk mengurangi kolonisasi microflora mulut dapat membantu mengurangi
keparahan mukositis. Penelitian mengenai tatalaksana mukositis belakangan ini
berfokus pada penggunaan sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factor) untuk
mengurangi pengaruh toksik pada mukosa mulut dan mendorong reepitelisasi
menjadi lebih cepat. Agen antimikroba topical juga sedang diuji untuk
mengurangi keterlibatan microflora mulut yang menyebabkan kerusakan mukosa.
Karena banyak strategi-strategi lain yang sedang dikembangkan untuk
pencegahan dan tatalaksana mukositis (seperti vitamin E topical, glutamin),
penelitian-penelitian multisenter sangat diperlukan untuk menentukan efikasinya.
Efikasi dari chlorhexidine masih belum jelas, beberapa uji klinis menunjukkan
hasil yang bertentangan- masalah yang sebenarnya mungkin terletak pada
vehikulum yang digunakan dalam larutan chlorhexidine (alkohol serta zat
pewarna dan penyedap), yang menyebabkan bau yang menyengat dan rasa
terbakar sehingga secara drastic mengurangi kepatuhan pasien.
Infeksi Oral
Dengan ablasi lengkap dari sistem imun dan ancaman barrier mukosa, pasien
menjadi beresiko terhadap semua jenis infeksi oral selama tahap ini dalam proses
transplantasi.47

Virus virus Herpes (HSV, CMV); Adenovirus


Jamur Candida, Aspergillus, Mucormycosis

Bakteri flora mulut gram positif (Streptococcus spp., Staphylococcus


spp.) dan bakteri oportunistik gram negative (seperti E. coli, Enterobacter,
Pseudomonas, Neisseria, Klebsiella, Serratia, Fusobacterium)

Sangat mungkin bahwa penggunaan antibiotik sistemik sebagai profilaksis


atau pemberian dini antibiotik empiris terhadap pasien demam neutropeni
mempengaruhi kolonisasi oral, namun tidak ada studi rinci mengenai hal ini.
Selain itu, menyikat gigi dan flosing secara rutin dapat mengurangi tingkat
kerusakan jaringan akibat flora mulut yang menjadi resiko terjadinya infeksi lokal
dan bakteremia.
Penggunaan protokol profilaksis penyakit infeksi untuk mencegah infeksi
bakteri, jamur, dan virus telah memiliki pengaruh besar terhadap frekuensi dan
keparahan infeksi mulut. Namun, ketika infeksi terjadi, penting untuk
memanfaatkan teknik diagnostik laboratorium untuk mengidentifikasi organisme
penyebab dan untuk memonitor gejala-gejala, karena adanya gambaran atipikal
infeksi oral pada fase imunosupresi.
Asiklovir oral atau intravena (i.v), atau valasiklovir oral, digunakan sebagai
profilaksis untuk mencegah reaktivasi infeksi HSV pada pasien seropositif.
Asiklovir intravena dimanfaatkan untuk mengobati infeksi yang telah terbukti.
Resiko reaktivasi HSV meningkat sampai kira-kira hari 35 setelah transplantasi.
Tidaklah biasa terjadinya kegawatdaruratan tiba-tiba stomatitis herpetitis segera
setelah penghentian profilaksis asiklovir/valasiklovir, dan menjadi hal penting
untuk waspada terhadap kemungkinan infeksi ini. Frekuensi infeksi HSV yang
resisten terhadap asiklovir semakin meningkat, dan pasien-pasien stomatitis
dengan kultur positif HSV yagn tidak respon terhadap terapi seharusnya
dipertimbangkan pemberian terapi alternatif. Dan kemungkinan penyerapan
asiklovir oral yang buruk (dengan kadar darah inadekuat) mungkin perlu diperiksa
pada pasien-pasien yang tidak respon terhadap terapi.
Protokol profilaksis antifungal sistemik secara rutin menggunakan azole,
terutama flukonazol, dengan atau tanpa agen topikal tambahan untuk infeksi oral

yang telah terbukti. Nistatin (obat kumur), mikonazol (jel), klotrimazol (tablet),
atau amfoterisin B (obat kumur) digunakan untuk mengobati infeksi oral kandida
superfisial. Namun, kombinasi kombinasi topikal/sistemik sangatlah terjamin
untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi sistemik. Kandida invasif dan jamur
filamen (Asergillus, Mucormycosis, dll) diobati dengan antijamur sistemik dan
reseksi bedah.15
Infeksi bakteri paling sering melibatkan jaringan gingiva, meskipun
permukaan mukosa lain juga dapat terkena. Infeksi mukosa oral dapat
mengakibatkan bakteremia dan telah terlibat dalam menyebabkan demam yang
tidak diketahui penyebabnya pada pasien-pasien kanker yang imunosupresif. 20,27,45
Penatalaksanaan infeksi oral berdasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium
sensitivitas antibiotik. Antibiotik topikal ditambah sistemik dapat digunakan jika
organisme

menunjukkan

sensitivitas

pada

agen

yang

dipilih.

Sangat

direkomendasikan agar spesialis penyakit infeksi terlibat saat penyusunan


protokol terapi.45
Perdarahan Oral
Perdarahan oral dapat bervariasi antara perdarahan kecil pada gingiva dan
perdarahan hebat. Faktor risiko yang paling sering adalah trombositopenia,
koagulopati, infeksi mukosa (terutama HSV), dan trauma. Dengan trombositopeni
berat pada kondisi kerusakan mukosa atau infeksi, perdarahan oral dapat menjadi
masalah klinis, namun jarang menjadi signifikan secara medis. Ketika jumlah
platelet diatas 20000/mm3 dapat dipertahankan, kejadian dan keparahan
perdarahan oral dapat dikurangi. Kejadian aspirasi dan cardiac arrest dengan
perdarahan oral yang parah telah dilaporkan terjadi.7
Perdarahan oral secara awal ditangani dengan penekanan langsung. Setelah
itu, agen hemostatik topikal (trombin, agen pembentuk klot kolagen, dll), asam
traneksamid sebagai obat kumur, vasokonstriksi topikal (epinefrin atau kepingan
es) dapat digunakan sendiri atau dikombinasi. Perdarahan yang lebih berat atau

persisten membutuhkan terapi sistemik yang mencakup pemberian platelet atau


agen antifibrilasi (seperti asam aminokaproid).
Disfungsi Kelenjar Saliva
Disfungsi kelenjar saliva berhubungan terutama terhadap toksisitas dari rejimen
(kemoterapi dan/atau radiasi) dan pengobatan antikolinergik. 1 Gambaran klinis
kerusakan ini dapat mencakup parotitis, viscous saliva, dan xerostomia. Meskipun
bukan masalah besar pada pasien anak, xerostomia masih harus diperhatikan
karena pentingnya saliva dalam mempertahankan kesehatan mulut.3,11,12,22
Penatalaksanaan disfungsi kelenjar saliva terutama secara simptomatik.
Pemeriksaan laju aliran kelenjar saliva (stimulasi semua laju alir saliva) dapat
membantu mengidentifikasi pasien xerostomia yang akan respon terhadap terapi
dan yang telah terbukti respon terhadap terapi atau perbaikan. Stimulasi saliva
dengan permen rendah gula dan permen karet (terutama produk rasa lemon) dapat
membantu kekeringan ringan. Saliva artifisial dapat membantu xerostomia
simtomatik yang ringan. Sialogogues seperti pilokarpin atau betanekol efektif
untuk mencegah dan mengobati xerostomia. Dosis harus disesuaikan untuk
memaksimalkan keuntungan dan meminimalisasi efek samping yang terjadi.
Mempertahankan kebersihan mulut dengan fluoride topikal, penting untuk
mengurangi resiko kerusakan gigi pada pasien dengan xerostomia. Antibakteri
topikal dapat menambah pembersihan plak mekanik. Karena xerostomia
meningkatkan resiko pertumbuhan kandida, terapi antijamur harus diberikan saat
terdapat indikasi pertumbuhan dan/atau infeksi.
Bibir kering dan pecah dapat dijaga kelembapannya dengan salap bibir,
lipstik atau krim dan salap lanolin.

Disfungsi Pengecapan
Rejimen pendingin adalah penyebab paling sering berkurangnya kemampuan
pengecapan atau perubahan interpretasi rasa karena reseptor pengecapan

orofaring. Pengecapan umumnya sembuh antara 1 dan 3 bulan setelah


transplantasi. Protokol belakangan ini berfokus dalam peningkatan bumbu
masakan dengan peningkatan aroma makanan dan tampilan dan tekstur yang
menarik. Suplemen zink telah dilaporkan efektif dalam membantu penyembuhan
pengecapan akibat radiasi kepala dan leher. Keefektifan terapi ini pada pasien
postransplantasi masih belum dilaporkan.

Tahap III- Penanaman awal sampai jumlah sirkulasi normal


Tahap ini (tabel 5) dimulai dengan bukti penanaman dan perluasan sampai jumlah
sirkulasi normal. Komplikasi oral akut karena toksisitas dari rejimen pendingin
mulai membaik. Namun, imunosupresi dan disfungsi imun ditambah

Anda mungkin juga menyukai