Epilepsi adalah setiap kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara
yang bersifat paroksismal yang dimanifestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran yang
episodik, fenomena motorik yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan sistem otonom; gejalagejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak. (Kumala et al, 1998).
Epilepsi dan status epileptikus merupakan bagian dari gejala konvulsif. Epilepsi adalah gejala
kompleks dari banyak gangguan berat dari fungsi otak dengan karakteristik kejang berulang.
Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan, hilangnya
tonus otot atau gerakan, serta gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga
epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala.
Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan
kelainan fungsional (motorik, sensorik, atau psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol,
serta timbul secara episodik. Serangan ini mengganggu kelangsungan kegiatan yang sedang
dikerjakan klien pada saat itu. Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh neuron serebral
yang berlebihan dan berlangsung lokal.
Masalah dasarnya diperkirakan akibat gangguan listrik (disritmia) pada sel saraf di salah satu
bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak
terkontrol. Karakteristik kejang epileptik adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebihan ini.
Status epileptikus (aktivitas kejang lama yang akut) merupakan suatu rentetan kejang umum
yang terjadi tanpa perbaikan kesadaran penuh di antara serangan. Isitilah ini telah diperluas untuk
mencakup kejang klinis atau listrik kontinu yang berakhir sedikitnya 30 menit, meskipun tanpa
kerusakan kesadaran.
Keadaan ini dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis mayor. Status epileptikus
menimbulkan kebutuhan metabolik besar dan dapat mempengaruhi pernapasan. Terdapat beberapa
kejadian henti napas pada puncak setiap kejang yang menimbulkan kongesti vena dan hipoksia otak.
Episode berulang anoksia dan pembengkakan serebri dapat menimbulkan kerusakan otak janin yang
permanen dan fatal. Faktor-faktor yang mencetuskan status epileptikus meliputi gejala putus obat
antikonvulsan, demam, serta infeksi penyerta.
ETIOLOGI
Penyebab pasti dari epilepsi masih belum diketahui (idiopatik) dan masih menjadi banyak
spekulasi. Predisposisi yang mungkin menyebabkan epilepsi meliputi:
1. Pascatrauma kelahiran.
2. Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsan yang digunakan sepanjang
kehamilan.
3. Asfiksia neonatorum.
4. Riwayat ibu-ibu yang mempunyai risiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang
sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi.)
5. Pascacedera kepala.
6. Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak (campak, penyakit gondongan
[mumps], epilepsi bakteri.)
7. Adanya riwayat keracunan (karbon monoksida dan menunjukkan keracunan.)
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Faktor fisiologis
Faktor biokimiawi
Faktor anatomis
Gabungan faktor-faktor diatas
Penyakit yang pernah diderita (trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, tumor otak,
gangguan peredaran darah, hipoksia, anomali kongenital otak, degenari susunan saraf,
gangguan metabolisme, gangguan elektrolit, keracunan obat atau zat kimia, jaringan parut,
faktor herediter).
PATOFISIOLOGI
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik dari sel-sel saraf pusat
pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-sel tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal,
berlebihan, secara berulang, dan tidak terkontrol (disritmia).
Aktivitas serangan epilepsi dapat terjadi setelah suatu gangguan pada otak dan sebagian
ditentukan oleh derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mesensefalon, talamus, dan korteks serebri
kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi pada serebellum dan batang otak biasanya
tidak menimbulkan serangan epilepsi (Brunner,2003).
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena biokimia tertentu.
Beberapa diantaranya adalah :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan.
2. Neuron hipersensitif dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang dan dapat
terangsang secara berlebihan.
3. Terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi, atau terhentinya
repolarisasi.)
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron. Pada waktu serangan,
keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal mengalami perubahan.
Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan membran neuron mengalami depolarisai.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol, pelepasan abnormal terjadi dengan cepat,
dan seseorang dikatakan menuju ke arah epilpesi. Gerakan-gerakan fisik yang tak teratur disebut
kejang.
Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini memberikan manifestasi
pada serangan awal kejang sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan penurunan
kesadaran. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan,
hilangnya tonus otot, serta gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi dan persepsi.
Sehingga epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala.
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik (disritmia) pada sel saraf pada salah satu
bagian otak yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak
terkontrol. Karakteristik kejang epileptik adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebihan ini.
Pola awal kejang menunjukkan daerah otak di mana kejang tersebut berasal. Juga penting
untuk menunjukkan jika klien mengalami aura (suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik yang
dapat menunjukkan asal kejang misalnya melihat kilatan sinar dapat menunjukkan kejang berasal dari
lobus oksipital.)
Klasifikasi
Ada dua golongan utama epilepsi, yaitu serangan parsial atau fokal yang mulai pada suatu tempat
tertentu di otak, biasanya di daerah korteks serebri; dan serangan umum yang agaknya mencakup
seluruh korteks serebri dan diensefalon (Price,1995).
1. Epilepsi parsial dapat bermanifestasi dengan gejala-gejala dasar ataupun kompleks. Epilepsi
parsial dengan gejala-gejala dasar adalah yang mencakup gejala-gejala motorik atau sensorik.
Pada epilepsi parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar atau mulut dapat
tersentak tak terkontrol. Individu ini bicara yang tidak dapat dipahami, pusing, mengalami
sinar, bunyi, ban, atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Epilepsi parsial yang kompleks melibatkan gangguan fungsional serebral pada tingkat yang
lebih tinggi seperti proses ingatan dan proses berpikir, individu tetap tidak bergerak atau
bergerak secara otomatis tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi
berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang. Fokus epileptik pada jenis
epilepsi ini sering kali pada lobus temporalis. Kedua jenis epilepsi parsial tersebut dapat
menyebar dan menjadi serangan umum (motorik utama).
2. Kejang umum lebih umum disebut sebagai kejang grand mall, melibatkan kedua hemisfer
otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan pada seluruh
tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot
(kontraksi tonik-klonik umum).
Epilepsi tonik-klonik merupakan serangan epilepsi yang klasik. Serangan epilepsi ini ditandai
oleh adanya aura diikuti oleh hilangnya kesadaran dan kejang tonik-klonik. Aura merupakan
suatu indikasi sensorik yang menyatakan akan datangnya serangan epilepsi. Aura ini dapat
berupa suatu sensasi penglihatan, pendengaran, atau penciuman yang hanya berlangsung
selama beberapa saat.
Serangan epilepsi dimulai dengan menghilangnya kesadaran secara cepat. Klien kehilangan
kemampuannya untuk tetap mempertahankan tubuh dalam posisi yang tegak, gerakan tonik
kemudian klonik, inkontinensia urine dan feses, disertai dengan disfungsi otonom lainnya.
Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh dapat terganggu. Fase ini berlangsung
hanya beberapa detik. Fase klonik berupa kontraksi dan relaksasi kelompok otot-otot yang
berlawanan sehingga menimbulkan gerakan yang tersentak-sentak. Kontraksi sedikit demi
sedikit berkurang frekuensinya tetapi tidak kekuatannya. Lidah dapat tergigit seperti yang
terjadi pada sekitar separuh dari klien yang mengalami kejang (spasme rahang dan lidah).
Serangan itu berlangsung sekitar 3-5 menit dan diikuti dengan periode tidak sadar yang
berlangsung selama beberapa menit sampai sekitar setengah jam. Klien yang sadar kembali
tampak bingung, stupor, atau bodoh. Stadium ini disebut stadium postiktal. Biasanya klien
tidak dapat mengingat serangan yang telah dialaminya.
Pemeriksaan Penunjang
A. Anamnesis
1. Pola serangan kejang (tanyakan apakah ada gejala prodromal, aura).
2. Keadaan sebelum, selama, dan sesudah serangan (tanyakan di mana, atau bagaimana
kejang mulai, bagaimana penjalarannya, dan keadaan sesudah kejang: parese Todd, nyeri
kepala, segera sadar, mengacau, kesadaran menurun).
3. Lama serangan (durasi masing-masing waktu serangan).
4. Frekuensi serangan.
5. Waktu terjadinya serangan (pagi,siang,malam,waktu tidur,sedang tidur,mau bangun,
sedang bangun.)
6. Faktor-faktor dan keadaan yang dapat menimbulkan serangan misalnya melihat TV,
bernapas dalam, lapar, letih, menstruasi, obat-obatan tertentu, dan sebagainya; riwayat
keluarga (apakah ada anggota keluarga yang menderita kejang, penyakit saraf, dan
penyakit lainnya, hal ini perlu untuk mencari faktor herediter); riwayat masa lampau
(keadaan ibu sewaktu hamil misalnya penyakit yang dideritanya, perdarahan pervaginam,
obat yang dimakan); riwayat kelahiran klien (apakah letak kepala sungsang, mudah atau
sukar, alat yang digunakan cunam atau vacum, ekstraksi, seksio caesar, apakah terdapat
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini, asfiksia; penyakit yang pernah diderita
seperti trauma kapitis, radang selaput otak, ikterus, reaksi terhadap imunisasi, atau kejang
demam); serta bagaimana perkembangan kecakapan mental dan motorik.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan pediatrik seperti keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, jantung, paru,
abdomen, hati dan limpa, anggota gerak, dan sebagainya.
2. Pemeriksaan neurologis seperti tingkat kesadaran, kecakapan, motorik dan mental,
tingkah laku, berbagai gejala intrakranial, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf
otak lain, sistem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali, koordinasi,
ataksia), sistem sensorik (parestesia, hipestesia, anestesi), fisiologis, dan patologis. Bila
perlu lakukan tap subdural pada anak dengan ubun-ubun yang masih terbuka untuk
melihat adanya hematoma subdural dan lumbal fungsi untuk memperoleh CSS.
3. Konsul ke bagian mata, THT, hematologi, endokrinologi, dan sebagainya.
C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah tepi secara rutin.
2. Pemeriksaan lain sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit.
3. Pemeriksaan CSS (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, berdarah,
xantokrom, jumlah sel, kadar protein, gula, NaCl.
4. Pemeriksaan lain atas indikasi.
2. Dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi, apakah fokal, multifokal, kortikal,
subkortikal, misalnya petit mal mempunyai gambaran 3 cps spike dan wave dan spasme
infantil mempunyai gambaran hipsaritmia.
3. Pemeriksaan dilakukan secara berkala.
F. Pemeriksaan Radiologis
Hasil foto tengkorak memperlihatkan :
1. Tulang tengkorak simetri.
2. Destruksi tulang.
3. Kalsifikasi intrakranium yang abnormal (disebabkan oleh tumor, hematoma menahun,
tuberous sclerosis, toksoplasmosis, anomali vaskular, hemangioma), tanda peninggian
intrakranial: pelebaran sutura, erosi, sela tursika.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksnaan epilepsi meliputi upaya pencegahan dan pengobatan.
1. Pengobatan kuratif (kausal)
Selidiki adanya penyakit yang masih aktif (tumor otak, hematoma subdural kronis) pada lesi
aktif atau progresif yang belum ada obatnya (penyakit degeneratif), lesi (idiopatik,
kriptogenetik), atau lesi yang sudah inaktif (sequela karena trauma lahir, menigoensefalitis).
2. Pengobatan preventif (rumat)
Klien dengan epilepsi cenderung mengalami serangan kejang secara spontan, tanpa faktor
provokasi yang kuat atau nyata. Pengobatan kejang pada epilepsi perlu dilakukan untuk
mencegah kejang.