Anda di halaman 1dari 24

Makalah

ANEMIA

Kelompok III:

Dety Mayang Hermana


Hilda Aprilia Pratiwi
I Gede Darma Satria Utama
I Nyoman Sandya Pranata
I Wayan Peter Juliarta
Ida Ayu Arundita Rani Putri

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERATAWAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN 2016/2017

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini yang berjudul Anemia tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing dan semua pihak
yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca, atas kritik dan sarannya, penulis mengucapkan
terimakasih.

Mataram, 17 Desember 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halam Judul ..........................................................................................................i
Kata Pengantar......................................................................................................ii
Daftar Isi ...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
A. Latar Belakang .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan .......................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI...............................................................................3
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Pengertian Anemia ...................................................................................3


Manifestasi Klinik ....................................................................................3
Etiologi .....................................................................................................4
Diagnosis (gejala atau tanda-tanda) .........................................................5
Patofisiologi ..............................................................................................6
Klasifikasi Anemia ...................................................................................7

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................16


A.
B.
C.
D.

Pengkajian ................................................................................................16
Diagnosa ...................................................................................................17
Intervensi ..................................................................................................17
Evaluasi ....................................................................................................19

BAB IV PENUTUP ..............................................................................................20


A. Kesimpulan ...............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

22

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan
hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam selsel darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus
pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Oksigen ini akan
digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energy. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkanng gejala lemah dan
lesu yang tidak biasa. Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk
mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa pendek.
Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka
waktu lama. Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan
tidak diobati. Jika anda mengalami gejala lemah lesu berkepanjangan,
sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyebabny.
Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah
pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah merah , hemotokrit dan
hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada diagnosisnya
Sel-sel darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang.
Zat gizi yan diperlukan untuk pembuatan sel-sel ini adalah besi, protein dan
vitamin terutama asam folat dan B12. Dari semua ini, besi dan protein yang
paling penting dalam pembentukan hemoglobin. Setiap orang harus memiliki
sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima
juta sel darah merah per millimeter darah.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami mengangkat beberapa masalah yang akan dibahas
yaitu ;
1. Pengertian Anemia
2. Manifestasi klinik
3. Etiologi
4. Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
5. Patofisiologi
6. Klasifikasi anemia
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Anemia
2. Mangetahui Manifestasi klinik Anemia
3. Mangetahui Etiologi Anemia
4. Mangetahui Diagnosis (gejala atau tanda-tanda) Anemia
5. Mangetahui Patofisiologi Anemia
6. Mangetahui Klasifikasi Anemia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung
eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb <
14 g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita
(Kapita selekta kedokteran, 2001).
Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan
mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan
merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan
patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti
serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
B. Manifestasi Klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat
menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

kecepatan timbulnya anemia


umur individu
mekanisme kompensasinya
tingkat aktivitasnya
keadaan penyakit yang mendasari, dan
parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit

O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau


lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder
hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah
merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%)
memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan
biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.

Mekanisme kompensasi bekerja melalui:

(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah


pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan, dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.
C. Etiologi
1. Karena Cacat Sel Darah Merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak
sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan
menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi
sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera
dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut
senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini
menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di
DNA.
2. Karena Kekurangan Zat Gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan
oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena
kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun
sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan
adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang
seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi
penyulit yang terjadi.
3. Karena Perdarahan
Kehilangan

darah

dalam

jumlah

besar

tentu

saja

akan

menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi


anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini
secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan
dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala
usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin

mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan


tranfusi.
4. Karena Otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan
menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan.
Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila
hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena
dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
D. Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
1.
2.
3.
4.

Kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah


Sakit kepala, dan mudah marah
Tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
Pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan
rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman

serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan
merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan,
dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik
guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan
aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung
yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua
dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada
anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung
yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja
jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan
cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus
(telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada
susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran
cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala
5

ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan
lidah dan mulut).
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangasel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat
akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal 1 mg/dl, kadar diatas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia).

Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas

haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk


mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum
tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia

Viskositas darah menurun

Resistensi aliran darah perifer

Penurunan transport O2 ke jaringan

Hipoksia, pucat, lemah

Beban jantung meningkat

Kerja jantung meningkat

Payah jantung

F. Klasifikasi Anemia
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro
menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan
warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran
dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis
ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi,
gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakitpenyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom.
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi
normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan
oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang
ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada
kemoterapi

kanker,

sebab

agen-agen

metabolisme sel.

yang

digunakan

mengganggu

Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom.


Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan
sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia
(penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab
utama yang dipikirkan adalah
(1) Meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
(2) Penurunan atau gangguan pembentukan sel.
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh
perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh
trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon,
penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel
darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila
gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan
penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri
terganggu adalah:
1. Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan,
misal nya anemia sel sabit
2. Gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis
herediter
4. Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat
dehidrogenase).
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis
dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang
seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai
individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang
tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap selsel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik
otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu
8

obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada


penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus
eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun
selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan
sel-sel darah merah antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan
menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh
parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah,
dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang
terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler,
1983)
Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang
hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat
penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat
khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah
merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang
mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah:
(1) Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel
mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
(2) Penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakitpenyakit infeksi dan defiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin
C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif
sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus
digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.

1. Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk


disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini
jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami
pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan
normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum
tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut pungsi kering dengan
hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak.
Langkah-langkah

pengobatan

terdiri

dari

mengidentifikasi

dan

menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat


ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa
keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
a. Gejala-Gejala Anemia Aplastik
Kompleks

gejala

anemia

aplastik

berkaitan

dengan

pansitopenia. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah


defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)


Epistaksis (perdarahan hidung)
Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran kemih
Perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya

terkena infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit
jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit
yang kurang dari 20.000 dapat mengakibatkan kematian dan infeksi
dan/atau

perdarahan

dalam

beberapa

minggu

atau

beberapa

bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahuntahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif
sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan
perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan

10

penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan


dan infeksi.
b. Pencegahan Anemia Aplastik dan Terapi Yang Di Lakukan
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang
dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat
yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau
infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu
sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen
perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan
eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia
aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g
dengan tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara
sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik
terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara
kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada
kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan
globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan
sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini
dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang
tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai
anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis
hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia.
Khususnya

terjadi

pada

wanita

usia

subur,

sekunder

karena

kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi


selama hamil.

11

a. Penyebab Lain Defisiensi Besi adalah:


(1) Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi
makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada
individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
(2) Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3) Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran
cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises
esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata
mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan
besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin
yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut
melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis.
Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot)
dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati,
limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai
hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
b. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya
sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada
persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih
banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung
dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum
proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum
tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di
jaringan.
c. Tanda dan Gejala Anemia Pada Penderita Defisiensi Besi
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan
besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun
wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai
28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti
selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi

12

oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan


plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang
pada waktu melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia,
penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40
mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh
dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya
berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah
mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging,
dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis,
pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah
normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada
sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom
disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin
normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas
meningkat besi serum meningkat.
d. Pengobatan Anemia Pada Penderita Defisiensi Besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan
menemukan

penyebab

dasar

anemia.

Pembedahan

mungkin

diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh


polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin
diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu
dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam
dosis besar.Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang
tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk
meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi
tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita
memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti
ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif,
sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi
yang merugikan.
13

3. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya
sebagai anemia makrositik normokrom.
a. Sebab-Sebab Atau Gejala Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi
vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA
terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi,
malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat pada anemia
pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan
keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing
pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang
terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan
vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik
(Beck, 1983).
Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia
megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek
klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua
dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada
kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada
anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan
sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obatobat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
b. Pencegahan Anemia Pada Penderita Anemia Megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah
diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah
daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau
yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga
diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50%
sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai
banyak air.

14

Folat diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas,


terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan dalam hati.
Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis kirakira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah
dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi
folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat
(radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan.
Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung
pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini
adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam
folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang
dirawat di rumah sakit sering memberi respon spontan bila di
berikan diet seimbang.

15

BAB III
KONSEP ASKEP
A. PENGKAJIAN
a. Riwayat Kesehata
1. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang paling utama pada penderita anemia adalah
lemah atau pusing.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan pasien pada saat dikaji dan diperiksa.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit anemia sebelumnya ?.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat penyakit keturunan
seperti diabetes militus, penyakit jantung, struk ?.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pucat, keletihan, kelemahan, nyeri kepala, demam, dispnea, vertigo,
sensitif terhadap dingin, berat badan menurun.
2. Kulit
Kulit kering, kuku rapuh.
3. Mata
Penglihatan kabur, perdarahan retina.
4. Telinga
Vertigo, tinnitus.
5. Mulut
Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis.
6. Paru paru
Dispneu.
7. Kardiovaskuler
Takikardi, hipotensi, kardiomegali, gagal jantung.
8. Gastrointestinal
Anoreksia.
9. Muskuloskletal
Nyeri pinggang, nyeri sendi.
10. System persyarafan
Nyeri kepala, binggung, mental depresi, cemas.
B. Diagnosa keperawatan

16

1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan
granulosit (respon inflamasi tertekan).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /
absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
C. Intervensi dan rasional
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan
granulosit (respon inflamasi tertekan).
a. Tujuan
Infeksi tidak terjadi.
b. Kriteria hasil
Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah / menurunkan risiko
infeksi dan meningkatkan penyembuhan luka.
c. Intervensi
1) Anjurkan pasien untuk mencuci tangan.
2) Berikan perawatan kulit, perianal dan oral.
d. Rasional
1) Mencegah kontaminasi mikroorganisme.
2) Menurunkan risiko kerusakan kulit, jaringan atau infeksi.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
a. Tujuan
Peningkatan perfusi jaringan.
b. Kriteria hasil
Penunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
c. Intervensi
1) Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit / membran
mukosa, dasar kuku.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
d. Rasional
1) Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2) Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi
untuk kebutuhan seluler.

17

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /
absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
a. Tujuan
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b. Kriteria hasil
1) Menunujukkan peningkatan / mempertahankan berat badan
dengan nilai laboratorium normal.
2) Midak mengalami tanda mal nutrisi.
3) Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
c. Intervensi
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
3) Timbang berat badan setiap hari.
4) Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau makan
diantara waktu makan.
d. Rasional
1) Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukkan kalori atau
kualitas kekurangan konsumsi makanan.
2) Memudahkan intervensi.
3) Mengawasi penurunan berat badan.
4) Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukan nutrisi.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan
pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya (Lynda Juall Capenito, 1999:28).
Evaluasi pada pasien dengan diagnose medis anemia adalah :
a. Infeksi tidak terjadi.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Peningkatan perfusi jaringan.

18

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut: Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau
hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila
Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada
wanita. Etiologi anemia Karena cacat sel darah merah (SDM).Karena
kekurangan zat gizi,Karena perdarahan,Karena otoimun.
Patofisiologi anemia /Timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah
merah.

19

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC.


Jakarta.
Mansjoer. Arief., 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, jilid I, Jakarta :
Media Aeusculapius
Sukandar, Elin Yulinah, dkk., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta

20

21

Anda mungkin juga menyukai