Anda di halaman 1dari 13

A.

KONSEP DASAR MEDIS FRAKTUR


1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
(Price&Wilson, 2006)

2. Etiologi
Klasifikasi Fraktur: (Chairuddin, 2003)
Klasifikasi etiologis
1. Fraktur traumatic
2. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan/penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan
3. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada
daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan
pada anggota gerak atas
Klasifikasi klinis
1. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan anatara fragmen tulang
dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan di kulit
3. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi
tulang
Klasifikasi radiologis
1. Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi : F. transfersal, F. oblik, F. spiral, F.Z, F. segmental, F. komunitif (lebih
dari deaf ragmen), F. baji biasa pada vertebra karena trauma, F. avulase, F. depresi,
F. pecah, F. epifisis
3. Menurut ekstensi : F. total, F. tidak total, F. buckle atau torus, F. garis rambut, F.
green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak bergeser,
bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi)
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu
Derajat I :
- Luka <1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau komunitif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II :
- Laserasi >1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
Fraktur dapat dikategorikan berdasarkan
1. Jumlah Garis
a. Simple fraktur : Terdapat satu garis fraktur
b. Multiple fraktur : Lebih dari satu garis fraktur
c. Comminutive fraktur : Lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi
fragmen kecil
2. Luas Garis Fraktur
a. Fraktur inkomplit : Tulang tidak terpotong secara total
b. Fraktur komplikasi : Tulang terpotong total
c. Hair line fraktur : Garis fraktur tidak tampak
3. Bentuk Fragmen
a. Green stick : Retak pada sebelah sisi dari tulang (sering pada
anak-anak)
b. Fraktur transversal : Fraktur fragmen melintang
c. Fraktur obligue : Fraktur fragmen miring
d. Fraktur spiral : Fraktur fragmen melingkar
3. Patofisiologi

Trauma Trauma tidak Kondisi


langsung langsung patologis

Faktur
Nyeri Akut
Diskontinuitas
tulang

Pergeseran
fragmen tulang
Kerusakan
fragmen tulang
Perub jaringan
sekitar

Tek sumsum tulang


lebih tinggi dari kapiler
Pergeseran Spasme otot
fragmen tulang

Peningkatan Melepaskan
Deformitas tek perifer katekolamin

Ggn Fungsi Pelepasan Metabolisme


Ekstermitas histamin asam lemak

Protein plasma Bergabung


Kerusakan
hilang dengan trombosit
Mobilitas Fisik

Edema Emboli
Laserasi Kulit
Penekanan Menyumbat
pembuluh pembuluh darah
darah
Putus
vena/arteri

Kerusakan integritas kulit Ketidakefektifan perfusi


jaringan perifer
Resiko infeksi

Perdarahan Kehilangan Resiko syok (hipovolemik)


volume cairan
4. Manifestasi Klinis
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma
olah raga)
4. Gangguan fungsi anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau daatang dengan gejala-gejala lain
(Apley,A. Graham, 1995)
Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/kosta 3-6 minggu
Distal radius 6 minggu
Diafisis ulna dan radius 12 minggu
Humerus 10-12minggu
Klavikula 6 minggu
Panggul 10-12 minggu
Femur 12-16 minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 minggu
Tibia/fibula 12-16 minggu
Vertebra 12 minggu
Sumber : pengantar ilmu bedah ortopedi hal : 371

5. Pemeriksaan penunjang (Apley,A. Graham, 1995)


1. X-ray : menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung Darah Lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi ataucedera
hati.

6. Penatalaksanaan (Apley,A. Graham, 1995)


Prinsip penanganan fraktur meliputi :
1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang
digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan
pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna. Mempertahankan dan
mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah,
nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk
penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

7. Masalah yang lazim muncul (Nanda, 2015)


1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan frgamen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke jaringan
3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
5. Resiko infeksi

8. Discharge Planning (harper e.a, 1998; fredericton, nb,2002)


1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Control sesuai jadwal
5. Minum obat seperti yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Aktifitas sedang dapat dilakukan untuk mencegah keletihan karena mengalami
kesulitan bernafas
8. Hindari trauma ulang
A. KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan
banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth,
2002)
2) Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses
perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan
post operasi
b. Pola Kebiasan
1) Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi
2) Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
3) Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan
yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat
terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak
hospitali
4) Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga aktivitas
pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan
pasien masih dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)
5) Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat
tidur.
6) Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu dapat
juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat muncul pada
pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.
7) Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti
8) Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien
dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna
9) Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan
dari kepala sampai kejari kaki.
Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan
mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan
kulit.
Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita
adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya
terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui
struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada
pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner
& Suddarth, 2002)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pasca operasi ortopedi
adalah sebagai berikut.
a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan, dan imobilisasi.
b. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat
yang mengikat, gangguan peredaran darah.
c. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan kemandirian.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur
pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips).
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasive.

3. Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien postoperatif ortopedi disusun seperti berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan, dan imobilisasi.

Tujuan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria Hasil :

1) Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang


2) Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan
ketidaknyamanan.
3) Bergerak dengan lebih nyaman

Intervensi :

1) Lakukan pengkajian nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis nyeri.

R/ Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat menentukan diagnosa


selanjutnya.

2) Kaji adanya edema, hematom, dan spasme otot.

R/ Adanya edema, hematom dan spasme otot menunjukkan adanya penyebab


nyeri

3) Tinggikan ekstremitas yang sakit.

R/ Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan mengurangi


nyeri.

4) Berikan kompres dingin (es).

R/ Menurunkan edema dan pembentukan hematom

5) Ajarkan klien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi terpimpin.

R/ Menghilangkan atau mengurangi nyeri secara non farmakologis

b. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat


yang mengikat, gangguan peredaran darah.

Tujuan tidak terjadi kerusakan / pembengkakan dengan kriteria hasil :

1) Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat:


2) Warna kulit normal dan hangat.
3) Respons pengisian kapiler normal (crt 3 detik).
Intervensi :

1) Kaji status neurovaskular (misal warna kulit, suhu, pengisian kapiler, denyut
nadi, nyeri, edema, parestesi, gerakan).

R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya

2) Tinggikan ekstremitas yang sakit.

R/ Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan mengurangi


nyeri

3) Balutan yang ketat harus dilonggarkan.

R/ Untuk memperlancar peredaran darah.

4) Anjurkan klien untuk melakukan pengeseran otot, latihan pergelangan kaki, dan
"pemompaan" betis setiap jam untuk memperbaiki peredaran darah.

R/ Latihan ringan sesuai indikasi untuk mencegah kelemahan otot dan


memperlancar peredaran darah

c. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan kemandirian

Tujuan pasien mampu melaksanakan tugas secara mandiri dengan kriteria hasil :

1) Klien memperlihatkan upaya memperbaiki kesehatan.


2) Mengubah posisi sendiri untuk menghilangkan tekanan pada kulit.
3) Menjaga hidrasi yang adekuat.

Intervensi :

1) Bantu klien untuk merubah posisi setiap 2 jam.

R/ Untuk mencegah tekanan pada kulit sehingga terhindar pada luka decubitus.

2) Lakukan perawatan kulit, lakukan pemijatan dan minimalkan tekanan pada


penonjolan tulang.

R/ Untuk menjaga kulit tetap elastic dan hidrasi yang baik.


3) Kolaborasi kepada tim gizi; pemberian menu seimbang dan pembatasan susu.

R/ Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.

d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur


pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips)

Tujuan pasien mampu melakukan mobilisasi sesuai terapi yang diberikan dengan
kriteria hasil :

1) Klien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik.


2) Menggunakan alat imobilisasi sesuai petunjuk.
3) Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran

Intervensi :

1) Bantu klien menggerakkan bagian cedera dengan tetap memberikan sokongan


yang adekuat.

R/ Agar dapat membantu mobilitas secara bertahap

2) Ekstremitas ditinggikan dan disokong dengan bantal.

R/ Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan mengurangi


nyeri

3) Nyeri dikontrol dengan bidai dan memberikan obat anti-nyeri sebelum


digerakkan.

R/ Mengurangi nyeri sebelum latihan mobilitas

4) Ajarkan klien menggunakan alat bantu gerak (tongkat, walker, kursi roda), dan
anjurkan klien untuk latihan.

R/ Alat bantu gerak membantu keseimbangan diri untuk latihan mobilisasi

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil : Tidak terjadi Infeksi

Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotik

R/ Untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk pasien

2) Pantau tanda-tanda vital

R/ Peningkatan suhu tubuh di atas normal menunjukkan adanya tanda-tanda


infeksi

3) Pantau luka operasi dan cairan yang keluar dari luka

R/ Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukkan adanya tanda infeksi dari
luka.

4) Pantau adanya infeksi pada saluran kemih

R/ Retensi urine sering terjadi setelah pembedahan

4. Evaluasi
a. Nyeri berkurang sampai dengan hilang
b. Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan perifer
c. Pemeliharaan kesehatan terjaga dengan baik
d. Dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.
e. Tidak terjadi perubahan konsep diri; citra diri, harga diri dan peran diri
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskletal. Edisi 1.

Prof. Chairuddin rasjad, md.,phd. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Bintang lamumpatute. Ujung
pandang 2003.

Price, sylvia Anderson, Wilson, Lorraine mc carty. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit,ed. Volume 1&2. Egc. Jakarta.

Harper E.A. (1998). Discharge Planning: An interdisciplinary method. Silverberg Press:


Chicago, IL.

New Brunswick Department pf Health and Wellness (2002). Job definition of a discharge
planning coordinator.Author: Fredetiction, NB.

Apley, A. Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika,
Jakarta.1995.

Anda mungkin juga menyukai