Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar klien adalah
sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien.Hal ini dimungkinkan karena belum
adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya tindakan anestesi yang membuat klien
tidak sadar dan membuat klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari
efek anestesi.Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan benar-benar
teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama jantung, paru,
pernafasan.Untuk itu diperlukan perawatan yang komprehensif dan menyeluruh guna
mempersiapkan tindakan operasi sampai dengan benar-benar aman dan tidak merugikan
klien maupun petugas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gangguan pernapasan?
2. Apa saja etiologi gangguan pernapasan?
3. Apa saja patofisiologi gangguan penapasan?
4. Apa saja tanda dan gejala gangguan pernapasan?
5. Bagaimana asuhan keperawatan post operatif?
6. Bagaimana melatih nafas dalam & batuk efektif?
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tujuan
Mengerti dan memahami pengertian gangguan pernapasan.
Mengerti dan memahami etiologi terjadinya gangguan pernapasan.
Mengerti dan memahami patofisiologi gangguan pernapasan.
Mengerti dan memahami tanda dan gejala gangguan pernapasan.
Mengerti dan memahami asuhan keperawatan post operasi.
Melatih nafas dalam dan batuk efektif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT
1

1. PENGERTIAN
Gangguan pada sistem pernapasan adalah terganggunya pengangkutan O 2 ke sel sel atau jaringan tubuh; disebut asfiksi.Asfiksi ada bermacam-macam misalnya
terisinya alveolus dengan cairan limfa karena infeksi Diplokokus pneumonia atau
Pneumokokus yang menyebabkan penyakit pneumonia. Keracunan asam sianida,
debu, batu bara dan racun lain dapat pula menyebabkan terganggunya pengikatan O 2
oleh hemoglobin dalam pembuluh darah, karena daya afinitas hemoglobin juga lebih
besar terhadap racun dibanding terhadap O2. Asfiksi dapat pula disebabkan karena
penyumbatan saluran pernapasan oleh kelenjar limfa, misalnya polip, amandel, dan
adenoid.Gangguan pernapasan yang sering terjadi adalah emfisema berupa penyakit
yang

terjadi

karena

susunan

dan

fungsi

alveolus

yang

abnormal.

(http://repository.usu.ac.id)
2. ETIOLOGI ( Penyebab Terjadinya Gangguan Pernapasan )
Penyebab utama penyakit pernapasan, yaitu:
a) Mikroorganisme patogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis;
b) Partikel - partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian
makrofag yang menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan
merangsang reaksi jaringan;
c) Partikel - partikel organik yang merespons imun;
d) Kelebihan beban sistem akibat paparan terus - menerus terhadap debu
berkadar tinggi yang menumpuk disekitar saluran napas terminal.
Sedangkan faktor lain yang menyebabkan terjadinya gangguan pernapasan adalah
kebiasaan merokok, keturunan, perokok pasif, polusi udara dan riwayat infeksi
pernapasan sewaktu kecil. (http://repository.usu.ac.id)

3. PATOFISIOLOGI
a. HIPOKSIA dan HIPOKSEMIA
Hipoksia merupakan suatu mekanisme utama yang terjadi pada penyakit
paru paru akibat adanya penurunan suplai oksigen. Hipoksia itu sendiri berarti
kurangnya ( hipo ) oksigen dalam jaringan, sedangkan hipoksemia merupakan
kekurangan oksigen pada tingkat darah / arteri ( heme ). (Irman Somantri, 2009,
hlm.17)
2

Jenis hipoksia adalah sebagai berikut :


a) Hipoksia Hipoksik
Hipoksia jenis ini muncul akibat kurangnya suplai oksigen ataupun kadar
oksigen yang ada di lingkungan ( tekanan parsial arteri [ PaO2 ] rendah ).
Biasanya merupakan masalah individu normal pada dataran tinggi, dimana
kadar PO2 sangat rendah sehingga orang yang berada pada tempat tersebut
akan merasa kesulitan menarik nafas dan ini merupakan komplikasi dari
pneumonia, dapat pula terjadi pada tempat dimana banyak sekali orang dalam
satu ruangan dengan ventilasi yang kurang. (Irman Somantri, 2009, hlm.18)
Penyebab Hipoksia Hipoksik antara lain adalah :
1) Penurunan PO2 udara inspirasi ( ketinggian, kekurangan oksigen );
2) Hipoventilasi;
3) Gangguan difusi alveolar kapiler;
4) Rasio ventilasi perfusi abnormal atau gangguan ventilasi perfusi.
b) Hipoksia Anemik
Terjadi akibat tekanan parsial oksigen arteri ( PaO2 ) normal tetapi jumlah
hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen berubah. Sering muncul
pada kondisi anemia berat, gagal ginjal kronik, dan lain lain. Klien dengan
anemia dapat sangat mengalami kesulitan sewaktu melakukan aktivitas sebab
kemampuan yang terbatas untuk meningkatkan pengangkutan oksigen ke
jaringan yang aktif. (Irman Somantri, 2009, hlm.18)
c) Hipoksia Stagnan / iskemik
Hipoksia terjadi akibat adanya penurunan stroke volume dan cardiac output
yang mengakibatkan penurunan konsumsi oksigen oleh jaringan.Kondisi ini
terjadi ketika aliran darah ke jaringan sangat lambat, sehingga oksigen yang
adekuat tidak dapat dikirim ke jaringan walaupun PO 2 dan konsentrasi
hemoglobin normal.Kondisi ini sering terjadi pada kondisi gagal jantung.
(Irman Somantri, 2009, hlm.18).
d) Hipoksia histotoksik
Jenis ini terjadi akibat adanya zat racun yang masuk bersama dengan udara
yang dihirup. Hipoksia ini disebabkan karena penghambatan proses oksidasi
jaringan. Sering timbul pada area tambang atau pada kondisi polusi dan kasus
yang paling berat adalah keracunan sianida. (Irman Somantri, 2009, hlm.18).
3

b. HIPERKAPNEA
Secara harfiah hiperkapnea adalah berlebihnya ( hiper ) karbon dioksida
dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia
adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO2 yang diproduksi atau
dengan kata lain timbulnya retensi CO2 di dalam jaringan. (Irman Somantri, 2009,
hlm.19)
Faktor yang mendasari hal tersebut terjadi adalah sebagai berikut.
1) Produksi CO2 yang meningkat.
2) Dorongan ventilasi menurun ( klien tidak mau bernafas ).
3) Malfungsi pompa respirasi atau resistensi saluran nafas yang meningkat ,
sehingga menyulitkan klien mempertahankan ventilasi adekuat ( klien tidak
dapat bernafas ).
4) Inefisiensi pertukaran gas ( ketidakcocokkan rasio ventilasi perfusi atau
ruang rugi atau anatomical dead space yang meningkat ).

4. TANDA DAN GEJALA


a. Tanda klinis klien hipoksia (Arif Muttaqin, 2008 )
Hipoksia dapat terjadi secara akut atau kronik.Gejala awal dari hipoksia adalah
peningkatan denyut nadi, peningkatan jumlah dan kedalaman nafas, dan diikuti
peningkatan tekanan darah sistolik.Gejala lanjutan hipoksia mencakup penurunan
denyut nadi dan penurunan tekanan darah sistolik, dispnea, batuk, hemoptisis, serta
kemungkinan sianosis dapat timbul.
Gejala lain pada hipoksia akut adalah nause, vomiting, oliguria, dan mungkin
anuria. Hipoksia dapat memengaruhi sistem saraf pusat, sehingga dapat menyebabkan
sakit kepala, apatis ( penurunan kesadaran ), dizzines, iritabilitas, dan kehilangan
memori. Korteks serebral hanya dapat menoleransi terjadinya hipoksia selama 3 5
menit.Pada kondisi lanjut, pada jari klien biasanya timbul clubbing finger.Terjadinya
clubbing finger disebabkan oleh terhambatnya pengangkutan oksigen dan suplai

darah arteri ke jari yang ditandai dengan pembengkakan pada dasar jari menjadi dan
meningkatnya ukuran ujung jari, sudut antara jari, dan dasar jari yang lebih dari 160.

Gambar 1 :Clubbing Finger


Sumber : healthcentral.com
b. Tanda - Tanda dan Gejala Gangguan Pernapasan
Yang termasuk tanda dan gejala gangguan pernapasan adalah batuk, sputum
(dahak ), dispnea, nyeri dada. (http://repository.usu.ac.id)
a) Batuk
Batuk merupakan gejala paling umum dari penyakit pernapasan.Rangsangan yang
biasanya

menimbulkan

batuk

adalah

rangsangan

mekanik,

kimia

dan

peradangan.Inhalasi debu, asap dan benda asing kecil sering merupakan penyebab
paling sering dari batuk.
b) Sputum ( dahak )
Orang dewasa membentuk sputum sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari,
sedangkan dalam keadaan saluran napas terganggu biasanya sputum yang dihasilkan
melebihi 100 ml per hari.
c) Hemoptisis
Istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum berdarah.
d) Dispnea
Dispnea sering juga disebut dengan sesak napas, perasaan sulit bernapas dan
merupakan gejala utama penyakit kardiovaskuler.
e) Nyeri dada
Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit paru
- paru adalah akibat radang pleura.
5. PENGOBATAN
Agen farmakologi untuk penyakit saluran pernafasan (Irman Somantri, 2009, hlm.
33).
1) Antimikrobial ( Antibiotik )
Biasanya Ampicillin dan Tetracycline dapat digunakan untuk mengobati
infeksi paru.Meskipun begitu penyebab yang sering pada infeksi saluran
pernafasan adalah virus.Pengobatan untuk infeksi virus bersifat simptomatik.
5

2) Bronkodilator
Bekerja

langsung

pada

otot

bronkus

untuk

mengurangi

bronkospasme.Biasanya dibedakan menjadi dua grup yaitu sebagai berikut.


-adrenergik, seperti Albuterol ( Ventolin ).
Theophyline, seperti Aminophyline.
Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan denyut jantung (
heart

rate ), palpitasi, nervousness, tremor, mual ( nausea ) dan anoreksia.

3) Adrenal Glukokortikoid ( Prednison )


Digunakan untuk mengurangi inflamasi, dengan cara mempertebal dinding
bronkial dan menurunkan ukuran dari lumen bronkial.
4) Antitusif
Berfungsi untuk menghambat refleks batuk pada pusat batuk. Seperti
Benzinatate (Tessalon), Codein Phosphate, Dextrometorphan Hydrobromida
(Robitusin DM ), dan Hydrocodone Bitartrate ( Hycodan ).
5) Mukolitik
Membantu mengencerkan sekresi pulmonal agar dapat diekspektorasikan.
Obat ini diberikan kepada klien dengan sekresi mukus yang abnormal, kental pada
penyakit akut dan kronis seperti pneumonia, brokitis, tuberkulosis serta kistik
fibrosis. Acetilcystein ( Mucomyst ) berbentuk aerosol dapat digunakan untuk
mengurangi kekentalan dari sekresi.
6) Antialergenik
Cromolyn Sodium ( Intal ) merupakan antialergen yang khusus untuk
klien dengan asma. Obat ini mampu menstabilkan mast sel serta menghambat
pelepasan mediator tipe I dari reaksi alergi ( histamin dan Slow Reacting
Substance of Anaphylaxis SRS A ).
7) Vasokonstriktor dan Dekongestan
Pengobatan ini diberikan dengan beberapa cara, yaitu topikal, parenteral,
dan oral. Contoh dekongestan adalah Ephedrine Sulfate dan Phenylephrine
Hydrochloride.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Terapi Oksigen ( Irman Somantri, 2009 )

Oksigen tambahan diberikan untuk beberapa klien yang mengalami hipoksemia.


Jika hipoksemia teratasi, maka hipoksia akan dapat dicegah.
Terdapat tiga indikasi utama untuk pemberian oksigen yaitu sebagai berikut :
a) Menurunnya arterial blood oxygen.
b) Meningkatnya kerja nafas.
c) Kebutuhan untuk menurunkan kerja miokardial.
2) Fisioterapi Dada
Terdiri atas postural drainase, perkusi dada, dan vibrasi dada.Biasanya ketiga
metode ini digunakan pada posisi yang berbeda diikuti dengan nafas dalam dan
batuk.
3) Inhalasi Nebulizer
Alat bantu pernapasan yang dapat digunakan sebagai terapi untuk mengencerkan
dahak dengan pengasapan ( terapi uap ).
4) Pemberian pengobatan sesuai indikasi.
5) Dukungan Nutrisi sesuai kebutuhan.

TINJAUAN PUSTAKA ASKEP POST OPERATIF


7

A. PENGERTIAN
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif
yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya
B. KOMPLIKASI PASCA OPERATIF
1. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme.
Tanda-tandanya :
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum

c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan


menggunakan narkotik secara bijaksana
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
g. Pemantauan tanda vital
Pengobatan :
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
c. Pemantauan status pernafasan dan CV
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen
darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
f. Penggunaan beberapa jalur intravena
g. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema)
2. Hemorrhagi
Jenis :
a. H. Primer : terjadi pada waktu pembedahan

b. H. Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke


tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari
pembuluh darah yang tidak terikat
c. H. Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh
darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh
selang drainage.
Tanda-tanda :
Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat,
suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c. Inspeksi luka bedah
d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya
f. Observasi VS.
3. Trombosis Vena Profunda (TVP)
Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial.
Manifestasi klinis :
a. Nyeri atau kram pada betis
10

b. Demam, menggigil dan perspirasi


c. Edema
d. Vena menonjol dan teraba lebih mudah
Pencegahan :
a. Latihan tungkai
b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau bentuk
lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama
Pengobatan :
a. Ligasi vena femoralis
b. Terapi antikoagulan
c. Pemeriksaan masa pembekuan
d. Stoking elatik tinggi
e. Ambulasi dini.
4.

Embolisme Pummonal
Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna
menyumbat arteri pulmonal.Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca
operatif.

5.

Retensi urine
11

Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.
6.

Delirium
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.

C. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Status Respirasi
Melipuiti :
a. Kebersihan jalan nafas
b. Kedalaman pernafasaan.
c. Kecepatan dan sifat pernafasan.
d. Bunyi nafas
2. Status sirkulatori
Meliputi :
a. Nadi
b. Tekanan darah
c. Suhu
d. Warna kulit
3. Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
4. Balutan
Meliputi :
a. Keadaan drain
b. Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
5. Kenyamanan
Meliputi :
12

a. Terdapat nyeri
b. Mual
c. Muntah
6. Keselamatan
Meliputi :
a. Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
b. Kabel panggil yang mudah dijangkau.
c. Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7. Perawatan
Meliputi :
a. Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
b. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung,
sifat dan jumlah drainage.

8. Nyeri
Meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.

Waktu
Tempat.
Frekuensi
Kualitas
Faktor yang memperberat / memperingan

9. Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur
pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang
menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi
serta ekspresi wajah.
10. Pemeriksaan Laboratorium

13

Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan


manifestasi klinik post operasi. Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum
anatara lain :
a. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap.
b. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan
insufisisensi ginjal.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Diagnosa Umum :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.

B. Diagnosa Tambahan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan elektrolit.
Immobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
A. DIAGNOSA UMUM
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
Tujuan

: Anak menunjukkan pertukaran gas yang normal, bersihan jalan nafas


yang efektif dan pola nafas dalam batas normal.

Kriteria hasil : PO2dan CO2 dalam batas nilai normal, tidak sesak nafas, batuk
produktif, cianosis tdak ada, tidak ada tachypnea,ronki dan wheesing
tidak ada
Intervensi

1. Pertahankan kepatenan jalan nafas; pertahankan support ventilasi bila


14

diperlukan ( oksigen 2 ml dengan kanule ).


2. Kaji fungsi pernafasan; auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap 15 menit
sampai 4 jam.
3. Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oximetry.
4. Kaji kenyamanan posisi tidur anak.
5. Monitor efek samping pengobatan; monitor serum darah;theophyline dan
catat kemudian laporkan dokter. Normalnya 10-20 ug/ml pada semua usia.
6. Berikan cairan yang adekuat per oral atau peranteral
7. Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada, ajarkan batuk dan
nafas dalam efektif setelah pengobatan dan pengisapan sekret ( suction ).
8. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan
kecemasan.
9. Berikan terapi bermai sesuai usia.
2.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.


Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
o tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
o luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
3. Pantau peningkatan suhu tubuh.
4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering
dan steril, gunakan plester kertas.
5. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
7. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

3.
Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
Tujuan: Nyeri berkurang
Kriteria hasil :

Klien mengatakan nyeri berkurang


Ekspresi wajah klien tenang.
15

Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.


Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
Tanda tanda vital dalam batas normal.

Rencana tindakan :
1. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas
dalam, visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
2. Observasi tanda tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan (analgesik
atau anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri
B. DIAGNOSA TAMBAHAN
1. Bersihan jalan nafas in-efektif b.d efek depresan dari medikasi dan agen anesthetik
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
o Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
o Mendemontrasikan batuk efektif.
o Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
16

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.


R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek.napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi
sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.


Pemberian expectoran.
17

Pemberian antibiotika.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang
gerak.
Tujuan : Melancarkan klien dalam berkemih
Kriteria hasil :
Pasien berkemih tanpa kesulitan
Haluaran urine 100 ml selama setiap berkemihdan adekuat (kira-kira 1000-1500
ml) selama periode 24 jam.
Intervensi :
1.

Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.

2.

Pantau haluarna urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml
dalam suatu waktu.

3.

Permudah berkemih dengan mengimplementasikan : pada posisi normal


untuk berkemih rangsang pasien dengan mendengar air mengalir/tempatkan pada
baskom hangat.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.


Tujuan : menambah pengetahuan pasien
Kriteria hasil : menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana
pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
beradasarkan informasi.
b. Berikan informasi tentang: resiko infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran,
jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat,
persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.

18

Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan


m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak kurang
lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda.
Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu
mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri
d. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah
tentang rencana pengobatan selanjutnya.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan
membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
4. Cemas

berhubungan

dengan

kurangnya

pengetahuan

tentang

prosedur

pembedahan.
Tujuan : Setelah dirawat kien kooperatif, tidak gelisah dan tenang.
Kriteria hasil :
Klien tampak tenang
Intervensi :
a. Lakukan komunikasi terapeutik
Rasional : Membinan hubungan saling percaya
b. Berikan orientasi ruangan
Rasional : Mengurangi stress adaptasi
c. Dorong klien agar mengepresikan perasaannya
Rasional : Menggali perasaan dan masalah klien
d. Berikan suport mental
Rasional : Mengurangi cemas dan meningkatkan daya tahan klien
e. Berikan keluarga mengunjungi pada saat-saat tertentu
Rasional : Untuk meningkatkan semangat dan motivasi
f. Berikan informasi realistis sesuai dengan tingkat pemahaman klien
Rasional : Agar klien memahami tujuan perawatan yang dilakukan.
5. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan
elektrolit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pasien dapat menunjukan
peningkatan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Kriteria Hasil:

Nafsu makan meningkat


19

Peningkatan masukan oral


Peningkatan aktivitas
Massa otot
Berat badan
Intervensi Keperawatan
1. Timbang BB setiap hari
2. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
3. Berikan kondisi yang relaks saat menyajikan makanan
4. Ajarkan atau bantu individu untuk beristirahat sebelum makan
5. Pertahankan kebersihan mulut yang baik sebelum dan sesudah makan
6. Berikan makan dalam porsi kecil namun sering
7. Makan makanan kering (crakers) saat bangun tidur
8. Makan makanan asin bila tidak ada pantangan
9. Hindari makanan yang terlalu manis
10. Makan kapan saja bila dapat ditoleransi
11. Pada kondisi menurunnya nafsu makan, batasi asupan cairan saat makan dan
hindari mengonsumsi cairan satu jam sebelum dan sesudah makan.
6. Immobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Tujuan :Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
o Penampilan yang seimbang.
o Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
o Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik:
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
20

1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.


2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Fungsi pulmonal tidak terganggu


Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
Orientasi tempat, peristiwa dan waktu
Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
Mual dan muntah dalam kontrol, nyeri minimal.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan pada sistem pernapasan adalah terganggunya pengangkutan O 2 ke sel - sel atau
jaringan tubuh; disebut asfiksi.Asfiksi ada bermacam-macam misalnya terisinya alveolus dengan

21

cairan limfa karena infeksi Diplokokus pneumonia atau Pneumokokus yang menyebabkan
penyakit pneumonia.
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif
yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya

Saran
Dalam mengerjakan tugas hendaknya kita memiliki kesadaran untuk mengerjakan tugas
tersebut dengan sebaiknya dan menciptakan kerjasama antar anggota kelompok agar tugas yang
dikerjakan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.Karena setiap tindakan yang kita lakukan
membutuhkan ketelitian agar tindakan yang dilakukan bisa diselesaikan dengan baik.Penulis
menyadari makalah ini belumlah sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan dari
pembaca agar makalah ini bisa lebih baik.Demikian tugas ini kami buat semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi semua.

DAFTAR PUSTAKA
1) http://www.scribd.com/doc/54740478/Makalah-KMB-1-Monitoring-Pre-Dan-Post
2) http://www.scribd.com/doc/76227258/patofisiologi
3) Somantri Irman. (2009). ( Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan )(Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.

22

4) Muttaqin Arif.(2008). (Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem


pernafasan).Jakarta : Salemba Medika.
5) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21820/4/Chapter%20II.pdf

CHECKLIST NAPAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF PADA PASIEN


POST OPERASI
Nama :....................................................

No. Mhs :......................................................

ASPEK YANG DINILAI

NILAI
1

Definisi :
Batuk efektif merupakan latihan batuk untuk mengeluarkan sekret
23

(sputum).
Napas dalam merupakan bentuk latihan napas yang terdiri atas
pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lip breathing.
Tujuan :
1. Meningkatkan ventilasi alveoli
2. Memelihara pertukaran gas
3. Mencegah atelektasi paru
4. Meningkatkan efisiensi batuk
5. Merangsang terbukanya system kolateral.
6. Meningkatkan distribusi ventilasi.
7. Meningkatkan volume paru
8. Memfasilitasi pembersihan saluran napas
Indikasi :
1. Restriksi ekspansi dada,
2. klien dengan PPOM (misal asma dan bronkitis)
3. pada klien pada tahap penyembuhan setelah pembedahan
toraks.
4. COPD/PPOK,
5. Emphysema,
6. Fibrosis,
7. Asma,
8. Chest infection,
9. Pasien bedrest, atau
10. Post operasi
Persiapan Alat :
1. Sputum pot
2. Lisol 2-3%
3. Handuk pengalas
4. Peniti
5. Bantal (jika dperlukan)
6. Tisu
7. Bengkok
Tahap Pra interaksi
1. Periksa catatan perawatan dan catatan medis pasien
2. Beri salam dan panggil pasien dengan nama yang disukai
3. Hitung frekuensi pernapasan dan kaji kedalaman serta
pengembangan paru
4. Kaji bunyi paru pasien
5. Kaji tingkat nyeri, tetapkan prosedur yang akan dilakukan serta
waktu dan frekuensi prosedur.
24

Tahap orientasi
1. Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur tindakan
yang akan dilakukan.
2. Berikan kesempatan kepada pasien atau keluarga untuk
bertanya sebelum tindakkan dimulai.
3. Pasang sampiran
4. Cuci tangan.
Tahap kerja
a. Napas Dalam
1. Atur posisi pasien untuk duduk di kursi atau tempat tidur.
2. Anjurkan pasien untuk menirukan yang dicontohkan
perawat.
Tarik napas dengan kekuatan penuh dari perut dan

dialirkan kedalam paru-paru.


Tahan napas selama 1-1,5 detik dan hembuskan napas
melalui mulut dengan bentuk mulut mencucu atau

3.
4.
5.
6.

7.
8.

seperti orang meniup.


Observasi pengembangan paru dan perut.
Betulkan teknik yang dilakukan pasien jika perlu.
Ulangi sampai 10 kali.
Evaluasi
Frekuensi pernapasan
Ekspansi paru
Auskultasi bunyi paru
Kenyamanan pasien
Rapikan peralatan dan cuci tangan
Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dan hasilnya.

b. Batuk Efetif
1. Atur posisi pasien sehingga pasien duduk ditepi tempat
duduk membungkuk kedepan.
2. Minta pasien untuk bernapas yang dalam dan pelan
dengan menggunakan pernapasan diafragma sebanyak 3
kali.
3. Minta pasien untuk menarik napas dan menahannya
selama 3-5 detik, kemudian mengeluarkan napas secara
perlahan melalui mulut semaksimal mungkin (tulang
rusuk bawah dan abdomen harus cekung kedalam).
4. Minta pasien untuk mengambil napas kedua kali, tahan,
25

keluarkan sambil batukkan dengan kekuatan penuh dari


dada (bukan dari belakang mulut atau tenggorokkan).
5. Ulangi tiga kali batuk efektif atau sampai sekret (mukus)
keluar.
6. Evaluasi
Frekuensi pernapasan
Ekspansi paru
Auskultasi bunyi paru
Kenyamanan pasien
7. Rapikan peralatan dan cuci tangan
8. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dan hasilnya.
Tahap terminasi
1. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan
kegiatan
2. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
3. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
4. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
Keterangan :
0 = Tidak dikerjakan
1 = Dikerjakan dengan lengkap/ tidak sempurna
2 = Dikerjakan dengan benar/ sempurna

26

27

Anda mungkin juga menyukai