Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
1. Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari
pengeluaran tinja yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
2. Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).
3. Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
4. Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja
yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada
3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004).
5. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari
4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya
lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)

B. KLASIFIKASI
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi :
1. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai
dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
2. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain.

C. ETIOLOGI
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut :
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
1. Infeksi
Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
Parasit
Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
2. Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3. Alergi: alergi makanan
4. Keracunan :
Keracunan bahan-bahan kimia
Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a. Jazad renik, Algae
b. Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
5. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids, dll
6. Sebab-sebab lain: faktor lingkungan dan perilaku, psikologi: rasa takut dan cemas

D. PATOFISOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup
sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang
tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa : (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit
Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam
saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi
lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap
usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga
tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk :
Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek
waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit
dan zat lain akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare,
maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
a.Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat
absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam
dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri
mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik
tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi
absorpsi air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin,
kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat
menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison
atau pada Jejunitis.
b.Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam
keadaan yang cukup tercerna. Juga waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal.
Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini
terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun
waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang
berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis
dapat menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh
lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin,
pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare.
Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin
staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh
Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan
antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus
merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
c.Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan
gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai
malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini
laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang
di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah
laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam
organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom
karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen
kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang
lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase
dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal
tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel
mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan
tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam
air.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suriadi (2001), manifestasi klinis diare yaitu :
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Kram perut
3. Demam
4. Mual
5. Muntah
6. Kembung
7. Anoreksia
8. Lemah
9. Pucat
10. Urin output menurun (oliguria, anuria)
11. Turgor kulit menurun sampai jelek
12. Ubun-ubun / fontanela cekung
13. Kelopak mata cekung
14. Membran mukosa kering

G. KOMPLIKASI
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Komplikasi Diare yaitu :
1. Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
2. Syok
3. Kejang
4. Sepsis
5. Gagal Ginjal Akut
6. Ileus Paralitik
7. Malnutrisi
8. Gangguan tumbuh kembang

H. PEMERIKSAAN PENUJANG
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
a. Lekosit Feses (Stool Leukocytes)
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses
menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti
Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah
mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
b. Volume Feses
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi
sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan
untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian
perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
c. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h
menunjukkan proses malabsorbstif.
d. Lemak Feses
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak
feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika
pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam
biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
e. Osmolalitas Feses
Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori.
Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal
adalah 290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion
organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal
mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa
jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan
normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori.
Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
f. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses
Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin.
Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
g. Pemeriksaan darah
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time,
kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam
folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi
penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau
hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol
mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit
adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau
obstruksi limfatik.
h. Tes Laboratorium lainnya
Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP
(VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid
carcinoma), cortisol (Addisons disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid
syndrome).
i. Diare Factitia
Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH
yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab
lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan
PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2
PO4.

Pemeriksaan Penunjang Lain


1. Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang
mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)
Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs
kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada
usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone
laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu
yang terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam
memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat
menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan
ke usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium
melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi
pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat
membantu dalam mengevaluasi Chrons disease, Limfoma atau sindroma
carcinoid. Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan
biopsy usus halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit
pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna
pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler.
CT Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau
endokrin pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test
Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus halus bagian
proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang
dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi
pada renal insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2) Breath Hidrogen Test
Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat, dimana akan
meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen
Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri
dan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau insufisiensi
pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan insufisiensi pancreas,
pemberian enzim pancreas akan menurunkan Breath hydrogen.
b. Test Menilai Fungsi Pancreas
1) Schiling Test
Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan B12
sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi
pancreas berat kan menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan
adalah Cobalamin (CO) dengan isotop yang berbeda. CO ini mengikat R
protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi pancreas CO tidak
diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas
Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau sekretin atau
makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan
pancreas diaspirasi melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau
enzim pancreas spesifik. Tidak adanya peningkatan bikarbonat atau enzim
pancreas setelah distimulasi menunjukkan insufisiensi pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum
proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian
ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan
bakteri.

I. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu :
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus.

Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :


Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi
dehidrasi Ringan/Sedang berat

Keadaan umum Baik Gelisah, rewel Lesu, lunglai, atau


tidak sadar
Mata Normal Cekung Cekung
Rasa haus Normal, minum Haus, ingin minm Tidak bisa minum
biasa banyak atau malas minum
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat (lebih dari
2 detik)

a. Diare tanpa dehidrasi


Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk
di infus.
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim
ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003).
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap
diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.

3. Pemberian ASI / Makanan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum
susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari

Penatalaksanaan diare didasarkan dan ditujukan untuk mengembalikan cairan dan


elektrolit serta menurunkan jumlah, volume dan frkuensi feces cair.
1. Rehidrasi
Oral Rehidrasi (pada diare ringan)
Cairan Oral yang mengandung glokose dan elektrolit (ex : Gatorade,
pedialite)
Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti oralit,
pedyalit setiap kali diare.
Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
Parental Rehidrasi (diare berat)
Cairan parental yang mengandung elektrolit, vitamin, dan nutrisi.
Cairan I : RL dan NS
Cairan II : D5 salin, nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
HSD (half strengh darrow) D 2,5 NS cairan khusus pada diare usia >
3 bulan.
2. Antidiare
Antikolinergik (loperamide /Imopdium) untuk menurunkan motilitas
pada gastrointestinal.
Antiskresi (Sandostatin) untuk menurunkan sekresi intestinal
Narkotik (Donnagel PG) untuk menurunkan menurunkan stimulasi
CNS motilitas dan sekresi pada saluran pencernaan.
Demulcent (Bismuth Subsalicylate) untuk melapisi dan melindungi
membran mucosa.
Agen antiperistaltik tidak diberikan pada pasien yang mengalami
infeksius syndrome diare. Pemberian obat antidiare tidak boleh diberikan
jangka panjang.

3. Antibiotik (sesuai bakteri infeksius)


ex : Clindamycin (cleosin) untuk infeksi karena infeksi bakteri Clostridium
Difficile, Vancomycin (Metronidasol) dapat digdiberikan pada infeksi
bakteri Clostridium Difficile.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIARE

A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
a. Riwayat Kresehatan Lalu
Adanya riwayat infeksi
Adanya riwauyat malabsorbsi
Adanya riwayat peradangan pada saluran pencernaan
Adanya riwayat iritabel bowel syndrome
Adanya riwayat penggunaan obat-obatan (antibiotik, digitalis, antidiare
Adanya riwayat pembedahan pada saluran pencernaan, radiasi.
b. Pola Kesehatan Fungsional
Pola persepsi kesehatan
Penggunaan obat laxative yang kronis
Kelemahan
Pola nutrisi metabolic
Anorexia
Nausea
Vomitus
Penurunan BB
Haus
Pola Eliminasi
Peningkatan frekuensi, dan volume feces
Perubahan warna dan karakteristik feces
Kembung
Penurunan pengeluaran urine.
Pola kognitif
Nyeri abdomen
Tenesmus
2. Data Obyektif
a. General
Letargi
Demam
Malnutrisi
b. Sistem Integumen
Pucat
Membran mukosa kering
Turgor kulit jelek
Iritasi perianal
c. Sistem Gastrointestinal
Perubahan warna feces
Distensi Abdomen
Peningkatan Bising usus
Adanya pus, darah, mucuc datau lemak dalam feces
d. Sistem Urinari
Penerunan output urine, konsentrasi urine
e. Data Penunjang
Anemia
Leukositosis
Hipoalbuminemia
Cultur Feces (+), Feces berlemak
Pemeriksaan sigmoidoscopy atau colonoscopic ditemukan abnormal
pada sistem gastrointestinal bagian bawah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang tidak adekuat
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi sekunder terhadap infeksi
usus.

C. INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Kekuranga Terpenuhinya a) Monitor tetesan a) Memantau input
n volume kebutuhan cairan infus/jam. cairan yang
cairan elektrolit dalam b) Anjurkan ibu untuk masuk dalam
berhubung tubuh setelah tetap memberikan tubuh.
an dengan dilakukan ASI. b) Zat-zat yang
output tindakan 2 x 24 c) Anjurkan orang tua terkandungan
berlebih. jam dengan untuk memberikan dalam ASI sangat
kriteria hasil: oralit sedikit- baik untuk bayi.
- Input dan sedikit tapi sering. c) Untuk
output cairan d) Ajarkan orang tua mengurangi
elektrolit cara membuat LGG defekasi yang
seimbang. (Larutan Gula berlebih.
- Menunjukkan Garam). d) Memenuhi
membran e) Anjurkan banyak kebutuhan
mukosa minum air putih. elektrolit tubuh.
lembab dan f) Kolaborasi dengan e) Menggantikan
turgor tim medis untuk cairan yang
jaringan memasang infus terbuang.
normal. kristaloid (RL). f) Memenuhi
kebutuhan cairan
elektrolit dalam
tubuh.
2. Gangguan Terpenuhinya a) Monitor BB a) Memantau
nutrisi kebutuhan nutrisi b) Temani peningkatan
kurang dari dalam tubuh pasien/anak kebutuhan nutisi
kebutuhan setelah dilakukan saat makan. dalam tubuh.
tubuh tindakan selama 2 c) Beri PenKes b) Memantau
berhubung x 24 jam dengan tentang seberapa banyak
an dengan kriteria hasil: pentingnya makanan yang
intake - orang nutrisi bagi masuk.
makanan mengerti jenis anak diare. c) Memberikan
yang tidak makanan bagi d) Anjurkan pengetahuan pada
adekuat. anak diare. orangtua orang
- Nafsu makan untuk tidak tua,makanan yang
meningkat. memberikan harus dikomsumsi
- Pasien makanan anak diare.
menghabiska tinggi serat. d) Usus tidak dapat
n 1 porsi e) Kolaborasi menyerap
makan rumah dengan tim makanan yang
sakit. gizi dalam berserat
- Berat badan pemberian e) Memenuhi
kembali makanan asupan gizi dalam
normal. rendah serat. tubuh.

3. Gangguan Rasa nyaman a) Monitor suhu tubuh a) Memantau suhu tubuh


rasa kembali terpenuhi pasien. pasien.
nyaman setelah dilakukan b) Ganti pakaian b) Memberikn
berhubung tindakan pasien jika basah. kenyamanan.
a dengan keperawatan c) Lakukan kompres c) Membuka pori untuk
hipertermi dengan kriteria hangat. melancarkan sekresi
hasil: d) Anjurkan orangtua keringat.
- Suhu tubuh untuk memberikan d) Memberikan respirasi
pasien turun pakaian longgar/ pada kulit.
nomal. (36- tipis. e) Sirkulasi udara.
370C) e) Anjurkan orangtua f) Menurunkan panas.
- Pasien untuk tidak
mengatakan memberikan
dirinya sudah selimut tebal.
merasa f) Kolaborasi dengan
nyaman tim medis untuk
pemberian
antipiretik
(paracetamol).
DAFTAR PUSTAKA

1. AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org


2. Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in
tribal preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and
Perinatal Epidemiology, No. 22, 4046.
3. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008.
Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
4. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
5. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
6. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
7. Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu
Keperawatan komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
8. Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
9. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
10. Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
11. LAPORAN PENDAHULUAN DIARE. Diakses pada
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2016/11/laporan-pendahuluan-
diare.html#.VDN6qWeL3Mw

Anda mungkin juga menyukai