PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Varicella Zooster Virus (VZV) adalah penyebab dari sindroma klinik Varicella atau
Chickenpox. Varicella merupakan penyakit yang biasanya tidak berat, sembuh dengan
sendirinya, dan merupakan infeksi primer. Zooster sebagai kesatuan klinis yang berbeda,
disebabkan oleh reaktivitas dari VZV setelah infeksi primer, dimana VZV (disebut juga
Human Herpes Virus 3 / HVH-3) sendiri adalah virus dengan DNA double-stranded yang
termasuk Alphaherpesvirinae.
Varicella atau Chickenpox merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada anak usia
sekolah, dimana lebih dari 90% kasus diderita anak usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini
tidak berat pada anak yang sehat, meskipun morbiditas meningkat pada orang dewasa dan
pada pasien dengan immunocompromised.
Data lain menyebutkan bahwa morbiditas penyakit ini 4000 kasus di rumah sakit dalam
satu tahun, dan mortalitasnya 50-100 kematian dalam satu tahun, dengan perkiraan biaya
perawatan mencapai 400 juta dollar sehingga pada tahun 1995 diadopsilah vaksinasi untuk
penyakit ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana teori penyakit varicella (definisi, anatomi fisiologi, etiologi, tanda
gejala, patofisiologis, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, komplikasi, pencegahan dan
cara penularan pada kasus varicella) ?
2. Asuhan keperawatan pada pasien dengan varicella ?
C. Tujuan
1.
tanda
2.
patofisiologis,
klasifikasi,
pemeriksaan
penunjang,
komplikasi,
A. Definisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan
istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken-pox. Varisela
adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster, ditandai oleh
erupsi yang khas pada kulit. Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat
menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan
timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan. Varicella adalah suatu
penyakit infeksi virus akut dan menular, yang disebabkan oleh Varicella Zoster Virus
(VZV) dan menyerang kulit serta mukosa, ditandai oleh adanya vesikel-vesikel.
Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya terjadi pada
anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella Zoster. Varicella pada
anak mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal yang pendek bahkan tidak ada
dan dengan adanya bercak gatal disertai dengan papul, vesikel, pustula, dan pada akhirnya,
crusta, walaupun banyak juga lesi kulit yang tidak berkembang sampai vesikel.
B. Anatomi Fisiologi
Organ Kulit
1.
Epidermis (Kutilkula)
Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki struktur tipis dengan
ketebalan sekitar 0,07 mm terdiri atas beberapa lapisan, antara lain seperti berikut :
a)
Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk. Letak lapisan ini
berada paling luar dan merupakan kulit mati. Jaringan epidermis ini disusun oleh
50 lapisan sel-sel mati, dan akan mengalami pengelupasansecara perlahan-lahan,
digantikan dengan sel telur yang baru.
b)
Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan pengecatan terhadap kulit
dan rambut. Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini, maka
c)
d)
mendorong sel-sel yang ada di atasnya selanjutnya sel ini juga akan didorong
dari bawah oleh sel yang lebih baru lagi. Pada saat yang sama sel-sel lapisan
2.
tumbuh.
c)
Kelenjar Minyak (glandula sebasea) Kelenjar minyak terdapat di sekitar
akar rambut. Adanya kelenjar minyak ini dapat menjaga agar rambut tidak
kering.
d)
Kelenjar Keringat (glandula sudorifera)
Kelenjar keringat dapat menghasilkan keringat. Kelenjar keringat berbentuk
botol dan bermuara di dalam folikel rambut. Bagian tubuh yang banyak terdapat
kelenjar keringat adalah bagian kepala, muka, sekitar hidung, dan lain-lain.
e)
Kelenjar keringat tidak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki.
Serabut Saraf
Pada lapisan dermis terdapat puting peraba yang merupakan ujung akhir saraf
sensoris. Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa panas, dingin,
nyeri, dan sebagainya.
Masa inkubasi varisela berlangsung 11-21 hari, dengan rata-rata 13-17 hari. Perbedaan
varisela dengan herpes zoster adalah bahwa lokasi vesikel pada herpes zoster sesuai dengan
lokasi susunan saraf. Terdapat dua stadium perjalanan penyakit:
1. Stadium prodromal
Dua minggu setelah infeksi akan timbul demam, malaise, anoreksia, dan nyeri kepala.
2. Stadium erupsi
Satu sampai tiga hari kemudian akan muncul ruam atau makula kemerahan, papula
segera berubah menjadi vesikel yang khas berbentuk seperti tetesan air. Vesikel
akan menjadi pustula (cairan jernih berubah menjadi keruh) yang pecah menjadi
krusta dalam waktu sekitar 12 jam. Vesikel mulai muncul di muka atau mukosa yang
cepat menyebar ke tubuh dan anggota gerak dengan menimbulkan gejala gatal.
E. Patofisiologi
Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring, kemudian replikasi
virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe (viremia pertama) kemudian berkembang
biak di sel retikulo endhotellial setelah itu menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke
dua) maka timbullah demam dan malaise. Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi
dari kapiler endothelial pada lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis,
folikel kulit dan glandula sebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan
adanya makula yang berkembang cepat menjadi papula, vesikel da akhirnya menjadi
crusta. Jarang lesi yang menetap dalam bentuk makula dan papula saja. Vesikel ini akan
berada pada lapisan sel dibawah kulit. Dan membentuk atap pada stratum korneum dan
lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam. Degenarasi sel akan
diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak, dimana kebanyakan dari sel
tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A. Penularan secara airborne
droplet. Virus dapat menetap dan laten pada sel syaraf. Lalu dapat terjadi reaktivitas maka
dapat terjadi herpes Zooster.
F. Klasifikasi
Klasifikasi Varisela dibagi menjadi 2 :
1.
Varisela congenital
Varisela congenital adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial, atrofi
ekstremitas, serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat. Sering terjadi ensefalitis
sehingga menyebabkan kerusakan neuropatiki. Risiko terjadinya varisela congenital
sangat rendah (2,2%), walaupun pada kehamilan trimester pertama ibu menderita
varisela. Varisela pada kehamilan paruh kedua jarang sekali menyebabkan kematian
bayi pada saat lahir. Sulit untuk mendiagnosis infeksi varisela intrauterin. Tidak
diketahui apakah pengobatan dengan antivirus pada ibu dapat mencegah kelainan fetus.
2.
Varisela neonatal
Varisela neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari sebelum
sampai 2 hari sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi yang terpajan akan menderita
varisela neonatal. Sebelum penggunaan varicella-zoster immune globulin (VZIG),
kematian varisela neonatal sekitar 30%. Namun neonatus dengan lesi pada saat lahir
atau dalam 5 hari pertama sejak lahir jarang menderita varisela berat karena mendapat
antibody dari ibunya. Neonatus dapat pula tertular dari anggota keluarga lainnya selain
ibunya. Neonatus yang lahir dalam masa risiko tinggi harus diberikan profilaksis VZIG
pada saat lahir atau saat awitan infeksi maternal bila timbul dalam 2 hari setelah lahir.
Varisela neonatal biasanya timbul dalam 5-10 hari walaupun telah diberikan VZIG. Bila
terjadi varisela progresif (ensefalitis, pneumonia, varisela, hepatitis, diatesis
pendarahan) harus diobati dengan asiklovir intravena. Bayi yang terpajan dengan
varisela maternal dalam 2 bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi klinis
untuk memberikan antivirus pada varisela neonatal atau asiklovir profilaksis bila
terpajan varisela maternal.
G. Pemeiksaan Penunjang
1. Kultur virus
Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam media
virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman
cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicella-zoster
akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-70%
dengan spesifitas mencapai 100%.
2. Deteksi antigen
Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik
kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel (semacam
pisau) atau jarum kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi
monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi
glikoproten virus.
3. PCR (polymerase chain reaction)
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan tubuh,
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif. Dengan metode ini
dapat digunakan dengan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan
apabila suah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai reparat dan SCF.
Sensitifitasnya berkisar 97-100%. Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus
vaisela zoster. contohnya cairan serebrospina.
4. Tzanck Smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan yaitu hematoxylin eosin, giemsas, wrights, toluidine blue
ataupun papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijupai
multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini memiiki sensitifitas sekitar 84%. tetapi
test ini tidak dapat membedakan antara virus varisela zoster dengan simpleks virus.
5. Direct Fluorescent Assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Dengan hasil pemeriksaan cepat.
Membutuhkan mikroskop fluorescence. Test ini dapat menemukan antigen virus
varisela zoster. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
6. Biopsi Kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi
sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas akan dijumpai adanya
lymphotic infiltrate.
H. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Keperawatan
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi
khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering
menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan, jari
kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya, bila sampai tergaruk hebat, dapat
timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah. Adapun penatalaksanaan
keperawatan meliputi:
2.
jangan digosok.
Penatalaksanaan Medis
Farmakologi:
a. Obat topical
Pengobatan local dapat diberikan Kalamin lotion atau bedak salisil 1%.
b. Antipiretik/analgetik
Biasanya dipakai aspirin, asetaminofen, ibuprofen.
c. Antihistamin
Golongan
antihistamin
yang
dapat
digunakan,
yaitu Diphenhydramine,
tersedia dalam bentuk cair (12,5mg/5mL), kapsul (25mg/50mg) dan injeksi (10
dan 50 mg/mL). Dosis 5mg/kg/hari, dibagi dalam 3 kali pemberian.
d. Obat anti virus
1) Vidarabin (adenosine arabinoside)
Vidarabin adalah obat antivirus yang diperoleh dari fosforilas dalam sel
dan dalam bentuk trifosfat, menghambat polymerase DNA virus.
Dosis: 10-20 mg/kg BB/hari, diberikan sehari dalam infuse selama 12 jam,
lama pemberian 5-7 hari. Pada pemberian vidarabin, vesikel menghilang
secara cepat dalam 5 hari.
Efek samping:
a) Gangguan neurologi berupa tremor, kejang
b) Gangguan hematologi berupa netropenia, trombositopia
c) Gangguan gastrointestinal berupa muntah serta peninggian SGPT dan
SGOT.
2) Asiklovir = 9 (2 Hidroksi etoksi metal) Guanine
Asiklovir merupakan salah satu antivirus yang banyak digunakan akhir-akhir
ini. Asiklovir lebih baik dibandingkan dengan vidarabin. Obat ini bekerja
dengan menghambat polymerase DNA virus Herpes dan mengakhiri
replikasi virus. Obat ini dapat mengurangi bertambahnya lesi pada kulit dan
lamanya panas, bila diberikan dalam 24 jam mulai timbulnya rash. Pada
anak
kecil
yang
tanpa
komplikasi,
penggunaan
obat
ini kurang
Komplikasi
Komplikasi varisela pada anak biasanya jarang dan lebih sering pada orang dewasa.
1.
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok dan menyebabkan selulitis,
furunkel. Infeksi sekunder pada kulit kebanyakan pada kelompok umur di bawah 5
tahun. Dijumpai pada 5-10% anak. Adanya infeksi sekunder bila manifestasi sistemik
Otak
Komplikasi
ini
lebih
sering
karena
adanya
gangguan
imunitas. Acute
paling
ditemukan (1 : 4000 kasus varisela). Ataxia timbul tiba-tiba biasanya pada 2-3 minggu
setelah varisela dan menetap selama 2 bulan. Klinis mulai dari yang ringan sampai
berat, sedang sensorium tetap normal walaupun ataxia berat. Prognosis keadaan ini
baik, walaupun
Ensefalitis dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia
serebelar dan biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari ke-8 setelah timbulnya rash.
Biasanya bersifat fatal.
3.
Pneumonitis
Komplikasi
ini
lebih
sering
dijumpai
pada
penderita
keganasan, neonatus,
imunodefisiensi, dan orang dewasa. Pernah dilaporkan seorang bayi 13 hari dengan
komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30 hari. Gambaran
klinis
pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi, batuk, sesak napas, takipnu dan kadangkadang sianosis serta hemoptoe. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran
nodular yang radio-opak pada kedua paru.
4.
Sindrom Reye
Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala sebagai berikut, yaitu nausea dan
vomitus, hepatomegali dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
SPGT dan SGOT serta ammonia.
5.
Hepatitis
Dapat terjadi tetapi jarang.
6.
Komplikasi lain
Seperti arthritis, trombositopenia purpura, miokarditis, keratitis. Penderita perlu
dikonsulkan ke spesialis bila dijumpai adanya gejala-gejala berikut:
a. Varisela yang progesif atau berat.
b. Komplikasi yang dapat mengancam jiwa seperti pneumonia, ensefalitis.
c. Infeksi bakteri sekunder yang berat terutama dari golongan grup A Streptococcus
yang dapat memicu terjadinya nekrosis kulit dengan cepat serta terjadi Toxic
Shock Syndrome.
d. Penderita dengan komplikasi berat perlu dirawat di Rumah Sakit atau bila perlu
ICU. Indikasi rawat di ICU/NICU antara lain:
- Penurunan kesadaran
- Kejang
- Sulit jalan
- Gangguan pernapasan
- Sianosis
- Saturasi oksigen menurun
J.
Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Mengisolasi penderita.
2. Meningkatkan gizi kontak yang serumah dengan penderita.
3. Memberikan penyuluhan tentang penyakit.
4. Imunisasi
Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster virus dilakukan dengan cara imunisasi
pasif atau dengan imunisasi aktif.
a. Imunisasi aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang dilemahkan (live
attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan efek imunogenisitas tinggi dan
tingkat proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. Dapat
diberikan pada anak sehat ataupun penderita leukemia, imunodefisiensi. Untuk
penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72 jam dengan
maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala penyakit. Dosis yang
dianjurkan ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini ternyata cukup
aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya proteksi yang
sama dan efek samping hanya berupa rash yang ringan.
Efek samping: Efek samping biasanya tidak ada, tetapi bila ada biasanya bersifat
ringan.
b. Imunisasi pasif
Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum partus atau 2
hari setelah melahirkan.
Penderita
sedang
mendapat
pengobatan
imunosupresan
seperti
kortikosteroid.
Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea atau penyakit
keganasan lainnya, pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) tidak menyebabkan
pencegahan yang sempurna, lagi pula diperlukan Zoster Imun Globulin (ZIG)
dengan titer yang tinggi dan dalan jumlah yang lebih besar. Zoster Imun Plasma
(ZIP) adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes
zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 mL/kg BB. Pemberian
Zoster Imun Plasma (ZIP) dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varisela
pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia, atau penyakit
keganasan
90% serangan sekunder terjadi pada kontak di rumah tangga. Penularan lainnya adalah pada
saat pasien mengalami viremia, penyakit bisa ditularkan melalui plasenta dan tranfusi darah.
Infeksi varisela sering terjadi pada saat pergantian musim. Di negara maju terjadi pada
musim dingin dan awal musim semi. Di Amerika terjadi pada bulan Januari sampai Juni. Di
Indonesia, varisela diduga sering terjadi pada saat pergantian musim hujan ke musim panas
atau sebaliknya. Disebutkan bahwa tingkat penularan varisela lebih tinggi daripada parotitis
tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan penularan campak.
Infeksi herpes zoster sering disebut sebagai infeksi sekunder varisela. Kasus herpes
zoster cenderung menyerang anak yang lebih dewasa. Infeksi ini terjadi karena kegagalan
sistem imun untuk mempertahankan diri dari serangan ulang virus varisela.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data subjektif :
Pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
2. Data Objektif :
a. Integumen
b. Metabolik
c. Psikologis
: menarik diri.
d. GI
: anoreksia
e. Penyuluhan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya intake
makanan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
C. Intervensi
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
a. Tujuan
b. Intervensi
1) Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu
yang datang kontak dnegan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
2) Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama perawatan
kulit.
Rasional : mencegah masuknya organisme infeksius.
3) Awasi atau batasi pengunjung bila perlu.
Rasional : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.
4) Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi.
Rasional : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
5) Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)
b. Intervensi
b. Intervensi
b. Intervensi
a. Tujuan
b. Intervensi
Daftar Pustaka
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Doengoes, Marilynn. E,.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan