Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum
hamil (Bobak, 2010).
Post partum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandung seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).
Nifas (puerperium) adalah masa mulai setelah partus selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluiruh alat genetalia baru pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Prawiroharjo, 2002).

2. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan
bantuan.
a. Partus dibagi menjadi 4 kala :
1) Kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak
begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I
untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
2) Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai
3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban
pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban
pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua
kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala
membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar.
Setelah putar paksi luar berlangsung kepala dipegang di bawah dagu di tarik ke
bawah untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat
untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.
3) Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan
lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya plasenta dapat
ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas, tali pusat
bertambah panjang dan terjadi perdarahan.
4) Kala IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan post
partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama, observasi yang dilakukan
yaitu tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi
uterus, terjadinya perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
(Manuaba, 2007).

3. Patofisiologi
a. Adaptasi Fisiologi
1) Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira
2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis.Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11
kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan
uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60
gr. Peningkatan esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
2) Kontraksi intensitas
Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga
terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar.
homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan.
Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama
1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan
menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu
yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang
pelepasan oksitosin.
b. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 2005 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase
yaitu :
1) Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
2) Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu
keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran
barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem
pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber
informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik.
3) Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga
telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah
sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah
dilakukan kembali.

Pathway
4.Manifestasi klinik
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang
disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2010).
a. Sistem reproduksi
1) Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr
dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 5060gr. Pada masa pasca
partum penurunan kadar hormone menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan
secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit
lebih besar setelah hamil.
a) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus
bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan
segera setelah plasenta lahir.
b) Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular
dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan
pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai
pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat
plasenta.
c) Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra
terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik.
Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari
darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi
lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit,
desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6
minggu setelah bayi lahir.
d) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
e) Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada
wanita nulipara.
b. Sistem endokrin
1) Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol,
serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa
puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah
plasenta keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan
payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama
masa hamil.
2) Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita
menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-
stimulating hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di
simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar
prolaktin meningkat.
3) Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya
akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hami.
c. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil
d. Sistem cerna
1) Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu
merasa sangat lapar.
2) Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selam
waktu yang singkat setelah bayi lahir.
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari setelah
ibu melahirkan.
4) Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara selama
wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin,
krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
5) Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui.
Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan pada hari
kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi
pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di
raba.
6) Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,
yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras
ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih
kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.
e. Sistem kardiovaskuler
1) Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan
ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah
total yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan
tubuh yang menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai
mencapai volume sebelum lahir.
2) Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang masa
hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan
lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi
sirkuit utero plasenta tibatiba kembali ke sirkulasi umum.
3) Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan
normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol
maupun diastol dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah
wanita melahirkan
f. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma yang dialami
wanita saat bersalin dan melahirkan.
g. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-
hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat
ibu akibat pemsaran rahim.
h. Sistem integument
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menutap.
Kulit kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin
memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.

5. Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc
setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda
sebagai berikut:
1) Kehilangan darah lebih dai 500 cc
2) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
3) Hb turun sampai 3 gram %
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya
perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24
jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi
kasus lainnya, tiga penyebap utama perdarahan antara lain :
1) Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik
dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus yang
sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan
janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi
untuk terjadinya atonia uteri.
2) Laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
3) Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah :
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
4) Lain-lain
a) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga
masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
b) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada
uterus setelah jalan lahir hidup.
b. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post partum.
0
Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38
dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah :
streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi lainnya.
c. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi
puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko
tinggi terjadinya endometritis.
d. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya
puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan,
mastitis umumnya di awali pada bulan pertamapost partum.
e. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan
bakterigram negatif lainnya.
f. Tromboplebitis dan thrombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya
status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi
tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding
pembuluh darah) dan thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis
superfisial terjadi 1 kasus dari 500 750 kelahiran pada 3 hari pertama post
partum.
g. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebapkan
kematian terbanyak di Amerika.
h. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa
minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya.
Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi
cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri
kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex,
kehilanagan semangat.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium bisa segera dilakukan pada periode pasca partum.
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partum untuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan
tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter
indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di
kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang
mungkin
(Bobak, 2010).

7. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum


Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-
bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu
dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
lahir tidak lengkap.
b. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
1) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal
ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam
kemudian lapis luar.
2) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan
dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka
delapan.
3) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut
kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-
putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan.
Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
4) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
5) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara
2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan
dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
6) Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Persalinan yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur
perineum. Kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang
tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk
mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan,
dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
a) Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,
stress, atau dehidrasi.
b) Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan
darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan
pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau
Ringer.
c) Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
d) Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum.
(Hamilton,2005).

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Fokus
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
2) Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
b. Pola nutrisi dan metabolik
1) Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
2) Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
3) Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
4) Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
c. Pola aktivitas setelah melahirkan
1) Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
2) Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
3) Apakah ibu tampak mengantuk ?
d. Pola eliminasi
1) Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
2) Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
e. Neuro sensori
1) Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
2) Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
3) Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
4) Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
5) Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
f. Pola persepsi dan konsep diri
1) Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
2) Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan penampilan
tubuhnya saat ini ?
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Pemeriksaan TTV
2) Pengkajian tanda-tanda anemia
3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
4) Pemeriksaan reflek
5) Kaji adanya varises
6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b. Payudara
1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
2) Kaji adanya abses
3) Kaji adanya nyeri tekan
4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
5) Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau uterus
1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
2) Kaji adnanya kontraksi uterus
3) Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau perineum
1) Observasi pengeluaran lokhea
2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomy
3) Kaji adanya pembengkakan
4) Kaji adnya luka
5) Kaji adanya hemoroid

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungandengan laserasi dan proses persalinan.
c. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui.
d. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan darah dan intake ke oral.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses
persalinan dan proses melelahkan.

4. Intervensi dan Rasional


a. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4
2) Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-370 C, N 60-100 x/menit, RR
16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan
pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang
mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )
Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri
2) Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan
keperawatan sesuai dengan respon klien
3) Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang
Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri
4) Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien
pada hal lain
Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien
dari rasa nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara perawatan
Vulva
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan
bertambah
Kriteria hasil :
1) Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
2) Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
3) Perawatan pervagina berkurang
4) Vulva bersih dan tidak inveksi
5) Tidak ada perawatan
6) Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1) Pantau vital sign
Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi
2) Kaji daerah perineum dan vulva
Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan
perineum
3) Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
4) Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
5) Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah Vulvanya
Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi
6) Lakukan perawatan vulva
Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi
pasien
c. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui
Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Kriteria hasil :
1) Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
2) Asi keluar
3) Payudara bersih
4) Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
5) Bayi mau menetek
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
2) Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah terjadinya
bengkak pada payudara
3) Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui
Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi
bayi.
4) Jelaskan cara menyusui yang benar
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi
d. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi
Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan sudah BAB
2) Pasien mengatakan tidak konstipasi
3) Pasien mengatakan perasaan nyamannya
Intervensi :
1) Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun
Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi
2) Observasi adanya nyeri abdomen
Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB
3) Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat
Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB
4) Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat
Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB
5) Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan
Rasional : penggunana laksatif mungkan perlu untuk merangsang
peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi feses
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan darah dan intake ke oral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan terpenuhi Kriteria
hasil :
1) Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu untuk
memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian
cairan lewat IV.
2) Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran
urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor
kulit baik
Intervensi :
1) Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan
dari keadaan normal
2) Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok
Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat tanda-
tanda syok
3) Memberikan cairan intravaskuler sesuai program
Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami
difisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV
langsung masuk ke pembuluh darah.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses
persalinan dan proses melelahkan
Tujuan : istirahat tidur terpenuhi
Kriteria hasil : Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan
yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru. Melaporkan
peningkatan rasa sejahtera istirahat
Intervensi :
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan
dan jenis kelahiran
Rasional : persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila terjadi
malam meningkatkan tingkat kelelahan.
2) Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional : membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi,
menurunkan rangsang
3) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali
ke rumah
Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan bayi lebih
awal serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh
serta menyadari kelelahan berlebih, kelelahan dapat mempengaruhi
penilaian psikologis, suplai ASI dan penurunan reflek secara psikologis
g. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang
mengenai sumber informasi
Tujuan : memahami parawatan diri dan bayi
Kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman perubahan fisiologis
kebutuhan individu
Intervensi :
1) Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama persalinan dan
tingkat kelelahan klien
Rasional : terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan untuk
melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan dari atau
perawatan bayi
2) Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan pasangan
dalam mengidentifikasi hubungan
Rasional : periode postnatal dapat merupakan pengalaman positif bila
penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu maturasi, dan kompetensi
3) Berikan informasi tentang peran progaram latihan postpartum progresif
Rasional : latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai,
menghasilkan tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan sejahtera
secara umum
4) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat,
berkunjung pelayanan kesehatan masyarakat
Rasional : meningkatkan kemandirian dan memberikan dukunagan untuk
adaptasi pada perubahan multiple.
5. Evaluasi
a. Pasien bebas dari resiko terjadinya infeksi
b. Pasien dapat mengontrol nyeri
c. Kebutuhan istirahat pasien terpenuhi
d. Pasien dapat melakukan perawatan payudara dengan baik
e. Pasien tidak mengalami konstipasi

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, L,J. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Hamilton, Persis. 2005. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Manuaba, IBG. 2007. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, S.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas.Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai