DEFINISI
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi
yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang
terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat
menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare
yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat
(Yayasan Spiritia, 2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair
dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan
anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-
rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan
kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak
dan orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa
darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan
elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak
yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang
hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare
dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis)
atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan
kronis (Wong, 2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi
diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air
lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit
dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini
paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana
seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus
dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan
rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi menjadi
diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis
lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis
(Hooward, 1995 citSutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Guerrant,
2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume
tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare.
Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
B.KLASIFIKASI
1)Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurutWorld
Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai
pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari,
dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
b.Mekanisme patofisiologik
a.Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu. Lebih
dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan
muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan,
intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b.Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare
yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah,
terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai
menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik
dalam batas normal.
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung
tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit
berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan
masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan
tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar
menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya
mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (
3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
C.ETIOLOGI
a.Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan
dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Cytomegalovirus
b.Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan
enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan
elektrolit yang menghasilkanwatery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush
border atau menginvasi mukosa.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan
menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare
masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan
kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah.
Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai
aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like
toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile
toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens
toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonelladapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang
dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus,
akan terjadi bloody diarrhea
c.Protozoa :
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum
jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi
melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis
dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di
daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar
dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-
kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
d.Helminths :
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk
intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat
dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2.Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut:
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a.Infeksi :
3)Parasit
d.Keracunan :
f.Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
D.EPIDEMIOLOGI
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a.Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan
pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar dari pada bayi
yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
c.Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam
pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d.Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya
atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.
e.Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak,
f.Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa
tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam
jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya
diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a.Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi
kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v cholerae
b.Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada
anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c.Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita.
d.Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung lama
seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome ) pada anak imunosupresi
berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan mungkin juga berlangsung
lama,
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi
bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula. Yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
E.PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel,
pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak
dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk,
aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 citSinthamurniwaty
2006)
6.Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan
ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam
saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal
atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat
aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang
masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi
usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap
kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan
akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu
sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain
akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare,
maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare,
misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah
empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar
dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan
di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi
karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus.
Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi
kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi
air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan
glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare,
seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2.Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan yang cukup
tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus
halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus
kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat
hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus
merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus.
Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara
berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin,
pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu
hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksinstaphilococcus maupun
kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1ehShigella atau Salmonella.Selain uraian di
atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen
usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari
pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat
arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra
luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang
pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase.
Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan
kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah
laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik
dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-
molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi diare.
Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi
disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat terjadi pada
setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi
terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak
dapat menyebabkan tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak
larut dalam air..
F.MANIFESTASI KLINIS
a.Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b.Kram perut
c.Demam
d.Mual
e.Muntah
f.Kembung
g.Anoreksia
h.Lemah
i.Pucat
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.
Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus
ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan
pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa
alkali.
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng,
suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna
tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau
sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat
gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah,
terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai
menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik
dalam batas normal.
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung
tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit
berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan
masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
4.Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI,
2001 cit Sinthamurniwaty 2006)
a.Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam basa
Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan asam basa
disebabkan oleh:
4)Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau
muntah.
a)Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena, gangguan
fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
c)Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan dalam
lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya substansi reduksi
dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)
a)Anoreksia
b)Muntah
1)Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit) atau
dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena ketidaktahuan. Muntah
juga merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya masukan makanan.
2)Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro maupun
makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak yang kemudian
dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-kadang
akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak
(vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn).
a)Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase.
(1)Fermentasi karbohidrat
(2)Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan
kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan
berkurangnya permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coliterjadi penurunan absorpsi karbohidrat, lemak
dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak akan dapat memperbaiki
aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan walaupun diarenya sendiri
bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76% dan
absorpsi lemak hanya 50%.
3)Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi endokrin,
pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak
peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron, hormon
anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan jumlah
kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi peningkatan
kebutuhan energy dari penderita dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit
intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja.
4)Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan diare
karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare
mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus keadaan ini
dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah
timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan
hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan
merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh
lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan
memberi kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan
asam empedu yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan
tersebut dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.
G.KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia
lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak
sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial
mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
(Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni
12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karenaCampylobakter, Shigella, Salmonella, atauYersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001),
Komplikasi Diare yaitu:
Syok
Kejang
Sepsis
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
1.Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik.
Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan
pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam
keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti
Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat
antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2.Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau
imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan
untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu
juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3.Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses >300/g24jam
mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses
sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.
4.Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore,
lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet
rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan
pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa
intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5.Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau
diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses
normal adalah 290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang
tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat) yang bernilai
untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam
lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu
tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap
seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan
diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6.Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E
Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan
modifikasi noda asam.
7.Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein losing
enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan
karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang
larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak
pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin
sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat
penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8.Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti
serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid
carcinoma), cortisol (Addisons disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).
9.Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan
NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab
lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4
dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada usus
halus.
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik,
melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu ayng
terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa keseluruhan
bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan
dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum treitz,
kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil
selulosa diinjeksikan.
5.Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi pankreatitis
kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat membantu dalam
mengevaluasi Chrons disease, Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat
membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam
mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan
aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium,
Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong dalam
mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.
1)The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus halus
bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang dari 4
gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal insufisiensi,
hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2)Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,
dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen Breath
Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien
dengan defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan
insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan Breath hydrogen.
1)Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan B12
sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi pancreas berat kan
menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop
yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi pancreas CO
tidak diabsorbsi.
2)Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau sekretin
atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan pancreas diaspirasi
melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik. Tidak
adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi menunjukkan
insufisiensi pancreas.
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum proksimal
kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya
>105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.
I.PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
(Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1.Perilaku Sehat
a.Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk
yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain
yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain
yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor.
Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan
diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain
(proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain
yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang
baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap
diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang
disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik
meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
1)Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian
ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan
makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan
yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2)Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi.
Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3)Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok
yang bersih.
4)Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan
dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut
dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang
tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-
minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan
air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.
2)Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk
mengambil air.
3)Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
5)Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup.
d.Mencuci Tangan
e.Menggunakan Jamban
1)Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.
2)Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3)Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian ditimbun.
4)Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak
terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi
campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2.Penyehatan Lingkungan
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain
adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit
lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup
disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap
dilaksanakan.
b.Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan
menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting,
untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah
harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak
terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat
dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
c.Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa
agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak
memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan
penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat
mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat
perindukan nyamuk.
J.PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan
rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan
mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.
Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1.Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Mata : Normal
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Mata : Cekung
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan
dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Mata : Cekung
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat
enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi
dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan
menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar
67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus
diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada
anak diare.
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi
yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan
diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan
ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan
darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-
obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat
anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5.Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001),
Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1)Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit,
makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus diberikan
hingga diare berhenti.
oBerikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
oBila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain
atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
oUntuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu yang
dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
-Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-
kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.
-Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
-Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan
setiap hari selama 2 minggu.
-Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak mengalami :
bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum sedikit, demam, tinja
berdarah
b.Rencana Pengobatan B
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan
pengobatan :
c.Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB cairan
RL, Asering atau garam normal(larutan yang hanya mengandung glukosa tidak boleh
diberikan).
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B, C untuk
melanjutkan pengobatan.
5.Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
K.PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif
mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh
terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2.Keluhan Utama
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari
( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
5.Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.
8.Pemeriksaan Fisik
a.pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
c.Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun
lebih
e.Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap
dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f.Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g.Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c,
akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan
pada daerah perianal.
i.Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.
j.Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
b.Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman terakhir
yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan, alergi, minum
ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan berlebihan, efek samping
obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan / minum di warung ?
c.Pola eleminasi
1.Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional
( keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek samping
obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas,
parasit)
3.Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
7.Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan kognisi,
tidak familiar dengan sumber informasi
M.PERENCANAAN KEPERAWATAN
-Bau
fese
norm
al
(tida
k
amis
, bau
busu
k)
-
Tida
k
iritab
el /
grag
apan
/
keja
ng
-Hmt
dala
m
bata
s
norm
al
-
Tida
k
ada
suar
a
napa
s
tamb
ahan
-BB
stabi
l
-
Tida
k
ada
asite
s,
ede
ma
perif
er
- Tid
ak
ada
diste
nsi
vena
leher
-
Mata
tidak
ceku
ng
-
Tida
k
bing
ung
-
Ras
a
haus
tidak
berle
bih-
an
-
Mem
bran
e
muk
osa
lem-
bab
-
Hidr
asi
kulit
adek
uat
-
Frek
uens
i
jantu
ng
terat
ur
-
Bero
rient
asi
terha
dap
wakt
u,
temp
at,
dan
oran
g
-
Kelu
aran
urin
>
atau
= 30
ml/ja
m
-
Akral
hang
at
-
Nadi
terab
a
-
Mem
bran
muk
osa
lemb
ab
-
Turg
or
kulit
norm
al
-
Bera
t
bada
n
stabi
l dan
dala
m
bata
s
norm
al
-
Kelo
pak
mata
tidak
ceku
ng
-
Tida
k
dem
am
-
Tida
k
ada
rasa
haus
yang
sang
at
-
Tida
k
ada
napa
s
pen-
dek /
kus
maul
- Anxi
Lel ety
ah cont
rol
-
(140
Oto
2)
t
teg -
ang Tidur
pasi
-
en
Keri
adek
nga
uat
t
me -
nin Tida
gka k
t ada
mani
-
festa
Ge
si
mp
fisik
ar
-
-
Tida
Ket
k
ega
ada
nga
mani
n
festa
me
si
nin
peril
g-
aku
kat
-
-
Klien
Me
mau
nya
berin
tak
terak
an
si
tak
sosi
ut
al
-
Me
nan
gis
-
Prot
es
-
Mel
arik
an
diri
- -
Waj Beri
ah ntera
teg ksi
ang sosi
, al
me-
Agg
mer
ress
ah
ion
- Cont
Kec rol
end (140
eru 1)
nga
-
n
Men
me-
ghin
nyal
dari
ahk
kata
an
yang
ora
mele
ng
dak-
lain
leda
k
-
Men
ghin
dari
peril
aku
yang
meru
sak
-
Mam
pu
men
gontr
ol
ung-
kapa
n
verb
al
Copi
ng
(130
2)
-
Mam
pu
men
gide
ntifik
asi
pola
kopi
ng
yang
efekt
if
dan
tidak
efekt
if
-
Mam
pu
men
gontr
ol
ver-
bal
-
Mela
pork
an
stres
s /
ce-
mas
nya
berk
uran
g
-
Men
gung
kapk
an
men
e-
rima
kead
aan
-
Men
cari
infor
masi
ber-
kaita
n
deng
an
peny
akit
dan
peng
obat
an
-
Mem
anfa
atka
n
duku
ngan
soci
al
-
Mela
pork
an
penu
runa
n
stres
fisik
-
Mela
pork
an
peni
ngka
tan
keny
ama
nan
psiki
snya
-
Men
gung
kapk
an
mem
bu-
tuhk
an
bant
uan
-
Mela
pork
an
pera
saan
ne-
gatif
nya
berk
uran
g
-
Men
ggun
akan
strat
egi
ko-
ping
efekt
if
-
Mam
pu
menj
elas
kan
kom
plika
si
-
Mam
pu
menj
elas
kan
ba-
gaim
ana
men
cega
h
kom-
plika
si
Kno
wled
ge :
Heal
th
be-
hav
ors
(180
5)
-
Mam
pu
menj
elas
kan
pola
nutis
i
yang
seha
t
-
Mam
pu
menj
elas
kan
ak-
tifita
s
yang
berm
anfa
at
-
Mam
pu
menj
elas
kan
cara
penc
egah
an
diare
-
Mam
pu
menj
elas
kan
tek-
nik
man
ajem
en
stres
s
-
Mam
pu
menj
elas
kan
efek
zat
kimi
a
-
Mam
pu
menj
elas
kan
ba-
gaim
ana
men
gura
ngi
re-
siko
sakit
-
Mam
pu
menj
elas
kan
ba-
gaim
ana
men
ghin
dari
lingk
unga
n
yang
berb
a-
haya
(sani
tasi
kura
ng)
-
Mam
pu
menj
elas
kan
cara
pem
akai
an
obat
sesu
ai
rese
p
- -
Fre Tida
kue k
nsi ada
naf sput
as um
di
B
jalan
ayi
napa
: <
s
25
ata -
u > Tida
60 k
ada
1
peng
-4
guna
th :
an
<
otot-
20
otot
ata
tamb
u > ahan
30
-
5 Tida
-14 k
th : ada
< retra
14 ksi
ata dada
u >
-
25
Tida
> k
14 dite
th : muk
< an
11 disp
ata neu
u >
-
24
Disp
- neu
Ked saat
ala aktivi
ma tas
n ti-
naf dak
as dite
muk
V
an
olu
me -
tidal Nap
de- as
was pend
a ek-
saa pend
t ek ti-
istir dak
a- dite
hat muk
500 an
ml
-
V Tida
olu k
me dite
tidal muk
ba- an
yi taktil
6-8 fremi
ml/k tus
g
-
BB
Tida
- k
Pen dite
uru muk
nan an
kap suar
asit a
as napa
vital s
tamb
-
ahan
Timi
ng
rasi
o
9 Into Setel
. lera ah
nsi dilak
akti ukan
vita tinda
s kan
b.d kepe
keti rawa
dak tan
sei sela
mb ma
ang x
an 24
supl jam,
ai klien
dan mam
keb pu
utu men
han capa
O2, i :
kele activi
ma ty
han toler
ansi
Bat
,
asa
n deng
Kar an
akt indik
eris ator :
tik :
Acti
- vity
Lap toler
ora ance
n (000
kerj 5)
a :
-
kele
Satu
-
rasi
lah
oksi
an
gen
dan
dala
kele
m
ma
bata
han
s
- norm
Res al
pon ketik
terh a
ada bera
p ktivit
akti as
-
-HR
vita
dala
s
m
me
bata
nun
s
jukk
norm
an
al
na-
ketik
di
a
dan
bera
tek
ktivit
ana
as
n
dar -
ah Res
abn piras
orm i
al dala
m
- bata
Per s
uba norm
han al
EK saat
G bera
me- ktivit
nun as
jukk
-
an
Teka
arit
nan
mia
dara
/
h
disri
sistol
tmi
ik
a
dala
- m
Dis bata
pne s
u norm
dan al
keti saat
dak bera
- ktivit
nya as
ma
-
nan
Teka
yan
nan
g
dara
san
h
gat
diast
- olik
Geli dala
sah m
bata
s
norm
al
saat
bera
ktivit
as
-
EKG
dala
m
bata
s
norm
al
-
War
na
kulit
-
Usa
ha
bern
afas
saat
bera
ktivit
as
-
Berj
alan
di
ruan
gan
-
Berj
alan
jauh
-
Naik
tang
ga
-
Keku
atan
ADL
-
Kem
amp
uan
berbi
cara
saat
latih
an
DAFTAR PUSTAKA
Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role ofEscherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool
children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal Epidemiology, No. 22,
4046.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku
Petugas Kesehatan LINTAS DIARE.Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005.Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito. Yogyakarta:
MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan
komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan
Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi
dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.
Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.