Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Celah palatum (cleft palate) dan celah bibir (cleft lip) adalah salah
satu kelainan kongenital orofasial. Kelainan tersebut terjadi karena
kegagalan penyatuan prossesus fasialis dengan sempurna sehingga terjadi
celah pada bibir atau palatum. Cleft palate dan cleft lip tidak selalu terjadi
secara bersamaan (Yanez, 2007; Sousa et al, 2009).
Ada tiga jenis kelainan cleft yaitu cleft lip tanpa disertai cleft
palate, cleft palate tanpa disertai cleft lip, cleft lip disertai dengan cleft
palate. Celah yang terbentuk tersebut bisa unilateral maupun bilateral.
Tingkat pembentukan cleft palate dan cleft lip bervariasi mulai dari ringan
yaitu berupa sedikit tarikan hingga berat yaitu celah yang terbentuk sampai
nasal dan menuju tenggorokan (Zucchero, 2004).
Data Internasional menunujukan kasus cleft palate dan cleft lip
ditemukan 1 dari 1000 bayi yang lahir. Dari keseluruhan kasus cleft
palate dan cleft lip prevalensinya adalah 45%, cleft lip 25% dan cleft
palate 35%. Insiden cleft lip sering ditemukan pada anak laki laki
dibanding perempuan dengan perbendingan 1:2 sedang cleft palate adalah
sebaliknya. Hasil penelitian epidemologi menunjukan bahwa daerah Isana
NTT Indonesia merupakan daerah dengan prevalensi cleft palate dan cleft
lip tertinggi di dunia (Sadler, 2000; Sutrisno et al, 1999) .
Walaupun angka kejadian yang tidak menunjukan sebagai kasus
endemik namun akibat yang ditimbulkan dari cleft palate dan cleft lip
membutuhkan penanganan yang segera. Masalah kesulitan bicara dan
kesulitan makan merupakan masalah utama yang timbul akibat kelainan
ini. Komplikasinya anatara lain adalah kekurangan gizi, infeksi, gangguan
pertumbuhan wajah, missing teeth dan supernumery teeth. Akibat yang
ditimbulkan biasanya menjadi masalah terberat adalah mengenai kondisi

psikologi anak (Sousa et al, 2009).


Kondisi psikologi anak akan sangat terganggu dengan adanya
kelainan ini, akan timbul rasa malu. Tekanan psikologis serta stress
sering terjadi pada anak dengan kelainan
Penampilan

serta

ketidakmampuan

cleft palate dan cleft lip.

berkomunikasi

dengan

baik

menyebabkan anak menarik diri dari lingkungan serta terjadinya


penurunan prestasi (Sujono,2007).
Penanganan yang tepat harus segera dilakukan baik penanganan
fisik maupun psikologis. Pada kasus cleft palate dan cleft lip memerlukan
penanganan multidisiplin karena kasus ini sangat kompleks, variatif,
lama dan memerlukan tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tenaga ahli
yang dibutuhkan dalam penanganan kasus ini antara lain adalah dokter
anak, dokter bedah mulut, dokter bedah plastik, dokter gigi anak, dokter
gigi ortodonti, prostodontik, dokter THT, ahli genetik, psikiater, dan
terapis wicara (Yanez, 2007).
Disiplin ilmu kedokteran gigi memerankan peranan penting dalam
penanganan kasus ini. Seorang dokter gigi maupun calon dokter gigi
penting untuk mengetahui mengenai etiologi, patofisiologi, maupun
penatalaksanaan cleft palate dan cleft lip baik penatalaksanaan melalui
prosedur bedah maupun perawatan dengan ortodonsi. Perawatan melalui
prosedur bedah maupun perawatan ortodonsi merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan dalam penatalaksanaan cleft palate dan cleft lip.
Namun dalam makalah ini akan lebih menekankan pada pembahasan
mengenai perawatan ortodonsi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cleft palate


Cleft palate adalah suatu kelainan dimana dua plat palatum yang
membentuk palatum keras tidak menyatu dengan sempurna. Palatum lunak
dalam hal ini akan juga mengalami cleft (data statistik negara, 2007).
Cleft palate dapat terjadi secara lengkap (dalam palatum keras,
palatum lunak dan juga gap pada rahang) dan tidak lengkap (berupa
lubang pada atap rongga mulut biasanya sebagai palatum lunak saja). Saat
terjadi cleft palate, maka biasanya uvula akan terbagi. Hal ini terjadi oleh
karena kegagalan fusi pada prosessus palatina lateralis, septum nasalis,
dan prosessus palatina mediana (pembentukan palatum sekunder).

Gambar. 1 cleft palate

Akibat dari hubungan terbuka antara rongga mulut dan rongga


hidung disebut sebagai Velopharingeal Inadequency (VPI). Oleh adanya
gap tersebut, maka udara akan memasuki rongga hidung menyebabkan
resonansi suara hipernasal (Hypernasal voice resonance) dan emisi nasal.
Efek sekunder dari VPI diantaranya adalah adanya kekacauan dalam
berbicara (speech articulation errors) (Sloan, 2006).
2.2 Etiologi
Penyebab sumbing bibir dan palatum tidak diketahui dengan pasti.
Sebagian besar kasus sumbing bibir atau sumbing palatum atau keduannya
dapat dijelaskan dengan hipotesis multifaktor. Teori multifaktor yang
diturunkan menyatakan bahwa gen-gen yang beresiko berinteraksi satu
dengan lainnya dan dengan lingkungan, menyebabkan cacat pada
perkembangan janin. Sumbing bibir dan palatum merupakan kegagalan
bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal
pertumbuhan muka dalam bentuk defisiensi prosesus muka merupakan
penyebab kesalahan perkembangan bibir dan palatum. Sebagian besar ahli
embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua
deformitas sumbing sehingga struktur anatomi normal tidak terbentuk.
Faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi atau berhubungan
dengan kelainan sumbing bibir dan sumbing palatum yaitu:
a) Penggunaan obat-obatan
Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk
jamu-jamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal
b) Infeksi
Infeksi merupakan salah satu faktor yang diduga sebagai etiologi
adanya kelaianan celah bibir dan langitan, khususnya infeksi viral dan
khlamidial (toksoplasmolisis)
c) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan ditemukan sebagai penyebab terjadinya celah
seperti etanol, rubella virus, thalidomide, dan aminopterin. Diabetes

mellitus maternal dan amniotic syndrom


d) Faktor genetik
Faktor genetik yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat
kelaianan yang sama
e) Teratogenik
Teratogan adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan
atau meningkatkan resiko suatu kelaianan bawaan. Radiasi, obat
tertebtu, dan racun merupakan teratogen.
f) Gizi
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam
folat. Kekuranagn asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya
spina bifida dan tabung saraf.
Celah palatum merupakan hasil kegagalan proses penggabungan
lempeng palatina lateral untuk bergabung satu sama lain, dengan septum
nasal, atau dengan palatum primer. Celah bibir dan celah palatum dapat
dibedakan berdasarkan abnormalitas kongenital dan keduanya sering
terjadi secara bersamaan (Bishara, 2001).
Pengembangan wajah manusia dimulai sekitar empat minggu dari
embryogenesis. Bermula dengan pembentukan lima prominences wajah
yang mengelilingi mulut: sebuah rostral frontonasal terkenal, tie rod lateral
sepasang maxillary prominences, dan sebuah caudal sepasang prominences
rahang. Struktur ini diisi oleh syaraf tengkorak crest sel-sel, yang sangat
sensitif terhadap perturbations jalur tertentu yang telah terlibat dalam hal
terdapat sejumlah gejala penyakit menurun clefting (Gabriela, 2015).
Pengembangan langit-langit dimulai sekitar 6 minggu dari
pernyataan-pernyataan dalam manusia dan dikenal pasti oleh penampilan
palatal primordia di ujung-ujung maxillary lateral prominences. Proses ini
coordinately sekring untuk membentuk hidung, bibir atas, dan rak palatal
yang akan, dalam putar, memberikan asalnya untuk kedua langit primer
dan sekunder (Gabriela, 2015).
Faktor-faktor tersebut merupakan suatu kondisi dimana rentan

sekali terjadi malformasi fasial. Selama 6-8 minggu pertama kehamilan,


terjadilah pembentukan kepala beserta 5 jaringan primitif diantaranya:
(1) Satu dari puncak kepala hingga ke calon bibir bawah (Frontonasal
Prominence). (2) Dua dari pipi, yang mempertemukan lobus pertama
untuk membentuk bibir atas (Maxillar Prominence). (3) Dua tambahan
lobus yang tumbuh pada masing-masing sisi, yang nantinya akan
membentuk dagu dan bibir bawah (Mandibular Prominence) (Dudas.
2007).
Jika jaringan ini gagal bertemu, akan terjadi gap diantara jaringan
yang seharusnya bergabung. Hal ini akan terjadi pada banyak daerahdaerah gabungan lainnya. Kecacatan lahir yang terjadi menggambarkan
lokasi dan keparahan kegagalan fusi jaringan pada tubuh selanjutnya,
contoh adanya fissur kecil dari palatum yang gagal bergabung
mengakibatkan pada malformasi wajah yang luas. Proses penyatuan 5
jaringan ini akan sangat rentan terhadap substansi toksik, polusi
lingkungan, dan ketidakseimbangan nutrisi (Dudas, 2007).
Faktor lingkungan juga menjadi penyebab adanya cleft palate.
Sebagai contoh adalah mutasi gen PHF8 yang menyebabkan pelepasan
lysin demethylase sebagai regulator epigenetik. Aktivitas katalitik pada
PHF8 tergantung pada molekul oksigen. Faktanya, dilakukan penelitian
pada tikus dimana tikus tersebut sedang
perlakuan dengan diletakkan pada area
adalah

anak

dari

tikus

tersebut

mengandung

dan

diberi

yang hipoksia. Hasilnya

mengalami

cleft

palate

(Loenarz.2009).
Berbagai pengobatan telah dijelaskan untuk intractable oronasal.
Pendekatan non-operatif mungkin bergantung pada penggunaan alat teknik
bedah menggunakan jaringan lokal dan regional termasuk merosakkan dan
penutupan utama, kepakan mucoperiosteal, kepakan mukosa gaster, buccal
vertibula kepakan myomucosal, kepakan lidah, kepakan vomer, Le Fort I
osteotomies, nasolabial mengepakkan, buccal kepakan lemak, dan
temporalis kepakan otot, dan lain-lain (Jose G, 2012).

Pada manusia, kelainan cleft palate dan kongenital lainnya


semenjak lahir telah dihubungkan dengan maternal hipoksia yang
disebabkan oleh merokok, alkohol, atau beberapa obat hipertensi. Faktorfaktor lingkungan yang masih dalam tahap penelitian diantaranya: faktor
musim (seperti saat musim tanam dimana banyak penggunaan pestisida),
nutrisi ibu dan intake vitamin, retinoid (anggota vitamin A), obat-obatan
antikonvulsan, nitrat, dan narkotika (Loenarz.2009).
2.3 Epidemiologi
Dalam 5 tahun terakhir, 80 anak-anak dengan celah langit-langit
(dengan atau tanpa bibir sumbing) menerima perbaikan celah langit-langit
oleh cleft team. Dua puluh tiga pasien adalah gadis-gadis (29%),
sementara 57 adalah anak laki-laki (71%). Sebagaimana terlihat pada table
I, 31 pasien (38.75%) disajikan celah langit-langit, sementara terisolasi 49
pasien (61.25%) disajikan bibir sumbing dan langit-langit. Dalam grup
langit-langit pecah terisolasi, ada sedikit terutamanya perempuan (17
pasien, 55%), sementara di grup bibir sumbing dan langit ada begitu
banyak kehadiran laki-laki (43 pasien, 87.75%).

Usia di waktu pembedahan beragam dengan jenis sumbing dan


protokol yang digunakan (satu atau dua tahap-penutupan). Dalam
sebagian besar kasus, usia rata-rata di waktu bedah memperbaiki adalah 1
tahun 2 bulan. Dari 20 pasien dengan Veau II, 70% kasus-kasus (n = 14),
diperlakukan dalam empat tahun pertama dari riset (2008-2011)
mengalami dua tahap-penutupan, sementara 30% kasus-kasus (n = 6) telah
diperbaiki dalam satu tahap-di tahun 2012, menggunakan teknik

Langenbeck von bersama Furlow Z-plasty. Usia rata-rata untuk setiap


tahap mempertimbangkan kelas Veau tertentu ditampilkan pada tabel II
(Simona, 2013).

2.4 Klasifikasi cleft palate dan cleft lip

Dalam pembahasan ini penting sekali untuk diketahui


pengklasifikasian cleft palate dan cleft lip untuk mengetahui
penatalaksanaan yang akan dilakukan.
a)

Klasifikasi cleft palate menurut Veau


a) Kelas I

: Sumbing yang terbatas pada palatum lunak

b) KelasII

: Cacat pada palatum keras dan lunak, meluas


tidak melampaui foramen insisivum dan terbatas
hanya pada palatum sekunder.

c) Kelas III

: Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau


tidak komplet. Sumbing palatum komplet meliputi
palatum
insisivum.

lunak

dan

keras

sampai

foramen

Sumbing tidak komplet meliputi

palatum lunak dan bagian palatum keras, tetapi


tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing
unilateral yang komplet dan meluas dari uvula
sampai foramen insisivum di garis tengah dan
prosessus alveolaris unilateral juga termasuk kelas

III.
d) Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak
dan keras serta prosessus alveolaris pada kedua
sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas
dan sering kali bergerak.
b)

Klasifikasi cleft lip menurut Veau


a) Kelas I

: Takik unilateral pada tepi merah dan meluas


sampai bibir

b) Kelas II

: Bila takik pada merah bibir sudah meluas ke


bibir, tetapi Tidak mengenai dasar hidung.

c) Kelas III

: Sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas


melalui bibir ke dasar hidung.

d)

Kelas IV

: Setiap sumbing bilateral pada bibir

yang menunjukkan takik tak sempurna atau


merupakan sumbing yang sempurna.
Ada juga metode yang dinamakan the striped Y untuk
menggambarkan keadaan celah bibir dan langit-langit atau disebut
klasifiksi Kernahan (Jones dan Oliver, 1994) membuat metode yang
dinamakan the striped Y untuk menggambarkan keadaan celah bibir dan
langit-langit. Ada 9 segmen pada huruf Y yang menyatakan terdapat
celah pada bibir kanan dan kiri (1 dan 4), alveolus kanan dan kiri (2 dan
5), premaksila kanan dan kiri (3 dan 6), palatum durum ( 7 dan 8) dan
palatum mole (9).
Ada juga klasifikasi atau penyebutan LAHSHAL. Pada klasifikasi
Kernahan setiap region yang mengalami celah ditadai dengan angka maka
pada penyebutan LAHSHAL setiap regio yang bercelah dipresentasikan
dengan huruf. Setiap huruf besar menyatakan bagian yang terkena secara
sempurna ialah L=Lip, A = Alveolus, H = hard palate, S = Soft palate, ada
sisi kanan maupun kiri kecuali soft palate hanya ada satu. Bila huruf
ditulis dengan huruf kecil berarti kelainan yang terjadi tidak sempurna,

misalnya s berarti ada celah pada soft palate tetapi hanya berubah uvula
bifada. Sebelum penulisan LAHSHAL perlu ditulis CLP lebih dahulu
yang menyatakan adanya celah. Penyebutan dengan LAHSHAL ini lebih
praktis dan lebih mudah diingat. Contoh penulisan menurut LAHSHAL
sebagai berikut :
a. CLP/L-L berarti celah bibir bilateral
b. CLP/-SHAL berarti celah bibir, alveolus, palatum durum
dan palatum molle kiri
c. CLP/l- berarti hanya terdapat notch pada bibir kanan
d. CLP/-L berarti terdapat celah bibir kiri
2.5 Penatalaksanaan dan prognosis
Tujuan perawatan pasien celah bibir dan langit-langit adalah agar
pasien wajahnya baik, dan dapat berbicara dengan baik dan bagian
orofasial berfungsi baik.
A. Tim medis
Merupakan tim multidisiplin untuk melakukan terapi yang
kronologis yang terdiri dari :
1. Ahli genetik
Bertugas mengevaluasi kesehatan dan riwayat keluarga yang
melakukan pemeriksaan untuk membantu diagnosis. Ahli genetic
ini juga membimbing keluarga untuk mencegah resiko terulangnya
kembali pada kehamilan berikutnya.
2. Ahli THT
Bertugas dalam evaluasi dan manajemen infeksi dan

kelainan

tenggorokan, hidung, dan telinga sebagai efek dari cleft lip


dan palate tersebut.
3. Ahli bedah plastik
Bertugas dalam perawatan spesialis berupa diagnose dan

perawatan pada abnormalitas skeletal, tulang wajah dan jaringan


lunak. Ahli ini akan bekerja dengan orthodontist dan beberapa
spesialis lainnya untuk mengkoordinasi rencana bedah.
4. Ahli bedah mulut
Spesialis ini melakukan bedah rekonstruksi dalam perawatan
bersama dengan dokter bedah plastic pada kasus tertentu.

5. Dokter gigi spesialis ortodonti


Dokter gigi yang mengevaluasi posisi dan struktur dari gigi anak
dan berkoordinasi dengan ahli bedah dan spesialis lainnya.
6. Dokter gigi spesialis pedodonsia
Dokter gigi yang mengevaluasi dan merawat gigi anak.
7. Ahli terapi bicara
Bertugas mengevaluasi kemampuan bicara untuk menciptakan
kemampuan komunikasi dan memonitor secara langsung pada
tahap perkembangan anak.
8. Ahli audiologi
Bertugas mengevaluasi kemampuan dan kesulitan mendengar pada
anak untuk menciptakan kemampuan komunikasi.
9. Koordinasi perawat
Berperan penting dalam berkoordinasi dengan para dokter ahli
selama proses penatalaksanaan.
10. Ahli psikologi
Bertugas mengevaluasi kemajuan anak secara teratur,
mengamati pendengaran, berbicara, nutrisi, gigi dan status
emosional.
2.5.1 Kronologis Terapi

a) Terapi Non-bedah
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak
ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari
palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan
nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu
sebelum diperbaiki. Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan
dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:
1)

Intake makanan
Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya

mengalami kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun


bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan
seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan
bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris.
pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/
dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu
dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak
terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil
sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu
dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian
belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu
dapat dipasangkan obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat
menghisap susu, atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk
mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot
lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang
yang panjang untuk mencegah aspirasi.
2)

Pemeliharaan jalan nafas


Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika

dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah

(undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh


kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat
inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)

3)

Gangguan telinga tengah


Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft

palate dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga
otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari
efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran.
Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi
hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai
resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang
paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga
masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah (Tollefson,
2011).
b) Terapi Bedah
Pembedahan biasanya dilakukan selama 3-6 bulan pertama untuk
memperbaiki celah bibir dan antara 9-14 bulan untuk memperbaiki celah
palatum. Kedua tipe pembedahan dilakukan di rumah sakit dibawah
anestesi umum.
Pembedahan cleft palate melibatkan penarikan jaringan dari tiap
sisi mulut untuk membentuk ulang palatum. Proses ini mungkin
membutuhkan rawat inap 2 atau 3 malam di rumah sakit, dengan malam
pertama berada di ICU.

Pembedahan pertama dimaksudkan untuk

membentuk palatum fungsional, mengurangi kemungkinan cairan yang


terbentuk dalam telinga tengah, dan membantu gigi dan tulang wajah
berkembang dengan tepat. Sebagai tambahan, palatum fungsional ini akan
membantu perkembangan berbicara dan kemampuan dalam pemberian

makanan.
Pembedahan cleft lip biasanya hanya membutuhkan sebuah
pembedahan rekonstruktif, khususnya jika celah tersebut unilateral. Dokter
bedah akan membuat sebuah insisi pada masing-masing sisi celah dari
bibir ke lubang hidung. Dua sisi bibir kemudian disatukan. Celah bibir
bilateral mungkin diperbaiki dalam dua pembedahan dengan jarak 1
bulan, yang biasanya membutuhkan rawat inap singkat di rumah sakit.
Kebutuhan operasi lainnya bergantung pada kemampuan ahli
bedah dan juga keparahan celah, bentuknya dan ketebalan jaringan yang
tersedia yang dapat digunakan untuk membentuk palatum. Beberapa anak
akan membutuhkan pembedahan lebih untuk membantu memperbaiki cara
berbicara mereka.
Pembedahan tambahan juga mungkin memperbaiki gambaran bibir
dan hidung, menutup celah antara hidung dan mulut, membantu
pernafasan

dan

menstabilkan

dan

meluruskan

kembali

rahang.

Pembedahan berikutnya biasanya dijadwalkan sekurangnya dalam jarak 6


bulan untuk memberi waktu penyembuhan dan mengurangi kemungkinan
parut yang serius. Perbaikan terakhir untuk parut mungkin ditinggalkan
dan tidak dilakukan sampai usia remaja, dimana struktur wajah sudah
lengkap perkembangannya.
1.

Terapi ortodonsi
Obturator palatal sering dibuat untuk bayi dengan cleft palate yang

mengalami kesukaran menyusu atau mengalami gangguan masuknya


makanan atau cairan melalui rongga hidung. Evaluasi bicara dan
pendengaran yang dini sangat dianjurkan dan alat bantu pendengaran
sering digunakan untuk mencegah timbulnya masalah belajar pada anak
dengan cleft palate yang sering kali juga mendapat serangan otitis
media.
Tindakan dokter gigi sebagai pencegahan sangat penting dan
merupakan dasar untuk terapi ortodontik selanjutnya. Terapi sering kali
membutuhkan perbaikan cacat perkembangan gigi. Terapi ortodonti

kadang-kadang dimulai pada fase gigi susu untuk memperbaiki gigitan


silang posterior atas unilateral dan bilateral serta untuk memperbaiki
segmen premaksila yang berubah letak.
Begitu sampai pada fase gigi campuran, terapi orthodonti
konvensional dimulai untuk membentuk lengkung rahang atas yang
normal. Sering kali ini dilakukan dengan melakukan graft tulang
autogenus pada sumbing alveolar untuk membentuk kembali keutuhan
lengkung

maksila.

Terapi

ini

dianjurkan

untuk

dilakukan

bila

pembentukan akar gigi tetap yang belum erupsi di dekat daerah tulang
alveolar yang sumbing terutama pada maksila, sudah mencapai
seperempat atau setengahnya. Gigi geligi ini akan berhasil erupsi
dengan baik secara pasif atau mekanis melalui tempat graft yang bersatu
dengan rahang dan membentuk tulang alveolar yang baik.
Terapi ortodonti selanjutnya adalah dengan bedah ortognati.
Biasanya dilakukan untuk pasien dengan deformitas dentofasial yang
signifikan. Bedah plastik sering dilakukan untuk memperbaiki estetik
dan fungsi tepi merah bibir, filtrum, dan hidung.
2. Kronologi Penatalaksanaan Cleft Palate Dan Lip Dari Semua
Aspek Medis
Usia
Prenatal

Intervensi
Rujukan kepada tim yang menangani celah bibir dan
palatum
Diagnosis dan konseling genetik
Memperlihatkan masalah psikososial

Lahir 1 bulan

Mempersiapkan
Rujukan
kepada instruksi
tim yang pemberian
menanganimakan
celah bibir dan
palatum
Diagnosis dan konseling genetik
Memperlihatkan masalah psikososial

1 4 bulan

Sediakanpemberian
instruksi pemberian
dan periksa
Periksa
makan dan makan
pertumbuhan
Perbaikan celah bibir
Periksa telinga dan pendengaran

5 15 bulan

Periksa pemberian makan, pertumbuhan dan


perkembangan
Periksa telinga dan pendengaran; pertimbangkan
tabung telinga
Perbaikan
celah
Nilai
telinga
danpalatum
pendengaran

16 24 bulan

Nilai bicara dan bahasa


Periksa
perkembangan
Nilai
bicara
dan bahasa; tangani insufisiensi

2 5 tahun

velofaringeal
Periksa telinga dan pendengaran
Pertimbangkan perbaikan bibir/hidung sebelum mulai
sekolah
Nilai
bicara dan bahasa; tangani insufisiensi

6 11 tahun

velofaringeal
Intervensi ortodonti
Cangkok tulang alveolar
Pembedahan rahang, rinoplasti jika dibutuhkan

12 21 tahun

Alat ortodonti, implan jika dibutuhkan


Konseling genetik
3.

Jenis-jenis pembedahan
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu

kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia
tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi
kesempatan

jaringan

pasca

operasi

sampai

matang

pada

proses

penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan


demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik. Ada beberapa teknik
dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum,
yaitu:
1. Teknik von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang
merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini.
Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada

palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada,
dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk
menutup celah palatum.

2. Teknik V-Y push-back


Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua
flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior
dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke
belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang
diperbaiki.
3. Teknik double opposing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang
palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator.
4. Teknik Schweckendiek
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950,
pada teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti
dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.
5. Teknik palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini
mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang
meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan
dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.
2.5.2

Teknik pembedahan

Mikroskop operasi digunakn untuk semua perbaikan langit-langit


sejak 1991. Mikroskop memberikan tampilan yang sangat baik dan
penerangan (Gbr. 1) dan menjadi sangat mudah dan nyaman untuk
digunakan praktik seorang ahli bedah. Setelah penyusupan dengan
lignocaine dan adrenalin, insisi dibuat di sepanjang margin dari celah di
persimpangan antara mukosa hidung dan mulut (biasanya pada sisi oral tepi
celah).

Gambar 1. Mikroskop memberikan tampilan yang sangat baik dan penerangan

Secara lateral, scaler berlalu di balik pembuluh palatine dan


posteriorly lebih besar di luar tepi belakang hard langit-langit, peningkatan
kelenjar mukus untuk terkena segitiga putih memasukkan tendon tensor
hidung (Gbr. 2). Mungkin terjadi instrumen tumpul sekitar palatine
neurovascular bundel yang lebih besar untuk angkat keluar dari foramen
dan janganlah merajah tanda-tanda periosteal secara perlahan-sarungnya di
sekelilingnya, mobilisasi untuk memungkinkan jika perlu untuk mencapai
penutupan lapisan oral. Manuver ini untk membantu membuat tie rod
lateral agar tidak perlu dilakukannya irisan pada sebagian besar kasus,
tetapi jika diperlukan, mereka dapat dilakukan sebelum paparan terhadap
dari tensor tendon atau pada penutupan dan dipelihara sebagai mungkin
kecil.

Gambar 2. peningkatan kelenjar mukus untuk terkena segitiga putih memasukkan tendon tensor
hidung

Mukosa lisan velum, dengan kelenjar mukus yang terpasang,


kemudian dissected dari susunan otot oleh pisau dan dissection tumpul ke
posterior perbatasan velum dan secara lateral ke pterygoid hamulus.
Mukosa hidung adalah maka dikerahkannyalah jika perlu dari palatal rak
dan sutured dalam midline. Merupakan sumbangan dari lapisan hidung
sebelum dissection dissection otot membuat lebih mudah dengan
memberikan ketegangan perlu untuk dissection pisau tajam. Menggunakan
dudukan karet hisap untuk paparan terhadap dan lembut, penarik sikat insisi
dibuat pada setiap sisi midline. Posteriorly, insisi ini adalah tentang 3 mm
dari midline dan ia melewati lebih dekat ke midline anteriorly, hanya tie rod
lateral ke lapisan hidung jahitan. Pisau ini sangat dissection meluas ke
mukosa hidung (yang muncul hampir biru), meninggalkan kelenjar mukus
secara terpusat. Pisau dissection kemudian terus secara lateral dalam plane
antara mukosa hidung dan susunan otot untuk 5 mm untuk 10 mm,
meninggalkan pembuluh kecil pada mukosa hidung. Kepala telah,
mikroskop disesuaikan, Dan dengan kaitan kulit dalam susunan otot
dan/atau tensor tendon, otot dan tendon dibagi dari posterior hard langitlangit dengan insisi secara paralel. Pisau dissection ini berlanjut hingga
mukosa hidung (Gbr. 3).

Gambar 3. Pisau dissection ini berlanjut hingga mukosa hidung

Insisi yang kemudian mundur pada 90 derajat ke posterior daerah


langit-langit, di samping pterygoid hamulus, dengan pembagian tensor
saudarinya tendon ke hamulus. Ketegangan dengan dipertahankan pada
pengembangan berkas otot, otot dipisahkan dengan lebih lanjut lagi dari
sisipan ke mukosa hidung oleh kombinasi pisau dan dissection tumpul.
Ketika serat-serat di belakang tensor telah dibagi, sebuah sangat mencolok
retropositioning otot terjadi dan biasanya dapat dilakukan pada tahap ini
untuk meninggikan dan membelah lebih palatoglossus oral dan serat
palatopharyngeus untuk biarkan levator palati. Levator yang dilihat
sebagai gambar diskrit otot silinder dalam amplop fascial tipis (Gbr. 4)
dengan struktur neurovascular berbohong pada permukaan depan
(anterior) dan lisan. Tajam dan dissection tumpul berlanjut hingga bundel
otot dirasakan dengan sukarela, namun perawatan seluler harus diambil
untuk meninggalkan sebagai banyak struktur neurovascular sebagai
mungkin rusak, untuk memastikan bahwa baik devascularization atau
denervation otot terjadi.
Kemudian otot dalam posterior setengah velum (Gbr. 5), dengan
nonabsorbable 4-0 atau 5-0 jahitan nilon, dengan suture anterior biasanya
terpungut segmen dari retrodisplaced tensor tendon untuk memberikan
kekuatan untuk reparasi. Suture pertama dalam mukosa oral dimasukkan
hanya di depan otot dan menerimanya kelenjar mukus hidung dengan
matras loop suture11,12 (Gbr. 6). Satu atau dua oral absorbable lebih
lanjut/hidung matras loop layer jahitan dimasukkan anteriorly untuk
menutup ruang mati dan untuk memelihara otot dalam posisi belakang

(Brian, 2003).

Gambar. 4
otot silinder dalam amplop fascial tipis

Gambar. 5
otot dalam posterior etengah velum

Gambar 6.
kelenjar mukus hidung dengan matras loop suture

2.6 KOMPLIKASI

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis


media, tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu
dapat menyebabkan gangguan psikososial. Komplikasi post operatif yang
biasa timbul yakni:
a. Obstruksi jalan nafas
Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring
saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif
dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi
jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan
pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang
kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi
perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.
b. Perdarahan
Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil
terjadi. Karena kayanya darah yang diberikan pada paltum, Intraoperative
hemorrhage is a potential complication. Hal ini bisa berbahaya pada bayi,
yakni pada meraka yang total volume darahnya rendah. Penilaian
preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting.
Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari
oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa
terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum
yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene atau agen
hemostatik lainnya.
c. Fistel palatum
Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera
setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan
yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun sepanjang

sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%,
dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut
berhubungan dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post
operatif bisa ditangani dengan dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai
dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup defek yang
ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk terapi
pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior
merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu,
penutupan fistula anterior maupun posterior yang persisten seharusnya di
coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply darah telah
memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre
menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum
mencoba untuk memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana
gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan untuk
melakukan penutupan.
d. Midface abnormalities
Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada
intervensi pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah
retriksi dari pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum
yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi
anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya
yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena
penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan
ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder
pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate
unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah
orthognathic. LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki
hipoplasia midface yang menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas
dagu.

e. Wound expansion
Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang
berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir
dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan
parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.
f. Wound infection
Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi
karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat
terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari
anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang
pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang
terbenam.
g. Malposisi Premaksilar
Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat
terjadi setelah operasi.
h. Whistle deformity
Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin
berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat
dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.
i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir
Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat
dari jarak anatomis yang penting lengkung (Yuzuriha, 2008).
2.7 Prognosis
Prognosis penatalaksanaan cleft palate dan lip tergantung pada

derajat keparahan cleft, pertimbangan estetik, gangguan bicara dan


pendengaran.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara garis besar baik cleft palate dan cleft lip disebabkan
oleh kegagalan proses penggabungan lempeng palatina lateral untuk
bergabung satu sama lain, dengan septum nasal, atau dengan palatum
primer. Celah bibir dan celah palatum dapat dibedakan berdasarkan
abnormalitas kongenital dan keduanya sering terjadi secara bersamaan.
Perkembangan

embriologis

pada

bibir

atas

dan

hidung

membutuhkan tahapan yang rumit, hal ini telah terprogram secara genetis.
Hal yang paling utama yang menjadi permasalahan adalah fusi
(penyatuan) dari 5 jaringan fasial prominens pada minggu ke-3 hingga ke8, perkembanan bibir pada usia kandungan 3 hingga 7 minggu, dan
perkembangan palatum pada minggu ke 5 hingga 12. Hal tersebut pada
akhirnya akan akan menyebabkan kecacatan pada palatum dan bibir jika
berlangsung secara abnormal.
Hasil dari campur tangan penilaian speech akan membantu untuk
menetapkan tujuan-tujuan. Campur tangan speech dengan pendekatan
fonetik menganggap artikulasi belajar sebagai waktu tertentu dari
pembelajaran motor yang terjadi pada tingkat perifer. Akibatnya, prosedur
campur tangan didasarkan pada anggapan bahwa artikulasi kesilapan ini
karena kesalahan kontrol articulators. Sebaliknya,

dalam sebuah

pendekatan phonologic anak-anak harus mempelajari lebih dari pola


articulatory dikaitkan dengan kata-kata. Mereka harus mempelajari
fonologi dialek lengkap-sistem peraturan-yang terjadi di tingkat pusat dan
memerlukan-kognitif pemrosesan phonological. Ketika dua pendekatan
yang berbeda pada

anak-anak dengan celah langit-langit dan tidak

dibandingkan-versus phonologic fonetik-total waktu campur tangan


speech yang diperlukan untuk memperbaiki tidak mengurangi kritis

sebuah pendekatan phonological telah digunakan. Karena sistem


phonological telah diintegrasikan dengan sistem bahasa lainnya juga
mengusulkan bahwa bahasa anak-anak dengan tidak harus dikaji.
Terapi pada cleft palate dan cleft lip melibatkan beberapa ahli yang
masing-masing memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan
penatalaksanaan. Dokter gigi spesialis bedah mulut dan ortodonsi
memainkan peranan paling penting dalam kronologi perawatan cleft. Hal
ini disebabkan oleh wilayah yang harus dirawat adalah wilayah gigi dan
rongga mulut dan perawatan panjang yang dilakukan dari tahun ke tahun
adalah dilakukan oleh dokter gigi tersebut. Terapi bedah dan ortodontik
memainkan peranan utama dalam cleft palate dan cleft lip.
Tujuan utama terapi bedah pada kasus cleft palate dan lip secara
umum adalah untuk membentuk palatum fungsional, mengurangi
kemungkinan cairan yang terbentuk dalam telinga tengah, dan membantu
gigi dan tulang wajah berkembang dengan tepat, gambaran bibir dan
hidung, menutup celah antara hidung dan mulut, membantu pernafasan dan
menstabilkan dan meluruskan kembali rahang. Sedangkan tujuan utama
perawatan ortodonsi pada kasus yang sama adalah membantu bayi dalam
menelan makanan dan ASI makanan dengan alat obturator; pada fase
gigi sulung dapat memperbaiki gigitan silang posterior atas unilateral dan
bilateral serta untuk memperbaiki segmen premaksila yang berubah letak;
pada fase gigi campuran, terapi orthodonti konvensional dengan membentuk
lengkung rahang atas yang normal menghasilkan gigi geligi yang akan berhasil
erupsi dengan baik secara pasif atau mekanis dan membentuk tulang alveolar yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA
Bishara, Samir E. 2010. Text Book of Orthodontics. Philadelphia : W.B.
Saunders Company.
Brian C. Sommerlad, M.B., B.S., F.R.C.S. 2003. A Technique for Cleft
Palate Repair. PLASTIC AND RECONSTRUCTIVE SURGERY
Vol. 112, No. 6.
Cox, T. C. (2004). "Taking it to the max: The genetic and developmental
mechanisms

coordinating

midfacial

morphogenesis

and

dysmorphology". Clin. Genet. 65 (3): 163176. PMID 14756664.


Dudas M, Li WY, Kim J, Yang A, Kaartinen V (2007). "Palatal fusion where do the midline cells go? A review on cleft palate, a major
human

birth defect". Acta Histochem. 109 (1): 114.

doi:10.1016/j.acthis.2006.05.009.
PMID 16962647. )
Jose G. Christiano, M.D., Amir H. Dorafshar, M.B.Ch.B., Eduardo D.
Rodriguez, M.D., D.D.S., Richard J. Redett, M.D. 2012. Repair of
Recurrent Cleft Palate With Free Vastus Lateralis Muscle Flap.
Cleft PalateCraniofacial Journal, March 2012, Vol. 49 No. 2
Loenarz, C.; Ge W., Coleman M. L., Rose N. R., Cooper C. D. O.,
Klose R. J., Ratcliffe P. J., Schofield, C. J. (2009). "PHF8, a gene
associated with cleft lip/palate and mental retardation, encodes for
an N{varepsilon}-dimethyl lysine demethylase".

Hum.

Mol.

Genet..
Pablo

Antonio

Ysunza,

Pamplona,Juan
Chaiyasate,5
Current

F.
and

Gabriela

M.

Calderon,

Kenneth

Matthew

Controversies

in

Repetto,

Maria

Shaheen,5

Rontal.

2015.

Diagnosis

and

Review

Carmen
Konkgrit
Article

Management

of

Cleft Palate and Velopharyngeal Insufficiency. BioMed Research

20

International Volume 2015.


Sloan

GM

(2000).

"Posterior

pharyngeal

flap

and

sphincter

pharyngoplasty: the state of the art". Cleft Palate Craniofac. J. 37


(2): 11222.
Stoicescu Simona1,2, Enescu DM. 2013. Considerations Regarding Age at
Surgery and Fistula Incidence Using One and Two stage Closure
for Cleft Palate. Acta Medica Marisiensis.
Tollefson TT, Humphrey CD, Larrabee WF, Adelson RT, Karimi K, Kriet
JD (2011). The spectrum of isolated congenital nasal deformities
resembling the cleft lip nasal morphology.Arch Facial Plast
Surg 13 (3): 15260.
Yuzuriha S, Mulliken JB. 2008. Minor-form, microform, and minimicroform cleft lip: anatomical features, operative techniques, and
revisions. Plast. Reconstr. Surg.122 (5): 148593.
Zucchero, T.M. et al. 2004 Interferon Regulatory Factor 6 (IRF6) Gene
Variants and the Risk of Isolated Cleft Lip or Palate New England
Journal of Medicine 351:769-780 [1] ^ "Cleft palate genetic clue
found". BBC News.

20

Anda mungkin juga menyukai