Anda di halaman 1dari 58

RESPONSI

ACUTE CORONARY SYNDROME (N-STEMI) +


LBBB + CONGESTIVE HEART FAILURE

Oleh :
Ika Rahmawati Caesarina
Septia Nindi Fariani

Pembimbing
dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU PROVINSI NTB
2012
0

RESPONSI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. K

Umur

: 42 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Status

: Menikah

Alamat

: Janapria, Loteng

Suku

: Sasak

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

:-

No RM

: 067091

MRS

: 22 November 2012

Waktu Pemeriksaan

: 22 November 2012

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri dada.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang sebagai rujukan dari RSI dengan keluhan nyeri dada yang
memberat sejak 10 hari yang lalu. Nyeri dada dirasakan seperti tertindih benda
berat di sebelah kiri, menjalar ke lengan kiri dan punggung kiri. Nyeri dada
yang dirasakan berdurasi >30 menit dan terus menerus. Nyeri dada kali ini
bukan yang pertama kali dirasakan pasien. Pasien pertama kali mengalami
nyeri dada sekitar 2 tahun yg lalu.
Selain nyeri dada, pasien juga mengeluhkan sesak (+) sejak 10 hari yang lalu.
Di rumah, pasien biasa tidur dengan bantal tinggi (2-3 bantal) dimana dalam
posisi demikian pasien merasa lebih nyaman dan tidak sesak. Pasien juga
terkadang terbangun di malam hari karena sesak, berkeringat dingin,
namun tidak pernah mengalami bengkak pada kaki.
Pasien juga mengaku matanya menguning sejak 1 hari yang lalu. Mual (-),
muntah (+), nyeri ulu hati (-), demam (-) lemah (+). BAB pasien normal, warna
1

kuning, darah (-), kehitaman (-), dempul (-). Sudah 3 hari BAB (-), flatus (+).
BAK pasien normal, berwarna kuning jernih, darah (-), nyeri (-), riwayat
kencing pasir (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


o

Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya sejak kirakira 2 tahun yang lalu.

Riwayat HT (+), DM (-), asma (-), ambeien (-)

Riwayat penyakit ginjal (-)

Riwayat batuk lama (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat sakit kuning (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Tidak ada riwayat HT, DM, asma
pada keluarga pasien.

Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah berobat ke RSI sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB.

Riwayat Pribadi dan Sosial :


Pasien sebelumnya adalah seorang wiraswasta. Namun, sekarang sudah tidak
bekerja lagi sejak 2 tahun yang lalu setelah pertama kali mengeluhkan nyeri
dada. Riwayat pasien merokok (+) dan minum alkohol (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


o

Keadaan umum

: Baik

Kesan sakit

: Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4V5M6

Tensi

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, reguler

Pernapasan

Suhu

: 24 x/menit
: 36,3 oC

Status General :
Kepala :

o
1.

Ekspresi wajah : depresi

2.

Bentuk dan ukuran : normal

3.

Rambut : berwarna hitam, masih lebat

4.

Edema (-)

5.

Malar rash (-)

6.

Parese N VII (-)

7.

Hiperpigmentasi (-)

8.

Nyeri tekan kepala (-)


Mata :

o
1.

Simetris

2.

Alis : normal

3.

Exophtalmus (-)

4.

Ptosis (-)

5.

Nistagmus (-)

6.

Strabismus (-)

7.

Edema palpebra (-)

8.

Konjungtiva : anemis (-/-)

9.

Sklera : ikterik (+/+), hiperemis (-)

10.

Pupil : isokor, bulat, refleks cahaya (+/+), diameter 1 mm/1


mm

11.

Kornea : normal

12.

Lensa : normal, katarak (-)


Telinga :
3

1.

Bentuk : normal, simetris

2.

Lubang telinga : normal, sekret (-)

3.

Nyeri tekan tragus (-)

4.

Pendengaran : kesan normal


Hidung :

o
1.

Simetris, deviasi septum (-)

2.

Napas cuping hidung (-)

3.

Perdarahan (-), sekret (-)

4.

Penciuman normal
Mulut :

o
1.

Simetris

2.

Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips


breathing (-)

3.

Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)

4.

Lidah : glositis (-), atrofi papil lidah (-)

5.

Gigi : caries (-), karang gigi (-)

6.

Mukosa normal
Leher :

o
1.

Kaku kuduk (-)

2.

Scrofuloderma (-), pembesaran KGB (-)

3.

Trakea : ditengah

4.

Peningkatan JVP (-)

5.

Otot sternocleidomastoideus aktif, hipertrofi (-)

6.

Pembesaran nodul thyroid (-)


Thorax :

o
1.

Inspeksi
-

Bentuk dan ukuran dada normal, simetris

Permukaan dinding dada : massa (-), scar (-), spider navy (-)

Fossa intra dan supraklavikula cekung simetris. Fossa jugularis :


trakea di tengah.

Iga dan sela iga normal, simetris

Otot bantu pernapasan tidak aktif

Respiratory rate 24 x/menit, teratur.

Iktus cordis terlihat pad ICS VI Anterior aksila

2.

Palpasi
-

Edema (-), thrill (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-),
denyutan (-).

Posisi mediastinum : trakea ditengah, ictus cordis teraba


melebar di ICS VI-VII axilla anterior.

Pengembangan dinding dada simetris

Vocal fremitus simetris

3.

Perkusi
-

Sonor pada kedua lapang paru.

Batas paru-jantung :
Kanan : ICS II parasternal dextra
Kiri : : ICS VII axilla anterior

Batas paru-hepar :
Ekspirasi : ICS VI
Inspirasi : ICS VII

4.

Auskultasi
-

Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-), tes bisik (-), tes
percakapan (-).

o Abdomen :
1. Inspeksi : distensi (-), sikatrik (-), vena kolateral (-), caput medusa (-),
scar (-)
2. Auskultasi : BU (+) N, metallic sound (-)

3. Perkusi : timpani (+), pekak beralih (-).


4. Palpasi : nyeri tekan (-), hepar teraba membesar sekitar 3-4 jari di
bawah arcus costae, L/R tidak teraba.
o Ekstremitas Superior :
1. Telapak tangan : hangat, eritema palmaris (-)
2. Tremor (-), kuku : Clubbing finger (-)
3. Sianosis (-), petechie (-)
4. Edema (-/-)

Ekstremitas Inferior :

1. Telapak kaki : Hangat, deformitas (-)


2. Tremor (-), kuku : Clubbing finger (-)
3. Sianosis (-), petechie (-)
4. Edema (-/-)
o Genitourinaria : tidak dievaluasi
RESUME
Laki-laki, 42 tahun datang sebagai rujukan dari RSI dengan keluhan nyeri
dada yang memberat sejak 10 hari yang lalu. Nyeri dada dirasakan seperti
tertindih benda berat di sebelah kiri, menjalar ke lengan kiri dan punggung
kiri dan berdurasi >30 menit dan terus menerus. Selain itu, pasien juga sesak (+)
sejak 10 hari yang lalu. Di rumah, pasien biasa tidur dengan bantal tinggi (2
bantal), terkadang terbangun di malam hari karena sesak, dan berkeringat
dingin.
Pemeriksaan fisik:
o

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, reguler

Pernapasan

Suhu

: 24 x/menit
: 36,3 oC

2.

Sclera icterik (+/+)

SCM aktif (+)

Hepar teraba membesar sekitar 3-4 jari di bawah arcus costae.

Ronki (+/+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Klinik
Parameter
HGB
HCT
WBC
MCV
MCH
MCHC
PLT
GDS
Kreatinin
Ureum
SGOT
SGPT
CKMB
HBSAg

29/10/2012
13,5
42
10,41
89,4
28,7
32,1
194
95
1,5
105
1453
1027
73
(-)

Normal
11,5-16,5 g/dL
37-45 [%]
4,0 11,0 [10^3/ L]
82,0 92,0 [fL]
27,0-31,0 [pg]
32,0-37,0 [g/dL]
150-400 [10^3/ L]
<160
0,9-1,3
10-50
<40
<41
<16

Hasil EKG 22 November 2012

Interpretasi EKG Irama sinus, HR 78 x/menit, Axis normal, ST depresi (NSTEMI).

3.

IDENTIFIKASI MASALAH
Subjective

Objective

Nyeri dada di sebelah


kiri, menjalar ke lengan kiri dan
punggung kiri

Durasi nyeri >30 menit

Sesak (+)

Tidur

bantal

Sclera icterik (+/+)

SCM aktif (+)

Hepar teraba membesar


sekitar 3-4 jari di bawah arcus
costae.

Ronki (+/+)

tinggi

SGOT : 1453

Terkadang terbangun di
malam hari karena sesak

SGPT : 1027

CKMB: 73

Edema paru

Ascites minimal

dengan

Berkeringat dingin.

4. ASSESSMENT

5.

Acute Coronary Syndrome (NSTEMI)

CHF NYHA III-IV

PLANNING TERAPI

Medikamentosa
o

O2 2 lpm

IVFD RL 10 tpm

ISDN 3 x 5 mg tab

Inj. Furosemid 1A/8 jam

Captopril 3 x 6,25 mg tab

Bisoprolol 1 x 1,25 tab

Spironolacton 1 x 25 mg tab

Aspilet 1 x 80 mg tab

Simvastatin 1 x 20 mg tab

Curcuma 3x1 tab

Non-medikamentosa
o

Balance cairan

Monitoring : Keadaan umum, tanda vital, dan keluhan.

6. USULAN PEMERIKSAAN

Foto rontgent

EKG

Echocardiography

FOLLOW UP
Tgl
23/11/12

S
O
nyeri dada (+) TD : 120/60
hilang
timbul, N : 80
sesak (+), lesu. R : 24
T : 35,6

A
NSTEMI

Aserin
g

Arixtr
a 2,5 mg/hari

Inj
ranitidin 1 A/12
jam

Inj
ketorolac 1 A/8
jam

Irama sinus, HR 75 x/menit, axis normal


24/11/12

nyeri dada (+)


berkurang
dibanding
kemarin, sesak
(+), lesu

TD : 120/80
N : 80
R : 24
T : 35,6

NSTEMI

Aserin
g 8 tpm

Arixtr
a 2,5 mg/hari

Inj
ranitidin 1 A/12
jam

Inj
ketorolac 1 A/8
jam

Farsix
10

1 x tab

Bisopr
olol 1 x tab

Fasor
bid 3 x 5 mg

Irama sinus, HR 75 x/menit, axis normal


25-29/11

Pasien pindah ke bangsal Kenanga


USG abdomen 28/11/12

EKG 29/11/12

11

30/11/12

sesak (+)
mendadak
memberat
selama 2 hari
terakhir, nyeri
dada (-), lesu

Irama sinus, HR 70 x/menit, axis normal


TD : 150/90
Post IMA

O2
N : 130
(LBBB
masker 10 lpm
R : 30
komplit) +
Pasan
ronki (+/+)
edema paru
g kateter urin
akut

Inj
Farsix 2 A IV bolus
farsix pump 5
mg/jam IV

Dobut
amin 3 mg/kg/min

Spiron
olactone 25 mg tab

Aspile
t 1 x 80 mg

ISDN
3 x 5 mg tab

Capto
pril 3 x 6,25 mg tab

Simva
statin 20 mg tab

12

Irama sinus, HR 80 x/menit, axis normal, LBBB komplit


Hasil analisa gas darah

ASAM BASA
pH

: 7,32

(7,2 - 7,6)

PCO2

: 20

(30 - 50)

PO2

: 139

(70 - 700)

HCO3

: 9,9

01/12/12

ELEKTROLIT
Na

: 124

(135 - 145)

: 4,6

(3,5 5,1)

Ca

: 0,45 (1,12 1,32)

sesak berkurang, TD : 140/60


nyeri dada (-)
N : 90
R : 30
ronki (-/-)

Post IMA

(LBBB
komplit) +

edema paru

O2
masker 8-10 lpm
Aserin
g + dobutamin 250
mg (3
meq/kgBB/menit)

Inj
furosemid 3 x 1 IV

Spiron
olactone 25 mg tab

Aspilet
1 x 80 mg

ISDN
3 x 5 mg tab

Captop
ril 3 x 12,5 mg tab

Simvas
tatin 20 mg tab

Bisopr

13

olol 1,25 mg tab

Irama sinus, HR 64x/menit, axis normal, LBBB komplit

Rontgen toraks

02/12/12

sesak (+), nyeri TD : 120/80


dada (+).
N : 90
R : 22
ronki (-/-)

Pulmo : dbn
Cor : cardiomegali

Post IMA

(LBBB
komplit) +

edema paru

O2
masker 8-10 lpm
Aserin
g + dobutamin 250
mg (3
meq/kgBB/menit)
Spiron
olactone 25 mg tab

14

Aspilet
1 x 80 mg

ISDN
3 x 5 mg tab

03/12/12

sesak (+), nyeri TD : 120/80


dada (+).
90/60
N : 80 130
RR : 28
akral dingin

Captop
ril 3 x 12,5 mg tab

Simvas
tatin 20 mg tab

Bisopr
olol 1,25 mg tab

Post IMA

(LBBB
komplit) +

edema paru

O2
masker 8-10 lpm
Aserin
g + dobutamin 250
mg (3
meq/kgBB/menit)
habis STOP
Dopa
min 200 mg (3
meq/kgBB/menit)

Farsix
1 A/8 jam

Spiron
olactone 25 mg tab

Aspilet
1 x 80 mg

ISDN
3 x 5 mg tab

Captop
ril 3 x 12,5 mg tab

Simvas
tatin 20 mg

Bisopr
olol 1,25 mg

15

Irama sinus, HR 85 x/menit, axis normal, LBBB komplit

16

CLINICAL REASONING

Nyeri dada yang berlokasi di sebelah kiri, menjalar ke lengan dan punggung
kiri, berdurasi >30 menit.

Riwayat merokok (+), riwayat hipertensi (+).

Hasil EKG menunjukkan non ST-elevasi dan menjadi LBBB sejak tanggal 1
Desember 2012.

Hasil laboratorium menunjukkan kenaikan kadar enzim jantung CKMB.

Beberapa daftar masalah di atas dapat dijelaskan hubungannya satu sama lain
secara singkat melalui bagan berikut.

Nyeri dada yang berlokasi di sebelah kiri, menjalar ke lengan dan punggung
kiri, berdurasi >30 menit, merupakan tanda-tanda yang cukup spesifik untuk
kelainan jantung, terutama Acute Coronary Syndrome (ACS).
Acute Coronary Syndrome (ACS) terdiri dari 3, yaitu STEMI, NSTEMI, dan
unstable angina. Ketiganya dapat dibedakan dari hasil EKG dan pemeriksaan
CKMB. Pada pasien ini, hasil EKG menunjukkan non-ST elevasi dan
peningkatan CKMB sehingga dapat dikatakan termasuk NSTEMI (Non-ST
Elevasi Miocard Infark). Pada NSTEMI, pembuluh darah mengalami sumbatan
yang masih parsial seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

17

Acute Coronary Syndrome (ACS) memiliki beberapa faktor resiko seperti


merokok, dislipidemia, hipertensi, DM, dan usia lanjut. Pada pasien ini, terdapat
beberapa faktor resiko yang menguatkan diagnosa ke arah Acute Coronary
Syndrome (ACS) yaitu riwayat merokok dan hipertensi.
LBBB (Left Bundle Brunch Block) merupakan kelainan konduksi jantung
yang dapat disebabkan oleh ACS, terutama yang mengenai jantung bagian
anterior atau anteroseptal. Kriteria LBBB yaitu sebagai berikut (Surya Darma,
2009):
o Kompleks QRS lebar dan bertakik (berbentuk huruf M) di sadapan I,
aVL, V5, dan V6.
o Durasi kompleks QRS >0,12 detik (blok komplit) atau antara 0,10-0,12
detik (blok tidak komplit).
o Tidak dijumpai gelombang Q di sadapan I, V5, dan V6.
o Kadang disertai depresi segmen ST dan T inverse di sadapan I, aVL, V5,
dan V6.
o Ada kompleks QS atau rS di V1.
o Ada gelombang RsR di V6.

18

Sesak saat beraktivitas, tidur dengan bantal tinggi, terkadang terbangun karena
sesak, hasil rontgen thorax menunjukkan kardiomegali.

Berikut adalah beberapa tanda dan gejala lainnya yang dapat mengarahkan
kecurigaan gagal jantung.

19

Yang ditandai merah adalah tanda-tanda yang dijumpai pada pasien. Selain itu,
terdapat criteria Framingham yang digunakan untuk menentukan diagnosa gagal
jantung yang dialami bersifat kongestif / Congestive Heart Failure (CHF). Dari
criteria ini, diperlukan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor untuk menegakkan
CHF. Berikut adalah criteria Framingham.

Pada pasien, dijumpai 4 kriteria mayor dan 1 kriteria minor, sehingga dapat
dikatakan pasien sudah mengalami CHF.
Untuk lebih memudahkan penegakan diagnosa pada kelainan jantung, berikut
adalah algoritma dari WHO pada tahun 2012.

20

Berdasarkan bagan di atas, bila didapatkan tanda-tanda seperti sesak,


kelelahan, dan edema, maka perlu digali lebih lanjut untuk mencari tahu apakah
tanda dan gejala tersebut berdasarkan oleh kelainan pada jantung. Penggalian
lebih lanjut dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (WHO, 2012).

Anamnesis
Meskipun sesak dan cepat lelah adalah tanda-tanda gagal jantung, namun
gejala tersebut juga dapat ditemukan pada kondisi-kondisi lain seperti
kelainan respirasi dan obesitas. Informasi adanya kelainan jantung
sebelumnya dapat meningkatkan kemungkinan bahwa gejala saat ini
diakibatkan oleh gagal jantung. Adanya riwayat nyeri dada sebelumnya,
hipertensi, demam rematik, atau riwayat operasi jantung sebelumnya dapat
membantu menegakkan diagnosa. Keluhan berdebar-debar / palpitasi juga
dapat disebabkan oleh kelainan irama atau konduksi jantung yang dapat
berujung pada gagal jantung (WHO, 2012).

Pemeriksaan fisik
Banyak pasien dengan gagal jantung yang hanya memiliki sedikit gejala.
Beberapa tanda fisik, seperti edema pada kaki merupakan tanda yang tidak
spesifik yang bahkan dapat ditemukan pada pasien tanpa kelainan jantung.
Sedangkan, ditemukannya peningkatan JVP (tanpa adanya anemia, kelainan
paru, ginjal, maupun hepar), nadi yang cepat dan lemah, adanya sura jantung
3, dan perubahan posisi apex jantung merupakan tanda-tanda fisik yang
spesifik untuk kelainan jantung. Ditemukannya sesak tanpa adanya tandatanda fisik di atas lebih mengarah pada kelainan pada paru atau penyakit
lainnya (WHO, 2012).

Pemeriksaan penunjang untuk investigasi lainnya.


Tujuan pemeriksaan ini antara lain :
o Untuk memastikan diagnosis gagal jantung dengan mencari kelainan
jantung yang mendasarinya.

21

o Menentukan penyebab gagal jantung dengan mencari kelainan jantung


yang mendasarinya.
o Membantu menentukan pilihan terapi yang tepat.
o Menentukan prognosis.
o Mendapatkan informasi mengenai hasil atau efek terapi yang
diberikan.
Pemeriksaan darah dapat membantu menyingkirkan kelainannya disebabkan
oleh anemia, penyakit tiroid, hepar, maupun ginjal. Pemeriksaan yang paling
sering

dilakukan

adalah

pemriksaan

EKG,

rontgen

thorax,

dan

echocardiogram bila tersedia (WHO, 2012).


Hepar teraba membesar sekitar 3-4 jari di bawah arcus costae, sclera ikterik (+/
+), peningkatan SGOT dan SGPT.

Pada pasien CHF / gagal jantung kongestif yang diawali dengan adanya gagal
jantung kiri terjadi edema paru karena penumpukan cairan (sehingga
ditemukan ronki) gagal jantung kanan tekanan di atrium kanan meningkat
JVP meningkat dan dapat terjadi kongestif hepatopati.
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sering dijumpai pada
penderita gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan adanya gejala klinis gagal
jantung (terutama gagal jantung kanan), tes fungsi hati yang abnormal dan tidak
ditemukan penyebab lain dari disfungsi hati. Congestive hepatopathy juga
dikenal dengan istilah cardiac hepatopathy, nutmeg liver,atau chronic passive
hepatic congestion. Bila kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan
timbulnya jaringan fibrosis pada hati, yang sering disebut dengan cardiac
22

cirrhosis atau cardiac fibrosis. Meskipun cardiac cirrhosis menggunakan istilah


sirosis, jarang memenuhi kriteria patologis sirosis. Congestive hepatopathy ini
sangat sulit dibedakan dari sirosis hati primer karena klinisnya relatif tidak
spesifik. Tetapi tidak sama seperti sirosis yang disebabkan oleh hepatitis virus
atau penggunaan alkohol, pengobatan ditujukan pada pengelolaan gagal jantung
sebagai penyakit dasar.
Sebenarnya, peningkatan enzim hepar dapat disebabkan oleh banyak hal
sebagai berikut.

Pada pasien, tingkat SGOT dan SGPT berada di atas 1000. Seperti terlihat di
atas, salah satu penyebabnya adalah iskemik pada hepar yang dapat disebabkan
oleh CHF seperti telah dijelaskan di atas.

23

TINJAUAN PUSTAKA

A. GAGAL JANTUNG
a. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Sebagai sebuah pompa, faktor yang mempengaruhi kerja jantung antara lain :
kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/menit), beban
awal dan beban akhir. Beban awal (preload) merupakan beban yang diterima
ventrikel kiri saat akhir diastol. Beban awal ini sama dengan volume akhir
diastolik ventrikel kiri dan tekanan pengisian akhir diastol ventrikel kiri. Beban
akhir (afterload) merupakan beban yang dihadapi oleh otot jantung saat
berkontraksi memompa darah keluar dari ventrikel kiri ke aorta, yaitu tahanan
perifer.
b. Klasifikasi

Gagal jantung curah tinggi (high output state), yaitu gagal jantung dimana
curah jantung masih tetap lebih besar dari keadaan normal. Misalnya pada
penderita anemia berat, hipertiroid, penyakit Paget metabolisme
meningkat, jantung bekerja lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh,
pada keadaan istirahat curah jantung sudah lebih besar daripada normal.
Apabila beban metabolisme melampaui kemampuan fisiologis jantung

maka akan terjadi gagal jantung curah tinggi.


Gagal jantung curah rendah (low output state), yaitu gagal jantung dengan
penurunan curah jantung. Misalnya pada hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dalam keadaan istirahat curah jantung mampu
memenuhi kebutuhan tubuh meskipun lebih rendah dari normal. Saat
beraktifitas fisik, curah jantung mula-mula akan meningkat sedikit tapi

segera menurun kembali, bahkan akan lebih rendah dari keadaan istirahat.
Gagal jantung sistolik, yaitu gagal jantung akibat ketidakmampuan
kontraksi otot jantung pada fase sistolik sehingga curah jantung menurun.
24

Gagal jantung diastolik, yaitu gagal jantung akibat gangguan relaksasi dan

gangguan pengisian ventrikel.


Gagal jantung kiri, yaitu gagal jantung akibat kelemahan ventrikel kiri
yang mengakibatkan peningkatan tekanan vena pulmonalis dan paru

sehingga pasien mengalami sesak nafas dan ortopneu.


Gagal jantung kanan, yaitu gagal jantung akibat kelemahan ventrikel
kanan karena tekanan pulmonal yang meningkat misalnya pada penyakit
HT pulmonal dan tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti
vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan

distensi vena jugularis.


Gagal jantung kongestif, yaitu gagal jantung kiri bersamaan dengan gagal

jantung kanan.
Gagal jantung akut (GJA), yaitu kegagalan fungsi jantung yang terjadi
secara mendadak / serangan cepat (rapid onset). GJA dapat berupa acute
de novo (GJA tanpa kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut
dari gagal jantung kronis (GJK). Penyebab GJA misalnya rupture katup
akibat endokarditis, krisis hipertensi, aritmia akut, stenosis katup aorta

berat, dll).
Gagal jantung kronis (GJK), yaitu sindrom klinik kompleks yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, fatik, baik dalam keadaan
istirahat maupun beraktivitas, edema dan tanda objektif adanya disfungsi
jantung dalam keadaan istirahat.

c. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial) Ketidakmampuan miokard
untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi sekuncup (
stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yangb berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic
overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel
sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.

25

3. Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)


Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic
dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mulamula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung,
tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu,
maka curah jantung justru akan menurun kembali.
4. Peningkatan

kebutuhan

metabolic-peningkatan

kebutuhan

yang

berlebihan (demand overload) Beban kebutuhan metabolic meningkat


melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja
maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah
jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh.
5. Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan pada pengisian
ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada
aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau
output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpuikan asam laktat).Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitaas menurun.

26

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung.Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis
AV), peningkatan mendadak afteer load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolism (misal : demam,
tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik

atau

metabolik

dan

abnormalita

elektronik

dapat

menurunkan kontraktilitas jantung


d. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung

tidak

mampu

memompa

memenuhi

kebutuhan

metabolisme

tubuh.Gagal jantung ditandai dengan dengan satu respon hemodinamik, ginjal,


syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa
penurunan fungsi jantung.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan

27

pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung.Kondisi ini juga


menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh
ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu:
preload; yang setara dengan isi diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan
total yang harus melawan ejeksi ventrikel, kontraktilitas miokardium; yaitu
kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi
tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut
jantung.
Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk
memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial
function).Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul
gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung
intrinsik.Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi
secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung
yang ringan.
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron,
serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan
tekanan

darah

sedangkan

peningkatan

preload

akan

meningkatkan

kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak


segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi/ dilatasi
jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi.

28

Mekanisme yang menasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantng lebih rendah dari curah
jantng normal. Konsep curag jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan
CO=HR X SV dimana curah jantung (CO:Cardiac Output) adalah fungsi
frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume sekuncup (SF:Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
memperthankan

curah

jantung

bila

mekanisme

kompensasi

untuk

mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup


jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah janung. Tapi
pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung
pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan efterload.

GAGAL JANTUNG

Preload adalah sinonim


dengan dan/atau
Hukum diastolik
Starling pada jantung yang
Disfung sistolik

Peninggian tekanan pengisian (preload)

Peninggian beban akhir (afterload)

menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung


berbanding
Peninggian
impedans
langsung dengan tekanan yang ditimblukan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.

Penurunan relatif curah jantung

Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan


kontraksi
yang pembuluh
terjadi
Peninggian
tahanan
sistemik
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
Mekanisme kompensasi

jantung dan kadar kalsium.

Afterload mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk


memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.

* norepinefrin
* aldosteron
* kortikosteroid
- hormon antidiuretik
- intensifikasi oleh ginjal
- resorpsi air dan natrium di proksimal
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik di miokard

29

Disfungsi Sistolik
Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan
sehingga isi sekuncup ventrikel berkurang dan terjadi penuruanan curah
jantung.

Pengosongan

ventrikel

yang

tidak

sempurna

selanjutnya

menyebabkan peningkatan volume diastolik akibatnya juga terjadi


peningkatan tekanan. Pada gagal jantung kiri, peningkatan tekanan diastolik
akan diteruskan secara retrogard ke atrium kiri kemudian ke vena dan
kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler paru diatas 20 mmHg
bisa menyebabkan transudasi cairan ke interstisiel paru sehingga timbul
keluhan kongesti paru. Cairan akan tertahan di interstisiel paru,
menyebabkan edema interstisiel maka pergerakan alveoli akan terganggu.
Penderita akan merasa sesak nafas dengan nadi yang cepat. Bila cairan telah
memasuki alveoli akan terjadi edema paru dengan gejala sesak nafas yang
hebat, takikardia, tekanan darah menurun, dan kalau tidak teratasi dapat
menyebabkan syok kardiogenik.
Bila ventrikel kanan gagal, peningkatan tekanan diastolik akan diteruskan
ke atrium kanan selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan
30

mucullah tanda-tanda gagal jantung kanan. Peningkatan berlebihan beban


akhir (afterload) pada ventrikel kanan paling sering diakibatkan oleh gagal
jantung kiri karena adanya peningkatan tekanan vena dan arteri pulmonalis
yang menyertai disfungsi ventrikel kiri. Gagal jantung kanan yang murni
(isolated) dimana fungsi ventrikel kiri normal jarang ditemukan. Keadaan
gagal jantung murni sering mencerminkan peningkatan beban akhir
ventrikel kanan akibat penyakit parenkim paru atau pembulu paru sehingga
gagal jantung ini disebut kor pulmonal.
Disfungsi Diastolik
Sebagian penderita gagal jantung mempunyai fungsi kontraktilitas (sistolik)
yang normal namun menunjukkan kelainan fungsi diastolik berupa
gangguan relaksasi, peningkatan kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya.
Keadaan ini bisa terjadi pada iskemia miokard, hipertrofi ventrikel kiri, atau
kardiomiopati

restriktif.

Dalam

fase

diastol,

pengisian

ventrikel

menyebabkan tekanan diastolik di atas normal. Penderita disfungsi diastolik


memperlihatkan tanda-tanda bendungan akibat peninggian tekanan diastolic
yang diteruskan ke vena pulmonalis dan sistemik.

31

e. Manifestasi Klinis
1. Gagal Jantung Kiri
Gejala yang muncul pada gagal jantung kiri berasal dari penurunan curah
jantung disertai dengan mekanisme kompensasi jantung dan gejala akibat
bendungan paru.
a. Dispneu de effort sesak nafas saat aktivitas fisik
b. Ortopneu sesak nafas yang terjadi pada saat berbaring dan dapat
dikurangi dengan sikap duduk atau berdiri.
Hal ini disebakan pada saat berdiri terjadi penimbunan cairan di kaki
dan perut. Pada waktu berbaring cairan ini kembali ke pembuluh darah
dan menambah aliran balik sehingga terjadi sesak nafas.
c. Paroksismal nocturnal dispneu (PND) sesak nafas pada malam hari,
pasien yang sedang tidur terbangun karena sesak nafas.
Berbeda dengan ortopneu yang dengan cepat dapat disembuhkan
dengan perubahan posisi dari tidur ke posisi berdiri, PND memerlukan
waktu agak lama kira-kira 30 menit. PND disebabkan oleh kombinasi
berbagai faktor : menurunnya tonus simpatis, darah balik yang
bertambah, penurunan aktivitas pusat pernafasan di malam hari, dan
edema paru.
d. Gejala lain seperti takikardia, tekanan darah menurun, hemoptoe,
berkeringat dingin, pucat, dan lain-lain.
2. Gagal Jantung Kanan
a. Bendungan darah di atrium kanan, vena kava superior et inferior
menyebabkan aliran balik berkurang sehingga terjadi penurunan
tekanan darah.
b. Bendungan darah di vena sistemik secara klinis dapat dilihat dengan
adanya bendungan di vena jugularis eksterna (peningkatan JVP), vena
lienalis (splenomegali), vena hepatika (hepatomegali), dan vena
perifer (edema perifer).
3. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kiri dalam jangka waktu panjang dapat diikuti gagal jantung
kanan atau sebaliknya. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi
bersamaan maka disebut gagal jantung kongestif. Secara klinis penderita

32

mengalami sesak nafas disertai gejala bendungan di vena jugularis,


hepatomegali, splenomegali, asites, dan edema perifer.
Klasifikasi fungsional gagal jantung berdasarkan NYHA (New York Heart
Association) :
KELA

DEINISI

ISTILAH

S
I

Klien dengan keainan jantung tapi Disfungsi

II

tanpa pembatasan aktifitas fisik


kiri yang asimtomatik
Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan
menyebabkan

III

sedikit

ventrikel

pembatasan

aktifitas fisik
Klien dengan kelaianan jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabakan banyak pembatasan

IV

aktifitas fisik
Klien dengan kelaianan jantung yang Gagal jantung berat
segla bentuk ktifitas fisiknya akan
menyebabkan keluhan

f. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang (EKG, foto thoraks, ekokardiografi Doppler).
Kriteria Framingham digunakan untuk menegakkan diagnosis gagal jantung
kongestif (diagnosis ditegakkan minimal 1 kriteria major dan 2 kriteria minor) :
Kriteria Major
- paroksismal nocturnal dispneu
- distensi vena leher
- ronki paru
- kardiomegali
- edema paru akut
- gallop S3
- peninggian tekanan vena jugularis
- refluks hepatojuguler

Kriteria Minor
- edema ekstremitas
- batuk malam hari
- dispneu de effort
- hepatomegali
- efusi pleura
- penurunan kapasitas vital 1/3 normal
- takikardia (lebih dari 120 permenit)

33

g. Tatalaksana
Tindakan dan pengobatan gagal jantung ditujukan pada 4 aspek yaitu :
1) Mengurangi beban jantung.
Beban awal (preload) dikurangi dengan pembatasan cairan dan garam,
pemberian diuretik, pemberian nitrat (nitrogliserin,isosorbid dinitrat) atau
vasodilator lainnya seperti ACE inhibitor, nitrat long acting, prasozin, dan
hidralazin.
2) Memperkuat kontraktilitas miokard.
Obat yang digunakan untuk memperkuat kontraktilitas miokard (inotropik)
adalah preparat digitalis (digoksin), aminsimpatomimetik seperti dopamine
dan dobutamin, dan golongan inotropik lain seperti amrinon.
34

3) Mengurangi kelebihan cairan dan garam.


Diuretik merupakan pengobatan garis pertama untuk jantung meskipun
dampak pemakaiannya dengan mengurangi beban awal tidak memperbaiki
curah jantung. Diuretik yang sering digunakan adalah golongan tiazid (HCT)
dan loop diuretic (furosemid).
4) Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap faktor penyebab, faktor
pencetus, dan kelainan yang mendasarinya.

35

36

B. PENYAKIT JANTUNG KORONER


a. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian.
SKA, merupakan PJK yang progresif. Mekanisme terjadinya SKA adalah
disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut
dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan
berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan
mikroembolisasi. Dengan kata lain plak yang terbentuk dalam lumen arteri
bersifat sebagai plak vulnarable (Plak yang memiliki dinding tipis dengan
lemak yang besar, mudah ruptur jika ada faktor pencetus akibat aktivasi enzim
protease yang dihasilkan makrofag), sehingga memberikan manifestasi klinis
sindrom koroner akut berupa:
A. ST elevasi miokard infark (STEMI-STEACS); oklusi total oleh trombus
1.

STEMI; infark

2.

Angina variant (prinzmetal-a. coronary spasm), jarang terjadi


B. Non-ST elevasi acute coronary syndrom (NSTEACS); aklusi parsial

1.

NSTEMI; infark

2.

Unstable angina

Sindrom koroner akut

37

b. Klasifikasi
Termasuk di dalam SKA adalah :

unstable angina pectoris

infarkmiokard non elevasisegmen ST (Non STEMI)

infarkmiokardelevasisegmen ST (STEMI).

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena
ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung. Hal
ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark
bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral.

c. Faktor Resiko
Umumnya sama dengan penyakit cardiovaskuler lainnya, antara lain:
A. Underlying
1. Obesitas
2. Sedentary

38

3. Diet
B. Major/Traditional
1. Modify (Dislipidemia, DM, hipertensi, merokok)
2. Un-modify (Usia, Jenis Kelamin, Riwayat Keluarga)
C. Emerging (Homosistein, ABI/ankle brachial index)

d. Patofisiologi
Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari
penyakit jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis
selain strok iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis
merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan
multifaktor serta saling terkait.
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis
merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi
beberapa bahan seperti makrofag yang mengandung

foam cells, lipid

ekstraselular masif dan plak fibrosayang mengandung sel otot polos dan
kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses
inflamasi atau infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini
pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks, pembentukan
fibrouscups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang
tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi
memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada
penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak
hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya
ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak
aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan
juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty
streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada
usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada
pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan
pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan
39

subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau


keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai
presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini
dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang
dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak
stabil atau progresif yang dikenal juga dengan SKA.
`

Gambar 2. Ilustrasi perjalanan proses aterosklerosis pada plak


aterosklerosis
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku
yang terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam
trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri,
dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis
vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan
mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. 6
Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem
koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan bahwa SKA disebabkan oleh obstruksi
dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak
aterosklerosis yang rentan mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama
SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah
karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil dengan
karakteristik inti lipidbesar, fibrous cups tipis, dan bahu plak penuh dengan

40

aktivitas sel-sel inflamasi seperti limfosit T dan lain sebagainya. Tebalnya plak
yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada
pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut
dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak
aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan)
tetapi oleh kerentanan plak.

Gambar 3. Perbandingan karakteristik plak yang stabil dan tidak stabil


Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding
arteri koroner) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan
faktor jaringan) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi
trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses
trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total
atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada
plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak
stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya
transien atau labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara
1020 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi
oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan
trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan
miokard).
Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1
jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompensasi oleh kolateral maka
keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau
dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat stabildan

41

persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang


berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.
Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya plak
aterosklerotik yang rentan akibat fibrous caps yang tadinya bersifat protektif
menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous caps bukan merupakan lapisan yang
statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik,
disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular
akibat

aktivitas

matrixmetalloproteinases

(MMPs)

yang

menghambat

pembentukan kolagen dan aktivitas sitokin inflamasi.


Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi
memegang peran yang sangat menentukan dalam proses patogenesis SKA,
dimana kerentanan plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi
dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik.
Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan homeostatik. Pada keadaan
inflamasi terdapat peningkatan konsentrasi fibrinogen dan inhibitor aktivator
plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan
vasospasme pada pembuluh darah karena terganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis
SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan
dekat lesi atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri.
Endotel berfungsi mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor
relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai Endothelium Derived
Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, serta faktor kontraksi seperti endotelin1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi
lebih dominan dari pada faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami disrupsi
terjadi plateletdependent vasoconstriction yang diperantarai oleh serotonin dan
tromboksan A2, serta thrombin dependent vasoconstriction yang diduga akibat
interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah.

e. Diagnosis
42

Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran
EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri
dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau
rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien
dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan
mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan
penanda awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik
angina sebagai berikut:
Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris
Tidak Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.
Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:
1. Angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)
2. Angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih
ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina)
3. Peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)
43

4. Angina pasca infark


Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut.
Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa
tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada
wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar
pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar
tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/under
estimate .
Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus
dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel
kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.
Elektrokardiografi pada STEMI
STEMI = ST elevasi >2mm minimal pada 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau >1mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru atau diduga
baru; ada evolusi EKG:
1. Perubahan/Evolusi EKG pada Injure Miokard
Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi
sempurna, secara elektrik lebih bermuatan positif dibanding daerah yang
tidak mengalami injuri dan pada EKG terdapat gambaran elevasi segmen ST
pada sandapan yang berhadapan dengan lokasi injuri. Elevasi segmen ST
bermakna jika elevasi >1mm pada sadapan ekstremitas dan >2mm pada
sadapan prekordial di dua atau lebih sandapan yang menghadap daerah
anatomi jantung yang sama. Perubahan segmen ST, gelombang T dan
kompleks QRS pada injuri dan infark mempunyai karakteristik tertentu sesuai
waktu dan kejadian selama infark. Aneurisma ventrikel harus dipikirkan jika
elevasi segmen ST menetap beberapa bulan setelah infark miokard.

44

Gambar 4. Perubahan EKG pada STEMI


2. Perubahan EKG pada Infark Miokard Lama (OMI)
Infark miokard terjadi jika aliran arah ke otot jantung terhenti atau
tiba-tiba menurun sehingga sel otot jantung mati. Sel infark yang tidak
berfungsi tersebut tidak mempunyai respon stimulus listrik sehingga arah arus
yang menuju daerah infark akan meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut
dan pada EKG memberikan gambaran defleksi negatif berupa gelombang Q
patologis dengan syarat durasi gelombang Q lebih dari 0,04 detik dan
dalamnya harus minimal sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks QRS
yang sama.

(A) EKG sandapan II normal dengan progresi normal vektor listrik (tanda
panah) dan kompleks QRS dimulai dengan gelombang Q septal yang kecil.
(B) Perubahan EKG sandapan II pada infark lama: arah arus meninggalkan
daerah infark (tanda panah) dan memperlihatkan gambaran defleksi negatif
berupa gelombang Q patologis pada EKG

45

3. Lokalisasi Infark Berdasarkan Lokasi Letak Perubahan EKG

Lokalisasi Infark Berdasarkan Lokasi Letak Perubahan EKG


Penanda Biokimia Jantung
Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai
nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga
didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis),
regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas
troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan
tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda
biokimia.Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel
miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara sel otot jantung
dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI
atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan
revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase
(CK) dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard.
Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif rendahnya
spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko
yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada
pasien dengan peningkatan nilai CKMB.

46

Penanda Biokimia Jantung


Meskipun mioglobin tidak spesifik untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas
yang tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif
dari mioglobin dalam 4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya
nekrosis miokard. Meskipun demikian mioglobin tak dapat digunakan sebagai
satu- satunya penanda jantung untuk mengidentifikasi pasien dengan
NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian
pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai
dengan meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai
normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan
adanya risiko terjadinya perburukan penderita.
Troponin khusus jantung merupakan penanda biokimia primer untuk SKA.
Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat
6-12 jam setelah onset nyeri dada.

47

Spektrum Klinis Sindrom Koroner

f. Tatalaksana

48

Tindakan Umum
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner
dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark
miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi
jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah
sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan
kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki
49

prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai


dengan mulai terapi reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi
IMA harus dimulai sedini mungkin, reperfusi/rekanalisasi sudah harus
terlaksana sebelum 4-6 jam.
Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat
di ICCU dengan pemantauan EKG kontinyu untuk mendeteksi iskemia dan
aritmia. Oksigen diberikan pada pasien dengan sianosis atau distres
pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger pulse oximetry)
atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi kurang
(SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang
dengan nitrat, bila terjadi edema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat
ACE diberikan bila hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan
penyekat- pada pasien dengan disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal
jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon
pump bila ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang walaupun telah
diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat.
Tata Laksana Sebelum ke Rumah Sakit
Prinsip penatalaksanaan adalah membuat diagnosis yang cepat dan tepat,
menentukan apakah ada indikasi reperfusi segera dengan trombolitik dan teknis
transportasi pasien ke rumah sakit yang dirujuk.
Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau angina
pektoris tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam menghadapi
pasien-pasien nyeri dada dengan kemungkinan penyebabnya kelainan jantung,
langkah yang diambil atau tingkatan dari tata laksana pasien sebelum masuk
rumah sakit tergantung ketepatan diagnosis, kemampuan dan fasilitas
pelayanan kesehatan maupun ambulan yang ada.
Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang
diambil pada prinsipnya sebagai berikut :

50

a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA

Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah

Berikan nitrat sublingual

Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan

Jika mungkin periksa penanda biokimia

b. Jika EKG dan penanda biokimia curiga adanya SKA, kirim pasien ke
fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi definitif dapat diberikan
c. Jika EKG dan penanda biokimia tidak pasti akan SKA

Pasien risiko rendah : dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan

Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawat

Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim
dengan ambulan dan fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus
diberikan penghilang rasa sakit, nitrat dan oksigen nasal. Pasien harus ditandu
dengan posisi yang menyenangkan, dianjurkan elevasi kepala 40 derajat dan
harus terpasang akses intravena. Sebaiknya digunakan ambulan/ambulan
khusus.
Tata Laksana di Rumah Sakit
Instalasi Gawat Darurat
Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu
dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya
akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard
ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung.
Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :

51

1. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:


a. pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
b. periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,
c. berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,
d. pasang monitoring EKG secara kontinu,
e. pemberian obat:

nitrat

sublingual/transdermal/nitrogliserin

intravena

titrasi

(kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50


kali/menit), takikardia,

aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan


dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel, dan

mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang


tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg
intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.

2. Hasil penilaian EKG, bila:


a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas
berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial
berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai
adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi
dengan :
Terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12

jam, usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi.


Angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga
memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik
atau bila syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi
trombolitik

52

b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T),
diberi terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan
c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di
UGD. Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam
pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada
dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan
untuk evaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di

ICCU), dan
EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat,
pasien dirawat di ICCU.

Obat-obat yang digunakan :

Aspirin & Klopidogrel


Jika aspirin intoleransi dan klopidogrel tidak dapat digunakan, gunakan:

Ticlopidine

Nitrat

Pengobatan Untuk Pasien Berisiko Tinggi

Istirahat di kasur dengan monitoring EKG yang tetap berlangsung

Suplemen oksigen untuk mempertahankan kejenuhan O2 > 90%.

Pengobatan Iskemia
Nitrat
Tablet sublingual atau spray (max 3 dosis)
Jika sakit tidak berkurang, lanjutkan dengan pemakaian IV

53

Nitrogliserin IV lazimnya diganti dengan nitrat oral dalam 24 jam periode bebas
sakit
Regimen dosis oral seharusnya memiliki interval bebas nitrat untuk mencegah
berkembangnya toleransi
Kontraindikasi pada pasien yang menerima sildenafil dalam 24 jam yang lalu
Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan gagal RV
-bloker
Direkomendasikan jika tidak ada kontraindikasi
Jika sakit dada berlanjut, gunakan dosis pertama IV yang diikuti dengan tablet
oral
Semua -bloker itu keefektifannya sama, tetapi -bloker tanpa aktivitas
simpatomimetik intrinsik lebih disukai
Morfin sulfat
Direkomendasikan jika sakit tidak kurang dengan terapi anti iskemia yang
cukup dan jika terdapat kongesti pulmoner atau agitasi parah
Dapat digunakan dengan nitrat selama tekanan darah dimonitor
1-5 mg IV setiap 5-30 menit jika diperlukan
Perlu diberikan juga obat anti muntah
Penggunaan disertai perhatian jika terjadi hipotensi pada penggunaan awal
nitrat
Pilihan Pengobatan Lain Untuk Iskemia :
Antagonis Kalsium
54

Dapat digunakan ketika -bloker kontra indikasi (verapamil & diltiazem lebih
disukai)
Antagonis kalsium dihidropiridin dapat digunakan pada pasien yang sulit
sembuh hanya setelah gagal menggunakan nitrat dan -bloker
Inhibitor ACE
Diindikasikan pada hipertensi yang tetap (walaupun sedang menjalani
pengobatan dengan nitrat dan -bloker), disfungsi sistolik LV,CHF.
Terapi Antiplatelet dan Antikoagulan

Esensial

untuk

memodifikasi

proses

penyakit

&

kemungkinan

perkembangannya menuju kematian, MI atau MI berulang.


Aspirin dan Klopidogrel
Sebaiknya diinisiasi dengan baik

g. Komplikasi
Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering
memberikan komplikasi adalah ventrikel fibrilasi. Ventrikel fibrilasi 95%
meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi
ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik.

Ventrikel fibrilasi2
h. Prognosis

55

Prognosis pada sindrom koroner akut tergantung dari beberapa hal yaitu:
Wilayah yang terkena oklusi
Sirkulasi kolateral
Durasi atau waktu oklusi
Oklusi total atau parsial
Kebutuhan oksigen miokard
Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner secara umum:
25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit
Total mortalitas 15-30%
Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%
Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

56

DAFTAR PUSTAKA
1. Kalim, H. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta:
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI; 2008.
2. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial
infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association

Task

Force

on

Practice

Guidelines

50:e1.

dari: www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.html

Diunduh
(accessed

Januari 13, 2012).


3. Acute Coronary Syndrome. Diunduh dari http:// www.emedicine.com pada
September 2009.
4. Departemen Kesehatan RI. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit
Jantung Koroner. Jakarta: Depkes RI; 2006.
5. Alwi, Idrus. Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006
6. Bahri, A. Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara [Versi elektronik]. e-USU Repository; 2005.
7. Harun, S. Infark Miokard Akut Tanpa ST Elevasi. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006
8. Tristohadi, H. Angina Pektoris Tak Stabil. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006
9. Corwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC; 2000.
10. Hamm CW et al, ESC guidlines for the management of acute coronary
syndrome in patients presenting without persistent ST segment elevation. The
European Society of Cardiology, 2011
11. Abdurachman N. 1987. Gagal Jantung dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Balai
penerbit FKUI. Jakarta. Hal 193 204

57

Anda mungkin juga menyukai