Oleh :
Ika Rahmawati Caesarina
Septia Nindi Fariani
Pembimbing
dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP
RESPONSI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. K
Umur
: 42 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Alamat
: Janapria, Loteng
Suku
: Sasak
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
:-
No RM
: 067091
MRS
: 22 November 2012
Waktu Pemeriksaan
: 22 November 2012
II. ANAMNESIS
kuning, darah (-), kehitaman (-), dempul (-). Sudah 3 hari BAB (-), flatus (+).
BAK pasien normal, berwarna kuning jernih, darah (-), nyeri (-), riwayat
kencing pasir (-)
Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya sejak kirakira 2 tahun yang lalu.
Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah berobat ke RSI sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB.
Keadaan umum
: Baik
Kesan sakit
: Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4V5M6
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit, reguler
Pernapasan
Suhu
: 24 x/menit
: 36,3 oC
Status General :
Kepala :
o
1.
2.
3.
4.
Edema (-)
5.
6.
7.
Hiperpigmentasi (-)
8.
o
1.
Simetris
2.
Alis : normal
3.
Exophtalmus (-)
4.
Ptosis (-)
5.
Nistagmus (-)
6.
Strabismus (-)
7.
8.
9.
10.
11.
Kornea : normal
12.
1.
2.
3.
4.
o
1.
2.
3.
4.
Penciuman normal
Mulut :
o
1.
Simetris
2.
3.
4.
5.
6.
Mukosa normal
Leher :
o
1.
2.
3.
Trakea : ditengah
4.
5.
6.
o
1.
Inspeksi
-
Permukaan dinding dada : massa (-), scar (-), spider navy (-)
2.
Palpasi
-
Edema (-), thrill (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-),
denyutan (-).
3.
Perkusi
-
Batas paru-jantung :
Kanan : ICS II parasternal dextra
Kiri : : ICS VII axilla anterior
Batas paru-hepar :
Ekspirasi : ICS VI
Inspirasi : ICS VII
4.
Auskultasi
-
Pulmo : vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-), tes bisik (-), tes
percakapan (-).
o Abdomen :
1. Inspeksi : distensi (-), sikatrik (-), vena kolateral (-), caput medusa (-),
scar (-)
2. Auskultasi : BU (+) N, metallic sound (-)
Ekstremitas Inferior :
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit, reguler
Pernapasan
Suhu
: 24 x/menit
: 36,3 oC
2.
Ronki (+/+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Klinik
Parameter
HGB
HCT
WBC
MCV
MCH
MCHC
PLT
GDS
Kreatinin
Ureum
SGOT
SGPT
CKMB
HBSAg
29/10/2012
13,5
42
10,41
89,4
28,7
32,1
194
95
1,5
105
1453
1027
73
(-)
Normal
11,5-16,5 g/dL
37-45 [%]
4,0 11,0 [10^3/ L]
82,0 92,0 [fL]
27,0-31,0 [pg]
32,0-37,0 [g/dL]
150-400 [10^3/ L]
<160
0,9-1,3
10-50
<40
<41
<16
3.
IDENTIFIKASI MASALAH
Subjective
Objective
Sesak (+)
Tidur
bantal
Ronki (+/+)
tinggi
SGOT : 1453
Terkadang terbangun di
malam hari karena sesak
SGPT : 1027
CKMB: 73
Edema paru
Ascites minimal
dengan
Berkeringat dingin.
4. ASSESSMENT
5.
PLANNING TERAPI
Medikamentosa
o
O2 2 lpm
IVFD RL 10 tpm
ISDN 3 x 5 mg tab
Spironolacton 1 x 25 mg tab
Aspilet 1 x 80 mg tab
Simvastatin 1 x 20 mg tab
Non-medikamentosa
o
Balance cairan
6. USULAN PEMERIKSAAN
Foto rontgent
EKG
Echocardiography
FOLLOW UP
Tgl
23/11/12
S
O
nyeri dada (+) TD : 120/60
hilang
timbul, N : 80
sesak (+), lesu. R : 24
T : 35,6
A
NSTEMI
Aserin
g
Arixtr
a 2,5 mg/hari
Inj
ranitidin 1 A/12
jam
Inj
ketorolac 1 A/8
jam
TD : 120/80
N : 80
R : 24
T : 35,6
NSTEMI
Aserin
g 8 tpm
Arixtr
a 2,5 mg/hari
Inj
ranitidin 1 A/12
jam
Inj
ketorolac 1 A/8
jam
Farsix
10
1 x tab
Bisopr
olol 1 x tab
Fasor
bid 3 x 5 mg
EKG 29/11/12
11
30/11/12
sesak (+)
mendadak
memberat
selama 2 hari
terakhir, nyeri
dada (-), lesu
O2
N : 130
(LBBB
masker 10 lpm
R : 30
komplit) +
Pasan
ronki (+/+)
edema paru
g kateter urin
akut
Inj
Farsix 2 A IV bolus
farsix pump 5
mg/jam IV
Dobut
amin 3 mg/kg/min
Spiron
olactone 25 mg tab
Aspile
t 1 x 80 mg
ISDN
3 x 5 mg tab
Capto
pril 3 x 6,25 mg tab
Simva
statin 20 mg tab
12
ASAM BASA
pH
: 7,32
(7,2 - 7,6)
PCO2
: 20
(30 - 50)
PO2
: 139
(70 - 700)
HCO3
: 9,9
01/12/12
ELEKTROLIT
Na
: 124
(135 - 145)
: 4,6
(3,5 5,1)
Ca
Post IMA
(LBBB
komplit) +
edema paru
O2
masker 8-10 lpm
Aserin
g + dobutamin 250
mg (3
meq/kgBB/menit)
Inj
furosemid 3 x 1 IV
Spiron
olactone 25 mg tab
Aspilet
1 x 80 mg
ISDN
3 x 5 mg tab
Captop
ril 3 x 12,5 mg tab
Simvas
tatin 20 mg tab
Bisopr
13
Rontgen toraks
02/12/12
Pulmo : dbn
Cor : cardiomegali
Post IMA
(LBBB
komplit) +
edema paru
O2
masker 8-10 lpm
Aserin
g + dobutamin 250
mg (3
meq/kgBB/menit)
Spiron
olactone 25 mg tab
14
Aspilet
1 x 80 mg
ISDN
3 x 5 mg tab
03/12/12
Captop
ril 3 x 12,5 mg tab
Simvas
tatin 20 mg tab
Bisopr
olol 1,25 mg tab
Post IMA
(LBBB
komplit) +
edema paru
O2
masker 8-10 lpm
Aserin
g + dobutamin 250
mg (3
meq/kgBB/menit)
habis STOP
Dopa
min 200 mg (3
meq/kgBB/menit)
Farsix
1 A/8 jam
Spiron
olactone 25 mg tab
Aspilet
1 x 80 mg
ISDN
3 x 5 mg tab
Captop
ril 3 x 12,5 mg tab
Simvas
tatin 20 mg
Bisopr
olol 1,25 mg
15
16
CLINICAL REASONING
Nyeri dada yang berlokasi di sebelah kiri, menjalar ke lengan dan punggung
kiri, berdurasi >30 menit.
Hasil EKG menunjukkan non ST-elevasi dan menjadi LBBB sejak tanggal 1
Desember 2012.
Beberapa daftar masalah di atas dapat dijelaskan hubungannya satu sama lain
secara singkat melalui bagan berikut.
Nyeri dada yang berlokasi di sebelah kiri, menjalar ke lengan dan punggung
kiri, berdurasi >30 menit, merupakan tanda-tanda yang cukup spesifik untuk
kelainan jantung, terutama Acute Coronary Syndrome (ACS).
Acute Coronary Syndrome (ACS) terdiri dari 3, yaitu STEMI, NSTEMI, dan
unstable angina. Ketiganya dapat dibedakan dari hasil EKG dan pemeriksaan
CKMB. Pada pasien ini, hasil EKG menunjukkan non-ST elevasi dan
peningkatan CKMB sehingga dapat dikatakan termasuk NSTEMI (Non-ST
Elevasi Miocard Infark). Pada NSTEMI, pembuluh darah mengalami sumbatan
yang masih parsial seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
17
18
Sesak saat beraktivitas, tidur dengan bantal tinggi, terkadang terbangun karena
sesak, hasil rontgen thorax menunjukkan kardiomegali.
Berikut adalah beberapa tanda dan gejala lainnya yang dapat mengarahkan
kecurigaan gagal jantung.
19
Yang ditandai merah adalah tanda-tanda yang dijumpai pada pasien. Selain itu,
terdapat criteria Framingham yang digunakan untuk menentukan diagnosa gagal
jantung yang dialami bersifat kongestif / Congestive Heart Failure (CHF). Dari
criteria ini, diperlukan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor untuk menegakkan
CHF. Berikut adalah criteria Framingham.
Pada pasien, dijumpai 4 kriteria mayor dan 1 kriteria minor, sehingga dapat
dikatakan pasien sudah mengalami CHF.
Untuk lebih memudahkan penegakan diagnosa pada kelainan jantung, berikut
adalah algoritma dari WHO pada tahun 2012.
20
Anamnesis
Meskipun sesak dan cepat lelah adalah tanda-tanda gagal jantung, namun
gejala tersebut juga dapat ditemukan pada kondisi-kondisi lain seperti
kelainan respirasi dan obesitas. Informasi adanya kelainan jantung
sebelumnya dapat meningkatkan kemungkinan bahwa gejala saat ini
diakibatkan oleh gagal jantung. Adanya riwayat nyeri dada sebelumnya,
hipertensi, demam rematik, atau riwayat operasi jantung sebelumnya dapat
membantu menegakkan diagnosa. Keluhan berdebar-debar / palpitasi juga
dapat disebabkan oleh kelainan irama atau konduksi jantung yang dapat
berujung pada gagal jantung (WHO, 2012).
Pemeriksaan fisik
Banyak pasien dengan gagal jantung yang hanya memiliki sedikit gejala.
Beberapa tanda fisik, seperti edema pada kaki merupakan tanda yang tidak
spesifik yang bahkan dapat ditemukan pada pasien tanpa kelainan jantung.
Sedangkan, ditemukannya peningkatan JVP (tanpa adanya anemia, kelainan
paru, ginjal, maupun hepar), nadi yang cepat dan lemah, adanya sura jantung
3, dan perubahan posisi apex jantung merupakan tanda-tanda fisik yang
spesifik untuk kelainan jantung. Ditemukannya sesak tanpa adanya tandatanda fisik di atas lebih mengarah pada kelainan pada paru atau penyakit
lainnya (WHO, 2012).
21
dilakukan
adalah
pemriksaan
EKG,
rontgen
thorax,
dan
Pada pasien CHF / gagal jantung kongestif yang diawali dengan adanya gagal
jantung kiri terjadi edema paru karena penumpukan cairan (sehingga
ditemukan ronki) gagal jantung kanan tekanan di atrium kanan meningkat
JVP meningkat dan dapat terjadi kongestif hepatopati.
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sering dijumpai pada
penderita gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan adanya gejala klinis gagal
jantung (terutama gagal jantung kanan), tes fungsi hati yang abnormal dan tidak
ditemukan penyebab lain dari disfungsi hati. Congestive hepatopathy juga
dikenal dengan istilah cardiac hepatopathy, nutmeg liver,atau chronic passive
hepatic congestion. Bila kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan
timbulnya jaringan fibrosis pada hati, yang sering disebut dengan cardiac
22
Pada pasien, tingkat SGOT dan SGPT berada di atas 1000. Seperti terlihat di
atas, salah satu penyebabnya adalah iskemik pada hepar yang dapat disebabkan
oleh CHF seperti telah dijelaskan di atas.
23
TINJAUAN PUSTAKA
A. GAGAL JANTUNG
a. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Sebagai sebuah pompa, faktor yang mempengaruhi kerja jantung antara lain :
kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/menit), beban
awal dan beban akhir. Beban awal (preload) merupakan beban yang diterima
ventrikel kiri saat akhir diastol. Beban awal ini sama dengan volume akhir
diastolik ventrikel kiri dan tekanan pengisian akhir diastol ventrikel kiri. Beban
akhir (afterload) merupakan beban yang dihadapi oleh otot jantung saat
berkontraksi memompa darah keluar dari ventrikel kiri ke aorta, yaitu tahanan
perifer.
b. Klasifikasi
Gagal jantung curah tinggi (high output state), yaitu gagal jantung dimana
curah jantung masih tetap lebih besar dari keadaan normal. Misalnya pada
penderita anemia berat, hipertiroid, penyakit Paget metabolisme
meningkat, jantung bekerja lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh,
pada keadaan istirahat curah jantung sudah lebih besar daripada normal.
Apabila beban metabolisme melampaui kemampuan fisiologis jantung
segera menurun kembali, bahkan akan lebih rendah dari keadaan istirahat.
Gagal jantung sistolik, yaitu gagal jantung akibat ketidakmampuan
kontraksi otot jantung pada fase sistolik sehingga curah jantung menurun.
24
Gagal jantung diastolik, yaitu gagal jantung akibat gangguan relaksasi dan
jantung kanan.
Gagal jantung akut (GJA), yaitu kegagalan fungsi jantung yang terjadi
secara mendadak / serangan cepat (rapid onset). GJA dapat berupa acute
de novo (GJA tanpa kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut
dari gagal jantung kronis (GJK). Penyebab GJA misalnya rupture katup
akibat endokarditis, krisis hipertensi, aritmia akut, stenosis katup aorta
berat, dll).
Gagal jantung kronis (GJK), yaitu sindrom klinik kompleks yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, fatik, baik dalam keadaan
istirahat maupun beraktivitas, edema dan tanda objektif adanya disfungsi
jantung dalam keadaan istirahat.
c. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial) Ketidakmampuan miokard
untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi sekuncup (
stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yangb berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic
overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel
sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
25
kebutuhan
metabolic-peningkatan
kebutuhan
yang
26
atau
metabolik
dan
abnormalita
elektronik
dapat
tidak
mampu
memompa
memenuhi
kebutuhan
metabolisme
27
darah
sedangkan
peningkatan
preload
akan
meningkatkan
28
curah
jantung
bila
mekanisme
kompensasi
untuk
GAGAL JANTUNG
* norepinefrin
* aldosteron
* kortikosteroid
- hormon antidiuretik
- intensifikasi oleh ginjal
- resorpsi air dan natrium di proksimal
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik di miokard
29
Disfungsi Sistolik
Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan
sehingga isi sekuncup ventrikel berkurang dan terjadi penuruanan curah
jantung.
Pengosongan
ventrikel
yang
tidak
sempurna
selanjutnya
restriktif.
Dalam
fase
diastol,
pengisian
ventrikel
31
e. Manifestasi Klinis
1. Gagal Jantung Kiri
Gejala yang muncul pada gagal jantung kiri berasal dari penurunan curah
jantung disertai dengan mekanisme kompensasi jantung dan gejala akibat
bendungan paru.
a. Dispneu de effort sesak nafas saat aktivitas fisik
b. Ortopneu sesak nafas yang terjadi pada saat berbaring dan dapat
dikurangi dengan sikap duduk atau berdiri.
Hal ini disebakan pada saat berdiri terjadi penimbunan cairan di kaki
dan perut. Pada waktu berbaring cairan ini kembali ke pembuluh darah
dan menambah aliran balik sehingga terjadi sesak nafas.
c. Paroksismal nocturnal dispneu (PND) sesak nafas pada malam hari,
pasien yang sedang tidur terbangun karena sesak nafas.
Berbeda dengan ortopneu yang dengan cepat dapat disembuhkan
dengan perubahan posisi dari tidur ke posisi berdiri, PND memerlukan
waktu agak lama kira-kira 30 menit. PND disebabkan oleh kombinasi
berbagai faktor : menurunnya tonus simpatis, darah balik yang
bertambah, penurunan aktivitas pusat pernafasan di malam hari, dan
edema paru.
d. Gejala lain seperti takikardia, tekanan darah menurun, hemoptoe,
berkeringat dingin, pucat, dan lain-lain.
2. Gagal Jantung Kanan
a. Bendungan darah di atrium kanan, vena kava superior et inferior
menyebabkan aliran balik berkurang sehingga terjadi penurunan
tekanan darah.
b. Bendungan darah di vena sistemik secara klinis dapat dilihat dengan
adanya bendungan di vena jugularis eksterna (peningkatan JVP), vena
lienalis (splenomegali), vena hepatika (hepatomegali), dan vena
perifer (edema perifer).
3. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kiri dalam jangka waktu panjang dapat diikuti gagal jantung
kanan atau sebaliknya. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi
bersamaan maka disebut gagal jantung kongestif. Secara klinis penderita
32
DEINISI
ISTILAH
S
I
II
III
sedikit
ventrikel
pembatasan
aktifitas fisik
Klien dengan kelaianan jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabakan banyak pembatasan
IV
aktifitas fisik
Klien dengan kelaianan jantung yang Gagal jantung berat
segla bentuk ktifitas fisiknya akan
menyebabkan keluhan
f. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang (EKG, foto thoraks, ekokardiografi Doppler).
Kriteria Framingham digunakan untuk menegakkan diagnosis gagal jantung
kongestif (diagnosis ditegakkan minimal 1 kriteria major dan 2 kriteria minor) :
Kriteria Major
- paroksismal nocturnal dispneu
- distensi vena leher
- ronki paru
- kardiomegali
- edema paru akut
- gallop S3
- peninggian tekanan vena jugularis
- refluks hepatojuguler
Kriteria Minor
- edema ekstremitas
- batuk malam hari
- dispneu de effort
- hepatomegali
- efusi pleura
- penurunan kapasitas vital 1/3 normal
- takikardia (lebih dari 120 permenit)
33
g. Tatalaksana
Tindakan dan pengobatan gagal jantung ditujukan pada 4 aspek yaitu :
1) Mengurangi beban jantung.
Beban awal (preload) dikurangi dengan pembatasan cairan dan garam,
pemberian diuretik, pemberian nitrat (nitrogliserin,isosorbid dinitrat) atau
vasodilator lainnya seperti ACE inhibitor, nitrat long acting, prasozin, dan
hidralazin.
2) Memperkuat kontraktilitas miokard.
Obat yang digunakan untuk memperkuat kontraktilitas miokard (inotropik)
adalah preparat digitalis (digoksin), aminsimpatomimetik seperti dopamine
dan dobutamin, dan golongan inotropik lain seperti amrinon.
34
35
36
STEMI; infark
2.
1.
NSTEMI; infark
2.
Unstable angina
37
b. Klasifikasi
Termasuk di dalam SKA adalah :
infarkmiokardelevasisegmen ST (STEMI).
Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena
ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung. Hal
ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark
bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral.
c. Faktor Resiko
Umumnya sama dengan penyakit cardiovaskuler lainnya, antara lain:
A. Underlying
1. Obesitas
2. Sedentary
38
3. Diet
B. Major/Traditional
1. Modify (Dislipidemia, DM, hipertensi, merokok)
2. Un-modify (Usia, Jenis Kelamin, Riwayat Keluarga)
C. Emerging (Homosistein, ABI/ankle brachial index)
d. Patofisiologi
Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari
penyakit jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis
selain strok iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis
merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan
multifaktor serta saling terkait.
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis
merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi
beberapa bahan seperti makrofag yang mengandung
ekstraselular masif dan plak fibrosayang mengandung sel otot polos dan
kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses
inflamasi atau infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini
pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks, pembentukan
fibrouscups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang
tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi
memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada
penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak
hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya
ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak
aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan
juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty
streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada
usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada
pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan
pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan
39
40
aktivitas sel-sel inflamasi seperti limfosit T dan lain sebagainya. Tebalnya plak
yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada
pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut
dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak
aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan)
tetapi oleh kerentanan plak.
41
aktivitas
matrixmetalloproteinases
(MMPs)
yang
menghambat
e. Diagnosis
42
Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran
EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri
dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau
rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien
dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan
mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan
penanda awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik
angina sebagai berikut:
Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris
Tidak Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.
Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:
1. Angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)
2. Angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih
ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina)
3. Peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)
43
44
(A) EKG sandapan II normal dengan progresi normal vektor listrik (tanda
panah) dan kompleks QRS dimulai dengan gelombang Q septal yang kecil.
(B) Perubahan EKG sandapan II pada infark lama: arah arus meninggalkan
daerah infark (tanda panah) dan memperlihatkan gambaran defleksi negatif
berupa gelombang Q patologis pada EKG
45
46
47
f. Tatalaksana
48
Tindakan Umum
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner
dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark
miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi
jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah
sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan
kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki
49
50
b. Jika EKG dan penanda biokimia curiga adanya SKA, kirim pasien ke
fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi definitif dapat diberikan
c. Jika EKG dan penanda biokimia tidak pasti akan SKA
Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim
dengan ambulan dan fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus
diberikan penghilang rasa sakit, nitrat dan oksigen nasal. Pasien harus ditandu
dengan posisi yang menyenangkan, dianjurkan elevasi kepala 40 derajat dan
harus terpasang akses intravena. Sebaiknya digunakan ambulan/ambulan
khusus.
Tata Laksana di Rumah Sakit
Instalasi Gawat Darurat
Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu
dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya
akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard
ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung.
Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
51
nitrat
sublingual/transdermal/nitrogliserin
intravena
titrasi
52
b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T),
diberi terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan
c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di
UGD. Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam
pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada
dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan
untuk evaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di
ICCU), dan
EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat,
pasien dirawat di ICCU.
Ticlopidine
Nitrat
Pengobatan Iskemia
Nitrat
Tablet sublingual atau spray (max 3 dosis)
Jika sakit tidak berkurang, lanjutkan dengan pemakaian IV
53
Nitrogliserin IV lazimnya diganti dengan nitrat oral dalam 24 jam periode bebas
sakit
Regimen dosis oral seharusnya memiliki interval bebas nitrat untuk mencegah
berkembangnya toleransi
Kontraindikasi pada pasien yang menerima sildenafil dalam 24 jam yang lalu
Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan gagal RV
-bloker
Direkomendasikan jika tidak ada kontraindikasi
Jika sakit dada berlanjut, gunakan dosis pertama IV yang diikuti dengan tablet
oral
Semua -bloker itu keefektifannya sama, tetapi -bloker tanpa aktivitas
simpatomimetik intrinsik lebih disukai
Morfin sulfat
Direkomendasikan jika sakit tidak kurang dengan terapi anti iskemia yang
cukup dan jika terdapat kongesti pulmoner atau agitasi parah
Dapat digunakan dengan nitrat selama tekanan darah dimonitor
1-5 mg IV setiap 5-30 menit jika diperlukan
Perlu diberikan juga obat anti muntah
Penggunaan disertai perhatian jika terjadi hipotensi pada penggunaan awal
nitrat
Pilihan Pengobatan Lain Untuk Iskemia :
Antagonis Kalsium
54
Dapat digunakan ketika -bloker kontra indikasi (verapamil & diltiazem lebih
disukai)
Antagonis kalsium dihidropiridin dapat digunakan pada pasien yang sulit
sembuh hanya setelah gagal menggunakan nitrat dan -bloker
Inhibitor ACE
Diindikasikan pada hipertensi yang tetap (walaupun sedang menjalani
pengobatan dengan nitrat dan -bloker), disfungsi sistolik LV,CHF.
Terapi Antiplatelet dan Antikoagulan
Esensial
untuk
memodifikasi
proses
penyakit
&
kemungkinan
g. Komplikasi
Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering
memberikan komplikasi adalah ventrikel fibrilasi. Ventrikel fibrilasi 95%
meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi
ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik.
Ventrikel fibrilasi2
h. Prognosis
55
Prognosis pada sindrom koroner akut tergantung dari beberapa hal yaitu:
Wilayah yang terkena oklusi
Sirkulasi kolateral
Durasi atau waktu oklusi
Oklusi total atau parsial
Kebutuhan oksigen miokard
Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner secara umum:
25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit
Total mortalitas 15-30%
Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%
Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Kalim, H. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta:
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI; 2008.
2. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial
infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association
Task
Force
on
Practice
Guidelines
50:e1.
dari: www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.html
Diunduh
(accessed
57