Anda di halaman 1dari 5

PINSIP PENATALAKSANAAN FRAKTUR TERBUKA

Fraktur terbuka sering merupakan akibat dari trauma bertekanan tinggi dan dapat
menyebabkan kecacatan jangka panjang. Fraktur terbuka didefinisikan sebagai adanya
hubungan antara tulang dengan lingkungan luar melalui kerusakan atau defek pada kulit.
Hubungan dengan lingkungan luar menyebabkan tingginya angka infeksi, malunion, dan non
union jika tidak dikenali dan ditangani dengan segera.

I. EVALUASI INISIAL
Ketika menangani pasien trauma, termasuk pasien pasien fraktur terbuka,
tujuan utama adalah menyelamatkan hidup (saving life). Protokol ATLS harus segera
dilaksanakan pada kondisi emergensi. Pemeriksaan dan penanganan dari bidang
orthopdia sebaikanya dilakukan segera setelah kondisi pasien stabil. Mengetahui
mekanisme trauma penting untuk mengetahui jumlah tekanan yang diterima pasien
serta luasnya kontaminasi lingkungan. Inspeksi yang sistematiks pada tiap ekstremitas
juga penting, kadang fraktur terbuka dapat tidak terlihat jika seluruh ekstremitas tidak
diperhatikan degan detail.
Dimensi, lokasi dan derajat kerusakan jaringan lunak pada luka terka harus
diperhatikan sebelum melakukan reduksi/splinting. Pemeriksaan neurovaskular
lengkap harus dilakukan. Penting untuk mempertahankan kemungkinan terjadinya
sindrom kompartemen, terutama pada trauma bertekanan tinggi.

II. MANAGEMENT INISIAL


Walaupun tidak ada bukti yang cukup untuk tindakan debridemen dan irigasi
luka terbka pada bedside, mengilangkan secara cepat kontaminan yang masih dapat
diakses, seperti daun atau baju, dapat membantu menurunkan sumber inefksi karena
benda asing dapat terdorong masuk pada jaringan lunak setelah dilakukan reduksi
fraktur. Mendokumentasikan luka dalam bentuk foto juga dapat dilakukan untuk
menghindari pemeriksaan yang berualng yang dapat menyebabkan nyeri pada pasien.
Irigasi, wet-to-dry dressing sebaiknya digunakan untuk penyembuhan, kenyamanan,
dan pencegahan infeksi. Pulsasi areteru harus dievaluasi sebeulm dan setelah
dilakukan reduksi.

III. TETANUS PROFILAKSIS


Vaksin tetanus dan imungloblin dan digunakan untuk meningkatan respon
imun terhadap Clostridium tetani, bakteri gram positif berentuk basil yang ditemukan
pada tanah. Seri vaksinasi tetanus termasuk 3 dosis yang bterpisah dari tetanus toxoid.
Booster baisanya diberikan setiap 10 tahun karena antitoxin yang beredar daam darah
dapat turun dibawah level protektif. Walaupun tidak ada penelitian yang mengevaluasi
manfaat profilaksis tetanus pada fraktur terbuka keparahan penyakit, jalan penyakit
yang morbiditas dan mortalitas. Penanganan yang benar bergantung pada luasnya
kontaminasi luka dan status vaksin tetanus pasien. Dosis pemberian yaitu 3000-500
unit imungloblin, dosis tunggal secara intramuskular.

IV. ANTIBIOTIK PROFILAKSIS


Indikasi
Gustilo dan anderson menemukan bahwa 70% dari seluruh luka terbuka telah
terkontaminasi bakteri sehingg mereka berpendapat bahwa penggunaan rutin
antibiotik merupakan sebuah terapi bukan pencegahan untuk munculnya bakteri.
Temuan yang sama juga pada penelitian yang melibatkan 1104 responden anak dan
dewasa, ditemukan bahwa pada luka terbuka terdapat kontaminasi berat sehingga
dianjurkan untuk segera memberikan antibiotik.
Waktu
Patzakis dan wilkins melaporkan angka kejadian inefksi mencapai 4,7% ketika
antibiotik diberikan dalam waktu 3 jam setelah trauma dibandingakan dengan 7,4%
ketika penanganan ditunga lebih dari 3 jam. Saat ini, tidak ada penelitian level I
maupun level II berkaitan dengan waktu optimal untuk terapi antibiotik, namun dari
sejumlah praktik klinis dapat disimpulkan bahwa waktu yang tepat untuk memberikan
antibiotik adalah sesegera mungkin.
Pemilihan
Pada tahun 1974, patzakis et al melakukan uji coba klinis dan mengungkapkan
peran sefalosporin generasi pertama dalam menurunkan angka inefksi setelah fraktur
terbka. Sejak saat itu, efikasi antibiotik golongan sefalosporin generasi 1 pada fraktur
terbuka, kecuali fraktur terka pada jari telah terkonfirmasi pada studi level I dan II. Di
United States cefazolin merupakan satu satunya golongan sefalosforin yang tersedia
secaa intravena, dengan mekanisme melawan kokus gram positif begitu juga pada
bakteribatang gram negatif seperti Escherichia coli, Proteus mirabilis, and Klebsiella
pneumoniae.
Memperluas cakupan antibiotik untuk pengobatan fraktur terbuka Gustillo
grade III sudah biasa dilakukan di praktek umum, walaupun masih belum cukup
banya bukti penelitian yang mendukung. Erkomendais ini berdasarkan banyaknya
bakteri gram ngatif yang ditemukan pada fraktur tebuka grade III. Direkomendasikan
untuk pengguuanaan kobinasi obat sefalosporin generasi 1 dan aminoglikosida, atau
sefalosforin generasi 3 untuk fraktur terka grade III. Walaupun flora nrmal dan
staphylococcus aureus merupakan organisme yang paling sering ditemukan pada
luka fraktur, bakteri batangn gram negatif, seperti pseudomonas aeruginosa dapat
memaikan peran dalam atogenesis dari inefksi terutama pada waktu penundaan
penutupan luka, sering dialami pada fraktur terbka gustilo grade III. Oleh akrena itu,
penambahan aminglikosida pada cefazolin atau subtitusi degan sefalosforin generasi 3
diduga menyediakan cakupan melawan basil gram negatif nosokomial. Penambahan
penisilin pada profilaksis gangrene juga masih kontroversial.

Durasi
Durasi optimal dari pemberian antibiotik belum dapat ditentukan dengan pasti.
Tidak ada bukti kuat bahwa memperluas cakupan antibiotik sampai lebih dari 24 jam
dalam menurunkan angka infeksi, bahkan pada fraktur rade II maupun III. Penelitian
juga menunjukkan bahwa penggunaan sefalosforin generasi 1 selama 1 hari dan
selama 5 hari tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
V. SURGICAL DEBRIDEMENT
Debridemen yang adekuat dianggap merupakan step yang penting dalam
mencegah infeksi dan mencetus penyembuhan luka. Tujuannya adalah untuk
membersihkan semua jaringan yang terkontaminasi dan jaringan mati, termasuk kulit
dan jaringan lemak subkutis, otot dan tulang. Luka harus diperluas secara longitudinas
agar dapat diinspeksi dengan jelas. Harus sampai pada ujung tulang, kanal medular
dibersihkan, dan seluruh fragmen tulang yang mati tanpa perlekatan jaringan lunak
diangkat. Edwards et al menemukan bahwa pengangkatan dari tulang yang
mengalami nekrosis dapat menurunkan angka infeksi secara signifikan pada fraktur
terbuka. Walaupun viablitas tulang dan kulit dapat dinilai dari kapasitasnya dalam
berdarah, dan viabilitas otot diperiksa dengan menggunakan kriteria artz yaitu 4 Cs:
Color, contractility, consistency, capacity to bleed. Kapanpun viablitas jaringan lunak
atau adekuatnya debridemen dipertanyakan, debridement ulang dibutuhkan.

Waktu operasi
Waktu optimal untuk melakukan debridemen masih menjadi perdebatan.
Secara historis, fraktur terbuka ditangani dengan debridement segera dalam waktu
kuarng dari 6 jam setelah trauma, seperti yang dilaporkan gustillo anderson pada
tahun 1976. Terdapat angka kejadian infeksi akut yang sama pada pasien yang
dioperasi dalam waktu 6 jam setelah trauma degan pasien yang operasinya ditunda
sampai lebih dari 72 jam, tanpa memperhatikan gradenya.

Cairan irigasi
Cairan irigasi yang optimal belum diketahui dengan pasti karena keterbatasan
penelitian pada topik ini. Pada penelitian yang menggunakan 458 sampel yang
membedakan efikasi normal saline dengan campuarn basitrasi dan castile soap. Tidak
terdadapat perbdaan yang signifikan antara normal salin yang diberikan castile soap
dan tidak.

Volume irigasi
Gustilo et al merekomendasikan irigasi menggunakan 5-10 liter normal saline
dan atau masak air + basitrasin untuk semua jenis fraktur. Lebih dari satu dekade yang
lalu, jumlah optimal unutk irigasi tidak pernah diperlihatkan. Anglen memberikan
protokol berdasarkan keparahan cidera, dalam 3 L untuk 1 fraktur, 6 L untuk tipe II,
dan 9 untuk fraktur tipe III.

VI. PENANGANAN FRAKTUR


Stabilisasi awal pasien dapat mengurangi nyerinya, fasilitas transver BP dan
ambulasi mencegaj kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Terdapat banyak opsi
tatalaksana fraktur terbuka, berantung pada status hemodinamik, lokasi dan pola
pemeriksaan penunjangnya serta perluasan ke jaringan lunak.

Fikasi eksterna
Fiksasi eksterna adalah ukuran raguan efektif pada pasien politrauma,
khususnya dalam kasus cacat jaringan lunak. Hal ini juga dapat digunakan sebagai
pengobatan defiitive dengan hasil yang baik. Edwards menunjukkan tingkat serikat
93% dengan fiation eksternal pada median tindak lanjut dari 9 bulan di 202 berturut-
turut tipe III fraktur tibialis terbuka.

Anda mungkin juga menyukai