Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media yang disertai dengan perforasi yang
menetap dan sekret yang tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan disebut otitis
media supuratif kronis (OMSK), dimana sekret mungkin berupa sekret yang encer atau kental,
bening atau berupa nanah(1). Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat
Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita
OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh
sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi
komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna seperti
labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat menyebabkan kematian. Kadangkala suatu
eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benign pun dapat menyebabkan
suatu komplikasi(2).
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara, namun secara umum insiden OMSK
dipegaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi, misalnya OMSK lebih sering dijumpai pada orang
Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika
Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% penderita OMSK ini berada di negara-negara di
Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa derah minoritas di Asia Pasifik. Hasil
survei prevalensi diseluruh dunia menunjukkan bahwa OMSK melibatkan 65-330 juta orang
dengan telinga berair, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang pendengeran yang
signifikan. Di Indonesia prevalensi OMSK adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit Indonesia(3).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Telinga

Struktur telinga terbagi menjadi bagian luar, tengah, dalam. Telinga bagian luar dan
tengah hanya berperan dalam proses pendengaran, sedangkan telinga bagian dalam berperan
dalam pendengaran dan keseimbangan. Telinga bagian luar terdiri dari aurikula dan meatus
akustikus eksternus dan berakhir pada sisi medial di membran timpani. Telinga bagian tengah
terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus os temporal, dan terdiri dari osikel auditori
(malleus, inkus, stapes), dan di telinga bagian dalam, terdapat organ sensori untuk pendengaran
dan keseimbangan(4).

Gambar 1. Telinga

1. Telinga Luar

Aurikula atau Pinna merupakan daun telinga yang terdiri dari kartilago elastis yang
ditutupi oleh kulit berfungsi menangkap gelombang bunyi dan menjalankannya ke meatus
akustikus eksternus. Meatus akustikus eksternus dilapisi oleh rambut dan ceruminous glands
yang menghasilkan serumen, keduanya berfungsi mencegah agen asing mencapai membran
timpani. Membran timpani merupakan membran semi transparan tipis dan hampir berbentuk
2
oval. Membran timpani terdiri dari tiga lapisan, paling medial atau dalam terdiri dari simple
cuboidal epithelium, lapisan paling luarnya stratified squamous epithelium, dan di ikat oleh
jaringan ikat(4).

2. Telinga Tengah

Bagian medial dari membran timpani merupakan rongga berisi udara di telinga tengah.
Terdapat dua jalan udara di telinga tengah mastoid air cells di procesus mastoid dari os temporal
dan kanalis auditori atau eusthachian yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan
menyeimbangkan tekanan udara di lingkungan dengan di rongga telinga tengah(4).

Pada telinga tengah terdapat tiga osikel auditori, yaitu malleus, inkus, stapes, yang
menjalarkan getaran dari membran timpani menuju fenestra ovale. Malleus menempel pada
membran timpani dan membentuk synovial joint dengan inkus pada salah satu ujung malleus.
Ujung lain dari inkus juga membentuk synovial joint dengan stapes dan bagian foot plate dari
stapes akan di ikat dengan fenestra vestibuli oleh ligament annular. Sehingga getaran pada
membran timpani akan menggetarkan malleus. Begitu seterusnya hingga getaran masuk kedalam
telinga bagian tengah(4).

Gambar 2. Telinga Tengah

Selain itu pada telinga tengah juga terdapat otot rangka yang berikatan dengan osikel
auditori dan secara otomatis meredam getaran suara yang ribut. Musculus tensor timpani melekat
pada malleus dan di inervasi oleh nervus trigeminal (V). Musculus stapedius yang melekat pada
stapes dan mendapatkan persarafan dari nervus facialis (VII) (4).
3
3. Telinga Dalam

Telinga bagian dalam berisi cairan dan terletak dalam os temporal di sisi medial telinga
tengah. Telinga dalam terdiri dari dua bagian labirin (labirin vestibula dan labirin membranosa).
Labirin vestibula merupakan ruang berliku berisi perilimfe (menyerupai cairan serebrospinal)
dan di labirin membranosa yang mengandung cairan endolimfe (menyerupai cairan intraselular).
Bagian ini melubangi bagian petrosus os temporal dan terbagi menjadi tiga bagian: vestibula,
kanalis semisirkular, dan koklea (seperti siput). Bagian dari telinga dalam yang berkaitan dengan
proses pendengaran adalah koklea (4).

Gambar 3. Koklea, Organ Corti, dan Stereosillia

a. Koklea

Koklea merupakan suatu tuba yang melingkar-lingkar, pada potongan melintang tampak
tiga tuba melingkar yang saling bersisian : skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala
vestibuli dan media di pisahkan satu sama lain oleh membran reissner atau membran vestibular.
Sedangkan skala timpani dan media di pisahkan satu sama lain oleh membran basilaris. Pada
permukaan membran basilaris terletak organ Corti yang mengandung serangkaian sel yang

4
sensitif secara elektromagnetik dan membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran
suara, yaitu sel-sel rambut atau stereosilia. Sel-sel rambut ini akan mengeluarkan potensial
reseptor sewaktu tertekuk akibat gerakan cairan di koklea. Sel rambut ini tidak memiliki akson,
namun pada bagian basis dari tiap sel rambut terdapat terminal sinaps dari neuron sensori yang
nantinya akan berkumpul menjadi ganglion spiral dan nantinya akan menjadi nervus
vestibulocochlearis (VIII). Di atas organ corti terdapat membran stasioner, membran tektorial
tempat stereosilia terbenam. Membran tektorial ini akan menekuk stereosilia apabila terjadi
getaran pada membran basilaris. Getaran yang datang dari telinga tengah akan masuk ke dalam
skala vestibuli melalui membran tipis, fenestra ovale (jendela oval) dan getaran tersebut akan
keluar dari koklea melalui fenestra rotundum (jendela bulat) (4).

b. Organ Korti

Organ korti, struktur yang mengandung sel-sel rambut yang merupakan reseptor
pendengaran, terletak di membran basilaris. Organ ini berjalan dari apex ke dasar koklea dan
dengan demikian bentuknya seperti spiral. Tonjolan-tonjolan sel rambut menembus retina
reticularis yang kuat dan berbentuk seperti membrane. Lamina ini ditunjang oleh pilar korti. Sel-
sel rambut tersusun dalam 4 baris: 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap
terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar korti dan satu baris sel rambut dalam yang terletak
sebelah medial terhadap terowongan. Di setiap koklea manusia terdapat 20.000 sel rambut luar
dan 3.500 sel rambut dalam. Terdapat membrane tektorium yang tipis, liat, tetapi elastic yang
menutupi barisan sel-sel rambut. Ujung-ujung sel rambut luar terbenam di dalamnya, tetapi
ujuhng sel rambut dalam tidak. Badan-badan sel neuron aferen yang menyebar di sekitar dasar
sel rambut terletak di ganglion spinalis di dalam mediulus, bagian tengah yang bertulang tempat
koklea melingkar. 90-95% dari neuron aferen ini mempersarafi sel rambut dalam; hanya 5-10%
yang mempersarafi sel rambut luar yang jumlahnya lebih banyak, dan setiap neuron
mempersarafi sel luar ini. Sebagai bandingan, sebagian besar serat eferen di neuron auditorius
berakhir di sel rambut luar bukan di sel rambut dalam. Akson neuron aferen yang mempersarafi
sel rambut membentuk bagian auditorius (koklear) neuron akustik vestibulokoklear dan berakhir
di nucleus koklear ventralis dan dorsalis di medulla oblongata. Jumlah total serat aferen dan
eferen di tiap-tiap nucleus auditorius sekitar 28.000.

5
Di koklea, terdapat tight junction antara sel rambut dan sel phalanges di dekatnya, tight
junction ini mencegah endolimfe mencapai dasar sel. Namun membrane basilaris relative
permeable terhadap perilimfe di skala timpani, dan dengan demikian, terowongan organ korti
dan dasar sel rambut dibasahi oleh perilimfe. Oleh karena adanya tight junction serupa, keadaan
sel rambut dibagian lain telinga dalam serupa; yaitu tonjolan-tonjolan sel rambut dibasahi oleh
endolimfe, sementara dasarnya dibasahi oleh perilimfe(4).

c. Kanalis Semisirkularis

Di kedua sisi kepala, terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu sama
lain, sehingga berorientasi dalam 3 bidang dalam ruang. Di dalam kanalis tulang, terbentang
kanalis membranosa yang terendam dalam perilimfe. Terdapat struktur reseptor, Krista
ampularis, di ujung tiap-tiap kanalis membranosa yang melebar (ampula). Krista terdiri dari sel
rambut dan sel sustenkularis yang dilapisi oleh pemisah glatinosa (kupula) yang menutup
ampula. Tonjolan sel-sel rambut terbenam dalam kupula, dan dasar sel rambut berkontak erat
dengan serat aferen neuron vestibulokoklearis bagian vestibularis(5).

II. Otitis Media Supuratif Kronik

1. Definisi

Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah(1).

2. Epidemiologi
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi,
suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakkan studi mengukur
nilai prevalensi bukannya menilai angka insidensi. Prevalensi OMSK setiap negara
dikategorikan oleh WHO regional classification ketika workshop WHO/CIBA pada tahun 1996.
Nilai prevalensi 1-2% dianggap rendah dan nilai 3-6% dianggap tinggi.

Tabel 2.1 Prevalensi OMSK Setiap Negara oleh WHO Regional Classification

6
Kategori Populasi
Paling tinggi (>4%) Tanzania, India, Pulau Solomon, Guam,
Aborigin Australia, Greenland
Tinggi (2-4%) Nigeria, Angola, Mozambi, Korea, Thailand,
Filiphina, Malaysia, Thailand, Indonesia, Cina,
Eskimo
Rendah (1-2%) Brazil, Kenya
Paling rendah (<1%) UK, Saudi Arabia, Israel, Australia, Finlandia,
Amerika, Gambia.

Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden otitis media
supuratif kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk
Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil
kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi
ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah dan sering tidak
tuntasnya pengobatan yang dilakukan(6).

3. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down
Sindrome. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat(2).
Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi
imun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti
infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis(2).

4. Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan
bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di

7
belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab
utama terjadinya otitis media(3).
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer) serta untuk drainase
sekret dan mencegah masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tegah. Fungsi tuba yang belum
sempurna, tuba yang pendek, penampang realtif besar pada anak dan posisi tuba yang datar
menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke
telinga tengah sehingga sering menimbulkan otitis media daripada dewasa(1,3).
Pada keadaan adanya infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui
tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi ke telinga tengah. Pada
saat ini terjadi respon imun di telinga tengah, mediator peradangan pada telinga tengah yang
dihasilkan oeh sel-sel imun infiltrat, seperti neutrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas
pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah(3).
Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan
mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel
peradangan pada telinga tengah(3).
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan,
epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang
bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan otitis media
ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut. Terjadinya OMSK disebabkan oleh
keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses
peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit
telinga waktu bayi(3).
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah
(gizi kurang) atau higiene buruk(1).

5. Letak Perforasi

8
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe / jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Oleh karena
itu disebut perforasi sentral, marginal, atau atik.
Pada perforasi sentral, perforasi terdapat dipars tensa dan di seluruh tepi perforasi masih
ada sisa membran timpani(1). Perforasi sentral jarang berhubungan dengan kolesteatoma sehingga
sering dikatakan sebagai OMSK tipe aman, meskipun demikian komplikasi yang serius seperti
abses intrakranial pernah ditemukan pada beberapa kasus (8).
Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus
atau sulkus timpanikum, sedangkan perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida (1).

6. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1. OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna)
2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna)
Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang.
OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan
OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering(1).
Proses peradangan pada OMSK tipe aman eterbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak trapat kolesteatoma. Yang dimaksud
dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal
juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya
letaknya di marginal atau atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan
perfirasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
bahaya (1).

7. Gejala Klinis

a. Telinga berair (otorrhoe)


Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Sekret yang mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak,
cairan yang keluar bersifat mukopus yang tidak berbau busuk sering kali sebagai reaksi iritasi

9
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya
hilang timbul. Jika berbau busuk, abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga), polip atau
jaringan granulasi diliang telinga, terlihat koletetoma pada telinga tengah tanda ini biasanya
merupakan tanda dini dari OMSK tipe bahaya. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang(2).

b. Gangguan pendengaran
Kekurangan pendengaran sering menyertai OMSK. Kekurangan yang terjadi biasanya
bersifat tuli konduksi (conductive hearing loss) derajat ringan hingga menengah (sekitar 30-60
dB). Kekurangan pendengaran ini merupakan akibat dari perforasi membran timpani dan
putusnya rantai tulang pendengaran pada telinga tengah karena proses osteomielitis sehingga
suara yang masuk ke telinga tengah langsung menuju tingkap oval (foramen ovale). Kekurangan
pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses infeksi melibatkan koklea
atau saraf pendengaran(2).
Penelitian di beberapa Negara oleh WHO 2004 menunjukkan kekurangan pendengaran
terjadi pada 50% penderita OMSK dan secara keseluruhan tidak kurang dari 164 juta kasus
dengan kekurangan pendengaran merupakan akibat dari OMSK dan sekitar 90% kejadian ini
terjadi pada Negara yang sedang berkembang(2).

c. Nyeri telinga (Otalgia)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis(2).

d. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau

10
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga
bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis(7).

8. Penegakan diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang
dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai
adalah telinga berair, adanya sekret diliang telinga yang pada OMSK tipe aman sekretnya
lebih banyak dan berbenang (mukuous), tiak berbau busuk dan intermiten, sedangakn pada
OMSK tipe tulang, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan
jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya
penderita datan dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah(3).
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai
kondisi mukosa telinga tengah(3).
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan
udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan
gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshol
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran(3).
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schuller berguna untuk menilai kasus
kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif untuk menunjukkan
anatomi tulang temporal dan kolesteatoma(3).
5. Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut,
bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada

11
otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus(3).

9. Diagnosa Banding
Beberapa diagnosa banding dari Otitis Media Supuratif Kronik adalah, Otitis eksterna,
Infeksi Spesifik (penyakit dengan etiologi mycobacteria), Wegener granulomatosis, dan tumor
pada telinga tengah(8).

10. Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret
yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh
satu atau beberapa keadaan yaitu adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga
telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring,
hidung dan sinus paranasal, suah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga
mastoid, dan gizi dan higienis yang kurang(1).
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret
yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama
3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga
yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat
tetes yang dijual dipasaran saat ini bersifat ototoksik sehingga disarankan obat tetes telinga tidak
diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.
Secara oral diberika antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin bila pasien alergi
terhadap penisilin, sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena
penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisin asam klavulanat(1).
Belum lama ini, antibiotik dari golongan fluoroquinolon seperti ciprofloksasin dan
ofloxacin menjadi populer dalam pengobatan OMSK, karena selain memiliki spektrum terhadap
pseudomonas, golongan obat ini juga memiliki tingkat resistensi bakteri yang lebih minimal dan
tidak terlalu bersifat ototoksik, namun obat ini dikontraindikasikan pemberiannya pada anak-
anak, ibu hamil dan menyusui(8).
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeki secara permanen, memperbaiki timpani yang perforasi, mencegah

12
terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki
pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi(1).
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila
terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan
terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuer,
maka insisi abses sebaiknya dilakukan terseniri sebelum mastoidektomi(1).
Pasien dengan perforasi membran timpani harus diberikan instruksi untuk menjaga agar
liang telinga dan telinga tengahnya tetap kering, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
penutup telinga sewaktu mandi(8).

11. Komplikasi
1. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang pendengaran dan
paralisis nervus fasial.
2. Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli saraf
(sensorineural).
3. Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan petrositis.
Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis(1).

12. Prognosis
Pasien dengan otitis media supuratif kronis memiliki prognosis yang baik dengan
pemberian terapi yang dapat mengontrol infeksi. Tuli konduksi sering dapat berhasil dikoreksi
melalui pembedahan. Tingkat mortalitas otitis media kronik meningkat jika disertai dengan
komplikasi intrakranial(10).

13
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien :F
Umur : 11 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sandubaya, Mataram
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 09 September 2013

ANAMNESIS
Keluhan utama:
Keluar cairan dari telinga kanan

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan keluar cairan kental
bewarna kekuningan sejak tiga hari yang lalu, cairan agak berbau, dan tidak disertai
keluarnya darah. Pasien juga merasa didalam telinganya seperti tersumbat dan tertekan.
Selain itu pasien juga mengeluhkan pendengaranya menurun. Pada telinga kiri tidak ada
keluhan. Sebelum keluar cairan pasien mengaku demam, serta riwayat batuk, pilek kurang
lebih 1 minggu yang lalu. Riwayat berenang di sungai (+), kira-kira 2x seminggu.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien mengaku pernah mengalami keluhan serupa kurang lebih setahun yang lalu pada
telinga kanan, dan semenjak saat itu sampai sekarang tidak pernah keluar cairan dari telinga.

Riwayat penyakit keluarga/sosial:


Ibu pasien mengalami keluhan serupa namun tidak pergi berobat.

Riwayat pengobatan: -

Riwayat alergi:
14
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah meler,
gatal-gatal ataupun bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36C

Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam
normal, hematoma (-), nyeri tarik batas normal, hematoma (-),
aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), sekret purulen (+) Serumen (-), hiperemis (-),
hiperemis (+) di sekitar membran furunkel (-), edema (-), otorhea
timpani, furunkel (-), edema (+). (-).

Sekret purulen

Hiperemis

15
4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), hiperemi Intak (+), Retraksi (-), bulging
(+), edema (+), perforasi sentral (-), hiperemi (-), edema (-),
(+), aktif, cone of light (-) cone of light (+)

Perforasi dgn sekret


aktif

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-), Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa pucat Bentuk (normal), mukosa
(-), hiperemia (-) pucat (-), hiperemia (-)
Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-), Mukosa normal, sekret (-),
massa berwara putih mengkilat massa berwara putih
(-). mengkilat (-).
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi (-) Edema (-), mukosa hiperemi
(-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus Deviasi (-), perdarahan (-),
(-) ulkus (-)

16
Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)


Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (+), reflex muntah (+), membrane (-),
sekret (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
T1 T1
Fossa Tonsillaris hiperemi (+) hiperemi (+)
dan Arkus Faringeus

DIAGNOSIS
- Otitis media supuratif kronis aurikula dextra tipe aman fase aktif

DIAGNOSIS BANDING : -

17
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga
- Pemeriksaan audiometri

RENCANA TERAPI
Medikamentosa
- Larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
- Antibiotik sistemik : Amoxicillin 3 x 500 mg (14-21 hari).
- Antipiretik : Paracetamol 3 x 500 mg
Pembedahan
- Timpanoplasti

KIE PASIEN
- Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek liang
telinga.
- Antibiotik harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang, dengan tujuan
eradikasi kuman penyebab dapat tercapai, dan tidak sampai menimbulkan resistensi serta
komplikasi.
- Untuk sementara, liang teling dijaga agar tetap kering. Jika pasien ingin mandi sebaiknya
kedua telinga ditutup dengan kapas dan pasien diminta berhenti untuk mandi disungai.
- Datang kembali untuk kontrol setelah 2 minggu, untuk melihat perkembangan peyembuhan
pada perforasi membran timpani.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan keluar air dari telinga kanan sejak 3 hari yang lalu cairan
kental bewarna kekuningan sejak tiga hari yang lalu, cairan agak berbau, dan tidak disertai
keluarnya darah. Pasien juga mengaku pernah mengalami keluar cairan dari telinga satu tahun
yang lalu dimana hal ini mengarahkan diagonis pasien pada otitis media supuratif kronik. Hal ini
diperkuat oleh temuan pada pemeriksaan fisik dimana ditemukan adanya perforasi dari membran
timpan serta keluarnya sekret yang aktif dari perforasi membran timpani tersebut. Pada pasien ini
kemungkinan telah terjadi perforasi dari membran timpani yang persisten mengingat adanya
riwayat mengalami keluhan serupa dahulu, sehingga mempengaruhi perjalan penyakitnya
menjadi kronis disamping itu tidak ditemukan gejala nyeri telinga hebat pada stadium supurasi.
Selain itu keluhan penurunan pendengaran yang dikeluhkan pasien dapat merupakan akibat dari
perforasi membran timpani yang persisten atau putusnya rangkaian tulang pendengaran pada
telinga tengah karena proses osteomielitis sehingga suara yang masuk ke telinga tengah langsung
menuju tingkap oval (foramen ovale). Pada pemeriksaan hidung tenggorokan yang dilakukan
tidak didapatkan adanya suatu kelainan.

Rencana terapi yang diberikan pada pasien ditujukan untuk mengeradikasi kuman penyebab
infeksi serta terapi simtomatis untuk mengurangi gejala yang dikeluhkan pasien. Terapi yang
diberikan untuk eradikasi kuman penyebab adalah antibiotik lini pertama yaitu amoksisilin yang
merupakan obat dari golongan penisilin. Obat ini diberikan karena bersifat broad spectrum dan
tidak bersifat ototoksik sehingga dapat diberikan kepada pasien yang belum melakukan kultur
kuman dari sekret telinga. Antibiotik diberikan selama 14-21 hari dan harus diminum sampai
habis. Sedangkan untuk terapi simtomatis, pasien diberikan antipiretik paracetamol dimana
sebelumnya pasien ada riwayat demam dan paracetamol juga dapat mengurangi nyeri. Pada
pasien juga direncanakan terapi dengan memberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2
3% selama 3-5 hari untuk membersihkan liang telinga dari secret. Selain itu, untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran diusulkan terapi pembedahan berupa
timpanoplasti mengingat pasien masih dalam usia sekolah agar tidak mengganggu proses
pembelajaran di sekolah.

19
DAFTAR REFERENSI

1. Zainul, A, Djaafar, Z.A, Helmi dan Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam Soepardi,
Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &
Leher. Sixth ed. Jakarta. FKUI, 2007: p. 65-72
2. Nursiah, S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap Beberapa
Antibiotika. Bagian THT FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Medan. USU Digital
Library, 2003. Available at : http://www.usu.ac.id/ (Accessed : Sept 17th 2013).
3. Aboet, A. Radang Telinga Tengah Menahun. Medan. USU Digital Library, 2007. Available
at : http://www.usu.ac.id/ (Accessed : Sept 17th 2013).
4. Seeley, Stephen, Tate. The Special Sense. Anatomy and Physiology. The McGraw-Hill
Companies, 2004: p. 528-540
5. Saladin. Sense Organ. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. Third ed.
The McGraw-Hill Companies, 2003: p. 599-600
6. Sriwidodo, AS. Otitis Media Supuratif Kronik. Cermin Dunia Kedokteran. No.134, 2002.
Available at : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_134_masalah_anak.pdf (Accessed :
Sept 17th 2013).
7. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam Adams
GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Sixth Ed. Jakarta. EGC Jakarta:
p. 88-113
8. Telian, SA, Schmalbach, CE. Chronic Otitis Media. Dalam Snow JB, John JB. Ballenger
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Sixteenth edition. United States. BC Decker
Inc, 2003: p. 261-271
9. Probst, R, Grever, G, Iro, H. Chronic Suppurative Otitis Media. Basic Otorhinolaryngology.
New York. Thieme, 2006: p. 242
10. Parry, D, Meyers, AD. Chronic Suppurative Otitis Media. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview#aw2aab6b2b6aa (Accessed : Sept
17th 2013).

20
LAPORAN KASUS

Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Aman Fase Aktif

Ahmad Sufyan Hiswandi

H1A 009 033

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI SMF THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

2013

21

Anda mungkin juga menyukai