Anda di halaman 1dari 21

GASTROENTERITIS AKUT

PENDAHULUAN
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian
besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang di sebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare
akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus umumnya bersifat self limiting,
sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya
dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk
mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Diare menyababkan hilangnya sejumlah
besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan
basa.

Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor


kesehatan oleh karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada di rumah
sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di pelayanan
kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit
terbanyak dipopulasi.

Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare
dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya
kemampuan sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan
berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.

DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu.

Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per
hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.
Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembanga
saluran cerna.

Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang
air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat
disebut diare.

EPIDEMIOLOGI

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di


Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada
anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap
tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara
berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare

1
sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan
penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk
golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia
15,5%.

CARA PENULARAN & FAKTOR RESIKO

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat. (melaui 4F=finger, flies, fluid, field)

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:


tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik.

1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tiadk menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub
tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepajang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V.cholera
0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia,
Timur Tengah dan beberapa daerah di Amerika Utara & Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar
di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengan dan Asia Selatan. Pada akhir

2
tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi
di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.

ETIOLOGI

Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,


bakteri & parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produkasi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan vili oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory
diare biasanya disebebkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut:

Golongan bakteri: Golongan Virus:


Aeromonas - Astrovirus
Bacillus cereus - Calcivirus (Norovirus,Sapovirus)
Campylobacter jejuni - Enteric adenovirus
Clostridium perfringens - Coronavirus
Clostridium defficile - Rotavirus
Escherichia coli - Norwalk virus
Plesiomonas shigeloides - Herpes simplex virus*
Salmonella - Cytomegalovirus*
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica

Golongan Parasit:

- Balantidium coli
- Blastocystis homonis
- Cryptospotidium parvum
- Entamoeba histolytica
- Giardia lamblia
- Isospora belli
- Strongyloides stercoralis
- Trichuris trichiura

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada


anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang


menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus
menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar
pada lamina propria. Perubahan patologis yang diamati tidak berkolerasi
dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya

3
digunakan istilah gastroenteritis, walaupun pengosongan lambung tertunda
telah didokumentasikan selama infeksi virus Norwalk.

Virus akan meginfeksi lapisan epitelium di usus halus dan menyerang


villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorpsi usus halus terganggu
. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru,
berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya beum baik. Villus
mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan
baik. Selajutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/ tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus
sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar
melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien
yang tidak sempurna.

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis
disakharida dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui
pengangkut bersama (kontransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit
kripta merupakan sel yang tidak berdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim
hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit.
Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung vilus usus menyebabkan
(1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan
(2) malabsorpsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.

Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun


penderita terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal.
Kenaikan kerentanan bayi (dibanding dengan anak yang lebih tua dan orang
dewasa) sampai morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis virus dapat
berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus,
tidak ada imuitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes
nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat
memperbesar permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah
dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang


berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus Camp, Cgmp
dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E.coli
agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir
sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus
sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin Shigella juga dapat
masuk kedalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh
kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut
disentri.

Disamping itu penyebab diare non infeksi dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain:

- Kesulitan makan
- Defek Anatomis
o Malrotasi
o Penyakit Hirchsprung
o Short Bowel Syndrome
o Atrofi mikrovili
o Stricture

- Malabsorpsi
o Defisiensi disakaridase
o Malabsorpsi glukosa-galaktosa
o Cystic fibrosis
o Cholestosis

4
o Penyakit Celiac
- Endokrinopati
o Thyrotoksikosis
o Penyakit Addison
o Sindroma Adrenogenital
- Keracunan makanan
o Logam berat
o mushrooms
- Neoplasma
o Neuroblastoma
o Phaeochromocytoma
o Sindroma Zollinger Ellison
- Lain-lain
o Infeksi non gastrointestinal
o Alergi susu sapi
o Penyakit Chron
o Defisiensi imun
o Colitis ulserosa
o Gangguan motilitas usus
o Pellagra

MEKANISME DIARE

Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorpsi atau
sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:

1. Pembagian diare menurut etiologi


2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-
infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi.

(1). Gangguan absorpsi atau diare osmotik

Secara umum terjadi penerunan fungsi absorbsi oleh berbagai sebab


seperti celiac sprue atau karena:

a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida


b. Defisiensi sukrase-isomaltase, adanya laktase defisiensi pada anak
yang lebih besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat
hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan
tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen
usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah
lumen jejunum, sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen
usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian
akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorbsi kembali,
akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada

5
bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose,
laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan
absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yaang mengandung sorbitol
dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.

(2). Malabsorbsi Umum

Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung,


asam amino dan monosakarida mempunyai peran dalam gerakan osmotik
pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na
dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella
atau Campylobacter. Sel tersebut dapat juga rusak karena inflammatory
bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran
karakteristik penyakit yang menyebabkan malasorbsi usus halus adalah
atrofi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (giardiasis, e.coli)
menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush
border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein
lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insufisiensi eksokrin
pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan
diare osmotik.

Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan


pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya
menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl-
sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorbsi karbohidrat oleh
karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan
defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar, laktulose,
pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorbsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan
diare. Pemeberian makanan/ minuman tinggi KH, setelah mengalami diare,
menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebakan
kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim
laktase, menyebabkan gangguan absorbsi nutrisi laktose.

(3). Gangguan sekresi atau diare sekretorik

Hiperplasia kripta

Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat


menyebabkan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini
menyebabkan atrofi villi.

Luminal secretagogues

Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin


bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.

Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan


konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen
usus bersama Cl-.

6
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek ada aktivasi NaK-
ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar Camp
intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Penyakit malabsorbsi seperti reseksi
ileum dan penyakit Crohn dapat menyebkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.

Blood-Borne Secretagogues

Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya


disebabkan enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara
berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila
ada kemungkinan di sebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma
atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon seperti VIP.

(4). Diare akibat gangguan peristaltik

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi


perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan atau penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan
diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi
akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat
menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam
empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus
kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan
penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.

(5). Diare Inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada


beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam prmbuluh darah dan limphatic
menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan diare tipe lain seperti diare osmotik dan
diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan
fungsi tight junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan
mengatifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction
akan mempengaruhi susunan anatiomis dan fungsi absorpsi yaitu
cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk
2003 menunjukan bahwa peran bakteri enteral patogen pada diare
terletak pada perubahaan barrier tight junction oleh toksin atau produk
kuman yaitu perubahan pada cellurar cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu
komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi chlorida yang
akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C.difficile anak menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan
degradasi proteolitik protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan
akumulasi protein cytoskeleton.

(6). Diare terkait Imunologi

Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I,


III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan
alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penykit gastroenteropati,
sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss
enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan
respon imun dengan di bentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh

7
reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivtas
akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan
melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi
dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen.
Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage
Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas
berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini
tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari luar dipesentasikan sel APC
(Antigen Precenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi
pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan IFN- oleh Th1. Sitokin
tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan
jaringan. Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan
mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida
diikuti oleh natrium dan air.

MANIFESTASI KLINIS

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan
kematian bila tidak di obati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik atau dehidrasi hipotonik.
Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang
atau dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain:
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa
berupa parasthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan
kelemahan otot (C.botulinum).

Manifestasi immun mediated ekstraintestinal biasa terjadi setelah diarenya


sembuh, contoh:

Manifestasi Enteropatogen terkait


Reactive Arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia,
Camphylobacter, Clostridium difficile

Guillain Barre Syndrome Camphylobacter


Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella
IgA nephropathy Camphylobacter
Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella
Hemolytic anemia Camphylobacter, Yersinia

8
Hemolytic Uremic Syndrome S.dysentrie, E.Coli

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat


dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri
perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta
rektum menunjukan terkenanya usus besar.

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti:
enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia dan Cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.

Gejala Rotavirus Shigella Salmonell ETEC EIEC Kolera


Klinik a
Masa 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Tunas
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
Muntah
Nyeri Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
perut kramp kolik kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 x/hari >10 x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsisten Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
si
Darah - Kadang - + -
Bau Langu Busuk + Tidak Amis Khas
Warna Kuning- Merah- Kehijauan Tidak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anoreksi Kejang Sepsis Meteorism Infeksi
us sistemik

DIAGNOSA

9
1. Anamnesa
Pada anamnesa perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/ tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah: volume dan frekuensinya.
Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit
lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa
berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta
riwayat imunisasinya.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan
tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata:
cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif
dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lain-
lain dapat dilihat pada tabel berikut:

Penentuan Derajat Dehidrasi menurut WHO 1995

Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung &
Air mata Ada Tidak ada kering
Mulut & lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa tidak *Haus, ingin minum Sangat kering
haus banyak *Malas minum atau
tidak bisa minum
Periksa: turgor Kembali cepat *Kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ Dehidrasi berat
pemeriksaan: sedang
Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi: Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

Penentuan Derajat Dehidrasi menurut Sistim pengangkaan-Murice King

Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan


yang di periksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, Mengigau, koma

10
cengeng,apatis,ngant atau syok
uk
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/menit Kuat <120 Sedang (12140) Lemah >140

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel
kemudian dijumlahkan.

Niai: 0-2 = Ringan 3-6 = Sedang 7-12 = Berat

Penentuan Derajat Dehidrasi menurut MMWR 2003

Simptom Minimal atau Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat


tanpa dehidrasi sedang, kehilangan >9%
kehilangan BB < kehilangan BB 3%-
3% 9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apathis, letargi,
gelisah, irritable tidak sadar
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardia,
bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil, tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut & lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali <2 detik Kembali >2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit,analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja:
Pemeriksaan Makroskopis:
Pemeriksaan makroskopis tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan
tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa
atau di sebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan

11
mukosa atau parasit usus seperti: E.histolytica, B.coli, dan T.trichiura. Apabila
darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.Histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat
garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan Mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif dalam pemeriksaan
tinja menunjukan adanya kuman infasiv atau kuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C.jejuni, EIEC, C.difficile, Y.enterocolitica,
V.parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.shigelloides. Lekosit
yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S.typhii lekosit
mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien
yang terinfeksi dengan E.histolytica umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit
yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam
jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau
parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi,
kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada
pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana
pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian
atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup disaluran cerna bagian atas,
prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum
adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosa giardiasis,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E.histolytica dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk.
Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi
intermiten. Sejumlah tes serologi amubiasis untuk mendeteksi tipe dan
konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologi test untuk amuba hampir selalu positif
pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y.enterocolitica, V.cholerae,
V.parahaemolyticus, Aeromonas, C.difficile, E.coli 0157:H7 dan Camphylobacter
membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu
diberikan catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab
diare yang terjadi. Deteksi toksin C.difficile sangat berguna untuk diagnosis
antmikrobal kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam menegakkan
diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab
inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium pendahuluan.

TERAPI

Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana


Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksan ini sudah mulai
diterapkan di rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi
dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare
juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan
menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang
diderita anak balita baik yang dirawat dirumah maupun sedang dirawat dirumah
sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

12
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan
yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan bekurangnya lebih
banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak
terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan
oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan
elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan
formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas
larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan
risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini
sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama. Oralit batu dengan low osmolaritas ini juga
meurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk
diare akut non-kolera pada anak.

Komposisi Oralit Baru

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/liter


Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total osmolaritas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru:


a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Lanjutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk
persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Untuk anak berumur <2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka
sisa larutan harus dibuang.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Zinc mengurangi lama dan ceratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Penggunaan zinc ini memang populer beberapa tahun terakhir
karena memiliki evidence based yang bagus. Beberapa pembuktian telah
membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10
hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien.
Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera
dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan
yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc
berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan
seksual , kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan serta nafsu makan. Zinc

13
juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial
pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dosis zinc untuk anak-anak:
Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari
diare. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan
dalam air matang atau oralit.

ASI dan makanan tetap diteruskan


Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk
mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare
berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan.

Antibiotik jangan diberikan


Kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemeberian antibiotik
yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh
dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain, itu pemberian antibiotik yang
tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta
menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian multipel
ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang
sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol dan trimetoprim
sulfametaksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui
mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan
pemeabilitas membran terhadap antibiotik.

Nasihat pada ibu atau pengasuh


Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit,
sangat haus, diarer makin sering atau belum membaik dalam 3 hari.

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat
memperpendek lamanya sakit dan memberantas organisme penyebab. Dalam
merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diit
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba

Sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral serta melanjutkan
pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat.

I. Pengobatan Diare Tanpa Dehidrasi


Terapi Rehidrasi Oral (TRO).
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga
untuk mencegah dehidrasi, seperti: air tajin, larutan gula garam, kuah
sayur-sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan dirumah oleh
keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau
untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun 100-200 ml, 5-12
tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB.
Untuk anak <2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1
sendok setiap 1-2 menit. Pemeberian dengan botol tidak boleh dilakukan.

14
Anak yang lebih besar dapat langsung minum dari cangkir atau gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10
menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa di makan tetap
harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang
6 kali sehari) serta rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang.
Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak) jangan
diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah berat. Bila
dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah
hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan
dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-
sedang.

II. Pengobatan Diare Dehidrasi Ringan Sedang


Terapi Rehidrasi Oral (TRO).
Penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama 72 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak
diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan
dapat ditentukan dengan mengguanakan umur penderita, yaitu: untuk
umur <1 tahun adalah 300 ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, >5 tahun adalah
1200 ml dan dewasa adalah 2400 ml. Rentang nilai volume cairan ini
adalah perkiran, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan
menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak,
pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air
putih atau air tawar. Bila edema kelopak mata sudah hilang dapat
diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan
secara per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume
yang sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan
penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila
keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat
dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara
seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan
penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di
sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan
parenteral.

III. Pengobatan Diare Dehidrasi Berat


TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah
Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi
parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberikan
oralit selama pemberian cairan intravena (5 ml/kgBB/jam), apabila dapat
minum dengan baik, biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam
(untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk
memberikan tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat
disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi
parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara
pemberiannya untuk <1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan 5
jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas 1 tahun jam pertama 30 cc/kg BB,
dilanjutkan 2 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila
hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada

15
bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan
selanjutnya yang sesuai yaitu: pengobatan diare dengan dehidrasi ringan
sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.

IV. Seng (Zinc)


Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang
dan dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya
kejadian penyakit infeksi yang serius. Seng merupakan mikronutrien
komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang penting antara lain untuk
sintesis DNA. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan
penggunaan seng pada anak >6 bulan dengan diare dengan dosis 20 mg
perhari selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan dengan dosis 10 mg
perhari selama 10-14 hari.

V. Pemberian Makanan Selama Diare


Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien
sebanyak anak mampu menerima. Sebagian anak dengan diare cair, nafsu
makan timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian
makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien,
sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak
dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan
penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya
fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare
tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum
sakit serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk
anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.
Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak
mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum
paling tidak setiap 3 jam. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas
laktosa

mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan


diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi,
atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (Ph <6)
dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja >0,5 %. Setelah diare
berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba
kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap
selama 2-3 hari.
Bila anak umur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus di teruskan. Paling tidak 50% dari energi diit
harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6
kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula
dengan makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang
lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari: makanan pokok
setempat, misalnya nasi, kentang, gandum, roti atau bakmi. Untuk
meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak
nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus
dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan
kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe,
daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah
kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak
gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan,
sebaiknya dihindari.

VI. Pemberian Makanan Setelah Diare

16
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi
anoreksia hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang
kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki
kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan
yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada
keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50%
atau lebih
kalori dari biasanya.

Antibiotik

Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang
disebabkan oleh bakteri patogen seperti V.cholera, Shigella, Enterotoksigenik
E.coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya.

Antibiotik pada diare

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline Erythromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecillinam


15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kg
3x sehari selama 5 hari

Obat Antidiare

Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis


dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari
obat-obat ini berbahaya. Produk yang masuk dalam kategori ini adalah:

Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuan untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan
lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan
melindungi kemapuan usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti

17
keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare
akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh: loperamide hydrochloride, duphenoxylate dengan atropine,
tinctura opii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi volume
tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang
berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan
memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek
sedatif pada dosis normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh
diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
Bismuth Salisilat
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja
pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.

Obat-Obat Lain

Antimuntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasi oral. Oleh karena itu, obat anti muntah tidak digunakan pada
anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah
terehidrasi.
Steroid
Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan.

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit Defek Pemeriksaan Mekanisme Keterangan


Tinja Primer
Kolera, E.Coli Terjadi Cair, osmolalitas Sekretorik Tetap
toksigenik, penurunan normal; osmole =2 berlangsung
karsinoid, absorpsi, x (Na+K) selama
Clostridium peningkatan puasa,malabsorp
difficile, sekresi, si garam empedu
Cryptosporidi transport dapat
os elektrolit meningkatkan
sekresi air di
usus; ditemukan
adanya leukosit
didalam tinja
Defisiensi Maldigesti, Cair, asam, + Osmotik Berhenti dengan
laktase, gangguan reducing puasa,
malabsorpsi transport, substance; peningkatan
glukosa- konsumsi peningkatan hydrogen napas
galaktosa, cairan yang osmolalitas pada malabsorbsi
laktulosa, tidak dapat osmoles >2x karbohidrat &
pemberian diserap (Na+K) tidak ditemukan
laksatif yang leukosit didalam
berlebihan tinja

18
Irritable Penurunan Tinja dengan Peningkatan Infeksi dapat
bowel waktu transit bentuk normal motilitas mengakibatkan
syndrome, sampai peningkatan
tirotoksikosis, lembek,terstimula motilitas
sindroma si dengan refleks
postvagotom gastrokolik
y dumping
Pseudo- Gangguan Bentuk tinja yang Penurunan Kemungkinan
obstruksi, sistem normal sampai Motilitas terjadinya bakteri
blind loop neuromuskular tidak berbentuk tumbuh lampau
, terjadinya (lembek)
stasis dan
bakteri
tumbuh
lampau
Penyakit Inflamasi, Terdapat darah & Invasi mukosa Disentri (darah,
Celiac, penurunan peningkatan lendir, leukosit)
infeksi luas leukosit di dalam
Salmonella, permukaan tinja
Shigellosis, mukosa dan /
amebiasis, atau
yersiniosis, reabsorpsi
infeksi oleh kolon,
Campylobact peningkatan
er, rotavirus motilitas usus
enteritis

KOMPLIKASI

Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa


diantaranya memerlukan pengobatan khusus.

Gangguan Elektrolit

Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan pemantauan


berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara
perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma secara cepat sangat berbahaya
oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik
menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan
rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline - 5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan
tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plsama setelah 8 jam. Bila normal
dilanjutkan dengam rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali atrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0.18 saline 5%
dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCL pada setiap 500
ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal
dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/ setiap BAB,
sampai diare berhenti.

Hiponatremia

19
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi
berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua
anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau Normal Saline.
Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 kadar Na serum yang diperiksa X 0,6 X BB.
Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan
serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.

Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian


kalsium glukonas 10% 0,5 1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5 10 menit dengan
monitor detak jantung.

Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia jika K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K; jika
kalium 2,5 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <
2,5 mEq/L maka diberikan secara IV drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4
jam. Dosisnya: (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 kadar K terukur x BB x
0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot,
paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat di
cegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan
memberikan makanan yang kaya kalium selama diaredan sesudah diare berhenti.

Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral

Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya
pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang
menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik serta malabsorbsi
glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus di berikan
caira intravena.

Kejang

Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat di sebabkan
oleh karena: hipoglikemia, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya
buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40C,
hipernatremi atau hiponatremi.

PENCEGAHAN

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:

1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare umumnya


disebabkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab
diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini.
Upaya pncegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI.

20
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan.
e. Pengunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.
f. Mambuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun.
b. Menigkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi
anak.
c. Imunisasi campak.

Daftar Pustaka

Buku Ajar IDAI. Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta 2015:


Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Major symptoms and sign of digestive tract disorders. In Kliegman
RM et all: Nelson Textbook of Pediatric, 18th ed. Philadelphia, WB
Saunders, 2007, Table 303-7, p 152.

21

Anda mungkin juga menyukai