JINAN, CHINA.
Obesitas adalah faktor resiko mayor untuk penyakit mayor seperti CVD & DM (1,2). Hubungan
antara obesitas dan hipertensi bergantung pada standar kategori obesitas tertentu. Dua indeks
antropologi yang paling umum digunakan dalam praktik klinis dan Survey populasi adalah BMI (Body
Mass Index) dan WC (Waist Circumference) (3,4).
Berdasarkan kriteria standar Chinese Obesity Working Group: BMI <18,5 = Underweight;
18,5 ≤ BMI < 24 = Normal; 24 ≤ BMI < 28 = Overweight; dan BMI ≥ 28 = Obesitas umum (5,6). Obesitas
sentral dengan WC ≥ 85cm untuk laki-laki dan WC ≥ 80cm untuk wanita (7). Sedangkan dikatakan
hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Shu-Kang Wang, dkk dengan metode penelitian silang
(cross-sectional study)bahwa berat badan berlebih, obesitas umum dan obesitas sentral berkolerasi
positif dengan hipertensi pada kedua jenis kelamin (terutama pada obesitas umum daripada
obesitas sentral), sedangkan dalam Ors (Odds Ratio) ditemukan perbedaan signifikan antara berat
badan berlebih dan obesitas umum pada wanita. Dimana diambil sampel sebanyak 1870 subjek (600
pria dan 1270 wanita) kelompok usia 50 tahun dan lebih yang dipilih secara acak dari 6 komunitas
berbeda di Jinan, China pada tahun 2011-2012.
Didapatkan hasil pada laki-laki dalam kelompok usia 50 tahun dan lebih tidak ditemukan
hubungan yang bermakna antara obesitas umum, obesitas sentral dan hipertensi (P >0,005). Pada
perempuan prevalensi obesitas umum, obesitas sentral dan hipertensi ditemukan pada kelompok
usia 50-59 tahun dan kelompok usia 70-79 tahun (P= 0,001). Namun, perbedaan yang signifikan
dalam prevalensi obesitas sentral dan hipertensi ditemukan antara kelompok usia 50-59 tahun dan
kelompok usia lainnya (P <0,001). Dan perbedaan signifikan dalam prevalensi hipertensi juga
ditemukan antara kelompok usia 60-69 tahun dan kelompok usia 70-79 tahun (P <0,001).
DAFTAR PUSTAKA
1. Salvetti G, Santini F, Versari D, Virdis A, Fierabracci P, et al. (2008) Fat distribution and cardiovascular risk
in obese women. Obesity and Metabolism (Milan) 4: 202–207.
2. Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, Bautista L, Franzosi MG, et al. (2005) Obesity and the risk of myocardial
infarction in 27000 participants from 52 countries: a case-control study. Lancet 366: 1640– 1649.
3. Harris MM, Stevens J, Thomas N, Schreiner P, Folsom AR. (2000) Associations of fat distribution and obesity
with hypertension in a bi-ethnic population: the ARIC study. Atherosclerosis Risk in Communities Study.
Obes Res 8: 516–524.
4. Deurenberg P, Deurenberg-Yap M, Guricci S. (2002) Asians are different from Caucasians and from each
other in their body mass index/body fat percent relationship. Obes Rev 3: 141–6.
5. Łopatyn´ski J, Mardarowicz G, Szczes´niak G. (2003) A comparative evaluation of waist circumference, waist-to-
hip ratio, waist-to-height ratio and body mass index as indicators of impaired glucose tolerance and as risk factors
for type-2 diabetes mellitus. Ann Univ Mariae Curie Sklodowska Med 58: 413–9.
6. Chen C, Lu FC. (2004) The guidelines for prevention and control of overweight and obesity in Chinese
adults. Biomed Environ Sci 17: 1–36.
7. Zhai Y, Zhao WH, Chen CM. (2010) Verification on the cut-offs of waist circumference for defining central
obesity in Chinese elderly and tall adults. Zhonghua Liu Xing Bing Xue Za Zhi 31: 621–5. (In Chinese)
Tekanan Darah dan Kardiovaskular Outcome pada pasien dengan berat badan normal, kelebihan
berat badan, dan obesitas yang diobati dengan tiga antihipertensi berbeda dalam ALLHAT
Berdasarkan Randomized Trial yang dilakukan oleh the ALLHAT Collaborative Research
Group pada 33.357 orang dengan Hipertensi, dari peserta di dapatkan 37,9% Overweight dan
42,1% Obesitas. Untuk setiap pengobatan BP Control (<140/90 mmHg), berdasarkan tingkat
BMI, 66.1, 66.5, and 65.1% untuk normal-weight, overweight, and obese participants. Diacak
dengan terapi obat hipertensi yaitu chlorthalidone memiliki kontrol BP tertinggi (67,2, 68,3, dan
68,4% masing-masing) dan lisinopril terendah (60,4, 63,2, dan 59,6%) di setiap tingkatan BMI.
Peserta Obesitas dan Overweight dibadingkan dengan peserta Berat Badan Normal
lebih cenderung menjalani pengobatan anti hipertensi selama lebih dari 2 bulan, Peserta
Obesitas lebih cenderung kewanita dan memiliki lebih banyak perubahan gelombang ST pada
EKG, dan kemungkinan mempunyai riwayat Miocard Infark atau PJK dibanding dengan peserta
dengan Berat badan Normal
Status BMI tidak mengubah efek obat antihipertensi pada kontrol BP atau hasil penyakit
kardiovaskular.
Referance :
17. The ALLHAT Officers and Coordinators for the ALLHAT Collaborative
Research Group. Major outcomes in high-risk hypertensive patients
randomized to angiotensin-converting enzyme inhibitor or calcium
channel blocker vs. diuretic: The Antihypertensive and Lipid-Lowering
Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT). JAMA 2002;
288:2981–2997.
25. Wright JT Jr, Probstfield JL, Cushman WC, Pressel SL, Cutler JA, Davis
BR, et al. ALLHAT findings revisited in the context of subsequent
analyses, other trials, and meta-analyses. Arch Intern Med 2009;
169:832–842.
26. Einhorn PT, Davis BR, Wright JT Jr, Rahman M, Whelton PK, Pressel SL,
ALLHAT Cooperative Research Group. ALLHAT: still providing correct
answers after 7 years. Curr Opin Cardiol 2010; 25:355–365.
27. Proschan M, Ford CE, Cutler JA, Graumlich JF, Pavlik V, Cushman WC,
et al. How much effect of different antihypertensive medications on
cardiovascular outcomes is attributable to their effects on blood
pressure? Stat Med 2012; 32:884–897.
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA
MASYARAKAT ETNIK MINANGKABAU DI KOTA PADANG
Hipertensi adalah salah satu masalah kesehatan di masyarakat mengakibatkan angka kesalitan yang
tinggi. Penyakit ini dapat memicu penyakit lain seperi stroke, penyakit jantung coroner, gagal jantung, dan
penyakit ginjal. Komplikasi yang ditimbulkannya dapat menurunkan umur harapan hidup penderitanya.
Menurut WHO tahun 2000 sekitar 972 juta jiwa penduduk di dunia menerita hipertensi dengan
persentase pria sebesar 26,6 % dan pada wanita 26,1 %. Inside di Negara maju 333 juta dan 639 juta negara
berkembang, termasuk Indonesia. Hipertensi menempati urutan ketiga penyebab kematian terbanyak setelah
stroke dan tuberkulosis. Jumlahnya mencapai 6,8 % dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di
Indonesia.
Penyebab hipertensi sebagian besar (sekitar sembilan puluh lima persen) tidak diketahui penyebabnya
dan dikenal dengan hipertensi primer atau esensial. Obesitas merupakan salah satu factor resiko yang erat
kaitannya dengan penyakit ini.
Penelitian yang meneliti tentang hubungan obesitas dengan hipertensi telah banyak dilakukan, dan
menunjukkan sebagian besar subyek dengan tekanan darah yang mengalami obesitas. Estimasi risiko dari
Framingham Heart Study mennjukan bahwa 78% hipertensi pada laki-laki dan 65% hipertensi pada wanita
secara langsung berhubungan dengan obesitas.
Obesitas dapat menyebabkan hipertensi dengan berbagai mekanisme, baik itu secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung obesitas dapat meningkatkan cardiac output , karena makin besar massa tubuh
makin banyak pula jumlah darah yang beredar sehingga curah jantung ikut meningkat. Secara tidak langsung,
melalui perangsangan aktivitas system saraf simpatis dan Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) oleh
mediator – mediator seperti sitokin, adipokin, dan salah satunya adalah aldosterone yang terkait dengan retensi
air dan natrium sehingga volume darah meningkat.
Prevalensi hipertensi dan obesitas lebih sering terjadi pada usia 35 – 66 tahun. Resiko hipertensi
meningkat 2,6 kali pada subyek laki-laki obesitas dan meningkat 2,2 kali pada subyek wanita obesitas
dibandingka subyek dengan berat badan normal. Pria dan wanita dengan hipertensi memiliki rata-rata IMT
(Indeks Masa Tubuh) dan lingkar perut lebih tinggi disbanding yang tidak hipertensi.
Konsumsi makanan pada etnis minangkabau seperti rendang diklaim mengandung lemak jenuh tinggi .
Srbagai bahan utama, minyak kelapa dan santan merupakan sumber utama kaya asam lemak jenuh atau SAFA
(Saturated Fatty Acid). Selain iu, berdasarkan data RISKESDAS 2007 95% masyarakat Minangkabau kurang
mengkonsumsi sayuran dan buah yang merupakan sumber serat yang dapat menghambat absorpsi lemak.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) responden hipertensi
26,58 ± 4,36 kg/m2 dengan nilai IMT terendah 18,39 kg/m2 dan tertinggi 42,86 kg/m2. Pada responden tidak
hipertensi hasil pengukuran rata-rata IMT adalah 25,21 ± 4,29 kg/m2 dengan nilai IMT terendah 15,96 kg/m2
dan tertinggi 40,37 kg/m2. Hal ini menunjukkan rata-rata IMT pada responden hipertensi lebih tinggi
dibandingkan dengan responden tidak hipertensi.
Berdasarkan hasil penelitian didaptkan rata – rata lingkar perut (LP) responden hipertensi adalah 92,57
± 9,38 cm, sedangkan pada responden tidak hipertensi rata- rata lingkar perut (LP) adalah 87,36 ± 14,07 cm. Hal
ini menunjukkan rata- rata lingkar perut responden hipertensi lebih tinggi jika dibandingkan responden yang
tidak hipertensi.
Seseorang dengan lingkar perut yang besar sangat beresiko untuk menderita hipertensi . Lingkar perut
merupakan indicator banyaknya penumpukan lemak di daerah abdomen. Penumpukan lemak di abdomen erat
kaitannya dengan peumpukan kolesterol. Sel lemak pada perut mydah terlepas dan masuk ke pembuluh darah,
sehingga menyebabkan tersumbatnya aliran darah. Sehingga pada akhirnya menyebabkan hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bustan M.N. 2000. Epidemiologi penyakit tidak menular. Rineka Cipta: Jakarta pp 61-9
2. World Health Report. 2002. Reducing risks, promoting healthy life. World Organization: Geneva, Switzerland,
D.
3. Lumbantobing S.M. 2008. Tekanan darah tinggi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta, pp 1-24.
4.Kementerian Kesehatan. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Badan
Litbangkes, Depkes RI : Jakarta. Diakses di www.depkes.go.id.
5. Wilson P.W.F, D.Agustino R.B., Sullivan L, Parise H, Kannel W.B. 2002. Overweight and obesity as
determinants of cardiovascular risk. The Framingham Experience. Arc. Intern. Med. 2, 162:1867-2.
6. Nagase M and Toshiro Fujita. 2009. Mineralocorticoid receptor activation in obesity hypertension. The
Japanese Society of Hypertension. 32: 649-57.
7. Kementerian Kesehatan. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Badan
Litbangkes, Depkes RI : Jakarta. Diakses di www.depkes.go.id.
8. Lipoeto NI, Fasli Jalal, Fadhil Oenzil dan Novia Susanti. 2008. Lingkar pinggang, kadar glukosa darah,
trigliserida dan tekanan darah pada etnis minang di kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. M Med
Indonesiana, 43(3): 129-36.
Menonton Televisi dan Hipertensi pada Anak Obesitas
Berdasarkan studi yang dilakukan Perrie E.Pardee pada 546 (275 laki-laki, 271
perempuan) subjek dengan usia 4 sampai 17 tahun dievaluasi tahun 2003-2005.
Subjek dengan hipertensi sebanyak 235 sampel dengan BMI rata-rata (37,6) lebih tinggi dari
subjek tanpa hipertensi degan BMI rata-rata (33.9), usia rata-rata kelompok dengan tekanan
darah tinggi lebih tinggi daripada yang tidak (12,3 vs 11,7) dan menonton TV hampir lebih
dari 1 jam/hari. Anak-anak yang menonton TV 2-4 jam memiliki 2,5 kali kemungkinan
hipertensi dibandingkan dengan anak-anak yang menonton 0-2 jam. Kemungkinan
hipertensi bagi anak-anak yang menonton TV 4 jam atau lebih adalah 3,3 kali lebih besar
daripada anak-anak yang menonton TV 0-2 jam.Ketika waktu menonton TV dimasukkan ke
dalam model sebagai variabel kontinyu, kemungkinan hipertensi meningkat sebesar 26%
untuk setiap jam menonton TV per hari.
Pada anak obesitas ada korelasi positif diantara menghabiskan antara waktu menonton TV
dan z-score BMI. Ketika persentil 99 untuk BMI digunakan sebagai titik potong, mereka
dengan BMI < 99 persentil menonton 1,8 jam TV per hari, dibandingkan dengan anak-anak
dengan BMI >99 persentil, yang menonton 1,7 jam per hari.
Peningkatan asupan mikronutrien dan energi juga dapat berperan dalam hubungan antara
TV dan hipertensi, dan antara TV dan tingkat keparahan obesitas. Penelitian telah
menunjukkan bahwa hingga 35% konsumsi energi harian anak-anak dikonsumsi di depan TV
⁽19,20⁾. Penayangan televisi oleh anak-anak juga meningkatkan tekanan psikologis⁽²⁶⁾,
mendorong aktivasi amigdala, yang mengubah output simpanan simpatik dan sumbu
hipotalamus-hipofisis-adrenal ⁽²⁷⁾.Selain itu, ada bukti untuk peran stres dan glukokortikoid
dalam mempromosikan peningkatan asupan kalori makanan, adipositas, dan sindrom
metabolik.⁽²⁹´³⁰⁾
Dengan demikian, stres psikologis sekunder akibat penayangan TV dapat menyebabkan
peningkatan adipositas viseral, resistensi insulin, dan aktivasi sistem saraf simpatik, yang
semuanya dapat berperan dalam hubungan antara TV dan hipertensi, dan TV dan keparahan
obesitas pada anak-anak obesitas ⁽³³⁾.
1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. The seventh report of
the joint national commitee on detection, evaluation and treatment of high blood pressure.
National Institute of Health; 2003. p. 2-15.
2. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset
kesehatan dasar 2007. Jakarta: Laporan Nasional; 2008. p. 50-111.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. InaSH menyokong penuh penanggulangan
hipertensi [Internet]. 2007 [cited 2010 September 15]. Available from: http://www.depkes.go.id.
4. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset
kesehatan dasar 2007. Jakarta: Laporan Provinsi Kalimantan Barat; 2008. p. 41-90.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi penyebab kematian nomor tiga
[Internet]. 2010 [cited 2010 September 15]. Available from: http://www.depkes.go.id.
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Huaser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal
medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 462-8.
7. Luke A, Adeyemo A, Kramer H, Forrester T, Cooper RS. Association between blood pressure and
resting energy expenditure independent of body size. Hypertension 2004; 43:555.
8. Brown CD, Higgins M, Donato KA, Rodhe FC, Garrison R, Obarzanek E, et al. Body mass index and
the prevalence of hypertension and dyslipidemia. Obesity Research 2000; 8:608.
Obesitas pada anak-anak dan remaja serta hubungannya dengan
hipertensi”
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh ijayanath ITAGI, Ramesh PATIL, didapatkan
bahwa terdapat hubungan obesitas dan hipertensi pada anak diamana diambil sample sebanayak
23.842 murid dengan umur 5-16 tahun pada tahun 2005-2006 dan 19.263 murid dengan umur 5-16
tahun pada tahun 2007-2008 dan didapatkan hasil 4,54%. Pada murid 2005 dan 6,17 pada murid
tahun 2007. Penelitian ini juga menarik kesimpulan anak yang obesitas lebih terjadi pada anak-anak
yang sekolah di kota di banding di pedesaan dan meningkat dari tahun 2005 ke 2007.
Pada anak umur 12-16 tahun didapatkan prevalensi kejadian hipertensi untuk normal
weight, overweight, dan obese grup sebesar 10,10%, 17,04 % dan 18,2 %, lalu untuk prevalensi
sistolik hipertensi untuk normal weight, overweight, dan obese sebesar 6,18%, 8,75%, dan 8,2%
Dengan tingginya BMI dapat mendapatkan beberapa komplikasi salah satunya adalah
hipertensi dimana dinegara asia lebih banyak anak yang menderita obese dari pada populasi
penduduk kaukasian, dikarenakan meningkatnya nutrisi yang diasup, sosioekonomi, dan status
kesehatan yang meningkat.
Pada populasi sample di raicher astriot, North Karnakataka membuktikan bahwa obesitas
memiliki hubungan yang signifikan dengan hipertensi pada anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA