Bismillahirahmanirahim,
Sahabatku, Insya Allah dalam beberapa minggu lagi kita akan menjalani
puasa di bulan Ramadhan. Marilah kita bersama menyambutnya dengan penuh
kegembiraan dan suka cita tentunya dengan keikhlasan menjalani ibadah
wajib dan sunnah untuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.
Tentu segala perencanaan dan persiapan perlu kita lakukan agar banyak amal
kebaikan yang kita bisa peroleh di bulan Ramadhan nanti.
Sebelum kita menyusun rencana atas apa yang akan kita lakukan, lebih baik
kita memahami terlebih dahulu tujuan Saum Ramadhan itu sendiri yang
tertera di dalam Al Qur'an, Surah Al Baqarah ayat 183-186 yaitu:
?(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan
seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.?
?Beberapa hari yang ditentukan itu ialah Bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur?an sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir
(dinegeri tempat tinggalnya) di bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.?
Terdapat beberapa amalan ibadah yang dapat kita lakukan dan Insya Allah
apabila kita melakukannya dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan
keridhaan Allah SWT, kita akan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
Semoga amal ibadah kita dibulan Ramadhan tahun ini lebih baik dari
tahun-tahun sebelumnya.
Pilihlah dalil yang benar mengenai amalan dalam menyambut Ramadhan, jangan
menjadikan tradisi kebudayaan sebagai kewajiban dan menganggap benar-benar
amalan yang diwajibkan seperti yang dituliskan dalam Al Qur'an dan Hadist;
Gembirakan hati dalam menyambut bulan Ramadhan, lakukan persiapan dengan
membuat rencana atas amalan apa yang akan dilakukan setiap harinya selama
bulan Ramadhan. Jangan terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang sudah
meributkan kenaikan harga barang-barang dalam menyambut persiapan Ramadhan
apalagi lebaran;
Maximalkan kegiatan rutin dibulan Ramadhan. Jadikan ibadah-ibadah sunah
menjadi kewajiban apalagi yang sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat
muslim. Perbanyak amalan sunnah antara lain shalat dhuha, shalat qiyamul
lail, shalat tarawih, beritikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan
Ramadhan;
Ramadhan merupakan bulan berkah karena Al Qur'an diturunkan di bulan
Ramadhan, oleh sebab itu lakukan amalan meng-khatam-kan Al Qur'an.
Perihalah terus disetiap kesempatan untuk berdzikir, dzikir pagi dan sore,
dzikir pada keadaan-keadaan tertentu dan dzikir untuk mengagungkan nama
Allah atas kebesaran dan keidahan ciptaanNya;
Maximalkan kegiatan rutin kita di bulan Ramadhan, jangan jadikan alasan di
bulan puasa ini atas kekurangan dan kemunduran kita beraktifitas
sehari-hari baik di kantor, di rumah, maupun disekolah;
Ringankan tugas-tugas pembantu rumah tangga kita di bulan Ramadhan ini,
hal ini yang biasa dilakukan oleh Nabi semasa ia hidup;
Jangan ragu untuk mengeluarkan zakat, infak dan sadaqah. Adapun didalam
Al Qur'an sendiri ditetapkan tempat-tempat penyaluran rizki kita dibulan
Ramadhan nanti, yaitu terhadap:
___
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kama agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang
teutentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka) maka (wajiblah baginya bevpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka
tidak beupuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa
yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.
Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat ini, seraya
menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan, minum dan bersenggama
dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di dalamnya terdapat penyucian dan
pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak
yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga telah
diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah mereka mendapat
teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan kewajiban ini secara lebih
sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas mereka, maka Dia
memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu atau dalam jumlah yang
relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya yaitu puasa tersebut pada bulan
tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya.
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan kepada mereka berdua untuk
tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan kemaslahatan puasa, maka Allah
memerintahkan mereka berdua agar menggantinya pada hari-hari lain. Yakni ketika ia
sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang.
(Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di,
hlm. 56.)
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang sakit atau dalam keadaan
bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia dibolehkan berbuka dan mengqadha'nya
sesuai dengan bilangan hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi berat (tidak kuat) menjalankan
puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan orang miskin. Ia
boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat memberi makan kepada satu orang
miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari seorang
miskin untuk setiap harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa
lebih utama daripada memberi makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum
berkata: "Karena itulah Allah berfirman :
"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)
"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-
Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa bagi mereka itu
adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an yang dengannya Allah memuliakan
umat Muhammad-diturunkan untuk pertama kalinya. Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai
undang-undang serta peraturan yang mereka pegang teguh dalam kehidupan. Di
dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang
ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda antara yang hak dengan yang batil,
antara petunjuk dengan kesesatan dan antara yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu adalah bulan
diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak menghendaki kepada
segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena itu Dia membolehkan orang sakit dan
musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash
Shabuni, I/192), dan memerintahkan mereka menggantinya, sehingga sempurna bilangan
satu bulan. Selain itu, Dia juga memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir ketika
selesai melaksanakan ibadah puasa, yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan.
Karena itu Allah berfirman :
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kama bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang diperintahkan Allah, taat kepada-Nya
dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan segala yang diharamkan
serta menjaga batasan-batasan (hukum)-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-
orang yang bersyukur karenanya. ')" (Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)
"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah)
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a
apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-
Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah Tuhan
kita dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga kita berteriak (memanggil-Nya ketika
berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan
ayat di atas. ' (Tafsir Ibnu Katsir; I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia mengabulkan do'a orang-orang yang
memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang yang meminta. Tidak ada tirai
pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya
mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan
memurnikan ketaatan pada-Nya semata. (Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi memperbanyak do'a
berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada kesungguhan dalam
berdo'a, ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan setiap kali berbuka.
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. " (Al-A'raaf:
55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan diri dan secara rahasia, penuh
khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas." Yakni tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam
berdo'a atau lainnya, orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk
melampaui batas dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak
sesuai untuk dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada
Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu
Maha Mendengar lagi Maha Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam
kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan?" (An
Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang yang kesulitan, yang
diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan apa yang ia minta,
sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang mengungkunginya, selain
Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan (malapetaka), kejahatan dan
murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits
hasan shahih).
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu
permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan
yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat. " Maka
berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a). "
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu;
mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahrvasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka
dan cavilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedang
kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka
bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang (dari mereka)
berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak
makan pada malam dan siang harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-
Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika
datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya: "Apakah engkau
memiliki makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu."
Padahal siang harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah
isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu." Ketika
sampai tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi
shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu. "
Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
(Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan isteri-
isterimu."
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka
dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari), tetapi kemudian Allah membolehkan
mereka makan minum dan melampiaskan kebutuhan biologis, dengan bersenang-senang
bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk menampakkan anugerah dan rahmat Allah
pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia adalah
penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu
pun merupakan ketenangan bagi mereka."
Dan Allah membolehkan menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia
mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam hari bulan puasa)
pada saat i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan segala urusan dunia untuk
sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah menutup ayat-ayat yang mulia
ini dengan memperingatkan agar mereka tidak melanggar perintah-perintah-Nya dan
melakukan hal-hal yang diharamkan serta berbagai maksiat, yang semua itu merupakan
batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka
menjauhinya, serta taat berpegang teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi
orang-orang yang bertaqwa. (Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)
(back to Menu)
a.. Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan
menjauhi semua larangan-Nya.
a.. Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir. Keduanya wajib
mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka, pada hari-hari lain.
"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-
haui lain, "adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi orang yang berbuka pada bulan
Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau kurang, juga merupakan dalil
dibolehkannya mengganti hari-hari yang panjang dan panas dengan hari-hari yang
pendek dan dingin atau sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa Ramadhan, karena Allah Ta 'ala
berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari lain, " tanpa mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan
berpuasa secara berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih
memudahkan manusia.
a.. Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh,
wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi makan satu orang miskin.
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh berbuka adalah lebih
utama, selama tidak memberatkan dirinya.
a.. Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di luar
kemampuannya.
a.. Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta 'ala :
a.. Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya, sehingga bisa
menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim, dan hal itu dengan mentaati-
Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa dikabulkannya do'a, dan dari
orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan tunduk mentaati-Nya.
Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
a.. Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada malam-malan
bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya pada siang hari. Waktu
puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga terbenamnya matahari.
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa setelah mengetahui dari apa ia
harus bertaqwa (menjaga diri).
a.. Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya fajar atau belum
adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam masih berlangsung.
a.. Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa berlaku
sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil, oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul
Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di, hlm. 56-58.)
Balas
______________________________
*nt*
Pengertian Wali
Wali dalam konteks sebagai pelaku (fail) memiliki makna an-Nashir/Penolong ( fathul
bayan fi maqasidil Quran, 2/101, Abu Thayib al-Bukhari). al-wali juga memiliki arti al
muhibb (yang mencintai), ash-shadiq (teman/rekan), serta an-nashiir
(pembela/pendukung) (Tartib qamus al-muhith IV/685, ath-Thahir Ali az-Zawi).
Seseorang dikatakan sebagai wali terhadap yang lainnya dikarenakan kedekatannya,
ketaatannya dan karena selalu mengikutinya.
Dengan demikian, wali Allah adalah orang yang selalu menurut dan mengikuti segala
yang dicintai dan diridhai Allah, menjauhi dan membenci serta melarang dari apa yang
telah dilarang oleh-Nya (al furqan baina auliya ar-Rahman wa auliya asy-syaithan 53-
54, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah). Mereka mendapatkan petunjuk berupa dalil yang
jelas dari Allah, tunduk kepada-nya serta menegakkan yang haq yaitu beribadah,
berdawah dan menolong agama Allah.
Setiap hamba yang bertakwa kepada Allah, setia, menaati-Nya, melaksanakan perintah-
Nya serta menjauhi segala yang dilarang-Nya, maka dia adalah wali Allah. Mereka tidak
merasakan takut di saat menusia merasa takut dan mereka tidak gentar di kala manusia
merasa gentar nanti pada Hari Kiamat (al-qaul al jalil hal 36, Muhammad bin Ahmad bin
Muhammad Abdus Salam Khudlar)
Wali Allah memiliki tingkat yang berbeda antara satu dengan yang lain-nya, puncaknya
adalah Rasulullah Shallallaahu Alaihi wa Sallam kemudian disusul para Nabi dan lebih
khusus mereka yang mendapat predikat ulul azmi. Kemudian para shahabat terutama
khulafaur rasyidin, selanjut-nya para pengikutnya menurut derajat ketakwaan masing-
masing.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Menge-tahui lagi Maha
Mengenal (QS. 49:13)
Di antara mereka ada yang sabiqun bil khairat (bersegera dan berlomba dalam kebaikan)
dan ada pula yang muqtashid (orang yang hanya melaksanakan kewajiban dan
meninggalkan yang haram ). Dan yang mashum atau terjaga dari kesalahan hanyalah
para nabi dan rasul saja. Allah Subhannaahu wa Ta'ala telah berfirman mengabarkan
ucapan para shahabat Nabi Shallallaahu Alaihi wa Sallam,
(Mereka berdoa), Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau
kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami.(QS.2:286)
Dengan demikian untuk menentukan standar kebenaran, maka acuannya adalah
Rasulullah Shallallaahu Alaihi wa Sallam, karena beliau adalah mashum.
Berpegang dengan Al-Quran dan As-Sunnah
Firman Allah Subhannaahu wa Ta'ala,
Sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendi-rikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa. (QS. 2:177)
Katakanlah, Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya,
kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepada-mu.Dan jika kamu taat kepadanya,
niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tiada lain kewajiban rasul hanya menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang. (QS. 24:54)
Selalu Bertaubat, Memohon Ampun dan Mengingat Allah
Dia menyadari, bahwa Allah adalah Maha Mengawasi dan Maha Menolong, sehingga hal
ini akan mendorongnya untuk selalu melakukan kebaikan.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat
kebaikan. (QS.16:128)
Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
(QS.24:31)
Selalu Menyadari akan Kelemahan, Kekurangan dan Kekhilafannya.
Sehingga hal itu mendorong untuk terus berlindung kepada Allah dari buruknya jiwa
serta memohon curahan rahmat-Nya.
Sebagaimana tercermin di dalam doa berikut ini.
Ya Allah sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dengan kezhaliman yang
amat banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau, maka
ampunilah aku dengan pengampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya
Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Muttafaq alaih, dari Abu Bakar
Radhiallaahu Anhu)
Dia juga menyadari, bahwa setiap kebaikan yang ada pada dirinya adalah semata-mata
berasal dari rahmat Allah, sedangkan yang selain itu adalah berasal dari diri sendiri.
Barang siapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah, dan
barang siapa mendapati selain yang demikian, maka janganlah mencela kecuali terhadap
dirinya sendiri.
Sabar, Berserah diri kepada Allah, Ridha dan Bersyukur Kepada-Nya.
Allah Subhannaahu wa Ta'ala berfirman,
Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah
ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Rabbmu pada waktu pagi dan
petang. (QS. 40:55)
Firman-Nya yang lain,
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah;
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk
kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 64:11)
Memahami Hakikat Segala Sesuatu.
Yaitu mengetahui, bahwa alam semesta ini diatur oleh Allah atas kehendak-Nya,
kemudian hakikat tentang agama diatur oleh Allah berdasarkan keridhaan dan cinta-
Nya.Maka tidak dibenarkan seseorang menjalankan agama berdasarkan perasaan atau
kemauan pribadi masing-masing. Syariat bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang
harus selalu menjadi bingkai amal ibadah seluruh umat, karena Nabi Muhammad
Shallallaahu Alaihi wa Sallam membawa risalah Islam untuk seluruh bangsa jin dan
manusia.
Wali Syetan
Wali syetan adalah orang yang berpaling dari Al-Quran, mengingkari dan kufur
kepadanya sehingga mereka dikeluarkan oleh syetan dari kebenaran menuju kebodohan,
kesesatan dan kekafiran.
Allah Subhannaahu wa Ta'ala berfirman,
Barangsiapa yang berpaling dari pe-ngajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (al-Quran),
Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi
teman yang selalu menyertainya. (QS. 43:36)
Dalam ayat yang lain disebutkan,
Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang menge-luarkan
mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. (QS. 2:257)
Bahkan mereka semua terus dihasung oleh syetan untuk bermaksiat kepada Allah, dan
apa yang mereka perbuat itu dihiasai oleh syaitan sehingga mereka merasa dalam
kebenaran dan petunjuk.
Firman Allah Subhannaahu wa Ta'ala,
Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka meman-dang
bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka
keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia;
sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi. (QS. 41:25)
Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.
Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan
mereka mengira, bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. 7:30)
Penutup
Umat manusia digolongkan menja-di dua golongan yaitu hizbullah (kelompok Allah)
dan hizbusy syaithan (kelompok syetan).Dan ukuran seseorang disebut sebagai wali
Allah atau bukan adalah berdasar pada ketaatan-nya kepada Allah, al-Quran dan
Sunnah Rasulullah Shallallaahu Alaihi wa Sallam seutuhnya, lahir dan batin. Semakin
taat seseorang berarti semakin dekat tingkat kewaliannya, dan semakin durhaka kepada
Allah dan Rasul-Nya, maka ia semakin dekat dengan syetan yang menipunya. Kesaktian
dan kejadian luar biasa yang terjadi pada seseorang bukanlah ukuran untuk menentukan
karamah dari kewalian. Tetapi harus dilihat ketaatan dan kesesuaiannya dengan ajaran
Islam.
Imam Asy-Syafii berkata, ... Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas permukaan
air atau melayang di udara, maka janganlah terpedaya dengannya hingga kalian cocokkan
keadaannya dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
(Tafsir Ibnu Katsir I hal :116. QS.2:34 Cet. Darus Salam 1994. Lihat Syarah Aqidah Ath-
Thahawiyah. hal:769)
(Waznin Mahfud)
Wali Allah menurut Al-Quran tidak seperti yang digambarkan oleh orang tasawwuf.
Tetapi wali Allah yaitu orang-orang yang beriman dan bertaqwa, seperti yang
ditegaskan Allah SWT dalam firmanNya:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam
kehidupan) di akherat." (QS Yunus/ 10: 62, 63, 64).
Dimaksudkan dengan wali-wali Allah dalam ayat ini ialah orang-orang mukmin dan
mereka selalu bertaqwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah,
dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukumNya di tengah-tengah masyarakat,
dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agamaNya, seperti orang-
orang musyrikin dan orang kafir.
Dikatakan tidak ada kekhawatiran bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah
pasti akan datang, dan pertolonganNya tentu akan tiba, serta petunjukNya tentu
membimbing mereka ke jalan yang lurus. Dan apabila ada bencana menimpa mereka,
mereka tetap bersabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan
tawakkal kepada Allah.
Dan tidak pula gundah hati, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala
sesuatu yang bersangkut paut dengan alam dan seluruh isinya tunduk dan patuh di
bawah hukum-hukum Allah dan berada dalam genggamanNya. Mereka tidak gundah
hati lantaran berpisah dengan dunia, karena kenikmatan yang akan diterima di akherat
adalah kenikmatan yang lebih besar. Dan mereka takut akan menerima adzab Allah di
hari pembalasan, karena mereka dan seluruh hatinya telah dibaktikan kepada agama
menurut petunjukNya. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah
mendapatkan petunjuk yang tak ternilai besarnya.
Kemudian daripada itu Allah SWT menjelaskan siapa yang dimaksud dengan wali-wali
Allah yang berbahagia itu, dan apakah sebabnya mereka itu demikian. Penjelasan yang
didapat di dalam ayat ini; wali itu ialah orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa.
Dimaksud beriman di sini ialah orang yang beriman kepada Allah, kepada
malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada Rasul-rasul-Nya, dan kepada hari
qiyamat, dan segala kepastian yang baik dan yang buruk semuanya dari Allah, serta
melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang beriman. Sedang
yang dimaksud dengan bertaqwa ialah memelihara diri dari segala tindakan yang
bertentangan dengan hukum-hukum Allah, baik hukum-hukum Allah yang mengatur tata
alam semesta, ataupun hukum syara' yang mengatur tata hidup manusia di dunia.
Sesudah itu Allah SWT menjelaskan bahwa mereka mendapat khabar gembira, yang
mereka dapati di dalam kehidupan mereka di dunia dan kehidupan mereka di akherat.
Khabar gembira yang mereka dapati ini, ialah khabar gembira yang telah dijanjikan
Allah melalui Rasul-Nya. Khabar gembira yang mereka dapatkan di dunia seperti
kemenangan yang mereka peroleh di dalam menegakkan kalimat Allah, kesuksesan
hidup lantaran menempuh jalan yang benar, harapan yang diperoleh sebagai khalifah di
dunia, selama mereka tetap berpegang kepada hukum Allah dan membela kebenaran
agama Allah akan mendapat husnul khatimah. Adapun khabar gembira yang akan
mereka dapati di akherat yaitu selamat dari kubur, dari sentuhan api neraka dan
kekalnya mereka di surga 'Adn. (Al-Quran dan Tafsirnya, Depag RI, 1985/1986, juz 11,
halaman 418-419).
Ada orang yang mengatakan, bahwa wali Allah itu orang keramat, dapat mengerjakan
perkara-perkara yang ajaib dan aneh, seperti berjalan di atas air, dapat menerka yang
dalam hati orang dan sebagainya. Maka yang demikian itu, bukanlah menurut istilah
Al-Quran, melainkan menurut istilah orang tasauf. Bahkan ada juga yang disebut wali
Allah, orang yang kurang akalnya, dan ganjil perbuatannya. (Prof Dr H Mahmud
Yunus, Tafsir Quran Karim, PT Hidakarya Agung Jakarta, cetakan ke-27, 1988M/
1409H, halaman 300).
Jelaslah bedanya, antara wali Allah menurut Al-Quran, dan wali Allah menurut orang
tasawwuf atau shufi. Orang yang kurang akalnya dan ganjil perbuatannya pun disebut
wali, itu jelas di luar ajaran Al-Quran.
Ya Allah, tunjukilah hamba-hambaMu yang lemah ini, agar tidak terseret oleh ocehan
mereka yang sangat jauh dari ajaranMu itu.
Menurut mereka, yang patut dituntut adalah al-fana' (menghancurkan diri dalam proses
untuk menyatu dengan Allah SWT) yang mereka klaim (dakwakan) terhadap Allah,
dan melihat keghaiban, dan mengatur alam... Inilah surga orang shufi yang mereka
klaim.
Adapun mengenai neraka, orang-orang shufi berkeyakinan juga bahwa lari darinya itu
tidak layak bagi orang shufi yang sempurna. Karena takut terhadap neraka itu watak
budak dan bukan orang-orang merdeka. Di antara mereka ada yang berbangga diri
bahwa seandainya ia meludah ke neraka pasti memadamkan neraka, seperti kata Abu
Yazid al-Busthami (Parsi, w. 261H/ 874M). Dan orang
shufi yang berkeyakina dengan Wahdatul Wujud (menyatu dengan Tuhan), di antara
mereka ada yang mempercayai bahwa orang-orang yang memasuki neraka akan
merasakan kesegaran dan keni'matannya, tidak kurang dari keni'matan surga, bahkan
lebih. Inilah pendapat Ibnu Arabi dan aqidahnya. (Fadhoihus Shufiyyah, hal 46). Seperti
disebutkan dalam buku Ibnu Arabi, Fushushul Hukm.
Orang jahil di masa kita sekarang kadang menyangka bahwa aqidah mengenai surga
(model shufi) ini adalah aqidah yang tinggi, yaitu manusia menyembah Allah tidak
mengharapkan surga dan tidak takut neraka. Ini tidak diragukan lagi (jelas) menyelisihi
aqidah kita yang terdapat di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Allah telah mensifati
keadaan para nabi dalam ibadah mereka bahwa:
Mereka berdo'a kepada Kami dengan harap (roghoban) dan takut (rohaban). Dan
mereka adalah orang-orang yang khusyu'." (QS Al-Anbiyaa': 90).
Ar-roghob yaitu mengharapkan surga Allah dan keutamaanNya, sedang ar-rohab yaitu
takut dari siksaNya, padahal para nabi itu mereka adalah sesempurna-sempurnanya
manusia (segi) aqidahnya, keimanannya, dan keadaannya.
Dan (landasan) dari As-Sunnah: Perkataan seorang Arab Badui kepada Nabi SAW:
"Wallahi, sungguh aku tidak bisa mencontoh dengan baik bacaan lirihmu (dandanik --
suara tak terdengarmu) dan bacaan lirih Mu'adz. Namun hanya aku katakan, "Ya
Allah, aku mohon surga kepadaMu, dan berlindung kepadaMu dari neraka." Lalu
Rasulullah saw berkata: "Sekitar itu juga bacaan lirih kami." Hadits Riwayat Ibnu
Majah).
Keadaan yang diupayakan oleh orang-orang shufi untuk diwujudkan yaitu beribadah
kepada Allah tanpa mengharapkan (surga) dan tanpa merasa takut (neraka), maka
menyeret mereka kepada bencana. Mereka berusaha kepada tujuan yang lain dengan
ibadah yaitu yang disebut fana' (meleburkan diri) dengan Tuhan, dan ini menyeret
mereka kepada al-jadzdzab (merasa melekat dengan Tuhan), kemudian menyeret
mereka pula kepada al-hulul (inkarnasi/penjelmaan Tuhan dalam diri manusia),
kemudian menyeret mereka pula pada puncaknya kepada wihdatul wujud (menyatunya
Tuhan dengan hamba/manunggaling kawula Gusti). (As-Shufiyyah aqidah wa ahdaf,
hal 26-27).
Mengenai iblis, kebanyakan orang shufi, khususnya para penganut kepercayaan wihdatul
wujud, berkeyakinan bahwa iblis adalah hamba yang paling sempurna dan makhluk yang
paling utama tauhidnya. Karena menurut anggapan mereka, iblis tidak mau sujud kecuali
kepada Allah. Dan mereka mengklaim bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosa iblis
dan akan memasukkannya ke surga. Demikian pula anggapan mereka, Fir'aun adalah
seutama-utamanya orang yang mentauhidkan (mengesakan) Allah (muwahhidien).
Karena Fir'aun berkata: "Saya adalah Tuhanmu yang tertinggi" maka ia mengetahui
hakekat, karena setiap yang wujud itu adalah Allah, kemudian dia (Fir'aun) menurut
klaim mereka, telah beriman dan masuk surga. (lihat Syarh Fushushul Hukm, halaman
418, Fadhoihus Shufiyyah,
hal 47, As-Shufiyyah Aqidah wa Ahdaf, hal 27-28, Al-Fikrus shufi, hal 60).
RAHASIA PUASA
Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia
pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa
tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan
kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa
sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada
lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan
kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi oleh
hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi keinginannya
meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta
merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk
memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan
membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu
yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami
kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam
perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah
Swt sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan
manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini
dalam firman-Nya yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang
muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang
tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan
duniawi yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang
muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat
sulit.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga
akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak
hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh
para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu
meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu,
perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk
sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi
perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan,
sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah
berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai
mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua,
dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah
seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang
diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak
orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah
dari apa yang kita peroleh.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan
berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian
setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang
menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin
dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan
demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti
gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui (QS 9:103).
Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting bagi kita, maka
sudah sepantasnyalah kalau kita harus menyambut kedatangan Ramadhan tahun
ini dengan penuh rasa gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat
kita bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan meskipun
sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.
Oleh karena itu, tepat apabila tema Ramadhan tahun ini adalah: JALIN
UKHUWAH, SATUKAN LANGKAH. Semoga hikmah Ramadhan tahun ini dapat
memperbaiki diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara kearah yang
diridhai Allah Swt. Selamat Menunaikan Ibadah Ramadhan 1420 H.